Anda di halaman 1dari 28

REFERAT OKTOBER 2017

Gangguan Bicara dan Bahasa

Nama : Jeane Adelia


No. Stambuk : N 111 16 112
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan simbolisasi dari pikiran berupa kode yang telah kita
pelajari; atau suatu sistem yang telah disepakati yang memungkinkan kita untuk
mengomunikasikan ide-ide serta mengekspresikan keinginan dan kebutuhan kita.
Membaca, menulis, gerakan tubuh, dan berbicara adalah semua bentuk dari bahasa.
Bahasa terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bahasa reseptif: memahami apa yang
tertulis atau apa yang dikatakan, dan bahasa ekspresif: kemampuan untuk berbicara
dan menulis.1

Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.


Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada
sistem lainnya, sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor, psikologis,
emosi, dan lingkungan di sekitar anak. Seorang anak tidak akan mampu berbicara
tanpa dukungan dari lingkungannya. Mereka harus mendengar pembicaran yang
berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari maupun pengetahuan tentang dunia.
Mereka harus belajar mengekspresikan dirinya, membagi pengalamannya dengan
orang lain dan mengemukakan kinginannya.2,3

Pada umumnya bila seorang anak pada umur 2 tahun belum dapat
mengucapkan kata-kata harus dicari penyebabnya. Anak disebut slow talker bila
perkembangan lainnya normal, kecuali terlambat dalam bicara dan pada anamnesis
didapatkan di dalam keluarga juga terdapat anggota keluarga lain yang terlambat
bicaranya. Seorang anak rata-rata mulai mengeluarkan kata-kata tunggal antara umur
10-12 bulan, mulai mengucapkan kalimat pendek pada umur 18 bulan dan kalimat
sempurna kira-kira pada umur 30 bulan.4

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi

Pengertian antara berbicara (speech) dan bahasa (language) sering kali


membingungkan, tetapi keduanya memiliki perbedaan. Berbicara (speech) adalah
ekspresi verbal dari bahasa yang meliputi artikulasi sebagai sarananya sehingga
terbentuk kata-kata yang dapat kita dengar. Bahasa (language) memiliki
pengertian yang lebih luas, meliputi seluruh sistem pengekspresian dan
penerimaan informasi yang memiliki makna. Bahasa dapat dimengerti secara
pasif dan aktif melalui komunikasi verbal, non verbal, dan tertulis.5

Perkembangan bahasa normal

Di bawah 12 bulan

Penting pada anak-anak usia ini untuk diobservasi bahwa mereka


menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan lingkungan mereka. Tertawa
dan mengoceh adalah fase awal dari perkembangan berbicara. Seiring dengan
pertambahan usia bayi (sekitar usia 9 bulan), mereka mulai merangkai suara-
suara, menggabungkan kata-kata dengan nada yang berbeda, dan mengucapka
kata-kata seperti mama dan dada (tanpa mengetahui makna dari kata-kata
tersebut). Sebelum usia 12 bulan, anak-anak seharusnya sudah peka terhadap
suara. Bayi yang pandangannya fokus sekali tetapi tidak bereaksi terhadap suara
mungkun memiliki gangguan pada pendengarannya.

3
12 sampai 15 bulan

Anak pada usia ini pada normalnya harus mengoceh lebih banyak lagi dan
sedikitnya mengeluarkan satu atau lebih kata yang bermakna (tidak termasuk
mama dan dada). Kata benda biasanya muncul lebih awal seperti baby dan
ball. Anak seharusnya juga mampu untuk memahami dan menuruti satu
perintah (contoh, tolong ambilkan mainanmu.).

18 sampai 24 bulan

Anak sudah memiliki sekitar 20 perbendaharaan kata pada usia 18 bulan


dan 50 atau lebih kata-kata yang belum sempurna saat usia mereka mencapai 2
tahun. Ketika usia 2 tahun, anak-anak sudah belajar untuk mengombinasikan dua
kata, seperti adik nangis atau ayah besar. Seorang anak yang berusia 2 tahun
harus sudah mampu untuk melaksanakan dua buah perintah (seperti "tolong
ambilkan mainanmu dan ambil gelasmu ).

2 sampai 3 tahun

Pada usia ini anak akan mengalami perkembangan bahasa yang pesat dan
perbendaharaan kata yang amat meningkat. Mereka sudah bisa menggabungkan
tiga atau lebih kata-kata menjadi satu kalimat. Kemampuan anak dalam
memahami bahasa juga meningkat pada usia 3 tahun. Mereka mulai memahami
apa maksud dari taruh di meja itu atau taruh itu di bawah tempat tidur. Anak
juga sudah harus mulai bisa menyebutkan warna dan memahami konsep
deskriptif (contonya membedakan besar dan kecil).

