Anda di halaman 1dari 38

INFEKSI VIRUS PADA SALURAN

PERNAPASAN

I. Pendahuluan
Infeksi saluran pernapasan memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan di
seluruh dunia. Sebagian besar infeksi pernapasan berasal dari virus.1 Angka
kejadian infeksi saluran napas akut sekitar 75-80% dari semua penyakit infeksi akut
di Amerika Serikat. Dan sekitar 80%-nya disebabkan oleh virus. Insiden infeksi
saluran napas ini sangat bervariasi bergantung dari umur penderita, dimana
biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak, selain itu iklim juga sangat
berpengaruh, dimana prevalensi meningkat pada musim dingin dan menurun pada
musim panas.2 Namun, 10%-50% dari pasien yang terinfeksi virus akan
berkembang menjadi infeksi bakteri sekunder.1 Pada usia yang sangat muda (bayi
dan balita), orang tua dan orang dengan kondisi medis yang kronis, infeksi virus
pernapasan dapat menyebabkan penyakit yang parah.1
Virus-virus yang berperan sebagai penyebab penting infeksi saluran napas akut
adalah virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, adenovirus, virus sinsitial
pernapasan (respiratory syncytial virus) dan virus korona pernapasan. Reovirus
masih diperdebatkan apakah masuk ke dalam golongan ini atau bukan. Virus lain
seperti enterovirus dan virus measles juga dapat menyebabkan gejala infeksi
saluran napas.2 Di Amerika Serikat, 100.000 bayi dirawat di rumah sakit setiap
tahun untuk infeksi respiratory syncytial virus (RSV).1 Epidemi influenza dan
infeksi RSV masing-masing berhubungan dengan 36.000 dan 11.000 kematian
setiap tahunnya.1

Masa inkubasi virus-virus tersebut tergolong cukup pendek sekitar 1-4 hari dan
penularannya secara langsung dari orang ke orang melalui droplet yang infektif
atau transmisi tidak langsung, melalui tangan yang terkontaminasi sekret hidung
atau epitel konjungtiva. Infeksi ini dapat dijumpai di seluruh belahan dunia. Virus
penyebab infeksi saluran pernapasan menimbulkan gejala yang hampir serupa
berupa sindrom batuk pilek, namun pada beberapa jenis seperti virus sinsitia

1
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
pernapasan dan CoV-SARS yang merupakan keluarga Coronaviridae, dapat
menimbulkan gejala yang lebih berat dimana dapat menyerang saluran pernapasan
bagian bawah seperti bronkiolitis dan pneumonia.2 Di negara-negara berkembang, 2
juta anak usia di bawah 5 tahun meninggal setiap tahun akibat infeksi virus pada
saluran pernapasan bawah. Oleh karena itu, pemahaman yang baik dan
berkelanjutan tentang peran virus dalam menyebabkan infeksi berat pada
pernapasan sangat penting untuk membuat kemajuan dalam pencegahan dan
tatalaksana yang sesuai.1

II. Definisi
Infeksi virus pada saluran pernafasan adalah infeksi yang menyerang salah satu
atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung sampai ke alveoli termasuk
adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura),3 dimana mikroorganisme
penyebabnya adalah virus.
III. Asal Evolusi Virus
Asal virus tidak diketahui. Terdapat banyak perbedaan di antara virus DNA, virus
RNA, dan virus-virus yang menggunakan DNA dan RNA sebagai bahan
genetiknya selama tahap yang berbeda dalam siklus hidupnya. Jenis agen yang
berbeda kemungkinan juga mempunyai asal yang berbeda. Dua teori mengenai asal
virus dapat diringkas sebagai berikut :
(1) Virus mungkin berasal dari komponen asam nukleat DNA atau RNA sel pejamu
yang mampu melakukan replikasi secara otonom dan berkembang secara bebas.
Virus-virus tersebut menyerupai gen yang mendapatkan kapasitas untuk hidup
secara bebas dalam sel. Beberapa sekuens viral dihubungkan dengan bagian
gen-gen selular yang mengode domain fungsional protein. Beberapa virus
kemungkinan berkembang dengan cara tersebut.
(2) Virus-virus mungkin merupakan bentuk degenerasi parasit intraselular. Tidak
ada bukti yang menunjukkan bahwa virus berkembang dari bakteri, meskipun
organisme intraselular obligat lain, misal riketsia dan klamidia, kemungkinan
demikian. Namun, poxvirus sangat besar dan kompleks yang mungkin
merupakan produk evolusi dari beberapa sel asalnya.4

2
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
IV. Faktor Risiko
Faktor risiko umum infeksi virus pada saluran pernapasan adalah keadaan status
eonomi yang rendah, faktor pejamu seperti status gizi dan lingkungan.
A. Usia
Usia pejamu adalah satu faktor dalam patogenesitas virus. Penyakit yang lebih
berat sering terjadi pada neonatus. Selain maturasi respon imun seiring
pertambahan usia, tampaknya terdapat juga perubahan terkait usia pada
kerentanan jenis sel tertentu terhadap infeksi virus. Infeksi virus biasanya dapat
terjadi pada semua golongan usia tetapi mungkin mempunyai dampak utama
pada waktu yang berbeda dalam kehidupan.4
B. Polusi Udara dan Paparan Asap Rokok
Polusi udara meningkatkan kejadian infesksi saluran napas dengan
menurunkan kemampuan pertahanan imun spesifik dan nonspesifik. Polusi
udara dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit saluran nafas dengan merusak
pertahanan paru. Partikel dalam polusi udara menyebabkan penumpukan di
saluran napas bawah dan akan menyebabkan kerusakan fungsi mukosiliar,
meningkatkan perlekatan virus ke sel epitel, meningkatkan permeabilitas sel
epitel maupun alveolus dan pada akhirnya mempengaruhi sel inflamasi di paru.
Mekanisme paparan asap rokok dapat menjadi faktor risiko masih belum jelas
diketahui. Nikotin dapat menekan sel Th1 (yang bertanggungjawab
menghasilkan immunoglobulin) tetapi secara selektif merangsang sel Th 2
untuk menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13.
Sitokin ini juga menyebabkan manifestasi klinis serupa pada penyakit-penyakit
atopi. Selanjutnya nikotin tidak hanya merangsang eosinofil, tetapi juga
merangsang sel B merubah produksi immunoglobulin, dari Ig G menjadi Ig E.
Dengan penekanan sel Th 1 akan menyebabkan pengurangan produksi Ig G.
Disamping itu nikotin dapat menyebabkan kerusakan sel epitel sebagai
pertahanan mekanik tubuh, yang akan menyebabkan peningkatan perlekatan
pathogen pada permukaan mukosa sel.5
C. Status Ekonomi Rendah
Status ekonomi rendah dan keadaan rumah yang padat secara signifikan
berkaitan dengan infeksi saluran napas. Keluarga dengan dua atau lebih orang

3
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
dalam satu kamar mempunyai risiko 44% lebih besar untuk menderita
pneumonia. Kepadatan penghuni rumah khususnya sekamar, dapat
meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran napas dengan meningkatkan
kemungkinan terhadap infeksi silang dengan orang lain yang tinggal bersama.
Virus dapat ditularkan melalui udara dalam bentuk partikel droplet, khususnya
dalam rumah yang padat, dimana banyak orang yang bersin, batuk atau bahkan
komunikasi biasa.5
D. Frekuensi Kontak dengan Binatang Peliharaan
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa kontak dengan binatang peliharaan
juga meningkatkan risiko infeksi saluran napas dimana risiko tersebut makin
tinggi jika jumlah binatang makin banyak. Beberapa binatang dapat mengalami
penyakit yang dapat ditularkan kepada manusia, seperti monyet, babi, kuda,
tikus, burung, kucing dan ayam. Bulu-bulu binatang tersebut yang rontok juga
dapat masuk ke saluran napas sehingga menimbulkan gangguan pada saluran
pernapasan.5
E. Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan lahir rendah merupakan faktor risiko terjadinya infeksi saluran
napas. Berat badan lahir rendah menjadi faktor risiko dengan menurunkan
sistem imun bayi, dan juga terjadi gangguan fungsi paru. Sistem imun pada
bayi dengan berat badan lahir rendah masih belum berfungsi dengan baik.
Gangguan fungsi imun ini dapat terjadi secara sendiri ataupun merupakan
bagian dari kekurangan nutrisi semasa bayi, seperti besi, zink, tembaga. Bayi
berat badan lahir rendah dengan prematur memiliki fungsi paru yang terganggu.
Gangguan fungsi paru ini dapat terjadi karena bronkopulmoner displasia,
akibat pemakaian ventilator. Bronkopulmoner displasia ini berhubungan
dengan penyempitan diameter saluran napas.5
F. Penyapihan Dini
Penyapihan dini sebelum usia 6 bulan berkaitan dengan infeksi saluran napas.
Anak yang tidak mendapatkan ASI mempunyai risiko mortalitas akibat infeksi
saluran napas akut 3,6 kali lebih besar daripada anak yang mendapatkan ASI.
Pemberian ASI dapat menurunkan beratnya derajat penyakit hingga 50%. ASI

