Anda di halaman 1dari 37

PANDUAN TATA LAKSANA KESEHATAN ANAK

GANGGUAN BICARA DAN BAHASA PADA ANAK


Rismarini, Yudianita Kesuma

1. Definisi
Gangguan bahasa adalah gangguan yang mencakup kemampuan untuk mengartikan
atau mengungkapkan informasi melalui simbol-simbol yang dapat dimengerti.Gangguan
bahasa dibagi menjadi gangguan seseorang untuk memahami (reseptif/ komprehensif),
atau memproses dan memproduksi komunikasi (ekspresif). Bahasa reseptif adalah
kemampuan untuk memahami, termasuk keterampilan visual (membaca, sign language
comprehension) dan auditory (mendengar). Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk
memproduksi simbol komunikasi. Luaran dapat berupa visual (menulis, bahasa isyarat)
atau auditory (bicara).Gangguan bicara adalah gangguan pada kemampuan untuk
mengungkapkan informasi dalam bentuk bahasa verbal (kata-kata).

2. Etiologi
1. Faktor biologi
- Gangguan pendengaran
- Kelainan organ bicara dan bahasa
- Retardasi mental
- Kelainan genetik atau kromosom
- Gangguan perkembangan bahasa, gangguan bahasa spesifik (Specific
Language Impairment)
- Autisme
- Mutisme selektif
- Afasia reseptif
- Sindroma Landau-Kleffner (sangat jarang)
- Penyakit metabolik dan neurodegeneratif
2. Faktor lingkungan
- Lingkungan yang sepi
- Status sosial ekonomi
- Teknik pengajaran yang salah
- Sikap orangtua
- Lingkungan yang kurang memberikan stimulasi
- Child abuse
- Pemakaian bahasa bilingual

3. Bentuk Klinis
Kecurigaan adanya gangguan perkembanganbahasa menurut Aram DM
1. Pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap
suara yang datang dari belakang atau samping.
2. Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri.

1
3. Pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata jangan,
dada dan sebagainya.
4. Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal.
5. Pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk, kemari,
berdiri)
6. Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh.
7. Pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan terdiri dari 2 buah
kata.
8. Setelah usia 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat sedikit.
9. Pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga.
10. Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana.
11. Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat-kalimat
sederhana.
12. Pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang diluar keluarganya.
13. Pada usia 31/2 tahun selalu gagal menyebut kata akhir (ca untuk cat, ba untuk ban,
dll)
14. Setelah usia 4 tahun tidak lancar baerbicara .
15. Setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan.
16. Pada usia berapa saja terhadap hipernasalitas dan hiponatalitas, sangat keras dan
tidak dapat didengar serta terus menerus memperdengarkan suara serak.

Menurut DSM IV, SLI dibedakan menjadi:


- Gangguan Bahasa Ekspresif
Perkembangan bahasa ekspresif berada dibawah ukuran standar perkembangan bahasa
ekspresif dan kapasitas non verbal.
Gejala meliputi : perbendaharaan kata-kata terbatas, kesulitan membuat kalimat, sulit
mengingat kata-kata atau membuat kalimat panjang dan kompleks.
- Gangguan Bahasa reseptif , ekspresif campuran
Perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif berada dibawah ukuran standar kapasitas
intelektual nonverbal
Gejala berupa gangguan bahasa ekspresif dan kesulitan memahami kata-kata atau jenis
kata-kata berurutan.
- Gangguan Fonologi
Gagal menggunakan suara-suara yang sesuai dengan umur dan dialek misal: kesalahan
dalam memproduksi kata-kata menggunakan atau mengorganisasikan kata-kata,
menggantikan satu suara dengan yang lain atau menghilangkan suara.
- Gagap
Gangguan pada kelancaran dan waktu bicara yang tak sesuai dengan umur anak.
- Gangguan komunikasi yang tak tergolongkan
Misal: gangguan suara(karena kelainan pita suara, kualitas, nada atau suara)

Menurut Rutter klasifikasi gangguan bicara sbb :


RINGAN Keterlambatan akuisisi dari Dislalia
bunyi,kata-kata,bahasa normal
SEDANG Keterlambatan lebih berat dari Disfasia ekspresif
akusisi bunyi,kata-kata dan
perkembangan bahasa
terlambat

2
BERAT Keterlambatan lebih berat dari Disfasia reseptif dan tuli persepsi
akusisi dan bahasa, gangguan
pemahaman bahasa
SANGAT Gangguan pada seluruh Tuli persepsi dan tuli sentral
BERAT kemampuan bahasa

4. Kriteria Diagnosis
Anamnesis

 Riwayat perkembangan bahasa ( reseptif, ekspresif)


 Riwayat perkembangan lain seperti motorik, personal sosial, dan kognitif
 Riwayat keterlambatan bicara dan bahasa dalam keluarga
 Faktor risiko/penyebab gangguan bicara

Pemeriksaan Fisis
1. TB. PB, Lingkar kepala
2. Pemeriksaan organ bicara ( ada tidaknya tounge tie, labiopalatoschizis)
3. Pemeriksaan THT ( tuli konduksi, tuli sensorineural, otitis media, atresia choanae)
4. Pemeriksaan craniofacial (hidrosefalus, hidransefali, kraniosinostosis, katarak)
5. Evaluasi perilaku, mengamati anak saat bermain sangat membantu dalam
mengidentifikasi gangguan tingkah laku, sebagai contoh:
a. Cara berkomunikasi dengan cara lain seperti isyarat, atau penggunaan kode-kode
yang dapat dimengerti oleh lawan komunikasinya pada anak dengan gangguan
pendengaran.
b. Bicara meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain pada anak
autisme
Cemas, pemalu, tidak percaya diri serta tidak mampu bicara pada situasi sosial tertentu
pada anak dengan mutisme selektif

Pemeriksaan penunjang

o Tes pendengaran dan


o Pemeriksaan penujang lain sesuai indikasi dan faktor risiko

6. Diagnosis Banding
- Gangguan pendengaran
- Retardasi Mental
- Autisme

7.Pemeriksaan Penunjang
1. Tes pendengaran
2. Tes IQ

8.Terapi
-Cari faktor penyebab, bila mungkin diatasi.
-Terapi bicara

Ad.A. Konsultasi

3
 Psikiater anak
Bila ada gangguan bahasa dan tingkah laku.
 Ahli THT
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran
 Ahli syaraf anak
Untuk mengetahui adanya kelainan neurologi
Mencari penyakit metabolik dan gangguan organik lainnya.

Ad.B. Rujukan untuk terapi bicara


Indikasi :
1. Anak berumur 20-24 bulan belum bicara satu katapun.
2. Anak berumur 28-30 bulan belum bisa mengucapkan kata-kata
3. Anak berumur 3 tahun atau lebih bicaranya tidak bisa dimengerti
4. Bila orang tua mengkhawatirkan kemampuan bicara anaknya, pada usia berapapun.

Algoritme tatalaksana gangguan bahasa pada

4
Anak dengan gejala gangguan bicara dan berbahasa

Rujuk ke:
Gangguan organik alat bicara Ya Bedah Mulut /
Neuropediatri

Tidak

Skrining Perkembangan umum Tes intelegensia non


Tes pendengaran
(Mis : Denver II) verbal

Abnormal Normal Abnormal Normal Normal Abnormal

Gangguan Retardasi
Pendengaran Motorik : Palsi serebralis Mental
Personal Sosial : Autisme

THT dan Terapi Gangguan defisit perhatian dan


Wicara Terapi wicara
hiperaktivitas
Terapi okupasi

Tidak Ya

ADHD
Tidak bicara
hanya pada Gangguan Perkembangan bicara dan berbahasa :
lingkungan Tipe ekspresif
tertentu Tipe reseptif – ekspresif Terapi wicara
Gangguan fonologi Psikiater /
Gagap Psikolog
Kelainan Suara

