1. Definisi
Gangguan bahasa adalah gangguan yang mencakup kemampuan untuk mengartikan
atau mengungkapkan informasi melalui simbol-simbol yang dapat dimengerti.Gangguan
bahasa dibagi menjadi gangguan seseorang untuk memahami (reseptif/ komprehensif),
atau memproses dan memproduksi komunikasi (ekspresif). Bahasa reseptif adalah
kemampuan untuk memahami, termasuk keterampilan visual (membaca, sign language
comprehension) dan auditory (mendengar). Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk
memproduksi simbol komunikasi. Luaran dapat berupa visual (menulis, bahasa isyarat)
atau auditory (bicara).Gangguan bicara adalah gangguan pada kemampuan untuk
mengungkapkan informasi dalam bentuk bahasa verbal (kata-kata).
2. Etiologi
1. Faktor biologi
- Gangguan pendengaran
- Kelainan organ bicara dan bahasa
- Retardasi mental
- Kelainan genetik atau kromosom
- Gangguan perkembangan bahasa, gangguan bahasa spesifik (Specific
Language Impairment)
- Autisme
- Mutisme selektif
- Afasia reseptif
- Sindroma Landau-Kleffner (sangat jarang)
- Penyakit metabolik dan neurodegeneratif
2. Faktor lingkungan
- Lingkungan yang sepi
- Status sosial ekonomi
- Teknik pengajaran yang salah
- Sikap orangtua
- Lingkungan yang kurang memberikan stimulasi
- Child abuse
- Pemakaian bahasa bilingual
3. Bentuk Klinis
Kecurigaan adanya gangguan perkembanganbahasa menurut Aram DM
1. Pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap
suara yang datang dari belakang atau samping.
2. Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri.
1
3. Pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata jangan,
dada dan sebagainya.
4. Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal.
5. Pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk, kemari,
berdiri)
6. Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh.
7. Pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan terdiri dari 2 buah
kata.
8. Setelah usia 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat sedikit.
9. Pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga.
10. Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana.
11. Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat-kalimat
sederhana.
12. Pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang diluar keluarganya.
13. Pada usia 31/2 tahun selalu gagal menyebut kata akhir (ca untuk cat, ba untuk ban,
dll)
14. Setelah usia 4 tahun tidak lancar baerbicara .
15. Setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan.
16. Pada usia berapa saja terhadap hipernasalitas dan hiponatalitas, sangat keras dan
tidak dapat didengar serta terus menerus memperdengarkan suara serak.
2
BERAT Keterlambatan lebih berat dari Disfasia reseptif dan tuli persepsi
akusisi dan bahasa, gangguan
pemahaman bahasa
SANGAT Gangguan pada seluruh Tuli persepsi dan tuli sentral
BERAT kemampuan bahasa
4. Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisis
1. TB. PB, Lingkar kepala
2. Pemeriksaan organ bicara ( ada tidaknya tounge tie, labiopalatoschizis)
3. Pemeriksaan THT ( tuli konduksi, tuli sensorineural, otitis media, atresia choanae)
4. Pemeriksaan craniofacial (hidrosefalus, hidransefali, kraniosinostosis, katarak)
5. Evaluasi perilaku, mengamati anak saat bermain sangat membantu dalam
mengidentifikasi gangguan tingkah laku, sebagai contoh:
a. Cara berkomunikasi dengan cara lain seperti isyarat, atau penggunaan kode-kode
yang dapat dimengerti oleh lawan komunikasinya pada anak dengan gangguan
pendengaran.
b. Bicara meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain pada anak
autisme
Cemas, pemalu, tidak percaya diri serta tidak mampu bicara pada situasi sosial tertentu
pada anak dengan mutisme selektif
Pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Banding
- Gangguan pendengaran
- Retardasi Mental
- Autisme
7.Pemeriksaan Penunjang
1. Tes pendengaran
2. Tes IQ
8.Terapi
-Cari faktor penyebab, bila mungkin diatasi.
-Terapi bicara
Ad.A. Konsultasi
3
Psikiater anak
Bila ada gangguan bahasa dan tingkah laku.
Ahli THT
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran
Ahli syaraf anak
Untuk mengetahui adanya kelainan neurologi
Mencari penyakit metabolik dan gangguan organik lainnya.
4
Anak dengan gejala gangguan bicara dan berbahasa
Rujuk ke:
Gangguan organik alat bicara Ya Bedah Mulut /
Neuropediatri
Tidak
Gangguan Retardasi
Pendengaran Motorik : Palsi serebralis Mental
Personal Sosial : Autisme
Tidak Ya
ADHD
Tidak bicara
hanya pada Gangguan Perkembangan bicara dan berbahasa :
lingkungan Tipe ekspresif
tertentu Tipe reseptif – ekspresif Terapi wicara
Gangguan fonologi Psikiater /
Gagap Psikolog
Kelainan Suara
Mutisme Selektif
Psikiater /
Halusinasi, gangguan pikiran Skizofrenia anak Psikolog
9. Edukasi
10.Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
5
Ad functionam : dubia ad bonam
11.Kepustakaan
CEREBRAL PALSI
Rismarini, Yudianita Kesuma
1. Pengertian
Cerebral Palsi merupakan suatu sindroma yang memperlihatkan kelainan pada fungsi
motorik berupa kelainan gerak dan posturkarena lesi yang statik akibat gangguan
pertumbuhan, trauma atau infeksi syaraf motorik yang terjadi pada masa pertumbuhan
6
2.Anamnesa
1. Riwayat perkembangan motoric
2. Riwayat perkembangan yang lain: bahasa personal sosial dan kognisi
3. Adanya faktor resiko (prenatal, perinatal, postnatal)
Faktor prenatal
a) Polihidramnion
b) Ibu dalam pengobatan hormon tiroid, esterogen, atau progesterone
c) Ibu dengan proteinuria berat atau hipertensi
d) Ibu terpapar merkuri
e) Multiple/malformasi kongenital mayor pada bayi/kelainan genetic
f) Bayi laki-laki/kehamilan kembar
g) Perdarahan pada trimester ketiga kehamilan
h) Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine (IUGR)
i) Infeksi virus kongenital (HIV, TORCH)
j) Radiasi
k) Asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, masalah lain pada
plasenta, anoksia maternal, kelainan umbilicus, ibu hipertensi, tosemia
gravidarum)
l) DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar.