2. Epidemiologi

Gangguan bicara merupakan salah satu masalah yang sering terdapat pada
anak-anak. Menurut NCHS, berdasarkan atas laporan orang tua (di luar gangguan

4
pendengaran serta celah pada palatum), maka angka kejadiannya adalah 0,9 %
pada anak di bawah umur 5 tahun dan 1,94 % pada anak yang berumur 5-14
tahun. Dari hasil evaluasi langsung terhadap anak usia sekolah, angka
kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berdasarkan hasil wawancara.
Berdasarkan hal ini, diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah
sekitar 4-5 %.2

Di AS, rasio prevalensi untuk keterlambatan bicara dan bahasa telah


dilaporkan dalam batasan yang luas. Penelitian terbaru Cochrane melaporkan
prevalensi untuk keterlambatan bicara, keterlambatan bahasa, dan kombinasi
keduanya pada umur pra sekolah dan anak umur sekolah. Untuk anak umur pra
sekolah, 2 sampai 4,5 tahun, studi yang mengevaluasi kombinasi keterlambatan
bicara dan bahasa melaporkan rasio prevalensi antara 5 % sampai 8 %, dan studi
tentang keterlambatan bahasa melaporkan rasio prevalensi antara 2,3 % sampai 19
%. Anak dengan keterlambatan bicara dan bahasa usia pra sekolah yang tidak
diterapi menunjukkan rasio variabel yang persisten (dari 0 % sampai 100 %),
dengan laporan hasil studi tersering menyatakan 40 % sampai 60 %. 6

Rata-rata keseluruhan untuk gangguan bicara dan bahasa adalah sekitar 5 %


pada anak usia sekolah. Meliputi kelainan pada suara (3%) dan gagap (1%).
Insiden pada anak-anak sekolah dasar dengan gangguan perkembangan adalah 2
% sampai 3 %, walaupun persentasenya menurun seiring dengan pertambahan
usia.

Dari jumlah gangguan pada anak usia sekolah, 10 % sampai 20 %


membutuhkan beberapa tipe pendidikan khusus. Sekitar sepertiga murid yang tuli
mengukuti sekolah khusus. Dua pertiga mengikuti program di sekolah khusus
anak-anak tuna rungu atau mengikuti kelas di sekolah reguler. Sisanya mengikuti
sekolah reguler.7

5
3. Etiologi

Penyebab kelainan berbahasa ada bermacam-macam yang melibatkan


berbagai faktor yang dapat saling mempengaruhi; antara lain kemampuan
lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis dan lain
sebagainya. Seorang anak mungkin kehilangan pendengaran sensoneural
dari sedang sampai berat. Sedangkan yang lain mungkin kehilangan
pendengaran konduksi berulang, sehingga kemampuan bicara
keseluruhannya menurun. Demikian pula suatu gangguan bicara (disfasia)
dapat terjadi tanpa adanya cedera otak atau keadaan lainnya. Blagger
(1981) membagi penyebab gangguan bicara dan bahasa sebagai berikut:2

Penyebab Efek pada perkembangan bicara

1. Lingkungan
a. Sosial ekonomi kurang Terlambat
b. Tekanan keluarga Gagap
c. Keluarga bisu Terlambat pemerolehan bahasa
d. Di rumah menggunakan bahasa
bilingual Terlambat pemerolehan struktur bahasa

2. Emosi
a. Ibu yang tertekan Terlambat pemerolehan bahasa
b. Gangguan serius pada orang tua Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
c. Gangguan serius pada anak Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa

3. Masalah pendengaran
a. Kongenital Terlambat/gangguan bicara yang permanen
b. Didapat Terlambat/gangguan bicara yang permanen

4. Perkembangan terlambat
a. Perkembangan lambat Terlambat bicara
b. Perkembangan lambat, tetapi masih Terlambat bicara

6
dalam batas rata-rata
c. Retardasi mental Pasti terlambat bicara

5. Cacat bawaan
a. Palatoschizis Terlambat dan terganggu kemampuan bicaranya
b. Sindrom down Kemampuan bicaranya lebih rendah

6. Kerusakan otak
Mempengaruhi kemampuan mengisap,
a. Kelainan neuromuskular menelan,
mengunyah, dan akhirnya timbul gangguan
bicara
dan artikulasi seperti disartria
b. Kelainan sensorimotor Mempengaruhi kemampuan mengisap
dan menelan, akhirnya menimbulkan gangguan
artikulasi, seperti dispraksia
Berpengaruh pada pernafasan, makan dan
c. Palsi serebral timbul
juga masalah artikulasi yang dapat
mengakibatkan disartria dan dispraksia
d.Kelainan persepsi Kesulitan membedakan suara, mengerti bahasa,
simbolisasi, mengenal konsep, akhirnya
menimbulkan kesulitan belajar di sekolah

