Anda di halaman 1dari 10

Pengertian

Ketimpangan sosial adalah kesenjangan atau ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau
memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
A. Hakikat Ketimpangan Sosial
Berdasarkan definisi dari Naidoo dan Wills, ketimpangan sosial merupakan perbedaan-perbedaan
dalam pemasukan, sumber daya, kekuasaan, dan status di dalam dan antara masyarakat. Menurut
Andrianof Chaniago, ketimpangan sosial adalah buah dari pembangunan yang hanya berfokus pada
aspek ekonomi dan melupakan aspek sosial.
Ketimpangan sosial tidak sama dengan perbedaan sosial yang dikategorikan ke dalam stratifikasi dan
diferensiasi sosial. Ketimpangan sosial dikategorikan sebagai masalah sosial karena terdapat
ketidakadilan dalam kontribusi masyarakat dari beberapa aspek kehidupan. Berikut ini adalah prinsip-
prinsip ketidakadilan, yaitu.
+ Elitisme efisien
+ Pengecualian diperlukan
+ Prasangka adalah wajar
+ Keserakahan adalah baik, dan
+ Putus asa tidak bisa dihindari.
Ketidakadilan tersebut dapat berbentuk :
1. Marginalisasi, proses pemusatan hubungan kelompok-kelompok tertentu dengan lembaga
sosial utama. Semakin besar perbedaan, semakin mudah kelompok dominan meminggirkan
kelompok lemah.
2. Stereotipe (pelabelan), pemberian sifat tertentu secara subjektif terhadap seseorang berdasarkan
kriteria tertentu. Misalnya, anggapan bahwa kebanyakan masyarakat A memiliki sifat pelit,
padahal anggapan tersebut belum tentu benar adanya.
3. Subordinasi, pembedaan perlakuan identitas tertentu. Misalnya, Politik Apartheid, lebih
mengutamakan orang-orang berkulit putih daripada orang berkulit hitam.
4. Dominasi, kondisi dengan ciri satu kelompok memegang kekuasaan secara sewenang-wenang.
Misalnya, pada masa penjajahan Belanda terhadap Indonesia dimana rakyat dipaksa untuk kerja
rodi.

