Anda di halaman 1dari 66

BAB I

JENIS PERKERASAN JALAN

Jalan merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan dalam sarana perhubungan.
Saat ini kemajuan dan perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat para
teknisi jalan berlomba-lomba untuk dapat menciptakan jenis dan bentuk jalan yang
bermacam-macam. Perkembangan teknologi bahan yang sangat pesat juga berdampak
pada berkembangnya teknik perkerasan jalan dan berdampak pada kemampuan
menahan beban kepadatan lalu lintas yang berkepanjangan di setiap jalan daerah.
Kepadatan yang mengakibatkan kemacetan pada setiap jalan mengakibatkan para
pengguna jalan tidak merasa aman dan nyaman. Oleh karena itu, para teknisi jalan
diminta untuk mendesain jalan yang memiliki teknis, aman, nyaman, dalam artian
jalan yang memenuhi persyaratan perencanaan jalan.
Persyaratan perencanaan jalan mempelajari mengenai bagaimana bahan alan bisa
bertahan lama, dan bagaimana cara pelaksanaan jalan dan bagaimana perencanaan
jalandianalisis agar bisa bertahan lama dengan mengunakan parameter yang tepat dan
sesuai dalam perhitungan komponen dan ukuran umur rencana pakai jalan setelah
dilaksanakan. Dengan perhitungan seperti ini diharapkan untuk perkerasan jalan bisa
bertahan yang lama.
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan
tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana
transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang
berarti.Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka
pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan
jalan sangat diperlukan (Silvia Sukirman, 2003).
Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas
tanpa menimbulkan kerusakan pada konstruksi jalan itu sendiri.Dengan demikian
lapisan perkerasan ini memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan selama masa
pelayanan jalan tersebut. Dalam perencanaannya, perlu dipertimbangkan beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan tersebut,

1
diantaranya fungsi jalan, kinerja perkerasan, umur rencana, lalu lintas yang merupakan
beban dari perkerasan, sifat dasar tanah, kondisi lingkungan, sifat dan material tersedia
di lokasi yang akan digunakan untuk perkerasan, dan bentuk geometrik lapisan
perkerasan.

1.1. Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan terdiri dari


1. Konstruksi Perkerasan Lentur (FlexiblePavement)
a. Memakai bahan pengikat aspal.
b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke
tanah dasar.
c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan pada
jalur roda).
d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar berupa bnetuk jalan
bergelombang (mengikuti tanah dasar).

Lapis Permukaan ( Surface course)


Lapis Pondasi atas ( Base Course)
Lapis Pondasi Bawah (Sub Base
Course)
Tanah Dasar

Gambar Susunan Komponen Perkerasan Lentur

2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)


Mengunakan bahan beton dan beton memakai penulangan
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement), gabungan antara lapis
perkerasan fleksibel dan kaku

2
1.2. Fungsi Lapis Perkerasan Jalan
Lapis susunan bahan perkerasan harus mempunyai daya dukung dan keawetan
yang memadai, tetapi tetap ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-
lapis.Lapis paling atas disebut sebagai lapis permukaan, merupakan lapisan yang
paling baik mutunya. Di bawahnya terdapat lapis antara, pondasi base dan sub base,
yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan (D.kerb.1971).
1. Lapis Permukaan (LP) atau Surface Course
Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis
permukaan dapat meliputi:
1). Struktural :

Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh


perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk hal
ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil.
2). Non Struktural, dalam hal ini mencakup :
a. Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang
ada di bawahnya.
b. Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan
memperoleh kenyamanan yang cukup.
c. Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak
(skid resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu
lintas.
d. Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat
diganti lagi dengan yang baru.

Lapis permukaan aus masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi, yaitu:
1. Lapis Aus (Wearing Course)
Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak
di atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus menurut ( kerb, 1979) :

3
a) Mengamankan perkerasan dari pengaruh air. b) Menyediakan permukaan yang
rata dan tidak licin/ halus. c) Menyediakan permukaan aus yang kesat memiliki
daya cengkram dari material pembeban.

2. Lapis Antara (Binder Course)


Lapisantara (bindercourse) merupakan bagian dari lapis permukaan yang
terletak di antara lapis pondasi atas (basecourse) dengan lapis aus (Wearing
course). Fungsi dari lapis aus antara lain
a) Mengurangi tegangan akibat reaksi beban kendaraan.
b) Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus
mempunyai kekuatan yang cukup .mutu material baik.
3. Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course
Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak
menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah : a)Lapis pendukung
bagi lapis permukaan.b)Pemikul beban horizontal dan vertikal.c)Lapis perkerasan
bagi pondasi bawah.

4. Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau Subbase Course


Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi
dan tanah dasar. Fungsi lapis ini antara lain, adalah :
a. Penyebar beban roda.
b. Lapis peresapan.
c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.
d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.
5. Tanah Dasar (TD) atau Sub Grade
Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah
galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan
permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

4
1.2. Bahan Pengikat Perkerasan Lentur
Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang utama terdiri
atas bahan pengikat dan bahan pokok. Bahan ikat berupa aspal dan bahan pokok
berupa agregat pasir, kerikil, batu pecah atau kerikil. Sedang untuk bahan
pengikat untuk perkerasan agregat, tergantung dari jenis perkerasan jalan yang
akan dipakai. berupa, aspal/ bitumen, aspal hasil tambang dan bahan filer berupa
portland cement, atau kapur/ lime, flay ash, abu batu hasil penambangan
1. Aspal
Aspal merupakan senyawa hidro karbon berwarna coklat gelap atau hitam
pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada
lapis perkerasan sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu
campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan ikatan dari
masing-masing agregat (D.Kerbs and Walker, 1971). Aspal juga berfungsi untuk
mengisi rongga antara butir agregat dan pori-pori permukaan dari agregat.
Pada temperatur panas aspal bersifat thermoplastis, aspal akan mencair jika
dipanaskan sampai pada temperatur tertentu, kembali membeku jika temperatur
turun. Aspal merupakan material pembentuk ikatan pada campuran perkerasan
jalan. Kadar aspal dalam pembuatan campuran perkerasan berkisar antara 4-9%
berdasarkan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran (Silvia
Sukirman, 2003).
Berdasarkan asal tempat diperoleh, aspal dibedakan atas aspal minyak dan
aspal alam :

1. Aspal Minyak
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi.
Hasil penambangan minyak dari perut bumi dapat menghasilkan residu jenis
asphaltic base crude oil, banyak mengandung aspal, dan parafin base crude oil
yang mengandung banyak parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung
campuran antara parafin dan aspal. Untuk bahan ikatan pada perkerasan jalan
umumnya digunakan aspal minyak jenis asphalticbase crude oil.

5
klasifikasi dari aspal buatan, menurut bahan dasar aspal dibedakan menjadi
(Suprapto, 2004):
a. Dari bahan hewani (animal origin), yaitu diperoleh dari pengolahan crude
oils. Dari proses pengolahan crude oils akan diperoleh bahan bakar dan
residu, yang jika diproses lanjut akan diperoleh aspal/bitumen.
b. Dari bahan nabati (vegetable origin), yaitu diperoleh dari pengolahan batu
bara/coal, dalam hal ini akan diperoleh tar.
Menurut tingkat kekerasan, aspal minyak/ aspal murni/ petroleum asphalt ,
diklasifikasikan menjadi :
a. Aspal keras dan atau aspal panas/dan atau Aspal cement (Asphalt Cement),
merupakan aspal yang digunakan dalam keadaan panas. Aspal keras ini
berbentuk padat dalam drum pada keadaan penyimpanan dalam temperatur
ruang (25-30C). aspal ini termasuk aspal buatan yang langsung diperoleh
dari penyaringan minyak dan merupakan aspal keras. Berdasarkan tingkat
kekerasan dan kekentalannya, maka aspal dibedakan menjadi :1) AC 40-
50,2) AC 60-70,3) AC 85-100,4) AC 120-150,5) AC 200-300
Angka-angka tersebut menunjukkan kekerasan bahan aspal, angka kecil
menunjukan bahan paling keras adalah AC 40-50 dan yang terlunak adalah AC
200-300. Penentuan angka kekerasan ditandai ukuran berapa dalam masuknya
jarum penetrasi ke dalam benda uji contoh aspal. Aspal dengan penetrasi rendah
digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan LHR tinggi,
sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca
dingin atau lalu lintas dengan LHR rendah. Di Indonesia pada umumnya
dipergunakan aspal dengan penetrasi 60-70 dan 80-100.

2. Aspal cair (Cut Back Asphalt / Liquid asphalt)


Aspal cair bukan merupakan produksi langsung dari penyaringan minyak (crude
oil). Aspal cair diperoleh melalui campuran antara aspal keras dengan bahan
pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian cut back asphalt

6
berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencair asphalt
memiliki sifat mudah menguap bahan pelarut, aspal cair dapat dibedakan menjadi :
1) RC (Rapid Curing cut back)
Merupakan bahan hasil olahan campuran dari aspal keras dengan sifat penetrasi
relatif agak keras (biasanya AC 85/100) yang dilarutkan dengan gasoline (bensin
atau premium). RC merupakan cut back asphalt yang paling cepat menguap.
2) MC (Medium Curing cut back)
Merupakan bahan hasil olahan campuran dari aspal keras dengan penetrasi yang
lebih lunak (biasanya AC 120-150) dengan minyak,yang tingkat penguapannya
lebih kecil berupa jenis kerosene.
3) SC (Slow Curing cut back)
Merupakan bahan hasil olahan campuran dari aspal keras dengan sifat penetrasi
sangat lunak (biasanya AC 200-300) dengan pelarut dari minyak diesel, yang
hampir tidak mempunyai penguapan. Aspal jenis ini merupakan cutback asphalt
yang paling lama menguap.Untuk keperluan lapis resap pengikat (prime coat)
digunakan aspal cair jenis MC-30, MC-70, dan MC-250, sedangkan untuk lapis
pengikat (tackcoat) digunakan aspal cair jenis RC-70 dan RC-250 (PUSLIBANG
Jalan dan jembatan Bandungl 2001).

3. Aspal Emulsi
Aspal emulsi , bahan campuran aspal dan bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan
elektroda listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan (Subekti, 2006):
1) Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang
bermuatan arus elektroda positif.
2) Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang
bermuatan elektoda negatif.
3) Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi,berarti tidak
menghantarkan elektroda listrik.

7
Aspal dari jenis ini yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah
aspal emulsi anionik dan kationik. Dipakai karena menghasilkan kecepatan saat
pengerasan campurannya. Aspal emulsi dapat dibedakan atas :
1) RS (Rapid Setting), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga
pengikatan yang terjadi cepat menguap bahan pelarutnya.
2) MS (Medium Setting). aspal yang mengandung cukupt bahan pengemulsi
sehingga pengikatan yang agak lambat menguapbahan pelarutnya.
3) SS (Slow Setting), jenis aspal emulsi yang paling lambat menguap.

