MIGRAIN
Disusun Oleh:
Pembimbing:
DEPARTEMEN/BAGIAN NEUROLOGI
1
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Referat
Migrain
Oleh
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen/Bagian Neurologi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 11 Maret 2019 – 15 April 2019.
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWTkarena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul”Tetanus”. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Lidya,
Sp. S selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian tugas makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan telaah ilmiah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
yang berdenyut, dan lokasi nyeri umumnya di daerah frontotemporal. Migrain
merupakan suatu tipe nyeri kepala yang idiopatik.
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri
kepala neuovaskuler kambuhan dengan serangan nyeri yang berlangsung 4 – 72
jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut parah berkala, intensitas
nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai
mual muntah, fotofobia dan fonofobia. Migren merupakan ganguan yang bersifat
familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang episodic (berulang-
ulang) dengan intensitas, frekuensi dan lamanya yang berbeda-beda. Nyeri kepala
biasanya bersifat unilateral, umumnya disertai anoreksia, mual dan muntah.
Laporan World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 3000
serangan migrain terjadi setiap hari untuk setiap juta dari populasi di dunia
(WHO, 2011). Prevalensi migrain adalah 18% lebih sering terjadi pada wanita dan
6% terjadi pada pria, awitan sering terjadi di usia belasan dengan prevalensi
puncak pada usia 35-45 tahun. Sedangkan menurut Global Burden of Disease
Study 2015 (GBD2015), migrain merupakan peringkat ketiga tertinggi di dunia
yang menyebabkan disabilitas pada pria dan wanita dibawah usia 50 tahun.
Prevalensi migrain meningkat dari 4% sebelum pubertas sampai pada puncaknya,
yaitu 25% pada wanita usia subur serta berkurang setelah menopause. Kurang
lebih 30 juta penduduk Amerika Serikat dewasa (18% wanita dan 6% pria)
menderita migrain. ICHD-3 (International Classification of Headache Disorders)
mengklasifikasikan migrain kedalam dua jenis, yaitu migrain tanpa aura dan
migrain dengan aura.5 Rasio migrain dengan dan tanpa aura adalah 1:5.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa penyakit migrain masih rentan
terjadi dimasyarakat. Pada referat ini akan disajikan informasi mengenai migrain
mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosa, tatalaksana, pencegahan, komplikasi, prognosis sehingga dapat
digunakan sebagai acuan untuk dokter umum sebagai garda terdepan dalam
pelayanan dimasyarakat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Migrain sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu hemicranias (hemi :
setengah, cranium : tengkorak kepala) adalah nyeri kepala yang umumnya
unilateral yang berlangsung selama 4 - 72 jam, sekitar 2/3 penderita migraine
predileksinya unilateral, dengan sifat nyeri yang berdenyut, dan lokasi nyeri
umumnya di daerah frontotemporal dan diperberat dengan aktivitas fisik.
Menurut International Headache Society, 2013, migrain adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperberat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual, muntah, fotofobia dan fonofobia.
2.2 Epidemiologi
Laporan World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 3000
serangan migrain terjadi setiap hari untuk setiap juta dari populasi di dunia
(WHO, 2011). Prevalensi migrain adalah 18% lebih sering terjadi pada wanita dan
6% terjadi pada pria, awitan sering terjadi di usia belasan dengan prevalensi
puncak pada usia 35-45 tahun. Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk
Amerika Serikat dan 75% diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada
semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10 – 40 tahun dan angka kejadiannya
menurun setelah usia 50 tahun. Migren tanpa aura lebih sering dibandingkan
7
migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1. Penelitian di Amerika Serikat
juga menunjukkan prevalensi wanita terkena migrain dengan aura 5,3 % (dari
30,8% wanita yang terkena migrain) dan 1,9 % (dari 32% pria yang terkena
migrain). Sebanyak 81% penderita yang terkena migrain dengan aura juga terkena
migrain tanpa aura.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau
45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Berdasarkan penelitian di Amerika, dilaporkan bahwa migrain timbul pada 18,2%
wanita dan 6,5% pria di Amerika setiap tahunnya. Prevalensi migrain bervariasi
menurut umur dan jenis kelamin. Sebelum umur 12 tahun, migrain umumnya
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan, tetapi prevalensi
meningkat cepat pada anak perempuan setelah pubertas. Setelah umur 12 tahun,
perempuan lebih sering terkena migrain dibandingkan dengan laki-laki, kira-kira
hingga 2-3 kali lipat.