Perkembangan bahasa yang lambat dapat bersifat familial. Oleh karena itu
harus dicari dalam keluarga apakah ada yang mengalami keterlambatan bicara juga.
Di samping itu kelainan bicara juga lebih banyak pada anak laki-laki daripada
perempuan. Hal ini karena pada perempuan, maturasi dan perkembangan fungsi
verbal hemisfer kiri lebih baik. Sedangkan pada laki-laki perkembangan hemisfer
kanan yang lebih baik, yaitu untuk tugas yang abstrak dan memerlukan keterampilan.

Sedangkan Aram DM (1978), mengatakan bahwa gangguan bicara pada anak


dapat disebabkan oleh kelainan di bawah ini:

a. Lingkungan sosial anak

7
Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan
perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan
menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak.

b. Sistem masukan/input

Adalah sistem pendengaran, penglihatan dan integritas taktil-kinestetik


dari anak. Pendengaran merupakan alat yang penting dalam perkembangan bicara.
Anak dengan otitis media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan
mengalami keterlambatan kemampuan menerima ataupun mengungkapkan
bahasa. Gangguan bicara juga terdapat pada tuli oleh karena kelainan genetik dan
metabolik (tuli primer), tuli neurosensorial (infeksi intra uterin: sifilis, rubella,
toksoplasmosis, sitomegalovirus), tuli konduksi seperti akibat malformasi telinga
luar, tuli sentral (sama sekali tidak dapat mendengar), tuli persepsi/afasia sensorik
(terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar menjadi suatu pengertian
yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti pada skizofrenia, autisme infantile,
keadaan cemas dan reaksi psikologis lainnya.

Pola bahasa juga akan terpengaruh pada anak dengan gangguan


penglihatan yang berat, demikian pula dengan anak dengan defisit taktil-
kinestetik akan terjadi gangguan artikulasi.

c. Sistem pusat bicara dan bahasa

Kelainan susunan saraf puast akan mempengaruhi pemahaman,


interpretasi, formulasi dan perencanaan bahasa, juga pada aktivitas dan
kemampuan intelektual dari anak. Gangguan komunikasi biasanya merupakan
bagian dari retardasi mental, misalnya pada Sindrom Down.

8
d. Sistem produksi

Sistem produksi suara seperti laring, faring, hidung, struktur mulut, dan
mekanisme neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk
berbicara, bunyi laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran
udara lewat laring, faring, dan rongga mulut.

4. Patofisiologi

Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi: pertama, aspek sensorik


(input bahasa), yang melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik
(output bahasa), yang melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.8

Urutan proses komunikasi-input bahasa dan output bahasa adalah sebagai


berikut:

a) sinyal bunyi mula-mula diterima oleh area auditorik primer yang nantinya
akan menyandikan sinyal tadi dalam bentuk kata-kata
b) kata-kata lalu diinterpretasikan di area Wernicke
c) penentuan buah pikiran dan kata-kata yang akan diucapkan juga terjadi di
dalam area Wernicke
d) penjalaran sinyal-sinyal dari area Wernicke ke area Broca melalui fasikulus
arkuatus
e) aktivitas program keterampilan motorik yang terdapat di area Broca untuk
mengatur pembentukan kata
f) penjalaran sinyal yang sesuai ke korteks motorik untuk mengatur otot-otot
bicara.

Apabila terjadi kelainan pada salah satu jalannya impuls ini, maka akan terjadi
kelainan bicara.

9
Apek sensorik pada komunikasi

Bila ada kerusakan pada bagian area asosiasi auditorik dan area
asosiasi visual pada korteks, maka dapat menimbulkan ketidakmampuan
untuk mengerti kata-kata yang diucapkan dan kata-kata yang tertulis. Efek ini
secara berturut-berturut disebut sebagai afasia reseptif auditorik dan afasia
reseptif visual atau lebih umum , tuli kata-kata dan buta kata-kata (disebut
juga disleksia).

Afasia Wernicke dan Afasia Global

Beberapa orang mampu mengerti kata-kata yang diucapkan atau pun


kata-kata yang dituliskan namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang
diekspresikan. Keadaan ini sering terjadi bila area Wernicke yang terdapat di
bagian posterior hemisfer dominan girus temporalis superior mengalami

10
kerusakan atau kehancuran. Oleh karena itu, tipe afasia ini disebut afasia
Wernicke.

