Anda di halaman 1dari 28

METODE KONSTRUKSI PENAHAN DINDING DAN TURAP

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Metode Pelaksanaan Konstruksi
yang dibina oleh Drs. Mujiyono, M.Pd
Disusun Oleh:

Aditya Cahya Ramadhan 170522526546


Dhamara Ramli 170522526529
Idam Khalid 170522526527

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK SIPIL DAN BANGUNAN
Februari 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang sangat dinamis, perubahannya


dipengaruhi oleh air, udara, dan pergeseran lempeng bumi. Salah satu akibat dari
perubahan itu adalah adanya lereng. Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk
sudut kemiringan tertentu dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara
alamiah karena proses geologi atau karena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk
secara alamiah misalnya lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan
manusia antara lain yaitu galian dan timbunan untuk membuat jalan raya dan jalan
kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal serta tambang terbuka. Suatu
longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada sebuah lereng
sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar. Longsoran dapat terjadi
dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak serta dengan ataupun
tanpa tanda-tanda yang terlihat.

Untuk menjaga kestabilan lereng – lereng tersebut dan mencegah supaya tanah
tidak mengalami longsor, maka dibuatlah dinding penahan tanah. Dinding penahan
tanah merupakan komponen struktur bangunan penting utama untuk jalan raya dan
bangunan lingkungan lainnya yang berhubungan dengan tanah berkontur atau tanah
yang memiliki elevasi berbeda. Secara singkat dinding penahan merupakan dinding
yang dibangun untuk menahan massa tanah di atas struktur atau bangunan yang dibuat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa fungsi dari dinding penahan tanah dan turap ?
2. Apa saja jenis-jenis dinding penahan tanah ?
3. Bagaimana metode konstruksi dinding penahan tanah ?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan fungsi dinding penahan tanah
2. Memamaparkan jenis-jenis dinding penahan tanah
3. Menjelaskan metode konstruksi dinding penahan tanah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dinding Penahan Tanah


A. Penjelasan Umum

Dinding penahan tanah adalah sebuah struktur yang didesain dan dibangun untuk
menahan tekanan lateral (horisontal) tanah ketika terdapat perubahan dalam elevasi
tanah yang melampaui sudut at-rest dalam tanah. Faktor penting dalam mendesain dan
membangun dinding penahan tanah adalah mengusahakan agar dinding penahan. Jika
tidak direncanakan dengan baik, tekanan tanah akan mendorong dinding penahan tanah
sehingga menyebabkan kegagalan konstruksi serta kelongsoran. Kegagalan juga
disebabkan oleh air tanah yang berada di belakang dinding penahan tanah yang tidak
terdisipasi oleh sistem drainase. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk sebuah
dinding penahan tanah mempunyai sistem drainase yang baik, untuk mengurangi
tekanan hidrostatik dan meningkatakan stabilitas tanah. Bangunan dinding penahan
umumnya terbuat dari bahan kayu, pasangan batu, beton hingga baja. Bahkan kini
sering dipakai produk bahan sintetis mirip kain tebal sebagai dinding penahan tanah.
Produk bahan ini sering disebut sebagai geo textile atau geo syntetic.

B. Jenis Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah dapat dibedakan atas 2 bagian yakni Sistem Stabilisasi
Eksternal (Externally Stabilized System) yang terbagi atas Gravity Walls dan In-Situ
atau Embedded Walls dan Sistem Stabilisasi Internal (Internally Stabilized System)
yang terbagi atas Reinforced Soil Walls dan In-Situ Reinforcement.

1. Gravity Walls

Stabilitas konstruksinya diperoleh hanya dengan mengandalkan berat sendiri


konstruksi.
a. Masonry Wall

Dapat terbuat dari beton, batu bata ataupun batu keras. Kekuatan dari material
dinding penahan biasanya lebih kuat daripada tanah dasar. Kakinya biasanya dibuat
dari beton dan biasanya akan mempunyai lebar sepertiga atau setengah dari tinggi
dinding penahan. Stabilitas dinding ini tergantung kepada massa dan bentuk.

b. Gabion Wall

Gabion atau Bronjong adalah kumpulan kubus yang terbuat dari galvanized steel
mesh atau woven strip, atau plastic mesh (hasil anyaman) dan diisi dengan pecahan
batu atau cobbles, untuk menghasilkan dinding penahan tanah yang mempunyai
saluran drainase bebas.
c. Crib Wall

Dinding penahan tanah jenis ini dibentuk dengan beton precast, stretchers dibuat
paralel dengan permukaan vertikal dinding penahan dan header diletakkan tegak
lurus dengan permukaan vertical. P/ada ruang yang kosong diisikan dengan material
yang mempunyai drainase bebas, seperti pasir dan hasil galian.