1.4.Karakteristik Aspal Minyak

Aspal terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen dan logam lain, sesuai jenis
minyak bumi dan proses pengolahannya. Kandungan kimiawi aspal ditentukan
dari komponen pembentuk aspal. banyak metode yang digunakan untuk meneliti
komponen-komponen pembentuk aspal.
Secara garis besar komposisi kimia aspal terdiri dari asphaltenese, resins
danoils. Asphaltenese terutama terdiri dari senyawa hidrokarbon, merupakan
material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam n-
heptane.Asphaltenesemenyebar di dalam larutan yang disebut maltenese.
Maltenese larut dalamheptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins
dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan
sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang
selama masa pelayanan jalan, sedangkan oils yang berwarna lebih muda
merupakan media dari asphaltenes dan resin. Maltenes merupakan komponen
yang mudah berubah sesuai dengan perubahan temperatur dan umur pelayanan.

8
Tabel Contoh Komponen Fraksional Aspal di Indonesia

1.5. Karakteristik Aspal Alam


Aspal alam diperoleh di endapan lapisan batu seperti aspal di pulau Buton, dan
ada pula yang diperoleh di danau seperti di Trinidad. Indonesia memiliki aspal
alam yaitu di pulau Buton, yang berupa aspal endapan batuan gunung, dikenal
dengan nama Asbuton (Aspal batu Buton).
Asbuton merupakan batu yang mengandung aspal. Deposit asbuton membentang
dari kecamatan Lawele sampai Sampolawa. Penggunaan asbuton sebagai salah
satu alternative bahan perkerasan jalan, sejak tahun 1920, dan cara pengolahan
masih bersifat konvensional. Kandungan asbuton merupakan campuran antara
bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan. karena asbuton
merupakan material dari alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat
bervariasi dari kadar rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka asbuton
dilakukan pengolahan di pabrik agar memperoleh butiran seragam halus asbuton.
Produk Asbuton dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Produk Asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton kasar,
asbuton halus, asbuton mikro, dan butonic mastic asphalt.
2. Produk yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses ekstraksi
atau proses kimiawi.
Bahan dasar lapis permukaan jalan mengunakan dari bahan asbuton ada beberapa
jenis produk (Suprapto, 2004), yaitu:
1. Seal Coat Asbuton
Bahan lapis campuran antara Asbuton, dengan bahan pelunak minyak dan dengan
perbandingan tertentu dalam pencampurannya dilakukan dengan dingin (coldmix).

9
2. Sand Sheet Asbuton
Bahan Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak minyak dan
pasir dengan perbandingan tertentu dan pencampuran dilakukan secara dingin/
hangat/ panas.
3. Lapis Beton Asbuton
Bahan Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak minyak dan
agregat dengan gradasi rapat pada perbandingan tertentu yang dilaksanakan secara
dingin/ hangat/ panas.
4. Surface Treatment Asbuton
Bahan lapis ini seperti pada campuran seal coat Asbuton. sedangkan perbedaan
terletak pada pelaksanaan di lapangan saat penghamparan, dimana pada atas lapis
tersebut ditaburkan agregat single size.

1.5.1 Proses pembuatan pencampuran Lapisan aspal buton


Proses mencampur dan memadatkan campuran perkerasan didasarkan pada
suhu pelaksanaan pencampuran bisa dilakukan secara dingin:
1. Proses Secara dingin
Pencampuran dilaksanakan pada suhu ruangan. campuran secara dingin tidak
dapat langsung dihamparkan di lapangan, tetapi harus diperam lebih dahulu (1-3
hari) agar bahan pelunak diberi kesempatan meresap ke dalam butiran asbuton.
Lama waktu pengeraman tergantung dari:
a) Diameter butir Asbuton, semakin besar butiran , waktu peram makin lama.
b) Kadar air yang terkandung dalam Asbuton dikendalikan.
c) Cuaca lokasi pembuatan.
d) Kekentalan bahan pelunakminyak, makin encer peresapan akan makin
cepat,sehingga lama pemeraman lebih singkat.
e) kadar aspal dalam Asbuton harus diketahui.
2. Proses panas.
Campuaran hangat dan panas disesuaikan dengan temperature dari bahan :
a. proses suhu panas: suhu campuran diatas 100°C

10
b. Proses Secara hangat: suhu campuran dibawah 100°C

1.5.2 Gradasi Aspal buton

1. Butir Asbuton
Jenis-jenis asbuton yang telah diproduksi, baik secara fabrikasi maupun secara
manual pada tahun-tahun belakangan ini adalah asbuton butir atau mastik asbuton,
aspal yang dimodifikasi dengan asbuton dan bitumen asbuton hasil ekstraksi yang
dimodifikasi. (DPU, Direktorat Jenderal Bina Marga; Buku 1: Pedoman Pemanfaatan
Asbuton, 2006).
Asbuton butir adalah hasil pengolahan dari Asbuton berbentuk padat yang dipecah
dengan alat pemecah batu (crusher) atau alat pemecah lainnya yang sesuai sehingga
memiliki ukuran butir tertentu. Adapun bahan baku untuk membuat Asbuton butir ini
dapat asbuton padat dengan nilai penetrasi bitumen rendah (<10 mm) seperti asbuton
padat eks Kabungka atau yang memiliki nilai penetrasi bitumen diatas >10 mm (misal
asbuton padat eks Lawele), namun dapat juga penggabungan dari kedua jenis asbuton
padat tersebut.
2. Asbuton Hasil Ekstraksi
Ekstraksi asbuton dapat dilakukan hingga mendapatkan bitumen asbuton murni
atau untuk memanfaatkan keunggulan mineral asbuton sebagaifiller, ekstraksi
dilakukan hingga mencapai kadar bitumen tertentu. Produk ekstraksi asbuton dalam
campuran beraspal dapat digunakan sebagai bahan tambah (aditif) aspal atau sebagai
bahan pengikat sebagaimana halnya aspal standar siap pakai atau setara aspal keras
yang dikenal dengan Asbuton modifikasi. Bahan baku untuk membuat aspal hasil
ekstraksi asbuton ini dapat dilakukan dari asbuton dengan nilai penetrasi rendah (misal
asbuton eks Kabungka) atau asbuton dengan nilai penetrasi tinggi (misal asbuton eks
Lawele). Bahan pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi asbuton diantaranya
adalah kerosin, algosol, naptha, normal heptan, asam sulfat dan trichlorethylen
(TCE).

11
3.Kandungan mineral Asbuton

Kadungan bahan mineral dalam Asbuton terdapat dua unsur utama, yaitu aspal
(bitumen) dan mineral. Didalam pemanfaatannya untuk pekerjaan peraspalan, kedua
unsur tersebut akan sangat dominan mempengaruhi kinerja dari campuran beraspal
yang direncanakan.
Hasil pengujian fisik dan analisis kimia dari mineral dan bitumen Asbuton hasil
ekstraksi, dari deposit di lokasi Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada Tabel dan
Tabel dibawah ini

Tabel . Sifat Fisik Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele

12
Tabel . Sifat Kimia Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele

Dilihat dari komposisi kimianya, aspal Asbuton dari kedua daerah deposit
memiliki senyawa Nitrogen base yang tinggi dan parameter malten yang baik. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa Asbuton memiliki pelekatan yang baik dengan
agregat dan keawetan yang cukup.Namun dilihat dari karakteristik lainnya Asbuton
dari Kabungka memiliki nilai penetrasi yang relatif rendah dibandingkan dengan
Asbuton dari Lawele.
Mineral Asbuton didominasi oleh “Globigerines limestone” yaitu batu kapur yang
sangat halus yang terbentuk dari jasad renik binatang purba foraminifera mikro yang
mempunyai sifat sangat halus, relatif keras berkadar kalsium tinggi dan baik sebagai
filler pada campuran beraspal. Hasil pengujian analisis kimia mineral Asbuton hasil
ekstraksi, dari lokasi Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada Tabel dibawah
Tabel . Komposisi Kimia Mineral Asbuton Kabungka dan Lawele

13
14
BAB II

BAHAN AGREGAT

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran beton atau mortar. Agregat menempati sebanyak kurang lebih 75- 85 % dari
volume beton atau mortar. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi
sifat-sifat beton yang dihasilkan
Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai bahan yang memberikan
kekuatan stabilitas campuran, jika dilakukan dengan alat pemadatan yang tepat sesuai
dengan jenis lapisan untuk lalu lintas padat dan lalu lintas ringan.Agregat sebagai
komponen utama atau gradasi dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% –
95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% – 85% agregat berdasarkan
persentase volume (Silvia Sukirman, 2003, Beton Aspal Campuran Panas).
Pemilihan jenis agregat yang sesuai digunakan pada konstruksi perkerasan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu diameter gradasi, kekuatan, bentuk butir,
tekstur permukaan, dan kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia.
Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas suatu
perkerasan jalan (Kerbs, and Walker, 1971).

2.1 Klasifikasi Agregat


Agregat dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pengolahan sebagai berikut
(Silvia Sukirman, 1999) :
Berdasarkan proses pengolahannya, agregat dapat dibedakan menjadi :
1. Agregat Alam
Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau proses penghancuran
menjadi butiran bervariasi, Jenis batuan yang bermutu baik digunakan untuk agregat
memiliki kekerasan tidak mudah aus /rapuh, kompak, kekal dan tidak pipih. Agregat
dari alam diproses menjadi : (1) kerikil dan pasir alam, agregat yang berasal dari
penghancuran secara proses gesekan dan benturan dengan bantuan air antar batuan
ditemukan di sekitar sungai atau di daratan. Agregat alami berasal dari pelapukan atau

15
disintegrasi dari batuan besar, baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf.
Memiliki bentuk bulat tetapi masih tercampur dengan humus dan tanah liat. Oleh
karena itu jika digunakan untuk agregat harus dilakukan pencucian terlebih dahulu.
(2) Agregat batu pecah, proses menjadi agregat yang terbuat dari batu alam yang
dipecah mengunakan mesin ( crusher stone)dengan ukuran tertentu.
2. Agregat Buatan
Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karena
keterbatasan hasil agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah agregat ringan.
Contoh agregat buatan adalah : Klinker dan breeze, fly ash, yang berasal dari limbah
pembangkit tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang dibakar (leca =
Lightweight Expanded Clay Agregate), cook breeze berasal dari limbah sisa
pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale) yang dibakar pada tungku
putar, lelite terbuat dari batu metamorphore atau shale yang mengandung karbon,
kemudian dipecah dan dibakar pada tungku vertical pada suhu tinggi.