Mutisme Selektif

Psikiater /
Halusinasi, gangguan pikiran Skizofrenia anak Psikolog

9. Edukasi

- Terapi bicara dirumah

-Sekolah dan pendidikan Khusus

10.Prognosis

Ad vitam : bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam

5
Ad functionam : dubia ad bonam

11.Kepustakaan

1. Glascoe FG. Developmental screening and surveillance. Dalam: Kliegman RM,


Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics.
Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 74-80.
2. Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Gde Ranuh IGN, penyunting.
Buku Ajar I Tumbuh Kembang dan Remaja. Jakarta: IDAI; 2005. h. 1-126.
3. Blackman JA. Developmental screening: Infants, toddlers, and preschoolers. Dalam:
Levine MD, Carey WB, Crocker AC, penyunting. Developmental- Behavioral
Pediatrics. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders; 1999. h 689-95.
4. Glascoe FG. Developmental screening. Dalam Parker S, Zuckerman B, Augustyn M,
penyunting. Developmental and behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2004. h 41-50.
5. Illingworth RS. The normal child. Edisi 10. India:Elsevier: 2005. h.127-89.
6. Knight JR dkk, penyunting. Bright Futures case studies for primary care clinicians:
child development and behavior. The Bright Futures Center for pediatric education in
growth and development, behavior and adolescent health. Children hospital, Boston.
2001.
7. UKK Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial IDAI. Deteksi dan intervensi kelainan
gangguan bicara dengan ELMS-2. Yogyakarta, 2007.
8. Judith EC, Nancy TM, Roanne K, Karzon dan jay FP. Unilateral Hearing loss is
associate with worse speech language score in children. Pediatrics 2010; 125;e1348

CEREBRAL PALSI
Rismarini, Yudianita Kesuma

1. Pengertian
Cerebral Palsi merupakan suatu sindroma yang memperlihatkan kelainan pada fungsi
motorik berupa kelainan gerak dan posturkarena lesi yang statik akibat gangguan
pertumbuhan, trauma atau infeksi syaraf motorik yang terjadi pada masa pertumbuhan

6
2.Anamnesa
1. Riwayat perkembangan motoric
2. Riwayat perkembangan yang lain: bahasa personal sosial dan kognisi
3. Adanya faktor resiko (prenatal, perinatal, postnatal)
 Faktor prenatal
a) Polihidramnion
b) Ibu dalam pengobatan hormon tiroid, esterogen, atau progesterone
c) Ibu dengan proteinuria berat atau hipertensi
d) Ibu terpapar merkuri
e) Multiple/malformasi kongenital mayor pada bayi/kelainan genetic
f) Bayi laki-laki/kehamilan kembar
g) Perdarahan pada trimester ketiga kehamilan
h) Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine (IUGR)
i) Infeksi virus kongenital (HIV, TORCH)
j) Radiasi
k) Asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, masalah lain pada
plasenta, anoksia maternal, kelainan umbilicus, ibu hipertensi, tosemia
gravidarum)
l) DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar.
 Faktor perinatal
a) Bayi premature; umur kehamilan kurang dari 30 minggu
b) Berat badan lahir kurang dari 1500 gram.
c) Korioamnionitis
d) Bayi bukan letak kepala
e) Asfiksia perinatal berat
f) Keadaan hipoglikemia lama atau menetap
g) Kelainan jantung bawaan sianosis
 Faktor postnatal
a) Infeksi (meningitis, ensefalitis yang terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan.
b) Perdarahan intracranial (pada bayi premature, malformasi pembuluh darah
atau trauma kepala)
c) Leukomalasia periventricular
d) Hipoksik-iskemik (pada aspirasi meconium), HIE (hipoksik-iskemik
ensefalopati)
e) Kern – icterus
f) Persistent fetal circulation atau persistent pulmonary hypertension of the
newborn
g) Penyakit metabolic
h) Racun : logam berat, gas CO

3. Pemeriksaan Fisik

1. Umumnya ada mikrosefali


2. Adanya defisit neurologi seperti :
- Tonus otot bervariasi dari hipotoni sampai dengan hipertoni
- Refleks fisiologis yang meningkat
- Tanda-tanda spastisitas

7
- Sering ditemukan gerakan-gerakan yang tidaak terkontrol seperti korea, atetosis,
tremor
- Refleks primitif terlambat menghilang atau meningkat intensitasnya
- Dapat ditemukan gangguan pada otot facial atau oromotor

4.Kriteria Diagnosis
1. Riwayat keterlambatan perkembangan motorik
2. Adanya defisit neurologis sesuai dengan tipe dan derajatnya
3. Riwayat perkembangan yang lain: bahasa personal sosial dan kognisi
4. Adanya faktor resiko (prenatal, perinatal, postnatal)

5.Diagnosis
1. Anamnesis
 Riwayat perkembangan motorik
 Riwayat kehamilan ibu
 Riwayat kelahiran
 Adanya faktor risiko
2. Pemeriksaan fisik
Ditemukanya kelainan neurologis sesuai dengan tipenya
Berdasarkan kelainan klinik yang lebih menonjol ditemui, dapat digolongkan sebagai :
 Spastic Cerebral Palsy
a. Spastic hemiphlegia (G80.2)
b. Spastic tetraphlegia (G80.0)
c. Spastic diphlegia (G80.1)
d. Spastic paraphlegia
e. Spastic monophlegia dan triphlegi
 Dyskinetik Cerebral palsy
a. Athetosis (G80.4)
b. Chorea athetosis
c. Bentuk-bentuk lain
 Ataxic Cerebral palsy (G80.8)
 Bentuk-bentuk campuran

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional, cerebral palsi dibagi atas :


a. Golongan Ringan : penderita masih dapat melakukan pekerjaan/aktivitas sehari-hari,
sehingga sama sekali/hanya sedikit membutuhkan bantuan.
b. Golongan Sedang : aktivitas sangat terbatas. Pederita membutuhkan bermacam-
macam bantuan/pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, bergerak atau
berbicara sehingga dapat bergaul di tengah masyarakat dengan baik.
c. Golongan Berat : penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas fisik dan
tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain.

3. Pemeriksaan penunjang
Untuk mencari faktor risiko dan untuk menyingkirkan penyebab yang masih aktif atau
progresif

6. Diagnosis Banding

8
Keterlambatan perkembangan motorik

7.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan faktor risiko yang mendasarinya seperti
EEG, foto kranium, CT-scan dan laboratorium, berguna untuk menyingkirkan penyakit
yang masih aktif atau progresif

8.Terapi
1. Sebaiknya diakukan sedini mungkin secara multidisipliner dan mengikutsertakan
orangtua/ keluarga.
2. Pengobatan medikamentosa ditujukan untuk mengurangi spastisitas, menghilangkan
bangkitan epilepsi, serta mengontrol gerakan abnormal.
3. Pemberian piracetam dosis 80-120 mg/kg/hari, terbukti memperbaiki perkembangan
motorik dan mental.
4. Usaha rehabilitasi, dilakukan fisioterapi, terapi bicara sedini mungkin dan kadang-
kadang diperlukan tindakan terapi orthopedis.
5. Pendidikan penderita yang mengalami retardasi mental dengan menyekolahkannya di
Sekolah Luar Biasa (SLB).
6. Melakukan penerangan / bimbingan kepada orang tua serta masyarakat agar
penderita dapat hidup wajar

9.Edukasi
a. Rencana pengobatan
b. Pengobatan jangka panjang, dan memerlukan kerja sama dengan keluarga
c. Prognosis

10.Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam

11.Kepustakaan
1. Johnston VM. Cerebral Palsy. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007. h. 2494-5.
2. Palmer FB, Hoon AH. Cerebral Palsy. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development
and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 145-51.
3. Blasco PA. Motor Delays. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and
Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h 42-7.
4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community
Paediatrics.Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh: Churcill; 2003. h. 469-78.
6. Marwa OE, Sadia AT, Mohaed EA Ahmed MA Ade EM, Mohamed HM. Role of
piracetam in treatment of cerebral palsy disease. Journal of
Behavioral health. 2012;1(1): 53-58
7. Soetjiningsih, Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak, Edisi 2. EGC. 2012. H.527-57.