B. Teori Ketimpangan Global


1. Teori Kolonialisme
Di mulai di Inggris sekitar tahun 1750 ketika industrialisasi menyebar di seluruh Eropa Barat. Teori ini
merujuk pada satu negara yang menjadikan banyak wilayah sebagai koloninya. Kegiatan ini diawali
oleh negara industri (kapitalis) dengan cara menanamkan sebagian keuntungannya ke dalam
persenjataan yang tangguh dan kapal, kemudian digunakan untuk menyerbu negara yang lemah untuk
dijadikan koloninya. Setelah bangsa yang lemah takhluk, mereka akan mengeksploitasi tenaga kerja
dan sumber daya bangsa tersebut.
2. Teori Sistem Dunia
Dikemukakan oleh Immanuel Wallerstein. Hasil analisisnya, industrialisasi mengahsilkan tiga
kelompok bangsa, yaitu :Negara inti, negara yang lebih dulu melakukan industrialisasi dan
mendominasi negara yang lemah. Negara inti yaitu negara-negara di Eropa Barat, misalnya Inggris,
Belanda, Spanyol, Portugis. Negara semiperiferi, negara yang bergantung pada perdagangan negara
inti. Negara semiperiferi yaitu negara Eropa Selatan.Negara periferi, negara pinggiran. Negara periferi
yaitu negara di kawasan Asia dan Afrika.
3. Teori Ketergantungan
Keterbelakangan sebagai akibat suatu sistem kapitalis internasional yang dominan (berbentuk
perusahaan-perusahaan multinasional) dan bersekutu dengan Dunia Ketiga untuk mempertahankan
kedudukan mereka. Dunia Ketiga adalah negara yang tidak masuk Dunia Pertama (negara kapitalis)
dan Dunia Kedua (negara komunis). Perkembangan antara negara industri dan keterbelakangn negara
dunia ketiga berjalan bersamaan. Ketika negara industri berkembang, negara dunia ketiga semakin
terbelakang oleh kolonialisme dan neokolonialisme.
4. Pendekatan Struktural
Pendekatan Struktural adalah cara lain untuk memandang ketimpangan dunia dalam hal kesejahteraan
dan kekuasaan. Pendekatan ini memandang bahwa kemiskinan dan ketergantungan Dunia Ketiga tidak
disebabkan oleh keputusan kebijakan yang sengaja dibuat di Amerika, Inggris, atau Moskow.
Ketergantungan ini sebenarnya berasal dari struktur sistem internasional sehingga bangsa-bangsa
pengekspor bahan mentah terpaksa kehilangan bagiannya dari keuntungan produksi.
Menurut Raul Presbisch, sistem perdagangan bebas merugikan negara-negara pengekspor bahan
mentah (negara periferi) dan menguntungkan negara-negara industri kaya yang mengekspor hasil
industri (negara-negara pusat).
5. Teori Fungsionalis
Ketidaksetaraan tidak bisa dihindari dan memiliki fungsi penting dalam masyarakat. Menurut Kingsley
Davis dan Wilbert Moore, penyebab ketidaksetaraan dan startifikasi masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Masyarakat harus memastikan bahwa posisi-posisinya terisi.
b. Beberapa posisi lebih penting daripada yang lain.
c. Posisi-posisi yang lebih penting harus diisi oleh orang yang lebih berkualifikasi.
Untuk memotivasi orang yang lebih berkualifikasi agar mengisi posi-posisi ini, masyarakat harus
menawarkan imbalan lebih besar.
6. Teori Konflik
Ketimpangan sebagai akibat dari kelompok dengan kekuatan mendominasi kelompok yang kurang
kuat.. Kesenjangan sosial, mencegah dan menghambat kemajuan masyarakat karena orang-orang yang
berkuasa akan menindas orang-orang tak berdaya untuk mempertahankan status quo. Masyarakat akan
selalu mengalami konflik secara terus menerus.
Karl Mark adalah tokoh konflik pertama yang memandang bahwa kapitalisme akan memperjelas
perbedaan kelas antarindividu. Hal ini terlihat dari konflik antara kaum borjuis dan kaum proleter,
dimana kaum borjuis berusaha untuk menguasai alat-alat produksi.
Teori Pertumbuhan Neoklasik Dikemukan oleh Gouglas C. North. Teori ini memunculkan prediksi
tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Teori neoklasik ini memunculkan Hipotesis Neoklasik, ketimpangan
pembangunan pada awal proses meningkat. Setelah berangsur-angsur, ketimpangan pembangunan
antarwilayah tersebut semakin menurun.

C. Cara Sosiolog Memandang Ketimpangan Sosial


Kesenjangan sosial sebagai masalah sosial mencakup tiga dimensi, yaitu.
1. Kondisi struktural objektif, yaitu hal-hal yang dapat diukur secara objektif dan berkontribusi
terhadap ketimpangan sosial. Misalnya, tingkat pendidikan, kekayaan atau kemiskinan,
pekerjaan.
2. Dukungan ideologis, mencakup hal-hal yang mendukung ketimpangan sosial yang terdapat di
masyarakat. Misalnya undang-undang, kebijakan publik, nilai-nilai di masyarakat.
3. Reformasi sosial, mencakup perlawanan terorganisasi, kelompok-kelompok perlawanan, dan
gerakan-gerakan sosial.