Faktor perinatal
a) Bayi premature; umur kehamilan kurang dari 30 minggu
b) Berat badan lahir kurang dari 1500 gram.
c) Korioamnionitis
d) Bayi bukan letak kepala
e) Asfiksia perinatal berat
f) Keadaan hipoglikemia lama atau menetap
g) Kelainan jantung bawaan sianosis
Faktor postnatal
a) Infeksi (meningitis, ensefalitis yang terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan.
b) Perdarahan intracranial (pada bayi premature, malformasi pembuluh darah
atau trauma kepala)
c) Leukomalasia periventricular
d) Hipoksik-iskemik (pada aspirasi meconium), HIE (hipoksik-iskemik
ensefalopati)
e) Kern – icterus
f) Persistent fetal circulation atau persistent pulmonary hypertension of the
newborn
g) Penyakit metabolic
h) Racun : logam berat, gas CO
3. Pemeriksaan Fisik
7
- Sering ditemukan gerakan-gerakan yang tidaak terkontrol seperti korea, atetosis,
tremor
- Refleks primitif terlambat menghilang atau meningkat intensitasnya
- Dapat ditemukan gangguan pada otot facial atau oromotor
4.Kriteria Diagnosis
1. Riwayat keterlambatan perkembangan motorik
2. Adanya defisit neurologis sesuai dengan tipe dan derajatnya
3. Riwayat perkembangan yang lain: bahasa personal sosial dan kognisi
4. Adanya faktor resiko (prenatal, perinatal, postnatal)
5.Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat perkembangan motorik
Riwayat kehamilan ibu
Riwayat kelahiran
Adanya faktor risiko
2. Pemeriksaan fisik
Ditemukanya kelainan neurologis sesuai dengan tipenya
Berdasarkan kelainan klinik yang lebih menonjol ditemui, dapat digolongkan sebagai :
Spastic Cerebral Palsy
a. Spastic hemiphlegia (G80.2)
b. Spastic tetraphlegia (G80.0)
c. Spastic diphlegia (G80.1)
d. Spastic paraphlegia
e. Spastic monophlegia dan triphlegi
Dyskinetik Cerebral palsy
a. Athetosis (G80.4)
b. Chorea athetosis
c. Bentuk-bentuk lain
Ataxic Cerebral palsy (G80.8)
Bentuk-bentuk campuran
3. Pemeriksaan penunjang
Untuk mencari faktor risiko dan untuk menyingkirkan penyebab yang masih aktif atau
progresif
6. Diagnosis Banding
8
Keterlambatan perkembangan motorik
7.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan faktor risiko yang mendasarinya seperti
EEG, foto kranium, CT-scan dan laboratorium, berguna untuk menyingkirkan penyakit
yang masih aktif atau progresif
8.Terapi
1. Sebaiknya diakukan sedini mungkin secara multidisipliner dan mengikutsertakan
orangtua/ keluarga.
2. Pengobatan medikamentosa ditujukan untuk mengurangi spastisitas, menghilangkan
bangkitan epilepsi, serta mengontrol gerakan abnormal.
3. Pemberian piracetam dosis 80-120 mg/kg/hari, terbukti memperbaiki perkembangan
motorik dan mental.
4. Usaha rehabilitasi, dilakukan fisioterapi, terapi bicara sedini mungkin dan kadang-
kadang diperlukan tindakan terapi orthopedis.
5. Pendidikan penderita yang mengalami retardasi mental dengan menyekolahkannya di
Sekolah Luar Biasa (SLB).
6. Melakukan penerangan / bimbingan kepada orang tua serta masyarakat agar
penderita dapat hidup wajar
9.Edukasi
a. Rencana pengobatan
b. Pengobatan jangka panjang, dan memerlukan kerja sama dengan keluarga
c. Prognosis
10.Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
11.Kepustakaan
1. Johnston VM. Cerebral Palsy. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007. h. 2494-5.
2. Palmer FB, Hoon AH. Cerebral Palsy. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development
and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 145-51.
3. Blasco PA. Motor Delays. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and
Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h 42-7.
4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community
Paediatrics.Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh: Churcill; 2003. h. 469-78.
6. Marwa OE, Sadia AT, Mohaed EA Ahmed MA Ade EM, Mohamed HM. Role of
piracetam in treatment of cerebral palsy disease. Journal of
Behavioral health. 2012;1(1): 53-58
7. Soetjiningsih, Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak, Edisi 2. EGC. 2012. H.527-57.
9
AUTISME
Rismarini, Yudianita Kesuma
1. Pengertian
Autisme adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasive) dengan
karakteristik gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku yang gejalanya mulai
tampak pada anak sebelum usia 3 tahun.
Menurut PPDGJ-III (Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa-III) 1993, autisme
digolongkan gangguan perkembangan pervasive (Pervasive Developmental Disorder;
PDD)
Menurut DSM-IV yang tergolong dalam PDD adalah
10
- Autistic disorder (autisme)
- Asperger syndrom
- PDD Not Otherwie Spesified (PPD –NOS)
- Childhood disintegratif disorders
- Rett Syndrom
2. Anamnesa
Gejala autisme biasanya timbul sebelum anak berusia 3 tahun. Pada sebagian anak
gejala-gajala bisa sudah ada sejak lahir yang akan tampak makin jelas setelah anak
mencapai 3 tahun.