2.2. Berat jenis Material


Berdasarkan berat jenisnya agregat bahan lapisan jalan digolongkan menjadi :
a. Agregat berat : jenis agregat mempunyai berat jenis lebih dari 2,80 g/cm,
digunakan untuk beton yang terkena sinar radiasi sinar X. Contoh agregat berat
: Magnetit, butiran besi
b. Agregat Normal : jenis agregat mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70. dengan
agregat normal akan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan 15 MPa
– 40 MPa. Agregat normal terdiri dari : kerikil, pasir, batu pecah (berasal dari
alam), klingker, terak dapur tinggi (agregat buatan).
c. Agregat ringan : jenis agregat mempunyai berat jenis kurang dari 2,0.
digunakan untuk membuat beton ringan. Terdiri dari : batu apung, asbes,
berbagai serat alam (alam), terak dapur tinggi dengan gelembung udara, perlit
yang dikembangkan dengan pembakaran, lempung bekah, dan agregat buatan.
Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat dikelompokan menjadi
Agregat jenis Batu → agregat yang mempunyai diameter besar butiran > 40 mm

16
Agregat kerikil → agregat yang mempunyai besar butiran 4,8 mm – 40 mm
Agregat Pasir → agregat yang mempunyai besar butiran 0,15 mm – 4,8 mm
Debu (silt) → agregat yang mempunyai besar butiran < 0,15 mm
Fungsi agregat di dalam campuran aspal adalah untuk : a) Menghemat
penggunaan kadar aspal berlebuhan. b) Menghasilkan kekuatan stabilitas dan
nilai Void in Material rendah . c) Mengurangi penyusutan pada campuran aspal.
d) Menghasilkan campuran perkerasan yang padat bila gradasinya baik

2.3.Penambangan dan pengolahan

Teknik penambangan agregat disesuaikan dengan jenis endapan, produksi yang


diinginkan dan rencana pemanfaatannya.
1. Endapan agregat kuarter/resen
Pada jenis endapan ini, tanah penutup belum terbentuk. Endapan didapatkan di
sepanjang alur sungai. Keadaan endapannya masih lepas sehingga teknik
penambangan permukaan dapat dilakukan dengan alat sederhana seperti sekop
dan cangkul. Hasil yg diperoleh diangkut dengan truk untuk dipasarkan. Teknik
penambangan ini menghasilkan produksi agregat yang sangat terbatas. Apabila
diinginkan produksi dalam jumlah banyak, maka penggalian/pengambilan
dilakukan dengan showel dan backhoe. Pemilahan besar butir (untuk memisahkan
ukuran pasir dan kerikil) dilakukan secara semi mekanis dengan saringan pasir.
Hasil yang sudah dipisahkan kemudian diangkut dengan truk ungkit dengan
showel ke tempat penimbunan di luar alur sungai. Teknik penambangan ini dapat
dijumpai di sepanjang Sungai Boyong Gunung Merapi dan Sungai Cikunir
Gunung Galunggung.
2. Endapan agregat yang telah membentuk formasi
Tipe endapan ini telah tertutup oleh tanah/soil. Pekerjaan awal dilakukan
dengan land clearing/pembersihan tanah penutup. Endapan agregat jenis ini
biasanya sudah agak keras dan tercampur dengan lumpur/lempung dan zat-zat
organic lain. Untuk mendapatkan agregat yang bersih dari lempung dan zat

17
organic, system penambangan dilakukan dengan cara menggunakan pompa
tekan/pompa semprot bertekanan tinggi dan dilakukan pencucian.Model
penambangan seperti ini dilakukan di daerah desa Lebak Mekar, kab. Cirebon dan
di lereng G. Muria Kab. Kudus.
2.3. Produksi Agregat Dari Batu Pecah
Agregat batu pecah diproduksi dari bongkahan-bongkahan batuan hasil peledakan
(biasanya batuan andesit dan basalt), kemudian dipecah lagi dengan palu mekanis
atau alat mekanis (breaker/crusher) untuk mejadi butiran sesuai ukurannya
dengan kebutuhan konsumen. Secara umum, kegiatan pembuatan agregat batu
pecah terdiri dari proses peremukan, pengayakan dan pengangkutan. Hasil dari
pengolahan ini berupa batu pecah dengan ukuran ≤ 10 mm, 10 – 20 mm, 20 – 30
mm, 30 – 50 mm, 50 – 75 mm.

18
Proses Pembuatan Agregat Batu Pecah

Proses pembuatan garadasi bahan pengisi pada pemuatan asphalt beton dapat
dilakukan dengan tahapan prose sebagai berikut:

Peremukan Pertama ( 7 inci) dengan mesn crusher


stone

Pengayakan (Ayakan Getar)

Tempat penimbunan
-lolos saringan 2,5 inci
-tak lolos saringan 2,5 inci

Pengayakan (Ayakan Getar)

Pengayakan (Ayakan Getar)

Peremukan
Lolos ketiga
saringan ¾ inci Tidak Lolos saringan ¾

Tempat penimbunan Peremukan ketiga

Split (peremuk Barmac)

PPengayakan
-lolos saringan 3/8 inci
-tak lolos saringan 1/2 inci
engayakan (Ayakan Getar)

Tempat penimbunan

19
2.4.Penimbunan dan penyimpanan

Proses timbunan dan perawatan agregat dilapangan agar tidak rusak akibat cuaca ,
air genangan, sebelum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan
1. Penimbunan agregat di lapangan, harus diberi alas agar tidak bercampur
dengan tanah dan lumpur. Di bagian atas ditutup dengan terpal agar terhindar
dari air hujan, karena agregat yang terlalu basah akan sulit untuk melekatnya
dengan kadar bahan aspal terpaki pada waktu membuat sampuran..
2. Penimbunan pasir harus aman i dari permukaan tanah agar terhindar dari
aliran air ketika hujan dan genangan air membawa lumpur.
3. Penumpukan material filer harus terhidar dari kelembaban.
4. Bahan aspal dalam drum harus terhindar dari masuknya air kedalam drum.

2.5.Sifat fisik dan pengujian agregat


Sifat – sifat agregat dapat mempengaruhi mutu campuran terdiri dari :
1. Bentuk butiran dan keadaan permukaan
Butiran agregat berbentuk bulat ( jenis agregat yg berasal dari sungai/pantai),
tidak beraturan, bersudut tajam dengan permukaan kasar, berbentuk pipih dan
lonjong. Bentuk butiran berpengaruh pada : a) luas permukaan agregat b) Jumlah
kadar aspal pada agregat saat pengaduk campuran dari ukuran berat jenis , c)
Kestabilan/ketahanan (durabilitas) pada campuran d) Kelecakan (workability), e)
Kekuatan lapisan pada permukaan agregat berpengaruh pada daya ikat antara
agregat dengan bahan aspal. permukaan kasar → ikatannya gesek kuat, dan
perermukaan licin → ikatan geseknya lemah
2. Kekuatan Agregat
Kekuatan agregat , kemampuan agregat untuk menahan beban dari tekanan roda.

kemampuan agregat meliputi : kekuatan tarik, tekan, lentur, geser dan elastisitas
bahan. paling dominan adalah kekuatan tekan dan elastisitas dari bahan.
Kekuatan dan elastisitas agregat dipengaruhi oleh : a) jenis batuannya ,b) susunan
dalam mineral agregat,c) struktur/kristal butiran, d) porositas, e) ikatan antar
butiran

20
Pengujian kekuatan agregat meliputi :
a) Pengujian kuat tekan material
b) Pengujian kekerasan agregat dengan goresan melalui cara sederhana
mengunakan batang tembaga atau uji bejana Rudellof
c) Pengujian keausan dengan mesin aus LOS ANGELES, melalui 300 putaran.
3. Berat jenis agregat
Berat jenis, perbandingan berat suatu bahan dengan berat air murni pada
volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis agregat tergantung dari : jenis
batuan, susunan mineral agregat, struktur butiran dan porositas batuan. Berat jenis
agregat digolongkan dalam uji ada 3, yaitu : (1) berat jenis SSD, yaitu berat jenis
agregat dalam kondisi jenuh kering permukaan, (2) Berat jenis semu, berat jenis
agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume
agregat dalam keadaan kering, (3) Berat Jenis Bulk, berat jenis agregat yang
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat
dalam keadaan kering.
4. Bobot Isi (Bulk Density)
Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda dengan volume benda
tersebut. Bobot isi ada 2(dua) macam : bobot isi padat dan gembur.
Bobot isi agregat pada campuran berguna untuk klasifikasi perhitungan
perencanaan campuran aspal beton.
5. Porositas, kadar air dan daya serap air
Jumlah kadar pori-pori yang ada pada agregat, baik pori-pori yang dapat tembus
air maupun tidak yang dinyatakan dengan % terhadap volume agregat.
1) Porositas agregat hubungannya dengan : BJ agregat, daya serap air, sifat kedap
air dan modulus elastisitas.
2) Kadar air agregat, banyaknya air yang terkandung dalam agregat. Ada 4 jenis
kadar air dalam agregat, yaitu : (1) kadar air kering tungku, yaitu agregat yang
benar-benar kering tanpa air. (2) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat
yang permukaannya kering tetapi mengandung sedikit air dalam porinya
sehingga masih dapat menyerap air. (3) kadar air jenuh, kering permukaan

21
(saturated surface-dry = SSD), dimana agregat yang pada permukaannya tidak
terdapat air tetapi di dalam butirannya sudah jenuh air. Pada kondisi ini air
yang terdapat dalam agregat tidak menambah atau mengurangi jumlah air yang
terdapat dalam adukan campuran. (4) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana di
dalam butiran maupun permukaan agregat banyak mengandung air sehingga
akan menyebabkan penambahan jumlah air pada adukan campuran.
3) Daya serap air adalah kemampuan agregat dalam menyerap air sampai dalam
keadaan jenuh. Daya serap air agregat merupakan jumlah air yang terdapat
dalam agregat dihitung dari keadaan kering oven sampai dengan keadaan jenuh
dan dinyatakan dalam %.
4) Daya serap air berhubungan dengan pengontrolan kualitas campuran dan
jumlah air yang dibutuhkan pada saat campuran aspal dilakukan.

6. Sifat Kekal Agregat


Kemampuan agregat untuk menahan terjadinya perubahan volume yang
berlebihan akibat adanya perubahan kondisi fisik.
1) Penyebab perubahan fisik : adanya perubahan cuaca dari panas-dingin, beku-
cair, basah-kering.
2) Akibat fisik yang ditimbulkan pada lapisan adalah : kerutan-kerutan stempat,
retak-retak pada permukaan campuran, pecah pada lapisan perkerasan yang
dapat membahayakan stabilitas lapisan secara keseluruhan.
3) Sifat tidak kekal pada agregat ditimbulkan oleh : adanya sifat porous pada
agregat dan adanya lempung/tanah liat.

7. Reaksi Alkali Agregat


Reaksi antara alkali (Na2O, K2O) yang terdapat pada material campuran dengan
silika aktif yang terkandung dalam agregat.
1) Reaksi alkali hidroksida dengan silika aktif pada agregat akan membentuk
alkali-silika gelembung di permukaan agregat. Gelembung bersifat mengikat

22
air yg selanjutnya volume gelembung akan mengembang, pada lapisan akan
timbul retak-retak.
2) Pada konstruksi lapisan aspal beton yang selalu berhubungan dengan air
(basah) perlu diperhatikan reaksi alkali agregat yang aktif.

8.Sifat Termal

Koefisien pengembangan linier, panas jenis dan daya hantar panas pada

material,, meliputi

1) Pengembangan linier pada agregat sebagai pertimbangan pada konstruksi aspal


beton dengan kondisi suhu yang berubah-ubah. Sebaiknya koef.
pengembangan linier agregat sama dengan bahan aspal dan filler semen.
2) Jenis panas dan daya hantar panas sebagai pertimbangan pada la[isan aspal
beton untuk isolasi panas.

2.7 Gradasi Agregat


Campuran beton asphal, gradasi agregat berhubungan dengan kelecakan aspal
beton segar, ekonomis dan karakteristik kekuatan campuran beton asphal.
1. Syarat agregat menurut SII,ASTM, dan SK SNI
Syarat Mutu Agregat Untuk Beton Syarat Mutu menurut SK SNI S – 04 –
1989 – F 1. Agregat Halus (pasir):
1) Butirannya tajam, kuat dan keras
2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat
4) Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 %
5) Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %
6) Agregat halus tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat
melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 5 %. Apabila lebih dari 5 % maka
pasir harus dicuci.