Bila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar (1) ke belakang
ke regio girus angular, (2) ke inferior ke area bawah lobus temporalis, dan (3)
ke superior ke tepi superior fisura sylvian, maka penderita tampak seperti
benar-benar terbelakang secara total (totally demented) untuk mengerti bahasa
atau berkomunikasi, dan karena itu dikatakan menderita afasia global.

Aspek motorik komunikasi

Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1)


membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang
akan digunakan, kemudian (2) mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang
nyata dari vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran dan bahkan
pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi,
area Wernicke pada bagian posterior girus temporalis superior merupakan hal
yang paling penting untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang
mengalamai afasia Wernicke atau afasia global tak mampu memformulasikan
pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau, bila lesinya tak begitu parah, maka
penderita masih mampu memformulasikan pikirannya namun tak mampu
menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk
mengekspresikan pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun
kata-kata yang dikeluarkan tidak beraturan.

Afasia motorik akibat hilangnya Area Broca

Kadang-kadang, penderita mampu menentukan apa yang ingin


dikatakannya, dan mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistem
vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut

11
afasia motorik, disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, yang
terletak di regio prefontal dan fasial premotorik kortekskira-kira 95 persen
kelainannya di hemisfer kiri. Oleh karena itu, pola keterampilan motorik yang
dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot
lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah ini.

Artikulasi

Kerja artikulasi berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita


suara, dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan
perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Regio fasial dan laringela
korteks motorik mengaktifkan otot-otot ini, dan serebelum, ganglia basalis,
dan korteks sensorik semuanya membantu mengatur urutan dan intensitas dari
kontraksi otot, dengan mekanisme umpan balik sereberal dan fungsi ganglia
basalis. Kerusakan setiap regio ini dapat menyebabkan ketidakmampuan
parsial atau total untuk berbicara dengan jelas.

5. Manifestasi Klinik

Terdapat bermacam-macam klasifikasi disfasia, tergantung dari cara pandang


mana. Kebanyakan sistem klasifikasi berdasarkan atas model input-output.
Beberapa telah didefinisikan dengan menggunakan tes yang telah distandarisasi.
Ada yang menggunakan model didasari pendengaran dan ada pula yang
berdasarkan patofisiologi terjadinya disfasia.2,3

Klasifikasi kelainan bahasa pada anak menurut Rutter (dikutip dari Toback C.)
berdasarkan atas berat ringannya kelainan bahasa sebagai berikut:

Klasifikasi kelainan bahasa menurut Rutter.

12
Keterlambatan akuisisi dari bunyi kata-kata, bahasa
Ringan normal Dislalia
Keterlambatan lebih berat dari akuisisi bunyi kata- Disfasia
Sedang kata ekspresif
dan perkembangan bahasa terlambat
Berat Keterlambatan lebih berat dari akuisis dan bahasa, Disfasia reseptif
gangguan pemahaman bahasa dan tuli persepsi
Sangat
berat Ganggauan pada seluruh kemampuan bahasa Tuli persepsi dan
tuli sentral

Sedangkan Rapin dan Allen (dikutip dari Klein,1991) berdasar patofisiologi,


membagi kelainan bahasa pada anak mejadi 6 subtipe, yaitu:

1. 2 primer ekspresif:
- disfraksia verbal
- gangguan defisit produksi fonologi
2. defisit represif dan ekspresif
- gangguan campuran ekspresif- represif
- disfasia verbal auditori agnosia
3. 2 defisit bahasa yang lebih berat
- gangguan leksikal-sintaksis
- gangguan semantik-pragmatik

Anak dengan disfraksi verbal (afraksia verbal atau gangguan perkembangan


bicara ekspresif) mengerti segala sesuatu yang dikatakan padanya, mereka lebih
sering menunjuk dari pada bicara. Banyak yang mempunyai riwayat prematur,
beberapa menderita disfraksia oromotor (anak ini mengeluarkan air liur dan
mempunyai kesulitan mengikuti gerakan mulut). Jika mereka bicara, lebih banyak
menggunakan suara vokal dengan gangguan pengucapan konsonan. Anak-anak ini
setelah dewasa menjadi afemia. Anak dengan disfraksia verbal kadang-kadang

13
disertai dengan gangguan tingkah laku (autisme). Rehabilitasi pada anak ini lebih
memerlukan terapi wicara yang intensif.