4
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
memiliki mekanisme anti infeksi, melalui proteksi terhadap bakteri dan anti
viral seperti immunoglobulin A, laktoferin, makrofag, limfosit dan netrofil.5
G. Malnutrisi
Malnutiri terutama pada anak dapat mengalami mengalami gangguan sistem
imun yang mengakibatkan anak lebih mudah terkena infeksi. Kurang energi
dan protein berdampak pada mekanisme pertahanan tubuh baik sistem imun
non spesifik maupun spesifik. Gangguan sistem imun yang terjadi yaitu respon
imun T cell- mediated, perubahan bahkan atrofi timus dan jaringan limfoid
lainnya, gangguan produksi dan fungsi limfosit T, dan gangguan reaksi
hipersensitifiti. Respon imun humoral tidak banyak terpengaruh, meskipun
konsentrasi immunoglobulin A pada beberapa organ termasuk saluran nafas
menurun. Mekanisme lain yakni gangguan sistem komplemen dan fagositosis.5
H. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol tidak hanya menghambat batuk dan refleks epiglotis
sehingga resiko aspirasi meningkat, tetapi juga mengganggu mobilisasi dan
kemotaksis leukosit.6
V. Patogenesis
Secara umum proses dasar infeksi virus adalah terjadinya siklus replikatif virus
(parsial atau komplet) pada sel pejamu. Patogenesis virus merupakan interaksi
faktor virus dan pejamu yang menimbulkan penyakit. Virus harus masuk ke dalam
pejamu, melakukan kontak dengan sel yang rentan, bereplikasi dan menimbulkan
cedera sel.4 Adapun langkah-langkah patogenesis virus secara umum adalah
sebagai berikut :
A. Masuknya Virus dan Replikasi Primer
Agar terjadi infeksi pada pejamu, virus mula-mula harus menempel dan
memasuki sel pada saluran pernapasan. Virus biasanya bereplikasi ditempat
pertama kali masuk. Virus seperti influenza menimbulkan penyakit di port
d’entree dan tidak harus menyebar secara sistemik. Penyakit tersebut menyebar
secara lokal pada permukaan epitel, tetapi tidak terdapat infiltrasi jaringan di
bawahnya atau penyebaran di tempat yang jauh.4

5
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
B. Penyebaran Virus dan Tropisme Sel
Setelah replikasi primer di tempat masuk, virus tersebut menyebar dala pejamu.
Virus cenderung memperlihatkan spesifikasi sel dan organ. Tropisme sel dan
jarungan seperti ini oleh virus tertentu biasanya menunjukkan adanya reseptor
permukaan sel yang spesifik untuk virus tersebut. Mekanisme lain yang
menentukan tropisme jaringan melibatkan enzim proteolitik. Replikasi virus
yang berulang tidak akan terjadi pada jaringan yang tidak mengekspresikan
enzim pengaktif yang sesuai. Penyebaran juga dapat ditentukan sebagian oleh
gen virus spesifik.4
C. Cedera Sel dan Penyakit Klinis
Destruksi sel yang terinfeksi virus pada jaringan target dan perubahan fisiologi
yang terjadi pada pejamu akibat cedera jaringan sebagian menyebabkan
timbulnya penyakit. Penyakit klinis dari infeksi virus merupakan akibat
rangkaian kejadian yang kompleks dan banyak faktor yang menentukan derajat
penyakit tidak diketahui. Gejala umum yang disebabkan oleh banyak infeksi
virus seperti malaise dan anoreksia, dapat disebabkan oleh unsur respon pejamu
seperti produksi sitokin. Penyakit klinis adalah indikator yang tidak sensitif
pada infeksi virus; infeksi subklinis akibat virus sangat sering terjadi.4
D. Penyembuhan dari Infeksi
Pejamu dapat meninggal atau sembuh dari infeksi virus. Mekanisme
penyembuhan melibatkan imunitas selular dan humoral, interferon dan sitokin
lain, serta kemungkina faktor pertahanan pejamu yang lain. Kepentingan relatif
masing-masing komponen berbeda dengan virus dan penyakit. Pada infeksi
akut, penyembuhan disebabkan hilangnya virus. Namun, ada saatnya ketika
pejamu tetap terinfeksi oleh virus.
E. Pelepasan Virus
Tahap akhir patogenesis adalah pelepasan virus infeksius ke lingkungan. Tahap
tersebut merupakan langkah penting untuk mempertahankan infeksi virus pada
populasi pejamu. Pelepasan biasanya terjadi dari permukaan tubuh tempat
masuknya virus. Pelepasan terjadi pada stadium penyakit yang berbeda
bergantung pada agen tertentu yang terlibat. Keadaan tersebut merupakan waktu
seseorang yang terinfeksi bersifat infeksius.

6
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
VI. Pertahanan dan Respon Imun Pejamu
A. Pertahanan Pejamu
Berikut ini adalah tabel pertahanan pejamu di paru :
Pertahanan Pejamu di Paru
Lokasi Mekanisme Pertahanan Pejamu
Nasofaring Rambut hidung
Turbinatus
Perangkat mukosilia
Sekresi IgA
Orofaring Air liur
Pengelupasan sel epitel
Pembentukan komplemen lokal
Interferensi dan flora residen
Trakea, Bronkus Batuk, reflek epiglotis
Percabangan jalan napas yang
bersudut tajam
Perangkat mukosilia
Pembentukan imunoglobulin (IgG, IgM, IgA)
Saluran Napas Terminal, Cairan yang melapisi alveolus
Alveolus (surfaktan, imunoglobulin, komplemen,
fibronektin)
Sitokin (interleukin 1, faktor nekrosis tumor)
Makrofag alveolus
Leukosit polimorfonukleus
Imunitas selular
Tabel 1. Pertahanan Pejamu di Paru (Kepustakaan 6)
B. Respon Imun Pejamu
Mekanisme pertahanan pejamu yang tidak spesifik biansanya diperoleh segera
setelah infeksi virus. Respon yang paling menonjol adalah induksi interfron.
Respon imun tersebut membantu menghambat pertumbuha virus selama waktu
yang diperlukan untuk menginduksi imunitas selular dan humoral spesifik.
Leukosit polimorfonuklear membentuk respon imun selular utama terhadap
radang akut yang disebabkan oleh bakteri piogenik, sedangkan inflamasi sel
mononuklear dan limfosit menandai reaksi radang pada lesi virus yang tidak
mengalami komlikasi.
Protein yang dikode virus berperan sebagai target bagi respon imun. Sel yang
terinfeksi virus dapat dilisiskan oleh limfosit T sitotoksik akibat polipeptida sel
pada permukaan virus dikenali. Imunitas humoral melindungi pejamu terhadap
reinfeksi virus yang sama. Antibodi penetralisir yang ditujukan untuk melawan

7
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
protein kapsid menghambat inisiasi infeksi virus, kemungkinan pada tahap
pelekatan atau pelepasan pembungkus luar. Antibodi IgA sekretoris penting
untuk melindungi saluran pernapasan terhadap infeksi virus.
Virus telah mengembangkan berbagai cara untuk menekan atau menghindar
dari respon imun pejamu sehingga dapat terhindar dari eradikasi. Virus seperti
adenovirus dapat mengode protein imunomodulatoris yang menghambat fungsi
MHC, dan influenza yang dapat melakukan mutasi dan mengubah tempat
antigenik pada protein virion.4
VII. Etiologi dan Manifestasi Klinis
Virus yang berperan penting dan sering menyebabkan infeksi pada saluran napas
adalah :
1) Rhinovirus
2) Virus korona pernapasan (CoV-SARS)
3) Virus sinsitial pernapasan (RSV)
4) Virus parainfluenza
5) Virus influenza
6) Adenovirus

Berikut ini tabel adalah sindrom dan gejala utama berdasarkan virus penyebab
pada berbagai kategori usia, yaitu :

Sindrom Gejala Utama Virus Penyebab Tersering


Bayi Anak-anak Dewasa
Selesma Obstruksi hidung Rino Rino Rino
Discharge hidung Adeno Adeno Korona
Faringitis Nyeri tenggorok Adeno Adeno Adeno
Herpes simplek Coxsackie Coxsackie
Laringitis/croup Suara serang Parainfluenza Parainfluenza Parainfluenza
Batuk Influenza Influenza Influenza
menggonggong
Trakeobronkitis Batuk Parainfluenza Parainfluenza Parainfluenza
Influenza Influenza Adeno
Bronkiolitis Batuk, dispnea RSV Jarang Jarang
Parainfluenza
Pneumonia Batuk RSV Influenza Influenza
Nyeri dada Influenza Adeno
Tabel 2. Infeksi Virus pada Saluran Pernapasan (Kepustakaan 4)

8
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
A. Rhinovirus
Rhinovirus masuk ke dalam keluarga pikornaviridae. Sebelumnya, Genus
Rhinovirus terdiri dari dua spesies yaitu Human Rhinovirus A (HRA) dan
Human Rhinovirus B (HRB). Baru-baru ini telah ditemukan Human
Rhinovirus C. Virus ini berukuran sekitar 30 nm, tidak memiliki selubung
dengan struktur ikosahedral dan mengandung genom RNA untai tunggal yang
bersifat positive sense yakni dapat berlaku sebagai mRNA. Berbeda dengan
Pikornavirus lain seperti Enterovirus, Rhinovirus tidak tahan terhadap asam
dan hampir tidak aktif sama sekali pada pH 3 atau kurang. Rhinovirus
merupakan virus yang resisten terhadap eter. Kapsid Rhinovirus terdiri dari 4
jenis protein virus yaitu VP1, VP2, VP3 dan VP4. VP1, VP2 dan VP3
merupakan komponen utama dari protein kapsid. Sedang VP 4 merupakan
struktur tambahan yang terletak diantara kapsid dan genom RNA. Epitope
terhadap antibodi terletak pada bagian luar dari VP1-VP3. Rhinovirus hanya
menginfeksi manusia dan simpanse. Pembiakan virus dapat dilakukan pada
biakan fibroblas paru-paru embrio manusia (WI-38) dan dalam biakan jaringan
epitelium trakea manusia dan ferret. In vitro, replikasi berlangsung optimum
pada temperatur 33°C, sama seperti suhu pada nasofaring manusia. Lebih
kurang 115 serotype yang dikenal dari Rhinovirus. Beberapa diantaranya

bereaksi silang, misalnya pada tipe 9 dan 32.4,7,8

Gambar 1. Filogenetik dari VP4-VP2 (Kepustakaan 8)

9
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
Patogenesis
Rhinovirus dikenal juga dengan virus selesma (common cold). Virus masuk
melalui saluran pernapasan bagian atas, dan menyebabkan infeksi ringan
saluran pernapasan atas. Masuknya virus melalui ikatan dengan receptor
ICAM-1 (intracelluler adhesión molecule-1) yang terletak pada sel epitel
saluran pernapasan. Kemudian virus bereplikasi dan menyebar, sel yang
terinfeksi akan mengeluarkan sinyal yang kita kenal dengan kemokin dan
sitokin yang kemudian mengaktivasi mediator inflamasi. Aktivasi dari
bradikinin, menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi hidung