23
7) Tidak boleh mengandung zat organik, karena akan mempengaruhi mutu
beton. Bila direndam dalam larutan 3 % NaOH, cairan di atas endapan tidak
boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding.
8) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga
rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5-3,8. Apabila
diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu
daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4 dan harus memenuhi syarat
sebagai berikut : sisa di atas ayakan 4,8 mm, mak 2 % dari berat,sisa di atas
ayakan 1,2 mm, mak 10 % dari berat,sisa di atas ayakan 0,30 mm, mak 15 %
dari berat, Tidak boleh mengandung garam
2. Agregat Kasar (Kerikil)
Memiliki syarat teknis sebagai berikut
1) Butirannya tajam, kuat dan keras
2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai
berikut : a)Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 %,
b)jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 % ,
c)Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat
melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 1 %. Apabila lebih dari 1 % maka
kerikil harus dicuci.
4) Tidak boleh mengandung zat organik dan bahan alkali yang dapat merusak
campuran aspal beton.
5) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya
sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
a. sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat
b. sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat
c. Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan,
mak 60 % dan min 10 % dari berat.
6) Tidak boleh mengandung garam.

24
3. Syarat Mutu Agregat Menurut SII 0052-80
Memiliki peryaratan material sebagai berikut
1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 2,50 – 3,80.
2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 5 %
3) Kadar zat organic ditentukan dengan larutan Na-Sulfat 3 %, jika dibandingkan
warna standar tidak lebih tua daripada warna standar.
4) Kekerasan butir jika dibandingkan dengan kekerasan butir pasir pembanding
yang berasal dari pasir kwarsa Bangka memberikan angka hasil bagi tidak lebih
dari 2,20.
5) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai Natrium
Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %. b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian
yang hancur mak 15 %.

2. Agregat Kasar
Memiliki persyaratan material sebagai berikut
1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 6,0 – 7,10.
2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 1 %.
3) Kadar bagian yang lemah diuji dengan goresan batang tembaga, mak 5 %.
4) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai Natrium
Sulfat , bagian yg hancur mak 12 %. b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian
yang hancur mak 18 %.
5) Tidak bersifat reaktif alkali, jika di dalam beton dengan agregat ini
menggunakan semen yang kadar alkali sebagi Na2O lebih besar dari 0,6 %.
6) Tidak boleh mengandung butiran panjang dan pipih lebih dari 20 % berat.
7) Kekerasan butir ditentukan dengan bejana Rudellof dan dengan bejana Los
Angeles.

Syarat Mutu Agregat Menurut ASTM C33-86


1. Agregat Halus

25
Memiliki persyaratan material sebagai berikut
1) Kadar Lumpur atau bagaian butir lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no 200), dalam
% berat, mak : - Untuk beton yg mengalami abrasi : 3,0 ,- Untuk jenis beton lainnya
: 5,0
2) Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan, mak 3,0 %.
3) Kandungan arang dan lignit :a.- Bila tampak, permukaan beton dipandang penting
kandungan mak 0,5 %. b Untuk beton jenis lainnya 1,0 %.
4) Agregat halus bebas dari pengotoran zat organic yang merugikan beton. Bila diuji
dengan larutan Natrium Sulfat dan dibandingkan dengan warna
standar, tidak lebih tua dari warna standar. Jika warna lebih tua maka agregat halus itu
harus ditolak, kecuali apabila : a. Warna lebih tua timbul oleh adanya sedikit arang
lignit atau yg sejenisnya. b. Diuji dengan cara melakukan percobaan perbandingan
kuat tekan mortar yg memakai agregat tersebut terhadap kuat tekan mortar yg
memakai pasir standar silika, menunjukkan nilai kuat tekan mortar tidak kurang dari
95 % kuat tekan mortar memakai pasir standar. Uji kuat tekan mortar harus dilakukan
sesuai dengan cara ASTM C87.
5) Agregat halus yg akan dipergunakan untuk membuat beton yg akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yg berhubungan dg tanah basah, tidak boleh
mengandung bahan yg bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yg jumlahnya
cukup dapat menimbulkan pemuaian yg berlebihan di dalam mortar atau beton.
Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh dipakai untuk membuat beton dengan
semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658
K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang dapat mencegah
terjadinya pemuaian yang membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut.
6) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai Natrium
Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %, b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian
yang hancur mak 15 %.
7) Susunan besar butir (gradasi).

26
2. Agregat Kasar
Memiliki persyaratan material sebagai berikut; a) Agregat kasar yg akan dipergunakan
untuk membuat beton yg akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yg
berhubungan dg tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yg bersifat reaktif
terhadap alkali dalam semen, yg jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yg
berlebihan di dalam mortar atau beton. B) Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh
dipakai untuk membuat beton dengan semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai
setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan
penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian yang membahayakan akibat
reaksi alkali agregat tersebut. Syarat yang lain untuk agregat kasar seperti pada SII.

2.8. Bentuk dan Tekstur Agregat

Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan yang
dibentuk oleh agregat tersebut.Agregat yang paling baik untuk digunakan sebagai
bahan perkerasan jalan adalah berbentuk kubus, tetapi jika tidak ada, maka agregat
yang memiliki minimal satu bidang pecahan, dapat digunakan sebagai alternatif
berikutnya.
Partikel agregat dapat berbentuk sebagai berikut :
1. Bulat (rounded)
Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah mengalami pengikisan oleh
air sehingga umumnya berbentuk bulat.Partikel agregat saling bersentuhan dengan
luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil
dan lebih mudah tergelincir.
2. Lonjong (elongated)
Partikel agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai-sungai atau bekas
endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya lebih panjang
dari 1,8 kali diameter rata-rata. Sifat interlocking-nya hampir samadengan yang
berbentuk bulat.
3. Kubus (cubical)

27
Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah
batu (stone crusher) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga
memberikan interlocking/saling mengunci yang lebih besar.Dengan demikian
kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap deformasi yang
timbul.Agregat berbentuk kubus ini paling baik digunakan sebagai bahan konstruksi
perkerasan jalan.
4. Pipih (flaky)
Partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari mesin pemecah batu
ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan
cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali
diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu pencampuran,
pemadatan ataupun akibat beban lalu lintas.
5. Tak beraturan (irregular)
Partikel agregat tak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang disebutkan di
atas.Tekstur permukaan berpengaruh pada ikatan antara batu dengan aspal.
Tekstur permukaan agregat terdiri atas :1. Kasar sekali (very rough),2. Kasar
(rough),3. Halus,4. Halus dan licin (polished)
Permukaan agregat yang halus memang mudah dibungkus dengan aspal, tetapi
sulit untuk mempertahankan agar film aspal itu tetap melekat, karena makin kasar
bentuk permukaan maka makin tinggi sifat stabilitas dan keawetan suatu campuran
aspal dan agregat.
Campuran aspal beton (AC) dapat dibuat bergradasi halus (mendekati batas
titik-titik kontrol atas), tetapi akan sulit memperoleh rongga dalam agregat (VMA)
yang disyaratkan. Lebih baik digunakan aspal beton bergradasi kasar (mendekati batas
titik-titik kontrol bawah).

2.9.Jenis Komposisi Gradasi Agregat


Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan
hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat

28
mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan
kemudahan dalam proses pelaksanaan.
Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat
yang membentuk susunan campuran tertentu. Gradasi agregat ini diperoleh dari hasil
analisa saringan dengan menggunakan 1 set saringan (dengan ukuran saringan 19,1
mm; 12,7 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,18 mm; 0,59 mm; 0,149 mm; 0,074
mm), dimana saringan yang paling kasar diletakkan diatas dan yang paling halus
terletak paling bawah. Satu saringan dimulai dari pan dan diakhiri dengan tutup (Silvia
Sukirman, 1999).
1. Jenis campuran Gradasi Agregat
Gradasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu gradasi rapat, gradasi seragam dan
gradasi timpang.
1). Gradasi Rapat (Dense Graded/ Well Graded)
Gradasi rapat merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang
berimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik (well graded).
Agregat dinamakan bergradasi baik bila persen yang lolos setiap lapis dari
sebuah gradasi memenuhi :
P = 100 (d/D)0,45
Dimana :
P = persen lolos saringan dengan ukuran bukaan d mm.
d = ukuran agregat yang sedang diperhitungkan
D = ukuran maksimum partikel dalam gradasi tersebut.
Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan
denganstabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar.
2). Gradasi Seragam (Uniform Graded)
Gradasi seragam adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/ sejenisatau
mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapatmengisi
rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka.Agregat dengan
gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasandengan sifat permeabilitas
tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.

29
3). Gradasi Timpang/Senjang (Poorly Graded/ Gap Graded)
Gradasi timpang merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi duakategori
di atas.Agregat bergradasi timpang umumnya digunakan untuklapisan perkerasan
lentur yaitu gradasi senjang, merupakan campuran agregatdengan 1 fraksi hilang dan 1
fraksi sedikit sekali. Agregat dengan gradasitimpang akan menghasilkan lapis
perkerasan yang mutunya terletak diantarakedua jenis di atas.

Gambar . Ilustrasi Macam Gradasi Agregat

30
BAB III
CAMPURAN BETON ASPAL

Beton aspal adalah tipe campuran pada lapisan penutup konstruksiperkerasan jalan
yang mempunyai nilai struktural dengan kualitas yang tinggi,terdiri atas agregat yang
berkualitas yang dicampur dengan aspal sebagai bahan pengikatnya.material-material
pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian
diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan
berdasarkan jenis aspal apa yang akandigunakan.
Dalam pencampuran aspal harus dipanaskan untuk memperoleh tingkat kecairan
(viskositas) yang tinggi agar dapat mendapatkan mutu campuran yang baik dan
kemudahan dalam pelaksanaan. Pemilihan jenis aspal yang akan digunakan ditentukan
atas dasar iklim, kepadatan lalu lintas dan jenis konstruksiyang akan digunakan.
3.1.Jenis Beton Aspal
Jenis beton aspal dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material
pembentuk beton aspal, dan fungsi beton aspal. Berdasarkan temperatur
ketikamencampur dan memadatkan campuran, campuran beraspal (beton aspal) dapat
dibedakan atas:
1) Beton aspal campuran panas (hot mix) adalah beton aspal yang
materialpembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 140°C.
2) Beton aspal campuran sedang (warm mix) adalah beton aspal yang
materialpembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 60°C.
3) Beton aspal campuran dingin (cold mix) adalah beton aspal yang
materialpembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 25°C.
Sedangkan berdasarkan fungsinya beton aspal dapat dibedakan atas:
1) Beton aspal untuk lapisan aus/ wearing course (WC), adalah lapisanperkerasan
yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakanlapisan yang
kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yangdiisyaratkan.
2) Beton aspal untuk lapisan pondasi/ binder course (BC), adalah lapisanperkerasan
yang tetletak di bawah lapisan aus.tidak berhubungan langsungdengan cuaca,

