Anda di halaman 1dari 28

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

LAPORAN KASUS

Glaukoma Sudut Tertutup

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Retno Wahyuningsih, SpM

Disusun Oleh :
Devi Nendes Mita H2A013002

Kepaniteraan Klinik Departemen Mata


FAKULTAS KEDOKTERAN – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
PERIODE 11 September – 7 September 2017
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
MATA

Laporan Kasus

Glaukoma Sudut Tertutup

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:

Devi Nendes Mita


H2A013002

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing

dr. Retno Wahyuningsih, SpM


BAB II
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Pasien Rawat Jalan (Poliklinik Mata)
Nama : Ny. T
No. Rekam Medis : 60xxxx
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Krajan, Bawen, Semarang
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Pemeriksaan : 11 September 2017

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama: Mata kanan nyeri
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak 5 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri pada mata kanan yang
timbul secara terus- menerus. Keluhan disertai dengan mata merah, nrocos
saat membuka mata, sakit kepala sebelah kanan, pandangan kabur dan
kelemahan otot ektremitas sinistra.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat hipertensi : Diakui
b. Riwayat DM : Diakui, 30 tahun
c. Riwayat operasi mata : Disangkal
d. Riwayat penyakit dengan keluhan sama : Disangkal
e. Riwayat penyakit gigi dan mulut : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat hipertensi : Disangkal
b. Riwayat DM : Disangkal
5. Riwayat Pribadi :
Pasien memakai kacamata add + 3.00.
6. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama anak dan
mantu. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS NON PBI

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 September 2017 pukul 12.00
WIB di bangsal dahlia RSUD Ambarawa Semarang.
1. Status Generalis:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
2. Pemeriksaan Tanda Vital:
a. Tekanan Darah : 165/90 mmHg
b. Nadi : 78 x/menit
c. RR : 19 x/menit
d. Suhu : 36,5o C
3. Pemeriksaan Status Generalis:
a. Kepala
1) Bentuk : Normocephal
2) Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
3) Mulut : Bibir kering (-), dinding faring hiperemis (-)
4) Telinga : Normotia, tanda radang (-)
b. Leher : Deviasi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
c. Thorax : Dalam batas normal
d. Abdomen : Dalam batas normal
e. Ekstremitas
I. Ekstremitas atas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-),
kelemahan (+)
II. Ektremitas Bawah: Akral hangat, oedem (-), sianosis (-),
kelemahan (+)
4. Status Lokalis Oftalmologi:
Oculus Dexter Pemeriksaan Oculus Sinister
(OD) (OS)
LP (+) cahaya, arah kanan Visus 6/60
dan kiri
Tidak dilakukan Refraksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Baik ke segala arah Gerakan bola mata Baik ke segala arah
Normal Suprasilia Normal

 Hiperemis (-) Palpebra  Hiperemis (-)


 Edema (-)  Edema (-)
 Ptosis (-)  Ptosis (-)
 Injeksi Konjungtiva (+) Konjungtiva  Injeksi Konjungtiva (-)
 Injeksi siliar (+)  Injeksi siliar (+)
 Sekret (-)  Sekret (-)

 Bulat (-) Kornea  Bulat (-)


 Kejernihan (+)  Kejernihan (+)
 Mengkilat (+)  Mengkilat (+)
 Edema (-)  Edema (-)
 Presipitat (-)  Presipitat (-)
 Sikatrik (-)  Sikatrik (-)
 Flare (-) Camera oculi  Flare (+)
 Kedalaman : dangkal anterior  Kedalaman : normal
 Hipopion (-)  Hipopion (-)
 Hifema (-)  Hifema (-)
 Kripta (+) Iris  Kripta (+)
 Edema (-)  Edema (-)
 Sinekia (-)  Sinekia posterior (+)
arah jam 4 & 5
 Midiasis, central, Pupil  Bulat, central, regular
regular
 Jernih (+) Lensa  Jernih (+)
 TOD : 2/10 = 59,1 TIO  TOS : 5/5,5 = 17,3