(pilek/selesma) dan sakit tenggorokan.4,7


Gejala Klinis
Masa inkubasi singkat, 2-4 hari dan infeksi akut biasanya berlangsung 7 hari
meskipun batuk tidak produktif dapat menetap selama 2-3 minggu. Rata-rata
orang dewasa terserang virus ini dua kali dalam setahun. Gejala pada orang
dewasa biasanya meliputi iritasi saluran napas bagian atas, pilek, sakit kepala,
batuk ringan, lesu dan menggigil. Demam hanya sedikit bahkan mungkin saja
tidak disertai demam. Terdapat kemerahan dan pembengkakan selaput lendir
hidung dan nasofaring. Kemampuan mencium biasanya berkurang. Kadang-

kadang timbul suara serak.4 Infeksi sekunder dapat menghasilkan otitis media
akut, sinusitis, bronkitis atau pneumonitis, terutama pada anak-anak.1
Imunitas
Imunitas alamiah mungkin ada namun hanya berlangsung sebentar. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa resistensi terhadap selesma tidak tergantung
pada antibodi serum. Tetapi mungkin berhubungan dengan antibodi spesifik
dalam sekresi hidung. Antibodi spesifik dalam sekresi hidung terutama IgA
11S yang dihasilkan secara lokal dalam selaput lendir. Antibodi ini tidak
bertahan seperti yang ada dalam serum, dan inilah yang menerangkan paradoks
reinfeksi pada orang dengan antibodi serum yang cukup.4

10
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
Epidemiologi
Infeksi Rhinovirus dapat terjadi di seluruh dunia. Di daerah beriklim sedang,
serangan lebih sering pada musim gugur awal dan musim dingin, dan
berkurang di akhir musim semi. Virus diduga ditularkan melalui kontak dekat,
melalui droplet. Jari penderita flu biasanya terkontaminasi karena seringnya
berkontak dengan virus yang dikeluarkan dari hidung. Penularan pada orang
yang rentan kemudian terjadi dari tangan ke tangan atau dari tangan ke benda
lalu ke tangan. Penularan melalui kontaminasi tangan lebih sering daripada

melalui droplet.2,4
Pengobatan dan Pengendalian
Tidak ada pengobatan khusus untuk Rhinovirus. Penggunaan interferon-alfa
intranasal mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi Rhinovirus.
Namun obat ini mempunyai efek samping yang besar yaitu menyebabkan
perdarahan pada hidung dan cepat menimbulkan resistensi. Pleconaril,
merupakan antivirus oral yang dapat mengatasi infeksi oleh Picornavirus ini.
Obat ini bekerja dengan membentuk ikatan pada daerah hidrophobik VP1 dan
menstabilkan protein kapsid sehingga virus tidak dapat melepaskan genom
RNA-nya ke sel target. Pada penelitian menggunakan Pleconaril, menunjukkan
adanya penurunan sekresi mukus dan meredanya gejala klinis. Pada penelitian
terakhir diduga antibodi monoklonal pada reseptor virus ICAM-1 dapat
menghambat masuknya Rhinovirus ke dalam sel. Mencuci tangan atau
menggunakan penghalang terhadap autoinokulasi dapat mengurangi penularan

infeksi.2,4,9
B. Koronavirus
Koronavirus merupakan virus hewan yang masuk ke dalam keluarga
Coronaviridae. Coronaviridae terdiri dari dua genus yaitu Coronavirus dan
Toravirus. Koronavirus sendiri memiliki dua serotipe yang menginfeksi
manusia dan 10 serotipe lainnya menginfeksi burung dan binatang mamalia
lain. Kata Coronavirus berasal dari kata Crown yang berarti mahkota. Virus ini

biasanya menginfeksi saluran pernapasan manusia.10

11
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
Replikasi Koronavirus
Perincian replikasi koronavirus berasal dari penelitian dengan virus hepatitis
tikus, yang berhubungan erat dengan strain OC43 manusia, hal ini disebabkan
koronavirus tidak tumbuh dalam biakan sel.Virus melekat pada reseptor sel
sasaran melalui glikoprotein pada selubung virus (melalui E2 atau E3).
Glikoprotein E2 menyebabkan penyatuan selubung virus dengan selaput sel.
Setelah pelepasan selubung, kemudian terjadi sintesis polimerase RNA yang
bergantung pada RNA spesifik virus yang merekam RNA komplementer.
Molekul RNA genomik yang baru disintesis dalam sitoplasma berinteraksi
dengan protein nukleokapsid membentuk nukleokapsid heliks. Nuleokapsid
bertunas melalui selaput retikulum endoplasma kasar dan aparatus golgi pada
daerah yang mengandung glikoprotein virus. Virus matang kemudian dapat
dibawa dalam vesikel ke bagian tepi sel untuk keluar atau menunggu hingga sel
mati untuk dilepaskan. Beberapa coronavirus lebih sering menimbulkan infeksi

sel yang menetap daripada menjadi sitosidal.4,10


Patogenesis
Koronavirus cenderung sangat spesifik spesies. Hanya sedikit yang diketahui
tentang patogenesis dari virus ini. Koronavirus hewan memperlihatkan
tropisme terhadap sel epitel saluran pernapasan dan saluran pencernaan.
Koronavirus manusia biasanya hanya terbatas pada saluran napas bagian atas.
Infeksi koronavirus menyebabkan bercak destruksi sel epitel bersilia dan
hilangnya gerakan silia. Koronavirus manusia yang saat ini banyak
diperbincangkan adalah Koronavirus SARS-CoV yang menyebabkan penyakit
SARS (severe acute respiratory syndrome). SARS-CoV ini memiliki keunikan
tersendiri dimana virus mampu menyebabkan infeksi saluran napas atas sampai
saluran napas bawah dan disertai gastroenteritis.4,11
Gejala Klinis
Koronavirus manusia menyebabkan batuk-pilek, malaise, biasanya tidak diikuti
dengan demam, pada orang dewasa. Masa inkubasi 2-5 hari, biasanya gejala
berlangsung satu minggu. Saluran pernafasan bagian bawah biasanya jarang
terlibat. Beberapa koronavirus hewan menyebabkan penyakit susunan saraf

12
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
pada hewan. Namun, sampai saat ini belum ada bukti keterlibatan koronavirus
dalam penyakit neurologik manusia. Tahun 2003 dilaporkan adanya wabah
SARS, di benua Asia. Di daerah epidemik, SARS menyebabkan lebih dari
8000 infeksi dan 10% menyebabkan kematian. Penelitian x-ray
crystallography yang dilakukan pada Laboratorium Nasional Lawrence
Barkley menunjukkan pemberian vaksin yang mengandung spike protein dapat

merangsang sistem imun penderita SARS.4,12


Imunitas
Sama seperti virus pernapasan lain, timbul kekebalan tetapi tidak absolut.
Resistensi terhadap infeksi dapat berlangsung beberapa tahun, tetapi reinfeksi
dengan strain yang serupa lazim terjadi. Reinfeksi dapat terjadi akibat sistem
imun yang jelek atau adanya mutasi antigenik atau kedua-duanya. Kekebalan
terhadap antigen tonjolan permukaan mungkin yang paling penting untuk

perlindungan.4,10
Diagnosis Laboratorium
Isolasi koronavirus dalam biakan sangat sulit dilakukan, karena proses replikasi
yang sangat jelek pada kultur sel dan kultur pada trakea embrio manusia atau
sel epitel hidung. Untuk menegakkan diagnosa coronavirus dapat dilakukan
pemeriksaan serodiagnosis menggunakan serum akut dan konvalesen. Untuk

itu digunakan uji CF, ELISA dan hemaglutinasi.4,10


Epidemiologi
Koronavirus merupakan penyebab utama penyakit pernapasan orang dewasa
selama beberapa bulan musim dingin. Antibodi terhadap koronavirus
pernapasan timbul pada awal masa kanak-kanak, prevalensinya meningkat
dengan umur, dan ditemukan pada lebih dari 90% orang dewasa. Diperkirakan
bahwa koronavirus menyebabkan 10-30% dari semua kejadian batuk pilek.

Pencegahan dan Pengobatan


Pencegahan dan pengobatan pilek yang disebabkan koronavirus hampir sama
dengan penyakit yang disebabkan oleh rhinovirus. Cara pengendalian yang
efektif untuk pengendalian SARS antara lain adalah isolasi pasien, karantina

13
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
orang-orang yang telah terpajan, pembatasan perjalanan, juga penggunaan
sarung tangan, baju, kacamata, serta respirator oleh tenaga kesehatan.
C. Virus Sinsitial Pernapasan (RSV)
Virus sinsitial pernapasan (Respiratory Synsitial Virus=RSV) merupakan
penyebab paling penting dari penyakit saluran napas bagian bawah pada bayi
dan anak-anak. Virus ini menyebabkan sekitar separuh kasus bronkiolitis dan
seperempat pneumonia pada bayi. Hal ini diperkirakan mengakibatkan sekitar
4500 kematian pertahun di Amerika Serikat.
RSV adalah anggota keluarga Paramyxoviridae, genus Pneumovirus. Virus ini
memiliki selubung, berukuran sekitar 150-300 nm. Dinamakan virus sinsitial
disebabkan karena replikasi virus menyebabkan fusi sel yang bersebelahan
membentuk sinsitia besar berinti banyak. Genom RNA beruntai tunggal,
dengan enam protein struktural. Keenam protein struktural tersebut analog
dengan struktur virus influenza. Tiga protein disatukan dengan RNA virus
yaitu nukleoprotein (NP atau N) yang membentuk nukleokapsid heliks, protein
ini merupakan protein internal utama dan dua protein besar (disebut P dan L)
yang kemungkinan terlibat dalam aktivitas polimerase virus yang berfungsi
dalam transkripsi dan replikasi RNA. Tiga protein lagi ikut dalam
pembentukan envelop virus, yaitu matriks protein (M) mendasari envelop virus,
protein ini mempunyai afinitas terhadap NP dan glikoprotein permukaan virus
serta penting dalam perakitan virus. Glikoprotein yang lebih besar (HN atau H)
yang memiliki aktivitas hemaglutinin maupun neuraminidase dan merupakan
penyebab perlekatan sel inang. Glikoprotein lain (F) memperantarai penyatuan
selaput dan aktivitas hemolisin.4
Patogenesis
RSV ditularkan melalui tetesan berukuran besar, dengan demikian penyebaran
dapat terjadi kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi.
Replikasi virus pada awalnya terjadi pada sel epitel nasofaring, kemudian virus
dapat menyebar ke saluran pernapasan bagian bawah, yang kemungkinan
dibawa melalui sekresi. Masa inkubasi berkisar antara 4-5 hari. Pelepasan virus
dapat menetap selama 1-3 minggu. Sistem imun individu merupakan faktor
penting untuk mengatasi infeksi oleh virus ini, bila seorang penderita

