Anda di halaman 1dari 50

BAB II

PENENTUAN KEJAHATAN PRAKTEK BISNIS BERKEDOK MULTI LEVEL


MARKETING (MLM) DALAM KEGIATAN PENYELENGGARAAN
PENJUALAN LANGSUNG DI INDONESIA

Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau

jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. 58 Secara historis

kata bisnis dari bahasa Inggris “business”, dari kata dasar “busy” yang berarti “sibuk”

dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk

mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak

swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran

para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan

sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua

bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan

meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang

bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan

sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah,

masyarakat umum, atau serikat pekerja.

58
Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert, Bisnis, Edisi ke-VIII, Jilid 1, (Jakarta : Erlangga,
2006), hal. 4, mengatakan bahwa : “Semua organisasi itu disebut bisnis (perusahaan) – organisasi yang
menyediakan barang atau jasa untuk dijual dengan maksud untuk mendapatkan laba. Tentu saja,
prospek mendapatkan laba – selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya bisnis – merupakan
pendorong orang-orang untuk memulai dan mengembangkan bisnis. Laba merupakan imbalan yang
didapat pemilik bisnis dari risiko yang diambil sewaktu menginvestasikan uang dan waktu mereka.
Hak untuk mengejar laba membedakan bisnis dari organisasi-organisasi lain seperti universitas, rumah
sakit, dan lembaga pemerintah, yang beroperasi dengan cara yang sama tetapi umumnya tidak
mengejar laba”.

Universitas Sumatera Utara


Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok

orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis”

sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung ruang lingkupnya –

penggunaansingular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu : kesatuan

yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.

Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya

“bisnis pertelevisian”. Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas

yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian,

definisi “bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.

Bisnis untuk mendapatkan keuntungan harus terlebih dahulu menjalankan

penjualan. Cara-cara orang atau perusahaan melakukan penjualan bermacam-macam,

yaitu : penjualan langsung dan penjualan tidak langsung. MLM misalnya

menggunakan cara penjualan langsung. Keunggulan bisnis dengan cara MLM adalah

cepat mendapatkan pembeli, namun dalam hal ini sering disalahgunakan kebanyakan

MLM hanya kedok belaka dan pada intinya pebisnis memainkan skema piramida

untuk meraup keuntungan sesaat.

A. Praktek Bisnis Berkedok Multi Level Marketing (MLM)

1. Skema Piramid

Skema Piramid (Pyramid Scheme) jika ditinjau dari segi kata terdiri dari kata

“skema” dan “piramid”. Skema merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa

Inggris, yaitu “schema” yang berarti bagan, rancangan atau rangka-rangka. Perluasan

makna skema dijelaskan dalam kamus A Dictionary of Reading yaitu suatu rencana

Universitas Sumatera Utara


terstruktur atau sistem yang konseptual untuk memahami sesuatu. 59 Sedangkan kata

piramid berasal dari nama bangunan makam raja-raja mesir kuno (fir’aun) yang

berbentuk limas atau menyerupai bentuk segitiga sama kaki. Skema Piramid dalam

konteks ini dikaitkan dengan praktek bisnis ilegal, yang berarti metode bisnis ilegal

terstruktur, dimana melibatkan sejumlah orang dan menempatkannya sedemikian

rupa sehingga mirip dengan bentuk piramid. Tujuan penggunaan skema ini adalah

untuk mendapat kekayaan atau keuntungan yang besar dalam waktu singkat dengan

cara-cara yang melanggar hukum.

Skema Piramid menurut World Federation of Direct Selling Association

(WFDSA) menyatakan bahwa 60 :

“Pyramid selling is a fraud. It is a mechanism by which promoters of so-


called ‘investment’ or ‘trading’ schemes enrich themselves in a geometric
progression through the payments made by recruits so such schemes. Related
deceitful schemes have been described in various international jurisdictions
as chain letters, chain selling, money games, referral selling, and investment
lotteries”.

Artinya, metode penjualan piramid adalah sebuah bentuk penipuan yang

dilakukan promotor dalam kegiatan yang disebut ‘investasi’ atau ‘perdagangan

(bisnis)’ dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri. Kekayaan tersebut diperoleh

59
A Dictionary of Reading (1981) sebagaimana dikutip Lilis Siti Sulistyaningsih, “Teori
Skema”, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Bahasa Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia,
tanpa tahun., hal. 2, yang menyatakan bahwa : “Dalam kamus A Dictionary of Reading (1981)
dijelaskan tentang makna skema sebagai berikut : 1) Skema adalah suatu pemberian yang
digeneralisasikan, suatu rencana atau struktur, seperti yang digunakan dalam kalimat “Skema proses
membaca setiap orang boleh dikatakan tidak pernah sama”; 2) Skema adalah suatu sistem yang
konseptual yang perlu untuk memahami sesuatu, contoh, skema tentang kebudayaan yang dimiliki oleh
si A dapat menolong pemahamannya dalam bidang bahasa; 3) Skema adalah suatu cerita yang
melahirkan kenyataan yang disimpan dalam pikiran, tetapi tidak ditransformasikan lewat pikiran
(piaget)”.
60
Website Resmi World Federation of Direct Selling Association,
www.wfdsa.org/legal_reg/., diakses pada 28 April 2014.