D. Diagnosis Banding
1. Glaukoma akut sudut tertutup
2. Iritis
3. Konjungtivitis
E. Diagnosis Klinis
OD Glaukoma akut sudut tertutup
F. Penatalaksanaan
1. Terapi topical
a. Timol 0,5 % ED 2x1 gtt OD
b. Cendo Xytrol ED 3x1 gtt OD
2. Terapi sistemik
a. Glaucon 250 mg 2x1 tablet
b. Kalium Stualasi Release 1x1 tablet
G. Prognosis
OD OS
Quo ad Vitam ad bonam ad bonam
Quo ad Sanationam ad bonam ad bonam
Quo ad Cosmeticam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad Functionam ad malam ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. GLAUKOMA
II.1.1. Definisi
Glaucoma adalah sekelompok penyakit mata yang secara bertahap
mengakibatkan penurunan visus tanpa adanya tanda-tanda terlebih dahulu. Pada
tahap awal dari penyakit ini, mungkin tanpa gejala. Glaukoma disebabkan oleh
sejumlah penyakit mata yang berbeda, dalam banyak kasus menyebabkan
peningkatan tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan bola mata ini disebabkan
oleh cadangan humor aqueous mata yang tidak dapat dialirkan secara sempurna.
Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada nervus optikus.

II.1.2. Patofisiologi
Peningkatan tekanan di dalam mata (intraocular pressure) adalah salah
satu penyebab terjadinya kerusakan saraf mata (nervus opticus) dan menunjukkan
adanya gangguan dengan cairan di dalam mata yang terlalu berlebih. Ini bisa
disebabkan oleh mata yang memproduksi cairan terlalu berlebih, cairan tidak
mengalir sebagaimana mestinya melalui fasilitas yang ada untuk keluar dari mata
(jaringan trabecular meshwork) atau sudut yang terbentuk antara kornea dan iris
dangkal atau tertutup sehingga menyumbat/ memblok pengaliran daripada cairan
mata.

Gambar 1. Patofisiologi glaukoma


Sebagian orang yang menderita glaukoma namun masih memiliki
tekanan di dalam bola matanya normal, penyebab dari tipe glaucoma semacam ini
diperkirakan adanya hubungan dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah
syaraf/nervus opticus mata. Meski glaukoma lebih sering terjadi seiring dengan
bertambahnya usia, glaukoma dapat terjadi pada usia berapa saja.

II.1.3. Faktor Resiko


Jika seseorang memiliki tekanan intraokular lebih tinggi dari yang
seharusnya, akan meningkatkan risiko terjadinya glaukoma. Tekanan Intraokular
(IOP) adalah tingkat tekanan cairan di dalam mata. Tekanan intraokular yang
normal berkisar antara 12-21mmHg, meskipun demikian orang dengan tekanan
intraokular yang rendah juga dapat menderita glaukoma, sebaliknya orang dengan
tekanan intraokular yang tinggi dapat hidup dangan mata yang sehat.
Beberapa faktor lain yang meningkatkan risiko terjadinya glaucoma :
1. Usia. Usia merupakan faktor risiko terbesar dalam perkembangan munculnya
glaukoma. Setiap orang dengan usia di atas 60 th sangat beresiko untuk menderita
glaukoma, dimana pada usia ini resiko akan meningkat hingga 6 kali lipat.
2. Ras. Pada ras tertentu, seperti pada orang-orang berkulit hitam resiko terjadinya
glaukoma meningkat sangat segnifikan dibandingkan dengan ras yang lain.
Alasan perbedaan ini belum dapat dijelaskan. Pada orang-orang asia cenderung
untuk menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan pada orang ras yang lain
justru beresiko untuk terjadi glaukoma meskipun tekanan intraokuler rendah.
3. Riwayat Keluarga dengan Glaukoma. Jika seseorang memiliki riwayat
keluarga dengan glaukoma, akan berpotensi untuk menderita glaukoma, riwayat
keluarga meningkatkan resiko 4 hingga 9 kali lipat.
4. Kondisi medis. Diabetes meningkatkan reskio glaukoma, selain itu riwayat
darah tinggi atau penyakit jantung juga berperan dalam meningkatkan resiko.
Faktor risiko lainnya termasuk retinal detasemen, tumor mata dan radang pada
seperti uveitis kronis dan iritis. Beberapa jenis operasi mata juga dapat memicu
glaukoma sekunder.
5. Cedera fisik. Trauma yang parah, seperti menjadi pukulan pada mata, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan mata. Selain itu cedera juga dapat
menyebabkan terlepasnya lensa, tertutupnya sudut drainase. Selain itu dapat juga
menyebabkan glaukoma sekunder sudut terbuka. Glaukoma jenis ini dapat terjadi
segera setelah terjadinya trauma atau satu tahun kemudian. Cedera tumpul seperti
mata memar atau cedera tumbus pada mata dapat merusak sistem drainase mata,
kerusakan pada sistem drainase ini yang seringkali memicu terjadinya glaukoma.
Cedera paling umum yang menyebabkan trauma pada mata adalah aktivitas yang
berhubungan dengan olahraga seperti baseball atau tinju.
6. Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang. Resiko terjadinya glaukoma
meningkat pada penggunaan kortikosterid dalam periode waktu yang lama.
7. Kelainan pada Mata, Kelainan struktural mata dapat menjadi penyebab
terjadinya glaukoma sekunder, sebagai contoh, pigmentary glaukoma. Pigmentary
glaukoma adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh pigmen granule yang
di lepaskan dari bagian belakang iris, granule-granule ini dapat memblokir
trabecular meshwork.

