Anda di halaman 1dari 15

Referat

PEMERIKSAAN KORNEA: FULORESCEIN TEST


DAN SIEDEL TEST

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:

Dian Natalia, S.Ked 04084821921097

Pembimbing

Dr. dr. Ramzi Amin, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah

Topik

Pemeriksaan Kornea: Fulorescein Test dan Siedel Test

Oleh:

Dian Natalia, S.Ked 04084821921097

Tugas referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 24 Februari
s.d 30 Maret 2020

Palembang, Maret 2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul ”
Pemeriksaan Kornea: Fulorescein Test dan Siedel Test”.
Tugas referat ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/ Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan telaah
ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Maret 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan........................................................................................... ii
Kata Pengantar..................................................................................................... iii
Daftar Isi .......................................................... iv
Bab I Pendahuluan............................................................................................... 1
Bab II Tinjauan Pustaka....................................................................................... 2
2.1 Anatomi Kelopak Mata........................................................................... 2
2.2 Tes Fluoresin........................................................................................... 3
2.3 Tes Sidel................................................................................................. 6
Bab III Kesimpulan.............................................................................................. 10
Daftar Pustaka...................................................................................................... 11

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding


depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi sebagai lapisan pelindung bola mata
dan media refraksi yaitu tempat masuknya cahaya dari luar yang kemudian
diteruskan ke retina. Kornea harus selalu terjaga kejernihannya untuk dapat
melihat dengan baik. Trauma pada kornea dapat menyebabkan kekeruhan kornea
sehingga terjadi gangguan penglihatan.1,2
Kelainan pada kornea yang merupakan aksis visual dan juga sebagai media
refraksi dalam proses penglihatan dapat mengakibatkan adanya penurunan
kemampuan penglihatan. Kelainan pada kornea dapat terjadi akibat trauma,
infeksi, dan lain sebagainya. Salah satunya adalah pada trauma mata dapat
mengakibatkan kerusakan kornea yaitu abrasi hingga perforasi pada kornea.
Kerusakan pada kornea ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan-
pemeriksaan tertentu pada kornea.1,2
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan pada kornea
adalah pemeriksaan fluorescein dan pemeriksaan siedel. Pemeriksaan fluorescein
dilakukan untuk melihat adanya defek pada sel epitel kornea, sedangkan
pemeriksaan siedel dilakukan untuk mengetahui adanya perforasi atau kebocoran
okular dari kornea. Pada referat kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
pemeriksaan fluorescein dan pemeriksaan siedel mulai dari pengertian hingga
prosedur pelaksanaannya. 1,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis :1,2
1. Epitel
a. Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
sating tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
b. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan
ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
c. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
d. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
e. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
a. Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
b. Lapis ini tidakmempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

2
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
a. Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
komea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
b. Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 pm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom
dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada
kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.Bulbul Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana
40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea.1

2.2 Tes Fluoresin

Tes flouresin adalah tes untuk melihat adanya defek pada sel epitel kornea.
Tes fluoresin adalah tes yang menggunakan pewarna oranye (fluorescein) dan

3
cahaya biru (cobalt blue) untuk mendeteksi benda asing di mata. Tes ini juga
dapat mendeteksi kerusakan pada epitel kornea. Fluoresin adalah bahan yang
berwarna jingga merah yang bila disinari gelombang biru akan memberikan
gambaran gelombang hijau. Bahan ini dipakai untuk melihat terdapatnya defek
epitel kornea, fistel kornea atau yang disuntikan intravena untuk dibuat foto
pembuluh darah pada retina.1

Pemeriksaan fluoresin dapat menggunakan kertas fluoresin ataupun


dengan tetes. Kertas flouresin dibasahi terlebih dahulu dengan NaCl kemudian
diletakkan pada saccus konjungtiva inferior, setelah terlebih dahulu pasien
diberi anestesi lokal. Pasien diminta menutup matanya selama 20 detik,
kemudian kertas diangkat, beberapa saat kemudian kertas diangkat dan
dilakukan irigasi konjungtiva dengan larutan garam fisiologik.1

Adanya defek pada kornea akan memperlihatkan warna hijau dan disebut
sebgai uji flouresin positif. Prinsip kerja tes fluoresin memanfaatkan zat warna
fluoresin yang akan berubah menjadi hijau pada media alkali. Zat warna
fluoresin yang menempel pada epitel kornea yang mengalami defek akan
memberikan warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa.
Selain itu ada teori yang menjelaskan pada defek epitel kornea akan terjadi
pelepasan lisozim yang kemudian akan berikatan dengan fluor dalam larutan
fluoresin sehingga menimbulkan warna hijau. Berberapa tujuan dilakukannya
tes fluoresin ini adalah sebagai berikut: 1,3

a. Mengidentifikasi kedalaman defek pada kornea.


b. Membantu memperjelas posisi benda asing pada permukaan kornea dan
menentukan apakah terdapat infeksi pada permukaan kornea sebagai hasil
dari benda asingnya.
c. Mengetahui abnormalitas produksi air mata (dry eyes)
d. Abrasi kornea (goresan pada permukaan kornea)
e. Ulkus kornea
f. Keratoconjunctivitis sicca