14
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
mengalami gangguan sistem imun maka infeksi akan menetap sampai
berbulan-bulan dan dapat menyebar ke luar dari sel epitel prnapasan misalnya

penyebaran ke ginjal, hati dan miokardium.4,10


Gambaran Klinis
Umumnya virus ini akan menimbulkan gejala mulai dari batuk pilek terutama
pada orang dewasa, bronkitis demam pada bayi dan anak-anak, serta
pneumonia bayi hingga bronkiolitis pada bayi yang lebih muda. 25-40%
infeksi RSV melibatkan saluran napas bagian bawah. Selain itu virus ini

merupakan penyebab penting dari otitis media.4,10


Reinfeksi lazim terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Walaupun
reinfeksi dapat terjadi pada semua umur dan bersifat simptomatik, namun

biasanya hanya terbatas pada saluran pernapasan bagian atas saja.2


Imunitas
Pada dua bulan pertama kehidupan bayi biasanya dia terlindung oleh antibodi
maternalnya, oleh karena itu penyakit sinsitial pernapasan biasanya mulai berat
pada bayi diatas 2 bulan, dimana antibodi ibu sudah menurun.

Antibodi serum dan sekretorik timbul sebagai respon terhadap infeksi virus
sinsitial pernapasan. IgA sekretorik dalam sekresi hidung bertanggung jawab

dalam perlindungan terhadap reinfeksi dan imunitas seluler.2


Diagnosis Laboratorium
Virus sinsitial pernapasan tidak memiliki hemaglutinin, itulah yang
membedakan virus ini dengan virus paramyxovirus yang lain, oleh karena itu
virus ini tidak dapat diperiksa menggunakan metode hemaglutinasi atau
hemadsorpsi.
1) Isolasi dan identifikasi dari virus. Bahan pemeriksaan biasanya diambil
dari usap nasofaring atau bilasan hidung. Virus sinsitial pernapasan sangat
labil , sehingga harus segera diinokulasi ke dalam biakan sel. Jalur sel
heteroploid HeLa dan Hep-2 manusia merupakan isolasi virus yang paling
peka. Adanya virus sinsitial pernapasan biasanya dikenali dengan melihat
perkembangan sel raksasa dan sinsitia dalam biakan terinokulasi.

15
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
Diperlukan waktu 10 hari untu menimbulkan efek sitopatik. Diagnosa pasti
dengan mengidentifikasi antigen virus pada sel yang terinfeksi

menggunakan uji immunofluoresensi atau menggunakan ELISA.4,10

2) Serologi. Antibodi serum dapat diperiksa dengan metode


immunofluoresensi, ELISA, CF dan Nt.
Epidemiologi
Virus sinsitia pernapasan merupakan patogen utama pada saluran pernapasan
anak-anak. Bronkiolitis atau pneumonia yang serius paling mudah terjadi pada
bayi antar umur 2 bulan sampai 6 bulan. Selain dapat menimbulkan pneumonia
pada anak-anak di bawah 5 tahun, virus sinsitia pernapasan juga mampu
menimbulkan pneumonia pada manula dan orang-orang dengan gangguan
sistem imun. Sering terjadi reinfeksi, namun gejala yang muncul biasanya
ringan hanya berupa batuk pilek. Infeksi saluran pernapasan akibat virus
sinsitia pernapasan biasanya meningkat pada musim dingin atau musim hujan
di negara tropis. Virus sinsitia pernapasan merupakan penyebab infeksi
nosokomial di bangsal pediatri rumah sakit atau di tempat-tempat penitipan
anak. Penularan biasanya melalui tangan petugas medis yang terkontaminasi

dengan virus ini.2,4


Pengobatan
Pengobatan pada infeksi yang serius terutama bergantung pada perawatan
suportif. Pemberian ribavirin aerosol selama 3-6 hari dapat mengurangi
simptom. Pemberian globulin imun dengan titer antibodi yang tinggi terhadap
virus sinsitia pernapasan pernah dilaporkan bermanfaat dalam rangka

mencegah infeksi yang serius pada bayi dan anak.4


D. Virus Parainfluenza
Virus Parainfluenza merupakan penyebab sepertiga dari keseluruhan kasus
infeksi saluran pernapasan dan setengah dari kasus infeksi saluran pernapasan

pada usia pra-sekolah dan bayi.10


HPIV terdiri dari 4 serotipe yaitu HPIV 1,2,3 dan 4. HPIV-1 dan HPIV-2
biasanya berhubungan dengan laringotrakeobronkitis, dimana anak laki-laki

16
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
lebih sering terserang dibanding anak perempuan. HPIV-3 merupakan
penyebab infeksi saluran pernapasan bagian bawah, bronkiolitis dan
pneumonia. HPIV-4 menyebabkan infeksi saluran pernapasan ringan. Saat ini
HPIV dibagi dua genus yaitu genus respirovirus (HPIV-1 dan HPIV-2) dan

genus Rubulavirus (HPIV-2 dan HPIV-4).13


Morfologi
Virus ini masuk ke dalam kelompok Paramyxovirus. Morfologinya menyerupai
virus influenza, namun kelompok Paramyxovirus lebih besar dan lebih
pleomorfik. Virus ini memiliki envelop, namun envelopnya tampak rapuh,
sehingga partikel virus ini labil terhadap penyimpanan dan sering mengalami

kerusakan dalam mikrograf elektron.4


HPIV memiliki genom yang tidak bersegmen, mengandung RNA untai tunggal,
negative-sense dan mirip dengan virus influenza, yang mengandung
neuraminidase dan hemaglutinin pada selubungnya. Cara penularannya mirip
dengan virus influenza.2
HPIV dapat dibedakan dengan virus Influenza dalam hal sintesis RNA, dimana
pada HPIV sintesis RNA terjadi di sitoplasma. Antigen dari keempat serotipe
HPIV relatif stabil dan tidak terjadi pertukaran dan tumpang tindih antar

antigen tersebut. Keempat serotipe dapat dibedakan secara jelas.2


Patogenesis
Penularan HPIV secara langsung melalui kontak orang ke orang atau droplet.
Viremia jarang terjadi. Replikasi hanya terbatas pada epitel saluran nafas.
Infeksi hanya mengenai hidung dan tenggorokan, menyebabkan sindroma
batuk pilek yang tidak begitu berbahaya. Namun infeksi dapat meluas ke laring
dan trakea menyebabkan laringotrakeobronkitis, khususnya infeksi yang
disebabkan oleh HPIV-1 dan HPIV-2. Pada HPIV-3, infeksi dapat menjalar
lebih dalam ke trakea dan bronkus yang lebih rendah dan akhirnya dapat

menimbulkan pneumonia atau bronkiolitis atau keduanya.4


Faktor yang menentukan berat ringannya infeksi HPIV tidak jelas tetapi
meliputi sifat virus maupun inang, seperti kerentanan protein terhadap

17
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
pembelahan oleh berbagai protease, dihasilkannya protease yang sesuai oleh

sel inang, status imun penderita dan hiperaktivitas saluran pernafasan.4


Infeksi primer cenderung lebih berat dan lazimnya terjadi dalam 5 tahun
pertama kehidupan. Sering terjadi reinfeksi, namun gejala infeksi saluran nafas
yang ringan, biasanya non-demam. Antibodi dari infeksi sebelumnya tidak
memberikan perlindungan absolut terhadap reinfeksi namun berpengaruh

dalam perjalanan penyakit.4


Manifestasi Klinis
Onset penyakit ini biasanya berlangsung cepat dimana terjadi batuk yang
spasmodik, namun berlangsung ringan. Masa inkubasinya bervariasi antara 4-

21 hari, namun yang tersering 7-10 hari.2


Infeksi primer pada anak-anak biasanya menimbulkan rinitis dan faringitis,
seringkali disertai dengan demam dan sedikit bronkitis. Namun anak-anak
dengan infeksi primer yang disebabkan oleh HPIV-1, HPIV-2 atau HPIV-3
dapat mengalami sakit berat, berkisar dari laringotrakeobronkitis dan batuk
pilek (terutama pada tipe 1 dan 2) hingga bronkiolitis dan pneumonia (terutama
pada tipe 3). Penyakit berat yang berkaitan dengan tipe 3 terutama terjadi pada
bayi di bawah umur 6 bulan, batuk pilek atau laringotrakeobronkitis lebih
mungkin terjadi pada anak-anak yang lebih tua. Sedang HPIV-4 tidak

menyebabkan penyakit yang serius, bahkan pada infeksi pertama.4


Imunitas
Sebenarnya semua bayi memiliki antibodi maternal dalam serumnya, namun
antibodi ini tidak mampu mencegah infeksi atau penyakit. Reinfeksi pada
anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa juga dapat terjadi walaupun
antibodi sudah timbul dari infeksi sebelumnya. Infeksi alamiah merangsang
timbulnya antibodi IgA dalam sekresi nasal dan sekaligus resistensi terhadap
reinfeksi. Namun sayang antibodi ini biasanya hilang dalam beberapa bulan,

dengan demikian reinfeksi akan terus terjadi pada orang dewasa sekalipun.4

18
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
Diagnosis Laboratorium
Akibat seringnya terjadi infeksi yang berulang, menimbulkan respon yang
heterotipik. Hal ini menyebabkan diagnosis spesifik melalui pengujian
serologik menjadi sangat sukar. Diagnosa definitif biasanya mengandalkan

isolasi virus dari bahan yang sesuai.4


1) Isolasi dan identifikasi virus. Usap tenggorokan dan hidung serta bilasan
hidung merupakan bahan yang baik untuk isolasi virus. Sel ginjal manusia
dan kera merupakan sel yang peka untuk isolasi HPIV. Identifikasi
langsung antigen virus dapat menggunakan imunofluoresensi atau ELISA
dengan mendeteksi sel-sel nasofaring. Namun metode ini kurang sensitif,
walaupun metode ini cepat.
2) Serologi. Serodiagnosis harus didasarkan pada serum yang berpasangan.
Respon antibodi dapat diukur dengan menggunakan uji Nt, HI, ELISA atau
CF. Peningkatan titer sampai empat kali merupakan tanda adanya infeksi
dengan HPIV.