II.1.4. KLASIFIKASI
Dua jenis Glaucoma yang umum adalah Prymary Open Angle Glaucoma
atau Glaukoma sudut terbuka dan Acute Angle Closure Glaucoma atau Glaukoma
sudut tertutup. Pada umumnya, orang suku Afrika dan Asia lebih tinggi risikonya
untuk menderita Glaucoma dan kehilangan penglihatannya daripada orang kulit
putih dan Glaucoma adalah salah satu penyebab utama kebutaan di Asia.
Tabel 1. Kalsifikasi glaucoma berdasarkan etiologi.
A. Glaukoma Primer
1. Glaucoma sudut terbuka
a. Glaucoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma
sederhana kronik)
b. Glaucoma tekanan normal (galukoma tekanan rendah)
2. Glaucoma sudut tertutup
a. Akut
b. Subakut
c. Kronik
d. Iris plateu

B. Glaucoma Kongenital
1. Glaucoma kongenital primer
2. Glaucoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
a. Sindrom pembelahan kamera anterior
Sindrom Axenfeld
Sindrom Rieger
Anomal Peter
b. Aniridia
3. Glaucoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
a. Sindrom Sturge-Weber
b. Sindrom Marfan
c. Neurofibromatosis
d. Sindrom Lowe
e. Rubella Kongenital
C. Glaucoma Sekunder
1. Glaucoma pigmentasi
2. Sindrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
a. Dislokasi
b. Intumesensi
c. Fakolitik
4. Akibat kelainan traktus uvea
a. Uveitis
b. Sinekia posterior (seklusio pupilae)
c. Tumor
5. Sindrom iridokorneo endotel (ICE)
6. Trauma
a. Hifema
b. Kontusio/resesi sudut
c. Sinekia anterior perifer
7. Pascaoperasi
a. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
b. Sinekia anterior perifer
c. Pertumbuhan epitel ke bawah
d. Pasca bedah tandur kornea
e. Pasca bedah pelepasan retina
8. Galucoma neovaskular
a. Diabetes mellitus
b. Sumbatan vena retina sentralis
c. Tumor intraokular
9. Peningkatan tekanan vena episklera
a. Fistula karotis-kavernosa
b. Sindrom Sturge-Weber
10. Akibat steroid
D. Glaucoma Absolut : Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah
mata yang keras, tidak dapat melihat, sering nyeri.

Tabel 2. Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan


intraokular

A. Glaucoma sudut terbuka


1. Membran pratabekular : Semua kelainan ini dapat berkembang menjadi
glaucoma sudut tertutup akibat kontraksi membrane pratabekular.
a. Glaucoma neovaskular
b. Pertumbuhan epitel ke bawah
c. Sindrom ICE
2. Kelainan trabekular
a. Glaucoma sudut terbuka primer
b. Glaucoma kongenital
c. Glaucoma pigmentasi
d. Sindrom eksfoliasi
e. Glaucoma akibat steroid
f. Hifema
g. Kontusio atau resesi sudut
h. Iridosiklitis (uveitis)
i. Glaucoma fakolitik
3. Kelainan pascatrabekular
a. Peningkatan tekanan vena episklera