Beberapa anak bicara dengan kata-kata dan frase yang sulit dimengerti,
bahkan pada orang-orang yang selalu kontak dengannya. Sehingga mereka sering
marah dan frustasi karena merasa bahwa kata-katanya sulit dimengegerti oleh
sekitarnya. Mereka ini tidak ada gangguan dalam pengertian, tetap terdapat gangguan
defisit fonologi.

Anak yang bicaranya sulit dipahami yang juga menunjukkan adanya


gangguan pemahaman terhadap apa yang dikatakan kepadanya, menunjukkan
gangguan campuran ekspresifreseptif. Mereka bicara dalam kalimat yang pendek
dan banyak dari mereka yang autistik. Setelah dewasa mereka menjadi afasia (afasia
Broca), hanya sedikit yang diketahui bagaimana hal ini bisa terjadi.

Beberapa anak mengerti sedikit pada apa yang dikatakan kepadanya,


walaupun kadang-kadang mereka mengikuti suatu pembicaraan dengan cara lain,
misalnya dengan memperhatikan apa yang dilihatnya. Mereka sangat miskin dalam
artikulasi kata-kata. Mereka ini dinamakan disfasia verbal auditori agnosia. Mereka
ini termasuk afasia yang didapat, dimana mereka sebelumnya sering kejang dan
kehilangan kemampuan berbicara setelah periode perkembangan bahasa yan normal
(sindrom Landau Kleffner). Pada EEG anak dengan sindrom ini, akan tampak
bitemporal spike. Anak dengan disfasia jenis ini, memproses suara suara yang
didengarkan di pusat dengar berbeda dengan anak normal. Stimulasi bahasa akan
meperbaiki keadaan, walaupun hasil akhirnya masih belum pasti.

Anak dengan gangguan leksikal-sintaksis mempunyai kesulitan dalam


menemukan kata-kata yang tepat khususnya saat bercakap-cakap. Mereka tidak gagap
dan tidak menghindar untuk berbicara. Gejalanya seperti orang dewasa dengan afasia
konduksi, dimana mereka akan berhenti bicara seentar untuk menemuka kata-kata

14
yang tepat. Anak ini biasanya bicara dengan menggunakan kalimat-kalimat yang
pendek untuk umurnya. Terapi bicara akan membantu melatih anak mencari kata-kata
yang tepat pada saat bicara, tetapi prognosis selanjutnya masih belum banyak
diketahui.

Beberapa anak ada yang bicaranya lancar dan dapat menggunakan kata-kata
yang tepat, tetapi mereka bicara tanpa henti mengenai satu topik. Mereka tidak
mengerti tata bahasa. Gejalanya mirip gangguan bicara pada anak denga hidrosefalus
dan oleh Rapi dan Allen disebut gangguan semantik pragmatik. Anak ini pada
umumnya menderita gangguan hubungan sosial dan didiagnosis sebagai gangguan
perkembangan pervasif. Mereka punya sedikit teman sebaya dan tidak pernah mau
belajar aturan permainan dan bicara dari teman sebayanya. Ada baiknya anak ini
diajar keterampilan berbicara, bahkan diperlukan psokolog dan ahli terapi tingkah
laku.

Aram DM (1978) dan Towne (1983), mengatakan bahwa dicurigai adanya


gangguan perkembangan kemampuan bahasa pada anak, kalau ditemukan gejala-
gejala seperti berikut:

Pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya
terhadap suara yang datang dari belakang atau samping.
Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya
sendiri.
Pada umur 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata
jangan, da-da, dan sebagainya.
Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal.
Pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk,
kemari, berdiri).
Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh

15
Pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan yang terdiri dari
2 buah kata.
Setelah usia 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat
sedikit/tidak mempunyai kata-kata huruf z pada frase.
Pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga.
Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana.
Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan kata tanya yang sederhana.
Pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang di luar
keluarganya.
Pada usia 3,5 tahun selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (ca untuk cat,
ba untuk ban, dan lain-lain).
Setelah berusia 4 tahun tidak lancar berbicara/gagap.
Setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan.
Pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasaliatas yang nyata
atau mempunyai suara yang monoton tanpa berhenti, sangat keras dan tidak
dapat didengar serta terus-menerus memperdengarkan suara yang serak.

6. Diagnosis
a. Anamnesis

Pengambilan anamnesis harus mencakup uraian mengenai


perkembangan bahasa anak. Autisme setelah berumur 18 bulan dan bicara
yang sulit dimengerti setelah berumur 3 tahun, paling sering ditemukan.
Dokter anak harus curiga bila orang tua melaporkan bahwa anaknya tidak
dapat menggunakan kata-kata yang berarti pada umur 18 bulan atau belum
mengucapkan frase pada umur 2 tahun. Atau anak memakai bahasa yang
singkat untuk menyampaikan maksudnya.