Epidemiologi

HPIV tersebar luas secara geografik. Virus yang paling prevalen adalah tipe 3.
Diperkirakan separuh dari semua anak di dunia mendapat infeksi ini selama
tahun pertama kehidupannya, 95% mempunyai antibodi terhadap tipe 3 pada

umur 6 tahun.4

Pengobatan dan Pencegahan

Sebenarnya tidak ada metode pencegahan dan pengobatan yang spesifik


terhadap infeksi virus ini. Namun penggunaan antivirus ribavirin memberikan
manfaat bila diberikan melalui aerosol partikel kecil. Vaksin virus mati secara
in vitro dapat menginduksi antibodi serum tetapi tidak melindungi terhadap

infeksi.2,4

E. Virus Influenza
Ortomiksoviridae (virus influenza) merupakan determinan utama dari

19
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh penyakit pernafasan dan
wabah infeksi kadang-kadang terjadi epidemi di seluruh dunia. Ada tiga tipe
imunologik dari virus influenza yaitu tipe A, B dan C. Influenza tipe A secara
antigenik sangat bervariasi dan merupakan penyebab dari sebagian besar kasus
epidemi influenza. Perubahan antigenik terus menerus terjadi dalam kelompok
tipe A dari virus influenza. Influenza tipe B juga memperlihatkan perubahan-
perubahan antigenik dan kadang-kadang menyebabkan epidemi. Sedang virus
influenza tipe C bersifat stabil dan hanya menyebabkan penyakit ringan. Strain
influenza A juga dikenal pada babi, kuda dan burung. Beberapa strain yang
diisolasi dari hewan secara antigenic serupa dengan strain yang beredar pada

populasi manusia.4

Gambar 2. Virus influenza (Kepustakaan 14)

Struktur
Partikel virus biasanya bulat dengan diameter 100 nm. Genom RNA beruntai
tunggal, pada virus influenza tipe A dan B terdiri dari delapan segmen terpisah.
Sebagian besar dari segmen merupakan sandi untuk protein tunggal. Partikel
virus mengandung tujuh protein struktural yang berbeda. Tiga protein besar
(PB1, PB2, PA) terikat pada RNA virus dan merupakan penyebab dari
transkripsi dan replikasi RNA. Nukleoprotein berkaitan dengan RNA virus
membentuk struktur berdiameter 9 nm yang mengambil bentuk heliks. Protein
matriks (M) yang membentuk suatu lapisan di bawah selubung lipid virus,
penting dalam morfogenesis partikel dan merupakan komponen utama dari

20
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
virion. Selubung lipid mengandung protein hemaglutinin virus (HA) dan
neuraminidase (NA), yang merupakan antigen penting yang menentukan
variasi genetik dari virus.
Replikasi
1) Perlekatan, Penetrasi dan Pelepasan Selubung Virus
Virus melekat pada asam sialat permukaan sel melalui tempat reseptor yang
terletak pada puncak globulus besar dari HA. Influenza C melekat pada
reseptor yang berbeda dengan Influenza A dan B. Partikel virus kemudian
diinternalisasi di dalamendosom. Lalu terjadi peleburan antara envelop
virus dengan selaput sel, dan mengakibatkan pelepasan envelop. Ujung
amino HA2, dibangkitkan oleh pembelahan proteolitik polipeptida HA
prekursor, yang merupakan hal penting untuk langkah ini. Kemudian
nukleokapsid virus dilepaskan ke dalam sitoplasma sel.
2) Transkripsi dan Translasi
Mekanisme transkripsi ortomiksovirus sangat berbeda dari transkripsi virus
RNA lain, dimana fungsi seluler terlibat secara lebih erat. Transkripsi
terjadi di dalam inti. Polimerase-tersandi virus yang mengandung suatu
kompleks protein tiga P, merupakan penyebab primer terjadinya transkripsi.
Namun, kerjanya harus dilengkapi oleh ujung 5’ termetilasi dan ujung
berpenutup yang termakan dari transkrip seluler yang baru disintesis
melalui polimerase RNA II seluler.
Enam dari segmen genomik menghasilkan mRNA monosistronik yang
diterjemahkan dalam sitoplasma menjadi enam protein virus. Dua transkrip
lainnya mengalami penyambungan, masing-masing menghasilkan dua
mRNA yang diterjemahkan dalam kerangka pembacaan yang berbeda.
Glikoprotein HA dan NA, disintesis dan dimodifikasi dengan
menggunakan lintasan sekretorik
3) Replikasi RNA virus
Langkah pertama replikasi genom adalah memproduksi salinan lengkap
untai-positif dari masing-masing segmen. Salinan antigenom ini berbeda
dari mRNAs pada kedua ujung; ujung 5’ tidak berpenutup dan ujung 3’
tidak terpoliadenilase. Salinan ini kemudian bertindak sebagai cetakan

21
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
untuk sintesis salinan sebenarnya untuk RNAs genomik.
4) Maturasi
Virus menjadi matang melalui pertunasan dari permukaan puncak sel.
Komponen virus tersendiri tiba pada tempat pertunasan dengan jalur yang
berbeda. Nukleokapsid terpasang dalam inti dan bergerak ke luar ke
permukaan sel. Glikoprotein, HA dan NA, disintesis dalam retikulum
endoplasmik, dimodifikasi dan dirangkai menjadi trimer dan tetramer , dan
disisipkan ke dalam selaput plasma. Protein matriks yang disintesis dalam
sitoplasma, bertinda sebagai jembatan, menghubungkan nukleokapsid
dengan ujung sitoplasmik dari glikoprotein. Virion keturunan bertunas ke
luar dari sel. Selama rangkaian peristiwa ini, HA dibelah menjadi HA1 dan
HA2 jika sel inang memiliki enzim proteolitik ekstraseluler yang sesuai.
NA mengangkat asam sialat ujung dari glikoprotein permukaan seluler dan
virus, dengan demikian mempermudah pelepasan partikel virus dari sel dan
mencegah agregrasi, sehingga masing-masing bertindak sebagai penular
terpisah. Siklus pembelahan virus berlangsung dengan cepat. Keturunan
virus baru dihasilkan dalam 8-10 jam.4
Patogenesis
Penyebaran virus influenza dari orang ke orang melalui tetesan yang mengudara
atau melalui kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi.
Beberapa sel epitel pernapasan akan terinfeksi jika partikel virus yang masuk
terhindar dari pengeluaran melalui refleks batuk dan lolos dari netralisasi oleh
antibodi IgA spesifik yag sudah ada sebelumnya atau inaktivasi oleh inhibitor
nonspesifik dalam sekresi mukosa. Virion progeni dihasilkan dengan segera dan
tersebar ke sel-sel yang berdekatan , dimana siklus replikatif diulangi. NA virus
menurunkan viskositas cairan mukosa dalam saluran pernapasan, membuka
reseptor permukaan seluler dan memudahkan penyebaran cairan yang
mengandung virus ke saluran napas bagian bawah.
Masa inkubasi oleh virus influenza bervariasi, sekitar 1-4 hari, bergantung dari
imunitas inang dan ukuran dosis virus. Pelepasan virus dimulai sehari sebelum
gejala muncul dan memuncak dalam 24 jam, tetap meningkat selama 1-2 hari,
kemudian menurun dengan cepat. Interferon dapat dideteksi dalam sekresi

22
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
pernapasan sekitar 1 hari setelah pelepasan virus dimulai. Virus influenza peka
terhadap efek antivirus dari interferon, dan diduga respon interferon mendukung
pemulihan inang dari infeksi.
Klasifikasi
1. Avian Influenza
a. Gejala Klinis
Gejala infeksi biasanya timbul mendadak, berupa menggigil, sakit
kepala, batuk kering, yang diikuti demam tinggi, nyeri otot menyeluruh,
malaise dan anoreksia. Gejala pernafasan secara khas dapat berlangsung
selama 3-4 hari. Namun dapat pula terjadi gejala ringan atau
asimptomatik. Gejala klinis pada anak sama seperti orang dewasa, pada
anak biasanya demam lebih tinggi dan gejala gastrointestinal menonjol.
Virus influenza dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumonia,
terutama pada pasien usia lanjut dan lemah, khususnya penderita
kardiopulmoner dan penyakit kronik lain. Pneumonia ini dapat
disebabkan oleh virus, bakteri sekunder atau kedua-duanya. Peningkatan
sekresi mukosa membantu membawa kuman masuk ke dalam saluran
pernapasan bagian bawah. Infeksi influenza meningkatkan kerentanan
penderita terhadap infeksi sekunder. Hal ini disebabkan karena hilangnya
muosiliar di sepanjang saluran napas, gangguan fungsi sel-sel fagosit dan
tersedianya medium pertumbuhan bakteri yang kaya eksudat alveolar.
Bakteri patogen yang sering menyertai virus influenza adalah
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan Haemophilus
influenzae. Sindrom Reye merupakan komplikasi lain yang disebabkan
oleh infeksi virus influenza terutama tipe B. Sindrom Reye merupakan
ensefalopati akut pada anak-anak dan remaja, biasanya yang terkena
berumur sekitar 2-16 tahun. Diduga sindrom ini ada hubungannya
dengan penggunaan aspirin dalam mengatasi influenza pada anak.
b. Diagnosis
DEPKES tahun 2007 mengeluarkan petunjuk untuk definisi kasus avian
influenza, yaitu :
Definisi kasus