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal
Telambat bicara
Meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain
Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi
Meniru atau membeo (echolalia)
Pandai meniru nyanyian, nada maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya
Sebagian (20 %) anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa
Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan
tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Menolak / menghindar untuk bertatap mata (kontak mata tidak ada)
Tak mau menengok bila dipanggil
Seringkali menolak untuk dipeluk
Tidak ada usaha melakukan interaksi dengan orang lain, asyik main sendiri
Bila didekati untuk diajak main malah menjauh
3. Gangguan dalam bidang perilaku
Pada anak autis terdapat perilaku yang berlebihan dan kekurangan
Contoh perilaku yang berlebihan:
Hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, lari ke sana ke mari tak terarah,
melompat-lompat, berputar-putar, memukul-mukul pintu atau meja, mengulang-
ulang gerakan tertentu. Perilaku ini dapat membahayakan diri sendiri dan dapat
berupa agresifitas melawan orang lain
Perilaku yang kekurangan, contohnya:
o Duduk dia bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara monoton
dan kurang variatif secara berulang-ulang.
o Duduk diam terpaku oleh sesuatu hal, misalnya bayangan atau benda yang
berputar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti sepotong
tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya
dan dibawa ke mana-mana
4. Gangguan dalam bidang perasaan/ emosi
Tidak ada atau kurangnya empati, misalnya melihat anak menangis tidak merasa
kasihan melainkan merasa terganggu sehingga anak yang menangis tersebut
mungkin didatangi dan dipukulnya
Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum). Terutama bila tidak mendapatkan
apa yang diinginkannya, ia bisa menjadi agresif dan destruktif (merusak)
11
5. Gangguan dalam persepsi sensoris (tactile, auditory hipersensity )
Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja
Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
Tidak menyukai rabaan atau pelukan
Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar
6. Gangguan tidur dan makan
7. Gangguan efek dan mood (suasana hati)
8. Gangguan kejang
9. Aktivitas dan minat yang terbatas
10. Gangguan kognitif : 75-80% anak autis mengalami retardasi mental.
Gejala-gejala diatas tidak harus ada semuanya pada setiap anak, tergantung pada
berat atau ringannya keadaan autisnya.
3. Pemeriksaan Fisik
- Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dapat normal atau abnormal
- Anak tidak menjalin interaksi soaial yang memadai seperti : kontak mata kurang atau
tidak ada, tidak mau bermain dengan teman
- Ada gerakan repetitif , stereotipik, hiperaktif, dan hipoaktif
- Skrining dengan Checklist for Autism in Toddler
4.Kriteria Diagnosis
Berikut ini merupakan kriteria diagnosis ASD menurut DSM V:
Terdapat gejala yang memenuhi kriteria A, B, C, dan D yang ditemukan saat ini atau dari
riwayat.
Defisit dalam hubungan sosial-emosional secara timbal balik: pendekatan sosial yang
aneh; percakapan tidak bisa dua arah; tidak bisa berbagi minat, emosi, afek; tidak bisa
memulai/ merespons interaksi sosial
Defisit dalam komunikasi non verbal dalam interaksi sosial: kurang dapat
menggunakan/ mengartikan bentuk mata, gestur tubuh, ekspresi wajah, dan
komunikasi non verbal.
Defisit untuk mengembangkan, mempertahankan, dan mengerti suatu relasi sosial:
sulit beradaptasi di lingkungan tertentu, sulit berteman, berbagi minat/ permainan.
B. Perilaku, minat, aktifitas yang terbatas dan repetitif/ monoton, minimal 2 gejala:
12
D. Gejala menyebabkan hambatan yang bermakna dalam kehidupan sosial dan
fungsional sehari-hari.
6.Diagnosis Banding
- Anamnesis
Riwayat gangguan perkembangan bicara dan bahasa
Riwayat gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku
- Pemeriksaan fisikterdapat gangguan perilaku yang khas yaitu hiperaktif atau hipoaktif,
gerakan stereotipik. repetitive, echolalia, dan tidak ada kontak mata.
- Pemeriksaan penunjang
- Tes pendengaran
- Tes IQ
7.Pemeriksaan Penunjang
-Test IQ
8.Terapi
Tujuan :
- mengurangi masalah perilaku yang abnormal
- meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama
dalam penguasaan bahasa
Ditangani oleh satu tim kerja yang terpadu yang terdiri dari: tenaga pendidik, tenaga
medis (psikiater, dokter anak), psikolog. Ahli terapi wicara, pekerja sosial, fisioterafis dan
perawat
Berbagai jenis terapi yang harus di jalankan secara terpadu tersebut, sesuai dengan
keadaan dan keperluan anak, mencakup :
1. Terapi medikamentosa
2. Terapi nonmedikamentosa
1. Terapi medikamentosa:
Pada penderita autisme dengan gejala-gejala seperti tempertantrum, agresifitas,
melukai diri sendiri dan perilaku stereotifik, pemberian obat akan membantu
memperbaiki perilaku dan respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah
menerima terapi yang lain. Obat-obat yang diberikan adalah obat-obat yang
mempengaruhi kerja sel otak dan memperbaiki abnormalitas kadar neurotransmitter,
seperti:
- Risperidon, dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg, dapat dinaikkan 0,05 mg setiap 1 – 2
minggu, dosis bisa mencapai 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki hubungan sosial,
atensi, agresifitas, hiperaktifitas dan perilaku menyakiti diri sendiri.
13
- Aripiprazole, dimulai dengan dosis 2 mg sekali sehari, dapat dinaikkan bertahap
hingga maksimal 10 mg/hari.Dapat mengurangi gangguan iritabilitas yang
berhubungan dengan autis (tantrum, agresivitas, perubahan mood tiba-tiba,
perilaku yang merugikan diri sendiri). Digunakan pada anak usia 6-17 tahun.
- Haloperidol, dosis 0,25-3 mg/ hari, dibagi 2-3 dosis. Dapat memperbaiki agresifitas,
hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotifik.
- Thioridazine, dosis 0,5-3 mg/ kg/ hari dibagi 2-3 dosis. Dapat menurunkan
agresifitas dan agitasi.
2. Terapi nonmedikamentosa:
- Terapi perilaku
Keadaan hiperaktifitas, impulsifitas, gerakan stereotifik, cara bermain yang tidak
sama dengan anak lain, juga adanya agresifitas, temper tantrum, dan cenderung
melukai diri sendiri memerlukan intervensi perilaku.
Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Applied Behavioral Analysis). Usia
terbaik adalah sekitar 2-3 tahun dan intensitas terapi sekitar 40 jam perminggu.
- Terapi bicara
Terapi bicara perlu dilakukan sejak dini dengan intensif bersama dengan terapi
lain.
