Anda di halaman 1dari 80

1

IDENTIFIKASI

A. Landasan Teoritis

1. Definisi dan Pengertian


a) Menurut L. E. Travis
Dyslogia is defective speech associated with mental impairment (Lee Edward

Travis. 1971. 11)11.


Yang penulis artikan : Dislogia adalah tidak sempurnanya wicara yang disebabkan

karena adanya kerusakan mental.


Dari definisi pertama tentang Dislogia memberikan pemahaman bahwa Dislogia

berkaitan dengan gangguan atau kerusakan mental. Yang dapat menyebabkan tidak

sempurnanya wicara berupa artikulasi, bahasa, suara, dan irama kelancaran atau

komunikasi verbal akibat adanya gangguan atau kerusakan mental yang kemudian

akan menimbulkan gangguan artikulasi berupa Substitusi, Omisi, Distorsi, dan Adisi

serta mempunyai kelemahan dalam mengontrol serta menggerakkan organ-organ

wicara. Penyebab kerusakan mental antara lain fungsi ingatan dan fungsi intelektual

sangat mundur.

b) Menurut Hutchinson dalam Hutchinson Encyclopedia:


Dyslogia inability to express ideas in speech due to mental deficiency. (Huchinson

Encyclopedia. 2007. 1).


2

Penulis menerjemahkan: Dislogia merupakan ketidakmampuan untuk

menyampaikan ide-ide ke dalam wicara yang disebabkan karena keterbelakangan

mental.
Dari definisi kedua tentang Dislogia memberikan pemahaman bahwa Dislogia

berkaitan dengan ketidakmampuan seseorang untuk menyampaikan/mengekspresikan

ide-ide (gagasan) yang ada di dalam otaknya. Ketidakmampuan dalam

mengekspresikan ide-ide ke dalam bentuk wicara yang meliputi artikulasi, bahasa,

suara, dan irama kelancaran dapat dikarenakan individu tersebut mempunyai

keterbatasan terhadap intelekutual dan fungsi adaptif karena mengalami

keterbelakangan mental. Orang-orang yang secara mental mengalami

keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah

dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial.


Dari kedua definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Dislogia merupakan

ketidakmampuan mengekspresikan ide-ide ke dalam bentuk wicara disebabkan

karena keterbelakangan mental yang memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual)

lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial.
Untuk kondisi yang diakibatkan gangguan intelektual serta kesulitan dalam adaptasi

sosial menunjukkan kondisi mental retardasi:


Dalam buku Speech Correction, AAMD (The American Association of Mental

Deficiency) mengutip dari Grossman (1973) tentang definisi Mental Retardasi yaitu:
The American Association of Mental Deficiency defines Mental Retardation more

specifically Mental retardation refers to significant subaverage general intellectual

functioning existing concurrently with deficits in adaptive behavior and manifested

during the developmental period (Charles Van Riper. 1984. 11)4.


3

Penulis menerjemahkan: Mental retardasi adalah keadaan dimana intelegensi umum

berfungsi di bawah rata-rata, yang bermula sewaktu masa perkembangan dan disertai

gangguan pada tingkah laku penyesuaian.


Ada pula teori yang menyatakan bahwa:
Dewasa ini definisi American Association on Mental Disorder (AAMD) dari
Grossman (1983), bergeser dan digantikan dengan definisi American Association of
Mental Retardation dari Luckasson (1992). Definisi AAMR (1992) menyatakan
bahwa:
Mental Retardation refers to substantial limitations in present functioning it is
characterized by significantly subaverage intellectual functioning, existing
concurrently with related limitations in two or more of the following applicable
adaptive skills areas: communication, selfcare, home living, social skills, community
use, self direction, health and safety, functional academic, leisure and work. Mental
retardation menifests before age 18 (Bandi Delphie. 2006. 17-18)2.

Penulis menerjemahkan: Mental Retardasi Anak dengan hendaya perkembangan


mengacu pada adanya keterbatasan dalam perkembangan fungsional. Hal ini
menunjukkan adanya signifikansi karakteristik fungsi intelektual yang berada di
bawah normal, bersamaan dengan kemunculan dua atau lebih ketidaksesuaian dalam
aspek keterampilan penyesuaian diri, meliputi komunikasi, bina diri, kehidupan di
rumah, keterampilan sosial, penggunaan fasilitas lingkungan, mengatur diri,
kesehatan dan keselamatan diri, keberfungsian akademik, mengatur waktu luang, dan
bekerja. Keadaan seperti itu secara nyata berlangsung sebelum usia 18 tahun.

2) Penyebab
Menurut Lumbantobing dalam bukunya Anak dengan Mental Terbelakang (199:19-

20), beberapa kemungkinan faktor penyebab retardasi mental, yaitu:


Faktor ibu:
- Usia ibu waktu melahirkan penderita kurang dari 16 tahun atau lebih dari 40 tahun
(bagi yang baru pertama kali hamil usia lebih dari 35 tahun).
- Kosanguinitas (Hubungan darah / keluarga) yang dekat antara suami-isteri,
misalnya sepupu dekat).
- Abnormalitas pada serviks, misalnya tumor
- Pelvis sempit
- Ibu malnutrisi
- Penyakit atau gangguan lain, diantaranya: diabetes melitus, malnutrisi, ketagihan
obat, nefritis, flebitis, hipertensi renal, penyakit tiroid (kelenjar gondok)
4

- Riwayat abortus sebelumnya, lahir mati, dan kelainan plasenta


- Komplikasi kehamilan: syok hemoragik, polihidramnion, perdarahan per vaginam
sewaktu trimester kedua atau ketiga.
Faktor perinatal
- Seksio Caesaria setelah dicoba melahirkan per vaginam
- Keadaan sewaktu dilahirkan: sianosis, skor Apgar yang rendah, depresi
pernafaasan, usia gestasi yang kurang dari 30 minggu, ensefalopati hipoksik-
iskemik, hipoksis intrauterin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta, dan toksemia
kehamilan.
- Lahir dengan cunam atau lahir sungsang.
Faktor neonatal
- Cara menghisap, minum, atau menangis yang abnormal
- Terdapat anomali muka dan ekstremitas yang asimetris, hiperbilirubinemia,
hipotonia, adanya jejas (injury).
- Membutuhkan inkubator atau oksigen, berat badan yang kurang maju, malnutrisi,
kejang, muntah dan demam.
( S. M. Lumbantobing. 1997. 19-20 )14

3) Karakteristik
a) Menurut Curtis E. Weiss :
Symptoms of mental retardation :
Indistinct articulation
Omissions, substitutions, and distortions of phonemes
Faulty juncture
Delayed language development
Voicing errors
Impaired intelligibility
Tongue thrust, drooling, or incorrect tongue carriage
Inferior voice quality and inflection
Slowed speaking rate
Higher prevalence of dysfluency and hearing problems
Longer stimulus-response latency period
Poor retention and carry-over abilities
Poorer physical coordination especially of the articulators
Social adjustment problems
Academic problems
Diffuse brain damage
( Curtis E. Weiss. 1987. 249 )5

Artinya :
5

Gejala dari mental retardasi :


Ketidakjelasan artikulasi
Adanya penghilangan, penggantian, dan pengacauan dari fonem-fonem
Kesalahan berirama
Perkembangan bahasa yang terlambat
Gangguan suara
Ketidaktepatan kejelasan bicara
Tongue thrust, ngiler, atau ketidaktepatan dalam menempatkan lidah
Kualitas dan nada suara yang rendah
Rata-rata kecepatan bicaranyanya adalah lambat
Prevalensi ketidaklancaran dan masalah pendengaran tinggi
Waktu yang lama dalam merespon stimulus
Lemahnya ingatan dan kemampuan pengambilan keputusan
Kurangnya koordinasi fisik terutama alat-alat artikulasi
Masalah dalam penyesuaian diri
Masalah dalam akademik
Terdapat kerusakan otak yang bersifat menyebar.

b) Menurut Bandi Delphie yang mengutip dari definisi Grossman:


Karakteristik anak dengan hendaya perkembangan (Mental Retardasi) meliputi:
1) Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak yang
tidak menyandang Mental Retardasi.
2) Selalu bersifat external locus of control sehingga mudah sekali melakukan
kesalahan (expectancy for filure).
3) Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi
kesalahan-kesalahan yang ia lakukan (outerdirectedness).
4) Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.
5) Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioral).
6) Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.
7) Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
8) Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.
9) Kurang mampu untuk berkomunikasi.
10) Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak.
11) Mempunyai masalah dalam psikiatrik, adanya gejala-gejala depresif.
(Bandi Delphie. 2006. 17)2

B. Teknik dan Hasil Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data


6

Untuk mendapatkan data mengenai klien, penulis menggunakan teknik pengumpulan

data sebagai berikut :

a) Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara periset seseorang yang berharap mendapatkan

informasi dan informasi-seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting

tentang suatu objek. (Rachmat Kriyantono. 2007. 96)13

Dalam hal ini penulis melakukan wawancara secara langsung dengan orang tua klien

yakni ibu klien di Klinik Bina Wicara Vacana Mandira, dalam hal ini ibu klien

sebagai informan dan penulis sebagai pewawancara yang mengajukan pertanyaan-

pertanyaan sesuai dalam format wawancara umum dari Klinik Bina Wicara Vacana

Mandira. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk memperoleh data yang terkait

dengan masalah klien yaitu mengenai identitas klien, riwayat ibu saat kehamilan dan

kelahiran klien, riwayat setelah kelahiran klien, riwayat perkembangan motorik klien,

riwayat perkembangan bahasa bicara klien, riwayat perilaku anak dan hubungan

sosial, serta riwayat keluarga. Hasil wawancara tersebut direkam menggunakan alat

bantu seperti tape recorder dan kaset kosong. ( Lampiran 1, hal. 48 )

b) Observasi

Pengamatan (Observasi) adalah metode pengumpulan data, dimana peneliti

mengamati langsung kondisi objek yang ditelitinya. (Titi Priyono. 2006. 8)17
7

Dalam hal ini penulis melakukan observasi tanpa dikondisikan oleh penulis dan juga

melakukan pemeriksaan dengan diberi stimulus oleh penulis secara langsung terhadap

klien di dalam ruangan terapi Klinik Bina Wicara Vacana Mandira dengan

menggunakan format yang dipersiapkan sebelumnya. Dalam hal ini penulis

menggunakan format observasi dan pemeriksaan umum dari Klinik Bina Wicara

Vacana Mandira. Observasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi

umum klien, kemampuan motorik diantaranya motorik kasar, motorik halus,

visuomotor koordinasi, serta keseimbangan klien, kemampuan sensorik diantaranya

pendengaran, penglihatan, dan taktil kinestetik klien, kemampuan bahasa klien

diantaranya reseptif dan ekspresif, kemampuan wicara klien diantaranya fone dan

fonem, kemampuan suara klien, kemampuan irama kelancaran klien, kemampuan

organ bicara klien, kemampuan pernafasan klien, tingkah laku klien, dan kesan

intelegensi klien. Dalam pelaksanaan pengamatan penulis melibatkan diri secara

langsung dengan obyek yang diamati dengan menggunakan format yang telah

ditetapkan. ( Lampiran 2, hal. 53)

c) Tes

Test adalah suatu alat yang paling sering digunakan dalam pemeriksaan terhadap

seseorang yang mengalami gangguan komunikasi. (Tarmansyah, 1996, 113)16

Tes yang dilakukan untuk keperluan pemeriksaan gangguan bahasa, wicara, suara,

dan irama kelancaran. Dalam hal ini yang melakukan tes adalah penulis (tester)
8

kepada klien secara langsung. Penulis melakukan tes-tes dengan menggunakan

format yang telah ditetapkan. Adapun tes yang penulis gunakan dan lakukan sebagai

berikut :

1. Tes Pemeriksaan Alat Wicara

Tes ini dilakukan penulis kepada klien untuk mengetahui kemampuan organ wicara

klien dengan cara memeriksa struktur dan fungsi organ wicara klien dengan

menggunakan format pemeriksaan alat wicara yang terdiri dari pemeriksaan : bibir,

gigi, lidah, langit-langit keras, palatopharynx, fauces, nasal cavities, pergerakan oral

yang disengaja dan melakukan gerakan yang disengaja. Tes ini bertujuan untuk

mengetahui struktur dan fungsi organ artikulasi klien, apakah normal atau ada

kelainan, serta kemungkinan fungsinya dalam wicara. (Lampiran 4, hal. 63)

2. Tes Artikulasi

Test artikulasi dilakukan dengan cara, meminta klien untuk menirukan ujaran kata

yang diucapkan oleh penulis sesuai dengan materi tes yang ada dalam format tes

artikulasi. Materi tes ini berjumlah 70 item dan materi tes ini belum

mempertimbangkan kombinasi dari vokal. Tes artikulasi bertujuan untuk memperoleh

data mengenai kemampuan klien pada segi artikulasi dalam tingkat fonem,

mendeteksi ada atau tidaknya gangguan artikulasi berupa subtitusi (penggantian),

omosi (penghilangan), distorsi (pengacauan) dan adisi (penambahan). (Lampiran 3,

hal. 58)
9

3. Tes Pemahaman Bahasa Secara Auditori

Penulis melakukan tes ini kepada klien dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan

pemahaman bahasa klien terhadap stimulus verbal yakni dari penulis. Tes ini terdiri

dari 101 butir tes, kategori bahasa yang dinilai oleh butir pada jenis kata, morfologi,

kategori tata bahasa, dan struktur sintaksis yang sesuai dengan materi yang terdapat di

dalam format tes. Tes ini dilakukan secara langsung berhadapan antara penulis

dengan klien, kemudian penulis membacakan stimulus verbal lalu klien menunjuk

gambar yang benar pada buku tes tersebut sebagai tanggapan atas rangsangan verbal

dari penulis. Klien dianggap paham apabila ia mampu menunjuk gambar sesuai

dengan stimulus verbal yang penulis berikan. (Lampiran 4, hal. )

4. Tes Deteksi Dini Gangguan Kemampuan Berkomunikasi

Tes DDGKB penulis lakukan terhadap klien untuk mendeteksi gangguan kemampuan

berkomunikasi yang mencakup kemampuan lisan dan pemhaman lisan. DDGKB

dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada pada buku. Adapun materi tes ini terdiri

dari materi tes usia 6 bulan sampai 7 tahun, penulis melakukan tes sesuai dengan usia

klien yaitu, 5 - 6 tahun. (Lampiran 5, hal. )

5. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan

informasi dibidang pengetahuan. (W. J . S. Poerwadarminta. 1988. 211)


10

Dalam hal ini penulis melakukan studi dokumen yang bertujuan untuk memperoleh

keterangan yang dapat memperkuat penetapan diagnosa penulis terhadap kondisi

klien. (Lampiran 6, hal. )