23
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
1) Penderita dalam Penyelidikan
Setiap penderita dengan demam (temperatur ≥ 38°C) dan satu atau
lebih tanda berikut :
 Batuk
 Nyeri tenggorokan
 Sesak napas
Dimana pengawasan secara klinis dan pemeriksaan laboratorium
masih sedang dikerjakan.15
2) Kasus Suspek
Seseorang yang menderita demam dengan suhu ≥ 38°C disertai satu
atau lebih gejala yaitu batuk sakit tenggorokan, pilek dan/atau sesak
napas. Selain itu juga
disertai salah satu atau lebih keadaan di bawah ini:
 Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai
riwayat kontak erat dengan penderita (suspek, probabel atau
konfirmasi) seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dalam
jarak < 1 meter
 Dalam 7 hari , mempunyai riwayat kontak erat dengan unggas
(misalnya menyembelih, menangani, membersihkan bulu atau
memasak)
 Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai
riwayat kontak dengan unggas, bangkai unggas, kotoran unggas,
bahan atau produk mentah lainnya di daerah yang satu bulan
terakhir telah terjangkit flu burung pada unggas, atau adanya
kasus pada manusia (suspek, probabel atau konfirmasi)
 Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai
riwayat mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak
dimasak dengan sempurna, yang berasal dari daerah yang satu
bulan terakhir telah terjangkit flu burung pada unggas, atau
adanya kasus pada manusia (suspek, probabel atau konfirmasi)
 Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis kontak erat

24
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
dengan binatang selain unggas yang telah dikonfirmasi terinfeksi
H5N1, antara lain : babi atau kucing
 Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis memegang
atau menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai
mengandung virus H5N1
 ditemukan leukopenia (jumlah leukosit/sel darah putih dibawah
nilai normal)
 ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji H1
menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A
tanpa subtipe
 foto rontgen dada/toraks menggambarkan penumonia yang cepat
memburuk pada serial foto
3) Kasus Probable Avian Influenza
Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di
bawah ini:
 Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali
dengan pemeriksaan uji KI menggunakan eritrosit kuda atau uji
ELISA.
 Hasil laboratoirum terbatas untuk influenza H5 ( terdeteksinya
antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal)
menggunakan uji netralisasi (dikirim ke laboratorium rujukan)
ATAU Seseorang yang meninggal karena penyakit saluran nafas
akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, dan secara
epidemiologis menurut waktu, tempat dan pajanan berhubungan
dengan kasus probabel atau kasus konfirmasi
4) Kasus Confirmed Avian Influenza
Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau kasus probabel
dan sisertai hasil positif salah satu hasil pemeriksaan laboratorium
berikut:
 Isolasi virus influenza A/H5N1 positif
 PCR Influenza A/ H5N1 positif

25
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
 peningkatan 4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
specimen konvaselen dibandingkan dengan specimen akut
(diambil 7 hari setelah muncul gejala penyakit), dan titer antibodi
neteralisasi konvalesen harus pula 1/80.
 titer antibodi mikronetralisasi H5N1 1/80 pada spesimen serum
yang diambil pada hari ke- 14 atau lebih setelah muncul gejala
penyakit (onset), disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya
titer HI sel darah merah kuda 1/160 atau western blot spesifik H5
positif.
2. Swine Influenza
a. Gejala Klinis
Setelah masa inkubasi 1-5 hari, onset penyakit berlangsung cepat dan
menimbulkan gejala klinis. Gejala klinis dibagi menjadi gejala spesifik
dan nonspesifik, berdasarkan CDC (2009) gejala tersering yang
dilaporkan adalah : batuk (98%), panas badan (96%), lemah badan (89%),
nyeri kepala (82%), nyeri telan (82%), pilek (82%), kedinginan (80%),
diare (48%), sesak (48%), nyeri sendi (46%). Semua gejala diatas
dikenal dengan ILI (influenza Like Illness) yaitu demam > 39.8°C satu
atau lebih gejala batuk, nyeri telan, tanpa ditemukan penyebab lain selain
influenza.15
Berdasarkan derajat, WHO secara klinis membagi menjadi :
1) Kriteria ringan (rawat jalan dengan pengawasan)
 Tanpa gejala atau gejala minimal
 Demam tanpa sesak
 Tidak didapatkan pneumonia
 Tidak didapatkan komorbid
 Usia muda
2) Kriteria sedang (rawat di ruang isolasi)
 Ada faktor komorbid
 Sesak napas
 Pneumonia

26
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
 Usia tua
 Hamil
 Keluhan lain yang mengganggu : diare, muntah, tidak dapat
makan dan minum
3) Kriteria berat (rawat di ICU)
 Pneumonia yang luas
 Gagal napas
 Sepsis
 Syok
 Kesadaran menurun
 ARDS
 MODS
b. Diagnosis
Definisi kasus15
1) Kasus dugaan (suspek) : seseorang dengan gejala ILI disertai
riwayat :
 Kontak dengan kasus konfirmasi influenza A baru H1N1 2009, 7
hari sebelum masuk rumah sakit
 Berkunjung ke daerah yang terdapat satu atau lebih kasus
konfirmasi virus influenza A baru H1N12009, 7 hari sebelum
masuk rumah sakit
 Bertempat tinggal di daerah 1 atau lebih kasus konfirmasi
2) Kasus Probable : seseorang dengan gejala dugaan (suspek) dari hasil
pemeriksaan laboratorium positif influenza A virus tetapi, tidak dapat
mendeteksi subtipenya atau seseorang dengan gejala klinis sesuai
dengan ILI yang meninggal oleh karena gagal napas akut yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya dan berhubungan secara epidemiologi
dengan kasus probable atau konfirmasi.
3) Kasus pasti (Konfirmasi) : seseorang dari hasil pemeriksaan
laboratorium dipastikan terinfeksi oleh virus influenza A baru H1N1
2009, melalui satu atau lebih pemeriksaan :

27
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
 Real time (RT) PCR
 Kultur virus
 Peningkatan 4 kali antibodi spesifik virus influenza A baru H1N1
dengan tes netralisasi

Imunitas
Antibodi terhadap HA dan NA penting dalam imunitas terhadap influenza,
sementara antibodi terhadap protein tersandi-virus tidak bersifat melindungi.
Resistensi terhadap infeksi awal berhubungan dengan antibodi terhadap HA,
sementara penurunan beratnya penyakit dan penurunan kemampuan penularan
virus berhubungan dengan antibodi yang ditujukan terhadap NA. Antibodi
terhadap ribonukleoprotein adalah spesifik untuk menentukan tipe isolat virus.
Perlindungan berkaitan dengan antibodi serum dan antibodi IgA sekretorik
dalam sekret nasal. Antibodi sekretorik berperanan penting dalam mencegah
infeksi. Antibodi juga memperngaruhi perjalanan penyakit. Tiga tipe virus
influenza secara antigenik tidak berhubungan, oleh karena itu tidak
menimbulkan perlindungan silang.4
Diagnosis Laboratorium
1) Isolasi dan Identifikasi virus. Yang terbaik sebagai bahan pemeriksaan
adalah bilasan hidung dan usapan tenggorokan, yang didapat dalam 3 hari
sejak timbulnya gejala. Sampel harus dipertahankan pada suhu 4°C hingga
inokulasi ke dalam biakan sel. Metode isolasi pilihan menggunakan telur
yang diembrionasi dan sel ginjal monyet primer. Baru-baru ini dipilih ginjal
caninus (MDCK) atau ginjal kera rhesus (LLC-MK-2). Biakan sel
diinokulasi, diinkubasi tanpa adanya serum dan ditambahkan tripsin yang
mampu mengaktifkan HA sehingga virus bereplikasi ke seluruh biakan.
Setelah 7 hari, cairan biakan diperiksa terhadap virus melalui hemaglutinasi.
Jika hasilnya negatif, maka dilakukan penanaman ke dalam media segar.
Isolat virus diidentifikasi melalui penghambatan hemaglutinasi, CF dan uji
imunofluoresensi menggunakan antisera spesifik untuk protein NP atau M.
2) Serologi. Uji serodiagnosis rutin yang digunakan saat ini didasari pada
penghambatan hemaglutinasi, fiksasi komplemen, ELISA dan RIA. Pada

28
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
ELISA dan RIA antigen yang dimurnikan semakin mudah didapat.
Epidemiologi
Insiden influenza memuncak selama musim dingin. Wabah yang paling luas
dan berat disebabkan oleh virus influenza tipe A. Influenza tipe B
menyebabkan wabah yang biasanya kurang meluas. Influenza tipe C jarang
dihubungkan dengan penyakit pada manusia, meskipun prevalensi antibodi
serum terhadap tipe C tersebar luas.
Pencegahan dan Pengobatan
Amantadin hidrokhlorida dan salah satu analognya, rimantadin, merupakan
obat antivirus untuk penggunaan sistemik dalam mencegah influenza A, obat
ini menghalangi pelepasan selubung virus infuenza A dalam sel inang dan
mencegah replikasi virus. Namun, obat ini tidak efektif untuk influenza B dan
C. Obat ini juga tidak efektif untuk melindungi kontak rumah tangga dari
influenza dan timbulnya mutan virus yang resisten obat dan menyebar.
Amantadin dapat mempengaruhi keparahan influenza A jika dimulai
pemberiannya dalam waktu 24-48 jam setelah timbulnya penyakit.
Penggunaan aspirin dapat meredakan gejala sakit kepala, myalgia dan demam
pada sindrom influenza. Namun tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia
16 tahun karena berhubungan dengan timbulnya sindrom Reye.
Vaksin virus yang diinaktivasi merupakan cara primer pencegahan influenza di
Amerika Serikat. Namun karakteristik tertentu dari virus influenza,
menyulitkan pencegahan dan pengendalian penyakit melalui imunisasi.4
F. Adenovirus
Infeksi adenovirus biasanya bersifat subklinik, dan virus dapat menetap
berbulan-bulan dalam tubuh manusia. Adenovirus dapat bereplikasi dan
menyebabkan penyakit pada mata, saluran pernapasan, saluran pencernaan dan
saluran kemih.4
Struktur dan komposisi
Adenovirus berdiameter 70-90 nm dan memperlihatkan simetri ikosahedral.
Kapsid terdiri atas 252 kapsomer. Adenovirus tidak mempunyai selubung dan
mengandung DNA 13% dan protein 87%. Adenovirus memiliki keunikan