9
AUTISME
Rismarini, Yudianita Kesuma

1. Pengertian
Autisme adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasive) dengan
karakteristik gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku yang gejalanya mulai
tampak pada anak sebelum usia 3 tahun.
Menurut PPDGJ-III (Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa-III) 1993, autisme
digolongkan gangguan perkembangan pervasive (Pervasive Developmental Disorder;
PDD)
Menurut DSM-IV yang tergolong dalam PDD adalah

10
- Autistic disorder (autisme)
- Asperger syndrom
- PDD Not Otherwie Spesified (PPD –NOS)
- Childhood disintegratif disorders
- Rett Syndrom

2. Anamnesa
Gejala autisme biasanya timbul sebelum anak berusia 3 tahun. Pada sebagian anak
gejala-gajala bisa sudah ada sejak lahir yang akan tampak makin jelas setelah anak
mencapai 3 tahun.
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal
 Telambat bicara
 Meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain
 Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi
 Meniru atau membeo (echolalia)
 Pandai meniru nyanyian, nada maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya
 Sebagian (20 %) anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa
 Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan
tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
 Menolak / menghindar untuk bertatap mata (kontak mata tidak ada)
 Tak mau menengok bila dipanggil
 Seringkali menolak untuk dipeluk
 Tidak ada usaha melakukan interaksi dengan orang lain, asyik main sendiri
 Bila didekati untuk diajak main malah menjauh
3. Gangguan dalam bidang perilaku
Pada anak autis terdapat perilaku yang berlebihan dan kekurangan
Contoh perilaku yang berlebihan:
 Hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, lari ke sana ke mari tak terarah,
melompat-lompat, berputar-putar, memukul-mukul pintu atau meja, mengulang-
ulang gerakan tertentu. Perilaku ini dapat membahayakan diri sendiri dan dapat
berupa agresifitas melawan orang lain
 Perilaku yang kekurangan, contohnya:
o Duduk dia bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara monoton
dan kurang variatif secara berulang-ulang.
o Duduk diam terpaku oleh sesuatu hal, misalnya bayangan atau benda yang
berputar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti sepotong
tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya
dan dibawa ke mana-mana
4. Gangguan dalam bidang perasaan/ emosi
 Tidak ada atau kurangnya empati, misalnya melihat anak menangis tidak merasa
kasihan melainkan merasa terganggu sehingga anak yang menangis tersebut
mungkin didatangi dan dipukulnya
 Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
 Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum). Terutama bila tidak mendapatkan
apa yang diinginkannya, ia bisa menjadi agresif dan destruktif (merusak)

11
5. Gangguan dalam persepsi sensoris (tactile, auditory hipersensity )
 Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja
 Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
 Tidak menyukai rabaan atau pelukan
 Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar
6. Gangguan tidur dan makan
7. Gangguan efek dan mood (suasana hati)
8. Gangguan kejang
9. Aktivitas dan minat yang terbatas
10. Gangguan kognitif : 75-80% anak autis mengalami retardasi mental.
Gejala-gejala diatas tidak harus ada semuanya pada setiap anak, tergantung pada
berat atau ringannya keadaan autisnya.

3. Pemeriksaan Fisik
- Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dapat normal atau abnormal
- Anak tidak menjalin interaksi soaial yang memadai seperti : kontak mata kurang atau
tidak ada, tidak mau bermain dengan teman
- Ada gerakan repetitif , stereotipik, hiperaktif, dan hipoaktif
- Skrining dengan Checklist for Autism in Toddler

4.Kriteria Diagnosis
Berikut ini merupakan kriteria diagnosis ASD menurut DSM V:

Terdapat gejala yang memenuhi kriteria A, B, C, dan D yang ditemukan saat ini atau dari
riwayat.

A. Hambatan komunikasi dan interaksi sosial, dengan semua gejala:

 Defisit dalam hubungan sosial-emosional secara timbal balik: pendekatan sosial yang
aneh; percakapan tidak bisa dua arah; tidak bisa berbagi minat, emosi, afek; tidak bisa
memulai/ merespons interaksi sosial
 Defisit dalam komunikasi non verbal dalam interaksi sosial: kurang dapat
menggunakan/ mengartikan bentuk mata, gestur tubuh, ekspresi wajah, dan
komunikasi non verbal.
 Defisit untuk mengembangkan, mempertahankan, dan mengerti suatu relasi sosial:
sulit beradaptasi di lingkungan tertentu, sulit berteman, berbagi minat/ permainan.

B. Perilaku, minat, aktifitas yang terbatas dan repetitif/ monoton, minimal 2 gejala:

 Gerak motorik/ perkataan yang repetitif/ streotipi: deret-deret mainan, ekolalia,


flapping. Perilaku verbal/ non verbal yang ritual, tidak fleksibel, tidak suka perubahan,
pola pikir yang kaku, makanan/ kebiasaan yang monoton
 Minat yang terbatas, terfiksasi, yang tidak normal dalam intensitas/ fokus.
 Hiper/ hiporeaktifitas terhadap sensori atau minat/ respon yang tidak biasa terhadap
obyek.
C. Gejala timbul dalam tahap perkembangan awal, dapat tidak tampak sampai
tuntutan sosial melebihi kemampuan anak

12
D. Gejala menyebabkan hambatan yang bermakna dalam kehidupan sosial dan
fungsional sehari-hari.

E. Hambatan tersebut bukan disebabkan oleh disabilitas intelektual/ global


developmental delayed.

6.Diagnosis Banding
- Anamnesis
Riwayat gangguan perkembangan bicara dan bahasa
Riwayat gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku
- Pemeriksaan fisikterdapat gangguan perilaku yang khas yaitu hiperaktif atau hipoaktif,
gerakan stereotipik. repetitive, echolalia, dan tidak ada kontak mata.
- Pemeriksaan penunjang
- Tes pendengaran
- Tes IQ

7.Pemeriksaan Penunjang

-Test IQ

8.Terapi

Tujuan :
- mengurangi masalah perilaku yang abnormal
- meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama
dalam penguasaan bahasa

Ditangani oleh satu tim kerja yang terpadu yang terdiri dari: tenaga pendidik, tenaga
medis (psikiater, dokter anak), psikolog. Ahli terapi wicara, pekerja sosial, fisioterafis dan
perawat
Berbagai jenis terapi yang harus di jalankan secara terpadu tersebut, sesuai dengan
keadaan dan keperluan anak, mencakup :
1. Terapi medikamentosa
2. Terapi nonmedikamentosa

1. Terapi medikamentosa:
Pada penderita autisme dengan gejala-gejala seperti tempertantrum, agresifitas,
melukai diri sendiri dan perilaku stereotifik, pemberian obat akan membantu
memperbaiki perilaku dan respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah
menerima terapi yang lain. Obat-obat yang diberikan adalah obat-obat yang
mempengaruhi kerja sel otak dan memperbaiki abnormalitas kadar neurotransmitter,
seperti:
- Risperidon, dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg, dapat dinaikkan 0,05 mg setiap 1 – 2
minggu, dosis bisa mencapai 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki hubungan sosial,
atensi, agresifitas, hiperaktifitas dan perilaku menyakiti diri sendiri.