4
Pada pemeriksaan fluresin pasien diberikan obat anastesi topical (obat
tetes mata). Pada pemeriksaan menggunakan kertas fluorescin, sepotong
kertas blotting yang mengandung pewarna diletakkan di saccus konjungtiva
inferior selama 20 detik, pasien diminta untuk berkedip untuk menyebarkan
pewarna sekitar dan melapisi “film air mata” dan menutupi permukaan kornea
dan kemudian dilihat memlaui lampu cobalt blue.1

A B

Gambar 1 : Pemeriksaan fluoresin berupa eye drop (A), dan berupa kertas dengan
fluoresin (B).

Pada pemeriksaan dengan menggunakan zat warna fluoresein tetes, mata


tetap diberikan topikal anestesi menggunakan pantokain 0,5%, zat warna
fluoresein diteteskan pada mata yang ingin diperiksa (1 tetes). Selanjutnya zat
warna diirigasi dengan menggunakan aqua bides atau larutan garam fisiologis
sampai air yang digunakan untuk mengirigasi tidak berwana hijau lagi, setelah
itu kornea dilihat dengan seksama dengan memakai lampu biru untuk melihat
apakah terdapat defek pada kornea. Bila terdapat warna hijau pada kornea
berarti terdapat defek pada epitel kornea, defek ini dapat dalam bentuk erosi
kornea atau infiltrat yang menandakan adanya kerusakan epitel. 1,3

5
A B

Gambar 2: Defek pada epitel kornea dengan cahaya biru atau cobalt blue (A), dan
dengan cahaya biasa (B)

2.3 Tes Siedel

Tes siedel sering disebut sebagai uji fistel adalah tes yang dilakukan
untuk mengetahui adanya perforasi kornea. Tes ini berguna untuk mengetahui
letak kebocoran kornea. Test Seidel ini diberi nama berdasarkan penemunya
yaitu seorang Ophthalmologist atau dokter Mata asal dari Jerman yang
bernama Erich Seidel pada tahun antara 1882 hingga 1948.1,3

Penggunaan test Seidel dilakukan untuk mengetahui adanya perforasi atau


kebocoran okular dari kornea, sklera atau conjungtiva setelah cedera, kadang –
kadang bisa juga kebocoran akibat penyakit pada kornea. Awal mula test ini
dilakukan dengan cara menempelkan flouresin 10% pada kornea, dengan
dilakukan sedikit penekanan pada korna. Apabila terdapat lubang di kornea,
maka floresin akan tercecer oleh aquos humor dan keluar sehingga tampak
sebagai suatu aliran. Aqueous humor adalah bening pada bola mata bagian
depan atau bilik mata depan (Camera Okuli Anterior atau COA) dan cairan air
mata ini yang menutupi konjungtiva dan membahasi lapisan permukaan mata.4

Pada konjungtiva inferior ditaruh kertas fluoresin atau diteteskan fluoresin.


Kemudian dilihat adanya cairan mata yang keluar dari fistel kornea. Bila

6
terdapat kebocoran kornea atau adanya fistel kornea akan terlihat pengaliran
cairan mata yang berwarna hijau mulai dari lubang fistel. Cairan mata terlihat
bening dengan disekitarnya terdapat larutan fluoresin yang berwarna hijau.1

Lapisan kornea juga merupakan lapisan transparan dan bila terjadi


kebocoran pada mata akibat cidera, atau penyakit maka cairan Aquos humor ini
mengalir keluar dari mata. Namun karena kornea itu tranparan maka,
kebocoran air ini hilang dan lokasi kebocoran tidak dapat diidentifikasi. Jadi,
jika pewarna disuntikkan atau dibasahkan di permukaan kornea maka tempat
kebocoran dapat diidentifikasi dengan melihat pewarna yang bocor keluar dari
luka. 4

Gambar 3. Tampak gambaran tes siedel pada pada kebocoran kornea

Pemeriksaa siedel ini biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi


kebocoran okular setelah cedera bola mata, untuk mengevaluasi konfigurasi
sayatan katarak tanpa jahitan yang berbeda, dan pada pasca operasi untuk
memastikan penutupan luka yang tepat setelah penyaringan bleb. Sedangkan
Kontraindikasi dilakukan seidel test ini adalah perforasi bola mata yang jelas,
perforasi kornea, laserasi mata tebal penuh, hipersensitivitas terhadap
Fluorescein, dan jangan berikan tekanan pada mata saat tes (risiko ekstrusi
jaringan mata). 4