16
Kecurigaan adanya gangguan tingkah laku perlu dipertimbangkan
kalau dijumpai gangguan bicara dan tingkah laku yang bersamaan. Kesulitan
tidur dan makan sering dikeluhkan orang tua pada awal gangguan autisme.
Pertanyaan bagaimana anak bermain dengan temannya dapat membantu
mengungkap tabir tingkah laku. Anak dengan autisme lebih senang bermain
dengan huruf balok atau magnetik dalam waktu yang lama. Mereka dapat saja
bermain dengan anak sebaya, tetapi dalam waktu singkat menarik diri.

b. Instrumen penyaring

Selain anamnesis yang teliti, disarankan digunakan instrumen


penyaring untuk menilai gangguan perkembangan bahasa. Misalnya Early
Language Milestone Scale (Copelan dan Gleason), atau DDST (pada Denver
II penilaian pada sektor bahasa lebih banyak dari pada DDST yang lama) atau
Receptive-Expressive Emergent Language Scale. Early Language Milestone
Scale cukup sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi gangguan bicara
pada anak kurang dari 3 tahun.

c. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk mengungkapkan penyebab


lain dari gangguan bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomali telinga luar, otitis
media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek,
kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum, dan lain-lain.

Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan


mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang suku kata PA, TA, PA-TA, PA-TA-
KA. Gangguan kemampuan oromotor terdapat pada verbal apraksia.

d. Pengamatan saat bermain

17
Mengamati anak saat bermain dengan alat permainan yang sesuai
dengan umurnya, sangat membantu dalam mengidentifikasi gangguan tingkah
laku. Idealnya pemeriksa juga bermain dengan anak tersebut dan kemudian
mengamati orang tuanya saat bermain dengan anaknya. Tetapi ini tidak praktis
dilakukan pada ruangan yang ramai. Pengamatan anak saat bermain sendiri,
selama pengambilan anamnesis dengan orang tuanya, lebih mudah
dilaksanakan. Anak yang memperlakukan mainannya sebagai objek saja atau
hanya sebagai titik pusat perhatian saja, dapat merupakan petunjuk adanya
kelainan tingkah laku.

e. Pemeriksaan laboratorium

Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes


pendengaran. Jika anak tidak kooperatif terhadap audiogram atau hasilnya
mencurigakan, maka perlu dilakukan pemeriksaan auditory brainstem
responses.

Pemeriksaaan laboratorium lainnya dimaksudkan untuk membuat


diagnosis banding. Bila terdapat gangguan pertumbuhan, mikrosefali,
makrosefali, terdapat gejala-gejala dari suatu sindrom perlu dilakukan CT-
scan atau MRI, untuk mengetahui adanya malformasi. Pada anak laki-laki
dengan autisme dan perkembangan yang lambat, skrining kromosom untuk
fragil-X mungkin diperlukan. Skrining terhadap penyakit-penyakit metabolik
baru dilakukan kalau terdapat kecurigaan ke arah itu, karena pemeriksaan ini
sangat mahal.

f. Konsultasi

Pemeriksaan dari psikolog atau/neuropsikiater anak diperlukan jika


ada gangguan bahasa dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi riwayat dan

18
tes bahasa, keampuan kognitif dan tingkah laku. Tes intelegensia dapat
dipakai sebagai perbandingan fungsi kognitif anak tersebut. Masalah tingkah
laku dapat diperiksa lebih lanjut dengan menggunakan instrumen seperti
Vineland Social Adaptive Scale Revised. Child Behaviour Checklist, atau
Childhood Autism Rating Scale. Konsultasi ke psikiater anak dilakukan bila
ada gangguan tingkah laku yang berat.9

19
Pemahaman bahasa

Normal Terlambat

Kualitas dalam Kemampuan dalam area non bahasa, termasuk


berbicara bermain dengan menggunakan simbol-simbol

Terbatas tetapi Banyak tetapi Buruk Normal Bentuk normal,


jelas tidak jelas tidak dapat
bermain dengan
simbol,
komunikasi yang
Pendengaran buruk
Terdapat
kelainan

Menetap Tidak Tidak Normal


menetap normal

Tuli Gangguan
Immatur, Dispraksia dalam
perkembangan berbicara
yang tidak
sempurna,
gangguan Perkembangan
bahasa yang tidak Autisme
ekspresif sempurna,
retardasi mental

Immatur,
disartria
20
7. Penatalaksanaan

Deteksi dan penanganan dini pada problem bicara dan bahasa pada anak, akan
membantu anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan pada
masa sekolah.2

