Anda di halaman 1dari 27

RAHASIA

KODIKLAT ANGKATAN DARAT Lampiran III Keputusan Danpusdikintel


PUSAT PENDIDIKAN INTELIJEN Nomor Kep / 02 / I / 2018
Tanggal 24 Januari 2018

PENGETAHUAN RADIKALISME

BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum.

a. Negara Indonesia terdiri dari masyarakat yang heterogen dan kompleks,


terdiri dari aneka ragam agama, bahasa, kebudayaan, kelompok etnik dan ras.
Keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia merupakan realitas historis
dan sekaligus realitas sosio-kultural. Dalam ilmu-ilmu sosial fakta tersebut dikenal
dengan istilah multikultural. Sebagai negara yang multietnik, Indonesia memiliki
1.028 etnik dan bahasa sekitar 746 bahasa.
Indonesia akan menjadi negara damai dan adil dengan semua
kemajemukan yang ada dapat hidup berdampingan sebagai suatu bangsa dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila,
sebagaimana telah dicita citakan oleh Pendiri Bangsa Indonesia. Pengalaman
penjajahan yang dialami selama berabad abad, telah mempersatukan masyarakat
Indonesia yang majemuk secara budaya, etnik, ras dan agama yang menghuni
wilayah kepulauan Nusantara dari Sabang sampai Merauke untuk menjadi suatu
negara.

b. Masyarakat yang berada serta yang mendiami wilayah Indonesia dari dari
ujung barat hingga timur terdiri dari berbagai suku, agama, dan golongan yang
merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Namun, keanekaragaman dan
pluralisme tersebut dapat menjadi kendala suatu kendala dalam kerukunan serta
pelaksanaan pembangunan nasional, karena dapat menimbulkan konflik bila tidak
dilandasi dengan wawasan kebangsaan dan rasa persatuan dan kesatuan yang
kokoh.

RAHASIA
2

Keanekaragaman agama, suku dan golongan tersebut harus dikembangkan dan


dibangun dalam satu budaya nasional yang harus diterima, dihormati dan
dikembangkan oleh seluruh masyarakat bangsa Indonesia.
Negara Indonesia sempat tercoreng dengan munculnya radikalisme dan
terorisme. Seharusnya Bangsa Indonesia membuang jauh-jauh budaya kekerasan
apalagi yang menjurus tindakan terorisme. Masyarakat Indonesia seharusnya
semakin dewasa dalam berfikir dan bertindak, demi mempertahankan NKRI serta
mengisi kemerdekaan dengan membantu pemerintah menciptakan perdamaian.
Umat beragama di seluruh Indonesia harus mempunyai kesadaran yang
luas terhadap pengertian kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana semua
agama itu, harus dapat berkolaborasi guna menambah dan memperkaya kekayan
budaya bangsa Indonesia, apabila setiap agama hanya mengedepankan hal-hal
yang sifatnya memihak salah satu agama, maka dapat berdampak buruk bagi
kelangsungan hidup NKRI, yang dampaknya akan mengarah kepada suatu
tindakan radikal yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

c. Ancaman yang timbul akibat tindakan kelompok radikal tentunya tidak bisa
lepas dari peran TNI dalam menjaga dan mempertahankan NKRI. Agar pemberian
materi radikalisme dan deradikalisme dapat berjalan dengan optimal, dan dapat
dipahami oleh Taruna Akademi Militer, maka perlu disusun bahan ajaran untuk
pedoman bagi Gadik dan Pasis dalam kegiatan proses belajar mengajar pada
pendidikan Akademi Militer.

2. Maksud dan Tujuan:

a. Maksud. Naskah Departemen ini sebagai pedoman bagi Gumil dan Pasis
dalam proses belajar mengajar pada Pendidikan Combat Intel di Pusdikintel
Kodiklatad.
b. Tujuan. Agar Perwira Siswa memahami tentang radikalisme dan
deradikalisasme dalam pelaksanaan tugas TNI AD.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Materi Radikalisme dan Deradikalisme ini
meliputi perkembangan radikalisme dan penanganannya yang disusun dengan tata urut
sebagai berikut :
3

a. Pendahuluan.
b. Pengertian Radikal Kiri
c. Pengertian Radikal Kanan
d. Pengertian Radikal lain/ Sparatisme.
e. Strategi Menghadapi gerakan Radikalisme
f. Sikap TNI AD
g. Evaluasi.
h. Penutup.

4. Refferensi:

a. Tap MPRS No. XXV/1966 tentang Larangan Penyebaran Maxisme, Lenisme


dan Komunisme di Indonesia.

b. UU RI No. 27 Thn 1999 tentang Perubahan Kitab UU Hukum Pidana yang


berkaitaan dengan Kejahatan Keamanan Negara

c. Deradikalisme Terorisme Dr. Petrus Reihard Golose Agustus 2009.

d. Deradikalisasi Nusantara Buku karya Mayjend TNI Agus Surya Bhakti Penerbit
Daulat Press Kreatif 2016.

e Radikalisme dan Terorisme Penulis Achmad jainuri Penerbit Intrans


Publishing Juni 2016.

5. Pengertian.

a. Radikal dalam bahasa Indonesia berarti amat keras menuntut perubahan.

b. Radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan sosial dan politik


dengan cara drastis dan kekerasan. Dalam perkembangannya, bahwa radikalisme
kemudian diartikan juga sebagai faham yang menginginkan perubahan besar.
4

c. Deradikalisme merupakan upaya sistematis dengan pendekatan


multidisipliner dalam rangka mentransformasikan ideologi radikal menuju
pemahaman yang moderat, terbuka, dan toleran.

d. Teror secara etimologi berarti menciptakan ketakutan yang dilakukan oleh


orang atau golongan tertentu.

e. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman


kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang
dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan
kerusakan atau kehancuran terhadap obyek vital yang strategis, lingkungan hidup,
fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau
gangguan keamanan.

BAB II
PENGERTIAN GERAKAN RADIKAL KIRI

6. Umum. Radikalisme, berasal dari kata radikal yang berarti secara mendasar
(sampai kepada hal yang prinsip), amat keras menuntut perubahan ( undang-undang
pemerintah dan sebagainya ), maju dalam berfikir atau bertindak.