29
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
karena memiliki struktur yang disebut “serabut”, yang mencuat dari ke 12
puncak, atau dasar pentona. Kapsid lainnya terdiri atas 240 kapsomer heksona.
Heksona, pentona dan “serabut” merupakan antigen-antigen adenovirus yang
penting dalam klasifikasi virus dan diagnosis penyakit.
Genom virus berupa DNA beruntai ganda. Kandungan guanine plus sitosin
digunakan sebagai salah satu kriteria dalam pengelompokan isolat yang berasal
dari manusia. Adenovirus dapat dibagi menjadi 7 kelompok berdasarkan
homologi genom. DNA memadat di dalam inti virion dalam susunan yang
menyerupai 12 bola besar yang saling berdesakan. Suatu protein yang
disandikan oleh virus, yaitu polipeptida VII, berperan dalam membentuk
struktur inti.
Terdapat tiga protein struktural yang diproduksi dalam jumlah besar, yang
merupakan ”antigen terlarut” yang disebut alfa, beta dan gama. Heksona yang
membentuk sebagian besar kapsomer mempunyai kelompok antigen reaktif
alfa. Kelompok antigen reaktif beta diwakili oleh basa pentona. Sedang serabut
gama yang merupakan antigen tipe khusus, penting dalam menentukan
serotipe.
Klasifikasi
Adenovirus dibagi dalam dua genus yaitu adenovirus yang menginfeksi manusia
(mastadenovirus) dan adenovirus yang menginfeksi burung (aviadenovirus).
Semua adenovirus mamalia memiliki antigen serupa yang dapat dideteksi
dengan fiksasi komplemen. Sedikitnya terdapat 41 tipe antigenik yang telah
diisolasi dari manusia.
Adenovirus manusia dibagi dalam enam kelompok (A-F) berdasarkan sifat
fisika, kimia, dan biologi. Virus dalam kelompok yang sama cenderung
mempunyai penyebaran epidemiologi dan hubungan penyakit yang sama.
Sesungguhnya nama adenovirus mencerminkan ditemukannya isolat pertama
virus ini pada adenoid manusia.
Pengaruh virus terhadap sel
Adenovirus bersifat sitopatik terhadap biakan sel manusia, terutama biakan
primer ginjal dan biakan sel epitel. Efek sitopatik meliputi pembulatan,
pembesaran, dan agregasi sel yang terinfeksi membentuk rangkaian seperti

30
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
anggur. Pada sel yang terinfeksi Adenovirus, terlihat badan inklusi bulat yang
mengandung DNA. Badan inklusi ini tidak membentuk sel raksasa sinsitia atau
inti ganda seperti pada sitomegalovirus. Partikel virus di dalam inti sel sering
terlihat menyerupai kristal. Pada setiap sel yang terinfeksi, dihasilkan sekitar
7000 partikel virus. Sebagian besar partikel ini tetap berada di dalam sel setelah
siklus berakhir dan sel mejadi mati.
Patogenesis
Adenovirus menginfeksi sel-sel epitel faring, selaput mata, usus kecil, dan
kadang-kadang sistem organ lain. Biasanya penyebaran virus tidak sampai ke
daerah getah bening. Virus kelompok C menetap sebagai infeksi laten pada
kelenjar adenoid dan tonsil selama bertahun-tahun dan dikeluarkan melalui tinja
selama berbulan-bulan sejak dimulainya infeksi. Sebagian besar Adenovirus
manusia tumbuh pada epitel usus setelah tertelan, dan biasanya menghasilkan
infeksi subklinik daripada gejala atau lesi.
Gambaran klinis
Adenovirus 1-7 merupakan tipe yang umum ditemukan di seluruh dunia dan
berperan pada sebagian besar penyakit yang berhubungan dengan Adenovirus.

a. Penyakit pernapasan
Infeksi Adenovirus akan menimbulkan gejala berupa batuk keluar cairan
hidung, sakit kepala, dan koriza. Dapat juga diikuti gejala sistemik seperti
demam, rasa dingin, lemah dan mialgia. Empat sindrom yang dikaitkan
dengan Adenovirus adalah :
1) Demam faringitis akut. Terutama mengenai anak-anak. Infeksi ini
berkaitan dengan virus kelompok C. Gejala berupa batuk, hidung
tersumbat, demam dan sakit tenggorokan.
2) Demam faringokonjungtiva. Gejala sama seperti demam faringitis akut
disertai perradangan pada konjungtiva (konjungtivitis). Biasanya
disebabkan oleh virus keompok B, terutama tipe 3, 7 dan 14.
3) Penyakit pernapasan akut. Sindrom ini ditandai dengan radang faring,
demam, batuk dan rasa lemah. Infeksi ini disebabkan oleh tipe 4 dan 7,
kadang-kadang tipe 3.

31
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
4) Pneumonia. Pneumonia pada Adenovirus merupakan komplikasi dari
penyakit pernapasan akut pada calon tentara. Biasanya disebabkan oleh
virus tipe 3 dan 7.
b. Infeksi pada mata
Penyakit mata ringan merupakan salah satu sindrom faringitis pernapasan
yang disebabkan Adenovirus. Biasanya terjadi penyembuhan sempurna.
Konjungtivitis kolam renang dapat disebabkan oleh Adenovirus kelompok
B, khususnya tipe 3 dan 7. Penyakit yang lebih berbahaya adalah
keratokonjungtivitis epidemik. Penyakit ini sangat menular dan ditandai oleh
konjungtivitis akut, pembesaran nodus preaurikular, diikuti keratitis yang
menimbulkan kabut subepitel berbentuk bundar pada kornea selama lebih
dari 2 tahun. Penyakit ini disebabkan oleh Adenovirus tipe 8,19 dan 37.
c. Penyakit saluran pencernaan
Adenovirus banyak bereplikasi di dalam sel usus dan dapat ditemukan pada
tinja. Dua serotipe baru ditemukan sebagi penyebab gastroenteritis pada
anak-anak (tipe 40 dan 41). Adenovirus enterik ini ditemukan pada tinja
diare.
d. Penyakit lain
Adenovirus tipe 11 dan 21 penyebab sistitis hemoragik akut pada anak-anak,
virus biasanya terdapat pada urin penderita. Tipe 37 terdapat pada lesi servik
dan uretritis pada pria dan dapat ditularkan secara seksual. Anak-anak yang
menerima pencangkokan hati dapat menderita Adenovirus pada alografnya.
Pada penelitian yang melibatkan 262 penerima cangkok pada anak-anak, 22
orang terinfeksi Adenovirus, 5 diantaranya merupakan Adenovirus hepatitis
(tipe 5). Dua orang meninggal akibat kegagalan fungsi hati. Penderita
dengan AIDS mungkin menderita infeksi Adenovirus tipe 35.
Imunitas
Adenovirus menginduksi secara efektif imunitas jangka panjang terhadap infeksi
ulangan. Hal ini mungkin menggambarkan kenyataan bahwa Adenovirus juga
menginfeksi kelenjar getah bening regional dan sel-sel limfoid pada saluran
pencernaan. Resistensi terhadap penyakit klinis tampaknya berhubungan
langsung dengan adanya antibodi netralisasi yang beredar. Walaupun antibodi

32
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
netralisasi khusus-tipe dapat memberikan perlindungan terhadap gejala penyakit,
namun antibodi ini tidak selalu dapat mencegah reinfeksi.4
Antibodi maternal biasanya memberikan perlindungan pada bayi terhadap
infeksi Adenovirus. Antibodi netralisasi terhadap satu tipe atau lebih telah
dideteksi pada lebih dari 50% bayi berumur 6-11 bulan. Antibodi netralisasi
untuk tipe 1,2, dan 5 terdapat pada 40-60% individu berumur 6-15 tahun.
Diagnosa laboratorium
Virus dapat diperoleh dari tinja, urine, usapan tenggorok, konjungtiva dan
usapan rektum. Biakan primer sel ginjal embrio manusia merupakan sel yang
paling peka, tetapi biasanya sukar diperoleh. Adanya sel-sel yang membengkak
membulat dan berkelompok menunjukkan adanya Adenovirus pada biakan yang
dinokulasi. Adenovirus meningkatkan glikolisis sel, sehingga cenderung
menurunkan pH medium pertumbuhan biakan (bersifat asam).
Isolat kemudian dapat diidentifikasi menggunakan antibodi fluoresensi atau uji
fiksasi komplemen (CF) yang mendeteksi antigen khusus-kelompok. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan antibodi antiheksona dan cairan biakan dari sel
yang terinfeksi. Uji HI dan Nt untuk mengukur antigen-antibodi khusus-tipe dan
dapat digunakan untuk mengidentifikasi serotipe khusus.4
Epidemiologi
Adenovirus terdapat di seluruh dunia, dan terdapat sepanjang tahun. Virus ini
tidak menyebabkan wabah penyakit di masyarakat. Penyebarran Adenovirus
terutama melalui jalur oral-tinja, tetapi dapat juga ditularkan melalui droplet
pernapasan atau lewat benda-benda yang terkontaminasi.
Infeksi oleh tipe 1,2,5, dan 6 terutama terjadi pada tahun pertama kehidupan dan
berhubungan dengan demam dan faringitis atau infeksi asimptomatik. Pada
Adenovirus enterik terjadi ekskresi virus secara berkala selama berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun sejak infeksi awal. Ekskresi virus seperti ini merupakan
ciri khas tipe 1, 2, 3 dan 5. Biasanya infeksi Adenovirus bersifat asimptomatik.
Adenovirus hanya menyebabkan 2—5% dari semua penyakit pernapasan pada
masyarakat umum. Infeksi yang disebabkan Adenovirus tipe 3, 4, 7, 14, dan 21
biasanya berjangkit pada anggota militer baru.
Infeksi Adenovirus pada mata ditularkan melalui tangan yang terkontaminasi ke