- Terapi okupasi
Terapi okupasi diperlukan untuk melatih motorikhalus dan ketrampilan agar anak
dapat melakukan gerakan memegang, menggunting, menulis dengan terkontrol
dan teratur.
- Sensori integrasi
Sensori integrasi adalah pengorganisasian informasi melalui semua sensori yang
ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran,
body awareness dan gravitasi) untuk menghasilkan respons yang bermakna.
- AIT (Auditory Integration Training)
Diberikan kepada individu yang hipersensitif terhadap suara dan mengganggu
pendengaran mereka. Mulanya ditentukan suara yang mengganggu pendengaran
dengan perangkat audiometer. lalu diikuti seri terapi yang memperdengarkan
suara-suara yang direkam, tetapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan.
Selanjunya dilakukan desnsitisasi terhadap suara yang menyakitkan tersebut.
- Terapi Edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan ketrampilan sosial, ketrampilan sehari-hari agar
anak dapat mandiri. Salah satu metode yang banyak dipakai adalah metode
TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication
Handicapped Children). metode ini sangat terstruktur, mengintegrasikan metode
klasik yang individual, metode pengajaran yang sistematik, terjadwal dan dalam
ruang kelas yang ditata khusus.
- Terapi diet
Terapi diet bebas glutein dan casein bersifat individual. Dapat dipertimbangkan
bila dengan diet tersebut ada penurunan hiperaktifitas
9.Edukasi
1. Pengobatan bersifat jangka panjang
2. Sangat memerlukan kerja sama dengan keluarga
3. Terapi bicara dirumah
4. Sekolah dan pendidikan khusus
14
10.Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Dengan penatalaksanaan yang tepat dan terpadu gejala-gejala autistiknya bisa dikurangi
semaksimal mungkin. Bila anak tersebut mempunyai kecerdasan yang normal atau
tinggi, tidak tertutup kemungkinan ia bisa mencapai jenjang pendidikan yang tinggi.
Prognosis penyandang autisme sangat tergantung dari diagnosis dini, berat ringannya
gejala, kecerdasan anak, umur pada saat terapi, kemampuan bicara dan terutama
intensitas terapi. Keterlibatan orang tua sangat mempengaruhi dan penting dalam
membantu kemajuan anaknya .Penyandang autisme dikatakan “sembuh” bila ia telah
bisa membaur dan mandiri dalam masyarakat.
11.Kepustakaan
1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 87-8
2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral
Pediatric. Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9.
3. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh; Churcill; 2003. h. 469-78.
4. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad.
Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:1079-95
5. Maestro S, Muratori F. Attentional skill during the first 6 month of age in autism
spectrum disorder. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002; 41:10
6. Brereton AV, Tonge BJ. Screening young people for autism with the developmental
behavior check-list. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002; 41:11
7. Baird G, Charman T. A screening instrument for autism at 18 months of age: A 6-
year follow up study. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:6
8. Alisjahbana A. Tanda awal dari autisme. Disampaikan pada konferensi nasional
autism-1. Jakarta, 2-4 Juli 2003.
9. Filipek PA, Acardo PJ, Aswahwal S, Baronek GT, Cook EH, Dawson G, dkk.
Practise parameter: screening and diagnosis of autism. Neurology.2000.; 55: 468-79
10. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders.
Washington: American Psychiatric Association; 1994. h 66-71.
11. Randall O, Linmarie S, Ronal NM, Patricia CL George M, Roert DM, William HC ,
Robert LF. Aripiprazole in the treatment of irritability in children and adplesscents with
autistic disorder. Pediatric 2009;124;1533-1540
12. Nazni P, Wesely EG, Nishadevi V. Impact of Casein and Glutein Free Dietary
Intervention on selected Autistic Children. Iran J Pediatr 2008:18:244-250
15
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
Rismarini, Yudianita Kesuma
1. Pengertian
ADHD adalah kelompok gangguan tingkah laku (sindroma tingkah laku) yang terdiri dari
gangguan hiperaktif dan/atau impulsif dan/atau kurang perhatian (inatentif) yang tampak
pada awal kehidupan anak dan akan menetap setelah masa anak dan remaja, walaupun
manifestasi tingkah laku berubah tergantung rentang perkembangan
2.Anamnesa
16
1. Riwayat perkembangan
2. Riwayat keluarga
3. Riwayat gangguan perilaku seperti inattensi, hiperaktivitas,
dan impulsivitas
3.Pemeriksaan Fisis
4.Kriteria Diagnosa
A. Gejala inatensi dan atau hiperaktif impulsif menetap yang berdampak terhadap
fungsi atau perkembangan, ditandai dengan karakteristik (1) dan/atau (2).
a. Seringkali gagal memperhatikan baik-baik suatu hal yang detail atau membuat
kesalahan, sembrono pada tugas sekolah, pekerjaan atau aktifitas lain.
d. Seringkali tidak mengikuti dengan baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan
tugas sekolah, pekerjaan atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena
perilaku melawan atau kegagalan untuk mengikuti instruksi)
f. Seringkali menghindari atau sangat tidak menyukai tugas (misal tugas sekolah) yang
membutuhkan dukungan usaha mental.
17
B. Hiperaktif –Impulsif
a. Seringkali tangan dan kaki tidak bisa diam atau mengetuk-ngetukkan tangan dan
kaki, menggeliat di kursi
b. Seringkali meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau pada situasi lain dimana
diharapkan agar anak tetap duduk.
c. Berlarian atau memanjat secara berlebihan dalam situasi dimana perilaku seperti ini
tidak tepat (pada masa remaja atau dewasa, hal ini terbatas pada perasaan gelisah
subyektif)
d. Mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam aktifitas senggang secara
tenang
e. Tidak mampu atau merasa tidak nyaman tetap tenang/ diam dalam periode waktu
yang lama (mungkin dirasakan orang lain seperti sulit mengimbangi anak tersebut)
i. menginterupsi atau mengganggu orang lain (pada remaja dan dewasa, mengganggu
atau mengambil alih apa yang orang lain sedang kerjakan)
D. Terdapat bukti yang jelas bahwa gejala berdampak pada, atau menurunkan
kualitas sosial, akademik atau pekerjaan
Interpretasi
1. Predominan Inatensi
Apabila kriteria A1 (Inatensi) terpenuhi tetapi kriteria A2 (Hiperaktif-Impulsif) tidak
terpenuhi selama 6 bulan kebelakang.