D. Faktor Penyebab Ketimpangan Sosial.

1. Kondisi Demografis
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, demografi merupakan ilmu yang mempelajarai tentang
masalah kependudukan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kondisi demografis antara
masyarakat yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan. Letak perbedaan tersebut dapat dilihat
dari beberapa hal sebagai berikut.
a. Jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang besar tidak sebanding dengan fasilitas yang ada,
misalnya lapangan pekerjaan, pelayanan umum, akan menyebabkan banyak masyarakat
memiliki tingkat kesejahteraan yang kurang.
b. Komposisi penduduk. Yaitu komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Misalnya,
dalam suatu daerah terdapat penduduk dengan umur 35 tahun diatas lebih banyak, maka daerah
tersebut dapat disimpulkan memiliki angka kelahiran rendah dan angka kematian tinggi. Hal
ini mempengaruhi pertumbuhan penduduk tersebut, adanya ketidakseimbangan tersebut dapat
memengaruhi keadaan sosial ekonomi.
c. Persebaran penduduk. Merupakan bentuk penyebaran penduduk di suatu wilayah atau daerah.
Adanya persebaran penduduk yang tidak merata menimbulkan pembangunan yang hanya
terpusat pada satu daerah. Hal ini akan menimbulkan kemiskinan bagi penduduk yang tidak
dapat bersaing dengan perkembangan pembangunan daerah.