Sedangkan radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau
aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara
kekerasan atau drastic, sikap ekstrim dalam suatu aliran politik.

Radikal kiri adalah suatu faham/kelompok anti agama yang menghendaki pemberlakuan
sistem komunisme dalam bernegara.

7. Radikal Kiri. Radikal kiri adalah suatu sikap dan perilaku individu atau kelompok
tertentu dalam masyarakat yang berdasarkan pada ajaran Marxisme-Leninisme.

a. Ciri-ciri komunis :

1) Ciri-ciri Komunis Moskow.


5

a) Metoda yang digunakan berdasarkan pertentangan


(kontradiksi). Konfrontasi dan menggunakan cara-cara yang radikal
dan ekstrim, tetapi tanpa kekerasan senjata.

b) Bersifat latent, yaitu bergerak secara terpendam dan


lambat, tetapi saling berkaitan dan berlanjut dalam jangka
waktu relatif panjang.

c) Menggunakan teknik dan taktik yang terbuka dan


terutup secara simultan dengan mendayagunakan azas
penipuan, kerahasiaan dan pendadakan.

d) Menggunakan metoda kekerasan dan tanpa kekerasan


secara simultan dan serasi.

e) Bersifat total di dalam subyek, obyek dan metoda.

f) Menggunakan strategi jangka panjang dan meningkat


secara bertahap.

g) Mengkoordinasikan dimensi nasional dan internasional,


sehingga antara subversi tidak akan terletak dari pengaruh
aspek luar negeri.

h) Gerakannya terorganisasi secara rapih dan ketat.

2) Ciri-ciri Komunis China.

a) Pembangunan kekuatan dasar. Kekuatan dasar


berintikan buruh tani dan tani miskin sebagai potensi yang
tersebar didalam masyarakat di negara-negara yang sedang
membangun. Potensi ini diorganisasikan dan dipersiapkan
sebagai kekuatan pendukung revolusi bersenjata, dengan
dasar kekuatan ini, maka subversi diarahkan pada revolusi
proletar berbasis kekuatan di desa.

b) Strategi dasar. Strategi didasarkan pada


kemampuan kekuatan yang dibangun serta doktrin komunis,
sehingga mempunyai bentuk pola sebagai berikut :
6

(1) Dari desa mengepung kota.

(2) Merupakan perjuangan jangka panjang dan


berlarut.

(3) Dilakukan dengan kekerasan dengan perjuangan


bersenjata.

(4) Perjuangan bersenjata merupakan perang


revolusioner dengan tujuan “Pembebasan Nasional”.

c) Atas dasar strategi ini, dapat terlihat beberapa ciri-ciri


khas sebagai berikut :

(1) Selalu dimulai dengan pembangunan kekuatan di


desa, yang berubah dari kuantitatif menjadi kualitatif
melalui transformasi dari buruh tani dan tani miskin
menjadi kekuatan “Revolusioner”.

(2) Tindakan revolusioner dalam subversi Peking


selalu disertai dengan kekerasan fisik maupun
kekerasan bersenjata.

(3) Perebutan kekuasaan dimulai dari tahap


perang gerilya, yang pada fase terakhir berubah
menjadi tentara reguler yang mampu melakukan
pertempuran konvensional untuk menghancurkan
kekuasaan pemerintah secara menentukan.

3) Ciri-ciri komunis Barat. Bila dibandingkan dengan pola


subversi komunis, maka pola subversi barat menunjukkan ciri-ciri
sebagai berikut :

a) Tidak berorientasi ideologi.

(1) Tidak terdapat hubungan antara partai dengan


partai sebagai saluran pembangunan kekuatan partai.
Partai negara sponsor tiadk mempunyai peranan yang
berarti.
7

(2) Lebih fleksible dan dapat bekerja sama dengan


semua pihak selama tidak mengancam kepentingannya.
Hal inipun berlaku dalam hubungan kerjasama dengan
pemerintah negara dengan sistem sosial yang berbeda.

b) Faktor ekonomi dan militer merupakan aspek yang


penting dalam membangun kekuatan untuk membendung
pengaruh dan ancaman komunis.

(1) Aspek ekonomi mempunyai hubungan erat


dengan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran
sebagai pra kondisi untuk membatasi propaganda
komunis dalam rangka menciptakan situasi
revolusioner. Melalui bantuan ekonomi negara sponsor
dapat memperoleh pancangan kaki yang kuat di negara
sasaran.

(2) Aspek militer menyangkut kemampuan fisik dan


persenjataan sebagai saran-saran yang penting dalam
hubungan dengan pertahanan terhadap ancaman
langsung maupun tidak langsung dari pihak komunis
(Moskow maupun Peking). Melalui kerjasama dibidang
militer negara sponsor memperoleh kesempatan
memperkuat posisinya melalui fakta-fakta pertahanan
ataupun penempatan pangkalan-pangkalan yang
strategis.

c) Pembangunan kekuatan melalui pembentukan


pendapat umum. Pendapat umum menghambat citra
masyarakat terhadap perkembangan masa depan dan jaminan
tentang keselamatannya pada waktu tertentu. Opini
masyarakat tidak selalu sejalan dengan kebijaksanaan
pemerintah sehingga dapat menimbulkan “Frictions” yang
mengganggu dan menghambat kelancaran pemerintah.
Dalam situasi yang meruncing pengaruh perbedaan tersebut
8

dapat membangkitkan kekuatan dalam arti kuantitaif maupun


kualitatif.

Dalam konflik ini potensi pemuda, mahasiswa dan para


cendikiawan dapat menjalankan peranan dengan pengaruh
yang menentukan.

d) Penggunaan kekuatan. Kekuatan fisik dan non fisik,


bila dibutuhkan digunakan secara simultan dengan
mengutamakan kekuatan fisik sebagai faktor differrent.
Kekuatan non fisik, terutama yang berbentuk sasaran-sarana
elektronis, digunakan secara luas dalam rangka kegiatan
monitoring, early warning and early detection.