2. Predominan Hiperaktif-Impulsif
Apabila kriteria A2 (Hiperaktif-Impulsif) terpenuhi dan kriteria A1 (Inatensi) tidak
terpenuhi selama 6 bulan kebelakang.
3. Kombinasi Inatensi dan Hiperaktif-Impulsif
Apabila kriteria A1 dan kriteria A2 terpenuhi selama 6 bulan kebelakang.
18
Menentukan Tingkat Keparahan ADHD
5.Diagnosis
1. Anamnesis
-Riwayat perkembangan
-Riwayat keluarga
-Riwayat gangguan perilaku
2. Pemeriksaan fisik.
Untuk menyingkirkan diagnosa banding
Berat badan , tinggi badan, Lingkar kepala
Gangguan perilaku misalnya kontak mata tidak ada, hiperaktivitas, inattensi dan
impulsivitas
Tes Denver, score Conners scale
Pemeriksaan neurologis
3. Pemeriksaan penunjang
Tes pendengaran, tes IQ
6.Diagnosis Banding
Gangguan perkembangan pervasif (autis dan penyakit seperti autis)
Penyakit yang mempengaruhi perasaan (depresi).
Reaksi-reaksi terhadap stress (mis: gangguan stress pasca trauma)
Tuli
Retardasi mental
7.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan hanya untuk menyingkirkan diagnosa banding
Tes psikologis. Jika dicurigai masalah akademis dilakukan tes psikologis atau
diagnostik edukasi atau bicara dan bahasa, Beberapa tes dibutuhkan untuk
menyingkirkan dan juga mengidentifikasi secara adekuat masalah belajar
8.Terapi
19
A. Medikasi. Stimulansia SSP dapat meningkatkan atensi, menurunkanhiperaktivitas dan
mengurangi impulsif. Jika anak juga melawan dan menyimpang akan meningkatkan
kepatuhan, mengurangi kelabilan emosi dan menurunkan sifat antisosial. Medikasi
diberikan jika gejala ADHD menyebabkan efek negatif yang nyata terhadap
kemampuan akademik dan sosial anak. Obat-obat yang biasa dipakai antara lain:
- Metilfenidat, dimulai dengan dosis 0,3 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan 0,15 mg/ kg/ kali sampai didapat efek optimal. Dosis maksimal 20 mg/
hari.
- Atomoxetine, dimulai dengan dosis 0,5 mg/kg/hari sehari sekali. Setelah 2-3 hari dosis
dapat ditingkatkan menjadi 2x0,5 mg/kg sampai dosis maksimal 1,4mg/kg/hari. Dapat
meningkatkan atensi dan mengurangi hiperaktif.
- Risperidon, dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg, dapat dinaikkan 0,05 mg setiap 3-5 hari
sampai tercapai dosis 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki hubungan sosial, atensi,
agresifitas, hiperaktifitas dan perilaku menyakiti diri sendiri.
- Dekstroamfetamin, dimulai dengan dosis 0,15 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan 0,15 mg/ kg/ kali. Dosis maksimal 5 mg/ hari.
- Pemoline, dosis anak <8 tahun: 37,5 mg pada pagi hari, anak > 8 tahun: 37,5 mg pagi
+ 18,75 mg siang.
Jika satu obat tidak efektif atau timbul masalah, dapat dicoba kelompok obat lainnya.
Medikasi dimulai dengan dosis paling rendah yang dinaikkan perlahan-lahan sampai
respon optimal. Efek samping diminimalkan dengan pengaturan dosis, waktu atau
bentuk medikasi. Sekali dosis yang tepat sudah didapatkan harus dievaluasi ulang dan
disesuaikan terus ke atas karena dapat terjadi efek toleransi atau anak bertambah
besar sehingga dibutuhkan dosis lebih tinggi. Terapi harus diteruskan sampai lewat
masa remaja ( kecuali 20% anak ADHD yang sembuh). Keputusan untuk mengakhiri
obat didasarkan pada periode singkat saat stop obat (biasanya 2-4 minggu) selama
masa stress berkurang.
B. Terapi Psikologi
- Latihan orangtua. Dalam tahap terapi tingkah laku, latihan untuk orang tua merupakan
prioritas tertinggi. Tujuannya untuk mengajar orang tua bagaimana mengatur
pembatas sekaligus insentif untuk tingkah laku yang tepat dan menimbulkan respon
emosi destruktif. Apa yang dibutuhkan adalah perubahan komplit dalam respon alami
terhadap tindakan negatif. Latihan untuk dewasa (orang tua dan guru) dalam
penatalaksanaan tingkah laku biasanya membutuhkan rujukan. Untuk orang tua
pengobatan dilakukan dalam kelompok kecil. Klinisi harus tahu bahwa tujuan terapi
tatalaksana tingkah laku adalah perbaikan lingkungan dimana dilakukan kehidupan
sehari-hari, tidak untuk mengubah dasar alamiah anak.
- Terapi tambahan. Terapi tambahan mungkin dibutuhkan tergantung pada lingkaran
keluarga dan anak. Terdapat keterbatasan usaha tradisional, psikoterapi individu
untuk anak ADHD. Tujuan terapi ini adalah untuk memperbaiki harga diri. Tidak ada
bukti bahwa psikoterapi individual memperbaiki kemampuan anak untuk memberikan
perhatian atau mengurangi impulsif. Bila anak mulai menjadi lebih tua dan lebih
waspada, psikoterapi dapat memfasilitasi pengertian bagaimana tingkah laku
mempengaruhi yang lainnya. Psikoterapi dinamis keluarga harus disiapkan. Latihan
kemampuan komunikasi keluarga juga memiliki keterbatasan fokus, mungkin ini lebih
menolong jika anak ADHD mendekati remaja. Fokus terapi ini adalah menciptakan
pengaturan dan menguatkan peraturan di tempat keluarga.