d. Reinforced Concrete Wall

Reinforced concrete cantilever walls adalah bentuk modern yang paling umum
dari gravity wall, baik dalam bentuk L atau bentuk T terbalik. Dibentuk untuk
menghasilkan lempengan kantilever vertikal, kantilever sederhana, beberapa
menggunakan berat dari timbunan di belakang dinding untuk menjaga agar dinding
tetap stabil. Hal ini coccok digunakan untuk dinding sampai ketinggian 6 m
(Whitlow, 2001)

2. In Situ atau Embedded Walls


a. Sheet Pile Wall

Jenis ini merupakan struktur yang fleksibel yang dipakai khususnya untuk
pekerjaan sementara di pelabuhan atau di tempat yang mempunyai tanah jelek.
Material yang dipakai adalah timber, beton pre-cast dan baja. Timber cocok dipakai
untuk pekerjaan sementara dan tiang penyangga untuk dinding kantilever dengan
letinggian sampai 3 m. Beton pre-cast dipakai untuk struktur permanen yang cukup
berat. Sedangkan baja telah banyak dipakai, khususnya untuk kantilever dan dinding
penahan jenis tied-back, dengan berbagai pilihan penampang, kapasitas tekuk yang
kuat dan dapat digunakan lagi untuk pekerjaan sementara. Kantilever akan
mempunyai nilai ekonomis jika hanya dipakai sampai ketinggian 4 m (Whitlow,
2001). Anchored atau dinding tie-back dipakai untuk penggunaan yang luas dan
berbagai aplikasi di tanah yang berbeda-beda.
b. Contiguous dan Secant Bored-Pile Wall

Dinding contiguous bored pile dibentuk dari satu atau dua baris tiang pancang
yang dipasang rapat satu sama lain.

c. Diaphragm Wall

Biasanya dibangun sebagai saluran sempit yang telah digali yang untuk
sementara diperkuat oleh bentonite slurry, material perkuatan ditumpahkan ke
saluran dan beton ditaruh melaui sebuah tremie. Metode ini dipakai di tanah yang
sulit dimana sheet piles akan bermasalah atau level dengan muka air yang tinggi atau
area terbatas.
2.2 Dinding Penahan Tanah Dengan Geosintetik
A. Penjelasan Umum

Istilah Geosintetik berasal dari kata geo, yang berarti bumi atau dalam dunia
teknik sipil diartikan sebagai tanah pada umumnya, dan kata synthetic yang berarti
bahan buatan, dalam hal ini adalah bahan polimer. Bahan dasar geosintetik
merupakan hasil polimerisasi dari industri-industri kimia/minyak bumi (Suryolelono,
1988) dengan sifat-sifat yang tahan terhadap senyawa-senyawa kimia, pelapukan,
keausan, sinar ultra violet dan mikro organisme. Polimer utama yang digunakan
untuk pembuatan geosintetik adalah Polyester (PS), Polyamide (PM), Polypropylene
(PP) dan Polyethylene (PE). Jadi istilah geosintetik secara umum didefinisikan
sebagai bahan polimer yang diaplikasikan di tanah. Menurut struktur dan fungsinya,
geosintetik diklasifikasikan atas :

 Geotekstil
 Geogrid
 Geonet
 Geosintetik clay liner
 Geokomposit
 Geopipe

Teknologi Geosinteik telah berkembang menjadi salah satu pionir dalam hal
perkuatan tanah maupun timbunan di belakang dinding penahan. Karena dalam
prateknya, dinding penahan tanah banyak mengalami kegagalan seperti rendahnya
Universitas Sumatera Utara daya dukung tanah dasar, penurunan yang terlalu besar
dalam jangka waktu lama, kelongsoran dan gelincir serta sampai permasalahan akibat
air tanah pada timbunan di belakang dinding. Material geosintetik telah banyak
digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Salah satu kelebihannya
adalah sifatnya yang fleksibel sehingga memberikan ketahanan yang cukup terhadap
beban-beban yang ditanggungnya
Fungsi utama dari geosintetik adalah :

1. Filtrasi

Dengan adanya fungsi ini, air atau cairan dapat dengan mudah melewati material
geosintetik pada arah yang tegak lurus dengan bidang geosintetik tersebut, namun
butiran-butiran tanah tidak lolos

2. Drainase

Geosintetik digunakan sebagai media untuk pengaliran air searah bidang


geosintetik dengan membiarkan air mengalir melalui tanah yang mempunyai
permeability rendah. Untuk itu, diperlukan adanya koefisien transmissivity
(pengaliran searah bidang) yang cukup besar.

3. Pemisah

Geosintetik juga berfungsi untuk memisahkan dua jenis material/agregat yang


berbeda dalam karakteristik dan ukurannya misalnya antara material timbunan
dengan tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini, diharapkan properti dan
karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.