4) Pola golongan radikal Kiri.

a) Pada dasarnya mereka menggunakan pola-pola komunis


Rusia atau RRC dengan penyesuaian kondisi dan keadaan di
Indonesia.

b) Machtvorning dengan sasaran utama buruh dan tani (terutama


tani miskin), dengan demikian maka desa dan pabrik merupakan
tempat/daerah pembinaan.

c) Berdasarkan sasaran tersebut, maka untuk menarik golongan


buruh/tani, issue-issue yang digunakan akan berkisar pada
persoalan-persoalan :

(1) Upah buruh.

(2) Kesejahteraan buruh.

(3) Jaminan keamanan.

(4) Pembagian tanah.

(5) Bagi hasil bagi buruh tani.

(6) Pajak upah dan pajak tanah.


9

d) Manipulir pertentangan dan perbedaan yang ada, baik


dibidang sosial-budaya, sosial-ekonomi, politik maupun ideologi.

e) Mengadakan infiltrasi kedalam organisasi massa dan


organisasi politik yang ada dengan tujuan agar dapat mengubah
politik dari ORMAS atau ORPOL yang bersangkutan yang
menguntungkan bagi golongannya.

f) “United front tactic” dengan inisiatif dari golongan kiri tersebut,


sehingga dapat diarahkan untuk kepentingan golongannya.

g) Penanaman fanatisme ideologi dan fanatisme organisasi yang


sangat kuat.

h) Infiltrasi terhadap semua jawatan dan Instansi Pemerintah


untuk dapat dimanfaatkan, termasuk Angkatan Bersenjata.

i) Bergerak secara legal atau ilegal, atau kedua-duanya secara


bersamaan, berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi.

j) Garis politik bisa lunak atau keras, tergantung pada posisi dan
kemampuan mereka. Pada waktu mereka lemah maka akan dipakai
garis lunak dan banyak kompromi, untuk menunjukkan adanya itikad
baik. Tetapi pada waktu mereka kuat, maka akan dipakai garis keras
dan sukar untuk diadakan kompromi.

8. Evaluasi:

a. Jelaskan tentang ciri-ciri komunis Moskow !

b. Jelaskan tentang ciri-ciri komunis China !

c. Jelaskan tentang ciri-ciri komunis Barat !

BAB III
PENGERTIAN GERAKAN RADIKAL KANAN
10

9. Umum. Didalam Mewarnai / mengganti ideologi negara yang sah, gerakan


radikal ini tidak sependapat dengan idiologi yang sudah ada, tetapi ingin menggantikan
dengan ideologi kelompok tersebut, tanpa mempertimbangkan kepentingan ideologi
kelompok lain. Membawa instabilitas/keresahan sosial : militan, keras, cenderung
anarkis, tidak mau kompromi. Dampak dari radikalisme dapat mengancam eksistensi
kedudukan para elit penguasa Radikalisme Agama •Radikal (bhs Inggris): ekstrim,
menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan fundamental •Radikalisme: doktrin/praktik
penganut paham radikal atau paham ekstrim•
Sebagian kelompok gerakan radikal keagamaan hanya terbatas pada pemikiran dan
ideologi, karena itu pengertian gerakan radikalisme keagamaan tidak selalu ditandai
dengan anarkisme/terorisme. Radikal Kanan adalah suatu faham/kelompok
fundamentalisme yang menghendaki pemberlakuan hukum agama sebagai hukum positif.

10. Radikal Kanan. Radikal kanan adalah sikap dan perilaku individu atau
kelompok tertentu dalam masyarakat yang berlatar belakang fanatisme keagamaan yang
sempit, yang menghendaki pemberlakuan hukum agama sebagai hukum positif

a. Ciri-ciri gerakan radikal Kanan.

1) Sasaran pengaruh adalah pada golongan penganut agama tertentu,


melalui pemuka-pemuka agama.

2) Menanamkan fanatisme agama sebagai media untuk memupuk


militansi.

3) Dalam membina pendapat umum mereka mempertentangkan


kanyataan yang ada dengan dalil-dalil agama.

4) Pembentukan kader-kader melalui institut-institut pendidikan agama


dan latihan-latihan tertentu.

5) Penanaman jaring-jaring pengaruh melalui sesama penganut agama


tertentu, karena adanya limitation :

a) Memusuhi agama lain sehingga tidak dapat mengajak


golongan penganut agama lain untuk mendukung usahanya.
11

b) Tidak adanya program yang jelas yang dapat menarik


golongan lain untuk mendukungnya.

b. Faktor yang dapat mempengaruhi gerakan Radikal Kanan


1) Faktor Pemikiran
Pada masa sekarang muncul dua pemikiran yang menjadi trend,
yang pertama yaitu mereka menentang terhadap keadaan alam yang tidak
dapat ditolerir lagi, seakan alam ini tidak mendapat keberkahan lagi dari
Tuhan YME lagi, penuh dengan penyimpangan.
Sehingga satu-satunya jalan adalah dengan mengembalikannya
kepada agama. Namun jalan yang mereka tempuh untuk mengembalikan
keagama itu ditempuh dengan jalan yang keras dan kaku
Pemikiran yang kedua yaitu bahwa agama adalah penyebab
kemunduran umat, sehingga jika mereka ingin unggul maka mereka harus
meninggalkan agama yang mereka miliki saat ini. Pemikiran ini merupakan
hasil dari pemikiran sekularisme, yaitu dimana paham atau pandangan
filsafat yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan atas pada
ajaran agama.
Kedua pemikiran tersebut sangat berlawanan, dimana yang pertama
mengajak kembali kepada agama dengan jalan yang kaku dan keras, dan
yang satunya lagi menentang agama. Hal itu juga bertentangan dengan misi
diciptakannya manusia oleh Tuhan YME di semesta ini sebagai mahluk
yang seharusnya mendatangkan kemakmuran dunia.

2) Faktor Ekonomi
Kemiskinan, pengangguran dan problematika ekonomi yang lain
dapat merubah sifat seseorang yang baik menjadi orang yang kejam.
Karena dalam keadaan terdesak atau himpitan ekonomi, apapun bisa
mereka lakukan, bisa saja mereka juga melakukan teror.Mereka juga
berasumsi bahwasannya perputaran ekonomi hanya dirasakan oleh yang
kaya saja, hal itu menyebabkan semakin curamnya jurang kemiskinan bagi
orang tak punya. Sehingga mereka tidak segan-segan melakukan hal-hal
yang diluar dugaan kita.