2. Kondisi Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan bagi semua orang. Pendidikan suatu bangsa menjadi faktor
penunjang pembangunan bangsa, terutama pembangunan sumberdaya manusia. Pendidikan dapat
dikatakan berhasil, salah satunya dengan meningkatnya aksesbilitas berdasarkan gender. Artinya,
perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Misalnya, anak-anak
di desa memiliki semangat belajar yang tinggi meskipun dengan fasilitas terbatas, berbeda dengan
remaja yang berada di kota. Dengan fasilitas mencukupi, sebagian dari mereka semangat belajarnya
berkurang akibat terpengaruh oleh lingkungaan yang kurang baik. Adanya perbedaan ini menimbulkan
ketimpangan sosial. Ketidakadilan tersebut dapat dilihat dari ketersediaan fasilitas, kualitas tenaga
kerja, dan mutu pendidikan.
3. Kondisi Kesehatan
Ketimpangan sosial di bidang kesehatan dapat muncul, dikarenakan penyebaran fasilitas kesehatan
yang tidak merata di setiap daerah, jangkauan kesehatan yang kurang, pelayanan kesehatan yang
kurang memadai maupun faktor lainnya dapat menyebabkan tingkat kesejahteraan antara masyarakat
satu dengan yang lainnya berbeda.
4. Kondisi Ekonomi
Ketimpangan ini timbul akibat tidak meratanya penyebaran pembangunan ekonomi. Adanya perbedaan
dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi antar daerah menyebabkan daerah yang memiliki
sumber daya dan faktor produksi, terutama memiliki barang modal akan memperoleh pendapatan yang
lebih besar dibandingkan dengan daerah yang memiliki sedikit sumber daya.
5. Faktor Struktural
Berkaitan erat dengan tata kelola yang merupakan kebijakan pemerintah dalam menangani masyarakat
yang bersifat legal formal maupun kebijakan dalam pelaksanaannya. Indonesia menganut paham
demokrasi sehingga aturan yang ada diperuntukkan bagi kepentingan rakyat yang diutamakan.
Kurangnya asset informasi tentang kebijakan pemerintah dapat mengakibatkan tidak berjalannya
pelaksanaan pembangunan dan pemerataan pembangunan. Sebagai penyelenggara negara, negara harus
menjadi pelopor demokrasi yang dapat dijadikan teladan bagi masyarakat sehingga stabilitas terjaga
dan kesejahteraan sosial terwujud. Negara Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan
masyarakatnya majemuk sehingga memiliki potensi konflik yang besar. Untuk itu, penyelenggara
negara harus mampu berperan sebagai :
+ Dinamisator, pemerintah berkewajiban menumbuhkan simpati para penyelenggara negara terhadap
masyarakat, demikian pula sebaliknya.
+ Mediator, harus mampu berlaku adil dalam menyelesaikan masalah di masyarakat dan memiliki
wawasan kebangsaan yang kuat.
+ Katalisator, harus mampu mengarahkan diri sebagai pengatur dan pengendali permasalahan yang
muncul dari kebijakan yang dikeluarkan.
6. Faktor Kultural
Berkaitan dengan sifat atau karakter masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya. Misalnya, sifat
malas atau rajin, ulet atau mudah menyerah. Berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat. Misalnya, masyarakat menganggap budaya hemat dan menabung tidak penting bagi
kehidupan. Budaya birokrat para penyelenggara negara juga dapat menimbulkan ketimpangan yaitu
berperilaku sewenang-wenang terhadap rakyat.
E. Bentuk-Bentuk Ketimpangan Sosial
Menurut Adrinof Chaniago terdapat enam ketimpangan yang terjadi yaitu sebagai berikut.
1. Ketimpangan desa dan kota. Hal ini ditandai dengan adanya arus urbanisasi yaitu perpindahan
penduduk dari desa ke kota sehingga menyebabkan tingkat kesejahteraan di desa menurun dan berakibat
semakin banyaknya pemukiman kumuh, kriminalitas, pengangguran di kota.
2. Kesenjangan pembangunan diri manusia Indonesia.
3. Ketimpangan antargolongan sosial ekonomi yang diperlihatkan dengan semakin meningkatnya
kesenjangan ekonomi antar golongan-golongan dalam masyarakat. Kesenjangan ekonomi tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu. (a) Menurunnya pendapatan per kapita akibat pertumbuhan
penduduk yang relatif tinggi tanpa ddiiringi peningkatan produktivitas. (b) Ketidakmerataan hasil
pembangunan antardaerah. (c) Rendahnya mobilitas sosial akibat sikap mental tradisional yang kurang
menyukai persaingan dan kurang usaha. (d) Hancurnya industri kerajinan rakyat akibat monopoli
pengusaha bermodal besar.
4.Ketimpangan penyebaran aset di kalangan swasta dengan cirri sebagian besar kepemilikan aset di
Indonesia terkonsentrasi pada skala besar.
5. Ketimpangan antar sektor ekonomi dengan ciri sebagian sektor, misanya property, mendapat tempat
yang istimewa.