31
tetapi perlu stabilisasi untuk memikul beban lalu lintas yangdilimpahkan melalui
roda kendaraan.
3) Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudahlama,
yang pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentukcrown.
4.2 Karakteristik Campuran Aspal Beton
Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran panas aspal
betonadalah:
1) Stabilitas, yaitu kekuatan dari campuran aspal untuk menahan
deformasiakibat beban tetap dan berulang tanpa mengalami keruntuhan
(plastic flow).Untuk mendapat stabilitas yang tinggi diperlukan agregat
bergradasi baik,rapat, dan mempunyai rongga antar butiran agregat (VMA)
yang kecil. Tetapiakibat VMA yang kecil maka pemakaian aspal yang banyak
akanmenyebabkan terjadinya bleeding karena aspal tidak dapat
menyelimutiagregat dengan baik.
2) Durabilitas atau ketahanan, yaitu ketahanan campuran aspal
terhadappengaruh cuaca, air, perubahan suhu, maupun keausan akibat
gesekan rodakendaraan. Untuk mencapai ketahanan yang tinggi diperlukan
rongga dalamcampuran (VIM) yang kecil, sebab dengan demikian udara tidak
(atau sedikit)masuk kedalam campuran yang dapat menyebabkan menjadi
rapuh.Selain itudiperlukan juga VMA yang besar, sehingga aspal dapat
menyelimuti agregatlebih baik.
3) Fleksibilitas atau kelenturan, yaitu kemampuan lapisan untuk dapatmengikuti
deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpamengalami
retak (fatigue cracking). Untuk mencapai kelenturan yang tinggidiperlukan
VMA yang besar, VIM yang kecil, dan pemakaian aspal denganpenetrasi
tinggi.
4) Kekesatan (skid resistence), yaitu kemampuan perkerasan aspal
memberikanpermukaan yang cukup kesat sehingga kendaraan yang
melaluinya tidakmengalami slip, baik diwaktu jalan basah maupun kering.
Untuk mencapaikekesatan yang tinggi perlu pemakaian kadar aspal yang

32
tepat sehingga tidakterjadi bleeding, dan penggunaan agregat kasar yang
cukup
5) Ketahanan leleh (fatigue resistence), yaitu kemampuan aspal beton
untukmengalami beban berulang tanpa terjadi kelelahan berupa retak
ataukerusakan alur (rutting).
6) Permeabilitas, yaitu kemudahan campuran aspal dirembesi udara dan air.
7) Workabilitas, yaitu kemudahan campuran aspal untuk diolah. Faktor
yangmempengaruhi workabilitas antara lain gradasi agregat, dimana agregat
yangbergradasi baik lebih mudah dikerjakan, dan kandungan filler, dimana
filleryang banyak akan mempersulit pelaksanaan.

4.3 Kegunaan Campuran Beraspal Panas


Merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat yang dicampur dengan
aspal.Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan agregat
terselimuti aspal dengan seragam.Untuk mengeringkan agregat dan memperoleh
kekentalan aspal yang mencukupi dalam mencampur dan mengerjakannya, maka
kedua-duanya dipanaskan pada temperatur tertentu.Umumnya suhu pencampuran
dilakukan pada suhu 145°C – 155°C.
Saat ini di Indonesia terdapat berbagai macam bentuk aspal campuran panasy ang
digunakan untuk lapisan perkerasan jalan. Perbedaannya terletak pada jenisgradasi
agregat dan kadar aspal yang digunakan. Pemilihan jenis beton aspal yangakan
digunakan di suatu lokasi sangat ditentukan oleh jenis karakteristik betonaspal yang
lebih diutamakan. Sebagai contoh, jika perkerasan direncanakan akandigunakan untuk
melayani lalu lintas berat, maka sifat stabilitas lebih diutamakan.Ini berarti jenis beton
aspal yang paling sesuai adalah beton aspal yang memilikiagregat campuran
bergradasi baik. Pemilihan jenis beton aspal ini mempunyaikonsekuensi pori dalam
campuran menjadi lebih sedikit, kadar aspal yang dapatdicampurkan juga berkurang,
sehingga selimut aspal menjadi lebih tipis (SilviaSukirman, 2003).
Jenis beton aspal campuran panas yang ada di Indonesia saat ini adalah:

33
1). Laston (Lapisan Aspal Beton), adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum
digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas yang cukupberat. Laston dikenal
pula dengan namaAC (Asphalt Concrete). Karakteristikbeton aspal yang terpenting
pada campuran ini adalah stabilitas.Tebalnominal minimum Laston 4-6 cm.
Sesuai fungsinya Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu:
a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan namaAC-WC (AsphaltConcrete-Wearing
Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 4cm.
b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan namaAC-BC (Asphalt Concrete-
Binder Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 5 cm.
c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan namaAC-Base (AsphaltConcrete-
Base). Tebal nominal minimum AC-BC adalah 6 cm.

2). Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton), adalah beton aspal bergradasi
senjang.Lataston biasa pula disebut dengan HRS (Hot Rolled Sheet).Karakteristikbeton
aspal yang terpenting pada campuran ini adalah durabilitas dan fleksibilitas. Sesuai
fungsinya Lataston mempunyai 2 macam campuranyaitu:
a. Lataston sebagai lapisan aus, dikenal dengan namaHRS-WC (Hot RolledSheet-
Wearing Course). Tebal nominal minimum HRS-WC adalah 3 cm.
b. Lataston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan namaHRS-Base (HotRolled Sheet-
base). Tebal nominal minimum HRS-Base adalah 3,5 cm.

3). Latasir (Lapisan Tipis Aspal Pasir), adalah beton aspal untuk jalan-jalan dengan
lalu lintas ringan, khususnya dimana agregat kasar tidak atau sulit diperoleh. Lapisan
ini khusus mempunyai ketahanan alur (rutting) rendah.Oleh karena itu tidak
diperkenankan untuk daerah berlalu lintas berat ataudaerah tanjakan.Latasir biasa pula
disebut sebagai SS (Sand Sheet) atauHRSS (Hot Rolled Sand Sheet). Sesuai gradasi
agregatnya, campuran latasirdapat dibedakan atas:
a. Latasir kelas A, dikenal dengan namaHRSS-A atau SS-A. Tebal
nominalminimum HRSS-A adalah 1,5 cm.

34
b. Latasir kelas B, dikenal dengan namaHRSS-B atau SS-B. Tebal nominal
minimum HRSS-A adalah 2 cm. Gradasi agregat HRSS-B lebih kasar dariHRSS-A.

4). Lapisan perata adalah beton aspal yang digunakan sebagai lapisan perata dan
pembentuk penampang melintang pada permukaan jalan lama. Semua jenis campuran
beton aspal dapat digunakan, tetapi untuk membedakan dengan campuran untuk lapis
perkerasan jalan baru, maka setiap jenis campuran beton aspal tersebut ditambahkan
huruf L (Leveling). Jadi ada jenis campuranAC-WC(L), AC-BC(L), AC-Base(L), HRS-
WC(L), dan seterusnya.

5). SMA (Split Mastic Asphalt) adalah beton aspal bergradasi terbuka dengan selimut
aspal yang tebal. Campuran ini mempergunakan tambahan berupa fiber selulosa yang
berfungsi untuk menstabilisasi kadar aspal yang tinggi.Lapisan ini terutama digunakan
untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintasberat. Ada 3 jenis SMA, yaitu:a. SMA 0 / 5
dengan tebal perkerasan 1,5 – 3 cm.,b. SMA 0 / 8 dengan tebal perkerasan 2 – 4 cm.,c.
SMA 0 / 11 dengan tebal perkerasan 3 – 5 cm.(Pusat pengembangan Jalan raya 200
dan Silvia Sukirman, Beton Aspal Campuran Panas, 2003)

3.4. Jenis Lapisan Perkerasan Jalan


1.Laston
Laston adalah lapis permukaan atau lapis fondasi yang terdiri atas laston lapis aus
(AC-WC), laston lapis permukaan antara (AC-BC) dan laston lapis fondasi (AC-Base).
Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk mendapat kan
suatu lapisan permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang
mampumemberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai
lapisankedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya. Sebagai lapis
permukaan, Lapis Aspal Beton harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan
yang tinggi (Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Untuk Jalan Raya, SKBI –
2.4.26.1987)

35
2.Fungsi dan Sifat Laston

Laston dengan proses aspal campuran panas yang bergradasi tertutup (bergradasi
menerus) yang berfungsi sebagai :a). Sebagai pendukung / penopang pada beban lalu
lintas,
b). Sebagai pelindung dan menjaga ketahanan konstruksi dibawahnya., c). Sebagai
lapisan aus permukaan jalan, d). Menyediakan dan membuat permukaan jalan yang
rata dan tidak licin.
Sedangkan sifat-sifat dari Laston antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut
a). harus mempunyai permukaan kedap air. b). memiliki ketahanan terhadap keausan
lapisan akibat gesek dan pembebanan lalu lintas.c). Mempunyai nilai structural dari
campuran material.,d). Mempunyai stabilitas bahan yangsedang dan tinggi, e)
sensitive material terhadap penyimpangan perencanaan dan pelaksanaan,
disedrhanakan dalam table dibawah ini sifat campuran Laston

36
Tabel Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston

3.5.Bahan penyusun Laston


Campuran aspal yang akan dibuat sebagai bahan komparasi adalah Laston pada
lapisan aus (AC-WC). Bahan penyusun dan yang membedakan hanya pada bahan
pengikatnya.. Berikut adalah penyusun dari campuran tersebut.
1. Agregat
Agregat secara umum memiliki fisik

37
1) Agregat yang akan digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa agar
campuran beraspal panas dengan asbuton olahan, yang proporsinya dibuat sesuai
dengan rumus perbandingan campuran dan memenuhi semua ketentuan yang
disyaratkan dalam Tabel agregat kasar dan agregathalus dibawah ini
2) Setiap fraksi agregat pecah dan pasir untuk campuran beraspal panasdengan
asbuton olahan, paling sedikit untuk kebutuhan satu bulan danselanjutnya
tumpukan persediaan harus dipertahankan paling sedikituntuk kebutuhan
campuran beraspal panas dengan asbuton olahansatu bulan berikutnya.
3) Penyerapan air oleh agregat maksimum 3 %.
4) Berat jenis (bulk specific gravity) agregat kasar dan halus minimum2,5 dan
perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2.
2.. Agregat Kasar harus memiliki
1) Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan ayakanNo.8 (2,36 mm)
dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempungatau bahan yang tidak
dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuanyang diberikan dalam Tabel agregat
kasar
2) Fraksi agregat kasar harus batu pecah atau kerikil pecah dan harusdisiapkan dalam
ukuran nominal. Ukuran maksimum (maximum size)agregat adalah satu ayakan
yang lebih besar dari ukuran nominalmaksimum (nominal maximum size). Ukuran
nominal maksimumadalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama
(teratas)dengan bahan tertahan kurang dari 10 %.
3) Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkandalam Tabel
agregat kasar. Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagaipersen terhadap
berat agregat yang lebih besar dari 2,36 mm denganbidang pecah satu atau lebih.
4) Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok keUnit
Pencampur Aspal melalui pemasok penampung dingin (cold binfeeds) sedemikian
rupa sehingga gradasi gabungan agregat dapatdikendalikan dengan baik.