4. Perkuatan

Material geosintetik menambah kuat tarik pada matriks tanah sehingga


menghasilkan material tanah yang lebih baik. Mengingat tanah mempunyai
kemampuan yang baik terhadap tekan dan lemah terhadap gaya tarik, pemakaian
geosintetik akan berperan memikul gaya tarik yang harus dipikul tanah.

5. Penghalang

Geosintetik berguna untuk menghalangi aliran cairan atau gas dari satu lokasi ke
lokasi lainnya. Aplikasi ini didapat dalam overlay perkerasan aspal, pembungkus
tanah kembang-susut dan tempat pengendalian sampah
6. Proteksi

Umumnya fungsi geosintetik jenis ini diperlukan untuk melindungi suatu material
lain atau lapisan dari kerusakan akibat tusukan benda-benda tajam. Jenis lapisan
yang umumnya perlu dilindungi adalah geomembran yang merupakan material
kedap air.

B. Aplikasi Geosintetik
1. Aplikasi pada timbunan di atas tanah lunak

Aplikasi perkuatan timbunan yang paling umum untuk kondisi pertama adalah
timbunan jalan, tanggul, atau bendungan yang dibangun di atas lapisan lanau, lempung
atau gambut jenuh air yang sangat lunak. Pada kondisi ini, arah terkuat dari geosintetik
biasanya ditempatkan tegak lurus terhadap garis tengah timbunan. Perkuatan
tambahan dengan arah terkuat yang ditempatkan sejajar dengan garis tengah timbunan
dapat juga dibutuhkan pada ujung timbunan. Aplikasi kedua adalah konstruksi
timbunan yang berada di atas tanah yang mempunyai zona lemah lokal atau tanah
berongga. Zona atau rongga ini dapat diakibatkan oleh lubang amblasan (sink hole),
aliran sungai tua, atau kantung lanau, lempung atau gambut. Untuk aplikasi ini, fungsi
perkuatan adalah sebagai jembatan di atas zona lemah lokal atau rongga, dan
perkuatan tarik yang dibutuhkan dapat lebih dari satu arah. Oleh karena itu, arah
terkuat dari geosintetik harus ditempatkan dengan arah yang benar terhadap garis
tengah timbunan.

Perkuatan geotekstil atau geogrid dapat dipasang satu lapis atau lebih tergantung
besarnya gaya geser yang akan ditahan.

2. Aplikasi pada perkuatan lereng

Lereng tanah yang diperkuat merupakan suatu bentuk stabilisasi tanah secara
mekanis dengan menggunakan elemen perkuatan sebidang dalam suatu struktur
lereng yang mempunyai kemiringan muka kurang dari 70°. Sedangkan struktur tanah
yang distabilisasi secara mekanis dengan kemiringan muka 70° sampai dengan 90°
diklasifikasikan sebagai dinding penahan.

Keuntungan ekonomis dari perkuatan lereng ini diantaranya:

 Mengurangi pemakaian lahan karena lereng dengan perkuatan dapat lebih


tegak
 Mengurangi volume bahan timbunan
 Memungkinkan digunakannnya timbunan dengan kualitas yang lebih rendah
 Mengurangi biaya untuk elemen-elemen penutup (facing) seperti yang
diperlukan dalam dinding yang distabilisasi secara mekanis.

Lereng yang diperkuat diantaranya diaplikasikan pada pekerjaan-pekerjaan sebagai


berikut :

 Kontruksi timbunan jalan baru


 Pelebaran timbunan jalan lama
 Perbaikan keruntuhan lereng
Pemilihan kriteria tanah timbunan yang diperkuat harus mempertimbangkan
kinerja jangka panjang struktur, stabilitas masa konstruksi dan faktor degradasi
lingkungan yang terjadi terhadap perkuatan.

Setiap tanah yang memenuhi syarat sebagai timbunan dapat digunakan dalam
system perkuatan lereng. Akan tetapi material dengan kualitas tinggi akan
memudahkan pemadatan dan meminimalkan kebutuhan perkuatan.

C. Aplikasi pada dinding penahan tanah yang distabilisasi secara Mekanis

Konstruksi dinding penahan tanah dipilih jika konstruksi lereng dinilai sudah
tidak ekonomis dan tidak layak secara teknis. Salah satu jenis dinding penahan tanah
adalah dinding penahan tanah yang distabilisasi secara mekanis (mechanically
stabilized earth wall, MSEW), selanjutnya disingkat menjadi dinding MSE.