2. Hasil Pengumpulan Data

Berdasarkan hasil wawancara, pengamatan, dan tes maka diperoleh hasil sebagai

berikut:

a. Identitas

Nama / Jenis kelamin : F. A. A

Tempat, tanggal lahir / Usia : 29 Agustus 2005 / 5 tahun 3 bulan

Status dalam keluarga : Anak ke 1 dari 1 bersaudara

Nama ayah / Umur : S. M / 45 tahun

Pekerjaan : PNS

Nama ibu / Umur : W / 41 tahun

Pekerjaan : Karyawati

Agama : Kristen Katolik

Suku bangsa : Jawa Indonesia

Alamat : Jl. Kramat III Gg. Listrik I No. 1 Jakarta Pusat


11

No. Hp : 087882878334

b. Data yang berhubungan dengan faktor penyebab

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan ibu klien didapat data bahwa pada saat

mengandung klien ibu berusia 35 tahun. Ibu tidak pernah minum obat-obatan kecuali

obat dari resep dokter berupa vitamin Polit Acid dan Obimin AF. Ibu meminum

vitamin tersebut dari awal kehamilan sampai dengan 9 bulan, tetapi pada awal

kehamilan sampai dengan 3 bulan setelah mengkonsumsi Obimin AF ibu merasa

mual ditambah lagi emosi ibu yang labil dan setelah 3 bulan sudah tidak mual dan

emosi ibupun stabil. Proses kelahiran dibantu dokter dengan cara Caesar pada usia

kandungan 9 bulan karena menurut dokter faktor usia ibu yang sudah tua, padahal

pada saat itu ibu belum ada reaksi apa-apa. Setelah lahir klien mengalami menggigil

kedinginan disertai kejang dan beberapa saat dari setelah lahir klien tidak mau minum

ASI ataupun susu sama sekali sampai 3 hari. Bayi kuning dengan kadar bilirubin

sekitar 12 mg/dl tetapi tepatnya ibu lupa, kemudian klien dimasukkan ke dalam

inkubator selama 2 hari. Pada saat klien berusia 6 bulan, mengalami panas tinggi

selama 1 minggu setelah diimunisasi DPT 3 dan Polio 3. Pada uisa 7 bulan klien sakit

panas mencapai suhu 38oC disertai kejang selama < 5 menit, kemudian dibawa ke R.S

Siloam Graha Medika diberi stesolit di duburnya oleh dokter dan kemudian dilakukan

pemeriksaan EEG hasilnya klien memiliki gejala epilepsi. Setelah itu mendapat resep

obat dari dokter berupa Nootropil dan Depakot harus rutin diminum selama 6 bulan

tetapi ibu hanya meminumkan kepada klien selama 1 bulan saja. Dari usia 7 bulan
12

sampai dengan 4 tahun klien sudah mengalami kejang demam sebanyak 5 kali tetapi

dalam rentang waktu yang lama. Pada usia 4 tahun sampai sekarang klien rutin

minum obat kejang, dan selama minum obat tersebut klien tidak pernah mengalami

kejang lagi. Dari hasil penuturan ibu klien, klien sering sakit-sakitan seperti diare,

batuk-batuk, dan flu dari kecil hingga saat ini. Apabila klien stess dan trauma karena

suatu hal akibatnya klien tidak mau makan dan minum, kemudian klien selalu di

bawa ke rumah sakit dan dirawat hingga 1 minggu.

c. Data yang berhubungan dengan sindrom

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan, tes, dan studi

dokumen, maka dapat diperoleh keterangan yang berhubungan dengan wicara,

bahasa, suara, dan irama kelancaran sebagai berikut:

1). Sindrom yang berhubungan dengan Wicara

Sebelum klien diterapi belum dapat mengeluarkan 1 katapun. Dari hasil pengamatan

penulis, diketahui bahwa klien hanya mampu mengujar /a/, /e/ dan konsonan /b/, /y/.

Sedangkan kemampuan klien dalam segi fonem, klien hanya memproduksi 1 kata

yaitu /bey/ untuk /bel/. Penulis melakukan tes artikulasi dengan jumlah sebanyak 59

item dari 70 item yang tersedia dalam format, dilakukan dengan cara meniru ujaran

penulis dan hasilnya klien tidak ada respon sama sekali. Dari hasil tes artikulasi
13

diatas, diketahui bahwa dari 59 item yang diteskan kepada klien hasilnya semua

berupa omisi (penghilangan).

Untuk kemampuan organ bicaranya dari hasil pengamatan penulis di luar ruang

terapi, klien mampu menjulurkan lidahnya ke bawah, menggerakkan lidah ke kanan

dan kiri, serta menjilat bibir. Berdasarkan hasil Pemeriksaan Alat Wicara struktur

organorgan artikulasi klien seperti: bibir, gigi, lidah, langit-langit keras, dan nasal

cavities normal, untuk fungsi dari organ-organ artikulasi tidak dapat diperiksa karena

klien tidak merespon instruksi dari penulis. Sedangkan pergerakan oral yang

disengaja dilakukan sesuai dengan format PAW yang telah disediakan, dari 20 item

yang diperintahkan penulis klien mampu merapatkan gigi sekali dan tersenyum tetapi

dicontohkan terlebih dahulu oleh penulis. Untuk menjulurkan lidah, meniup,

menunjukkan gigi, memonyongkan bibir, menjulurkan lidah ke arah hidung,

menggigit bibir bawah, bersiul, menjilat bibir, mendahak, menggerakan lidah keluar

masuk, menyentuhkan lidah ke alveolar sambil berbunyi/mendecak, menggerakkan

gigi seperti orang kedinginan, menjulurkan lidah ke arah dagu, batuk,

menggembungkan pipi, menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan, tunjukkan

bagaimana mencium seseorang, memonyongkan mulut dan tersenyum walaupun telah

diberikan contoh oleh penulis klien tidak mampu melakukannya.

2). Sindrom yang berhubungan dengan Bahasa

Diketahui data bahwa perkembangan bahasa klien pada tahap reflek vocalization kira-

kira usia 3 bulan tetapi sewaktu klien masih bayi jarang menangis, pada tahap
14

babbling 24 bulan, lalling 24 bulan, echolalia 36 bulan, dan true speech 36 bulan.

Berdasarkan hasil pengamatan dari segi reseptifnya, saat diminta oleh terapis untuk

menunjuk gambar /bis/, /kereta api/, /becak/, dan /pesawat terbang/ klien menunjuk

gambar sesuai yang diperintahkan dengan benar. Begitu pula ketika diminta terapis

untuk menunjuk kipas angin, Bu Amenah, tempat pensil syuni klien merespon

dengan cara melirik ke arah benda yang diperintahkan. Saat diminta oleh penulis

mengambil miniatur buah-buahan seperti /pisang/, /jagung/, /belimbing/, /wortel/,

/apel/, /anggur/, dan /terong/ klien mengambil sesuai yang diperintahkan penulis

dengan benar tetapi dengan stimulus yang diulang-ulang dari penulis. Tetapi saat

penulis perintahkan untuk ambil bola kemudian berikan ke ibu Amenah terus syuni

duduk disini!, klien hanya diam tidak merespon walaupun perintahnya diulang-ulang

oleh penulis. Untuk kemampuan ekspresif dari hasil pengamatan penulis, saat diminta

terapis untuk meniru /bis/ dan /becak/ klien tidak merespon sama sekali. Dan ketika

diminta oleh penulis untuk menceritakan dari gambar situasi di Kebun binatang, klien

tidak mampu menceritakan situasi dari gambar tersebut walaupun sudah diberi sedikit

rangsangan dari penulis dan klien cenderung melihat gambarnya saja. Penulis

meminta klien untuk meniru pada tingkat suku kata seperti /ma-ma/ dan /a-yah/ klien

diam saja dan tidak merespon. Saat ditanya sesuatu oleh penulis maupun terapis

mau atau tidak, klien menjawab dengan mengangguk-anggukan kepala untuk

iya atau hanya menggeleng-gelengkan kepala saja untuk tidak seperti syuni mau

mainan ini? klien hanya menggelang-gelengkan kepalanya saja. Klien kurang

mampu berkomunikasi secara verbal hal ini juga diperkuat dalam hasil wawancara
15

dengan ibu klien bahwa sebelum diterapi jika klien menginginkan sesuatu klien

menunjuk sesuatu yang diinginkan seperti ingin pipis, minum, dan makan contohnya

seperti ingin minum klien membuka mulutnya hh , ingin pipis klien memegang

celana, apabila ingin makan klien membuka mulutnya dan bunyinya a.... Penulis

melakukan tes DDGKB (Deteksi Dini Gangguan Kemampuan Berkomunikasi), tes

ini dilakukan untuk mengukur kemampuan berbahasa klien, dimana tes DDGKB

terdiri dari 2 aspek yaitu kemampuan lisan dan pemahamam lisan. Tes DDGKB

dilakukan sesuai dengan umur klien yaitu pada bagian usia 5 - 6 tahun dengan 8 item

tes di dalamnya diketahui bahwa kemampuan klien tidak sesuai dengan usia klien

saat ini 5 tahun 3 bulan. Untuk lebih jelas mengenai hasil pelaksanaan tes DDGKB

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Hasil Tes Deteksi Dini Gangguan Kemampuan Berkomunikasi

Nilai Nilai
No Usia Anak Pemahaman Lisan Kemampuan Lisan
+/- +/-

I 5 6 thn 1. Memahami - 1. Mengulangi 4 angka -

perintah (membedakan berurutan

anggota tubuh sendiri) 2. Menyebut nama-


-
2. Menghitung nama binatang

balok (konsep dari - (kemampuan

kualitas) mengklasifikasi)

3. Membedakan 3. Menjawab perintah


16

bagian-bagian dari - (membedakan pagi

anggota tubuh binatang dan siang) -


(konsep klasifikasi) 4. Mengucapkan
-
4. Menjumlah konsonan IV

angka sampai batas 5 (peniruan konsonan) -

Keterangan Tabel

+ : mampu

- : tidak mampu

Penulis juga melakukan Tes Pemahaman Bahasa Secara Auditori sebanyak 20 butir

dari 101 butir yang tersedia dalam format karena klien tidak respon sama sekali

sampai butir yang ke-20. Adapun 20 butir tersebut terdiri dari 9 butir kata benda, 1

butir bilangan, 1 butir pemerian kata benda, dan 5 butir kata sifat. Adapun hasil dari

tes Pemahaman Bahasa Secara Auditori dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2: Hasil Kegagalan Tes PBSA (Pemahaman Bahasa Secara Auditori)

No.
No. Butir Butir Hasil
Urut

1. 2 Bunga Tidak respon

2. 2 Burung Tidak respon

3. 1 Anak perempuan Tidak respon

4. 3 Kucing Tidak respon


17

5. 1 Perahu Tidak respon

6. 3 Kambing Tidak respon

7. 1 Tangan Tidak respon

8. 1 Laki laki Tidak respon

9. 3 Paku Tidak respon

10. 2 Sepasang Tidak respon

11. 2 Merah Tidak respon

12. 3 Hitam Tidak respon

13. 1 Kuning Tidak respon

14. 2 Besar Tidak respon

15. 3 Paling cepat Tidak respon

16. 3 Kecil Tidak respon

17. 1 Empuk Tidak respon

18. 2 Tinggi Tidak respon

19. 3 Dua yang sama Tidak respon

20. 1 Dua yang berbeda Tidak respon

Dari hasil tes pemahaman bahasa secara auditori di atas, diketahui bahwa 20 butir

dari 101 butir yang tersedia klien hanya diam saja tidak ada respon sama sekali.

3). Sindrom yang berhubungan dengan Suara

Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap klien diketahui bahwa kemampuan

suara klien pada unsur nada tidak monoton saat mengucapkan kata /bey/, pada unsur
18

kenyaringannya nyaring saat mengujar kata /bey/ pada jarak 1 meter, sedangkan

unsur kualitasnya tidak hipernasal dan hiponasal dan juga tidak serak. Penulis juga

melakukan pemeriksaan suara yang meliputi unsur suara yaitu: nada, kualiatas dan

kenyaringan, adapun hasilnya sebagai berikut:

a) Nada

Pada unsur nada belum dapat diketahui karena kemampuan verbal klien sangat

terbatas. Karena dari pengamatan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh penulis, klien

hanya mampu mengujar 1 kata saja. Saat bernyanyi balonku, tidak terdengar jelas

dan tidak dapat dimengerti syair dari lagunya.

b) Kualitas

Saat bernyanyi balonku unsur kulitasnya tidak hipernasal dan hiponasal dan juga

tidak serak walaupun tidak jelas syair dari lagunya.

c) Kenyaringan

Pada unsur kenyaringannya, saat menyanyi lagu balonku terdengar nyaring

walaupun tidak jelas syair dari lagunya pada jarak 1 meter.

Selain itu juga, penulis melakukan pemeriksaan pernapasan yang meliputi unsur

pernapasan yaitu: cara dan pola pernapasan, tekanan aliran udara, serta ritme

pernapasan. Adapun hasilnya sebagai berikut yaitu:

(1) Cara dan pola pernafasan


19

Tes ini dilakukan dengan cara memegang antara bagian dada dan perut pada saat

klien bernafas biasa, hasilnya diketahui bahwa klien menggunakan pola pernafasan

campuran dominan perut dan bernafas melalui hidung baik saat inhalasi maupun

ekshalasi.

(2) Tekanan aliran udara

Tes ini dilakukan dengan cara klien diminta untuk meniup lilin ataupun tisu dengan

jarak 30 cm dengan posisi mulut sejajar dengan lilin ataupun tisu yang diletakkan di

atas meja dan dilakukan dengan 3 kali kesempatan dan hasilnya sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Tes Tekanan Aliran Udara

(a)Meniup lilin

Aktifitas Kesempatan I Kesempatan II Kesempatan III Kesimpulan

Meniup lilin Tidak padam Tidak padam Tidak padam Tidak padam

(b)Meniup tisu pada jarak 30 cm

Aktifitas Kesempatan I Kesempatan II Kesempatan III Kesimpulan

Meniup tisu Tidak Jatuh Tidak Jatuh Tidak Jatuh Tidak Jatuh

c) Ritme pernafasan

Untuk mengetahui ritme pernafasan klien, penulis melakukan tes ritme pernafasan,

tes ini dilakukan sebanyak 3 kali kesempatan dan masing-masing kesempatan


20

dilakukan selama 60 detik dengan cara merasakan ekshalasi dan inhalasi klien saat

posisi klien tidur terlentang. Berikut tabel hasil tes ritme pernafasan klien:

Tabel 4. Hasil Ritme Pernapasan

Aktivitas Kesempatan 1 Kesempatan 2 Kesempatan 3 Rata-rata


Ekshalasi
inhalasi
27 bpm 38 bpm 30 bpm 31,6 bpm
dalam 60
detik

Dari table di atas diketahui bahwa ritme pernafasan klien rata-rata 31,6 bpm.