Onset migraine terjadi pada usia dibawah 30 tahun pada 80% kasus dan
menurun seiring bertambahnya usia. Prevalensi terbesar terjadi pada usia 35 dan
45 tahun. Onset biasanya terjadi pada usia 10 hingga 29 tahun, tetapi onset
migrain pada masa kanak-kanak tidak umum terjadi. Risiko terjadinya migren
semakin besar pada orang yang memiliki riwayat keluarga penderita migren.
Sekitar 75% sampai 80% pengidap migren memiliki anggota keluarga dekat yang
mengidap nyeri kepala.
8
2. Perubahan hormone (esterogen dan progesterone) pada wanita,
khususnya pada fase luteal siklus menstruasi.
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat)
vasokonstriktor (keju, coklat) serta zat tambahan pada makanan.
4. Stres
5. Faktor fisik, tidur tidak teratur
6. Rangsang sensorik (cahaya silau dan bau menyengat)
7. Alkohol dan Merokok
Gambar 1. Faktor Resiko Migrain; Dikutip dari : (Martin and Behbehani, 2007)
2.4 Klasifikasi
9
Secara garis besar migraine di klasifikasikan menjadi dua oleh International
Headache Society (IHS) 1988, yaitu migren tanpa aura atau common
migraine dan migren dengan aura atau classic migraine. Yang paling sering
terjadi adalah migren tanpa aura yaitu sekitar 80% dari semua pengidap
migren.
1. Migrain dengan aura atau classic migraine diawali dengan
adanya deficit neurologi fokal atau gangguan fungsi saraf/aura,
terutama visual dan sensorik bebauan seperti melihat garis
bergelombang, cahaya terang, bintik gelap, diikuti nyeri kepala
unilateral, mual dan kadang muntah kejadian ini umumnya
berurutan dan manifestasi nyeri biasanya tidak lebih dari 60
menit.
2. Migrain tanpa aura atau common migraine. Nyeri pada salah
satu bagian sisi kepala dan bersifat pulsatile dengan disertai
mual, fotofobi dan fonofobi, intensitas nyeri sedang sampai
berat, nyeri diperparah saat aktivitas dan berlangsung selama 4
sampai 72 jam.
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi migrain masih belum jelas, namun ada tiga teori yang dapat
menjelaskan mekanisme terjadinya migrain. Teori pertama adalah teori vaskular
yang menyebutkan bahwa pada serangan migrain terjadi vasodilatasi arteri ekstra
kranial. Teori kedua adalah teori neurologi yang menyebutkan bahwa migrain
adalah akibat perubahan neuronal yang terjadi di area otak yang berbeda dan
dimediasi perubahan sistem neurotransmisi. Teori ini fokus pada fenomena
depolarisasi kortikal yang menyebar yang menyebabkan munculnya aura.
Gambar 2: Teori Vaskuler Pada Patofisiologi Migrain
11
Teori ketiga menyebutkan tentang perubahan vaskular akibat disfungsi
neuronal sehingga terjadi vasodilatasi meningeal. Pada tahun 1944, Leao
memaparkan teori CSD untuk menjelaskan mekanisme migrain dengan aura.
CSD merupakan gelombang eksitasi neuronal pada substansia grisea yang
menyebar dari asalnya pada kecepatan 2-6 mm/menit menuju ke korteks oksipital.
Depolarisasi seluler menyebabkan fenomena korteks primer atau fase aura dan
mengaktivasi serat trigeminal sehingga menyebabkan fase nyeri kepala. Aspek
neurokimiawi CSD adalah pelepasan kalium atau asam amino eksitatori glutamat
dan nitrit oksida dari jaringan saraf disertai penurunan CBF (Cortical Blood Flow)
sehingga menyebabkan depolarisasi pada jaringan berdekatan dan melepaskan
neurotransmiter yang lebih banyak sehingga menyebabkan keadaan oligemia,
aktivasi sistem trigeminovaskuler, produksi metaloproteinase dan hipoksia.
Gambar 3.