B. Glaucoma sudut tertutup


1. Sumbatan pupil (iris bombe)
a. Glaucoma sudut tertutup primer
b. Seklusio pupilae (sineksia posterior)
c. Intumesensi lensa
d. Dislokasi lensa anterior
e. Hifema
2. Pergeseran lensa ke anterior
a. Glaucoma sumbatan siliaris
b. Sumbatan vena retina sentralis
c. Skleritis posterior
d. Pascabedah pelepasan retina
3. Pendesakan sudut
a. Iris plateau
b. Intumesensi lensa
c. Midriasis untuk pemeriksaan fundus
4. Sinekia anterior perifer
a. Penyempitan sudut kronik
b. Akibat kamera anterior yang datar
c. Akibat iris bombe
d. Kontraksi membran pratrabekular

II.1.4.1. Open Angle Glaucoma (Glaukoma sudut terbuka)


Tipe ini merupakan yang paling umum/sering pada glaukoma dan
terutama terjadi pada orang lanjut usia (diatas 50 tahun). Penyebabnya adalah
peningkatan tekanan di dalam bola mata yang terjadi secara perlahan-lahan.
Tekanan bola mata yang meningkat dapat membahayakan dan
menghancurkan sel-sel saraf/nervus opticus di mata. Begitu terjadinya kehancuran
sejumlah sel-sel tersebut, suatu keadaan bintik buta (blind spot) mulai terbentuk
dalam suatu lapang pandangan. Bintik buta ini biasanya dimulai dari daerah
samping/tepi (perifer) atau daerah yang lebih luar dari satu lapang pandangan.
Pada tahap lebih lanjut, daerah yang lebih tengah/pusat akan juga terpengaruh.
Sekali kehilangan penglihatan terjadi, keadaan ini tidak dapat kembali normal lagi
(ireversibel).
Tidak ada gejala-gejala yang nyata/berhubungan dengan glaukoma sudut
terbuka, karenanya sering tidak terdiagnosis. Para penderita tidak merasakan
adanya nyeri dan sering tidak menyadari bahwa penglihatannya berangsur-angsur
makin memburuk sampai tahap/stadium lanjut dari penyakitnya. Terapi sangat
dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya penyakit glaukoma ini dan untuk
mencegah pengrusakan lebih lanjut dari penglihatan.
Gambar 2. Mekanisme terjadinya glaukoma sudut terbuuka

II.1.4.1.1. Primary open angle glaucoma


a. Batasan
Glauckoma yang terjadi karena hambatan pembuangan aquous humor
akibat kondisi primer berupa kelainan pada saluran pembuangan dengan sudut
terbuka.
b. Patofisiologi
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah
proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di
dalam jalinan dan dibawah lapisan endotel kanalis schelmm. Akibatnya adalah
penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Peningkatan tekanan intraokular mendahului kelainan diskus optikus
dan lapangan pandang.
c. Diagnosis
Pada anamnesis didapatkan riwayat bayangan gelap pada lapang pandang
atau keaktifan sehari – hari mulai terganggu sehingga harus berjalan dengan lebih
perlahan – lahan.
Pada pemeriksaan didapatkan:
visus sentral baik (kecuali stadium lanjut), tidak ada hyperemia konjungtiva dan
siliar, kornea jernih, bilik mata depan dalam, pupil normal, funduskopi : gaung
papil (+) → dinyatakan dalam perbandingan antara diameter gaung (cupping) dan
diameter papil (disk) → C/D ratio > 0,4, tonometri : TIO > 21 mmHg, lapang
pandang : jika dini : scotoma daerah superior, jika lanjut : scotoma luas, lapang
pandang sempit, dan gonioskopi : sudut bilik mata depan terbuka