4). Sindrom yang berhubungan dengan Irama Kelancaran

Dari pengamatan penulis belum dapat diketahui irama kelancaran klien karena

kemampuan verbal klien sangat terbatas, tetapi pada saat klien mengujar kata /bey/

tidak ada pengulangan, tidak terputus-putus dan tidak ada penghentian. Pada saat

bernyanyi, syair nyanyiannya tidak tidak terdengar jelas artikulasinya.

d. Data lain yang relevan

1). Kondisi Umum

Berdasarkan hasil pengamatan kondisi umum baik klien secara fisik tidak memiliki

kecacatan tetapi ukuran kedua kakinya kecil tidak seperti anak seusianya. Klien tidak

memakai alat bantu seperti Alat Bantu Dengar, kacamata, sepatu khusus maupun

kursi roda. Bentuk gigi klien kecil-kecil berwarna cokelat serta struktur giginya

jarang dan berantakan. Pada saat pertama kali penulis bertemu dengan klien, lidahnya
21

besar, klien drooling dan salah penempatan ujung lidah klien menjulur ke arah depan

sedikit keluar melebihi bibir.

2). Kemampuan Motorik

Berdasarkan hasil wawancara terhadap ibu klien diketahui bahwa perkembangan

motorik klien dimulai dari tengkurap 4 bulan, merangkak 8 bulan, duduk 12 bulan,

berdiri 36 bulan, dan berjalan 36 bulan. Klien mampu berdiri dan berjalan karena

diterapi di Fisioterapi selama 1 bulan dan dilatih terus di rumah dengan ibunya.

Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan penulis terhadap klien

diketahui bahwa:

a) Kemampuan motorik kasar

Berdasarkan hasil pengamatan dan pemeriksaan penulis, untuk kemampuan motorik

kasar klien terkesan kurang baik. Hal ini terlihat saat klien tidak mampu

melambungkan bola karet besar ke arah terapis. Penulis meminta klien untuk lompat

dari atas kursi, klien hanya diam saja tidak merespon. Ketika diminta oleh penulis

untuk melompat dengan bergantian kaki, klien juga diam saja tidak merespon.

b) Kemampuan motorik halus

Kemampuan motorik halus klien terkesan kurang baik, hal ini terlihat pada saat klien

melakukan tos dengan terapis tidak ada kekuatan sehingga tosnya tidak ada bunyinya.

Klien memegang pensil dengan cara menggenggam dan kemampuan menulisnya


22

masih berupa coret-coretan garis. Ketika diminta untuk menangkap bola, klien tidak

mampu menahan kedua tangannya untuk menangkap bola sehingga bolanya jatuh.

c) Visuomotor Koordinasi

Untuk kemampuan visuomotor koordinasi klien terkesan cukup baik, klien

memasukkan tali ke lubang papan jahit berbentuk baju tetapi tidak sampai selesai.

Penulis meminta masukkan uang koin ke lubang celengan, klien memasukkan uang

koinnya satu per satu sampai habis. Tetapi saat diminta untuk memasukan kancing ke

lubang kancing, klien tidak mampu melakukannya.

d) Keseimbangan

Untuk keseimbangan klien terkesan kurang baik, pada saat di luar ruang terapi klien

membuang sampah ke tempat sampah dengan menunduk dan pegangan dinding.

Ketika diminta untuk berjalan di satu garis lurus, salah satu kaki klien keluar dari

garis dan badannya goyang-goyang seperti ingin jatuh. Penulis meminta klien untuk

jongkok dan klien melakukannya dengan cara pegangan terapis sampai hitungan

sepuluh.
e) Lateralisasi
Untuk lateralisasi berdasarkan pemeriksaan terlihat klien lebih sering menggunakan

tangan kanan, dilihat saat klien membuka pintu, mengambil tas dan tempat pensil,

mengusap hidung, memegang pensil, mengambil koin, dll.

3). Kemampuan Sensorik

a) Pendengaran
23

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, ketika dipanggil namanya klien merespon

dengan menengok ke arah yang memanggil. Saat penulis melakukan pemeriksaan

terhadap klien, didapat pada tahap sensasi: klien mencari bunyi ketika penulis

membunyikan lonceng di bawah meja, pada tahap persepsi: klien dapat membedakan

bunyi lonceng dan kerincingan, sedangkan pada tahap meaning: klien menunjuk

lonceng ketika penulis membunyikan lonceng.

b) Penglihatan

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, klien terus menerus melihat ke arah penulis

ketika penulis berada di dalam ruangan. Saat penulis melakukan pemeriksaan, pada

tahap sensasi: klien melihat kartu gambar hewan dan miniatur hewan ketika penulis

meletakkannya di atas meja. Pada tahap persepsi: klien mampu menyamakan miniatur

hewan dengan kartu gambar hewan seperti /anjing/, /angsa/, /ayam/, /kucing/, dan

/kuda/ dengan benar sesuai perintah penulis. Pada tahap meaning: klien paham saat

diminta untuk menunjuk kartu gambar /anjing/, /angsa/, /ayam/, /kucing/, dan /kuda/.

c) Taktil Kinestetik

Dari hasil pengamatan penulis, klien berespon dengan menggoyang-goyangkan

badannya ketika dikelitiki oleh terapis. Pada saat penulis melakukan pemeriksaan

terhadap klien, pada tahap sensasi: ketika klien diminta untuk memegang amplas dan

kertas, respon klien menggosok-gosokan kedua telapak tangannya. Pada tahap


24

persepsi: klien tidak mampu membedakan rasa kasar dan halus. Pada tahap meaning:

klien tidak dapat menamai dari rasa raba tersebut.

4). Hubungan Sosial dan Tingkah Laku

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu klien, diperoleh data bahwa sehari-hari

klien dekat sekali dengan ayahnya. Penyesuaian diri terhadap lingkungan di rumah

dan di sekolahnya kurang baik, tetapi apabila klien sudah dekat dan kenal lama

dengan orang lain klien mau bermain dengan teman-temannya. Hobi klien adalah

bernyanyi walaupun pengucapannya tidak bisa dan tidak dimengerti orang lain. Dari

penuturan ibu klien, apabila klien marah karena keinginannya tidak dituruti ia suka

memukul-mukul kepalanya sendiri dan pernah memukul kepala orang lain tanpa

sebab. Dari hasil pengamatan penulis, klien memiliki kontak mata ketika belajar dan

memperhatikan terapis dan penulis. Klien kooperatif saat bermain dan mengerjakan

perintah terapis sedangkan saat penulis ajak bermain dan beri perintah klien kurang

kooperatif. Klien kurang tertarik dengan mainan, pada saat diberikan boneka barbie

klien menolaknya. Sifatnya yang pemalu dan sensitif terhadap orang lain, maka klien

sulit sekali untuk beradaptasi dengan orang baru. Pada saat penulis mendekatinya

klien kurang nyaman seperti ingin menangis karena ada orang baru (penulis) dan

ketika penulis mencoba untuk memegang tangannya klien langsung menarik

tangannya.

5). Kesan Intelegensi


25

Saat diberikan puzzle berbentuk jam oleh terapis, klien menyelesaikannya dalam

waktu 10 menit tetapi ada 3 potong yang salah kemudian dibantu oleh terapis.

Berdasarkan kemampuan anak usia 5 tahun dari segi reseptif dan ekspresif,

menyelesaikan puzzle, respon terhadap stimulus, serta tes balok diperoleh kesan

bahwa intelegensi klien di bawah rata-rata normal.

e. Data ahli yang relevan

Dari hasil wawancara, ibu klien pernah memeriksakan klien ke dokter ahli saraf

berupa USG dan EEG. Untuk USG menurut dokter baik tetapi untuk hasil EEG klien

memiliki gejala epilepsi. Sedangkan untuk Tes I.Q. hasilnya 86.

C. Analisa data, diagnosa, dan prognosa

1. Analisa data

Dari sejumlah data yang diperoleh melalui wawancara, pengamatan, dan tes serta

ditunjang dengan keterangan data ahli yang terkait maka ada beberapa data yang

dapat dianalisa yaitu:

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan ibu klien didapat data bahwa pada saat

mengandung klien ibu berusia 35 tahun. Menurut penulis, kehamilan di usia 35 tahun

untuk kehamilan anak pertama merupakan kehamilan resiko tinggi karena pada ibu

yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta
26

kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin di dalam

kandungan dan kemungkinan bisa melahirkan anak dengan retardasi mental. Hal ini

didukung pula pendapat dari Sidarta Ilyas dalam buku Ilmu Kesehatan Anak yang

menyatakan bahwa:

Kehamilan yang memungkinkan terjadinya keguguran, kematian janin, kelahiran


prematur, berat lahir rendah, penyakit janin dan neonatus, cacat bawaan, retardasi
mental, dan keadaan lain yang merugikan disebut kehamilan dengan resiko tinggi.
Kehamilan resiko tinggi pada faktor ibu: mortalitas neonatus yang terendah
ditemukan pada golongan ibu yang berumur 20-30 tahun. Risiko terjadinya retardasi
pertumbuhan intrauterin, kematian janin, dan gawat janin, terdapat pada golongan ibu
hamil yang sangat muda (remaja) dan yang berumur lebih dari 35 tahun; risiko ini
terutama pada anak pertama (A. H. Markum. 1991. 213)1.
Dari usia ibu 35 tahun dan kehamilan anak pertama, kemungkinan merupakan faktor

penyebab dari mental retardasi. Seperti pendapat Lumbantobing yang menyatakan

bahwa:

Beberapa kemungkinan faktor penyebab retardasi mental, yaitu: Faktor ibu: - Usia

ibu waktu melahirkan penderita kurang dari 16 tahun atau lebih dari 40 tahun (bagi

yang baru pertama kali hamil usia lebih dari 35 tahun).(Lumbantobing. 1997. 19-20)

Diketahui pula data bahwa sewaktu ibu mengandung, ibu meminum vitamin Obimin

AF untuk perkembangan janin di dalam kandungan dari dokter pada awal kehamilan

hingga 9 bulan. Saat ibu mengkonsumsi vitamin tersebut merasa mual kemudian

muntah sampai dengan usia kandungan 3 bulan dan setelah 3 bulan sudah tidak mual

lagi. Penulis berpendapat dalam masa 3 bulan pertama tersebut kemungkinan ibu

mengalami malnutrisi. Karena pada masa 3 bulan (trimester I) merupakan masa


27

paling rawan dalam kehamilan, jadi status gizi ibu hamil pada waktu pertumbuhan

dan selama hamil secara tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan janin. Seperti yang dijelaskan oleh Elizabeth B. Hurlock (1997:67)

bahwa: Kondisi yang mempengaruhi perkembangan pralahir: - Gizi ibu; makanan

bayi yang belum dilahirkan berasal dari aliran darah ibu melalui plasenta. Makanan

ibu harus mengandung cukup protein, lemak, dan karbohidrat untuk menjaga

kesehatan bayi.

Jadi, apabila kekurangan asupan gizi pada trimester I kemungkinan akan

menyebabkan kelahiran prematur, kematian janin, keguguran dan kelainan pada

sistem saraf pusat. Karena dalam trimester I masa paling penting di dalam

pertumbuhan organ janin dimana sedang berlangsung periode semua organ penting

terus tumbuh dengan cepat dan saling berkaitan serta aktivitas otak sangat tinggi,

sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janinnya dan sangat

berpengaruh di dalam perkembangan otak dan tubuh janin. Hal ini diperkuat pendapat

dari Soetjiningsih dalam buku Tumbuh Kembang Anak bahwa:

Akibat lain dari KEP (Kekurangan energi dan protein) adalah kerusakan struktur
SSP terutama pada tahap pertama pertumbuhan otak (hiperplasia) yang terjadi selama
dalam kandungan. Kekurangan gizi pada masa dini perkembangan otak akan
menghentikan sintesis protein dan DNA. Akibatnya adalah berkurangnya
pertumbuhan otak, sehingga lebih sedikit sel-sel otak yang berukuran normal.
Dampaknya akan terlihat pada struktur dan fungsi otak pada masa kehidupan
mendatang, sehingga berpengaruh pada intelektual anak. (Soetjiningsih. 1995. 101)
28

Sehingga penulis berpendapat apabila ibu mengalami malnutrisi pada trimester I,

akibatnya gangguan bukan hanya pada pertumbuhan fisik anak saja tetapi juga pada

perkembangan intelektual anak di masa mendatang yang kemungkinan nantinya akan

menyebabkan anak menjadi retardasi mental. Penyebab malnutrisi pada ibu hamil di

trimester I, merupakan faktor penyebab utama anak mengalami retardasi mental.

Diperburuk lagi keadaan saat setelah lahir klien mengalami seperti kedinginan

menggigil disertai kejang secara spontan dan tangisan yang nyaring. Bidan Febri

menyatakan bahwa: Manifestasi kejang pada bayi baru lahir dapat berupa tremor,

hiperaktif, kejang-kejang, tiba-tiba menangis melengking.

(http://bidanshop.blogspot.com/2009/12/epilepsi-dalam-kehamilan.html).

Penulis berpendapat bahwa kejang yang di alami klien saat setelah lahir merupakan

gejala epilepsi. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Zainal Muttaqin (2001) yang

dikutip oleh Bidan Febri dalam sebuah website, bahwa: Penderita epilepsi cenderung

untuk mengalami serangan kejang secara spontan, tanpa faktor provokasi yang kuat

atau yang nyata. Timbulnya bangkitan kejang yang tidak dapat diprediksi pada

penderita epilepsi selain menyebabkan kerusakan pada otak, dapat pula menimbulkan

cedera atau kecelakaan (http://bidanshop.blogspot.com/2009/12/epilepsi-dalam-

kehamilan.html).

Adapula pendapat dari Elizabeth B. Hurlock yang menjelaskan bahwa:


29

...kekurangan gizi yang berat dan lama pada ibu yang dapat mengakibatkan

defisiensi mental atau beberapa abnormalitas fisik seperti rakhitis (rickets), epilepsi,

atau cerebral palsy (Elizabeth B. Hurlock. 1997. 71).