38
Tabel Persyaratan Agregat Kasar

3. Agregat Halus, harus memiliki


1) Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri atas pasiratau
pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakanNo.8 (2,36 mm)
sesuai SNI 03-6819-2002.
2) Fraksi agregat kasar, agregat halus pecah mesin dan pasir harusditumpuk terpisah.
3) Pasir boleh digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimumyang
disarankan untuk Laston (AC) adalah 10%.
4) Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas darilempung,
atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat halusharus diperoleh dari
batu yang memenuhi ketentuan mutu. Agarmemenuhi ketentuan mutu, batu pecah
halus harus diproduksi daribatu yang bersih.
5) Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan dipasokke Unit
Pencampur Aspal dengan melalui pemasok penampungdingin (cold bin feeds)
yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasioagregat pecah halus dan pasir dapat
dikontrol dengan baik.
6) Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkanpada Tabel
agregat halus

39
Tabel . Persyaratan Agregat Halus

4. Bahan Pengisi (Filler) memiliki


1) Bahan pengisi (filler) yang ditambahkan harus dari semen Portland.Bahan
tersebut harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki.
2) Debu batu (stonedust) dan bahan pengisi yang ditambahkan haruskering dan
bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji denganpengayakan sesuai SNI 03-
4142-1996 harus mengandung bahan yanglolos ayakan No.200 (0,075mm) tidak
kurang dari 75% dari yanglolos ayakan No. 30 (0,600mm) dan mempunyai sifat
non plastis.
5. Gradasi agregat gabungan

Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal.Laston harus berada di luar zona
larangan (restriction zone) dan berada dalam batas-batas titik kontrol (control point)
yang diberikan dalamTabel dibawah ini.
Tabel Persyaratan Gradasi Agregat Gabungan

40
6. Aspal
1) Aspal keras pen 60/70 yang digunakan harus memenuhi persyaratan padaTabel
2.9. Untuk campuran beraspal panas dengan asbuton olahan, aspalyang digunakan
harus salah satu dari jenis, aspal yang dimodifikasidengan Asbuton, bitumen
Asbuton modifikasi dan aspal keras Pen 60 apabila menggunakan Asbuton butir.
Persyaratan untuk bitumen Asbuton modifikasi bisa dilihat pada Tabel .
2) Pengambilan contoh aspal harus dilaksanakan sesuai dengan SNI 03-6399-2000.
Pengambilan contoh bahan aspal dari tiap truk tangki harusdilaksanakan pada
bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah. Contohpertama yang diambil harus
langsung diuji di laboratorium lapangan untukmemperoleh nilai penetrasi dan titik
lembek. Pengambilan contoh pertamatersebut memenuhi ketentuan dari pedoman
ini. Bilamana hasil pengujiancontoh pertama tersebut lolos ujian, tidak berarti
aspal dari truk tangkiyang bersangkutan diterima secara final kecuali aspal dan
contoh yangmewakili telah memenuhi semua sifat-sifat yang disyaratkan
dalampedoman ini.
3) Aspal harus di ekstraksi dari benda uji sesuai dengan cara SNI 03-3640-1994.
Setelah konsentrasi larutan aspal yang terekstraksi mencapai 200ml, partikel
mineral yang dianggap terkandung dipindahkan dengan alatsentrifugal.
Pemindahan ini dianggap memenuhi kadar abu dalam aspalyang diperoleh
kembali tidak lebih dari 1% (dengan pengapian). Aspalharus diperoleh kembali
dari larutan sesuai dengan prosedur SNI 03-6894-2002.

41
Tabel Persyaratan Aspal Keras Pen 60/70

Tabel . Persyaratan Asbuton Modifikasi

3.6. Karakteristik Marshall

Karakteristik campuran panas agregat aspal dapat diukur dari sifat-sifat

42
Marshall yang ditunjukan pada nilai-nilai sebagai berikut :
1. Kerapatan (Density)
Density merupakan tingkat kerapatan campuran setelah campuran dipadatkan.
Semakin tinggi nilai density suatu campuran menunjukan bahwa kerapatannya
semakin baik. Nilai density dipengaruhi oleh beberapa factor seperti gradasi campuran,
jenis dan kualitas bahan penyusun, factor pemadatan baik jumlah pemadatan maupun
temperatur pemadatan,penggunaan kadar aspal dan penambahan bahan additive dalam
campuran.Campuran dengan nilai density yang tinggi akan mampu menahan
bebanyang lebih besar dibanding dengan campuran yang memiliki nilai densityyang
rendah, karena butiran agregat mempunyai bidang kontak yang luassehingga gaya
gesek (friction) antar butiran agregat menjadi besar. Selain itudensity juga
mempengaruhi kekedapan campuran, semakin kedap terhadapair dan udara.

2. Stabilitas (Stability)
Stabilitas merupakan kemampuan lapis keras untuk menahan deformasi akibat
beban lalu lintas yang bekerja diatasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap
seperti gelombang (wash boarding) dan alur (rutting). Nilai stabilitas dipengaruhi oleh
bentuk, kualitas, tekstur permukaan dan gradasi agregat yaitu gesekan antar butiran
agregat (internal friction) dan penguncian antar agregat (interlocking), daya lekat
(cohesion) dan kadar aspal dalam campuran.
Penggunaan aspal dalam campuran akan menentukan nilai stabilitas campuran
tersebut. Seiring dengan penambahan aspal, nilai stabilitas akan meningkat hingga
batas maksimum. Penambahan aspal di atas batas maksimum justru akan menurunkan
stabilitas campuran itu sendiri sehingga lapis perkerasan menjadi kaku dan bersifat
getas. Nilai stabilitas berpengaruh pada fleksibilitas lapis perkerasan yang dihasilkan.
Nilai stabilitas yang disyaratkan adalah lebih dari 800 kg. Lapis perkerasan dengan
stabilitas kurang dari 800 kg akan mudah mengalami rutting, karena perkerasan
bersifat lembek sehingga kurang mampu mendukung beban.Sebaliknya jika stabilitas
perkerasan terlalu tinggi maka perkerasan akan mudah retak karena sifat perkerasan
menjadi kaku.

43
3. Void In Mineral Aggregate (VMA)
Void in Mineral Aggregate (VMA) adalah rongga udara antar butir agregat aspal
padat, termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif yang dinyatakan dalam persen
terhadap total volume. Kuntitas rongga udara pengaruh terhadap kinerja suatu
campuran karena jika VMA terlalu kecil maka campuran bisa mengalami masalah
durabilitas dan jika VMA terlalu besar maka campuran bisa memperlihatkan masalah
stabilitas dan tidak ekonomis untuk diproduksi.
Nilai VMA dipengaruhi oleh faktor pemadatan, yaitu jumlah dan temperature
pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VMA ini berpengaruh pada sifat
kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat elastis campuran.Dapat juga
dikatakan bahwa nilai VMA menentukan stabilitas, fleksibilitasdan durabilitas.Nilai
VMA yang disyaratkan adalah minimum 15 %.

4.Void in The Mix (VIM)

Void in The Mix (VIM) merupakan persentase rongga yang terdapat dalam total
campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis perkerasan,semakin tinggi
nilai VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam campuran sehingga campuran
bersifat porous. Hal ini mengakibatkan campuran menjadi kurang rapat sehingga air
dan udara mudah memasuki rongga-rongga dalam campuran yang menyebabkan aspal
mudah teroksidasi sehingga menyebabkan lekatan antar butiran agregat berkurang
sehingga terjadi pelepasan butiran (revelling) dan pengelupasan permukaan (stripping)
pada lapis perkerasan.
Nilai VIM yang terlalu rendah akan menyebabkan bleeding karena suhu yang tinggi,
maka viskositas aspal menurun sesuai sifat termoplastisnya. Pada saatitu apabila lapis
perkerasan menerima beban lalu lintas maka aspal akan terdesak keluar permukaan
karena tidak cukupnya rongga bagi aspal untuk melakukan penetrasi dalam lapis
perkerasan. Nilai VIM yang lebih dari ketentuan akan mengakibatkan berkurangnya
keawetan lapis perkerasan,karena rongga yang terlalu besar akan mudah terjadi
oksidasi.

44
5.Void Filled With Asphalt (VFA)

Void Filled With Asphalt (VFA) merupakan persentase rongga terisi aspal pada
campuran setelah mengalami proses pemadatan, yaitu jumlah dan temperatur
pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VFAberpengaruh pada sifat
kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat elastisitas campuran. Dengan
kata lainVFA menentukan stabilitas,fleksibilitas dan durabilitas. Semakin tinggi nilai
VFA berarti semakin banyak rongga dalam campuran yang terisi aspal sehingga
kekedapan campuran terhadap air dan udara juga semakin tinggi, tetapi nilai VFA yang
terlalu tinggi akan menyebabkan bleeding.
Nilai VFA yang terlalu kecil akan menyebabkan campuran kurang kedap terhadap air
dan udara karena lapisan film aspal akan menjadi tipis dan akan mudah retak bila
menerima penambahan beban sehingga campuran aspal mudah teroksidasi yang
akhirnya menyebabkan lapis perkerasan tidak tahan lama.
6.Kelelehan (Flow)

Kelelehan (Flow) adalah besarnya deformasi vertikal benda uji yang terjadipada
awal pembebanan sehingga stabilitas menurun, yang menunjukkan besarnya deformasi
yang terjadi pada lapis perkerasan akibat menahan beban yang diterimanya. Deformasi
yang terjadi erat kaitannya dengan sifat-sifaMarshall yang lain seperti stabilitas, VIM
dan VFA. Nilai VIM yang besar menyebabkan berkurangnya interlocking resistance
campuran dan dapat berakibat timbulnya deformasi. Nilai VFA yang berlebihan juga
menyebabkan aspal dalam campuran berubah konsistensinya menjadi pelican antar
batuan. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar dan viskositas aspal, gradasi agregat jumlah
dan temperatur pemadatan.
Campuran yang memiliki angka kelelehan rendah dengan stabilitas tinggicenderung
menjadi kaku dan getas.Sedangkan campuran yang memilikiangka kelelehan tinggi
dan stabilitas rendah cenderung plastis dan mudahberubah bentuk apabila mendapat
beban lalu lintas. Kerapatan campuranyang baik, kadar aspal yang cukup dan stabilitas
yang baik akan memberikanpengaruh penurunan nilai flow.

45
Nilai flow yang rendah akan mengakibatkan campuran menjadi kaku sehingga lapis
perkerasan menjadi mudah retak, sedangkan campuran dengan nilai flow tinggi akan
menghasilkan lapis perkerasan yang plastis sehingga perkerasan akan mudah
mengalami perubahan bentuk seperti gelombang (washboarding) dan alur (rutting).

7. Marshall Quantient

Marshall Quantient merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan flow.


NilaiMarshall Quantient akan memberikan nilai fleksibilitas campuran. Semakinbesar
nilai Marshall Quantient berarti campuran semakin kaku, sebaliknybila semakin kecil
nilainya maka campuran semakin lentur.Nilai MarshallQuantient dipengaruhi oleh
stabilitas dan flow. Nilai Marshall Quantientyang disyaratkan minimal 200 kg/mm.
Nilai Marshall Quantient dibawah 200 kg/mm mengakibatkan perkerasan mudah
mengalami washboarding, rutting dan bleeding.