Dalam diagnosa dan penanganannya diperlukan ahli yang beragam seperti


dokter, ahli terapi: ahli terapi bicara dan ahli fisioterapi, psikolog, perawat, dan
pekerja sosial.9

8. Prognosis

Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Dengan


perbaikan masalah medis seperti tuli konduksi dapat menghasilkan perkembangan
bahasa yang normal pada anak yang tidak retardasi mental. Sedangkan perkembangan
bahasa dan kognitif pada anak dengan ganguan pendengaran sensoris bervariasi.
Dikatakan bahwa anak dengan gangguan fonologi biasanya prognosisnya lebih baik.
Sedangkan gangguan bicara pada anak yang intelegensinya normal perkembangan
bahasanya lebih baik dari pada anak yang retardasi mental. Tetapi anak dengan
gangguan yang multipel, terutama dengan gangguan pemahaman, gangguan bicara
ekspresif, atau kemampuan naratif yang tidak berkembang pada usia 4 tahun,
mempunyai gangguan bahasa yang menetap pada umur 5,5 tahun.2

9. Pencegahan

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dihindari untuk untuk
mencegah adanya masalah keterlambatan bicara pada anak - di luar adanya kelainan
organik dan bawaan pada anak. Hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai
berikut:10

21
1. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua

Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari


memiliki peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan
berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang tidak menyadari
bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat
anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-kata, kurang dipacu untuk
berpikir logis, analisa atau membuat kesimpulan dari kalimat-kalimat yang
sangat sederhana sekali pun.

Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan
hanya bicara satu dua patah kata saja yang isinya instruksi atau jawaban
sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk
mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif)
karena orang tua terlalu memaksakan dan memasukkan segala instruksi,
pandangan mereka sendiri atau keinginan mereka sendiri tanpa memberi
kesempatan pada anaknya untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor
yang mempengaruhi kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan
berbahasa.

2. Pengaruh televisi

Sejauh ini, terlalu banyak menonton televisi pada anak-anak usia batita
merupakan faktor yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif. Pada
saat menonton televisi, anak akan akan lebih sebagai pihak yang menerima
tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi
suguhan yang ditayangkan berisi adegan-adegan yang seringkali tidak
dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya traumatis (karena menyaksikan
adegan perkelahian, kekerasan, seksual, atau pun acara yang tidak disangka
memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada anak dan

22
karena memampuan kognitif yang masih belum berkembang). Akibatnya,
dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak
stimulasi dari lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback
kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah
televisi (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya), maka
sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat
perkembangannya.

3. Sedikitnya latihan dalam berinteraksi dengan orang lain

Pastikan bahwa anak tidak kurang mendapat kesempatan untuk berinteraksi


dengan orang lain guna melatih kemampuan komunikasi mereka.

Hal yang perlu dihindari:

a. Peran yang terlalu pasif dalam kehidupan social

Kebanyakan anak lebih sering ditempatkan dalam posisi menerima


dan tidak memberi dalam hubungannya dengan orang lain. Hal ini
mengakibatkan tidak terbiasanya mereka berpartisipasi secara aktif; hal yang
dibutuhkan dalam perkembangan bicara mereka.

b. Cara komunikasi kuno yang sudah terlalu nyaman dipakai

Beberapa anak, khususnya dalam hubungan di dalam keluarganya,


terbiasa dengan nyaman berkomunikasi menggunakan gerakan, bahasa tubuh
maupun bunyi-bunyian saja. Hal ini boleh jadi merupakan cara komunikasi
yang efektif di dalam rumah, namun tidak dalam lingkup masyarakat, di mana
anak butuh menggunakan bahasa secara verbal sampai ke tingkat kata-kata
yang rumit.

23
c. Tidak menganggap bahwa anak mampu

Banyak orang dewasa tidak melibatkan anak dalam berkomunikasi,


karena memiliki pemikiran bahwa anak tersebut belum mampu berpartisipasi
aktif ataupun mengerti pembicaraan yang berlangsusng.

d. Orang dewasa bicara atas nama mereka

Seringkali orang dewasa berbicara atas nama anak, sehingga mereka kelihatan
tidak berbicara.

e. Terlalu banyak rangsangan

Sekalipun untuk niat dan tujuan yang baik, seringkali anak dijejali
dengan terlalu banyak bahasa, sehingga mereka kewalahan. Rasanya seperti
anak yang sedang belajar menangkap bola, lalu dilempari beberapa bola
sekaligus.

f. Terlalu banyak bahasa sekolah, kurang bahasa yang komunikatif

Kebanyakan anak pada awal usianya diajarkan bahasa yang mencakup


warna, angka, yang sebetulnya tidak terlalu bermanfaat dalam
komunikasi sehari-hari. Anak membutuhkan rangsangan bahasa yang sifatnya
praktis; mencakup kosa kata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari,
karena mereka akan melatih kemampuan berbahasanya melalui kehidupan
sehari-hari.