Menurut penulis, kemungkinan serangan epilepsi yang dialami klien saat setelah lahir

merupakan gejala dari gangguan saraf pusat akibat gangguan pada ibu ketika hamil

sewaktu trimester I mengalami malnutrisi, kemudian menimbulkan bekas pada otak

janin yang sedang berkembang berupa kerentanan untuk terjadinya kejang dan dapat

mengakibatkan gejala sisa yang menetap di kemudian hari. Hal ini sesuai dengan

pendapat Zainal Muttaqin (2001) yang dikutip oleh Bidan Febri dalam sebuah

website, bahwa:

Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa dikarenakan oleh


adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan biokimiawi pada sel-
sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat
diakibatkan antara lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya
aliran darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh darah atau adanya
pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh sekelompok sel-sel
otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi diakibatkan oleh berbagai
faktor.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada bulan
pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada ibu
hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa
menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan
yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak
janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan
pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan
fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga
memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.

(http://bidanshop.blogspot.com/2009/12/epilepsi-dalam-kehamilan.html)
30

Dan dari hasil EEG diketahui bahwa klien memilki gejala epilepsi. Menurut penulis,

serangan epilepsi dapat menyebabkan rusaknya sel-sel otak anak. Jadi, apabila

serangan epilepsi itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan

sel-sel yang rusak pun akan semakin banyak. Bukan tidak mungkin tingkat

kecerdasan anak akan menurun drastis dan tidak bisa lagi berkembang secara optimal.

Gejala epilepsi merupakan salah satu gejala penyerta dari penyandang retardasi

mental. Hal ini diperkuat oleh pendapat Lumbantobing yang menyatakan bahwa:

Retardasi mental sering disertai kerusakan otak yang fokal atau yang luas, dan sering

disertai gangguan susunan saraf pusat lainnya. Lumpuh otak (cerebral palsy), epilepsi

gangguan visus, dan pendengaran, lebih sering dijumpai pada penyandang retardasi

mental daripada populasi umum. (S. M. Lumbantobing. 1997. 22)

Jadi, dari ke-2 hal di atas yang saling berkaitan diduga penyebab utama anak

mengalami retardasi mental.

Beberapa hari setelah lahir klien tidak mau minum ASI ataupun susu formula sama

sekali sampai 3 hari sehingga bayi kuning dengan kadar bilirubin mencapai sekitar 12

mg/dl tetapi tepatnya ibu lupa. Jika dilihat dari kadar bilirubinnya, klien menderita

hiperbilirubinemia. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Asril Aminullah bahwa:

Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologik tersebut tidak
selalu sama pada tiap bayi. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, bayi
dinyatakan menderita hiperbilirubinemia apabila kadar bilirubin total mencapai 12
mg/dl atau lebih pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila
kadarnya lebih dari 10 mg/dl (A.H. Markum. 1991. 314-315).
31

Karena hiperbilirubinemia klien dimasukkan ke dalam inkubator selama 2 hari dan

pada hari ketiga bayi sudah tidak kuning lagi. Menurut penulis, terjadinya

hiperbilirubinemia dikarenakan klien mengalami dehidrasi karena tidak mau minum

ASI ataupun susu formula sama sekali sampai 3 hari. Bayi yang kurang minum dapat

mengalami dehidrasi karena tidak mendapat masukan air yang memadai. Hal ini

sesuai dengan pendapat Asril Aminullah dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak

(1991: 315) menyatakan bahwa: ....... Beberapa faktor lain yang juga merupakan

penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis,

hipoglikemia, dan polisitemia. Hingga saat ini klien sering mengalami sakit-sakitan

seperti diare, batuk-batuk, dan flu dari kecil kemungkinan hal tersebut dampak dari

saat setelah lahir klien tidak mau minum ASI ataupun susu formula sehingga tubuh

klien rentan terhadap penyakit karena terserang bakteri dan virus. Sebab ASI

mempunyai antibodi yang dapat melindungi tubuh bayi dari mikroorganisme yang

masuk ke dalam tubuhnya. Seperti yang diungkapkan oleh Suharti Agusman, dkk

bahwa: Antibodi dalam ASI dan kolostrum yang ditelan bayi dapat melindunginya

terhadap masuknya mikroorganisme ke traktus gastrointestinal (A. H. Markum.

1991. 135). Menurut pendapat penulis, kemungkinan pemberian ASI kepada bayi

mempunyai keuntungan psikologik, yaitu menjalin hubungan kasih sayang yang lebih

erat antara ibu dan bayi. Jalinan ibu-anak ini merupakan penunjang bagi

perkembangan anak pada masa tumbuh-kembang mendatang. Singkatnya, pemberian

ASI akan memenuhi kriteria sehat, yaitu sehat fisis, mental dan sosial. Pendapat

penulis tersebut sesuai dengan:


32

Secara umum dapat dikatakan bahwa bayi yang memperoleh kasih sayang sejak
pertama dilahirkan dan mendapat ASI sekurang-kurangnya untuk waktu 1 tahun, akan
lebih sayang kepada orang tua, lebih pandai dan lebih mampu berkomunikasi; dengan
perkataan lain ia lebih sehat dalam arti sehat fisis, mental dan sosial. (A. H.
Markum. 1991. 21)
Jadi penulis dapat menganalisa bahwa secara sepintas pengenalan ibu dengan bayi

sedini-dininya dan pemberian ASI tersebut seperti masalah sepele, tetapi akibat

dilewatkannya kesempatan tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan bayi dengan

refleksinya di masa mendatang berupa gangguan emosional, kesukaran belajar,

kesukaran berkomunikasi (bahasa), fungsi intelektual merendah dan lain-lain.

Pada saat di luar ruang terpai klien mampu menjulurkan lidahnya ke depan, ke kanan

dan kiri, tetapi pada saat diminta untuk melakukan pergerakan oral yang disengaja

klien tidak mampu melakukannya walaupun sudah diberikan contoh oleh penulis.

Klien drooling, salah penempatan ujung lidah yang menjulur ke depan, serta

ketidakmampuan klien dalam melakukan gerakan oral yang disengaja disebabkan

karena klien tidak mampu mengontrol otot-otot organ artikulasi. Sehingga penulis

dapat menyimpulkan bahwa klien mengalami ketidakmampuan karena adanya

masalah pada fungsi lidah. Ini merupakan salah satu ciri pada anak mental retardasi

yaitu adanya kesalahan dari sikap lidah dan miskin koordinasi khususnya pergerakan

organ artikulasi sesuai dengan pendapat Curtis E. Weiss bahwa: Symptoms of mental

retardation; ....incorrect tongue carriage, poorer physical coordination especially of

the articulators. (Curtis E. Weiss. 1987. 249) yang artinya Gejala dari mental
33

retardasi antara lain; ....kesalahan dalam bersikap lidah, miskin koordinasi khususnya

pergerakan organ artikulasi.

Dari hasil wawancara diketahui data bahwa riwayat perkembangan bahasa bicara

klien pada tahap reflek vocalization kira-kira usia 3 bulan tetapi sewaktu klien masih

bayi jarang menangis, pada tahap babbling 24 bulan, lalling 24 bulan, echolalia 36

bulan, dan true speech 36 bulan. Menurut penulis, riwayat perkembangan bahasa

bicara klien dari mulai reflek vocalization sampai true speech tidak sesuai dengan

usia normal dan terbilang sangat terlambat. Hal tersebut merupakan karakteristik dari

anak mental retardasi yang umumnya terlambat dalam perkembangan bahasa bicara.

Hal ini sesuai dengan pendapat M. F. Berry & Jon Eisenson, yang dikutip oleh Ki

Pranindyo H. A, bahwa: untuk tahap refleks vocalization usia 0-1,5 bulan, tahap

babling 1,5-6 bulan, tahap lalling 6-9 bulan, tahap echolalia 9-12 bulan, tahap true

speech 12-18 bulan (Ki Pranindyo H. A. 2003. 10).

Pendapat penulis sesuai dengan pernyataan Lee Edward Travis, yakni: We have

established that the mentally retarded are slower than the normal in acquiring speech

oral language (Lee Edward Travis. 1979. 803). Artinya: Kita tidak bisa

memungkiri bahwa perkembangan bahasa bicara pada anak mental retardasi lebih

lambat dari pada anak anak normal dalam bahasa bicara.


34

Dalam hal ini juga sesuai dengan pendapat Bryne dan Shervain dikutip oleh Curtis E.

Weiss bahwa: ...mentally retarded individuals usually demonstrate deficits in all

areas of speech and language development. ( Curtis E. Weiss. 1987. 93)

Artinya: ...individual dengan mental retardasi pada umumnya menunjukkan

penyimpangan pada seluruh perkembangan bahasa bicaranya. Berbeda dengan

Afasia Perkembangan, pada tahap reflek vocalization, babbling, lalling biasanya

normal namun tidak ada kemajuan pada tahap echolalia. Hal ini sesuai dengan

pendapat Karsinah Soedjadi yaitu: Apabila perkembangannya normal kemudian

berhenti pada tahap echolalia dan tidak menunjukkan adanya kemajuan yang normal

berarti afasia perkembangan. (Karsinah Soedjadi. 1995. 12)

Dari hasil pengamatan mengenai kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif pada saat

ini, untuk segi reseptif klien paham untuk perintah sederahana seperti menunjuk

benda-benda yang ada di sekitarnya seperti kipas angin, Bu Amenah, tempat

pensil syuni. Tetapi saat penulis melakukan pemeriksaan terhadap klien untuk

kemampuan bahasa segi reseptif yaitu memberikan 3 perintah secara berurutan

dengan stimulus yang diulang-ulang klien tidak mampu melakukannya. Menurut

penulis, klien hanya paham benda-benda yang sering dijumpainya (familiar) dan

pemikirannya selalu konkrit tidak bisa berpikir abstrak. Ini merupakan ciri-ciri anak

dengan intelegensi di bawah rata-rata atau disebut mental retardasi. Sesuai dengan

apa yang ditemukan oleh Curtis E. Weiss yang menyatakan bahwa: Mental

retardation: sentence should keep short and simple, the language should concrete
35

and the words familiar to the client (Curtis E. Weiss. 1987. 250). Yang penulis

artikan bahwa: kalimat yang digunakan dalam percakapan dengan individu yang

mengalami retardasi mental sebaiknya pendek dan sederhana, bahasa yang digunakan

juga harus konkrit dan kata-kata yang ada di dalamnya juga merupakan kata-kata

yang sudah familiar untuk klien.

Menurut penulis, dengan adanya gangguan intelektual yang dimilki oleh klien pada

umumnya mereka kurang cerdas, mudah lupa, kurang mampu untuk mengikuti alur

pikir logis, sulit menguasai konsep-konsep. Saat dilakukan Tes DDGKB kemampuan

reseptif dan ekspresif klien mencapai usia setingkat anak 6 bulan 1 tahun, begitu

pula dengan Tes Pemahaman Bahasa Secara Auditori klien tidak merespon sama

sekali. Menurut penulis, kemungkinan keterlambatan klien dalam hal kemampuan

reseptif dan ekspresifnya pada tahap usianya dikarenakan klien mengalami

keterbelakangan mental hal ini akan berdampak pada perkembangan bahasa bicara

karena pencapaian tingkat kecerdasan selalu di bawah rata-rata anak seusianya dan

juga perkembangan kecerdasan terbatas. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat L.

Nicolosi yang menyatakan bahwa:

Delayed language is failure to comprehend and/or produce language at the

expected age; may be due to slow maturation. (L. Nicolosi. 1989. 141)
36

Yang penulis artikan bahwa: Keterlambatan bahasa merupakan suatu kegagalan

dalam memahami dan atau memproduksi bahasa pada usia yang sesuai; dapat

diakibatkan oleh kematangan saraf yang terlambat.

Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kemampuan ekspresif klien tidak sesuai

dengan usia klien saat ini yaitu 5 tahun 3 bulan, dimana seharusnya pada usia saat

ini, klien sudah mampu menguasai lebih banyak kata-kata atau bahkan dalam bentuk

kalimat yang lebih kompleks untuk mengungkapkan keinginannya. Pernyataan di atas

didukung oleh pendapat M. F Berry & Jon Eisenson, L. Nicolosi & Collins yang

dikutip oleh Ki Pranindyo H. A yang menyatakan bahwa:

Kemampuan ekspresif anak pada usia 5 - 6 tahun yaitu: a). Mampu mengucapkan
2500 kata-kata, b). Rata-rata panjang kalimat 5 - 6 kata-kata, c). Mampu
menggunakan semua kata ganti dengan benar dan mantap, d). Mampu menggunakan
kata sifat komparatif: besar - lebih besar - terbesar, nyaring lebih nyaring
ternyaring, e). Mampu menjawab menggunakan kata depan di, ke, dari (Ki
Pranindyo H. A. 2003. 13-14).
Mengenai riwayat perkembangan motorik klien diketahui bahwa perkembangan

motorik dimulai dari tengkurap 4 bulan, merangkak 8 bulan, duduk 12 bulan, berdiri

36 bulan, dan berjalan 36 bulan. Klien mampu berdiri dan berjalan karena diterapi di

Fisioterapi selama 1 bulan dan dilatih terus di rumah dengan ibunya. Berdasarkan

data tersebut, menurut penulis riwayat perkembangan motorik klien dari mulai

tengkurap sampai berjalan mengalami keterlambatan. Hal ini dapat dibuktikan

dengan adanya data yang memperlihatkan beberapa usia perkembangan motorik klien

yang tidak sesuai dengan perkembangan motorik normal. Pernyataan ini dan pendapat
37

penulis dikuatkan dengan pendapat Skala Yaumil-Mimi yang dikutip oleh A. H

Markum, yang menyatakan bahwa: Umur pencapaian tahap perkembangan motorik

yang normal yaitu, untuk tengkurap 0-3 bulan, merangkak 3-6 bulan, duduk 6-9

bulan, berdiri 9-12 bulan dan berjalan 12-18 bulan (A. H Markum. 1991. 25-26)1.

Jika dilihat dari riwayat perkembangan motorik normal, klien mengalami

keterlambatan. Hal ini merupakan ciri dari anak mental retardasi yang terlambat pada

perkembangan motorik/geraknya.

Didukung pula pendapat dari Mosier, Grossman dan Dingman (1965) yang dikutip

oleh Bandi Delphie (2006:65) bahwa:

Masalah-masalah yang dihadapi anak mental retardasi: ....d). Masalah yang

berkaitan dengan kesehatan khusus seperti terhambatnya perkembangan gerak,

tingkat pertumbuhan yang tidak normal.