46
BAB IV
PENENTUAN ANALISA KOMPONEN RENCANA TEBAL PERKERASAN
JALAN
Pengunaan analisa komponen dalam menentukan tebal perkerasan jalan membutukan
beberapa komponen yang dapat memberikan pengaruh pada setiap komponen satuan
dalam menyususn lapisan perkerasan jalan.

4.1 Persentase Kendaraan pada Lajur Rencana.

Jalur Rencana (JR) merupakan jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang
terdiri daris satu lajur atau lebih, lebar perkerasan (L) dapat mempengaruhi jumlah
lajur berdasarkan lebar jalan dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel .Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)


L<5,5m 1 Lajur
5,5m ≤ L < 8,25 m 2 Lajur
8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 Lajur
11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 Lajur
15,00 m ≤ L < 18,75 m 5 Lajur
18,75 m ≤ L < 22,00 m 6 Lajur

Table lebar perkerasan jalan dan jumlah jalur lan lajur dapat memberikan indikasi
pada koefisien analisa perkerasan. Perolehan Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk
kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan dari jumlah lajur
jalan yang direncakanan dan pengunaan lajur dalam arah kendaraan dari dan ke
tujuan, menurut table dibawah ini :

47
Tabel Koefisien Distribusi Arah Kendaraan

4.2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan


Perolehan Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan dari masing-masing golongan
beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar dibawah ini :
a. Angka Ekivalen sumbu tunggal :
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑔
𝐸=( 8160 )4
b. Angka Ekivalen sumbu ganda :
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑠𝑎𝑡𝑢𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑘𝑔
𝐸 = 0,086 ( 8160 )4
c. Angka Ekivalen sumbu triple :
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑠𝑎𝑡𝑢𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢𝑡𝑟𝑖𝑝𝑙𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑘𝑔
𝐸 = 0,053 ( 8160 )4

4.3.Perhitungan Lalulintas harian lalu lintas dan rumus rumus lintas ekivalen
Lalu lintas harian rata-rata setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana
pembukaan jalan, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-
masing arah pada jalan dengan median.

a) Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang dihitung dengan rumus:


𝑛

𝐿𝐸𝑃 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗
𝑗=1

48
Dimana :
Cj = koefisien distribusi arah
j = masing-masing jenis kendaraan

b) Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), lalu lintas yang dihitung dengan rumus:
𝑛

𝐿𝐸𝐴 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 (1 + 𝑖)𝑈𝑅 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗


𝑗=1

Dimana :
i = tingkat pertumbuhan lalu lintas
j = masing-masing jenis kendaraan
UR = umur rencana

c) Lintas Ekuivalen Tengah, lalu lintas yang dihitung dengan rumus:


𝐿𝐸𝑃 + 𝐿𝐸𝐴
𝐿𝐸𝑇 =
2
d) Lintas Ekuivalen Rencana, lalu lintas yang dihitung dengan rumus:
𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 × 𝐹𝑃
Dimana :
FP = faktor Penyesuaian

4.4. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan California Bearing Ratio (CBR)

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi terhadap
harga CBR, dimana harga CBR dapat diambil harga CBR lapangan atau laboratorium.
CBR merupakan perbandingan beban penetrasi pada suatu bahan dengan beban
standar pada penetrasi dan kecepatan pembebanan yang sama. Berdasarkan cara
mendapatkan contoh tanahnya,CBR dapat dibagi atas:
1. CBR lapangan, disebut juga CBRinplace atau field CBR.

Gunanya untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi
tanah saat itu dimana tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan

49
dilakukan saat kadar air tanah tinggi atau dalam kondisi terburuk yang mungkin
terjadi.
2. CBR lapngan rendaman / Undisturb saoked CBR
Gunanya untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapngan pada keadaan
jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan mak-simum.Pemeriksanaan
dilaksanakan pada kondisi tanah dasar tidak dalam keadaan jenuh air. Hal ini sering
digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah yang lapisan tanah
dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi, terletak di daerah yang badan jalanya
sering terendam air pada musim hujan dan kering pada musim kemarau. sedangkan
pemeriksaan dilakukan di musim kemarau.

3. CBR rencana titik / CBR laboratorium / design CBR


Tanah dasar (subgrade) pada konstruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah
timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatakan sampai kepadatan 95% kepadatan
maksimum.Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai
kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah tersebut di padatkan. CBR
laboratorium dibedakan atas 2 macam yaitu soaked design CBR dan unsoaked design
CBR.
Data CBR yang digunakan adalah harga-harga CBR dari pemeriksaan lapangan
dan uji laboratorium.dari data CBR ditentukan nilai CBR terendah, kemudian
ditentukan harga CBR yang mewakili atau CBR seg-men. Dalam menentukan CBR
segmen terdapat 2 cara yaitu : a) cara Analitis dan B) cara Grafis. Kedua cara akan
dibahas dibawah ini.

a) Secara analitis
CBRsegmen = CBRrata-rata – (CBRmaks – CBRmin) / R

Dimana harga R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam satu segmen
jalan, dan besarnya nilai R dapat dicapai sebagai berikut :

50
Hasil perolehan data di segmen rencana Jalan
Jumlah Titik Nilai R
Pengamatan
2 1,41

3 1,91

4 2,24

5 2,48

6 2,67

7 2,83

8 2,96

9 3,08

>10 3,18

b) Secara Grafis
Tentukan data CBR yang sama dan lebih besar dari masing-masing nilai pada data
CBR. Angka dengan jumlah terbanyak din-yatakan dalam angka 100 %, sedangkan
jumlah lainnya merupakan prosentase dari angka 100 % tersebut.dari agka-angka
tersebut dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan angka prosentasenya. Ditarik
garis dari angka prosentase 90 % menuju grafik untuk memperoleh nilai CBR segmen.
Dari nilai CBR segmen yang telah ditentukan dapat diperoleh nilai DDT dari
grafik kolerasi DDT dan CBR, dimana grafik DDT dalam skala linier, dan grafik CBR
dalam skala logaritma.
Selain menggunakan grafik tersebut, nilai DDT dari suatu Harga CBR juga dapat
ditentukan menggunakan rumus :
DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR)

Dimana hasil yang diperoleh dengan kedua cara tersebut re-latif sama. Dalam Tugas
Akhir ini untuk menentukan nilai CBR seg-men dan Nilai DDT digunakan cara grafis

51
sesuai dengan “Metoda Analisa Komponen” SKBI - 2.3.26.1987/SNI NO : 1732–
1989-F.

4.5 . Faktor Regional (FR)


Faktor regional adalah keadaan lapangan yang mencakup permeabilitas tanah,
perlengkapan drainase, bentuk alinyemen, prosentase kendaraan berat dengan MST ≥
13 ton dan kendaraan yang berhenti, serta iklim. Peraturan Pelaksanaan Pembangunan
Jalan Raya menentukan bahwa faktor yang menyangkut permeabilitas tanah hanya
dipengaruhi oleh alinyemen, prosentase kendaraan berat dan kendaraan yang berhenti,
serta alinyemen.Untuk kondisi tanah pada daerah rawa-rawa ataupun daerah terendam,
nilai FR yang diperoleh dari tabel dibwah ini ditambahkan 1.
Tabel Faktor Regional (FR)

4.5 Indeks Permukaan (IP)


Indeks permukaan ini menyatakan nilai kerataan atau kehalusan serta kekokohan
permukaan-permukaan jalan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu
lintas yang lewat.

IP = 1,0 :Menyatakan permukaan jalan dalam rusak berat sehingga sangat


mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP =1,5 :Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0 :Tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 :Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

52
Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan meliputi local, kolektor,
arteri dan tol serta perolehan jumlah Lalu Lintas Ekivalen Rencana (LER).

Tabel Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana ( IPt )

Nilai IPo dari jenis lapisan permukaan aus jalan dapat memperoleh nilai roughness dalam
satuan ( mm/km)
Tabel IPo terhadap Jenis Lapis Permukaan

Nilai IPt lebih kecil dari 1,0 menyatakan permukaan jalan dalam kondisi rusak
berat dan amat mengganggu lalu lintas kendaraan yang mele-watinya. Tingkat
pelayanan jalan terendah masih mungkin dilakukan dengan nilai IPt sebesar 1,5.
tingkat pelayanan jalan masih cukup mantap dinyatakan dengan nilai IPt sebesar 2,0.

53
sedangkan nilai IPt sebesar 2,5 menyatakan per-mukaan jalan yang masih baik dan
cukup stabil.
4.6 .Koefisien Kekuatan Relatif Bahan (a)
Koefisien kekuatan relatif bahan-bahan yang digunakan sebagai lapis permukaan,
lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah, dilakukan melalui uji kekuatan bahan dalam
satuan MS (kg), Kt (kg/sm2) dan CBR dalam satuan %, dan menghasilkan nilai
koefisien kekuatan relative dari jenis bahan yang dipakai sebagai laisan susunan
perkerasan jalan disajikan dalam tabel berikut :

Tabel Koefisien Kekuatan Relatif

54
4.7.Tebal Minimum Lapis Perkerasan

Penentuan tebal minimum lapis perkerasan ditentukan dengan mengunakan tabel


batas minimum lapis permukaan dan lapis pondasi dibawah ini. Sedangkan tebal
minimum lapis pondasi bawah untuk setiap nilai ITP ditentukan sebesar t = 10 cm.
1. Tebal Lapisan Permukaan minimum dari jenis bahan perkerasan
Tabel Tebal Minimum Lapis Perkerasan

2. Tebal Lapisan Pondasi sub base dan base dipakai disesuaikan dengan jenis bahan
yang digunakan
Tabel Batas Minimum Tebal Lapis Pondasi

55
3. Tebal Lapisan Bawah
Untuk setiap ITP bila digunakan pondasi bawah tebal minimum adalah 10 cm.

4.8 .Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur


Dalam menentukan tebal perkerasan, dan hampir tiap negara mempunyai cara
tersendiri. Di Indonesia metode yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan
lentur adalah metode Bina Marga yang bersumber dari AASHTO 1972 dan
dimodifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia.
Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan
metode Bina Marga atau analisis komponen, sebagai berikut :
1) Menentukan daya dukung tanah dasar (DDT) dengan cara menggunakan
pemeriksaan CBR. Nilai DDT diperoleh dari konversi nilai CBR tanah dasar dengan
menggunakan :
a. grafik korelasi nilai CBR dan DDT
b. persamaan :
DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR).........................................
2) Menentukan umur rencana (UR) dari jalan yang hendak direncanakan.Pada
perencanaan jalan baru umumnya menggunakan umur rencana 20 tahun.

3) Menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas (i %) selama masa pelak-sanaan dan


selama umur rencana.

4) Menentukan faktor regional (FR). Hal-hal yang mempengaruhi nilai FR antara lain
adalah: a. Prosentase kendaraan berat. b. Kondisi iklim dan curah hujan
setempat.c. Kondisi persimpangan yang ramai. d. Keadaan medan. e. Kondisi
drainase yang ada. f. Pertimbangan teknis lainnya.
5) Menentukan Lintas Ekuivalen
Jumlah repetisi beban yang akan menggunakan jalan tersebut dinyata-kan dalam
lintasan sumbu standar atau lintas ekuivalen. Lintas ekuiva-len yang diperhitungkan
hanya untuk jalur tersibuk atau lajur dengan volume tertinggi.
a. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP)

56
Lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut dibuka atau pada awal umur rencana
disebut
Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang diperoleh dari persamaan :
n’
LEP = Σ Aj x Ej x Cj x (1+i) ………………………… (2)

Dimana :
Aj = jumlah kendaraan untuk satu jenis kendaraan.