Dinding MSE pada dasarnya terdiri dari perkuatan di dalam timbunan tanah yang
membantu menahan tekanan tanah lateral. Jika dibandingkan dengan dinding
penahan tanah konvensional, dinding MSE biasanya mempunyai beberapa
keunggulan. Dinding MSE lebih fleksibel dibandingkan dinding penahan tanah biasa
seperti dinding kantilever beton atau dinding penahan tanah tipe gravitasi. Oleh
karena itu, dinding MSE lebih sesuai untuk daerah dengan tanah pondasi yang buruk
dan daerah seismik aktif.
Dinding MSE menggunakan beberapa jenis bahan perkuatan diantaranya besi
lunak (mild steel) yang digalvanis atau dilapis epoksi dan geosintetik. Akan tetapi,
yang tercakup dalam pedoman ini hanyalah dinding MSE yang diperkuat dengan
perkuatan geosintetik (geotekstil dan geogrid).

Struktur dinding MSE, termasuk yang diperkuat dengan geosintetik, dapat


dipertimbangkan sebagai alternatif yang efektif untuk menggantikan dinding
gravitasi konvensional, kantilever beton, atau dinding penahan yang diperkuat
dengan pita metalik (metallic strips).

D. Metode pelaksanaan dinding penahan tanah geosintetik


1. Pelaksanaan (umum)

Setelah penggelaran geotekstil, geotekstil tidak boleh terpapar unsur-


unsur atmosfir lebih dari 14 hari untuk mengurangi potensi kerusakan.

Penyambungan
Seluruh sambungan harus dijahit. Sambungan untuk menyatukan ujung ke ujung
pita geotekstil tidak diperbolehkan, seperti diperlihatkan pada gambar rencana.
Tali yang digunakan harus tali polipropilen, poliester atau kevlar dengan
kekuatan tinggi. Tali dari nilon tidak boleh digunakan. Tali harus mempunyai
warna yang kontras terhadap geotekstil yang disambung.
Untuk sambungan yang dikelim di lapangan, Kontraktor harus
menyediakan sekurang-kurangnya 2 m panjang sambungan keliman untuk
diuji oleh Direksi Pekerjaan sebelum geotekstil dipasang. Untuk
sambungan yang dikelim di Pabrik, Direksi Pekerjaan harus mengambil
contoh uji dari sambungan Pabrik secara acak dari setiap gulungan
geotekstil yang akan digunakan di proyek.
Untuk sambungan yang dikelim di lapangan, contoh uji dari
sambungan keliman yang diambil harus dikelim dengan menggunakan alat
dan prosedur yang sama seperti yang akan digunakan dalam pelaksanaan
penyambungan pada pekerjaan sesungguhnya. Jika sambungan dikelim
dalam arah mesin dan arah melintang mesin, contoh uji sambungan dari
kedua arah harus diambil.

Sambungan harus terdiri dari dua baris jahitan sejajar, atau terdiri dari
sambungan-J, jenis SSn-1, dengan jahitan satu baris. Kedua baris jahitan
harus terpisah 25 mm dengan toleransi lebih kurang 13 mm dan tidak boleh
bersilangan, kecuali untuk penjahitan ulang. Jahitan harus merupakan jenis
jahitan terkunci. Jika digunakan jahitan datar jenis SSa-2, maka minimum
jahitan yang diijinkan adalah 40 mm (yaitu jarak minimum dari tepi
geotekstil terhadap garis jahitan terdekat ke ujung tersebut) Minimum
jahitan yang diijinkan untuk jenis sambungan lainnya adalah 25 mm.
Kontraktor harus memberikan penjelasan mengenai tata cara
penyambungan bersama dengan contoh uji sambungan. Penjelasan tersebut
mencakup jenis sambungan, jenis jahitan, benang jahit, kerapatan jahitan
dan alat jahit. Tata cara penyambungan harus berdasarkan rekomendasi
Pabrik geotekstil dan harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

2. Persiapan Lahan (Site Preparation)


Lokasi pemasangan geotekstil harus diratakan dengan cara membersihkan,
memangkas dan menggali atau menimbun hingga mencapai elevasi
rencana. Termasuk dalam pekerjaan ini adalah mengupas tanah penutup
permukaan dan memangkas rerumputan. Penyedia Jasa dapat membuat
suatu lantai kerja sampai setebal 0,6 m selain perataan perukaan tanah asli.
Lantai kerja dibutuhkan jika pangkal/akar pohon atau benda lainnya tidak
dapat dipindahkan tanpa merusak tanah dasar secara berlebihan. Seluruh
pangkal/akar pohon harus dipotong rata dengan permukaan tanah dan
ditutup dengan sekurang-kurangnya 150 mm urugan sebelum penggelaran
lapis pertama geotekstil.
3. Pemasangan Geotekstil dan Penghamparan Timbunan
Geotekstil harus digelarkan secara lepas tanpa kerutan atau lipatan
berlebihan. Geotekstil harus digelar dengan arah mesin tegak lurus atau
sejajar dengan as timbunan seperti ditunjukkan pada gambar rencana. Arah
tegak lurus dan sejajar mesin harus saling berlawanan.