Keterlambatan riwayat perkembangan motorik, menurut penulis disebabkan oleh

adanya masalah yang klien alami kemungkinan berhubungan dari pengaruh kapasitas

mental intelektual yang di bawah rata-rata dan seseorang yang intelegensinya di

bawah rata-rata dapat dikatakan mengalami retardasi mental. Seperti yang

dikemukakan oleh Charles Van Riper & Lon Emerick dalam bukunya Speech

Correction: An Introduction to Speech Pathology and Audiology (1984) yang

menyatakan bahwa:
38

Retarded children are arrested or delayed in their development, and the


consequences are pervasive. They are slow in all areas-motor skills, social behavior,
self-care, language-in all forms of adaptive behavior. In fact, a key indentifying
feature of mental retardation is an even slowness in all phases of development.
All aspects of language phonology, grammer, semantics, and pragmatics are
disordered, and the degree of involvement is related to the severity of the
retardation (Charles Van Riper & Lon Emerick. 1984. 124).
Yang penulis artikan: Anak retardasi adalah tertahan atau mereka terlambat
perkembangannya, dan akibat . Mereka lambat pada semua kemampuan motorik,
perilaku sosial, menjaga diri sendiri, bahasa dalam semua perilaku adaptasi. Bahkan,
ciri yang menonjol dari keterbelakangan mental adalah keterlambatan dalam semua
tahap perkembangannya.
Semua aspek bahasa fonologi, semantik, tata bahasa dan pragmatik yaitu
terganggu, dan derajat keterlibatannya berhubungan dengan tingkat keparahan
retardasinya.
Untuk pola pernapasan dan ritme pernapasan dalam waktu 60 detik, klien mengalami

penyimpangan yaitu klien menggunakan pola pernafasan dominan perut dan rata-rata

ritme pernafasannya sebanyak 31,6 bpm. Seperti yang dikutip L. E Travis bahwa:

Peiper has reviewed the finding of varios investigators.Ranges of reported bpms


includes : 22 to 72 bpm (mean 35,0) for the first to the seventh day of life : 21 to 58
bpm (mean 33,3) for the first to sixth mounth of life :19,5 to 45 bpm (mean 27,8) for
the first half to second year of life ; 15 to 31 bpm (mean 20,4) for the fifth to the tenth
year of life ;and the finally 14 to 31 bpm (mean 19,1) for the tenth throught to the
fifteenth years (LE.Travis. 1971. 674) 6.

Yang artinya : Peiper melaporkan penemuannya pada beberapa penelitian tingkatan

bpm yang dilaporkan yakni : 1 - 7 hari : 22 - 72 bpm (rata-rata 35,0), 1 - 6 bulan : 21 -

58 bpm (rata-rata 33,3), 1,5 - 2 tahun 19,5 - 45 bpm (rata-rata 27,8), 5 - 10 tahun : 15

- 31 bpm (rata-rata 20,4), 10 - 15 tahun : 14 - 31 bpm (rata-rata 19,1)


39

Menurut D.K Wilson bahwa: Descriptive terms given to the given voice problems in

mental retardation were Hoarse, Husky, aspirate hypernasal, hyponasal pitch, sing-

song, monoton and rate volume disorders.

Artinya: Bentuk dari kesalahan suara terjadi pada anak mental retardasi adalah

serak, aspirasi, hipernasal, hiponasal, nada, bernyanyi monoton, rata dan gangguan

kenyaringan.

Kemampuan motorik klien antara lain motorik kasar, motorik halus, visoumotor

koordinasi, serta keseimbangan terkesan kurang baik. Penulis menyimpulkan bahwa

kurangnya kemampuan ini kemungkinan dipengaruhi oleh kurang matangnya fungsi

motorik berupa postur dan koordinasi saraf-otot yang baik, fungsi penglihatan yang

akurat dan kecerdasan. Ketidakmampuan memecahkan masalah visuo-motor

merupakan indikator dari intelegensi klien yang kurang baik. Adanya permasalahan

pada keseimbangan klien ini kemungkinan menandakan adanya ketidakmatangan

pada otak kecil klien. Fungsi otak kecil itu sendiri merupakan pusat kekuatan dan

koordinasi gerak, lebih lanjut hal ini dapat mempengaruhi kematangan motorik bicara

klien. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Ki Pranindyo H. A yang

menyatakan bahwa: Kegagalan dalam menciptakan gerakan (locomotor) dan

keseimbangan (vestibular) sangat berpengaruh terhadap perkembangan kematangan

keterampilan motorik halus dan keterampilan motorik bicara. (Ki Pranindyo H.A.

2001. 4)
40

Akibat kemampuan bahasa yang masih sangat terbatas akan berpengaruh kurangnya

pemahaman terhadap respon yang datang seperti data yang diperoleh ketika klien

diperintahkan untuk menggerakkan oral yang disengaja, dengan stimulus yang

diulang-ulang dari penulis klien tidak langsung merespon tetapi harus diberi contoh

terlebih dahulu seperti merapatkan gigi sekali dan tersenyum. Klien tidak mampu

melakukan semua gerakan yang disengaja. Saat terapis melakukan oral motor

terhadap klien, lidah klien sangat sensitif sekali sehingga mengalami reflek muntah.

Perkembangan dan pematangan otak merupakan suatu kesinambungan. Jelaslah

bahwa untuk mencapai suatu tingkat perkembangan, bentuk atau struktur otak

tertentu dan penghubungan antar sel otak harus utuh supaya dapat berkembang dan

berfungsi dengan baik. Serebelum atau otak kecil atau otak belakang, mengendalikan

gerakan tubuh dalam ruang dan menyimpan ingatan untuk respon-respon dasar yang

dipelajari. Perkembangan kecerdasan sangat dipengaruhi oleh kematangan fisiologis.

Menurut pendapat penulis, seorang anak dapat melakukan koordinasi gerakan tangan,

kaki maupun kepala secara sadar, setelah sel-sel saraf otaknya maupun organ-organ

lainnya berkembang secara memadai. Artinya, kemampuan kecerdasan harus diiringi

dengan maturasi susunan sarafnya. Menurut Curtis E. Weiss, bahwa:

they typically do not grasp concepts as quickly as intellectually normal individual

(1987. 249)

Artinya: ciri dari mental retardasi tidak dapat memahami konsep dengan cepat

seperti anak yang memiliki intelegensi normal.


41

Klien mempunyai sifat yang pemalu, hal ini menyebabkan klien menjadi sulit untuk

melakukan hubungan sosial terhadap lingkungannya. Kepribadian tidak percaya

terhadap kemampuannya, tidak mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya

sehingga lebih banyak bergantung pihak luar. Seperti yang dijelaskan oleh Melly

Budhiman dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak bahwa:

Yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah kemampuan seseorang untuk
dapat mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab sosial, sesuai
dengan apa yang diharapkan dari kelompok umur dan budayanya. Pada pasien
retardasi mental tampak jelas adanya gangguan dalam perilaku adaptifnya, dan yang
terutama menonjol adalah kesukaran untuk menyesuaikan diri dengan masyrakat
lingkungannya. Tingkah lakunya tampak kekanak-kanakan, tidak sesuai dengan
umurnya (A.H. Markum. 1991. 65)1.
Klien pernah melakukan tes IQ di sekolahnya oleh Eko Budhi Purwanto, MM., Psi.,

pada tanggal 24 Juli 2010 dan laporan hasil pemeriksaannya adalah tingkat

kecerdasan (IQ) klien= 86. Dengan hasil tersebut dinyatakan bahwa klien termasuk

Mental retardasi ringan. Hal ini sesuai dengan penggolongan Anak Mental Retardasi

menurut American Association on Mental Retardation yang dikutip oleh Assuhan

Keperawatan bahwa:

Pengklasifikasian / penggolongan Anak Mental Retardasi untuk keperluan


pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special
Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut:
1. Taraf perbatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar
(slow learner) dengan IQ 70-85
2. Retardasi mental mampu didik (educable mentally retarded) dengan IQ 50-75 atau
75.
3. Tunagrahita mampu latih (trainable mentally retarded) dengan IQ 30-50 atau IQ
35-50
42

4. Retardasi mental butuh rawat (dependent or profoundly mentally retarded) dengan


IQ di bawah 25 atau 30.
Charles Van Riper & Lon Emerick (1984, 124-125) dalam bukunya Speech

Correction: An Introduction to Speech Pathology and Audiology yang menyatakan:

To illustrate the range of language impairment in mental retardation:


- Borderline or mild mental retardation (I.Q. 70 to 90).
- Educable mental retardation (I.Q. 50 to 75).
- Trainable mental retardation (I.Q. 20 to 50).
- Custodial or profound mental retardation (I.Q. below 20).
(Charles Van Riper & Lon Emerick. 1984. 124-125)
Yang penulis artikan:
- Perbatasan atau mental retardasi ringan (I.Q. 70 sampai 90).
- Mental retardasi mampu didik (I.Q. 50 saqmpai 75).
- Mental retardasi mampu latih (I.Q. 20 sampai 50).
- Mental retardasi mampu rawat atau sangat berat (I.Q. di bawah 20).
Slow learner (Lambat belajar) adalah adalah mereka yang memiliki prestasi belajar
rendah (di bawah rata-rata anak pada umumnya) pada salah satu atau seluruh area
akademik, tapi mereka ini bukan tergolong anak terbelakang mental. Skor tes IQ
mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004; Wiley,
2007). Dengan kondisi seperti demikian, kemampuan belajarnya lebih lambat
dibandingkan dengan teman sebayanya. Tidak hanya kemampuan akademiknya yang
terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan lain, dianataranya kemampuan
koordinasi (kesulitan menggunakan alat tulis, olahraga, atau mengenakan pakaian).
Dari sisi perilaku, mereka cenderung pendiam dan pemalu, dan mereka kesulitan
untuk berteman. Anak-anak lambat belajar ini juga cenderung kurang percaya diri.
Kemampuan berpikir abstraknya lebih rendah dibandingkan dengan anak pada
umumnya. Mereka memiliki rentang perhatian yang pendek. Anak dengan SL
memiliki ciri fisik normal. Tapi saat di sekolah mereka sulit menangkap materi,
responnya lambat, dan kosa kata juga kurang, sehingga saat diajak berbicara kurang
jelas maksudnya atau sulit nyambung
43

Untuk kondisi yang diakibatkan gangguan mental intelektual serta gangguan adaptif

menunjukkan kondisi mental retardasi :

Dalam buku Speech Correction, AAMD (The American Association of Mental

Deficiency) mengutip dari Grossman (1973) tentang definisi Mental Retardasi yaitu:
The American Association of Mental Deficiency defines Mental Retardation more

specifically Mental retardation refers to significant subaverage general intellectual

functioning existing concurrently with deficits in adaptive behavior and manifested

during the developmental period (Charles Van Riper. 1984. 11).


Penulis menerjemahkan: Mental retardasi adalah keadaan dimana intelegensi umum

berfungsi di bawah rata-rata, yang bermula sewaktu masa perkembangan dan disertai

gangguan pada tingkah laku penyesuaian.


Ada pula teori yang menyatakan bahwa Dewasa ini definisi American Association

on Mental Disorder (AAMD) dari Grossman (1983), bergeser dan digantikan dengan

definisi American Association of Mental Retardation dari Luckasson (1992). Definisi

AAMR (1992) menyatakan bahwa:


Mental Retardation refers to substantial limitations in present functioning it is
characterized by significantly subaverage intellectual functioning, existing
concurrently with related limitations in two or more of the following applicable
adaptive skills areas: communication, selfcare, home living, social skills, community
use, self direction, health and safety, functional academic, leisure and work. Mental
retardation menifests before age 18 (Bandi Delphie. 2006. 61).
Penulis mengartikan : Mental Retardasi Anak dengan hendaya perkembangan
mengacu pada adanya keterbatasan dalam perkembangan fungsional. Hal ini
menunjukkan adanya signifikansi karakteristik fungsi intelektual yang berada di
bawah normal, bersamaan dengan kemunculan dua atau lebih ketidaksesuaian dalam
aspek keterampilan penyesuaian diri, meliputi komunikasi, bina diri, kehidupan di
rumah, keterampilan sosial, penggunaan fasilitas lingkungan, mengatur diri,
kesehatan dan keselamatan diri, keberfungsian akademik, mengatur waktu luang, dan
bekerja. Keadaan seperti itu secara nyata berlangsung sebelum usia 18 tahun.
44

Adanya beberapa keterlambatan perkembangan bahasa bicara sehingga akan

menyebabkan adanya gangguan pemahaman lisan dan kemampuan lisan, gangguan

motorik berupa motorik kasar, motorik halus, visuomotor koordinasi, keseimbangan,

gangguan sensorik pada tahap persepsi dan meaning, kelemahan organ-organ

artikulasi, drooling, penempatan lidah yang tidak tepat serta didukung dengan adanya

gangguan hubungan sosial/sulitnya beradaptasi terhadap orang yang baru dikenalnya,

maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa klien menunjukkan gejala-gejala yang

dimiliki oleh Dislogia karena Mental Retardasi.

2. Diagnosa
Berdasarkan hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosa klien mengarah

pada Dislogia karena Mental Retardasi dengan sindrom sebagai berikut :


a) Gangguan artikulasi, bahasa, suara, serta irama kelancaran.
b) Perkembangan bahasa bicara terlambat pada segi reseptif maupun segi

ekspresifnya.
c) Pola pernafasan klien yang salah yaitu dominan perut.
d) Adanya gangguan persepsi dan meaning auditori serta gangguan persepsi dan

meaning taktil kinestetik.


e) Gangguan motorik kasar, motorik halus, visuomotor koordinasi, dan

keseimbangan.
f) Salah penempatan posisi lidah pada saat diam yaitu ujung lidah agak menjulur

keluar dari bibir dan klien juga drooling.


g) Kesulitan dalam hubungan sosial terhadap orang yang baru dikenalnya.
h) Intelegensi klien 86 / Borderline (Mental Retardasi Ringan).

3. Prognosa
Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan bahwa prognosa klien buruk dengan

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :


a) Masalah dalam bahasa bicara: belum mampu berkomunikasi secara verbal
45

b) Dilihat dari usia klien saat ini sudah 5 tahun 3 bulan


c) Kemampuan akademik klien
d) Motivasi klien untuk belajar sangat tinggi.
e) Klien sudah memasuki sekolah
f) Dukungan keluarga yang sangat besar.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. A.H. Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta; Balai Penerbit

FKUI; 1991.

2. Bandi Delphie. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung; Refika

Aditama; 2006.

3. Bandi Delphie. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung; Refika Aditama; 2006.

4. Charles Van Riper & Lon Emerick. Speech Correction: An Introduction to Speech

Pathology and Audiology. New Jersey: Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs;

1984.

5. Curtis E. Weiss, Mary Gordon, Herold S. Lilly White. Clinical Management of

Articulation and Phonologic Disorders. Baltimore: The Williams & Wilkins; 1987.

6. D. Kenneth Wilson. Voice Problem of Children. Baltimore: Williams & Wilkins;

1987.

7. Elizabeth B. Hurlock. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta: Erlangga; 1997.


46

8. http://bidanshop.blogspot.com/2009/12/epilepsi-dalam-kehamilan.html (disitasi

Desember 2009)

9. http://www.difficultwords.info.all rights reserved (disitasi 3 januari 2009).