E = angka ekuivalen beban sumbu untuk satu jenis kenda raan.


j

Cj = koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana.

I = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan sampai jalan dibuka.


n’=jumlah tahun dari saat pengambilan data sampai jalan dibuka.
J = jenis kendaraan.

b. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA)


Besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut membu-tuhkan perbaikan
structural
disebut Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yang diperoleh dari persamaan :
UR
LEA = LEP (1+r) ...

dimana :
LEP = Lintas Ekuivalen Permulaan.
r = Faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana.
UR = Umur rencana jalan tersebut.

c. Lintas Ekuivalen Tengah (LET)


Lintas Ekuivalen Tengah diperoleh dengan persamaan :

LET = LEP + LEA.....


2

57
d. Lintas Ekuivalen Rencana (LER)
Besarnya lintas ekuivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan,
dari saat dibuka sampai akhir umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Rencana, yang
diperoleh dari persamaan :

LER = LET X FP .
𝑈𝑅
Dimana : FP= faktor Penyesuaian dan FP= 2

6). Menentukan Indeks Permukaan (IP)


a. Indeks Permukaan Awal (IPo) yang ditentukan sesuai dengan jenis lapis
permukaan yang akan dipakai.
b. Indeks Permukaan Akhir (IPt) berdasarkan besarnya nilai LER dan klasifikasi
jalan tersebut.

7). Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dengan menggunakan rumus dasar
metode AASHTO 1972, yang telah memasukkan faktor re-gional yang terkait dengan
kondisi lingkungan dan faktor daya dukung tanah dasar yang terkait dengan perbedaan
kondisi tanah dasar, sehingga didapat persamaan :
𝐺𝑡
Log Wt18 → 9,36 log (ITP → 1) - 0,20 → 1094 + log FR + 0,32 (DDT – 3,0)
0,4→
(𝐼𝑇𝑃→1)5,19

Dengan :
log(𝐼𝑃𝑜−𝐼𝑃𝑡)
Gt = (4,2−1,5)

dimana :
Gt = fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan dari
IP = IPo sampai IP = IPt dengan kehilangan tingkat pelayanan dari IPo sampai IP =
1,5.
Wt18 = beban lalu lintas selama umur rencana atas dasar beban sumbu tunggal 18000
pon yang telah diperhitungkan ter-hadap faktor regional.
(Sumber : Sukirman, S., Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999)

58
Selain dengan menggunakan rumus tersebut, untuk menentukan Indeks Tebal
Perkerasan (ITP) dapat juga menggunakan Nomogram-Nomogram yang terdapat
dalam buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan
Metode Analisa Komponen (Bina Marga).

8). Menentukan koefisien kekuatan relatif (a) dan tebal minimum (D) Setelah nilai ITP
didapat kemudian ditentukan nilai koefisien ke-kuatan relatif yang terdapat seperti
pada Tabel
a. Koefisien kekuatan relatif dari jenis lapis perkerasan yang dipilih.
b. Menentukan masing-masing tebal minimal lapis perkerasan yang telah ditentukan

c. Menentukan tebal lapis perkerasan yang akan dicari dengan persamaan :

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

dimana :
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan .

D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm).

Angka 1, 2, dan 3 masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis
pondasi bawah. Perkiraan tebal masing-masing lapis perkerasan tergantung dari
ketebalan minimum yang ditentukan oleh Bina Marga.

59
CONTOH Perhitungan Susunan Lapisan Perkerasan lentur jalan

Perhitungan Perencanaan Susunan Lapisan Perkerasan Jalan

1. Tebal perkerasan untuk jalan 2 jalur, data lalu lintas LHR diperoleh saat survey
tahun 2008 seperti di bawah ini,dan umur rencana Konstruksi 10 tahun
jalan dibuka tahun 2013 ( selama pelaksanaan pertumbuhan lalu lintas i= 5% per
tahun). CBR tanah dasar sub grade = 3,4%

2. Data-data tahun LHR tahun 2008


 kendaraan ringan 2 ton (1+1) =1279 kend
 bus 8 ton (3+5) = 379 kend
 truck 2 as 13 ton (5+8) = 59 kend
 truck 3 as 20 ton (6+7.7) = 39 kend
 truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5) = 19 kend
LHR 2008 = 1775 kend/hari/ 2 jalur

Perkembangan lalu lintas (i)


Untuk 10 tahun, pertumbuhan lalu lintas = 8%
Bahan-bahan perkerasan:

- LASTON (Ms 340)  a1 = 0,3


- Batu pecah kelas A (CBR 100)  a2 = 0,14
- sirtu kelas B (CBR 50)  a3 = 0,12

Penyelesaian

LHR pada tahun 2008 (awal umur rencana) dengan rumus (1+i)ᶯ

dengan ketentuan n = selisih tahun

n = 2013 -2008= , n = 5 i = 5/100 =0,05

(1+i)ᶯ =(1+0,05)^5 =1,276

 kendaraan ringan 2 ton (1+1) =1279 x 1,276 = 1632 kendaraan


 bus 8 ton (3+5) = 379 x 1,276 = 483,604 kendaraan

60
 truck 2 as 13 ton (5+8) = 59 x 1,276 = 75,284 kendaraan
 truck 3 as 20 ton (6+7.7) = 39 x 1,276 = 49,764 kendaraan
 truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5) = 19 x 1,276 = 24,244 kendaraan

LHR pada tahun ke 10 rumus (1+i)ᶯ

i = 0,08 n = 10

(1+i)ᶯ =(1+0,08)^10 =2,159

 kendaraan ringan 2 ton (1+1) =1632 x 2,159 = 3523,5kendaraan


 bus 8 ton (3+5) = 484 x 2,159 = 1044,1kendaraan
 truck 2 as 13 ton (5+8) = 75,2 x 2,159 = 162,538kendaraan
 truck 3 as 20 ton (6+7.7) = 49,7 x 2,159 = 107,44kendaraan
 Truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5) = 24,2 x 2,159 = 52,3428kendaraan

Setelah dihitung angka ekivalen (E) masing- masing kendaraan sebagai berikut:

Lihat daftar 3

 kendaraan ringan 2 ton (1+1) = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004


 bus 8 ton (3+5) = 0,0183 + 0,141 = 0,1593
 truck 2 as 13 ton (5+8) = 0,141 + 0,9238 = 1,0648
 truck 3 as 20 ton (6+7.7) = 0,293 + 0,7452 = 1,0375
 truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5) = 1,0375 + 2(0,1410) = 1,3195

Menghitung LEP :

Rumus = LEP = koefisien jalur x LHR saat jalan dibuka x E

untuk jalan dua arah koefisiennya = 0,5

 kendaraan ringan 2 ton (1+1) = 0,5 x 1632 x 0,0004 = 0,3264


 bus 8 ton (3+5) = 0,5 x 483,604 x 0,1593 = 38,5191
 truck 2 as 13 ton (5+8) = 0,5 x 75,284 x 1,0648 = 40,0812
 truck 3 as 20 ton (6+7.7) = 0,5 x 49,764 x 1,0375 = 25,8151

61
 truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5) = 0,5 x 24,244 x 1,3195 = 15,995

LEP = 120,737

Menghitung LEA

Rumus = LEA = koefisien jalur x LHR saat usia jalan 10 tahun x E

 kendaraan ringan 2 ton (1+1) = 0,5 x 3354,8 x 0,0004 = 0,7047


 bus 8 ton (3+5) = 0,5 x 994,19 x 0,1593 = 83,1626
 truck 2 as 13 ton (5+8) = 0,5 x 154,728 x 1,0648 = 86,5353
 truck 3 as 20 ton (6+7.7) = 0,5 x 102,289 x 1,0375 = 55,7347
 truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5) = 0,5 x 49,82 x 1,3195 = 34,5332

LEA = 260,671

Menghitung LET₁₀ = ½(120,737 + 260,671

= ½ (381,4)

= 190,7 kendaraan

Menghitung LER

LER ₁₀ = LET ₁₀ X 10/10

= 190,7 x 1

= 190,7 kendaraan

Mencari ITP

CBR tanah dasar = 3,4% DDT = 4,5 IP = 2,0 FR = 1,0

LER ₁₀ = 190,7 ITP ₁₀ = no 2= 8,2 dan nom 4 =7,7 (Ipo = 3,9-


3,5)

UR 10 Tahun

ITP = a₁xD₁ +a₂xD₂ +a₃xD₃

7,7 = 0,30xD₁ + 0,14x15 +0,12x10, missal dicari D1 = wearing-course, D2 Base


dan sub base, D3 sub grade.

62
7,7 = 0,3D₁ +2,20 + 1,2

7,4 = 0,3xD₁ +3,40

D1 = (7,4 - 3,40)/0,3

= 13,33 cm, dikontrol D1 ( 7,5 – 10 cm), maka mahal langkah selanjutnya…

Jikalau

7,7 = 0,30x10 + 0,14x15 +0,12xD3

7,7 = 3,0 + 2,1 + 0,12x D3 ……………..D3 = (7,7 -5,1)/ 0,12 = 21 cm.

Susunan perkerasan

LASTON (Ms 340) = dibulatkan 13,5 cm

Batu pecah kelas A (CBR 100) = 15 cm

sirtu kelas B (CBR 50) = 10 cm

Banyaknya aspal yang dibutuhkan

Volume =tinggi x lebar x panjang

LASTON (Ms 340) = 0,1333 x 7 x 100 = 70,31 m³

0,10 x 7 x 100 = 55 m3

Batu pecah kelas A (CBR 100) = 0,15 x 7 x 100 = 105 m³

Sirtu kelas B (CBR 50) = 0,1 x 7 x 100 = 70 m³

63
Gambar Potongan Melintang Perkerasan Jalan

64
DAFTAR PUSTAKA

1. Aspahalt institut.1984. Mix Desaign Method For asphal Concrete and other
Hot Mix Types, Manual series No 2 (Ms-2)
2. Anonim, 1983.Departemen Pekerjaan Umum direktorat Jenderal Bina Marga
1983. Buku Pedoman Penentuan Tebal perkerasan Lentur Jalan Raya. No
01/PD/B/1983. DPU
3. Anonim. 1983. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga
1983. Konstruksi Pondasi Jalan N 211 DPU.
4. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga- 1987. Petunjuk
perencanaan Tebal perkerasan lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisis
Komponen. SKBI2.3.26.1987.UDC.625.73(02.
5. Djoko Untung.1979. konstruksi Jalan Raya/ Penerbit Pekerjaan Umum.Jakarta
6. NAASRA.1979. Interim Guide to pavement Thikness Design.
7. Robert D, Krebs and Richard D,Walker,1971, Highway Material. McGraw-
Hill .Book Company.

65
8. Sumber dari Goggle.1566_chapter_II.pdf, 1566_chapter_v.pdf,
1901_chapter_II.pdf, 1876_chapter_II.pdf,Chapter_II.pdf, diunggah september
2014

66

Anda mungkin juga menyukai