II.1.4.1.2. Pigmentary glaukoma


Pigmentary glaucoma adalah suatu bentuk yang diturunkan dari bentuk
glaucoma sudut terbuka yang mana kejadiannya lebih banyak terjadi pada pria
daripada wanita. Orang yang dengan miop (berkaca mata minus) biasanya yang
lebih sering terkena. Bentuk anatomi dari mata merupakan faktor kunci untuk
berkembangnya bentuk ini. Pigmentary glaucoma adalah glaukoma sekunder yang
disebabkan oleh pigmen granule yang di lepaskan dari bagian belakang iris,
granule-granule ini dapat memblokir trabecular meshwork
II.1.4.1.3. Normal tension glaukoma (Glaukoma bertekanan normal)
Glaucoma bertekanan normal adalah suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan yang progresif terhadap syaraf/nervus opticus dan terjadi kehilangan
lapang pandangan meski tekanan di dalam bola matanya tetap normal. Tipe
glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya, meski kecil, dengan kurangnya
sirkulasi darah di syaraf/nervus opticus, yang mana mengakibatkan kematian dari
sel-sel yang bertugas membawa impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke
otak. Sebagai tambahan, kerusakan yang terjadi karena hubungannya dengan
tekanan dalam bola mata juga bisa terjadi pada yang masih dalam batas normal
tinggi (high normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari normal juga seringkali
dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih lanjut.
Sebelum diagnosis glaucoma tekanan rendah dapat ditegakkan, sejumlah
entitas harus disingkirkan:
1. Peningkatan tekanan intraokuler yang disebabkan oleh iridosiklitis,
trauma, atau terapi steroid topical.
2. Kelainan postural pada tekanan intraocular dengan peningkatan
mencolik saat pasien berbaring datar.
3. Peningkatan tekanan intraocular intermitten seperti pada penutupan
sudut subakut.
4. Variasi diurnal yang besar pada tekanan intraocular dengan peningkatan
mencolok, biasanya pada pagi hari.
5. Penyebab kelainan diskus optikus dan lapang pandangan yang lain,
termasuk kelainan diskus kongenital dan atrofi didapat akibat tumor atau
penyakit vascular.
II.1.4.2. Angle closure glaukoma (Glaukoma sudut tertutup)
Glaukoma sudut tertutup paling sering terjadi pada orang keturunan Asia
dan orang-orang yang penglihatan jauhnya buruk, juga ada kecenderungan untuk

penyakit ini diturunkan di dalam keluarga, jadi bisa saja di dalam satu keluarga
anggotanya menderita penyakit ini. Pada orang dengan kecenderungan untuk
menderita glaucoma sudut tertutup ini, sudutnya lebih dangkal dari rata-rata
biasanya. Karena letak dari jaringan trabekular meshwork itu terletak di sudut
yang terbentuk dimana kornea dan iris bertemu, makin dangkal sudut maka makin
dekat pula iris terhadap jaringan trabecular meshwork.

Gambar 4. Glaukoma sudut tertutup


Kemampuan dari cairan mata untuk mengalir/melewati ruang antara iris
dan lensa menjadi berkurang, menyebabkan tekanan karena cairan ini terbentuk di
belakang iris, selanjutnya menjadikan sudut semakin dangkal. Jika tekanan
menjadi lebih tinggi membuat iris menghalangi jaringan trabecular meshwork,
maka akan memblok aliran. Keadaan ini bisa terjadi akut atau kronis. Pada yang
akut, terjadi peningkatan yang tiba-tiba tekanan dalam bola mata dan ini dapat
terjadi dalam beberapa jam serta disertai nyeri yang sangat pada mata. Mata
menjadi merah, kornea membengkak dan kusam, pandangan kabur, dsb. Keadaan
ini merupakan suatu keadaan yang perlu penanganan segera karena kerusakan
terhadap syaraf opticus dapat terjadi dengan cepat dan menyebabkan kerusakan
penglihatan yang menetap.
Tidak semua penderita dengan glaucoma sudut tertutup akan mengalami
gejala serangan akut. Bahkan, sebagian dapat berkembang menjadi bentuk yang
kronis. Pada keadaan ini, iris secara bertahap akan menutup aliran, sehingga tidak
ada gejala yang nyata. Jika ini terjadi, maka akan terbentuk jaringan parut diantara
iris dan aliran, dan tekanan dalam bola mata tidak meningkat sampai terdapat
jumlah jaringan parut yang banyak. Serangan akut bisa dicegah dengan
memberikan pengobatan.