10. Karsinah Soedjadi. Afasia Perkembangan Jilid I. Jakarta: Akademi Terapi

Wicara; 2010.

11. Ki Pranindyo H. A. Perkembangan Bahasa dan Wicara. Jakarta: Yayasan Bina

Wicara; 2003.

12. Lee Edward Travis. Handbook of Speech Pathology And Audiology. New York:

Prentice-Hall Inc; 1971.

13. Lucille Nicolosi, Elizabeth Harryman and Janet Kresheck. Terminology of

Communication Disorders. USA: Williams and Wilkins; 1989.

14. Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana; 2007.

15. S. M. Lumbantobing. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 1997.

16. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995.

17. Tarmansyah. Gangguan Komunikasi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan; 1996.

18. Titi Priyono. Sosiologi 1. Jakarta: Yudhistira; 2006.


47

19. W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan; 1988.

( Lampiran 1 )

FORMAT WAWANCARA

A. Jatidiri
1. Nama dan Jenis Kelamin : F. A. A
2. Tempat Tanggal Lahir : 29 Agustus 2005 / 5 tahun 3 bulan
3. Status dalam keluarga : Anak kandung ke 1 dari 1 bersaudara
4. Nama / Umur / Pekerjaan
Ayah : S. M. / 45 tahun / PNS
Ibu : W / 41 tahun / Karyawati
5. Suku Bangsa : Jawa - Indonesia
6. Agama : Kristen Katolik
7. Alamat : Jl. Kramat III Gg. Listrik 1 no. 1
Jakarta Pusat
No. Hp : 087882878334

B. Rujukan
Meminta kepada orang tua untuk menceritakan mengapa sampai datang ke Klinik?
Menurut ibu klien, karena dalam usianya si anak belum ada bicara / bicaranya
belum bisa / mengalami keterlambatan bicara dan perkembangan tubuhnya juga
terlambat tidak seperti anak seusianya. Ibu mengetahui Klinik Vacana Mandira
mencari di internet. Klien terapi di Klinik Vacana Mandira sejak usia 4 tahun
lebih.

C. Pemeriksaan Ahli
Meminta kepada orang tua untuk menceritakan pernahkah dilakukan pemeriksaan
terhadap anak oleh ahli lain sebelum datang ke Klinik?
Pernah. R. S. Cikini ke dokter anak, R. S. Siloam Graha Medika melakukan
pemeriksaan USG dan EEG, dan R. S. C. M. Spesialis Saraf kemudian dirujuk ke
dokter Spesialis Gizi. Pada bulan Juni dilakukan Tes IQ di sekolahnya.

D. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


48

Meminta kepada orang tua untuk menceritakan kejadian-kejadian yang dialami selama
mengandung sampai melahirkan?
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan ibu klien didapat data bahwa pada saat
mengandung klien ibu berusia 35 tahun dan selama mengandung ibu tidak pernah
jatuh, sakit, dan pingsan. Ibu tidak pernah minum obat-obatan kecuali obat dari
resep dokter berupa vitamin Polit Acid dan Obimin AF. Ibu meminum vitamin
tersebut dari awal kehamilan sampai dengan 9 bulan, tetapi pada awal kehamilan
sampai dengan 3 bulan meminum Obimin AF ibu merasa mual ditambah lagi
emosi ibu yang labil dan setelah 3 bulan sudah tidak mual dan emosi ibupun
stabil. Proses kelahiran dibantu dokter dengan cara Caesar pada usia kandungan
9 bulan karena menurut dokter faktor usia ibu yang sudah tua, padahal pada saat
itu ibu belum ada reaksi apa-apa.

E. Riwayat Setelah Kelahiran


Meminta kepada orang tua untuk menceritakan kejadian-kejadian yang dialami anak
semenjak lahir sampai datang ke Klinik?
Pada saat dilahirkan klien langsung menangis kencang dengan berat badan 3040
gram dan panjangnya 46 cm. Setelah lahir klien tubuhnya mengigil seperti
kedinginan disertai kejang dan saat itu klien tidak mau minum asi ataupun susu
sama sekali sampai 3 hari. Bayi kuning dengan kadar bilirubin mencapai sekitar
12 mg/dl tetapi tepatnya ibu lupa, kemudian klien dimasukkan ke dalam
inkubator selama 2 hari dan pada hari ketiga bayi sudah tidak kuning lagi dan
dibawa pulang bersama ibu. Pada waktu malam hari di usia 4 bulan, klien pernah
jatuh dari tempat tidur tetapi ibu tidak tahu bagaimana posisi jatuhnya tiba-tiba
anak sudah berada di lantai dan menangis. Pagi harinya dibawa oleh ibu ke R. S
Siloam Graha Medika untuk periksa kepalanya yaitu periksa USG dan hasilnya
baik. Pada saat klien berusia 6 bulan, mengalami panas tinggi selama 1 minggu
setelah diimunisasi DPT 3 dan Polio 3. Pada uisa 7 bulan klien sakit panas
mencapai suhu 38oC disertai kejang selama < 5 menit, kemudian dibawa ke R. S
Siloam Graha Medika diberi stesolit di duburnya oleh dokter dan kemudian
dilakukan pemeriksaan EEG hasilnya klien memiliki gejala epilepsi. Setelah itu
mendapat resep obat dari dokter berupa Nootropil dan Depakot harus rutin
diminum selama 6 bulan tetapi ibu hanya meminumkan kepada klien selama 1
bulan saja. Dari usia 7 bulan sampai dengan 4 tahun klien sudah mengalami
kejang demam sebanyak 5 kali tetapi dalam rentang waktu yang lama. Pada usia
4 tahun sampai sekarang klien rutin minum obat kejang, dan selama minum obat
tersebut klien tidak pernah mengalami kejang lagi. Di dalam keluarga ibu
ataupun ayahnya tidak mempunyai riwayat kejang. Klien pernah mengalami
49

radang pita suara sampai suaranya hilang karena menangis terus menerus dan
diopname selama 1 minggu pada saat klien berusia 1,5 tahun. Dari hasil
penuturan ibu klien, klien sering sakit-sakitan seperti (diare), batuk-batuk, dan flu
dari kecil. Apabila klien stess dan trauma karena suatu hal, klien sering masuk
rumah sakit dan dirawat hingga 1 minggu karena tidak mau makan dan minum.

F. Riwayat Perkembangan Motorik


Meminta kepada orang tua untuk menceritakan perihal perkembangan motorik
anak seperti:
- Tengkurap : 4 bulan
- Merangkak : 8 bulan
- Duduk : 12 bulan
- Berdiri : 36 bulan
- Berjalan : 36 bulan
Keterangan lain : Klien dapat berdiri dan berjalan karena terapi di Fisioterapi
selama 1 bulan dan dilatih terus oleh ibunya apabila si ibu
libur kerja.

G. Riwayat Perkembangan Bahasa Bicara


Meminta kepada orang tua untuk menceritakan perihal perkembangan bahasa
bicara anak, seperti:
1. Reflek Vocalization : 3 bulan
Babbling : 24 bulan
Lalling : 24 bulan
Echolalia : 36 bulan
True Speech : 36 bulan
Keterangan lain: Klien sudah mampu merespon bunyi apabila dipanggil
namanya saat usia 4 bulan.
2. Segi Reseptif : Sebelum diterapi klien sudah mengerti perintah seperti ambil
tissue, ambil remote, apabila habis makan ada sampahnya
si anak dapat membuang sendiri ke tempat sampah.
3. Segi Ekspresif : Sebelum diterapi apabila klien
menginginkan sesuatu klien lebih sering menunjuk seperti
ingin minum klien membuka mulutnya hh , ingin pipis
klien memegang celana, apabila ingin makan klien
membuka mulutnya dan bunyinya a....
50

4. Bicara
- Fone : Menurut ibu sebelum klien diterapi, klien belum bisa mengucapkan
vokal ataupun konsonan.
- Fonem: Menurut Sebelum diterapi klien hanya mampu
mengucapkan papapapapa (bunyi tidak bermakna).

H. Riwayat perilaku anak dan hubungan sosial


1. Sekolah/lingkungan anak tinggal (rumah)
Anak aktif bermain dengan teman-temannya di sekolah Playgroup Santo
Fransiscus ataupun di lingkungan rumah. Hobi anak yaitu menyanyi hanya
saja belum bisa mengucapkannya.
2. Perilaku anak yang tidak normal
Apabila si anak marah karena tidak dituruti keinginannya, suka pukul-pukul
kepalanya sendiri. Apabila si anak ngamuk, lebih sering guling-gulingan di
lantai. Terkadang si anak suka pukul kepala orang lain tanpa sebab. Anak
kurang minat terhadap mainan seperti barbie.
3. Kegiatan orang tua di masyarakat
Orang tua klien tidak pernah mengikuti kegiatan di lingkungan tempat
tinggalnya, paling hanya kerja bakti. Hanya saja ayahnya suka mengikuti
kegiatan di kantornya.
4. Hubungan orang tua dengan anak
Klien lebih dekat dengan ayahnya, apabila ada baby sitternya klien dekat
dengan baby sitternya. Jika klien sudah dekat dengan salah satu orang, klien
tidak mau berpindah ke orang lain.

I. Riwayat Keluarga
Meminta kepada orang tua untuk menceritakan
1. Kesehatan keluarga
Menurut penuturan ibu klien, di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai masalah
kesehatan/penyakit yang serius.
2. Bahasa yang dipergunakan
Bahasa yang dipergunakan di rumah adalah bahasa Indonesia.
3. Kemungkinan adanya kelainan bahasa bicara dalam keluarga
Tidak ada.
4. Tanggapan keluarga terhadap kelainan bahasa bicara anak
Keluarga mendukung dan memberikan dukungan seperti sabar, pelana-pelan pasti
bisa.

J. Saran
51

..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................

Jakarta, 25 November 2010

( Arum Cahyaningrum )

( Lampiran 2)
52

FORMAT OBSERVASI (i) dan PEMERIKSAAN (ii)

A. Jatidiri
1. Nama dan Jenis Kelamin : F. A. A
2. Tempat Tanggal Lahir : 29 Agustus 2005 / 5 tahun 3 bulan

B. Kondisi Umum
Klien secara fisik tidak memiliki kecacatan dan tidak memakai alat bantu
seperti Alat Bantu Dengar, kacamata, sepatu khusus maupun kursi roda.
Bentuk gigi klien kecil-kecil berwarna cokelat serta struktur giginya jarang
dan berantakan. Pada saat pertama kali penulis bertemu dengan klien, klien
drooling dan posisi lidah agak menjulur ke luar.

C. Kemampuan Motorik
1. Motorik Kasar
(i) Klien duduk di kursi tanpa bantuan, klien menarik dan mendorong
meja sampai mejanya berpindah tempat.
(ii) Penulis meminta klien untuk lompat dari atas kursi, klien hanya diam
saja tidak merespon. Ketika diminta oleh penulis untuk melompat
dengan bergantian kaki, klien hanya diam saja tidak merespon.

Motorik Halus

(i) Klien memegang sapu tangan dengan cara menggenggam


menggunakan 5 jari dan kemudian mengusap ke hidungnya. Saat klien
menutup resleting tempat pensil dan tas menggunakan 2 jari yaitu ibu
jari dan jari telunjuk.
(ii)Penulis meminta untuk mengambil uang koin satu per satu, klien
mengambilnya dengan cara menjumput yaitu menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk. Ketika diminta untuk menangkap bola, klien tidak
mempergunakan kedua tangannya untuk menangkap bola dari penulis
sehingga bolanya jatuh.
2. Visuomotor Koordinasi
(i) Klien menjahit di papan jahit tetapi tidak sampai selesai.
53

(ii)Penulis meminta masukkan uang koin ke lubang celengan, klien


memasukkan uang koinnya satu per satu sampai habis. Ketika diminta
untuk mengancingkan kancing, klien tidak merespon.
3. Keseimbangan
(i) Pada saat di luar ruang terapi klien membuang sampah ke tempat
sampah dengan menunduk dan pegangan dinding.
(ii)Ketika diminta untuk berjalan di satu garis lurus, salah satu kaki klien
keluar dari garis dan badannya goyang-goyang seperti ingin jatuh.
Penulis meminta klien untuk jongkok dan klien jongkok dengan cara
pegangan terapis sampai hitungan sepuluh.

4. Lateralisasi
(i) Pada saat pengamatan penulis, terlihat klien lebih sering
menggunakan tangan kanan, saat klien membuka pintu, mengambil
tas dan tempat pensil, mengambil buku dari dalam tas, mengambil
benda yang jatuh.
(ii) Untuk lateralisasi berdasarkan pemeriksaan penulis, saat diminta
mengusap hidung, memegang pensil, mengambil koin, dll. Klien
lebih sering menggunakan tangan kanan.

D. Kemampuan Sensorik
1. Pendengaran
(i) Ketika dipanggil namanya, klien merespon dengan menengok ke arah
yang memanggil.
(ii) Sensasi: klien mencari bunyi ketika penulis membunyikan lonceng di
bawah meja.
Persepsi: klien dapat membedakan bunyi lonceng dan kerincingan.
Meaning: klien menunjuk lonceng ketika penulis membunyikan
lonceng.
2. Penglihatan
(i) Ketika penulis berada di dalam ruangan, klien terus menerus melihat
ke arah penulis.
(ii) Sensasi : klien melihat gambar hewan dan miniatur hewan ketika
penulis meletakkannya di atas meja.
54

Persepsi : klien menyamakan miniatur hewan sesuai dengan gambar


hewan seperti /anjing/, /angsa/, /ayam/, /kucing/, dan /kuda/ dengan
benar sesuai perintah penulis.
Meaning : klien paham saat diminta untuk menunjuk kartu gambar
/anjing/, /angsa/, /ayam/, /kucing/, dan /kuda/.
3. Taktil Kinestetik
(i) Klien berespon dengan menggoyang-goyangkan badannya ketika
dikelitiki oleh terapis.
(ii) Pada tahap sensasi: ketika klien diminta untuk memegang amplas dan
kertas, respon klien menggosok-gosokan kedua telapak tangannya.
Persepsi: klien tidak mampu membedakan rasa kasar dan halus.
Meaning: klien tidak dapat menamai dari rasa raba tersebut.