24
g. Kurangnya obrolan sosial

Kebanyakan anak menggunakan bahasa untuk menunjukkan


kemampuannya meniru sesuatu kepada orang dewasa; apakah itu sajak
pendek, syair lagu, mengulang cerita yang didongengkan kepada mereka, dll.
Hanya sedikit yang mendapatkan kesempatan untuk mengobrol dan
bertanya jawab secara santai, sehingga terbangun hubungan pertemanan
dengan orang yang berkomunikasi dengan mereka.

h. Terlalu banyak bermain sendiri

Tentunya anak belajar banyak melalui permainannya dengan boneka,


robot atau mainan lainnya. Namun untuk melatih kemampuannya
berkomunikasi, ia akan membutuhkan juga manusia yang melakukan
pembicaraan timbal balik sesuai dengan kemampuan anak.

25
BAB III

KESIMPULAN

Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.


Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada
sistem lainnya, sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor, psikologis,
emosi, dan lingkungan di sekitar anak.2,3 Diperkirakan gangguan bicara dan bahasa
pada anak adalah sekitar 4-5 %.2

Secara umum, gangguan berbahasa dapat dibagi dalam tiga tipe, yaitu: (1)
Kegagalan memperoleh kemampuan berbahasa apapun. Keadaan ini misalnya
terdapat pada anak yang menderita retardasi mental berat; (2) Kendala kemampuan
bahasa yang telat didapat, yang dapat disebabkan oleh trauma fisik damupun psikis,
atau oleh gangguan neurologist; (3) Gangguan perkembangan berbahasa. Tipe inilah
yang dikategorikan dalam gangguan perkembangan spesifik. Terdapat dua sub tipe,
yaitu (a) tipe reseptif, yaitu kesukaranuntuk menrima dan mengerti bahasa yang
dibicarakan, dan (b) tipe ekspresif, yaitu kesukaran dalam mengekspresikan bahasa
secara verbal.11

Deteksi dan penanganan dini pada gangguan keterlambatan bicara dan bahasa
dapat membantu baik anak atau orang tua untuk memperkecil kesulitan di masa
sekolah anak.3

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Caroline Bowen. Speech And Language Development In Infants And Young


Children, dalam Caroline Bowen Phd Speech-Language Pathologist. Available
at: http://www.speech-language-therapy.com/devel1.htm. Accessed on 8th
March 2014.
2. Soetjiningsih. Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak, dalam I.G.N.Gde
Ranuh (ed): Tumbuh Kembang Anak. EGC, Surabaya, 18, 237-247.
3. Behrman Kliegmar Jenson. Disorders of Hearing, Speech, and Language,
dalam Nelson Textbook of Pediatrics, 17th. Saunders, Philadelphia, 2004.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Gangguan Bicara Pada Anak, dalam Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, 6, 102-105.
5. Nemours Foundation. Delayed Speech Or Language Development, dalam
Kids Health For Parents. Available at:
http://www.kidshealth.org/parent/growth/communication/not_talk.html.
Accessed on 8th March 2014.
6. Screening for Speech and Language Delay in Preschool Children: Systematic
Evidence Review for the US Preventive Services Task Force, dalam Official
Journal Of The American Academy Of Pediatrics. Available at:
http://pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/117/2/e298. Accessed on
8th March 2014.
7. Come Unity. Children with Communication Disorders, dalam Childrens
Disabilities And Special Needs. Available at:
http://www.comeunity.com/disability/speech/communication.html. Accessed
on 8th March 2014.

27
8. Arthur C. Guyton, John E. Hall, Neurofisiologi Motorik dan Integratif, dalam
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
9. Forfar and Arneils. Psychomotor and Intellectual Development, dalam
A.G.M. Campbell, Neil Mc Intosh (eds): Textbook of Paediatrics, 4th.
10. Nugrahani Y. Ganguan Bicara Pada Anak. Available at::
http://www.scribd.com/doc/57278932/Referat-Gangguan-Bicara-Pada-Anak-
Yunita#download Accessed on 8th March 2014.
11. A.H. Markum. Gangguan Perkembangan Bahasa, dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Jilid 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 1991, 2, 65.

28

Anda mungkin juga menyukai