II.1.4.2.1. Glaucoma Sudut Tertutup Primer Akut


a. Batasan
Glaucoma yang terjadi karena sudut tertutup secara akut akibat blok pupil
karena kondisi primer berupa BMD dangkal.
b. Patofisiologi
Predisposisi → usia meningkat → cetusan berupa kelelahan, menderita sakit (ex:
flu), cedera atau pembedahan, perubahan cuaca, konsentrasi visus jarak dekat →
blok pupil → sudut tertutup → TIO meningkat → gangguan integritas struktur
dan fungsi segmen anterior.
c. Tanda Dan Gejala
Keluhan terjadi karena peningkatan tekanan intraokular yang mendadak
dan sangat tinggi antara lain : nyeri periokular, penglihatan sangat menurun,
melihat warna pelangi sekitar cahaya, mual, muntah. Tanda-tanda dari glaukoma
sudut tertutup primer akut antara lain : hiperemi konjungtiva dan limbal, edema
kornea, bilik mata depan dangkal disertai flare dan cells, tekanan intraokular
sangat tinggi, papil saraf optik hiperemia, sudut bilik mata depan tertutup, pupil
berdilatasi sedang.
d. Diagnosis
Hiperemi limbal dan konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal
dengan flare dan cells, iris bombans tanpa adanya rubeosis iridis, pupil dilatasi
bulat lonjong vertikal refleks negatif, lensa posisi normal tidak katarak, tekanan
intraokular sangat tinggi, sudut bilik mata depan tertutu p.

Gambar 5. Hiperemi limbal dan konjungtiva disertai pendangkalan bilik mata


depan pada penderita glaucoma akut sudut tertutup

e. Diagnosis Banding
Iritis akut menimbulkan fotofobia lebih besar daripada glaukoma primer
akut, tekanan intraokular biasanya tidak meningkat, pupil kontriksi, dan kornea
biasanya tidak edematosa. Dikamera anterior tampak jelas sel-sel, dan terdapat
injeksi siliaris dalam.
Pada konjungtivitis akut, nyerinya ringan atau tidak ada dan tidak terdapat
gangguan penglihatan. Terdapat tahi mata, injeksi konjungtiva hebat tapi tidak
terdapat injeksi siliaris. Respon pupil dan tekanan intraokular normal, dan kornea
jernih. Keadaan pada glaukoma akut primer perlu diagnosis banding juga dengan
glaukoma sudut tertutup sekunder, membedakannya dengan mencari penyebab
sekundernya.

II.1.4.2.2. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut


Seperti pada kasus akut, dengan faktor etiologi yang sama kecuali bahwa
episode peningkatan tekanan intraokular berlangsung singkat dan rekuren.
Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi terjadi akumulasi
kerusakan pada sudut kamera anterior berupa pembentukan sinekia anterior
perifer. Kadang-kadang penutupan sudut menjadi akut.
Kunci untuk diagnosis terletak pada riwayat, nyeri unilateral berulang,
kemerahan, dan kekaburan penglihatan yang disertai hala disekitarnya, serangan
sering terjadi malam hari.

II.1.4.2.3. Glaukoma Sudut Tertutup Primer Kronik


a. Batasan
Sama dengan glaucoma sudut tertutup primer akut, kelainan mata yang
terjadi akibat glaucoma sudut tertutup primer akut yang berlangsung lama.
b. Patofisiologi
Terdapatnya sinekia anterior akibat dari glaukoma sudut tertutup primer
akut yang berlangsung lama menyebabkan tekanan intraokular tetap tinggi disertai
kerusakan pada papil saraf optik.

c. Gambaran Klinis
Atroti iris, fixed semidilated pupil, bilik mata depan dangkal, tekanan
intraokular tinggi, sudut bilik mata depan tertutup, dan papil saraf optik sudah
mulai atrofi.
d. Diagnosis
Riwayat serangan glaucoma sudut tertutup primer akut beberapa waktu
yang lalu disertai gejala klinis di atas.

II.1.4.3. Secondary Glaucoma


Bentuk ini adalah sebagai hasil dari kelainan mata lainnya seperti trauma,
katarak, atau radang mata. Penggunaan obat-obat golongan steroid (kortison) juga
mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan tekanan di dalam bola mata.

II.1.4.4. Congenital glaucoma


Bentuk ini adalah bentuk yang jarang terjadi, yang disebabkan oleh system
pengaliran cairan mata yang abnormal. Ini bisa terjadi pada waktu lahir atau
berkembang di kemudian hari. Para orang tua bisa mengetahui jika anaknya
menderita kelainan ini dengan cara memperhatikan apakah anaknya sensitif
terhadap cahaya, mata yang besar dan berawan/kusam atau mata berair
berlebihan. Biasanya diperlukan tindakan bedah untuk menanganinya.