Universitas Sumatera Utara


dari pembayaran dana oleh barisan orang yang dibentuk melalui sistem rekruitmen,

dan menempatkannya sedemikian rupa hingga membentuk sebuah piramid. Skema

Piramid dalam berbagai yurisdiksi international dikenal dalam praktik surat berantai,

penjualan berantai, permainan uang, penjualan bujukan dan investasi perjudian.

Menurut Andrias Harefa, Skema Piramid merupakan sistem bisnis ilegal,

dimana keuntungan yang diperoleh sejumlah orang yang berada pada posisi atas

piramid (anggota lama) dibayarkan dari dana sejumlah orang yang berada pada posisi

bawah piramid (anggota baru). 61 Oleh karena itu, Skema Piramid diartikan pula

sebagai sistem investasi palsu yang membayar peserta lama dari uang peserta baru

yang direkrutnya, bukan dari laba yang riil. Skema ini ditakdirkan untuk runtuh,

sebab pendapatan jika, ada akan kurang untuk pembayaran para peserta. Keilegalan

Skema Piramid terletak pada timbulnya kerugian nasabah pada level terbawah atas

hilangnya sejumlah uang yang diinvestasikan ke dalam bisnis tersebut.

Skema Piramid berasal dari Skema Ponzi yang dimodifikasi. Kedua skema

apabila digunakan akan mirip bentuk piramid, karena keuntungan yang dijanjikan

pada para peserta diperoleh dari sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta baru.

Posisi peserta baru yang jumlahnya lebih banyak ditempatkan di bagian bawah

piramid, sebaliknya posisi peserta lama yang jumlahnya lebih sedikit ditempatkan di

bagian atas piramid, sedangkan promotor atau founder (pendiri) dari skema ini berada

pada posisi paling atas (puncak) piramid. Setiap dana yang ditempatkan dalam skema

akan disisihkan lebih banyak untuk promotor dan sisanya untuk diputar pada peserta

yang berada di bawahnya.

61
Andrias Harefa, Menapaki Jalan DS-MLM, (Yogyakarta : Gradien Books, 2007), hal. 84.

Universitas Sumatera Utara


Skema Piramid meskipun terkait erat dengan Skema Ponzi, keduanya masih

dapat dibedakan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Debra A. Valentine, bahwa :

“A Ponzi Scheme is closely related to a Pyramid because it revolves around


continuous recruiting, but in a Ponzi scheme the promoter generally has no
product to sell and pays no commission to investors who recruit new
members. Instead, the promoter collects payments from a stream of people,
promising them all the same high rate of return on a short-term investment”. 62

Dalam artian bebas, sebagai berikut : Skema Ponzi sebenarnya berbentuk

piramida, tetapi juga mempunyai beberapa perbedaan penting dengan skema

piramida. Persyaratan Skema Ponzi adalah dengan promosi akan adanya awal, atau

seolah-olah ada, suatu peluang investasi yang riil. Seringkali hal ini melibatkan

pembangunan sumber daya yang bernilai tinggi seperti minyak bumi, gas alam,

mineral, pertambangan, real estate, dan sebagainya, dan apa yang dipromosikan

sering memang benar-benar ada. Sang promotor memiliki sebuah pertambangan, atau

mempunyai investasi di bidang properti, namun, jika sumber daya itu memang betul

ada, si promotor telah melipatgandakan nilainya (overvalued), di sisi lain, aset dan

sumber daya yang menjadi dasar peluang investasi sesungguhnya hanya khayalan

semata si promotor. Skenario berikutnya, promotor mencoba meyakinkan investor

bahwa aset tersebut dapat lebih dikembangkan dengan tambahan modal, dan si

promotor akan berbagai keuntungan dengan investor. Hal ini memberikan gambaran

bahwa dividen tersebut merupakan keuntungan yang diperoleh dari suksesnya

pengembangan investasi yang dilakukan, padahal yang sesungguhnya pengembangan

investasi yang dilakukan, padahal yang sesungguhnya terjadi adalah promotor hanya