12
Terdapat beberapa mekanisme lain yang mendasari terjadinya migrain,
yaitu:
i. Substrat vasoaktif dan neurotransmitter
Aktivitas saraf perivaskuler menyebabkan pelepasan substrat seperti
substansi P, neurokinin A, peptida yang berhubungan dengan
kalsitonin dan nitrit oksida sehingga menyebabkan dilatasi,
ekstravasasi protein dan inflamasi steril. Hal ini dapat mengaktivasi
kompleks trigeminoservikal. Informasi disampaikan ke talamus dan
korteks. Proses nyeri tidak hanya disebabkan aktivasi nosiseptor tetapi
juga pengurangan fungsi normal jalur kontrol nyeri endogen.
ii. Pusat migrain
Pusat migrain potensial pada batang otak menunjukkan
peningkatan Cerebral Blood Flow (CBF) pada batang otak.
Periodisitas migrain berhubungan dengan nukleus suprakiasma pada
hipotalamus yang mengontrol ritme sirkadian.
iii. Aktivasi batang otak
13
Ketika CSD terjadi pada permukaan otak, difusi ion H dan K ke
piamater dan mengaktivasi nosiseptor serat C sehingga terjadi
pelepasan neurokimia proinflamasi (peptida yang berhubungan dengan
kalsitonin) dan menyebabkan ekstravasasi plasma. Maka dari itu,
inflamasi neurogenik pada kompleks trigeminovaskuler dapat terjadi.
Ketika sistem trigeminal teraktivasi, pembuluh darah otak bedilatasi.
Jalur final nyeri kepala tajam adalah dilatasi pembuluh darah.
iv. Alodinia kutaneus
Burstein dkk mendeskripsikan fenomena alodinia kutaneus dimana
terdapat jalur nyeri sekunder pada sistem trigeminotalamik yang
tersensitisasi.
v. Jalur dopamine
Pada tahun 1977, Sicuteri memaparkan bahwa keadaan hipersentivitas
dopaminergik terjadi pada pasien dengan migrain. Beberapa gejala
migrain terjadi akibat stimulasi dopaminergik relatif.
vi. Defisiensi Magnesium
Defisiensi Mg pada otak menyebabkan agregasi trombosit dan
pelepasan glutamat sehingga menyebabkan pelepasan vasokonstriktor
(5-hidroksitriptamin).
vii. Disfungsi endotel
Disfungsi sel otot polos vaskuler menyebabkan gangguan monofosfat
guanosin siklik dan respon hemodinamik terhadap nitrit oksida. Nitrit
oksida yang dihasilkan oleh mikroglia merupakan mediator
proinflamasi sitotoksik, menginisiasi inflamasi otak melalui aktivasi
sistem neuron trigeminal.
viii. Serotonin, histamin dan migrain
Proses biokimia pada pembuluh darah perifer, dimodulasi oleh reflex
trigeminovaskuler merupakan salah satu faktor yang berperan. Hal ini
termasuk sekresi serotonin dan histamin oleh trombosit dan sel mast.
Peningkatan konsentrasi serotonin menyebabkan kontraksi pembuluh
14
darah otak. Serotonin dan histamin bekerja bersama dengan
meningkatkan permeabilitas kapiler. Kinin plasma melakukan
penetrasi pada dinding pembuluh darah dan menurunkan ambang nyeri
pada jaringan periarterial. Pembuluh darah bervasodilatasi sehingga
nyeri tajam seperti ditusuk akan terjadi. Studi imunohistokimia
menunjukkan bahwa terdapat reseptor serotonin pada neuron sensori
trigeminal, termasuk proyeksi perifer ke dura dan di antara nukleus
caudalis trigeminal (TNC) serta jalur soliter. Reseptor serotonin
ditemukan pada sel otot polos pada pembuluh darah meningen.
Aura negatif tampak seperti lubang gelap atau hitam atau bintik-bintik hitam
yang menutupi lapangan penglihatannya. Dapat pula berbentuk seperti
tunnel vision; dimana lapang pandang daerah kedua sisi menjadi gelap atau
tertutup, sehingga lapang pandang terfokus hanya pada bagian tengah
(seolah-seolah melihat melalui lorong).
17
Gambar 5: “tunnel vision” pada aura negatif
Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migrain dengan aura, sementara
pada penderita migrain tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal,
fase nyeri kepala, dan fase postdromal.
2.7. Diagnosis
Nyeri merupakan gejala yang sangat subjektif dan bervariasi tiap individu.
Oleh karena itu untuk dapat menegakkan diagnosis yang tepat dibutuhkan
kecermatan dalam anamnesis pasien. Anamnesa riwayat penyakit dan
ditegakkan apabila terdapat tanda – tanda khas migren. Untuk dapat
memudahkan mengakkan diagnosis migraine digunakan kriteria diagnosis.
Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendukung penegakan diagnosis
migrain. Migrain kadangkala sulit untuk didiagnosis karena gejalanya dapat
menyerupai gejala sakit kepala lainnya. Pemeriksaan standard yang
dilakukan adalah dengan menggunakan kriteria International Headache
Society yaitu, seseorang didiagnosis migrain jika mengalami 5 atau lebih
serangan sakit kepala tanpa aura (atau 2 serangan dengan aura) yang sembuh
18
dalam 4 sampai 72 jam tanpa pengobatan dan diikuti dengan gejala mual,
muntah, atau sensitif terhadap sinar dan suara.
Gambar 6: Hsoccratess
Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ketepatan diagnosis
migrain mencapai 95%. Apabila didapatkan kelainan neurologis saat
serangan migrain, untuk membedakan dengan kelainan neurologis lain perlu
dilakukan pemeriksaan ulang saat bebas serangan, sebelum dilakukan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut.
20
2. Migrain dengan aura, dulu disebut juga classic migrain, ophthalmic,
hemiparaesthetic, hemiplegic atau aphasic migrain, migrain
accompagnee, complicated migrain, merupakan suatu serangan nyeri
kepala berulang yang didahului gejala neurologi fokal yang reversibel
secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit.
Gambaran nyeri kepala yang menyerupai migrain tanpa aura biasanya
timbul sesudah gejala aura. Kriteria diagnostik migrain dengan aura,
yaitu:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B
dan C
B. Satu atau lebih dari gejala aura yang reversibel berikut ini:
i. Visual
ii. Sensori
iii. Bicara dan atau bahasa
iv. Motor
v. Batang otak
vi. Retinal
3. Paling sedikit dua dari 4 karakteristik berikut ini:
i. Paling sedikit 1 gejala aura yang menyebar perlahan selama ≥
5 menit dan atau dua atau lebih gejala yang terjadi berurutan
ii. Tiap gejala aura individual bertahan selama 5-60 menit
iii. Paling sedikit 1 gejala aura yang unilateral
iv. Aura diikuti dalam 60 menit oleh nyeri kepala
4. Tidak berkaitan dengan diagnosis ICHD-3 lain dan TIA telah
diekslusi.
22
2.11. Tatalaksana
Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan fisiologis,
mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media humoral (
misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri intrakranial
untuk memperbaiki aliran darah otak.
Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan
sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secara oral atau
sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak boleh
melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali
semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4 semprotan). Kontraindikasi adalah
sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang
menggunakan pil anti hamil. Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil
anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik
gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat –
obat lain. Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead, siproheptidin
hidroklorida, pizotifen, dan propranolol
Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan menghindari
faktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, yoga,
meditasi, dan hipnotis. Yang digunakan untuk menghentikan serangan migrain,
meliputi:
1. Anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), misalnya aspirin, ibuprofen,
yang merupakan obat lini pertama untuk mengurangi gejala migrain.
2. Triptan (agonis reseptor serotonin). Obat ini diberikan untuk
menghentikan serangan migrain akut secara cepat. Triptan juga
digunakan untk mencegah migrain haid.
3. Ergotamin, misalnya Cafegot, obat ini tidak seefektif triptan dalam
mengobati migrain.
4. Midrin, merupakan obat yang terdiri dari isometheptana, asetaminofen,
dan dikloralfenazon.
5. Analgesic, mengandung butalbital yang sering memuaskan pada terapi
23
6. Opioid analgesics, pada umumnya lapang perantaranya memberikan
hasil yang mengecewakan
7. Corticosteroids unsur yang membutuhkan waktu singkat untuk
mengurangi tingkat nyeri migrain
8. Isometheptene, tidak dapat digunakan pada vasoconstrictor.
Terapi pencegahan migrain digunakan untuk pencegahan migrain
diantaranya:
1. Pencegahan farmakologi, diantaranya :
a. Beta bloker, misalnya propanolol
b. Penghambat Kanal Kalsium, yang mengurangi jumlah
penyempitan pembuluh (konstriksi) darah
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin, antidepresan trisiklik, yang
terbukti efektif untuk mencegah timbulnya migrain.
d. AntikonvulsanPasien hendaknya diletakkan diruangan yang
tenang, dimana observasi dan pemanauan kardiopulmoner dapat
dilakukan secara terus-menerus, sedangkan stimulasi di
minimalisasi. Perlindungan terhadap jalan nafas bersifat vital.