6. Ketimpangan antarwilayah dan subwilayah dengan ciri konsentrasi ekonomi terpusat pada wilayah
perkotaan, terutama ibu kota, sehingga daerah hanya mendapatkan konsentrasi ekonomi yang sangat
kecil.
Akibat Ketimpangan Sosial
1. Kriminalitas
Kriminalitas atau kejahatan adalah suatu perbuatan atau tingkah laku yang merugikan orang
lain sebagai korban dan juga merugikan masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, tindakan
kriminal disebabkan oleh kondisi-kondisi dan proses-proses sosial yang menghasilkan
perilaku-perilaku sosial lainnya, seperti proses imitasi, persaingan, dan pertentangan
kebudayaan.
Penyebab munculnya tindakan kriminal dapat dijelaskan dalam dua teori sebagai berikut.
1. Teori Asosiasi Diferensial (Sutherland). Kegiatan kriminal sebagai hasil sosialisasi nilai-nilai dari
satu kelompok yang berbenturan dengan nilai-nilai kelompok yang lebih kuat.
2. Teori Ketegangan (Robert K. Merton). Penyimpangan yang paling mungkin terjadi ketika ada
ketidaksesuaian antara tujuan yang dianggap baik oleh masyarakat dan cara untuk memperolehnya.
Sebagai contoh, seesorang yang ingin menjadi kaya, tetapi dalam proses pencapaiannya menggunakan
cara-cara kotor seperti korupsi, penyelundupan uang.
Monopoli
Monopoli adalah suatu pengusahaan pasar yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan untuk
menguasai penawaran pasar (penjualan barang dan jasa di pasar) yang ditujukan kepada para
pelanggannya. Monopoli sebagai akibat dari ketimpangan sosial akan mengganggu kesempatan produk-
produk baru yang berkualitas hasil dari kreativitas masyarakat.
Ciri-ciri monopoli adalah sebagai berikut.
1. Penguasaan pasar, pasar dikuasai oleh sebagian pihak saja.
2. Produk yang ditawarkan biasanya tidak memiliki saingan.
3. Pelaku praktik monopoli dapat mempengaruhi harga produk.
4. Sulit bagi pengusaha lain untuk memasuki pasar.
Diskriminasi
Dalam Ensikopedia Nasional Indonesia dijelaskan diskriminasi berasal dari bahasa Inggris
yaitu discrimination yang artinya sikap atau tindakan membeda-bedakan. Menurut Setiadi, faktor
penyebab munculnya diskriminasi adalah sebagai berikut.
Adanya persaingan yang semakin ketat dalam berbagai kehidupan.
Adanya tekanan dan intimidasi yang dilakukan oleh kelompok dominan terhadap kelompok atau
golongan yang lebih lemah.
Ketidakberdayaan golongan miskin dan intimidasi yang membuat terpuruk dan menjadi korban
diskriminasi.
Contoh bentuk diskriminasi yang terjadi dalam masyarakat adalah sebagai berikut.
1. Diskrimiasi ras. Diskriminasi ras pernah terjadi pada masyarakat Afrika Selatan yang dikenal
dengan politik apartheid, dimana golongan orang-orang kulit putih menduduki lapisan sosial lebih
tinggi daripada golongan orang-orang berkulit hitam. Politik tersebut menggolongkan masyarakat
berdasarkan jenis kulit.
2. Diskriminasi agama. Yaitu memperlakukan orang berbeda karena apa yang mereka percaya dan
tidak percaya berdasarkan agama. Faktor yang mempengaruhi diskriminasi agama, seperti keyakinan
agama yang dianut, adanya perbedaan agama dalam satu kelompok, adanya praktik keagamaan.
3. Diskriminasi gender. Perbedaan sikap dan perlakuan terhadap seseorang berdasarkan jenis
kelamin dapat menyebabkan ketimpangan sosial.
Disharmoni Kehidupan Beragama
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keberagaman. Sebagai
contohnya, masyarakat Indonesia memiliki agama Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Konghucu yang
rawan terjadinya konflik yang dipicu karena adanya ketimpangan sosial. Disharmoni dalam agama juga
dapat dipengaruhi oleh sikap fanatisme yang berlebihan sehingga menyebabkan memudarnya sikap
toleransi masyarakat.
Etnosentrisme
Yaitu suatu sikap menilai kebudayaan kelompok atau masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-
ukuran yang berlaku di kelompok masyarakat, dengan kata lain mengganggap kebudayaannya lebih
unggul dibandingkan kebudayaan lain. Etnosentrisme dapat menghambat hubungan antarkebudayaan,
sehingga menghambat proses asimilasi dan integrasi serta dapat menimbulkan konflik SARA.
Melemahnya Jiwa Wirausaha
Ketimpangan sosial menjadi penghambat minat seseorang untuk memulai usaha, penghambat keinginan
untuk terus mempertahankan usaha, bahkan penghancur semangat untuk mengembangkan usaha lebih
maju. Hal ini disebabkan seorang wirausaha dianggap remeh dalam perekonomian.
Kemiskinan
Keadaan seseorang yang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan
kelompok dan tidak mampu memanfaatkan tenaga baik mental maupun fisiknya dalam kelompok
tersebut.