Gambar 6. Glaucoma kongenital

II.1.4.4.1. Glaucoma Congenital Primer (Trabekulodisgenesis)


a. Batasan
Glaucoma bayi adalah suatu bentuk glaukoma perkembangan yang
timbulnya pada usia tahun pertama. Seperempatnya ditemukan saat lahir.
b. Patofisiologi
Glaucoma yang timbul karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut
pada saat janin kira – kira berumur tujuh bulan. Iris hipoplasts dan menempel
pada permukaan trabekula didepan taji sclera yang pertumbuhannya tidak
sempurna.
c. Diagnosis :
 Anamnesis : epifora, mungkin fotofobia
 Tonometer : TIO tinggi
 Funduskopi : gaung papil (+)
 Gonioskopi : bilik mata depan bertambah dalam, iris depan menempel
pada trabekel bukan ke badan siliar
 Garis tengah kornea bertambah (> 11,5 mm), sembab epitel, membrane
descement robek, kekeruhan stroma kornea.
d. Diagnosis banding
 Megalo kornea
 Glaucoma sekunder
 Kekeruhan kornea karena cedera

II.1.4.4.2. Glaucoma Kongenital Sekunder


Glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak akibat kondisi sekunder yang
terjadi pada mata sehingga menyebabkan gangguan pada sudut BMD.
Kondisi sekunder terjadi :
- Retinopati
- Retinoblastoma
- Radang
Pada kasus ini tidak ada cara pengobatan yang standar karena kelainan yang
menyertainya juga banyak dan sangat bervariasi.

II.1.4.5. Glaucoma Absolut


Merupakan hasil akhir dari glaucoma yang tidak terkontrol , mata menjadi
keras, tajam penglihatan menjadi nol dan sering terasa nyeri.

II.1.5. Pemeriksaan Pada Glaukoma


Pemeriksaan mata secara rutin merupakan cara terbaik untuk mendeteksi
terjadinya glaucoma. Berikut merupakan jenis-jenis pemeriksaan yang dapat
dilakukan:
a. Tonometry : untuk mengukur tekanan intraokuler.
Ada beberapa macam tonometry:
- Tonometry indentasi (schiotz)

- Tonometry aplanasi (goldman)

- Tonometry non kontak


- Tonometry digital
Pemeriksaan menggunakan tonometry adalah pemeriksaan yang paling
sering dilakukan guna mendeteksi tekanan bola mata yang meningkat.
b. Gonioscopy : untuk memeriksa drainase sudut mata.
Dengan genioskopi kita dapat menilai lebar dan sempitnya sudut bilik
mata depan, dilakukan dengan cara membius mata dengan obat-obat tetes
anasthesi dan menempatkan contact lens khusus yang tebal dengan kaca-
kaca di dalamnya dan diletakkan pada mata. Kaca-kaca tersebut
memungkinkan dokter untuk melihat bagian dalam mata dari arah-arah
yang berlainan. Dari sinilah dapat kita tentukan apakah sudut mata terbuka
atau menyempit.
Genioscopy juga dapat digunakan untuk melihat kelainan-kelainan pada
pembuluh darah yang memungkinkan untuk mengganggu aliran humor
aqueous keluar dari mata.
c. Ophthalmoscopy : untuk mengevaluasi semua ker usakan diskus optikus
Pemeriksaan menggunakan ophthalmoskop dilakukan guna memeriksa
diskus optikus pada belakang mata, kerusakan pada syaraf optic, disebut
cupping of the disc dapat terdeteksi dengan cara ini.
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi
sentral)- cawan / cekungan fisiologik – yang ukurannya bervariasi
bergantung pada jumlah relative serat yang menyusun saraf optikus
terhadap ukuran lubang sclera yang harus dilewati oleh serat-serat
tersebut. Pada mata hipermetropik, lubang sclera kecil sehingga cekungan
optic juga kecil. Pada mata myopic hal yang sebaliknya terjadi. Atrofi
optikus akibat glaucoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang
terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus – yang ditandai
sebagai pambesaran cekungan diskus optikus- disertai pemucatan diskus di
daerah cekungan. Bentuk-bentuk lain atrofi optikus menyebabkan
pemucatan luas tanpa peningkatan cekungan diskus optikus.
Pada glaucoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekunga optic
yang diikuti oleh pencekungan superior dan inferior yang disertai
pentakikan fokal tepi diskus optikus. Kedalaman cekungan optic juga
meningkat sewaktu lamina cribosa tergeser ke belakang. Seiring dengan
pembentukan cekungan, pembuluh retina di diskus tergeser kearah hidung.
Hasil akhir pada pencekungan berupa cekungan bean-pot (periuk) tempat
tidak terlihat di bagian tepi.
Rasio cekungan-diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran
diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah
perbandingan antara ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus , mis.
Cekungan kecil adalah 0,1 dan cekungan besar 0,9. Apabila terdapat
peningkatan tekanan intraokular yang signifikan, rasio cekungan-diskus
yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetri bermakna antara kedua mata
sangat mengisyaratkan adanya atrofi glaukomatosa.
Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi
langsung atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri, lensa
Hruby atau lensa kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga
dimensi.
Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah atrofi
lapisan serat saraf . Hal ini dapat terdeteksi (tanda Hoyt) dengan
oftalmoskopi –terutama apabila digunakan cahaya bebas merah- dan
mendahului terbentuknya perubahan-perubahan pada diskus optikus.