3) Faktor Politik
12

Memiliki pemimpin yang adil, memihak kepada rakyat, dan tidak


hanya sekedar menjanjikan kemakmuran kepada rakyatnya adalah impian
semua warga masyarakat.Namun jika pemimpin itu mennggunakan politik
yang hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing, bahkan
politik pembodohan rakyat, maka akan timbul kelompok-kelompok
masyarakat yang akan menamakan dirinya sebagai penegak keadilan, baik
kelompok dari sosial, agama maupun politik, yang mana kelomok-kelompok
tersebut dapat saling menghancurkan satu sama lain

4) Faktor Sosial
Faktor sosial ini masih ada hubungannya dengan faktor ekonomi.
Ekonomi masyarakat yang amat rendah membuat mereka berfikir sempit,
dan akhirnya mereka mencari perlindungan kepada ulama yang radikal,
kerena mereka berasumsi akan mendapat perubahan perekonomian yang
lebih baik. Dimulai dari situ masyarakat sudah bercerai berai, banyak
golongan-golongan Islam yang radikal.

5) Faktor Psikologis
Pengalaman seseorang yang mengalami kepahitan dalam hidupnya,
seperti kegagalan dalam karier, permasalahan keluarga, tekanan batin,
kebencian dan dendam. Hal-hal tersebut dapat mendorong seseorang untuk
berbuat penyimpangan dan anarkis.
Kita yang seharusnya senantiasa mengingatkan kepada mereka dari
penyimpangan. Dr. Abdurrahman al-Mathrudi pernah menulis, bahwa
sebagian besar orang yang bergabung kepada kelompok garis keras adalah
mereka yang secara pribadi mengalami kegagalan dalam hidup dan
pendidikannya. saudara muslim kita yang seperti itulah yang menjadi target
sasaran orang radikal untuk diajak bergabung dengan mereka. Karena
dalam keadaan seperti itu mereka sangat rentan dan mudah terpengaruh.

6) Faktor Pendidikan
Pendidikan bukanlah faktor yang langsung menyebabkan radikalisme.
Radikalisme dapat terjadi dikarenakan melalui pendidikan yang salah.
Terutama adalah pendidikan agama yang sangat sensitif.  Dan tidak sedikit
13

orang-orang yang terlibat dalam aksi terorisme justru dari kalangan yang
berlatar pendidikan umum, seperti dokter, insinyur, ahli teknik, ahli sains,
namun hanya mempelajari agama sedikit dari luar sekolah, yang kebenaran
pemahamananya belum tentu dapat dipertanggungjawabkan.

11. Evaluasi:
a. Jelaskan tentang ciri-ciri radikal Kanan !
b. Jelaskan tentang faktor yang mempegaruhi radikal kanan !
c. Jelaskan tentang gerakan radikal kanan yang anda ketahui berikan
contohnya !
BAB IV
PENGERTIAN GERAKAN RADIKAL LAIN/SEPARATISME

12. Umum.

Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia


(NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah bersama bangsa
Indonesia yang sampai dengan saat ini masih belum dapat dituntaskan. Separatisme dan
penanganannya telah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan fisik, baik berupa sarana
pendidikan dan pemerintahan serta infrastruktur lainnya dalam jumlah yang cukup besar.
Otonomi khusus di Aceh dan Papua yang diyakini menjadi langkah strategis dan efektif
untuk penyelesaian separatisme secara menyeluruh dan damai tampaknya masih belum
dapat meredakan keinginan kedua daerah itu untuk memisahkan diri. Keinginan kuat dan
upaya bangsa Indonesia untuk menyelesaikan separatisme secara damai dan
menyeluruh ini terus diupayakan dengan melakukan perundingan damai sebagai bagian
dari upaya rekonsiliasi.

13. Radikal lain. Radikal lain adalah anasir anti NKRI yang menghendaki
terjadinya disintegrasi kedaulatan NKRI/ Separatisme.

a. Pola Golongan radikal Lainnya. Berbeda dengan golongan radikal


kiri yang konsepsionil berlandaskan ideologi dan golongan radikal kanan yang
konsepsionil berdasarkan ajaran agama, maka golongan radikal lainnya ini
biasanya tidak mempunyai konsepsi yang jelas, tetapi di Indonesia umumnya
bersumber pada hal-hal sebagai berikut :
14

1) Pendewaan pada ilmu yang berkembang menjadi intelektualisme.

2) Sentimen kedaerahan yang berkembang menjadi separatisme.

3) Heroisme yang salah dan berkembang menjadi anarhisme.

b. Gerakan-gerakan yang bersifat :

1) Spontan dan spektakuler.

2) Pragmatis dalam menghadapi sesuatu masalah, karena itu


berlangsung terlalu lama.

3) Menggunakan issue-issue dari masalah-masalah yang timbul pada


suatu waktu.

c. Pola-pola yang digunakan :

1) Mengadakan gerakan-gerakan yang mempunyai demonstration effect


(mudah ditiru) di daerah-daerah lain.

2) Kampanye dimulai dalam surat-surat kabar atau selebaran-selebaran


untuk merangsang adanya suatu demontrasi atau gerakan (penempelan
plakat, penyebaran tulisan-tulisan dan lain-lain).

3) Gerakan dimulai dari segolongan kecil orang (biasanya pelajar,


mahasiswa atau buruh) yang diharapkan kemudian di dukung oleh
golongan-golongan lain dalam masyarakat.

4) Sasaran utama biasanya pemerintah dan setiap gerakan didukung


oleh mass media.

5) Biasanya bertujuan membentuk pendapat umum yang sesuai dengan


pendapat golongannya.

14. Dinamika Kelompok radikal di Indonesia. Kelompok radikal di Indonesia


sudah ada sebelum Negara Indonesia terbentuk. Kelompok radikal dalam pergerakannya
dapat dibedakan menjadi beberapa era.

a. Era Pertama disebut “First wave” (Sebelum era tahun 2000)


15

Gelombang pertama ini muncul ketika terjadi gerakan yang menamakan


dirinya Jamaah Islamiah, kelompok ini bukan pemerintah / TNI POLRI yang
memberi nama, tetapi mereka sendiri yang menamakan diri sebagai kelompok
Jamaah Islamiah.