Pandangan tentang Kemiskinan


Philips dan Legates mengemukakan empat pandangan tentang kemiskinan, yaitu sebagai berikut.
Pertama, kemiskinan dilihat sebagai akibat dari kegagalan personal dan sikap tertentu, khususnya cirri-
ciri sosial apsikologis individu dari si miskin yang cenderung menghambat untuk melakukan perbaikan
nasibnya. Akibatnya, si miskin tidak melakukan rencana ke depan, menabung, dan mengejar tingkat
pendidikan yang lebih tinggi.
Kedua, kemiskinan dipandang sebagai akibat dari sub tertentu yang diturunkan dari generasi ke
generasi. Kaum miskin adalah kelompok masyarakat yang memiliki subkultur tertentu yang berbeda
dari golongan yang tidak miskin, seperti memiliki sikap fatalis, tidak mampu melakukan pengendalian
diri, berorientasi pada masa sekarang, tidak mampu menunda kenikmatan atau melakukan rencana bagi
masa mendatang, kurang memiliki kesadaran kelas, atau gagal dalam melihat faktor-faktor ekonomi
seperti kesempatan yang dapat mengubah nasibnya.
Ketiga, kemiskinan dipandang sebagai akibat kurangnya kesempatan. Kaum miskin selalu kekurangan
dalam bidang keterampilan dan pendidikan untuk memperoleh pekerjaan dalam masyarakat.
Keempat, kemiskinan merupakan suatu ciri struktural dari kapitalisme bahwa dalam masyarakat
kapitalis, segelintir orang menjadi miskin karena yang lain menjadi kaya.
Definisi Kemiskinan
Menurut Sutrisno, terdapat dua sudut pandang dalam memahami substansi kemiskinan di Indonesia
yaitu sebagai berikut.
Kelompok pakar dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengikuti pikiran kelompok agrarian
populism bahwa kemiskinan itu hakikatnya adalah masalah campur tangan yang terlalu luas dari negara
dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat pedesaan. Dalam pandangan ini,
orang miskin mampu membangun diri mereka sendiri apabila pemerintah memberi kebebasan bagi
kelompok tersebut untuk mengatur diri mereka sendiri.
Kelompok para pejabat yang melihat inti dari masalah kemiskinan sebagai masalah budaya. Orang
menjadi miskin karena tidak memiliki etos kerja yang tinggi, tidak memiliki jiwa wiraswasta, dan
pendidikannya rendah. Selain itu, kemiskinan juga dikenal terkait dengan kualitas sumber daya
manusia.

Kajian Chambers lebih melihat masalah kemiskinan dari dimensi si miskin itu sendiri
dengan deprivation trap. Chamber mencoba menggabungkan dua sudut pandang dari luar kelompok
miskin dengan mengembangkan lima unsure keterjebakan sebagai berikut.
Kemiskinan itu sendiri
Kelemahan fisik
Keterasingan
Kerentanan
Ketidakberdayaan

Definisi Kemiskinan Menurut Para Ahli dan Lembaga

Bappenas : Kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si
miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.
Levitan : Kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan
untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
Faturchman dan Marcelinus Molo : Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dan/atau rumah
tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Ellis : Kemiskinan merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi,
sosial, dan politik.
Suparlan : Kemiskinan adalah suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat
kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang
umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Reitsma dan Kleinpenning : Kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya, baik yang bersifat materiel maupun nonmaterial.
Friedman : Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis kekuasaan
sosial yang meliputi asset (tanah, perumahan, peralatan, dan kesehatan), sumber keuangan (pendapatan
dan kredit yang memadai), organisasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai
kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pngetahuan dan
keterampilan yang memadai, serta informasi yang berguna.
Budaya Kemiskinan
Menurut Oscar Lewis, budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, tetapi
cenderung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi
sebagai berikut.
Sistem ekonomi uang, buruh upahan, dan sistem produksi untuk keuntungan.
Tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil.
Rendahnya upah buruh.
Tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisasi sosial, ekonomi, dan
politiknya secara sukarela ataupun atas prakarsa pemerintah.
Sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral.
Kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta
kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertikal dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa
rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidaksanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah
rendah kedudukannya.
Ciri-ciri kemiskinan secara umum sebagai berikut
1. Angka kematian tinggi.
2. Tingkat kesehatan rendah.
3. Pendidikan rata-rata rendah.
4. Sikap yang sulit menerima perubahan.
5. Mata pencahariaan rendah dengan penguasaan teknologi rendah.
Menurut Munandar masyarakat dikatakan miskin apabila memiliki ciri-ciri berikut.
1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan.
2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri seperti
untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
3. Tingkat pendidikan rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua
mencari tambahan penghasilan.
4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas, berusaha melakukan apa saja.
5. Banyak yang hidup di kota berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan.