Luka hendaknya dieksplorasi, dibersihkan secara hati-hati dan
dilakukan debridement secara menyeluruh.
24
Gambar 7: Alur skema penangan migren
2.12. Komplikasi
Migrain merupakan faktor risiko gangguan afektif. Jika dibandingkan
dengan populasi yang tidak mengalami migrain, penderita migrain mempunyai
risiko 3 kali lipat mengalami gangguan kecemasan, 4,5 kali lipat mengalami
depresi mayor dan 6 kali lipat mengalami gangguan panik. Selain itu, penderita
migrain mengalami gangguan spektrum afektif yang berhubungan dengan IBS
(Irritable Bowel Syndrome), fibromialgia, sindrom kelelahan kronik, epilepsi,
stroke, dan prolaps katup mitral. Komplikasi Migren adalah rebound headache,
nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti
aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan. Status Migren, yaitu nyeri kepala yang
25
lebih dari 72 jam walaupun telah diobati sebagaimana mestinya. Dan meminum
obat analgetik yang berlebihan.
2.13. Prognosis
Pada umumnya, prognosis migrain baik, dapat sembuh sempurna dengan
menghindari faktor pencetus dan meminum obat yang teratur. Biasanya
dapat membaik dan hilang setelah dekade ke-6 dan 7. Berdasarkan
penelitian potong lintang Danish, prognosis migrain cenderung baik. Dari 64
penderita migrain, 42% mengalami remisi, 38% mengalami frekuensi
migrain yang rendah, dan 20% mengalami lebih dari 14 kali migrain per hari
(prognosis buruk). Hasil yang buruk berhubungan dengan frekuensi migrain
yang tinggi dan usia kurang dari 20 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian
dalam beberapa tahun terakhir risiko untuk menderita stroke pada pasien
riwayat migren meningkat. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi
pada orang dengan riwayat migraine. (referat USU dan patof sylvii 1093)
2.13 Pencegahan
26
BAB III
KESIMPULAN
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlangsung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Merupakan penyebab nyeri kepala primer kedua terbanyak setelah Tension
Type Headache (TTH). Migrain ditandai dengan nyeri kepala yang umumnya
unilateral dengan sifat nyeri yang berdenyut, dan lokasi nyeri umumnya di daerah
frontotemporal.
Migrain secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migren tanpa aura atau
common migraine dan migren dengan aura atau classic migraine. Yang paling
sering terjadi adalah migren tanpa aura yaitu sekitar 80% dari semua pengidap
migren. Terdapat 4 fase pada migrain yaitu, fase prodormal, fase aura, fase nyeri
kepala dan fase postdormal.
Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10 –
40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun.
Diagnosis migraine dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat dengan
memperhatikan ciri-ciri khusus dari beberapa klasifikasi migraine menggunakan
kriteria diagnosis gejala POUND, Selain itu, jika ada indikasi diperlukan
menggunakan pemeriksaan penunjang seperti CT Scan, MRI atau Lumbal Punksi
untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Penatalaksanaan mencakup penatalaksanaan abortif dan preventif/profilaktif
baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Prinsip pengobatan adalah
untuk mengurangi serangan migraine dan mencegah serangan berikutnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Subandi & Danuaji R. 2014. Neurologi untuk dokter umum. Surakarta: UNS
Press.
2. Fauci A.S., et all 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th
Edition.
3. Tejpratap S.P., 2011. Tetanus: Chapter 16. CDC. VPD Surveillance Manual,
5th Edition; 2011.
4. Todar, K. 2012. Pathogenic Clostridia, including Botulism and Tetanus.
28
5. Ismanoe, G. 2009. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. jilid III.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. Bab 445.
6. Perdossi. 2013. Standar Pelayanan Medik: Tetanus.
7. Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, Parry CM. 2000.
Tetanus. Journal Neurology Neurosurgery Psychiatry, 69:292-301.
8. Taylor AM. 2006. Tetanus. Continuing Education in Anesthesia, Critical Care
&Pain, Vol 6(3):101-104.
9. Satgas Imunisasi IDAI. 2000. Jadwal Imunisasi. Sari Pediatri, vol 2 (1): 43-7.
10. Brinker. 2001. General Principles of Trauma in Review of Orthopaedic
Trauma. WB Saunders.
29