Kelompok ini diketahui muncul pada tahun 2002 ketika dilakukan penangkapan di
Solo daerah Lawean. Di sebuah rumah ditemukan sejumlah besar dokumen yang
menjadi harta karun bagi penyidik Satgas (sebelum Densus 88 terbentuk) diketahui
adanya sebuah organisasi rahasia yang menamakan diri sebagai Jamaah Islamiah.

Kelompok ini dikejar terus oleh Satgas yang saat itu dipimpin oleh Brigjen
Pol Martinus Hokum , sehingga Dr. Ashari tewas pada tahun 2005, kemudian pada
tahun 2009 Noordin M. Top berhasil ditumpas, sehingga berakhir era First wave.

Pada era First wave dan sebelumnya, mereka berinteraksi satu sama lain
secara fisik. Di era pemerintahan Orde Baru dapat represif menekan kelompok-
kelompok radikal dan terorisme dengan adanya Undang-undang subversi membuat
kelompok-kelompok ini lari ke negara Malaysia. Pada saat itu terjadi perang di
Afganistan dan kelompok-kelompok ini turut memfasilitasi perang tersebut.

b. Era Kedua disebut “Second wave”

Pada era ini diawali dengan munculnya gejolak perang di Timur Tengah,
internet sudah mulai banyak digunakan, sehingga terjadi perubahan hubungan
interaksi dari bentuk konvensional menjadi hubungan interaksi dalam bentuk cyber.
Kelompok ini tidak menggunakan tekhnologi untuk berkomunikasi saja, tetapi juga
memanfaatkan tekhnologi untuk menggali ilmu dengan belajar, mencari
pengetahuan bagaimana dengan keyakinan mereka, apakah sudah benar atau
belum.

Dalam buku The Death of Expertise (Tom Nichols) mengatakan bahwa


orang cenderung mempercayai berita yang disukainya, dan karena search engine
bekerja berdasarkan algoritma kata kunci yang sering dipanggil sehingga berita
yang paling sering diakses akan paling cepat keluar dan berada di posisi teratas.
Hal ini akan menimbulkan dunning – Kuger effect berupa Cognitive bias berupa
penyimpangan dalam proses mencari kebenaran / ilmu pengetahuan karena
16

ketidakmampuannya menilai dirinya sendiri, sehingga mengganggap dirinya paling


benar.

Muncul fenomena Jihad yang tidak mempunyai pemimpin, pelaku jihad


tidak berafiliasi dengan kelompok lain, pelaku memotivasi dirinya sendiri dan
menjadi self radikal / lone wolf (Marc Segeman dalam buku berjudul Leaderless
Jihad).

Berkembangnya budaya digital mendorong pergeseran minat generasi


milenial dari media cetak kepada media online membuat kelompok radikal lebih
suka mengakses sumber-sumber pengetahuan ke-Islaman melalui internet.
Karakteristik internet yaitu ; borderless yaitu di manapun bisa diakses,
anonameous yaitu semua platform yang ada di internet memberikan kesempatan
untuk tampil dengan nama samaran bahkan menggunakan identitas orang lain,
organize tidak saling kenal tetapi dengan kesamaan ideologi mereka dapat
melakukan tindak pidana yang sama.

15. Evaluasi.

a. Jelaskan tentang sifat-sifat dari gerakan radikal lain !

b. Jelaskan tentang pola yang digunakan oleh radikal lain !

c. Jelaskan tentang sumber konsepsi radikal lain !

d. Jelaskan kelompok- kelompok radikal di Indonesia !

BAB V
STRATEGI MENGHADAPI GERAKAN RADIKALISME

16. Umum.

Gerakan separatisme masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan


kesatuan bangsa. Dalam menghadapi ancaman gerakan separatisme ini,
pemerintahan Indonesia yakin bahwa penyelesaian masalah ini hanya dapat
17

dilakukan secara menyeluruh dan damai. Keberhasilan dalam penyelesaian


masalah separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menjadi pelajaran
penting untuk menyelesaikan masalah separatisme di daerah lainnya.
Kondisi keamanan di daerah Papua sampai saat ini masih kondusif
walaupun masih terjadi unjuk rasa dan aksi kekerasan terutama menjelang pemilu
legislatif. Bentrokan bersenjata penguasaan bandara perintis di Kampung Kapeso
dan insiden penembakan di Mimika yang menewaskan seorang warga negara
asing serta serangkaian tindakan kekerasan bersenjata setelahnya adalah
beberapa peristiwa yang memperlihatkan konflik kekerasan yang masih terjadi di
Papua.
Kejadian lain seperti aksi-aksi simbolis untuk mendukung gerakan
separatisme, seperti pengibaran bendera Bintang Kejora menunjukan bahwa
permasalahan separatisme di Papua cukup serius. Pemerintah terus
mengupayakan untuk menyelesaikan permasalahan separatisme ini, baik melalui
kegiatan represif terhadap kelompok-kelompok bersenjata maupun persuasif
melalui upaya meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Papua,
sehingga penyelesaian ini dapat diselesaikan secara komprehensif dan
menyeluruh dalam kerangka otonomi khusus bagi Papua.

17. Strategi menghadapi gerakan Radikalisme

a. Penguatan kelembagaan, saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan


tekhnologi yang sangat masif, BNPT membutuhkan personel yang memiliki
kemampuan menguasai tekhnologi.

1) Sumber daya manusia, dengan cara melatih anggota / aparat yang


sudah ada, untuk meningkatkan kemampuan di bidang tekhnologi. Polri
telah merekrut anggota Polri dari orang yang berlatar belakang IT. BNPT
juga menggunakan rekruit outshourching terhadap orang yang memiliki
kemampuan menguasai tekhnologi.

2) Pembuatan tim monitoring dan analis dengan membentuk unid-unid


kerja yang berbasis tekhnologi dengan kemampuan advance. Membentuk
tim analisa dengan melakukan analisa secara terus menerus terhadap
plaform cyberspace.
18

3) Penggunaan tekhnologi informasi untuk menemukan orang-orang


yang menebar kebencian di internet.

b. Penguatan hukum.

1) Kriminalisasi perbuatan ayat Pasal 13 A (hate speech) dan Pasal 12


B (penyebaran konten pelatihan teroris di media) dengan tujuan
mengkriminalisasi pelaku penyebar kebencian dan konten radikal di internet.