C. Kriteria merujuk.
20
Kebanyakan klinisi tingkat dasar akan terlibat dalam 2 aspek terapi yaitu : (1)
menjelaskan kondisi terhadap anak dan keluarga (2) memberikan resep dan mengikuti
pengobatan. Terapi psikososial akan diberikan oleh yang lain walaupun klinisi juga
harus tahu tipe pengobatan dan tujuan tiap strategi pengobatan. Jika anak gagal
merespon obat stimulan yang diberikan atau memberikan efek samping yang tidak
diharapkan, rujuk ke spesialis seperti dokter anak tumbuh kembang atau psikiater
anak
9.Edukasi :
- ADHD dapat berlanjut sampai remaja, bahkan samapi dewasa.
- Pendididkan Khusus
10.Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Sebanyak 30-80% kasus tetap menunjukkan gejala ADHD pada masa-masa adolesen
dan sebanyak 65% kasus sampai dewasa. Riwayat keluarga ADHD, gangguan
psikososial dan komorbiditas dengan gangguan konduk, mood dan ansietas
meningkatkan resiko menetapnya ADHD.
Delikuensi atau personalitas antisosial pada masa adolesen atau dewasa terlihat pada
pemantauan 25-40% anak dengan ADHD. Pasien ADHD dilaporkan mempunyai
kecenderungan mencoba narkotika den mengalami adiksi pada masa adolesen.
Kasus-kasus yang memperlihatkan tingkah laku agresif terhadap orang dewasa, IQ yang
rendah, hubungan dengan kawan yang buruk dan menetapnya gejala ADHD mempunyai
prognosa yang kurang baik
11.kepustakaan
1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 87-8
2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral
Pediatric. Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9.
3. Daruna JH, Dalton R, Forman MA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam:
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook
of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 100-3.
4. Parker S. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam: Parker S, Zuckerman B.
Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h.
124-9.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh; Churcill; 2003. h. 469-78.
6. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad.
Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:1079-95
7. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders.
Washington: American Psychiatric Association; 1994. h 66-71.
8. David M, Albert JA, Joan B, Charles C, David D, Christopher K, Jeffrey N, Randy S,
Bart S, Keith S, Scott W, Douglas K, Joachim W, Nancy JT, Donald H. Once-Daily
Atomoxetine Treatment for Children and Adolescents With Attention Deficit
21
Hyperactivity Disorder: A Randomized, Placebo-Controlled Study. Am J Psychiatry
2002; 159:1896–1901
RETARDASI MENTAL
Rismarini, Yudianita Kesuma
1.Pengertian
Fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ < 70), disertai adanya kendala dalam
penyesuaian perilaku adaptif sosial dan gejalanya timbul dalam masa perkembangan
(usia < 18 tahun)
22
2.Anamnesa
23
- Polisakaridosis, misalnya sindrom Hurler
- Serebral lipidosis (Tay Sachs), dengan hepatomegaly (Gaucher)
- Penyakit degeneratif/metabolik lainnya
- Infeksi
- Meningitis, ensefalitis
- Subakut sklerosing panensefalitis
e) Masalah psikososial, misalnya : deprivasi maternal, kurang stimulasi, kemiskinan,
dan lainnya.
3.Pemeriksaan Fisis
Berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala mungkin di bawah normal
Tanda-tanda dismorfik
Tes Denver
4.Kreteria Diagnosis
5.Diagnosis
Anamnesis
Riwayat perkembangan terlambat
Riwayat kesulitan dalam belajar
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda dismorfik , mikrosefali, tes Denver
Pemerisaan penunjang
Test IQ
- RM borline IQ 70 – 79
- RM ringan IQ 52 – 69
- RM sedang IQ 36 – 51
- RM berat IQ 20 – 35
- RM sangat berat IQ < 20
- Tipe klinis: Kelainan fisik dan mental cukup berat sehingga mudah dideteksi dini.
Kabanyakan disebabkan oleh kelainan organik, memerlukan perawatan terus menerus
- Tipe sosial budaya: penampilan seperti anak normal, terdeteksi karena tidak bisa
mengikuti pelajaran di sekolah. Kebanyakan RM yang border line atau ringan
24
6.Diagnosa Banding
Gangguan pendengaran
-Autisme
7.Pemeriksaan penunjang
Test IQ
Pemeriksaan penunjang lain tidak rutin sesuai indikasi untuk mencari penyebab dan
sesuai faktor risiko
8.Terapi
9. Edukasi
RM merupakan masalah jangka panjang
Anak memerlukan bimbingan seumur hidup
Sekolah dan pendidikan khusus
Prognosis
10.Prognosis
25
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad mala
Ad functionam : dubia ad malam
11 .Kepustakaan
1. Shonkoff JP. Mental Retardation. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007. h. 125-9
2. Kastner W. Mental Retardation: Behavioral Probelms Palsy. Dalam: Parker S,
Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott; 2005. h. 234-7
3. Coulter DL. Mental Retardation: Diagnostic Evaluations. Dalam: Parker S,
Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott; 2005. h. 238-41
4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics.
Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh: Churcill; 2003. h. 469-478
6. Soetjiningsih, Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak, Edisi 2. EGC. 2012. H.511-26
SINDROMA DOWN
Rismarini, Yudianita Kesuma
1.Pengertian
26
Sindroma Down (Down Syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya gangguan perkembangan
kromosom 21 yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas
2.Anamnesa
3.Pemeriksaan Fisis
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik
yang menonjol.
Kepala, muka dan leher :
Paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
Hipertelorisme dan lipatan epicantus.
Mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds), white
Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata, medial epicanthal folds,
keratoconus, strabismus, katarak, dan retinal detachment.
Sela hidung yang datar.
Protruding tongue, hypoplasia maxilla, keterlambatan pertumbuhan gigi, hypodontia,
juvenile periodontitis, dan kadang ada bibir sumbing
Low set ear.
Didapatkan brachycephalic, sutura dan fontanela yang terlambat menutup.
Abdomen dan pelvis :
Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus
(esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebih lebar,
terdapat pada 87% kasus.
Ekstremitas :
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas
jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki
melebar. Tapak tangan hanya terdapat satu garisan urat (simian crease).
Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua
agak jauh terpisah dan tapak kaki.
Genital :
Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan
keterlambatan perkembangan pubertas.
Kulit :
Kulit lembut, kering dan tipis, xerosis, atopic dermatitis, palmoplantar hyperkeratosis, dan
seborrheic dermatitis.
4.Kreteria Diagnosis
27
Anamnesis : perkembangan terlambat
Pemeriksaan fisik : gambaran dismorfik yang khas
Pemeriksaan kromosom
5.Diagnosis
Anamnesis
Perkembangan terlambat, adanya faktor resiko
Pemeriksaan Fisik
Gambaran Dismorfik yang khas
Pemeriksaan Penunjang
tes kromosom
6.Diagnosa Banding
Hipotiroid Kongenital
Fragile X Syndrom
Prader Wili Syndrom
CMV Kongenital
7.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Kromosom
Tes fungsi Tiroid
Pemeriksaan Radiologi, USG, ECG sesuai indikasi
Tes ITest IQ
8.Terapi
- Stimulasi dini.
Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh, karena otot-
ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan permainan-
permainan layaknya pada anak balita normal.
- Fisio Terapi.
Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk
mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan
yang berkelanjutan.
- Terapi Wicara.
Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami keterlambatan bicara dan
pemahaman kosakata
- Terapi Okupasi
Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman,
kemampuan sensorik dan motoriknya Terapi ini membantu anak mengembangkan
kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.
- Terapi Sensori Integrasi.
28
Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya
pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak
diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan
meningkat.
- Terapi perilaku
Mengajarkan anak DS yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku
yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di
masyarakat.
- Terapi Remedial.
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis dan
yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah biasa
- Pendidikan di SLB
9.Edukasi
10.Prognosis
11.Kepustakaan
1.Pengertian
29
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia
2.Anamnesa
3.Pemeriksaan Fisis
4.Jadwal imunisasi
Jadwal imunisasi Depkes pada bayi dengan menggunakan vaksin DPT dan
HBdalam bentuk terpisah menurut tempat lahir bayi
UMUR VAKSIN TEMPAT
Bayi lahir di rumah :
0 bulan HB1 Rumah
1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu
2 bulan DPT1, Hb2, Polio2, Posyandu
HiB1
3 bulan DPT2, Hb3, Polio3, Posyandu
HiB2
4 bulan DPT1, Polio4, HiB3 Posyandu
9 bulan Campak Posyandu
30
Jadwal imunisasi Depkes pada bayi dengan menggunakan vaksin DPT/HB/HiB
combo
Umur Bayi Jenis Imunisasi
≤ 7 hari Hepatitis B (HB) 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT/HB/HiB 1, Polio 2
3 bulan DPT/HB/HiB 2, Polio 3
4 bulan DPT/HB/HiB 3, Polio 4
9 bulan Campak
C. Hepatitis B
Jenis vaksin :
- Inactivated viral vaccine (IVV = HbSAg yang telah diinaktifasi)
- Vaksin rekombinan : HB Vax (MSD); Engerix (smith Kline Becham); Bimugen
(kahatsuka)
- Plasma derived : Hepa B: vaksin hepatitis B (biofarma) : Hepaccine B (Cheil
Chemical & ford)
Dosis: 0,5 cc/dosis.
Cara pemberian : SC/IM
Jadwal imunisasi :
Disarankan untuk diberikan bersama BCG dan Polio I pada kesempatan kontak
pertama dengan bayi.
31
Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif mendapat ½ dosis anak vaksin
rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived. Dosis kedua harus diberikan
1 bulan atau lebih setelah dosis pertama.
Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapat 0,5 cc Hepatitis B immune Globulin
(HBIG) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 1 dosis anak vaksin rekombinan atau
1 dosis anak vaksin plasma derived pada tempat suntikan yang berlainan. Dosis
kedua direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama
dengan vaksin campak pada umur 9 bulan.
Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAgnya mendapat 1 dosis
anak plasma rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived dalam waktu 12
jam setelah lahir. Dosis kedua direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga
6-7 bulan atau bersama dengan vaksin campak pada umur 9 bulan. Diberikan
booster 5 tahun kemudian, dianjurkan pemeriksaan kadar anti HbsAg sebelumnya.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)
Efek samping : reaksi lokal ringan, demam sedang 24-48 jam, lesu, saluran
pencernaan rasa tidak enak
B. BCG
Jenis Vaksin : Calmette & Guerin (Biofarma, Pasteur, Glaxo) suatu live attenuated
vaccine (LAV).
Dosis : 0,05 cc/dosis
Cara pemberian: intrakutan
Jadwal imunisasi: pada kesempatan kontak pertama dengan bayi, tidak diperlukan
booster
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Dermatosis yang progresif (sementara)
Efek samping : reaksi lokal, adenitis
C. DPT
Jenis vaksin : Difteri (toksoid)
Pertusis (Inactivated Bacterial Vaccine-IBV, Bordetella pertusis tipe I)
Tetanus (toksoid)
Dosis: 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : IM atau SC dalam
Jadwal imunisasi:
1. Imunisasi dasar : tiga dosis dengan interval 4-6 minggu. Dosis I
diberikan pada umur 2 bulan
2. Booster : dosis IV diberikan 1 tahun setelah dosis III dan dosis V dan
VI berupa DT diberikan pada umur 6 dan 12 tahun
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Difteri : tidak ada
- Pertusis : riwayat kelainan neurologis
- Tetanus : tidak ada
Efek samping: reaksi lokal, demam, reaksi akinetik, kejang, gejala ensefalopati
akibat komponen vaksin pertusis. Jika muncul reaksi ini, imunisasi DPT
dilanjutkan hanya dengan DT
32
D. Polio
Jenis vaksin : vaksin polio oral sabin (LAV)
Dosis : 2 tetes/dosis
Cara pemberian : oral
Jadwal imunisasi :
Dosis I diberikan pada umur sedini mungkin bila bayi lahir di RS (Bersama dengan
BGC) atau pada kontak pertama bila bayi datang ke RS atau posyandu (biasanya
umur 2 bulan). Selanjutnya dosis II, III dan IV diberikan dengan interval 4 minggu,
bersamaan dengan DPT I, II dan II. Jika BCG dan Polio I diberikan bersamaan
dengan DPT I, Polio IV diberikan 4-6 minggu setelah DPT/Polio III.