Pada kondisi apapun, geotekstil tidak boleh diseret melalui lumpur atau di
atas benda tajam yang dapat merusak geotekstil. Lapis timbunan penutup
harus ditempatkan di atas geotekstil sedemikian rupa sehingga sekurang-
kurangnya suatu lapisan setebal 200 mm berada antara geotekstil dan roda
atau roda rantai baja (track) alat sepanjang waktu. Ukuran dan berat dari
alat berat harus dibatasi sehingga alur pada penghamparan pertama di atas
geotekstil tidak lebih dari 75 mm untuk menghindari peregangan geotekstil
yang berlebihan. Alat berat tidak diperbolehkan berbelok pada hamparan
timbunan pertama di atas geotekstil. Pemadatan pada hamparan timbunan
pertama di atas geotekstil harus dibatasi hanya untuk alat penyebar tanah.
Alat pemadat getar tidak boleh digunakan pada hamparan timbunan
pertama.

Gundukan tanah atau metode berdasarkan rekomendasi Pabrik harus


digunakan untuk menahan geotekstil pada tempatnya sampai bahan
timbunan penutup telah ditempatkan.

Jika geotekstil robek atau berlubang atau sambungan rusak, seperti


ditunjukkan oleh geotekstil yang rusak secara kasat mata, pemompaan
(pumping) tanah dasar, intrusi, atau distorsi badan jalan, urugan di
sekeliling daerah yang rusak atau berdeformasi harus dibongkar dan daerah
yang rusak harus diperbaiki oleh Kontraktor tanpa beban biaya pada
Direksi Pekerjaan. Perbaikan harus meliputi suatu tambalan geotekstil
dengan jenis yang sama yang ditempatkan di atas daerah yang rusak.
Tambalan harus dijahit pada semua tepi.

Konstruksi timbunan harus dilakukan secara simetris sepanjang waktu


untuk mencegah keruntuhan kapasitas daya dukung lokal di bawah
timbunan atau geser lateral atau gelincir timbunan. Setiap urugan yang
ditempatkan di atas geotekstil harus segera disebarkan. Gundukan
persediaan tanah urugan di atas geotekstil tidak diperbolehkan.

Pemadat getar atau pemadat menggunakan sheepfoot roller tidak boleh


digunakan untuk memadatkan timbunan hingga sekurang-kurangnya 0,5 m
timbunan telah menutupi lapisan geotekstil terbawah dan sampai sekurang-
kurangnya 0,3 m timbunan telah menutupi lapisan geotekstil selanjutnya di
atas geotekstil terbawah.

Geotekstil harus di-pratarik sebelum penggelaran dengan menggunakan


Metode 1 atau Metode 2 yang dijelaskan dalam Spesifikasi ini. Pemilihan
metode tersebut tergantung pada terbentuk atau tidaknya gelombang
lumpur selama penghamparan timbunan pertama atau kedua. Jika
gelombang lumpur timbul ketika timbunan didorong pada geotekstil lapis
pertama, maka Metode 1 harus digunakan. Metode 1 harus dilanjutkan
hingga gelombang lumpur mulai menghilang saat timbunan disebarkan.
Ketika gelombang lumpur tidak terbentuk, Metode 2 dapat digunakan
sampai lapis geotekstil teratas tertutup timbunan minimum setebal 0,3 m.
Metode konstruksi khusus ini tidak diperlukan untuk penghamparan
timbunan di atas ketinggian ini. Jika suatu gelombang lumpur tidak
terbentuk ketika timbunan didorong pada lapis pertama geotekstil, maka
Metode 2 harus digunakan di awal sampai lapis teratas geotekstil tertutup
timbunan padat minimum setebal 0,3 m.
Metode 1
Setelah pembuatan lantai kerja (jika dibutuhkan), lapis pertama geotekstil
dihamparkan dengan arah melintang timbunan dan dijahit bersama.
Geotekstil diregangkan secara manual untuk meyakinkan bahwa kerutan
tidak terbentuk pada geotekstil. Penghamparan timbunan harus dengan cara
penumpahan ujung (end dumping) dan disebarkan dari tepi geotekstil.
Penghamparan pertama harus ditempatkan sepanjang tepi luar geoteksil,
untuk mengurung gelombang lumpur dan membuat jalan akses yang
diperlukan untuk menempatkan timbunan di tengah timbunan. Lebar jalan
akses ini harus sekitar 5m. Jalan akses di ujung geotekstil harus mempunyai
tinggi minimum terpasang 0,6 m. Setelah jalan akses mencapai panjang 15
m, penimbunan untuk jalan akses harus terus dilakukan sebelum
penimbunan bagian tengah. Panjang jalan akses ini harus dipertahankan
tetap 15 m di depan timbunan bagian tengah seperti ditunjukkan pada
gambar rencana. Dengan menjaga gelombang lumpur berada di depan
timbunan dan dengan mencegah pergerakan tepi geotekstil, maka geotekstil
akan tertarik secara efektif. Geotekstil harus digelar tidak lebih dari 6 m di
depan jalan akses untuk mencegah terjadinya tegangan berlebihan pada
jahitan geotekstil.