2) UU ITE.

c. Kerjasama antara aparat penegak hukum.

1) Ekspose perkara terhadap pelaku teror, sebelum dimasukkan dalam


proses peradilan, sudah melibatkan Jaksa Penuntut Umum guna
memberikan masukan kepada Penyidik tentang bagaimana membuat
konstruksi hukum. Sehingga hingga saat ini tidak ada kasus terorisme yang
dinyatakan bebas murni, salah tangkap, tidak cukup bukti atau pra
peradilan.

2) Pertemuan rutin dengan instansi terkait untuk meningkatkan


koordinasi.

3) Termasuk memberikan perlindungan dan saksi.

d. Kerja sama antar negara, karena terorisme merupakan kejahatan antar


negara dengan sharing informasi. Semua negara tidak imune terhadap aksi
terorisme.

e. Kerjasama dengan Platform media, pemilik sosial media Facebook,


telegram, whatsapp, tweeter karena kegiatan cyber patrol dilakukan untuk
mencari informasi-informasi melalui jalur mereka.

f. Deradikalisasi.

18. Deradikalisasi.

Deradikalisasi menjadi metode yang banyak diperbincangkan dalam


penanganan terorisme. Pada awalnya, pemikiran pemberantasan terorisme
19

terfokus pada penggunaan kekuatan militer, intelijen dan penegak hukum. Namun
cara-cara militer tidak dapat dterapkan di Indonesia, karena negara kita merupakan
negara demokrasi yang lebih cocok dengan cara-cara deradikalisasi yang tidak
menggunakan unsur militer. Hal ini lebih mengena di hati dan pikiran kelompok
radikal. Maka dipilihlah pendekatan yang disebut deradikalisasi.

Dalam deskripsi sederhana, deradikalisasi adalah upaya untuk mengubah


ideologi, pemikiran dan pemahaman seseorang yang semula radikal menjadi tidak
lagi radikal.Sedangkan disengagement lebih kepada proses membuka ruang bagi
perubahan perilaku seseorang untuk menolak kekerasan, menghindari atau
berhenti dari kelompok.

Deradikalisasi pada dasarnya bertujuan untuk mengubah seseorang yang semula


radikal menjadi tidak lagi radikal, termasuk diantaranya adalah menjauhkan mereka dari
kelompok radikal yang menjadi tempat mereka bernaung. Deradikalisasi bukan berarti
sebuah upaya menghadirkan pemahaman dan wawasan baru, apalagi sebagai
pendangkalan pemahaman keagamaan (Islam), melainkan sebagai upaya
mengembalikan dan meluruskan kembali pemahaman yang benar tentang agama dan
wawasan bernegara (Surya Bakti, 2016a, hal. 143). Proses deradikalisasi merupakan
salah satu metode dalam penanganan kasus terorisme dimana rehabilitasi dan reintegrasi
kepada masyarakat luas seorang pelaku terorisme menjadi tujuan utamanya. Proses ini
menjadi sarana penting dalam model penegakan hukum (law enforcement model)  dalam
penanganan terorisme.

Pelaku terorisme dalam pendekatan ini dilihat sebagai manusia secara seutuhnya,
sehingga proses penegakan hukum, penahanan, pembinaan yang tercakup dalam
disengagement dan deradikalisasi diharapkan dapat kembali menjadikan seorang pelaku
terorisme untuk meninggalkan ideologi radikal dan kembali memiliki kehidupan normal di
masyarakat. Deradikalisasi dilakukan agar individu pelaku terorisme dapat mengubah
cara pandang dan tindakan radikalnya menjadi lebih moderat dan tidak radikal.

Deradikalisasi di Indonesia Secara spesifik, strategi di bidang deradikalisasi


diarahkan kepada pencapaian dua tujuan utama: 1) Kelompok Inti dan Militan
meninggalkan cara-cara kekerasan dan teror dalam memperjuangkan misinya; 2)
Kelompok Inti, Militan dan Pendukung memoderasi paham-paham radikal mereka sejalan
dengan semangat kelompok Islam moderat dan cocok dengan misi-misi kebangsaan yang
20

memperkuat NKRI (Jakstra Deputi I BNPT).Tujuan Program Deradikalisasi yang dilakukan


oleh BNPT adalah:

a. Membina narapidana terorisme agar meninggalkan pandangan, pemikiran,


sikap, dan tindakan radikal terorisme melalui pendekatan agama, sosial, budaya,
dan ekonomi;

b. Memberikan pencerahan pemikiran kepada narapidana terorisme dengan


pengetahuan agama yang damai dan toleran serta wawasan kebangsaan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. Membina kemandirian kepada narapidana terorisme berupa pembekalan


keterampilan, keahlian, dan pembinaan kepribadian;

d. Mempersiapkan narapidana terorisme sebelum kembali dan hidup


berdampingan dengan masyarakat;

e. Membina dan memberdayakan keluarga narapidana terorisme dan


masyarakat agar dapat menerima kembali mantan narapidana teroris untuk dapat
bersosialisasi di tengah masyarakat;

f. Memberdayakan mantan narapidana terorisme, keluarga, dan masyarakat


dengan pendekatan agama, sosial, pendidikan, budaya, dan ekonomi;

g. Memberdayakan masyarakat dalam rangka meninggalkan paham dan sikap


radikal terorisme yang berkembang di tengah masyarakat;

19. Program Deradikalisasi.

Program deradikalisasi dilakukan juga selalu berpijak pada metode atau


pendekatan, sehingga terukur dan sistematis. Deradikalisasi dapat dilakukan dengan
beberapa pendekata, baik agama, sosial, pendidikan, politik, hukum, ekonomi, teknologi
dan lainnya. Sejumlah pendekatan tersebut saling terkait, berkelanjutan, dan sistematis
sehingga dapat membentuk suatu kesatuan dalam upaya deradikalisasi. Pendekatan
dalam program deradikalisasi diantaranya:

a. Pendekatan Agama
21

Pendekatan agama dalam konteks deradikalisasi menekankan bahwa setiap


agama mengajarkan umatnya untuk berperilaku penuh kasih dan sayang terhadap
sesamanya. Pesan mendasar dari setiap agama yang ada dimuka bumi adalah
hidup secara damai dengan seluruh mahluk hidup ciptaan Tuhan. Tidak ada
satupun agama yang mengajarkan pemeluknya untuk bertindak anarkis dan
menyebarkan teror.
Pendekatan agama harus mendorong untuk memahami dan meyakini
bahwa agama manapun sejalan dengan nilai dasar kemanusiaan dan
menanamkan nilai kebaikan untuk diri, orang lain, lingkungan, dan masa depan
bagi setiap penganutnya. Pendekatan agama ini terbilang strategis dalam
deradikalisasi karena agama diposisikan sebagai pandangan hidup oleh setiap
penganutnya.
b. Pendekatan Psikologis.