Booster : dosis V diberikan I tahun setelah dosis IV dan dosis VI dan VII diberikan
pada umur 6 dan 12 tahun.
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Diare (sementara)
Efek samping : tidak ada reaksi klinis. Kemungkinan polio paralitik yang dapat
dievaluasi dari 1 per 8 juta dosis pada anak yang telah diimunisasi dan 1 per 5 juta
dosis pada kontak.
Jadwal imunisasi :
Imunisasi dasar :
o Untuk vaksin conjugate H-Influenza Tipe B (Act-HiB)
Bila anak datang pada umur 2-6 bulan, direkomendasikan diberikan pada umur
2,4 dan 6 bulan
Bila anak datang pada umur 6-12 bulan, direkomendasikan diberikan pada umur
2 dosis dengan interval 1-2 bulan.
Bila anak datang pada umur >12 bulan, Act HiB hanya diberikan 1 kali
o Untuk vaksin Pedvax HIB MSD
Bila diberikan pada umur 2-14 bulan maka diberikan dalam 2 dosis dengan interval
2 bulan.
Bila diberikan pada umur > 15 bulan maka diberikan 1 kali saja.
Booster :
o Untuk Act-HIB : bila imunisasi dasar diberikan pada umur 2-10 bulan, booster pada
umur 12-15 bulan setelah suntikan terakhir.
o Untuk Pedva: bila imunisasi dasar sebelum 1 tahun, booster diberikan 12 bulan
setelah suntikan terakhir.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap komponen vaksin
33
Infeksi akut dengan demam
Efek samping :
- Lokal : eritema, nyeri dan indurasi
- Reaksi sistemik : demam, nausea, muntah dan/atau diare, menangis > ½-1 jam dan
rash.
- Infeksi akut dengan demam.
F. Campak
Jenis vaksin : Schwarz (LAV)
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM
Jadwal imunisasi :
Imunisasi dasar : diberikan pada umur 9 bulan
Bisa diulang minimal 6 bulan setelah pemberian campak yang pertama.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak), alergi terhadap telur (benar-benar
terbukti), mendapat injeksi gammaglobulin dalam 6 minggu terakhir
Efek samping: demam dengan atau tanpa rash 6-12 hari setelahdiimunisasi pada 15-
20% anak.
G. MMR (Measle-Mump-Rubela)
Jenis vaksin : Triple vaccine Measles, Mumps Rubella (LAV), isinya :
Measle : campak
Mump : Urabe (trimovax-pasteur), Jeryl Lynn
(MMR-MSD)
Rubella : RA 27/73
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM
Jadwal imunisasi :
Imunisasi dasar : diberikan pada umur 12 bulan atau 6 bulan setelah imunisasi
campak.
Booster : diberikan pada umur 12 tahun
Kontra indikasi : sama dengan campak
Efek samping : sama dengan campak + parotitis: dmam, rash, ensefalitis,
parotitis, meningoensefalitis, tuli neural unilateral (tetapi dilaporkan sembuh
sempurna tanpa gejala sisa).
H. Tifus Abdominalis
Jenis vaksin : Vi CPS (capsular poly sacharide) : Typhim Vi (Pasteur
Merieux)
Oral : Vivotif (Ty2/A strain)
Dosis : Polisakarida 0,5 cc/dosis
Oral : 1 kapsul lapis enterik atau 1 sachet.
Cara pemberian :
- Polisakarida : SC atau IM satu kali
- Oral, 3 kali selang sehari.
Jadwal imunisasi :
Imunisasi dasar : Polisakasrida direkomendasikan diberikan pada umur > 2 tahun.
34
Oral direkomendasikan diberikan pada umur > 6 tahun dalam 3 dosis dengan
interval dosis selang sehari.
Booster : polisakarida diberikan setiap 3 tahun
Oral : setelah 3-7 tahun.
Kontra indikasi : < 2 tahun (mutlak), tidak dianjurkan sebelum umur 6 tahun,
proteinuria, penyakit progresif
Efek samping :
- Reaksi lokal ditempat suntikan : indurasi, nyeri 1-5 hari
- Reaksi sistemik : demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot, komplikasi neuropatik,
kadang-kadang bisa syok, kolaps.
I. Varisela
Jenis vaksin : Strain OKA dari virus Varicella zoster.
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC
Jadwal imunisasi :
Imunisasi dasar : Anak berumur 12 bulan sampai dengan 12 tahun diberikan 1 dosis.
Anak 13 tahun keatas diberikan 2 dosis dengan interval 4-8 minggu.
Booster : Jika diberikan pada umur 12 bulan harus diulang umur 12 tahun.
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Penyakit demam akut yang berat (sementara)
- Hipersensitif terhadap neomisin atau komponen vaksin lainnya
- TBC aktif yang tidak diobati
- Penyakit kelainan darah
Efek samping :
- Ringan: reaksi lokal di tempat suntikan
- Reaksi sistemik : demam ringan, erupsi papulo vesikular dengan lesi kurang dari 10
Catatan : hindarkan pemberian salisilat selama 6 minggu setelah vaksinasi karena
dilaporkan terjadi Reye’s Syndrome setelah pemberian salisilat pada anak dengan
varicella alamiah.
J. Hepatitis A
Jenis vaksin : partikel virus aktif yang diinaktivasi 9IVV0
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC/ IM
Jadwal imunisasi :
- Imunisasi dasar : anak berumur > 2 tahun diberikan 3 dosis dengan jadwal 0 bulan,1
bulan, dan 6 bulan.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)
Kejang
35
Ya Tidak → beri DPT
Keterangan:
* Bila mampu beri DTPa
6.Pemeriksaan Penunjang
7.Terapi
8. Edukasi
- Manfaat imunisasi
- KIPI
- Cara mengatasi KIPI
9.Prognosis
- Ad vitam : bonam
- Ad sanationam: bonam
- Ad functionam : bonam
36
10.Kepustakaan
37