13
- Aripiprazole, dimulai dengan dosis 2 mg sekali sehari, dapat dinaikkan bertahap
hingga maksimal 10 mg/hari.Dapat mengurangi gangguan iritabilitas yang
berhubungan dengan autis (tantrum, agresivitas, perubahan mood tiba-tiba,
perilaku yang merugikan diri sendiri). Digunakan pada anak usia 6-17 tahun.
- Haloperidol, dosis 0,25-3 mg/ hari, dibagi 2-3 dosis. Dapat memperbaiki agresifitas,
hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotifik.
- Thioridazine, dosis 0,5-3 mg/ kg/ hari dibagi 2-3 dosis. Dapat menurunkan
agresifitas dan agitasi.
2. Terapi nonmedikamentosa:
- Terapi perilaku
Keadaan hiperaktifitas, impulsifitas, gerakan stereotifik, cara bermain yang tidak
sama dengan anak lain, juga adanya agresifitas, temper tantrum, dan cenderung
melukai diri sendiri memerlukan intervensi perilaku.
Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Applied Behavioral Analysis). Usia
terbaik adalah sekitar 2-3 tahun dan intensitas terapi sekitar 40 jam perminggu.
- Terapi bicara
Terapi bicara perlu dilakukan sejak dini dengan intensif bersama dengan terapi
lain.
- Terapi okupasi
Terapi okupasi diperlukan untuk melatih motorikhalus dan ketrampilan agar anak
dapat melakukan gerakan memegang, menggunting, menulis dengan terkontrol
dan teratur.
- Sensori integrasi
Sensori integrasi adalah pengorganisasian informasi melalui semua sensori yang
ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran,
body awareness dan gravitasi) untuk menghasilkan respons yang bermakna.
- AIT (Auditory Integration Training)
Diberikan kepada individu yang hipersensitif terhadap suara dan mengganggu
pendengaran mereka. Mulanya ditentukan suara yang mengganggu pendengaran
dengan perangkat audiometer. lalu diikuti seri terapi yang memperdengarkan
suara-suara yang direkam, tetapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan.
Selanjunya dilakukan desnsitisasi terhadap suara yang menyakitkan tersebut.
- Terapi Edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan ketrampilan sosial, ketrampilan sehari-hari agar
anak dapat mandiri. Salah satu metode yang banyak dipakai adalah metode
TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication
Handicapped Children). metode ini sangat terstruktur, mengintegrasikan metode
klasik yang individual, metode pengajaran yang sistematik, terjadwal dan dalam
ruang kelas yang ditata khusus.
- Terapi diet
Terapi diet bebas glutein dan casein bersifat individual. Dapat dipertimbangkan
bila dengan diet tersebut ada penurunan hiperaktifitas

9.Edukasi
1. Pengobatan bersifat jangka panjang
2. Sangat memerlukan kerja sama dengan keluarga
3. Terapi bicara dirumah
4. Sekolah dan pendidikan khusus

14
10.Prognosis

Ad vitam : bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Dengan penatalaksanaan yang tepat dan terpadu gejala-gejala autistiknya bisa dikurangi
semaksimal mungkin. Bila anak tersebut mempunyai kecerdasan yang normal atau
tinggi, tidak tertutup kemungkinan ia bisa mencapai jenjang pendidikan yang tinggi.
Prognosis penyandang autisme sangat tergantung dari diagnosis dini, berat ringannya
gejala, kecerdasan anak, umur pada saat terapi, kemampuan bicara dan terutama
intensitas terapi. Keterlibatan orang tua sangat mempengaruhi dan penting dalam
membantu kemajuan anaknya .Penyandang autisme dikatakan “sembuh” bila ia telah
bisa membaur dan mandiri dalam masyarakat.

11.Kepustakaan

1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 87-8
2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral
Pediatric. Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9.
3. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh; Churcill; 2003. h. 469-78.
4. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad.
Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:1079-95
5. Maestro S, Muratori F. Attentional skill during the first 6 month of age in autism
spectrum disorder. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002; 41:10
6. Brereton AV, Tonge BJ. Screening young people for autism with the developmental
behavior check-list. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002; 41:11
7. Baird G, Charman T. A screening instrument for autism at 18 months of age: A 6-
year follow up study. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:6
8. Alisjahbana A. Tanda awal dari autisme. Disampaikan pada konferensi nasional
autism-1. Jakarta, 2-4 Juli 2003.
9. Filipek PA, Acardo PJ, Aswahwal S, Baronek GT, Cook EH, Dawson G, dkk.
Practise parameter: screening and diagnosis of autism. Neurology.2000.; 55: 468-79
10. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders.
Washington: American Psychiatric Association; 1994. h 66-71.
11. Randall O, Linmarie S, Ronal NM, Patricia CL George M, Roert DM, William HC ,
Robert LF. Aripiprazole in the treatment of irritability in children and adplesscents with
autistic disorder. Pediatric 2009;124;1533-1540
12. Nazni P, Wesely EG, Nishadevi V. Impact of Casein and Glutein Free Dietary
Intervention on selected Autistic Children. Iran J Pediatr 2008:18:244-250

15
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
Rismarini, Yudianita Kesuma

1. Pengertian

ADHD adalah kelompok gangguan tingkah laku (sindroma tingkah laku) yang terdiri dari
gangguan hiperaktif dan/atau impulsif dan/atau kurang perhatian (inatentif) yang tampak
pada awal kehidupan anak dan akan menetap setelah masa anak dan remaja, walaupun
manifestasi tingkah laku berubah tergantung rentang perkembangan

2.Anamnesa

16
1. Riwayat perkembangan
2. Riwayat keluarga
3. Riwayat gangguan perilaku seperti inattensi, hiperaktivitas,
dan impulsivitas

3.Pemeriksaan Fisis

 Berat badan , tinggi badan, lingkar kepala bisa normal/ abnormal


 Pemantauan perilaku misalnya kontak mata, hiperaktivitas, inattensi dan impulsivitas
 Pemeriksaan neurologis
ADHD sering berhubungan dengan gangguan neurologis nonspesifik yang
menunjukkan imaturitas neurologis atau lemahnya koordinasi.
 Tes Denver, score Conner’s scale

4.Kriteria Diagnosa

Diagnosis ADHD ditentukan berdasarkan kriteria Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders (DSM) V.

A. Gejala inatensi dan atau hiperaktif impulsif menetap yang berdampak terhadap
fungsi atau perkembangan, ditandai dengan karakteristik (1) dan/atau (2).

Catatan: Gejala bukan manifestasi dari perilaku opposisional, defiance, atau


ketidakmampuan memahami tugas atau instruksi. Untuk anak remaja lanjut > 17 th
paling kurang memenuhi 5 gejala.
1. Inatensi

a. Seringkali gagal memperhatikan baik-baik suatu hal yang detail atau membuat
kesalahan, sembrono pada tugas sekolah, pekerjaan atau aktifitas lain.

b. Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian pada tugas-tugas


atau aktifitas bermain

c. Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung

d. Seringkali tidak mengikuti dengan baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan
tugas sekolah, pekerjaan atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena
perilaku melawan atau kegagalan untuk mengikuti instruksi)

e. =-Seringkali mengalami kesulitan dalam mengorganisir tugas dan aktivitas

f. Seringkali menghindari atau sangat tidak menyukai tugas (misal tugas sekolah) yang
membutuhkan dukungan usaha mental.

g. Seringkali kehilangan barang-barang yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-


tugas atau aktifitas (kehilangan tugas sekolah, pensil, buku atau mainan)

h. Seringkali mudah terganggu (teralihkan perhatiannya) oleh rangsangan dari luar.

i. Seringkali mudah lupa dalam menjalankan rutinitas sehari-hari

17
B. Hiperaktif –Impulsif

a. Seringkali tangan dan kaki tidak bisa diam atau mengetuk-ngetukkan tangan dan
kaki, menggeliat di kursi

b. Seringkali meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau pada situasi lain dimana
diharapkan agar anak tetap duduk.

c. Berlarian atau memanjat secara berlebihan dalam situasi dimana perilaku seperti ini
tidak tepat (pada masa remaja atau dewasa, hal ini terbatas pada perasaan gelisah
subyektif)

d. Mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam aktifitas senggang secara
tenang

e. Tidak mampu atau merasa tidak nyaman tetap tenang/ diam dalam periode waktu
yang lama (mungkin dirasakan orang lain seperti sulit mengimbangi anak tersebut)

f. Terlalu banyak berbicara

g. Memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai

h. Mengalami kesulitan mengantri atau menunggu giliran bermain

i. menginterupsi atau mengganggu orang lain (pada remaja dan dewasa, mengganggu
atau mengambil alih apa yang orang lain sedang kerjakan)

B. Beberapa gejala inatentif atau hiperaktif-impulsif telah ada sebelum usia 12


tahun

C. Beberapa gejala inatentif atau hiperaktif-impulsif atau keluarga; dalam


aktifitas lain.