Pendekatan psikologis dilakukan dalam rangka mengefektifkan


implementasi program deradikalisasi. Deradikalisasi merupakan sebuah langkah
mengubah sikap dan cara pandang yang dianggap keras menjadi lunak, toleran,
damai, dan moderat.
Pendekatan psikologis digunakan agar mampu menyentuh dan memahami
bagian yang terdalam dari setiap orang ataupun kelompok. Pendekatan ini mampu
membaca dan menganalisis perilaku agresif atau kekerasan individu atau kelompok
yang disebabkan faktor internal diri ( seperti kepribadian, sikap, kecondongan diri,
ideologi dan lain sebagainya) dan faktor eksternal ( seoerti pola asuh, tekanan
kelompok, stimulasi, provokasi, dan sebagainya) sehingga dapat mencari solusi
penanganan yang cepat dan tepat dalam berbagai metode.

c. Pendekatan Sosial Budaya.

Deardikalisasi dapat diimplementasikan secara efektif diantaranya dengan


pendekatan sosial budaya berbasis kearifan lokal. Kearifan lokal yang merupakan
gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandanagn lokal yang bersifat
kebijaksanaan penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti olehanggota
masyarakat yang mampu mengendalikan aksi dan tindakan kekerasan dan teror.
22

Kearifan lokal dapat menjadi pemandu perilaku yang menentukan keberadaban,


seperti kebijakan, kesantunan, kejujuran, tenggang rasa, penghormatan dan
penghormatan terhadap orang lain.

d. Pendekatan Ekonomi.

Pendekatan ekonomi dalam deradikalisasi adalah salah satu pendekatan


yang efektif dalam rangka melakukan pemberdayaan mantan napi terorisme dan
keluarga. Pemberdayaan ekonomi menciptakan kemandirian dan kesejahteraan
mantan napi teroris dan keluarga.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa faktor kemiskinan menjadi salah satu
faktor tumbuh dan berkembangnya radikalisme dan terorisme. Dengan pnedekatan
ekonomi, pemerintah dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang bertujuan
dapat mengurangi potensi konflik dan aksi radikal terorisme dimasyarakat.
e. Pendekatan Hukum.

Pendekatan hukum digunakan dalam implementasi program deradikalisasi


guna memberikan jaminan dan payung hukum.
Pendekatan hukum dalam upaya deradikalisasi meliputi pembuatan perangkat
hukum yang mampu mempersempit peluang penyebaran paham dan aksi radikal
terorisme. Perangkat hukum deradikalisasi diharapkan lebih bersifat pemberdayaan
daripada represif. Dengan demikian, dimensi identifikasi, rehabilitasi, reedukasi,
dan resosialisasi dapat terakomodasi secara proporsional.

f. Pendekatan Politik.

Pendekatan politik untuk deradikalisasi dimaksudkan sebagai perwujudan


deradikalisasi sebagai agenda yang memperoleh legitimasi politik yang kuat.
Pendekatan politik juga berimplikasi pada lahirnya kebijakan yang komprehensif
terhadap pengembangan program deradikalisasi, baik pada tataran kewenangan
maupun implementasinya.

g. Pendekatan Teknologi.
23

Kemajuan teknologi dan komunikasi menjadi wahana yang dapat


dimanfaatkan untuk instrumen deradikalisasi. Media cetak, lektronik, maupun
jejaring sosial mudah dijumpai ditengah masyarakat. Teknologi akan memudahkan
dilakukannya kontra ideologi, kontra narasi, dan penyebaran informasi positif dan
konstruktif secara cepat kepada masyarakat luas. Pendekatan harus dilakukan
sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dan menyaingi intensitas penggunaan
teknologi oleh kelompok radikal.

20. Evaluasi.

a. Sebutkan dan jelaskan secara singkat faktor yang mempengaruhi gerakan


radikal ?
b. Sebutkan dan jelaskan strategi menghadapi gerakan radikalisme khususnya
dalam penguatan hukum!

BAB VI
SIKAP TNI AD

21. Umum.

TNI pada khususnya yang berada tegak ditengah-tengah masyarakat yang


bertugas mempertahankan bangsa dan Negara dari ancaman Negara lain, harus selalu
bersikap netral serta tidak berpihak kepada salah satu pihak, politik TNI adalah politik
Negara, bekerja atas dasar panggilan tugas Negara.
Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan sekarang ini mengarah pada
perubahan disegala bidang menuju tatanan yang lebih baik. Mengingat bahwa setiap
perubahan selalu mengandung konsekuensi baik ataupun buruk, maka apabila tidak
dilaksanakan pembinaan secara cepat dan tepat memungkinkan tumbuh menjadi potensi
ancaman terhadap pembangunan itu sendiri. Sebagai contoh, konsekuensi dari
penggusuran, penerapan kebijakan Pemerintah Daerah dan lain sebagainya. Untuk dapat
mengatasi permasalahan seperti tersebut di atas, tidak hanya dapat dilaksanakan melalui
tindakan penegakan hukum saja, namun juga diperlukan kepedulian dari segenap
komponen bangsa untuk melakukan pembinaan sebagai langkah pencegahan preventif
melalui pembinaan teritorial yang diistilahkan dengan Binter.
24

Oleh karena itu, setiap personil yang berada di dalamnya harus memengang teguh dan
berdiri tegak dalam rangka melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,
seperti tertera pada pembukaan UUD 1945.
Prajurit TNI AD khususnya tidak boleh terpengaruh oleh salah satu faham apapun, karena
jika tidak berpegang teguh kepada prinsip fundamental yang kokoh, maka pelaksanaan
tugas akan tidak dapat terlaksana dengan baik.