Secara umum kemiskinan dibedakan menjadi dua, yaitu


Kemiskinan yang bersifat kultural yang disebabkan oleh individu itu sendiri, misalnya adanya sifat
malas, kurangnya keterampilan.
Kemiskinan yang bersifat struktural sebagai akibat sistem dan struktur yang ada.

Menurut Davis dengan teori fungsionalis dan stratifikasi, kemiskinan memiliki sejumlah fungsi, yaitu
fungsi :
Ekonomi, menyediakan tenaga kerja, menimbulkan dana sosial, memanfaatkan barang bekas.
Sosial, menimbulkan altruisme dan perasaan, imajinasi bagi kesulitan hidup si kaya, ukuran kemajuan
bagi kelas lain, memicu munculnya badan amal.
Kultural, sebagai sumber inspirasi kebijakan teknorat dan satrawan, mempekaya budaya saling
mengayomi antar manusia.
Politik, sebagai kelompok gelisah atau masyarakat marginal.
Kemerosotan Moral
Bagi kelompok masyarakat kelas atas, kemerosotan moral berupa adanya sikap individualistik (sikap
kurang peduli terhadap sesama) dan adanya sikap materialistik (menganggap uang dan kekuasaan
adalah segala-galanya).
Sedangkan bagi kelompok yang kurang mampu atau kelas bawah, kemerosotan moral dapat dipicu oleh
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehingga terpaksa menghalalkan segala cara untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti mencuri, merampok.
Pencemaran Lingkungan Alam
Merupakan rusaknya tata lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia. Misalnya penggundulan
hutan yang menyebabkan punahnya flora dan hilangnya habitat alam bagi fauna.

Dampak Ketimpangan Sosial


Dampak Positif
1. Mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk bersaing.
2. Meningkatkan pertumbuhan untuk kesejahteraan masyarakat
Dampak negatif
1. Menimbulkan kecemburuan sosial.
2. Adanya pembatasan hubungan sosial karena kedudukan sosial dalam masyarakat.
3. Melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas.
4. Adanya ketidakadilan dalam masyarakat.
Upaya Mengatasi Ketimpangan Sosial di Mayarakat
Peningkatan Kualitas Penduduk, yang dilakukan melalui beberapa usaha sebagai berikut.
Memperbaiki kualitas pendidikan
Meningkatkan fasilitas kesehatan, baik jumlah tenaga medis maupun peningkatan pelayanan kesehatan
Melakukan pemberdayaan kelompok di masyarakat, misalnya dengan memberikan penyuluhan atau
pengarahan kepada masyarakat.
Mobilitas sosial, diartikan sebagai suatu perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain. Hal ini
bertujuan untuk mengendalikan jumlah penduduk di suatu daerah, pemerataan penduduk juga harus
diikuti pemerataan pembangunan agar tidak menimbulkan ketimpangan sosial.
Menciptakan peluang kerja. Jumlah penduduk yang besar appabila tidak diimbangi dengan lapangan
pekerjaan akan mengakibatkan terjadinya pengangguran. Untuk mengatasi permasalahn tersebut adalah
dengan menciptakan peluang kerja di masyarakat.
Sumber :
Buku Sosiologi Kelas XII Penerbit Erlangga
Buku Sosiologi Kelas XII Penerbit Mediatama
Sosiologi XII Penerbit Viva Pakarindo

Anda mungkin juga menyukai