D. Terdapat bukti yang jelas bahwa gejala berdampak pada, atau menurunkan
kualitas sosial, akademik atau pekerjaan

E. Gejala-gejala tudak muncul secara khusus pada saat terdapat schizoprenia


atau gangguan psikotik lain dan tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh
gangguan mental lain (mood disorder, gangguan cemas, dissosiative
disorder, gangguan personalitas, keracunan obat atau substance withdrawal)

Interpretasi

1. Predominan Inatensi
Apabila kriteria A1 (Inatensi) terpenuhi tetapi kriteria A2 (Hiperaktif-Impulsif) tidak
terpenuhi selama 6 bulan kebelakang.
2. Predominan Hiperaktif-Impulsif
Apabila kriteria A2 (Hiperaktif-Impulsif) terpenuhi dan kriteria A1 (Inatensi) tidak
terpenuhi selama 6 bulan kebelakang.
3. Kombinasi Inatensi dan Hiperaktif-Impulsif
Apabila kriteria A1 dan kriteria A2 terpenuhi selama 6 bulan kebelakang.

18
Menentukan Tingkat Keparahan ADHD

RINGAN SEDANG BERAT

Terdapat gejala minimal Terdapat gejala atau Terdapat banyak gejala-


diluar dari gejala yang gangguan fungsional berada gejala yang dibutuhkan untuk
dibutuhkan untuk diagnosis diantara kriteria ringan dan diagnosis, atau beberapa
dan berdampak pada berat gejala yang timbul bersifat
gangguan fungsi sosial dan berat; atau gejala tersebut
pekerjaan yang ringan. menimbulkan gangguan
fungsi sosial dan pekerjaan
yang berat.

5.Diagnosis

1. Anamnesis
-Riwayat perkembangan
-Riwayat keluarga
-Riwayat gangguan perilaku
2. Pemeriksaan fisik.
Untuk menyingkirkan diagnosa banding
 Berat badan , tinggi badan, Lingkar kepala
 Gangguan perilaku misalnya kontak mata tidak ada, hiperaktivitas, inattensi dan
impulsivitas
 Tes Denver, score Conners scale
 Pemeriksaan neurologis
3. Pemeriksaan penunjang
Tes pendengaran, tes IQ

6.Diagnosis Banding
 Gangguan perkembangan pervasif (autis dan penyakit seperti autis)
 Penyakit yang mempengaruhi perasaan (depresi).
 Reaksi-reaksi terhadap stress (mis: gangguan stress pasca trauma)
 Tuli
 Retardasi mental

7.Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan penunjang dilakukan hanya untuk menyingkirkan diagnosa banding
 Tes psikologis. Jika dicurigai masalah akademis dilakukan tes psikologis atau
diagnostik edukasi atau bicara dan bahasa, Beberapa tes dibutuhkan untuk
menyingkirkan dan juga mengidentifikasi secara adekuat masalah belajar

8.Terapi

19
A. Medikasi. Stimulansia SSP dapat meningkatkan atensi, menurunkanhiperaktivitas dan
mengurangi impulsif. Jika anak juga melawan dan menyimpang akan meningkatkan
kepatuhan, mengurangi kelabilan emosi dan menurunkan sifat antisosial. Medikasi
diberikan jika gejala ADHD menyebabkan efek negatif yang nyata terhadap
kemampuan akademik dan sosial anak. Obat-obat yang biasa dipakai antara lain:
- Metilfenidat, dimulai dengan dosis 0,3 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan 0,15 mg/ kg/ kali sampai didapat efek optimal. Dosis maksimal 20 mg/
hari.
- Atomoxetine, dimulai dengan dosis 0,5 mg/kg/hari sehari sekali. Setelah 2-3 hari dosis
dapat ditingkatkan menjadi 2x0,5 mg/kg sampai dosis maksimal 1,4mg/kg/hari. Dapat
meningkatkan atensi dan mengurangi hiperaktif.
- Risperidon, dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg, dapat dinaikkan 0,05 mg setiap 3-5 hari
sampai tercapai dosis 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki hubungan sosial, atensi,
agresifitas, hiperaktifitas dan perilaku menyakiti diri sendiri.
- Dekstroamfetamin, dimulai dengan dosis 0,15 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan 0,15 mg/ kg/ kali. Dosis maksimal 5 mg/ hari.
- Pemoline, dosis anak <8 tahun: 37,5 mg pada pagi hari, anak > 8 tahun: 37,5 mg pagi
+ 18,75 mg siang.
Jika satu obat tidak efektif atau timbul masalah, dapat dicoba kelompok obat lainnya.
Medikasi dimulai dengan dosis paling rendah yang dinaikkan perlahan-lahan sampai
respon optimal. Efek samping diminimalkan dengan pengaturan dosis, waktu atau
bentuk medikasi. Sekali dosis yang tepat sudah didapatkan harus dievaluasi ulang dan
disesuaikan terus ke atas karena dapat terjadi efek toleransi atau anak bertambah
besar sehingga dibutuhkan dosis lebih tinggi. Terapi harus diteruskan sampai lewat
masa remaja ( kecuali 20% anak ADHD yang sembuh). Keputusan untuk mengakhiri
obat didasarkan pada periode singkat saat stop obat (biasanya 2-4 minggu) selama
masa stress berkurang.
B. Terapi Psikologi
- Latihan orangtua. Dalam tahap terapi tingkah laku, latihan untuk orang tua merupakan
prioritas tertinggi. Tujuannya untuk mengajar orang tua bagaimana mengatur
pembatas sekaligus insentif untuk tingkah laku yang tepat dan menimbulkan respon
emosi destruktif. Apa yang dibutuhkan adalah perubahan komplit dalam respon alami
terhadap tindakan negatif. Latihan untuk dewasa (orang tua dan guru) dalam
penatalaksanaan tingkah laku biasanya membutuhkan rujukan. Untuk orang tua
pengobatan dilakukan dalam kelompok kecil. Klinisi harus tahu bahwa tujuan terapi
tatalaksana tingkah laku adalah perbaikan lingkungan dimana dilakukan kehidupan
sehari-hari, tidak untuk mengubah dasar alamiah anak.
- Terapi tambahan. Terapi tambahan mungkin dibutuhkan tergantung pada lingkaran
keluarga dan anak. Terdapat keterbatasan usaha tradisional, psikoterapi individu
untuk anak ADHD. Tujuan terapi ini adalah untuk memperbaiki harga diri. Tidak ada
bukti bahwa psikoterapi individual memperbaiki kemampuan anak untuk memberikan
perhatian atau mengurangi impulsif. Bila anak mulai menjadi lebih tua dan lebih
waspada, psikoterapi dapat memfasilitasi pengertian bagaimana tingkah laku
mempengaruhi yang lainnya. Psikoterapi dinamis keluarga harus disiapkan. Latihan
kemampuan komunikasi keluarga juga memiliki keterbatasan fokus, mungkin ini lebih
menolong jika anak ADHD mendekati remaja. Fokus terapi ini adalah menciptakan
pengaturan dan menguatkan peraturan di tempat keluarga.
C. Kriteria merujuk.

20
Kebanyakan klinisi tingkat dasar akan terlibat dalam 2 aspek terapi yaitu : (1)
menjelaskan kondisi terhadap anak dan keluarga (2) memberikan resep dan mengikuti
pengobatan. Terapi psikososial akan diberikan oleh yang lain walaupun klinisi juga
harus tahu tipe pengobatan dan tujuan tiap strategi pengobatan. Jika anak gagal
merespon obat stimulan yang diberikan atau memberikan efek samping yang tidak
diharapkan, rujuk ke spesialis seperti dokter anak tumbuh kembang atau psikiater
anak

9.Edukasi :
- ADHD dapat berlanjut sampai remaja, bahkan samapi dewasa.
- Pendididkan Khusus

10.Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Sebanyak 30-80% kasus tetap menunjukkan gejala ADHD pada masa-masa adolesen
dan sebanyak 65% kasus sampai dewasa. Riwayat keluarga ADHD, gangguan
psikososial dan komorbiditas dengan gangguan konduk, mood dan ansietas
meningkatkan resiko menetapnya ADHD.
Delikuensi atau personalitas antisosial pada masa adolesen atau dewasa terlihat pada
pemantauan 25-40% anak dengan ADHD. Pasien ADHD dilaporkan mempunyai
kecenderungan mencoba narkotika den mengalami adiksi pada masa adolesen.
Kasus-kasus yang memperlihatkan tingkah laku agresif terhadap orang dewasa, IQ yang
rendah, hubungan dengan kawan yang buruk dan menetapnya gejala ADHD mempunyai
prognosa yang kurang baik