E. Kemampuan Bahasa
1. Reseptif
(i) Saat diminta oleh terapis untuk menunjuk gambar /bis/, /kereta api/,
/becak/, dan /pesawat terbang/ klien menunjuk gambar sesuai yang
diperintahkan dengan benar. Ketika diminta terapis untuk menunjuk
kipas angin, Bu Amenah, tempat pensil syuni klien merespon
dengan cara melirik ke arah benda yang diperintahkan.
(ii)Ketika penulis perintahkan untuk ambil bola kemudian berikan ke ibu
Amenah terus syuni duduk disini!, responnya klien hanya diam dan
tidak melakukan perintah tersebut. Saat diminta oleh penulis
mengambil miniatur buah-buahan seperti /pisang/, /jagung/,
/belimbing/, /wortel/, /apel/, /anggur/, dan /terong/ klien mengambil
sesuai yang diperintahkan penulis dengan benar tetapi stimulus yang
diualng-ulang dari penulis.

2. Ekspresif
(i) Saat diminta terapis untuk meniru /bis/ dan /becak/ klien diam saja
tidak ada respon dan hanya menatap mata terapis.

(ii) Ketika ditanya sesuatu mau atau tidak, klien menjawab dengan
mengangguk-anggukan kepala untuk iya atau hanya menggeleng-
gelengkan kepala saja untuk tidak. Ketika ditanya oleh penulis
seperti syuni mau mainan ini? klien hanya menggelang-gelengkan
55

kepalanya saja. Dan ketika diminta untuk meniru penulis, klien diam
saja dan tidak merespon.

F. Kemampuan Wicara
1. Fone
(i) Klien mampu berujar vokal /a/, /e/ dan konsonan /b/, /y/.
(ii) Kemampuan fone klien baik vokal maupun konsonan tidak dapat
terdeteksi karena klien tidak merespon ketika penulis meminta untuk
meniru maupun menamai.
2. Fonem
(i) Klien mengujar tingkat kata yaitu /bey/ untuk /bel/.
(ii) Kemampuan fonem klien tidak dapat terdeteksi karena klien tidak
merespon ketika penulis meminta untuk meniru maupun menamai.

G. Kemampuan Suara
(i) Suara klien pada unsur nada tidak monoton saat mengucapkan kata
/bey/. Pada saat menangis unsur kenyaringannya nyaring, sedangkan
unsur kualitasnya tidak hipernasal maupun hiponasal dan juga tidak
serak.
(ii)Ketika diminta untuk bernyanyi suara klien pada unsur nada tidak
dapat terdeteksi karena syair nyanyiannya tidak terdengar jelas oleh
penulis ataupun terapis, pada unsur kenyaringannya nyaring sedangkan
pada unsur kualitasnya tidak hipernasal maupun hiponasal dan juga
tidak serak.

H. Kemampuan Irama Kelancaran


(i) Kemampuan irama kelancaran klien saat mengujar kata /bey/ tidak
terjadi pengulangan, tidak putus-putus, dan tidak ada penghentian.
(ii)Saat bernyanyi balonku bersama-sama, syair nyanyiannya tidak jelas
seperti kumur-kumur.

I. Kemampuan Organ Bicara


(i) Ketika di luar ruang terapi klien menjulurkan lidahnya ke bawah, ke
kanan dan ke kiri. Klien mampu meniup pluit baling-baling.
(ii)Penulis melakukan pergerakan oral yang disengaja dalam format
Pemeriksaan Alat Wicara. Untuk lebih jelasnya dilihat dalam lampiran.

J. Kemampuan Pernafasan
56

(i) Cara bernafas klien saat inhalasi dan ekshalasi dari dan melalui
hidung. Pola pernafasan klien campuran dominan perut.
(ii)Ketika diminta penulis untuk meniup lilin, bubble, terompet, tissue,
dan pluit klien menolak dengan cara menutup mulutnya dengan tangan
dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

K. Tingkah Laku
(i) Klien kooperatif saat diajak bermain oleh terapis. Klien memiliki
kontak mata ketika diajak bicara oleh terapis.
(ii)Ketika penulis bertemu dan berkenalan pertama kali dengan klien,
klien malu dan terus menerus melihat ke arah penulis. Klien memiliki
kontak mata ketika penulis mengajak berbicara. Klien kurang
kooperatif saat diajak bermain oleh penulis. Klien sulit sekali
beradaptasi dengan orang baru (penulis). Respon klien saat diberi
perintah oleh penulis lebih banyak menggunakan gesture seperti
lirikan mata, mengangguk atau menggeleng-gelengkan kepala. Respon
klien terhadap stimulus yang datang cukup lama. Apabila klien
merespon segala bentuk instruksi dari penulis, instruksi tersebut harus
terus menerus diulang.

L. Kesan Intelegensi
(i) Saat diberikan puzzle berbentuk jam oleh terapis, klien
menyelesaikannya dalam waktu 10 menit tetapi ada 3 potong yang
salah kemudian dibantu oleh terapis.
(ii)Berdasarkan kemampuan anak usia 5 tahun dari segi reseptif dan
ekspresif, menyelesaikan puzzle, serta tes balok diperoleh kesan bahwa
intelegensi klien di bawah rata-rata normal.

M. Diagnosa
Dislogia Mental Retardasi

N. Saran
Terapi Wicara

Jakarta, 22 & 29 November 2010


57

( Arum Cahyaningrum )

( Lampiran 3)

TES ARTIKULASI

NAMA : F. A. A

TANGGAL PERIKSA :

NAMA PEMERIKSA : Arum Cahyaningrum

A. BILABIAL UJARAN N S O D A KETERANGAN


/p-/ paku
/-p-/ kapak

/-p/ atap

/b-/ baju

/-b-/ abu

/-b/ lembab

/m-/ muka

/-m-/ lampu

/-m/ kolam

B. APICO
ALVEOLAR
/t-/ tangan

/-t-/ tutup

/-t/ kabut

/d-/ daun

/-d-/ dada

/-d/ ahad
58

/n-/ nangka

/-n-/ nanas

/-n/ makan

/l-/ lari

/-l-/ palu

/-l/ kapal

C. DORSO VELAR

/k-/ kayu

/-k-/ paku

/-k/ katak

/g-/ gula

/-g-/ gagak

/-g/ bedug

/-/ ngilu

/--/ tangga

/-/ pedang

D. LAMINO
PALATAL
/t-/ cangkir

/-t-/ kacang

/-t/ -

/d-/ jalan

/-d-/ rujak

/-d/ bajaj

/-/ nyala
59

/--/ -

/-/ nyanyi

E. LABIODENTAL

/f-/ film

/-f-/ kafan

/-f/ arif

/v-/ visa

/-v-/ teve

/-v/ -
F. SIBILANT
APICOALVEOL
AR
/s-/ sapi

/-s-/ susu

/-s/ bekas

/z-/ zat

/-z-/ zamzam

/-z/ -

G. GLOTAL

/h-/ hangat

/-h-/ ahad

/-h/ basah

H. ROLL atau
APICOALVEOL
AR
/r-/ radio
60

/-r-/ koran

/-r/ bakar

I. SEMI VOWEL

/w-/ waduk

/-w-/ pawai

/-w/ dancow

/j-/ yakin

/-j-/ payung

/-j/ cowboy

J. KONSONAN
KLUSTER
(KONSONAN
DOBEL)
/br/ brosur

/dw/ dwiwarna

/fr/ fraksi

/gr/ gratis

/kl/ klinik

/kr/ kramat

/pr/ program

/sk/ skema

/sp/ spasi

/st/ stabil

/sw/ swasta
61

Jakarta, ...................................

( Arum Cahyaningrum )

(Lampiran 4)

PEMERIKSAAN ALAT WICARA


62

BERI TANDA ( ) PADA YANG SESUAI

A. BIBIR
1. Struktur
a. Apakah saling bersentuhan ketika dilakukan oklusi gigi ?
Ya ; Tidak

b. Bagaimana mengenai ukuran panjang dari bibir atas ?


Normal ; Pendek ; Panjang ( gambar dan jelaskan )

c. Apakah ada tanda-tanda dari cleft lip atau tanda-tanda kekurangan dalam struktur yang
lain ?
Ya ; Tidak

2. Fungsi
a. Apakah bisa protusi ?
Ya ; Tidak

b. Apakah bisa digerakkan kesamping ( ke salah satu sisi ) ?


Kiri ; Ya ; Tidak

Kanan ; Ya ; Tidak

c. Apakah kedua sudut mulut dapat digerakkan secara simetris ?


Ya ; Tidak

d. Berapa kali dapat mengatupkan bibir dalam 5 detik ?


Pelaksanaan 1 : - kali ; 2 : - kali ; 3 : - kali

Diatas rata-rata ; Di bawah rata-rata ; Rata-rata

e. Berapa kali dapat memproduksi / PA / dalam 5 detik ?


Pelaksanaan 1 : - kali ; 2 : - kali ; 3 : - kali

f. Apakah aktifitas rahang lancar ? Ya ; Tidak

3. Perkiraan untuk peringkat kemampuan wicara


Peringkat 1 ; 2 ; 3 ; 4
63

B. GIGI
1. Struktur
a. Bagaimana hasil bentukan setelah dilakukan oklusi ?
Normal ; Netroclusi ; Distoclusion ; Mesioclusion

b. Bagaimana hubungan antara gigi seri dari depan ke belakang ?


Normal ; Campuran

Bentuk Campuran ;

1) Kombinasi labioversi dengan linguaversi, gigi seri atas dengan bawah.


2) Semua gigi seri atas mengarah ke dalam, namun masih bisa bersinggungan dengan
gigi seri bawah.
3) Semua gigi seri atas mengarah ke dalam dan tidak bersinggungan dengan gigi seri
bawah.
c. Bagaimana kondisi tepi-tepi gigi seri setelah pemakaian yang berkesinambungan ?
Normal ; Rotated (membulat) ; Tidak teratur (jimbled) ; jarang (missing)
; Gingsul (supermerary)

d. Bagaimana hubungan gigi seri secara vertikal ?


Normal ; Open bite ; Close bite

2. Apakah mengguankan alat bantu


a. Dental applience (penggunaan alat bantu gigi).
Ya ; Tidak

b. Prothese (gigi palsu) Ya ; Tidak

3. Perkiraan untuk peringkat kemampuan wicara


Peringkat 1 ; 2 ; 3 ; 4

C. LIDAH
1. Struktur
Ukuran sehubungan dengan lengkung kaki gigi :

Terlalu besar ; Cukup ; Terlalu kecil ; Simetris ; Tidak simetris

2. Fungsi
a. Apakah lidah dapat melekuk ke atas dan ke bawah ?
Ya ; Tidak
64

b. Berapa kali ujung lidah dapat menyentuh alveolar tanpa suara dalam waktu 5 detik ?
Pelaksanaan 1 : - kali ; 2 : - kali ; 3 : - kali

Diatas rata-rata ; Di bawah rata-rata ; Rata-rata

c. Berapa kali ujung lidah dapat menyentuh alveolar tanpa suara dalam waktu 5 detik ?
Pelaksanaan 1 : ......... kali ; 2 : ......... kali ; 3 : ......... kali

Diatas rata-rata ; Di bawah rata-rata ; Rata-rata

d. Berapa kali dapat memproduksi / TA / dalam 5 detik ?


Pelaksanaan 1 : - kali ; 2 : - kali ; 3 : - kali

e. Berapa kali lidah bagian belakang dapat menyentuh langit-langit lembut dalam waktu 5
detik ?
Pelaksanaan 1 : ......... kali ; 2 : ......... kali ; 3 : ......... kali

f. Berapa kali dapat memproduksi /KA/ dalam 5 detik ?


Pelaksanaan 1 : - kali ; 2 : - kali ; 3 : - kali

Diatas rata-rata ; Di bawah rata-rata ; Rata-rata

g. Berapa kali bagian tengah lidah dapat menyentuh palatum durum dalam 5 detik ?
Pelaksanaan 1 : ......... kali ; 2 : ......... kali ; 3 : ......... kali

Diatas rata-rata ; Di bawah rata-rata ; Rata-rata

h. Berapa kali dapat memproduksi /CA/ dalam 5 detik ?


Pelaksanaan 1 : - kali ; 2 : - kali ; 3 : - kali

Diatas rata-rata ; Di bawah rata-rata ; Rata-rata

i. Pengaruh franum / frenulum terhadap lidah ?


Tidak mempengaruhi ; Mempengaruhi ; Jelas mempengaruhi

3. Perkiraan untuk peringkat kemampuan wicara


Peringkat 1 ; 2 ; 3 ; 4

D. LANGIT-LANGIT KERAS
1. Struktur
a. Keutuhan
Normal ; Cleft perbaikan ; Cleft tidak perbaikan
65

b. Apakah ada fistula di palatum ?


Ya ; Tidak (gambar dan jelaskan)

c. Apakah ada celah di alveolar ?


Ya ; Tidak (gambar dan jelaskan)

d. Bagaimana keadaan lengkung palatum ?


Normal ; Datar ; Dalam dan curam

2. Perkiraan untuk peringkat kemampuan wicara


Peringkat 1 ; 2 ; 3 ; 4

E. PALATOPHARYNX
1. Struktur
a. Langit-langit lembut
1) Keutuhan
Normal ; Cleft perbaikan ; Cleft tidak perbaikan ; Simetris ; Tidak
simetris

2) Kepanjangan
Pendek ; Sangat pendek ; Memuaskan

b. Uvula
Normal ; Menyimpang dari garis normal ke kanan ; Menyimpang dari garis
normal ke kiri ; Tidak ada

c. Oropharynx
1) Kesan kedalaman
Dangkal ; Normal ; Dalam

2) Kesan keluasan
Sempit ; Normal ; Luas

2. Fungsi
a. Langit-langit lembut
1) Bagaimana pergerakannya selama perpanjangan fonasi /a/ ?
Tidak ada ; Sedikit gerakan ; Jelas gerakannya

2) Bagaimana pergerakannya selama pengulangan fonasi /a/ ?


Tidak ada ; Sedikit gerakan ; Jelas gerakannya
66

3) Bagaimana pergerakannya selama gag reflek ?


Tidak ada ; Sedikit gerakan ; Jelas gerakannya

4) Bagaimana perbandingan pergerakanya


Kedua bagian sama ; Lebih bergerak untuk sebelah kanan ; Lebih bergerak
untuk sebelah kiri

b. Oropharynx
1) Bagaimana gerakan ke tengah (mesial movement) dari dinding-dinding pharynx
lateral selama fonasi /a/ (pakai alat)
Tidak ada ; Sedikit gerakan ; Jelas gerakannya

2) Bagaimana gerakan ke tengah dari dinding-dinding pharynx lateral selama gerak


reflek ?
Tidak ada ; Sedikit gerakan ; Jelas gerakannya

3) Apakah ada nasal emisi selama meniup (api lilin) ?


Ya ; Tidak

4) Apakah ada nasal emisi yang tidak konsisten selama bicara atau meniup ?
Ya ; Tidak

5) Apakah ada tanda / gerakan yang mengawali sewaktu akan memproduksi konsonan
bertekanan ?
Ya ; Tidak

6) Apakah ada penyempitan di lubang hidung selama bicara atau meniup ?