Metode 2
Setelah pembuatan lantai kerja (jika dibutuhkan), lapis pertama geotekstil
dihamparkan dengan arah melintang timbunan dan dijahit bersama seperti
pada Metode 1. Penghamparan pertama timbunan harus disebarkan dari
tepi geotekstil. Penghamparan pertama dimulai di bagian tengah sebelum
penghamparan di bagian tepi luar seperti diperlihatkan pada gambar
rencana. Geotekstil harus ditarik secara manual sebelum penghamparan
timbunan. Konstruksi timbunan harus dilanjutkan dengan cara tersebut
untuk penghamparan selanjutnya sampai lapisan geotekstil teratas telah
tertutup oleh timbunan padat setebal 0,3 m.

2.3 Turap

I. PEKERJAAN PERSIAPAN

Pekerjaan Persiapan meliputi kegiatan-kegiatan :


a. Pekerjaan Pengukuran
Sebelum memulai suatu pekerjaan, maka harus dilakukan pekerjaan
pengukuran yang bertujuan untuk menentukan rencana daerah kerja.
Pengukuran dilaksanakan untuk mengetahui elevasi tanah daerah tersebut serta
dimensi dari pekerjaan yang akan dilaksanakan nantinya. Jika menurut Direksi
keadaan di lapangan mengalami perubahan pada pengukuran perencanaan,
maka akan dilakukan pengukuran ulang (uitzet) sebelum pekerjaan dimulai,
serta memeriksa seluruh titik yang akan digunakan dalam pengukuran
pekerjaan yang nantinya akan dituangkan ke dalam gambar kerja.

b. Mobilisasi
Mobilsasi adalah proses pengiriman peralatan ke lokasi pekerjaan
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana yang disyaratkan pada daftar peralatan
yang telah disampaikan dalam Dokumen Penawaran.
c. Papan Nama Proyek
Papan Nama Proyek dibuat dan diletakkan di lokasi pekerjaan pada
tempat yang strategis agar mudah dibaca, yang isinya meliputi nama pekerjaan,
jenis pekerjaan, waktu pelaksanaan, biaya, nama pelaksana, dan informasi
lainnya yang dianggap perlu untuk dicantumkan.
II. PEKERJAAN TURAP BETON
1. Tiang Pancang dan Papan Turap
a. Pengadaan Sheet Pile dan Spun Pile
Sheet Pile dan Spun Pile merupakan material pabrikasi yang
didatangkan dalam keadaan siap pakai. Proses pemesanan Sheet Pile dan Spun
Pile dilakukan diawal jadual pelaksanaan mengingat proses pemesanan
hingga tibanya material di lokasi memerlukan waktu yang cukup lama. Jenis
Sheet Pile yang kami usulkan adalah sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan yaitu Sheet Pile Type W 325 B 1000 Panjang 12 m dengan mutu
beton K700, sedangkan Spun Pile yang kami usulkan adalah sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan Spun Pile ukuran Ø 50 cm Panjang 12 m
dengan mutu beton K600. Untuk angkutan Sheet Pile dan Spun Pile hingga tiba
di lokasi dilakukan secara estafet. Dari pabrik menuju ke pelabuhan di Jakarta,
Sheet Pile dan Spun Pile diangkut dengan menggunakan mobil tronton.
Selanjutnya dari pelabuhan Jakarta menuju pelabuhan Pontianak, Sheet Pile dan
Spun Pile diangkut lewat jalur laut dengan menggunakan ponton kapasitas 1.500
ton. Kemudian dari pelabuhan Pontianak menuju ke lokasi pekerjaan, Sheet Pile
dan Spun Pile diangkut melalui jalur sungai dengan menggunakan ponton
kapasitas 500 ton.
b. Perancah Kerja
Perancah kerja berfungsi sebagai jalur akses para pekerja disepanjang
jalur konstruksi turap beton dibuat dari kayu cerucuk ø 8/10 cm – 4 m. Perancah
ini juga berfungsi sebagai perancah bekesting untuk pekerjaan balok penutup.
Setelah pekerjaan selesai, seluruh perancah kerja harus dibongkar.
c. Pemancangan Sheet Pile dan Spun Pile
Setelah Sheet Pile dan Spun Pile sampai di lokasi, maka pekerjaan
pemancangan dapat segera dilakukan. Pelaksanaan pemancangan Sheet Pile
dilakukan dari atas Ponton kapasitas 500 ton dengan menggunakan Vibro
Hammer Generator kapasitas 3,5 ton dan Crawler Crane kapasitas 40 ton
sebagai leadernya. Adapun untuk Spun Pile, pelaksanaan pemancangan
dilakukan dari atas Ponton kapasitas 500 ton dengan menggunakan Pile
Hammer kapasitas 2,5 ton. Dalam pelaksanaannya, yang dipancang terlebih
dahulu adalah Sheet Pile. Untuk menghasilkan pasangan Sheet Pile yang lurus
dan rapih, pemancangan dilaksanakan dengan bantuan guider berupa 2 batang
besi atau baja WF yang dipasang sejajar dengan arah pemancangan dan antara
kedua batang besi atau baja WF tersebut diberi jarak setebal Sheet Pile,
sehingga kepingan Sheet Pile dapat disisipkan pada jarak antara tersebut ketika
pelaksanaan pemancangan. Pekerjaan pemancangan dilanjutkan dengan
memancang Spun Pile pada titik-titik tertentu sesuai gambar rencana. Pola
pemancangan bisa tegak lurus atau dengan kemiringan tertentu disesuaikan
dengan gambar rencana. Pada setiap titik pemancangan Spun Pile
dipancangkan 2 batang Spun Pile dengan jenis top dan bottom. Setelah Spun
Pile Bottom dipancang, dilakukan penyambungan dengan Spun Pile Top
dengan cara pengelasan pada flangenya dengan menggunakan welding set.
Pelaksanaan pengelasan ini dilakukan dari atas ponton. Setelah pengelasan
selesai dilaksanakan, proses pemancangan dilanjutkan kembali hingga
permukaan Spun Pile Top mencapai elevasi yang disyaratkan.
d. Beton Pengisi Spun Pile