11.kepustakaan
1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 87-8
2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral
Pediatric. Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9.
3. Daruna JH, Dalton R, Forman MA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam:
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook
of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 100-3.
4. Parker S. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam: Parker S, Zuckerman B.
Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h.
124-9.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh; Churcill; 2003. h. 469-78.
6. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad.
Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:1079-95
7. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders.
Washington: American Psychiatric Association; 1994. h 66-71.
8. David M, Albert JA, Joan B, Charles C, David D, Christopher K, Jeffrey N, Randy S,
Bart S, Keith S, Scott W, Douglas K, Joachim W, Nancy JT, Donald H. Once-Daily
Atomoxetine Treatment for Children and Adolescents With Attention Deficit

21
Hyperactivity Disorder: A Randomized, Placebo-Controlled Study. Am J Psychiatry
2002; 159:1896–1901

RETARDASI MENTAL
Rismarini, Yudianita Kesuma

1.Pengertian

Fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ < 70), disertai adanya kendala dalam
penyesuaian perilaku adaptif sosial dan gejalanya timbul dalam masa perkembangan
(usia < 18 tahun)

22
2.Anamnesa

1. Riwayat gangguan perkembangan dan pertumbuhan


2. Gangguan perilaku seperti hiperaktif, temper tantrum
3. Gangguan belajar seperti belajar lebih lama dan harus diulang-ulang
4. Faktor penyebab non organik dan organik
 Faktor non organik
a) Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
b) Faktor sosiokultural
c) Interaksi anak dan pengasuh yang tidak baik
 Faktor organik
a) Faktor prakonsepsi
- Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan
neurocutaneus)
- Kelainan kromosom (X-linked, tranlokasi, fragile-X)
- Sindrom polygenic familial
b) Faktor prenatal
- Gangguan pertumbuhan otak trimester I
 Kelainan kromosom (trisomy 21,18, 13, mosaik, dan lainnya)
 Infeksi intrauterine, misalnya TORCH, HIV
 Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi, rokok, kokain, logam berat, dan lainnya)
 Disfungsi plasenta
 Kelainan kongenital dari otak (idiopatik)
- Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
 Infeksi intrauterine, misalnya TORCH, HIV
 Zat-zat teratogen
 Ibu diabetes mellitus, PKU(Phenylketonuria)
 Toksemia gravidarum
 Disfungsi plasenta
 Ibu malnutrisi
c) Faktor perinatal
- Sangat prematur
- Asfiksia neonatorum, HIE (hypoxic ischemic encephalopathy)
- Trauma lahir : perdarahan intrakranial
- Meningitis
- Kelainan metabolik : hipoglikemia, hiperbilirubinemia
d) Faktor postnatal
- Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
- Gangguan perkembangan otak : hidrosefalus, lissencephaly
- Neurotoksin, misalnya logam berat
- CVA (Cerebrovascular accident)
- Anoksia, misalnya tenggelam
- Metabolik
- Gizi buruk
- Kelainan hormonal, misalnya hipotiroidosis, pseudohipoparatiroidosis
- Aminoaciduria, misalnya PKU (Phenylketonuria)
- Kelainan metabolism karbohidrat, galaktosemia, dll

23
- Polisakaridosis, misalnya sindrom Hurler
- Serebral lipidosis (Tay Sachs), dengan hepatomegaly (Gaucher)
- Penyakit degeneratif/metabolik lainnya
- Infeksi
- Meningitis, ensefalitis
- Subakut sklerosing panensefalitis
e) Masalah psikososial, misalnya : deprivasi maternal, kurang stimulasi, kemiskinan,
dan lainnya.

3.Pemeriksaan Fisis

 Berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala mungkin di bawah normal
 Tanda-tanda dismorfik
 Tes Denver

4.Kreteria Diagnosis

 Anak dicurigai RM bila perkembangannya dibawah rata-rata anak seusianya


 Ada tanda-tanda dismorfik
 Mungkin ditemukan penyebab kelainan  organik / non organik
 Skrining  tes Denver anak RM perkembangan terlambat di semua bidang, kecuali
kadang-kadang pada bidang motorik kasar
 Tes IQ < 70

5.Diagnosis
 Anamnesis
Riwayat perkembangan terlambat
Riwayat kesulitan dalam belajar
 Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda dismorfik , mikrosefali, tes Denver
 Pemerisaan penunjang
Test IQ

Berdasarkan nilai IQ RM dibagi menjadi:

- RM borline IQ 70 – 79
- RM ringan IQ 52 – 69
- RM sedang IQ 36 – 51
- RM berat IQ 20 – 35
- RM sangat berat IQ < 20

Berdasarkan gejala klinis RM dibagi menjadi :

- Tipe klinis: Kelainan fisik dan mental cukup berat sehingga mudah dideteksi dini.
Kabanyakan disebabkan oleh kelainan organik, memerlukan perawatan terus menerus
- Tipe sosial budaya: penampilan seperti anak normal, terdeteksi karena tidak bisa
mengikuti pelajaran di sekolah. Kebanyakan RM yang border line atau ringan

24
6.Diagnosa Banding

 Gangguan pendengaran
 -Autisme

7.Pemeriksaan penunjang

 Test IQ
 Pemeriksaan penunjang lain tidak rutin sesuai indikasi untuk mencari penyebab dan
sesuai faktor risiko
8.Terapi

 Umum : masalah pendidikan, edukasi dan latihan


 Tim multidisiplin (dokter anak, psikiater, neurolog, psikolog, guru, terapis okupasi, terapi
bicara, perawat)
 Sesuai dengan IQ
 Pendidikan di SLB
RM ringan
 Mampu didik  diajar baca tulis
 Bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidup dan mandiri seperti orang
dewasa normal
 Memerlukan bimbingan dari keluarga
RM sedang
 Mampu latih  bisa dilatih keterampilan tertentu (pertukangan, pertanian)
 Dilatih mengurus diri sendiri
 Selalu memerlukan bimbingan dan pengawasan
RM berat
 Dilatih higiene dasar saja
 Dilatih kemampuan bicara yang sederhana
 Tidak dapat dilatih keterampilan kerja
 Memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidup
RM sangat berat
 Kemampuan berbahasa sangat minimal
 Seluruh hidup tergantung pada orang disekitarnya

9. Edukasi
 RM merupakan masalah jangka panjang
 Anak memerlukan bimbingan seumur hidup
 Sekolah dan pendidikan khusus
 Prognosis

10.Prognosis

25
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam: dubia ad mala
 Ad functionam : dubia ad malam

11 .Kepustakaan
1. Shonkoff JP. Mental Retardation. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007. h. 125-9
2. Kastner W. Mental Retardation: Behavioral Probelms Palsy. Dalam: Parker S,
Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott; 2005. h. 234-7
3. Coulter DL. Mental Retardation: Diagnostic Evaluations. Dalam: Parker S,
Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott; 2005. h. 238-41
4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics.
Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3.
Edinburgh: Churcill; 2003. h. 469-478
6. Soetjiningsih, Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak, Edisi 2. EGC. 2012. H.511-26

SINDROMA DOWN
Rismarini, Yudianita Kesuma

1.Pengertian

26
Sindroma Down (Down Syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya gangguan perkembangan
kromosom 21 yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas

2.Anamnesa

- Didapatkan keterlambatan pada semua aspek perkembangan anak, baik motorik,


bahasa, personal sosial dan kognisi.
- Adanya faktor resiko seperti infeksi intra uterin, paparan radiasi, usia ibu > 35 tahun

3.Pemeriksaan Fisis

Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik
yang menonjol.
Kepala, muka dan leher :
 Paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
 Hipertelorisme dan lipatan epicantus.
 Mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds), white
Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata, medial epicanthal folds,
keratoconus, strabismus, katarak, dan retinal detachment.
 Sela hidung yang datar.
 Protruding tongue, hypoplasia maxilla, keterlambatan pertumbuhan gigi,  hypodontia,
juvenile periodontitis, dan kadang ada bibir sumbing
 Low set ear.
 Didapatkan brachycephalic, sutura dan fontanela yang terlambat menutup.
Abdomen dan pelvis :
 Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus
(esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
 Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebih lebar,
terdapat pada 87% kasus.
Ekstremitas :
 Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas
jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki
melebar. Tapak tangan hanya terdapat satu garisan urat (simian crease).
 Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua
agak jauh terpisah dan tapak kaki.
Genital :
 Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan
keterlambatan perkembangan pubertas.