Ya ; Tidak (jelaskan)

3. Perbandingan Pemeriksaan Dengan Alat Manometer Oral


Pelaksanaan 1 : Kedua lubang hidung terbuka

Kedua lubang hidung tertutup

Pelaksanaan 2 : Kedua lubang hidung terbuka

Kedua lubang hidung tertutup

Pelaksanaan 3 : Kedua lubang hidung terbuka

Kedua lubang hidung tertutup

4. Perkiraan untuk peringkat kemampuan wicara


67

Peringkat 1 ; 2 ; 3 ; 4

F. FAUCES (Ruang yang dikelilingi oleh soft palate, palatine arches dan base of the
tongue)
1. Struktur
a. Tonsil
Normal ; Membesar ; Mengecil ; Tidak ada

b. Pillars
Normal ; Ada bekas luka ; Bengkak ; Tidak ada

c. Daerah isthmus (Faucial isthmus / daerah peregangan dari faucial)


Diatas rata-rata ; Rata-rata ; Di bawah rata-rata

2. Fungsi
a. Bagaimana gerakan ke belakang selama fonasi /a/ ?
Tidak ada ; Sedikit gerakan ; Jelas gerakannya

b. Bagaimana gerakan ke tengah selama fonasi /a/ ?


Tidak ada ; Sedikit gerakan ; Jelas gerakannya

c. Bagaimana pembatasan gerakan velum oleh pillars ?


Tidak ada ; Sedikit gerakan ; Jelas gerakannya

3. Perkiraan untuk peringkat kemampuan wicara


Peringkat 1 ; 2 ; 3 ; 4

G. NASAL CAVITIES ( Rongga Nasal )


1. Struktur
a. Septum
Normal ; Miring ke kiri ; Miring ke kanan

b. Septum kiri
Tidak ada ; Sedikit ; Jelas

c. Septum kanan
Tidak ada ; Sedikit ; Jelas

2. Fungsi
68

a. Apakah jelas-jelas bernapas lewat mulut ?


Ya ; Tidak

b. Apakah adenoid kelihatan ?


Ya ; Tidak

c. Apakah terlihat pharyngeal flap ?


Ya ; Tidak

d. Obturator
Ya ; Tidak

3. Perkiraan untuk peringkat kemampuan wicara


Peringkat 1 ; 2 ; 3 ; 4

H. PERGERAKAN ORAL YANG DISENGAJA


Perintahkan kepada penderita sebagai berikut :

1. Menjulurkan lidah 0
2. Meniup 0
3. Menunjukkan gigi 0
4. Memonyongkan bibir 0
5. Menjulurkan lidah ke arah hidung 0
6. Menggigit bibir bawah 0
7. Bersiul 0
8. Menjilat bibir 0
9. Mendahak 0
10. Mengerakkan lidah keluar masuk 0
11. Merapatkan gigi sekali 2
12. Tersenyum 2
13. Menyentuh lidah ke alveolar sambil berbunyi / mendecak 0
14. Mengerakkan gigi seperti orang kedinginan 0
15. Menjulurkan lidah ke dagu 0
16. Batuk 0
17. Mengembungkan pipi 0
18. Mengerakkan lidah ke kiri dan ke kanan 0
19. Tunjukkan bagaimana mencium seseorang 0
20. Memonyongkan mulut dan tersenyum 0
_________________

Jumlah 4
69

I. MELAKUKAN GERAKAN YANG DI SENGAJA

1. Bersiul lalu tersenyum


Bisa ; Tidak

2. Menggigit bibir bawah lalu meniup


Bisa ; Tidak

3. Menjulurkan lidah, gerakan seperti kedinginan lalu meniup


Bisa ; Tidak

4. Menggembungkan pipi, menggoyangkan lidah, lalu meniup


Bisa ; Tidak

J.RINGKASAN DAN EVALUASI

5. Perincian kelainan-kelainan yang di anggap penting


Peringkat 4 :

Peringkat 3 :

Peringkat 2 :

Peringkat 1 :

6. Hubungan kelainan-kelainan ini dengan apa yang anda dapat dari tes bicara dari klien.
Beri pendapat ( ulasan ) tentang kelainan ( yang berhubungan dengan kelainan ) yang
harus di ambil untuk membuat program perbaikan bicara untuk kelainan klien.

Jakarta, 23 Desember 2010

(Arum Cahyaningrum)
70

SKALA UNTUK MENGEVALUASI PEMERIKSAAN BAGIAN II

Skala 8, apabila tugas / perintah yang diberikan dapat dilaksanakan dengan tepat, langsung
( tanpa mencoba-coba ) dan tanpa diberi contoh oleh tester.

Skala 7, apabila tugas / perintah yang diberikan dapat dilaksanakan dengan tepat setelah
mencoba dan mencari cari, akan tetapi gerakan dapat dilaksanakan tanpa diberi contoh oleh
tester.

Skala 6, apabila tugas / perintah yang diberikan dapat dilaksanakan tetapi tidak sempurna,
kekuatan, ketepatan dan kecepatan tidak sempurna, akan tetapi tugas itu tidak diberi contoh
oleh tester.

Skala 5, apabila tugas / perintah dapat dilaksanakannya hanya sebagian, bagian penting tidak
ada akan tetapi masih tetap tidak diberikan contoh oleh tester.

Skala 4, sama dengan skala 8, tetapi diberi contoh oleh tester.

Skala 3, sama dengan skala 7, tetapi diberi contoh oleh tester.

Skala 2, sama dengan skala 6, tetapi diberi contoh oleh tester.

Skala 1, sama dengan skala 5, tetapi diberi contoh oleh tester.

O.P.( Oral Perseverative )

O.I.( Oral Irrelevant ) : termasuk beberapa gerakan oral yang lain, termasuk wicara.

NO ( tidak ada ) = tidak ada pelaksanaan gerakan.

ISTILAH ISTILAH DALAM DENTAL

Occlusi : Penutupan

Neutroclusion : Hubungan kedua rahang normal, hanya gigi depan > maju

Distoclusion : Rahang bawah mundur ke belakang

Mesioclusion : Rahang depan maju ke depan


71

Labioversion : Incisors mengarah ke bibir

Open bite : Bilamana gigi depan tidak saling kontak ( terdapat celah ) akibat
kesalahan sunan gigi, sedangkan gerakan sudah kontak.

Close bite : Bilamana gigi atas seolah-olah menekan gigi bawah.

Normal ialah bilamana gigi atas menutup hanya sepertiga bagian gigi bawah.

Rotated : Serempetan

Jimbled : Kacau

Missing : Jarang / jumlahnya kurang

Supermary : Jumlahnya lebih dari normal

Jumlah gigi normal Bawah : Anak anak = 20 buah, 10 buah gigi atas, 10 buah gigi
Dewasa = 32 buah, 16 buah atas, 16 buah bawah
Dental appliances : Penggunaan alat Bantu gigi
Prothesis : Gigi palsu

PERINGKAT KEMAMPUAN DALAM PEMERIKSAAN ALAT WICARA

Peringkat 1 : Normal

Peringkat 2 : Deviasi ringan, kemungkinan tidak akan mempengaruhi wicara

Peringkat 3 : Deviasi sedang, kemungkinan mempengaruhi wicara, perlu pelayanan


perbaikan, terutama apabila terdapat struktur mekanisme ( alat ) wicara
yang mengalami kelainan

Peringkat 4 : Deviasi berat, dapat menghambat produksi wicara normal, perlu dilakukan
perubahan struktur, dengan atau tanpa pelayanan Speech Therapy.
72

Penjelasan :

Apabila kita tetapkan penderita pada peringkat 4, berarti penderita tidak dapat memproduksi
bunyi-bunyi atau kualitas sebelum dilakukan perubahan kemampuan fungsinya dari struktur
yang dikenai. Jika dirasakan perlu pengubahan fisik terlebih dahulu sebelum fungsinya dapat
dirubah, rangkaian program yang dibuat tidak meliputi pengubahan tingkah laku wicara
sampai menunjukkan adanya perubahan. Langkah selanjutnya tinggal menyiapkan
pengiriman ke ahli fisik terkait.

Apabila kita menetapkan penderita pada peringkat 3, berarti kita akan mencoba kepada
penderita untuk melakukan kompensasi seperlunya sehubungan dengan kelainan strukturnya.
Pengubahan struktur pada kasus ini tidak diperlukan, kalau tidak benar-benar mempengaruhi
atau melibatkan beberapa struktur yang berhubungan. Pada keadaan tertentu, penetapan
peringkat 3, mempunyai arti pula bahwa kita akan melakukan terapi wicara dengan program
yang didasarkan atas pengalaman, hal seperti tersebut dapat dibenarkan.

Apabila kita menetapkan penderita pada peringkat 2, menunjukkan bahwa strukturnya tidak
begitu jelas, kegagalannya dalam batas-batas ukuran normal. Penyimpangan yang dimilikinya
tidak mempengaruhi wicara.

Produksi dalam 5 detik

1. Produksi / pa / dalam 5 detik = 30 kali

2. Ujung lidah dapat menyentuh alveolar tanpa suara dalam 5 detik = 17,5 kali

3. Ujung lidah dapat menyentuh sudut mulut dalam 5 detik = 17,5 kali

4. Produksi / ta / dalam 5 detik = 15 kali

5. Belakang lidah ( dorsum ) dapat menyentuh velar tanpa suara dalam 5 detik =

17,5 detik
73

6. Produksi / ka / dalam 5 detik = 15 kali

7. Daun lidah ( tengah / lamino ) dapat menyentuh palatum durum tanpa suara

dalam 5 detik = 17,5 kali

8. Produksi / t a / dalam 5 detik = 15 kali

(Lampiran 5)

FORMULIR TES

PEMAHAMAN BAHASA SECARA AUDITORI


Nama : F. A. A Tester : Arum Cahyaningrum
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 29 Agustus 2005 Tgl :
Jenis Kelamin : Perempuan
74

No. No. Hasil


Butir
Urut Butir Hari/Tgl Awal Hari/Tgl Akhir
1. 2 Bunga TR
2. 2 Burung TR
3. 1 Anak perempuan TR
4. 3 Kucing TR
5. 1 Perahu TR
6. 3 Kambing TR
7. 1 Tangan TR
8. 1 Laki laki TR
9. 3 Paku TR
10. 2 Sepasang TR
11. 2 Merah TR
12. 3 Hitam TR
13. 1 Kuning TR
14. 2 Besar TR
15. 3 Paling cepat TR
16. 3 Kecil TR
17. 1 Empuk TR
18. 2 Tinggi TR
19. 3 Dua yang sama TR
20. 1 Dua yang berbeda TR
21. 1 Dua
22. 3 Beberapa
23. 3 Banyak
24. 2 Mobil yang di tengah
25. 3 Lebih dari satu
26. 3 Empat
27. 1 Sedikit
28. 2 Kedua
29. 3 Separuh
30. Ini binatang, sekarang
1 tunjukkan botol yang
ada di sebelah kirinya
31. 3 Makan
32. 3 Lompat
33. 1 Berlari
34. 2 Datang
35. 3 Pergi
36. 3 Membaca
37. 1 Menangkap
38. 1 Memberi
39. 2 Ke atas
40. 3 Dengan mudah
41. 2 Dengan sayang
75

42. 2 Itu
43. 2 Petinju
44. 1 Terletak di atas meja
45. 3 Di bawah meja
46. 2 Di dalam kotak
47. Anak laki-laki itu ada di
1
sebelah mobil
48. Kucing itu ada di antara
2
mobil
49. Anjing itu ada di depan
1
mobil
50. 1 Petani
51. 3 Tukang cat
52. 2 Setangkai
53. 3 Nelayan
54. 2 Lebih kecil
55. 1 Agak tinggi
56. 2 Paling gemuk
57. 1 Bersepeda
58. 2 Tukang sayur
59. 2 Mereka
60. 2 Dia
61. 3 Saya
62. Ibu memberikan bola
3
kepadanya
63. Anjing-anjingnya hitam
1
putih
64. 1 Ibu akan belanja
65. 2 Kita sedang makan apel
66. 1 Tumpukan kursi
67. 1 Bergaris-garis
68. 1 Terjauh
69. 2 Sebuah meja
70. Seekor domba sedang
1
makan
71. 3 Ikan-ikan sedang makan
72. 2 Dia sedang menjahit
73. 1 Dia belum melompat
74. Dia sudah selesai
3
mengecat
75. 3 Singa sudah makan
76. Dia akan memukul
1
bola
77. Dia masih menebang
2
pohon
76

78. Anak laki-laki


1 mendorong anak
perempuan
79. Mobil menubruk
2
kereta api
80. Keledai diangkat
2
olehnya
81. 1 Dia dikejar anjing
82. Siapa yang ada
3
didekat meja?
83. 3 Kapan kamu bangun?
84. 3 Apa yang kita makan?
85. 2 Dia menggambar
86. 2 Tidak hitam
87. 1 Dia tidak sedang lari
88. Baik anak laki-laki
3 maupun perempuan
tidak melompat
89. 1 Pergi!
90. 1 Jangan menyebrang!
91. 2 Tertutup
92. 2 Setinggi pohon
93. 3 Mobil di jalan
94. 3 Kucing tanpa mata
95. Ibu memperlihatkan
1
foto Budi
96. 3 Bola biru yang besar
97. Mobil merah yang
3
kecil
98. Dia tidak sedang
1
berenang
99. Bila kamu guru,
tunjukkan anjing, bila
2
bukan tunjukkan
beruang
100. Tunjukkan yang bukan
2
bola maupun meja
101. Lihat gambar ketiga,
1 lalu tunjukkan anak
dari binatang ini
77

Keterangan :

Bila anak salah menunjuk gambar, dikolom hasil. Ditulis nomor gambar yang ditunjuk.
Bila anak benar menunjuk gambar, dikolom hasil. Ditulis nomor gambar sesuai dengan
nomor butir.

(Lampiran 7)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

Nama : Feodora Angelica Andini

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 29 Agustus 2005


78

Agama : Kristen Katolik

Alamat : Jl. Kramat III Gg. Listrik 1 no. 1 Jakarta Pusat

No. Hp : 087882878334

Anak pernah melakukan pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) di Rumah Sakit

Siloam Graha Medika dengan hasil anak memiliki gejala epilepsi. Tetapi hasilnya

dibawa oleh ayahnya ke Rumah Sakit untuk suatu keperluan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta, 27 Desember 2010

Tanda Tangan

Instruktur Orang Tua

(Ibu Diana Martini, A.Md TW., S.Pd) ( Ibu Wahyuni )


79

(Lampiran 9)
80

Anda mungkin juga menyukai