Setelah pemancangan Spun Pile selesai dilaksanakan, pada lubang


bagian dalam Spun Pile diisi dengan beton bertulang K-225 dimulai dari
permukaan Spun Pile Top dengan kedalaman sesuai yang disyaratkan. Adapun
untuk pembesiannya dilakukan sesuai gambar rencana.

2. Balok Penutup
a. Cetakan Beton
Cetakan beton untuk balok penutup terbuat dari papan kayu klas II dan
kayu kasau 5/7 cm dengan bentuk atau ukuran sesuai gambar rencana. Cetakan
beton dipasang dibagian atas konstruksi turap dan diletakkan diatas perancah
kerja yang telah ada dengan elevasi yang telah ditentukan pada gambar rencana.
b. Pembesian
Pembesian balok penutup menggunakan besi ulir dan polos dilaksanakan
dalam cetakan beton yang telah dibuat dengan pola pembesian serta dimensi
sesuai dengan yang telah ditetapkan pada gambar kerja.
c. Beton K225
Setelah cetakan beton dan pembesian siap, dilaksanakan pekerjaan
pengecoran balok penutup dengan menggunakan beton mutu K225. Untuk
pengadukan beton digunakan Concrete Mixer kapasitas 0.25 m3, dan untuk
pemadatan beton digunakan Concrete Vibrator. Pelaksanaan pengecoran beton
dilaksanakan sebaik mungkin sehingga dapat menghasilkan bentuk yang baik
dan rapih (tidak ada keropos) ketika bekesting dibuka.

III. PEKERJAAN TANAH


a. Geotekstile
Pada bagian sisi dalam dinding turap dipasangkan lembaran geotekstile
mulai dari elevasi bawah balok penutup sampai kepermukaan tanah
dibawahnya atau dengan pola pemasangan sesuai gambar rencana. Pemasangan
geotekstile dimaksudkan untuk menghindari longsornya timbunan pasir yang
akan diberikan pada area tersebut kesisi luar dari dinding turap.
Apabila diperlukan, penyambungan geotekstile dilakukan dengan metode
penyambungan sesuai petunjuk dari produsen geotekstile serta menggunakan alat
penyambung geotekstil. Hasil penyambungan harus menghasilkan bidang yang
rapat dan tidak bocor.
b. Urugan Pasir dan Tanah Datang
Pada area dinding dalam dari pasangan turap yang telah dipasang
geotekstille, dilakukan pengurugan dengan menggunakan material pasir.
Urugan pasir dilaksanakan mulai dari permukaan tanah dan dilakukan lapis
demi lapis secara merata hingga mencapai elevasi yang telah ditentukan.
Setelah elevasi yang dimaksudkan tercapai, selanjutnya diatas permukaan
urugan pasir dilakukan pengurugan lanjutan dengan material tanah datang.
Pengurugan tanah juga dilakukan lapis demi lapis secara merata hingga
mencapai elevasi yang telah ditentukan.