Kulit :
Kulit lembut, kering dan tipis, xerosis, atopic dermatitis, palmoplantar hyperkeratosis, dan
seborrheic dermatitis.

4.Kreteria Diagnosis

27
 Anamnesis : perkembangan terlambat
 Pemeriksaan fisik : gambaran dismorfik yang khas
 Pemeriksaan kromosom

5.Diagnosis
 Anamnesis
 Perkembangan terlambat, adanya faktor resiko
 Pemeriksaan Fisik
 Gambaran Dismorfik yang khas
 Pemeriksaan Penunjang
 tes kromosom

6.Diagnosa Banding

 Hipotiroid Kongenital
 Fragile X Syndrom
 Prader Wili Syndrom
 CMV Kongenital

7.Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan Kromosom
 Tes fungsi Tiroid
 Pemeriksaan Radiologi, USG, ECG sesuai indikasi
 Tes ITest IQ

8.Terapi

- Stimulasi dini.
Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh, karena otot-
ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan permainan-
permainan layaknya pada anak balita normal.
- Fisio Terapi. 
Penanganan  fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk
mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan
yang berkelanjutan.
- Terapi Wicara.
Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami keterlambatan bicara dan
pemahaman kosakata
- Terapi Okupasi
Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman,
kemampuan sensorik dan motoriknya Terapi ini membantu anak mengembangkan
kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.
- Terapi Sensori Integrasi.

28
Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya
pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak
diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan
meningkat.
- Terapi perilaku
Mengajarkan anak DS yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku
yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di
masyarakat.
- Terapi Remedial.
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis dan
yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah biasa
- Pendidikan di SLB

9.Edukasi

Masalah perkembangan anak,pengobatan,pendidikan dan prognosa

10.Prognosis

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad sanationam: dubia ad malam
 Ad functionam : dubia ad malam

11.Kepustakaan

1. Hardy, Olga, Worley, Gordon, et.al., Hypothyroidism in Down Syndrome : Screening


Guidelines and Testing Methodology, 2004, NCBI Articles, PMC2683266
2. Leshin, Len, Pediatric Health Update on Down Syndrome dalam Down Syndrome
Vision for 21st Century, Cohen, William I, Lynn, Nadel, Madnick, Myra E, Willey Liss,
New York, 2005.
3. Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin, Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta : Penerbit
EGC. 2000
4. Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta : Penerbit EGC. 2014

IMUNISASI PADA ANAK


Rismarini, Yudianita Kesuma

1.Pengertian

29
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia

2.Anamnesa

 Riwayat imunisasi sebelumnya


 Reaksi setelah mendapat imunisasi sebelumnya
 Adanya kontraindikasi imunisasi seperti : demam, penyakit imunocompromised

3.Pemeriksaan Fisis

 Pemeriksaan fisik rutin BB, TB, dan


 Pemeriksaan untuk menilai apakah ada kontraindikasi imunisasi seperti :
- Panas > 38,5 C
- Gizi buruk
- Penyakit imunocompromised enderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali
dengan adanya

4.Jadwal imunisasi

1. Menurut Program Pengembangan Imunisasi Dep. Kes R.I. (PPI)


-Untuk bayi yang lahir di rumah sakit
-Untuk bayi yang datang ke rumah sakit/posyandu
2. Non PPI

Jadwal imunisasi Depkes pada bayi dengan menggunakan vaksin DPT dan
HBdalam bentuk terpisah menurut tempat lahir bayi
UMUR VAKSIN TEMPAT
Bayi lahir di rumah :
0 bulan HB1 Rumah
1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu
2 bulan DPT1, Hb2, Polio2, Posyandu
HiB1
3 bulan DPT2, Hb3, Polio3, Posyandu
HiB2
4 bulan DPT1, Polio4, HiB3 Posyandu
9 bulan Campak Posyandu

0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/RB/Bid


an
2 bulan DPT1, Hb2, Polio2, RS/RB/Bid
HiB1 an
3 bulan DPT2, Hb3, Polio3, RS/RB/Bid
HiB2 an
4 bulan DPT1, Polio4, HiB3 RS/RB/Bid
an

30
Jadwal imunisasi Depkes pada bayi dengan menggunakan vaksin DPT/HB/HiB
combo
Umur Bayi Jenis Imunisasi
≤ 7 hari Hepatitis B (HB) 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT/HB/HiB 1, Polio 2
3 bulan DPT/HB/HiB 2, Polio 3
4 bulan DPT/HB/HiB 3, Polio 4
9 bulan Campak

Jadwal Imunisasi IDAI

5.Jenis –jenis imunisasi

C. Hepatitis B
Jenis vaksin :
- Inactivated viral vaccine (IVV = HbSAg yang telah diinaktifasi)
- Vaksin rekombinan : HB Vax (MSD); Engerix (smith Kline Becham); Bimugen
(kahatsuka)
- Plasma derived : Hepa B: vaksin hepatitis B (biofarma) : Hepaccine B (Cheil
Chemical & ford)
Dosis: 0,5 cc/dosis.
Cara pemberian : SC/IM
Jadwal imunisasi :
 Disarankan untuk diberikan bersama BCG dan Polio I pada kesempatan kontak
pertama dengan bayi.

31
 Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif mendapat ½ dosis anak vaksin
rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived. Dosis kedua harus diberikan
1 bulan atau lebih setelah dosis pertama.
 Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapat 0,5 cc Hepatitis B immune Globulin
(HBIG) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 1 dosis anak vaksin rekombinan atau
1 dosis anak vaksin plasma derived pada tempat suntikan yang berlainan. Dosis
kedua direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama
dengan vaksin campak pada umur 9 bulan.
 Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAgnya mendapat 1 dosis
anak plasma rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived dalam waktu 12
jam setelah lahir. Dosis kedua direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga
6-7 bulan atau bersama dengan vaksin campak pada umur 9 bulan. Diberikan
booster 5 tahun kemudian, dianjurkan pemeriksaan kadar anti HbsAg sebelumnya.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)
Efek samping : reaksi lokal ringan, demam sedang 24-48 jam, lesu, saluran
pencernaan rasa tidak enak

B. BCG
Jenis Vaksin : Calmette & Guerin (Biofarma, Pasteur, Glaxo) suatu live attenuated
vaccine (LAV).
Dosis : 0,05 cc/dosis
Cara pemberian: intrakutan
Jadwal imunisasi: pada kesempatan kontak pertama dengan bayi, tidak diperlukan
booster
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Dermatosis yang progresif (sementara)
Efek samping : reaksi lokal, adenitis

C. DPT
Jenis vaksin : Difteri (toksoid)
Pertusis (Inactivated Bacterial Vaccine-IBV, Bordetella pertusis tipe I)
Tetanus (toksoid)
Dosis: 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : IM atau SC dalam
Jadwal imunisasi:
1. Imunisasi dasar : tiga dosis dengan interval 4-6 minggu. Dosis I
diberikan pada umur 2 bulan
2. Booster : dosis IV diberikan 1 tahun setelah dosis III dan dosis V dan
VI berupa DT diberikan pada umur 6 dan 12 tahun
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Difteri : tidak ada
- Pertusis : riwayat kelainan neurologis
- Tetanus : tidak ada
Efek samping: reaksi lokal, demam, reaksi akinetik, kejang, gejala ensefalopati
akibat komponen vaksin pertusis. Jika muncul reaksi ini, imunisasi DPT
dilanjutkan hanya dengan DT

32
D. Polio
Jenis vaksin : vaksin polio oral sabin (LAV)
Dosis : 2 tetes/dosis
Cara pemberian : oral
Jadwal imunisasi :
 Dosis I diberikan pada umur sedini mungkin bila bayi lahir di RS (Bersama dengan
BGC) atau pada kontak pertama bila bayi datang ke RS atau posyandu (biasanya
umur 2 bulan). Selanjutnya dosis II, III dan IV diberikan dengan interval 4 minggu,
bersamaan dengan DPT I, II dan II. Jika BCG dan Polio I diberikan bersamaan
dengan DPT I, Polio IV diberikan 4-6 minggu setelah DPT/Polio III.
 Booster : dosis V diberikan I tahun setelah dosis IV dan dosis VI dan VII diberikan
pada umur 6 dan 12 tahun.
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Diare (sementara)
Efek samping : tidak ada reaksi klinis. Kemungkinan polio paralitik yang dapat
dievaluasi dari 1 per 8 juta dosis pada anak yang telah diimunisasi dan 1 per 5 juta
dosis pada kontak.