22. Sikap TNI AD.

Tugas TNI adalah mendeteksi keberadaan sel-sel paham radikal TNI harus
bekerja, khususnya yang bagian intelijen harus bekerja maksimal karena saat ini
munculnya paham-paham radikalisme serta kelompok-kelompok teroris sudah ada di
Indonesia.

"Jangan lupa pula prajurit TNI harus bekerja sama dengan masyarakat. Jalin kerja
sama yang baik karena biasanya masyarakat tahu keberadaan orang-orang yang diduga
sebagai jaringan kelompok-kelompok radikal," Bintara pembina desa mempunyai
peran penting dalam mengantisipasi munculnya berbagai paham radikalisme
tersebut serta kemunculan teroris di daerahnya.

a. Sikap yang dilakukan TNI AD:

1) Idiologi komunis tetap dilarang hidup dan berkembang di Indonesia


karena terbukti bahwa komunis adalah atheis, tidak berperikemanusianaan
dsn anti demokrasi sehingga keberadaan nya bertentangan dengan idiologi
pancasila
2) Tap MPRS NO XXV/MPRS/1966 harus tetap dipertahankan, karena
apabila dicabut maka gerakan komunis dapat timbul kembali
3) Mendata semua Eks Tapol/Napol., dan mengantisipasi semua
kegiatannya
4) Meningkatkan wawasan kebangsaan kepada segenap bangsa
5) Meningkatkan kemanungalan TNI dengan rakyat
6) Membangkitkan kesadaran masyarakat, melalui seminar diberbagai
kalangan masyarakat
25

7) Meningkatkan deteksi dini dengan memberdayakan tokoh


masyarakat

b. UU TNI No. 34 tahun 2004 tentang TNI, menyatakan yang dimaksud


dengan memberdayakan wilayah pertahanan adalah :

1) Membantu pemerintah menyiapkan potensi nasional menjadi


kekuatan pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi wilayah
pertahanan beserta pendukungnya, untuk melaksanakan operasi militer
untuk perang, yang pelaksanaannya didasarkan padakepentingan
pertahanan 25ystem sesuai dengan 25ystem pertahanan semesta.

2) Membantu pemerintah menyelenggarakan penyelenggaraan


pelatihan dasar kemiliteran wajib bagi warga negara sesuai dengan
perundang undangan.

3) Membantu pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan


pendukung Penyelenggaraan binter (Pembinaan potensi geografi, demografi
dan kondisi social menjadi kekuatan ruang, alat juang dan kondisi yang
tangguh untuk pertahanan Negara, selama ini dilaksanakan oleh TNI AD
secara langsung, sehingga dalam implementasinya masuk ke lembaga
fungsional dan menyadari akan kekeliruannya pada masa lalu serta harus
kembali ke jati dirinya sebagai tentara pejuang, tentara rakyat dan tentara
nasional melalui reformasi internal & dengan paradigma baru. Dalam rangka
fungsi dan perannya sebagai alat pertahanan, bersama seluruh komponen
bangsa lainnya, didukung oleh kekuatan sumber daya nasional untuk
mempertahankan Negara, Seluruh jajaran Satkowil sebagai pioneer gelar
kekuatan didalam pelaksanaan tugas binter yang berhubungan dengan
potensi wilayah dan segenap aspek komponen bangsa lainnya dalam
rangka mewujudkan kekuatan wilayah sebagai ruang, alat dan kondisi juang
yang tangguh guna kepentingan pertahanan negara untuk menciptakan
daya tangkal kewilayahan, oleh karenanya keberadaan komando
kewilayahan merupakan gelar kekuatan TNI AD yang disusun berdasarkan
strategi pertahanan negara, sedangkan penyelenggaraan fungsi Binter
merupakan bagian dari strategi pembinaan TNI AD, sehingga Binter
26

dinyatakan sudah final, sesuai dengan Surat telegram Kasad nomor : STR /
788 / 2002 tanggal 7 November 2002 Penjabaran Doktrin TNI AD Kartika
Eka Paksi secara jelas dinyatakan bahwa Binter sebagai salah satu fungsi
utama dalam rangka membangun kesadaran pertahanan aspek darat
melalui penyelenggaraan komunikasi dengan berbagai komponen
masyarakat dan aparat pemerintah terkait dalam rangka Binter, guna
kepentingan pembinaan dan penggunaan kekuaatan TNI AD. Sehingga
sudah jelas dan tidak perlu lagi ada keraguan.

23. Evaluasi:

a. Sebutkan usaha yang dilakukan oleh TNI AD dalam menangkal kegiatan


Radikal !
b. Sebutkan dan jelaskan maksud dari UU TNI No. 34 tahun 2004 tentang TNI
!

c. Coba siswa jelaskan penjabaran dari sikap yang diambil oleh TNI AD !

BAB VII
EVALUASI AKHIR PELAJARAN

24. Evaluasi Akhir.

a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan faktor pemikiran dalam penyebab


timbulnya gerakan radikal kanan!
b. Jelaskan yang dimaksud dengan kelompok radikal lainnya!
c. Jelaskan Era Pertama yang disebut “First wave” (Sebelum era tahun 2000),
dalam dinamika kelompok radikal!
d. Jelaskan beberapa faktor yang muncul di berbagai aspek kehidupan dalam
kehidupan manusia, yang dapat mempengaruhi munculnya gerakan radikal !
e. Sebutkan dan jelaskan usaha yang dilakukan oleh TNI AD dalam menangkal
kegiatan Radikal di Indonesia !

f. Jelaskan beberapa strategi dalam menghadai gerakan radikal !


27

BAB VIII
PENUTUP

25. Penutup. Demikian Naskah Departemen ini dibuat sebagai pedoman bagi
Gumil dan Pasis dalam proses belajar mengajar Combat Intel di Pusdikintel Kodiklatad.

Ditetapkan di Bogor
Pada tanggal , 24 Januari 2018

Komandan Pusat Pendidikan Intelijen,

M. Nasrullah Nasution, S.Sos.


Kolonel Inf NRP 11940018200571

Anda mungkin juga menyukai