IV. PEKERJAAN PENUTUP


Pekerjaan penutup adalah sebagai berikut:
a. Demobilisasi
Kegiatan demobilisasi adalah untuk mengirim kembali peralatan dan
personil dari lokasi proyek ke tempat semula.
b. Perawatan/Pemeliharaan Pekerjaan Selama Masa Pemeliharaan
Jika pada hasil akhir dari pekerjaan terdapat berbagai kerusakan, maka hal
tersebut dapat diperbaiki pada masa pemeliharaan pekerjaan.

2.4 Drainase

Satu hal yang lebih penting lagi dalam membangun sebuah dinding penahan
tanah adalah memadainya sistem drainase karena air yang berada di belakang
dinding penahan tanah mempunyai pengaruh pada stabilitas struktur. Drainase
berfungsi untuk mengalirkan air tanah yang berada di belakang dinding . Dinding
penahan yang tidak mempunyai sistem drainase yang baik dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan tanah aktif di belakang dinding, berkurangnya tekanan pasif di
depan dinding, berkurangnya resistansi friksional antara dasar dinding dan tanah
serta kuat geser tanah yang akhirnya akan berdampak pada berkurangnya daya
dukung tanah. Dapat disimpulkan bahwa dinding penahan tanah dengan sistem
drainase yang buruk akan menyebabkan runtuhnya struktur dinding penahan tanah.

Jenis Drainase pada Dinding Penahan Tanah

Drainase pada dinding penahan tanah dapat dibuat dari yang sederhana sampai
dengan yang lebih baik sesuai fungsi dinding penahan tanah. Adapun jenis drainase
dinding penahan tanah dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Drainase Dasar (Bottom Drain)

Drainase dasar adalah sistem drainase yang paling sederhana, bertujuan


mengumpulkan air yang berada di belakang dinding (air yang terdapat pada tanah
timbunan). Air yang terkumpul tersebut kemudian dialirkan ke depan dinding
melalui saluran yang menembus dinding penahan tanah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sistem drainase ini adalah :

 Cara ini tidak dianjurkan untuk tanah timbunan berupa tanah lempung atau
lanau, karena tanah tersebut mempunyai permeabilitas rendah sehingga
kecepatan aliran menuju sistem drainase menjadi lambat, akibatnya mungkin
tekanan air yang ada di bagian belakang dinding termobilisasi (terutama pada
saat hujan).
b. Drainase Punggung (Back Drain)

Sistem drainase ini lebih baik dibandingkan dengan sistem drainase dasar, dimana
pada sepanjang punggung dinding terdapat filter.
c. Drainase Inklinasi (Inclined Drain) dan Drainase Horizontal (Horizontal
Drain)

Kedua sistem drainase ini dimaksudkan untuk menghilangkan tekanan air pori
yang berlebihan dan merupakan pengembangan dari sistem drainase dasar. Pada
kedua sistem drainase ini, gaya aliran (seepage forces) berarah ke bawah menuju
sistem drainase
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dinding penahan tanah adalah struktur untuk menahan tekanan lateral tanah agar
struktur dibawah ataupun di atasnya tidak mengalami keruntuhan. Dinding penahan
tanah dibage menjadi beberapa jenis, stabilisasi eksternal seperti Gravity Walls,
Embedded Walls dan stabilisasi internal seperti Soil Nailing, Sheet Pile Wall. Dinding
penahan tanah dengan geosintetik diperlukan jika kondisi tanah yang memungkinkan
atau diperlukan perkuatan dengan geosintetik.

B. Saran
1. Sebelum pengerjaan di analisa terlebih dahulu kondisi tanah di lapangan, agar
dinding penahan tanah bisa disesuaikan untuk mencapai kekuatan yang optimal
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Turap, (Online), (https://www.ilmutekniksipil.com/teknik-


pondasi/turap), diakses 28 Februari 2019.
Berman. 2014. Dinding Penahan Tanah. Dari
https://www.scribd.com/document/197609883/Dinding-Penahan-Tanah
Departemen Pekerjaan Umum. 2009. Perencenaan dan Pelaksanana Perkuatan Tanah
Dengan Geosintetik.
Hairani. 2011. Drainase Pada Dinding Penahan Tanah. Dari
https://www.scribd.com/doc/69912926/Bab5-Drainase-Pada-Dinding-Penahan-
Tanah

Anda mungkin juga menyukai