E. Haemophylus Influenza Tipe B (Act-HiB)

Jenis vaksin : Conjugate H. Influenza Tipe B (Act-HiB) PRP-T (PasteurMerieux),


telah terdapat dalam bentuk gabungan dengan DPT dan Hepatitis B dalam bentuk
Pentabio.
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM

Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar :
o Untuk vaksin conjugate H-Influenza Tipe B (Act-HiB)
 Bila anak datang pada umur 2-6 bulan, direkomendasikan diberikan pada umur
2,4 dan 6 bulan
 Bila anak datang pada umur 6-12 bulan, direkomendasikan diberikan pada umur
2 dosis dengan interval 1-2 bulan.
 Bila anak datang pada umur >12 bulan, Act HiB hanya diberikan 1 kali
o Untuk vaksin Pedvax HIB MSD
 Bila diberikan pada umur 2-14 bulan maka diberikan dalam 2 dosis dengan interval
2 bulan.
 Bila diberikan pada umur > 15 bulan maka diberikan 1 kali saja.
 Booster :
o Untuk Act-HIB : bila imunisasi dasar diberikan pada umur 2-10 bulan, booster pada
umur 12-15 bulan setelah suntikan terakhir.
o Untuk Pedva: bila imunisasi dasar sebelum 1 tahun, booster diberikan 12 bulan
setelah suntikan terakhir.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap komponen vaksin

33
Infeksi akut dengan demam
Efek samping :
- Lokal : eritema, nyeri dan indurasi
- Reaksi sistemik : demam, nausea, muntah dan/atau diare, menangis > ½-1 jam dan
rash.
- Infeksi akut dengan demam.

F. Campak
Jenis vaksin : Schwarz (LAV)
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : diberikan pada umur 9 bulan
 Bisa diulang minimal 6 bulan setelah pemberian campak yang pertama.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak), alergi terhadap telur (benar-benar
terbukti), mendapat injeksi gammaglobulin dalam 6 minggu terakhir
Efek samping: demam dengan atau tanpa rash 6-12 hari setelahdiimunisasi pada 15-
20% anak.

G. MMR (Measle-Mump-Rubela)
Jenis vaksin : Triple vaccine Measles, Mumps Rubella (LAV), isinya :
Measle : campak
Mump : Urabe (trimovax-pasteur), Jeryl Lynn
(MMR-MSD)
Rubella : RA 27/73
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : diberikan pada umur 12 bulan atau 6 bulan setelah imunisasi
campak.
 Booster : diberikan pada umur 12 tahun
Kontra indikasi : sama dengan campak
Efek samping : sama dengan campak + parotitis: dmam, rash, ensefalitis,
parotitis, meningoensefalitis, tuli neural unilateral (tetapi dilaporkan sembuh
sempurna tanpa gejala sisa).

H. Tifus Abdominalis
Jenis vaksin : Vi CPS (capsular poly sacharide) : Typhim Vi (Pasteur
Merieux)
Oral : Vivotif (Ty2/A strain)
Dosis : Polisakarida 0,5 cc/dosis
Oral : 1 kapsul lapis enterik atau 1 sachet.
Cara pemberian :
- Polisakarida : SC atau IM satu kali
- Oral, 3 kali selang sehari.
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : Polisakasrida direkomendasikan diberikan pada umur > 2 tahun.

34
Oral direkomendasikan diberikan pada umur > 6 tahun dalam 3 dosis dengan
interval dosis selang sehari.
 Booster : polisakarida diberikan setiap 3 tahun
Oral : setelah 3-7 tahun.
Kontra indikasi : < 2 tahun (mutlak), tidak dianjurkan sebelum umur 6 tahun,
proteinuria, penyakit progresif
Efek samping :
- Reaksi lokal ditempat suntikan : indurasi, nyeri 1-5 hari
- Reaksi sistemik : demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot, komplikasi neuropatik,
kadang-kadang bisa syok, kolaps.

I. Varisela
Jenis vaksin : Strain OKA dari virus Varicella zoster.
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : Anak berumur 12 bulan sampai dengan 12 tahun diberikan 1 dosis.
Anak 13 tahun keatas diberikan 2 dosis dengan interval 4-8 minggu.
 Booster : Jika diberikan pada umur 12 bulan harus diulang umur 12 tahun.
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Penyakit demam akut yang berat (sementara)
- Hipersensitif terhadap neomisin atau komponen vaksin lainnya
- TBC aktif yang tidak diobati
- Penyakit kelainan darah
Efek samping :
- Ringan: reaksi lokal di tempat suntikan
- Reaksi sistemik : demam ringan, erupsi papulo vesikular dengan lesi kurang dari 10
Catatan : hindarkan pemberian salisilat selama 6 minggu setelah vaksinasi karena
dilaporkan terjadi Reye’s Syndrome setelah pemberian salisilat pada anak dengan
varicella alamiah.

J. Hepatitis A
Jenis vaksin : partikel virus aktif yang diinaktivasi 9IVV0
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC/ IM
Jadwal imunisasi :
- Imunisasi dasar : anak berumur > 2 tahun diberikan 3 dosis dengan jadwal 0 bulan,1
bulan, dan 6 bulan.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)

Pedoman vaksinasi DPT pada anak/bayi dengan riwayat kejang

Kejang

35
Ya Tidak → beri DPT

Apakah kejang berhubungan dengan DPT


(kejang yang terjadi 48 jam setelah DPT dianggap
berhubungan dengan DPT)

Beri DT*←Ya Tidak

Apakah DPT III sudah diberikan dan apakah


sudah lewat 6 bulan sejak kejang terakhir

Tidak/salah satu Ya keduanya → lanjutkan DPT


Atau keduanya

Apakah ada gangguan neurologis


Yang sedang berlangsung
(ditunjang dengan evaluasi medis)

Ya Beri DT* Tidak → beri DPT

Keterangan:
* Bila mampu beri DTPa

6.Pemeriksaan Penunjang

Tidak memerlukan pemeriksaan penunjang

7.Terapi

Untuk imunisasi diberikan paracetamol 10 mg/kg BB/kali bila panas

8. Edukasi

- Manfaat imunisasi
- KIPI
- Cara mengatasi KIPI

9.Prognosis

- Ad vitam : bonam
- Ad sanationam: bonam
- Ad functionam : bonam

36
10.Kepustakaan

1. WHO Position papers: Recommendations for Routine Immunization: World Health


Organization; 2017
2. American Academy of Pediatrics. Vaccine safety and contraindications. Dalam:
Pickering LK, Baker CJ, Long SS, Mc Millan JA, penyunting. Red book: 2006 Report
of The Committee on Infectious Diseases. Edisi ke-27. Elk Grove Village, IL.
American Academy of Pediatrics; 2006:39-41.
3. American Academy of Pediatrics. Reporting of adverse events. Dalam: Pickering LK,
Baker CJ, Long SS, Mc Millan JA, eds. Red book: 2006 Report of The Committee on
Infectious Diseases. Edisi ke-27. Elk Grove Village, IL: American Academy of
Pediatrics; 2006. h.41-9.
4. Orenstein WA, Pickering LK. Immunization practices. Dalam: Kliegman RM, Jenson
HB, Behrman RE, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-
18. Philadelphia, Saunders; 2007. h.1058-70.
5. Satgas Imunisasi IDAI. Buku Pedoman Imunisasi.Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2017.

37

Anda mungkin juga menyukai