33
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
mata. Berjangkitnya konjungtivitis kolam renang teerutama disebabkan oleh air
kolam, biasanya terjadi pada musim panas, dan umumnya disebabkan oleh tipe 3
dan 7. Keratokonjungtivitis epidemik adalah penyakit yang sangat menular dan
berbahaya, yang disebabkan oleh Adenovirus tipe 8. Penyakit ini menyebar
dengan cepat melalui galangan kapal, oleh karena itu disebut penyakit mata
galangan kapal. Baru-baru ini Adenovirus tipe 19 dan 37 menyebabkan epidemi
keratokonjungtivitis yang khas.
Adenovirus tipe 34 dan 35 merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada
penerima cangkok ginjal dan pada urine penderita AIDS. Sumber infeksi yang
paling mungkin adalah pengaktifan kembali virus endogen.
Pencegahan dan pengendalian
Usaha untuk mengendalikan infeksi Adenovirus pada satuan militer telah
dipusatkan pada penggunaan vaksin. Vaksin virus hidup terhadap tipe 4 dan 7
telah diijinkan, tapi hanya dianjurkan pada kesatuan militer. Selain vaksinasi,
terdapat cara lain yaitu dengan klorinasi pada kolam renang dan air limbah.4
VIII. Obat-obat Antiviral
Berikut ini adalah obat-obat antivirus untuk influenza :16
A. Amantadin dan Rimantadin
Kedua obat ini mempunyai cara kerja yang sama. Efikasi keduanya terbatas
pada influenza A saja.
Mekanisme kerja obat ini yaitu pada protein M2 virus, suatu kanal ion
membran yang diaktivasi oleh PH. Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke
virion selama proses uncoating. Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan
protein-protein serta proses transpor DNA virus ke nukleus. Selain itu, fluks
kanal ion M2 mengatur PH ke kompartemen intraselular, terutama apparatus
golgi. Perubahan kompartemental pada PH ini menstabilkan hemaglutinin
virus influenza A selama transpor ke intrasel. Dosis amantadin 2 × 100 mg
dan rimantadin 2 × 150 mg.
B. Inhibitor neuraminidase
Zanamivir dan oseltamivir merupakan obat antivirus dengan mekanisme kerja
yang sama terhadap virus influenza A dan B yang serupa. Keduanya
merupakan inhibitor neuraminidase; yaitu analog asam N-asetilneuraminat

34
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
(reseptor permukaan sel virus influenza), dan desain struktur keduanya
didasarkan pada struktur neuraminidase virion. Asam N-asetilneuraminat
merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi; virus berikatan
pada mukus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke permukaan sel
adalah aktivitas enzim neuraminidase. Hambatan terhadap neuraminidase
mencegah terjadinya infeksi. Neuraminidase juga penting untuk penglepasan
virus yang optimal dari sel yang terinfeksi, yang menyebabkan penyebaran
virus dan intensitas infesksi. Hambatan neuraminidase menurunkan
kemungkinan berkembangnya influenza dan menurunkan timgkat keparahan,
jika penyakitnya kemudian berkembang. Zanamivir diberikan perinhalasi
dengan dosis 20 mg perhari (2 × 5 mg, setiap 12 jam) selama 5 hari.
oseltamivir diberikan peroral dengan dosis 150 mg perhari (75 mg kapsul
setiap 12 jam) selama 15 hari. terapi dengan obat ini dapat diberikan seawal
mungkin, dalam waktu 48 jam setelah onset gejala.
C. Ribavirin
Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak lengkap.
Setelah mengalami fosforilasi intrasel, ribavirin trifosfat mengganggu tahap
awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi mRNA serta
menghambat sintesis ribonukleoprotein. Obat ini efektif terhadap influenza
tipe A dan B. Indikasi ribavirin juga diberikan pada terapi infeksi RSV pada
bayi dengan resiko tinggi. Dosis peroral 800-1200 mg perhari.
IX. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah tergantung jenis virus yang menyerang dan
fokus infeksi atau lokasi infeksi, namun secara umum adalah sebagai berikut :17
1. Otitis media
2. Bronkitis
3. Bronkiolitis
4. Penumonia bakteri
5. Sepsis
6. Meningitis
7. Abses intrakranial
8. Miositis

35
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
9. Rabdomiolisis

X. Prognosis
Prognosis pada infeksi virus saluran pernapasan bergantung pada usia penderita,
jenis virus yang menyerang, ada atau tidaknya infeksi sekunder serta tatalaksana
yang memadai. Pada infeksi oleh RSV diusia bayi maka kecenderungan akan
menjadi asma sebesar 40%.15 Selain itu, infeksi karena koronavirus dapat
menyebabkan sindrom pernapasan akut berat, dimana telah diketahui terdapat
lebih dari 6200 kasus dengan kematian sebanyak 435 penderita dengan SARS.11
Selanjutnya adalah virus influenza, avian influenza dapat menyebabkan insiden
pneumonia (61% kasus), kebutuhan perawatan intensif (51%) dan kematian yang
cukup tinggi (33%), Sedangkan swine influenza yang tergolong virus baru dapat
segera mewabah dan dapat menyebabkan kematian.15
XI. Kesimpulan
Infeksi virus pada saluran pernapasan masih banyak dijumpai di tengah
masyarakat. Virus yang sering menginfeksi saluran napas adalah rhinovirus, RSV,
virus influenza, adenovirus, koronavirus dan virus para influenza. Gejala-gejala
infeksi virus pada saluran napas berupa batuk, demam, lemah badan, sesak, nyeri
sendi dan sebagainya yang hampir pernah dialami oleh semua orang. Infeksi yang
berbahaya apabila terjadi superinfeksi sekunder oleh bakteri atau terjadi distress
pernapasan oleh infeksi virus korona. Umumnya infeksi virus dapat sembuh
sendiri, meskipun demikian diagnosis dini pada infeksi avian dan swine influenza
harus segera ditegakkan mengingat cepatnya penyakit tersebut mewabah dan
dapat menyebabkan kematian.

36
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Peltola & Ruuskanen. Clinical Infectious Disease : Respiratory Viral Infections

in Developing Countries: Common, Severe, and Unrecognized. Oxford Journal,

2007. [Cited 2014 March 13]; available from:

http://cid.oxfordjournals.org/content/46/1/58.full.pdf

2. Ryan, Ray. Sherris Medical Microbiology. 4th edition. The McGraw Hill

companies. 2004.

3. KEMENKES RI. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. 2012.

Diakses pada Tanggal 13 Maret 2014. Dapat Diakses pada Situs :

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/FINAL%20DESIGN%20PEDOMAN%

20PENGENDALIAN%20ISPA.pdf

4. Jawetz et al. Mikrobiologi Kedokteran. Virologi. Edisi 23. Jakarta : EGC, 2008.

5. Antonius, Roni. Faktor Risiko infeksi Respiratorik Akut Bawah pada Anak di

RSUP dr Kariadi. Tesis. 2009. Diakses Tanggal 13 Maret 2014. Diakses pada

Situs : http://dw.crackmypdf.com/0527328001394717398/Rony_Antonius_P_.pdf

6. Robbins. Buku Ajar Patologi. Paru dan Saluran Napas Atas. Volume 2 Edisi 7.

Jakarta : EGC, 2007.

7. Bloqvist, Soile. Epidemiology of Human Rhinoviruses. Department of

Microbiology. Helsinki, 2004. [Cited 2014 March 13]; available from:

http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/bio/bioja/vk/blomqvist/epidemio.pdf

8. Fuji et al. Detection of Human Rhinovirus C Viral Genome in Blood among

Children with Severe Respiratory Infections in the Philippines. Medical Journal.

37
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN
Cited 2014 March 13]; available from:

http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0027247

9. Russel & Laessig. Safety and Efficacy Evaluation of Pleconaril for Treatment

of the Common Cold. Oxford Journal, 2003. [Cited 2014 March 13]; available

from: http://cid.oxfordjournals.org/content/37/12/1722.1.full.pdf

10. Collier, Oxford. Human Virology. Second Edition. Oxford University Press. 2000.

11. Henry et al. Coronavirus in severe acute respiratory syndrome (SARS).

Medical Journal. Elsevier, 2003. [Cited 2014 March 13]; available from:

http://www.ais.up.ac.za/med/cds871/coronavirus.pdf

12. Fang et al. Learning How SARS Spikes Its Quarry. Medical Article. Howard

Hughes Medical Institute, 2005. [Cited 2014 March 13]; available from:

http://www.lightsources.org/press-release/2005/09/16/learning-how-sars-spikes-its-

quarry

13. Parija, Marrie. Parainfluenza virus. Medical Article. Oct 2012. [Cited 2014 March

13]; available from: http://emedicine.medscape.com/article/224708-overview

14. Davidson. The Influenza (Flu) Virus. Florida State University. 2007. Medical

Article. [Cited 2014 March 13]; available from:

http://micro.magnet.fsu.edu/cells/viruses/influenzavirus.html

15. M. Jusuf, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru

FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2010.

16. FKUI. Farmakologi Dasar dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta : Gaya Baru, 2007.

17. Meneghetti, Anne. Upper Respiratory Tract Infection. Medical Article, 2013.

[Cited 2014 March 13]; available from:

http://emedicine.medscape.com/article/302460-overview#aw2aab6b2b6

38
INFEKSI VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN

Anda mungkin juga menyukai