7
Pada seidel test digunakan pewarna Fluoresenin 10% berupa
Resorcinolphthalein yang merupakan senyawa organik sintetis tersedia warna
oranye gelap atau merah. Fluorescein yang terkonsentrasi akan terdilusi oleh
kebocoran yang akan mengalir ke bawah karena gravitasi dan pada
pemeriksaan slit lamp dengan menggunakan cahaya biru kobalt, kebocoran ini
akan tampak hijau terang. Teknik melakukan test seidel ini adalah sebagai
berikut: 4

a. Pertama – tama siapkan lampu dan jelaskan prosedur kepada pasien

b. Tetes mata dengan anestetik topikal setelah itu dengan hati-hati tempelkan
strip pewarna Fluoresen yang sudah dibasahi ke konjungtiva superior.
(Dalam air mata kornea, pewarna biasanya dapat diterapkan pada
konjungtiva superior, memungkinkan pewarna mengalir di atas kornea.
Keuntungan lain menggunakan fluorescein ke konjungtiva superior di atas
lesi yang dicurigai adalah fenomena Bell dimana mata berputar ke atas dan
ke luar.)

c. Minta pasien untuk berkedip sekali dan visualisasikan situs yang terluka di
bawah sumber cahaya biru kobalt dengan menggunakan slit lamp.

d. Perkirakan laju dan volume cairan yang keluar dari luka.

e. Oleskan tetes mata antibiotik topikal

8
Gambar 4. Mata dengan siedel test (+)

Dalam perkebangannya seidel test juga digunakan tidak untuk test


kebocoran pada kasus trauma pada mata atau kebocoran pada kornea akibat
penyakit mata tapi juga digunakan untuk test kebocoran pada pembedahan dan
yang sering dilakukan pada saat selesai tindakan operasi katarak tanpa jahitan
(fakoemulsifikasi) hanya saja penggunaan Fluoresenin 10% digantikan dengan
bethadine yang di oleskan dibibir luka insisi pada kornea dan dilihat di bawah
mikcroskop untuk melihat adanya kebocoran dari aliran cairan dalam bilik
mata depan. 1,4
Penetrasi ketebalan penuh (full thickness) harus diperlakukan sebagai
keadaan darurat dan membutuhkan perbaikan segera. Perawatan harus
dilakukan untuk melindungi mata. Laserasi kornea yang terlokalisir diobati
dengan menggunakan lensa kontak perban atau penambalan tekanan, bersama
dengan pemberian tetes antibiotik. Setiap penutupan luka yang tidak adekuat
atau penutupan sayatan perlu dievaluasi ulang. Cyanoacrylate dan lensa
kontak perban dapat diterapkan untuk menutup luka. Antibiotik spektrum luas
juga diindikasikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya keratitis bakteri
atau endophthalmitis. Profilaksis tetanus diberikan pada adanya perforasi
mata.4

9
BAB III
KESIMPULAN

Kornea merupakan merupakan aksis visual dan juga sebagai media


refraksi mata yang berperan dalam proses penglihatan. Kornea terdiri dari lima
lapisan yaitu epitel, membran bowman, stroma, membrane descement, dan
endotel. Kelainan pada kornea dapat mengakibatkan adanya penurunan
kemampuan penglihatan. Trauma pada mata dapat mengakibatkan kerusakan
kornea yaitu abrasi hingga perforasi pada kornea. Kerusakan pada kornea ini dapat
diketahui dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu pada kornea.1,2
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan pada kornea
adalah pemeriksaan fluorescein dan pemeriksaan siedel. Pemeriksaan fluorescein
dilakukan untuk melihat adanya defek pada sel epitel kornea, sedangkan
pemeriksaan siedel dilakukan untuk mengetahui adanya perforasi atau kebocoran
okular dari kornea. Pada konjungtiva inferior ditaruh kertas fluoresin atau
diteteskan fluoresin. Adanya defek pada kornea akan memperlihatkan warna hijau
dan disebut sebgai uji flouresin positif. Prinsip kerja tes fluoresin memanfaatkan
zat warna fluoresin yang akan berubah menjadi hijau pada media alkali. Adanya
cairan mata yang keluar dari fistel kornea. Bila terdapat kebocoran kornea atau

10
adanya fistel kornea akan terlihat pengaliran cairan mata yang berwarna hijau
mulai dari lubang fistel. Cairan mata terlihat bening dengan disekitarnya terdapat
larutan fluoresin yang berwarna hijau.
Kerusaka pada lapisan kornea harus segera diatasi sebagao cari mencega
kerusakan penglihatan permanen. Perawatan harus dilakukan untuk melindungi
mata. Laserasi kornea yang terlokalisir diobati dengan menggunakan lensa kontak
perban atau penambalan tekanan, bersama dengan pemberian tetes antibiotik.
Antibiotik spektrum luas juga diindikasikan untuk mengurangi kemungkinan
infeksi lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2009. h:1-12.
2. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984.
h:1-8.
3. Atul Kumar, M B Thirumalesh, Use of Dyes in Ophthalmology. Journal of
Clinical Ophthalmology and Research. Januari-April 2013
4. Christopher R. Stelton dan Mehul Rameshbhai Patel. Siedel Test. American
Academy of Ophthalmology. Maret 2020

11

Anda mungkin juga menyukai