d. Perimetry : Uji lapang pandangan masing-masing mata.


Uji lapang pandangan sangat penting untuk mendeteksi glaucoma sudut
terbuka dan memantau penurunan visus. Setiap penderita yang diduga
menderita glaucoma harus diperiksa secara periodic dengan beberapa cara:
a. Tangen screen/ Bjerrum: digunakan untuk mendeteksi kelainan
daerah sentral.

b. Perimeter goldman: untuk memeriksa lapang pandangan sentral


dan perifer
c. Perimeter automatis
d. Tes konfrontasi: untuk memeriksa lapang pandangan perifer yang
memiliki arti bila ada glaucoma yang sudah lanjut.
e. Pechymetry : untuk menentukan ketebalan kornea.
II.1.6. Penatalaksanaan Konservatif
II.1.6.1. Supresi Pembentukan Humor Aqueous
Penghambat beta adrenergik adalah obat yang paling luas digunakan untuk
terapi glaukoma. Timolol 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%.
Kontraindikasi utama adalah penyakit obstuksi jalan nafas.
Agonis adrenergik alfa 2  Epinefrin dan dipiverin mempunyai efek pada
pembentukan humor aqueous. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik 
asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan atau juga dapat digunakan
diamox 500 mg
II.1.6.2. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueous
Parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar yang bekerja pada
jaringan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin
0,5–6% (sering 2%). Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis
disertai meredupnya penglihatan.
II.1.6.3. Menurunkan Volume Korpus Vitreum
Obat – obatan hiperosmotik menyebabkan darah hipertonik sehingga
cairan tertarik keluar dari korpus vitreum. Selain itu, juga terjadi penurunan
produksi humor aqueous. Gliserin oral 1 - 1,5 g cc/Kg BB dalam satu larutan
dengan sari jeruk dalam volume yang sama. Jika terdapat kontraindikasi dapat
dipakai manitol 20 % 1 cc /Kg BB, 60 – 100 tetes tiap menit IV.
II.1.6.4. Miotik, Midriatik dan Siklopegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaucoma sudut
tertutup primer akut. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut
pada iris bombe karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan
oleh pergeseran lensa anterior, Siklopegik dapat digunakan untuk melemaskan
otot siliaris sehingga mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk
menarik lensa kebelakang.
II.1.7. TERAPI BEDAH dan LASER
II.1.7.1. Iridektomi Dan Iridotomi Perifer
Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea yang
relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang
cukup besar. Iridotomi perifer secara bedah menghasilkan keberhasilan jangka
panjang yang relatif baik.

II.1.7.2. Trabekuloplasti Laser


Penggunaan laser untuk menimbulkan
luka bakar pada jalinan trabekular dan
kanalis schlemm, dengan tujuan
melancarkan aliran humor aqueous.
Teknik ini dapat diteapkan untuk
glaukoma sudut terbuka

II.1.7.3. Bedah Drainase Glaukoma


Tindakan bedah untuk membuat jalan
pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses
langsung dari kamera anterior
kejaringan subkonjungtiva atau orbita , dapat dibuat dengan trabekulotomi atau
insrsi selang drainase

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Balai Penerbit FK UI: Jakarta.
Vaugan, Daniel G dkk. 2000. Oftalmologi Umum. Ed 14. Penerbit EGC: Jakarta.
Sandha, http://www.scribd.com/doc/54316495/Pterigium-Final

Anda mungkin juga menyukai