62
Debra A. Valentine, Op.cit.

Universitas Sumatera Utara


mengembalikan sebagian uang investor kepada mereka. Langkah ini akan

menimbulkan dua hal, pertama para investor awal akan menambah saham

operasinya, kedua akan ada investor baru yang tertarik dengan skema ini. Proses

pembayaran dividen terus berlanjut dan semakin banyak investor baru yang

berdatangan sampai penipuan ini terbuka atau promotor diam-diam melarikan diri

dengan membawa dana investasi. Sedangkan Skema Piramida mencakup seseorang

yang membuat investasi dengan hak untuk memperoleh kompensasi dalam

menemukan dan memperkenalkan partisipan lain ke dalam skema. Ada saling

pengertian yang jelas antar partisipan bahwa suksesnya peluang yang ada tergantung

pada bergabungnya partisipan-partisipan lain.

Inti dari kedua penjelasan tersebut adalah seorang anggota dalam Skema

Ponzi tidak diharuskan untuk merekrut anggota baru, juga tidak dijanjikan komisi

meskipun ia melakukan perekrutan. Setiap orang memperoleh janji keuntungan yang

tingkatnya sama, namun yang sungguh-sungguh mendapat keuntungan hanya orang

yang bergabung lebih awal. Sebaliknya, dalam Skema Piramid keuntungan seseorang

dikaitkan dengan banyaknya jumlah anggota baru yang direkrut oleh dirinya dan

downline-nya. Semakin banyak downline seseorang, maka keuntungan yang

diperoleh akan semakin tinggi. Kedua skema meskipun berbeda dalam hal besarnya

pembagian keuntungan, namun dipastikan akan runtuh dan merugikan banyak orang

secara finansial. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Debra A. Valentine, sebagai

berikut 63 :

63
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


“Both Ponzi schemes and Pyramids are quiete seductive because they may be
able to deliver a high rate of return to a few early investors for a short period
of time. Yet, both pyramid and Ponzi are illegal because they inevitably must
fall apart. No program can recruit new members forever. Every pyramid or
Ponzi scheme collapses because it cannot expand beyond the size of the
earth’s population. When the scheme collapse, most investors find themselves
at the bottom, unable to recoup their lossesi”.

Istilah lain dari program Skema Piramid adalah praktik penggandaan uang,

money game, arisan berantai, bisnis berkedok MLM, investasi berantai, dan lain-lain.

Skema Piramid umumnya diterapkan dalam bisnis berkedok MLM, dimana Skema

Piramid tersebut disembunyikan dengan menggunakan kedok MLM untuk menipu

masyarakat agar promotor dapat mencapai tujuan.

Bisnis MLM murni dan bisnis berkedok MLM sering kali diidentikkan karena

keduanya sama-sama menerapkan sistem perekrutan anggota baru dalam praktiknya,

namun demikian, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya terkait dengan sistem

perekrutan tersebut. Perusahaan MLM murni menggunakan sistem perekrutan sebagai

sarana untuk membangun jaringan pelanggan melalui kinerja mitra usahanya dalam

pemasaran produk. Penerapan sistem perekrutan dalam bisnis MLM murni ditujukan

untuk membentuk sebuah organisasi bisnis yang solid dan produktif. Berdasarkan

produktivitas dalam penjualan produk kepada konsumen akhir inilah perusahaan

MLM murni memberikan penghasilan yang layak kepada mitra usahanya. Hal

tersebut bertolak belakang dalam bisnis berkedok MLM yang menggunakan biaya

pendaftaran peserta yang direkrut sebagai satu-satunya sumber penghasilan.

Akibatnya, bukan jaringan pelanggan atau organisasi penjualan yang hendak

dibentuk, tetapi jaringan korban. Bisnis berkedok MLM dapat bertahan hanya apabila

Universitas Sumatera Utara


peserta selalu menambah member-member baru atau membuat membernya terus-

menerus menanamkan uangnya. 64

Biaya pendaftaran dalam bisnis berkedok MLM merupakan komoditi yang

dituju promotor untuk menghimpun keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat.

Biaya tersebut dipatok dalam jumlah yang relatif tinggi, namun jumlah tersebut akan

menjadi tidak berarti jika dibandingkan dengan keuntungan yang dijanjikan.

Promotor bisnis berkedok MLM umumnya adalah ahli psikologi kelompok, mereka

menciptakan suasana hingar bingar dan antusias dimana terjadi tekanan kelompok

serta janji-janji kemudahan memperoleh uang sehingga menimbulkan kekhawatiran

akan hilangnya suatu peluang baik.

Seorang mitra usaha dalam perusahaan MLM murni juga dikenakanbiaya

pendaftaran pada saat awal bergabung, namun jumlahnya relatif kecil dan umumnya

dapat dijangkau oleh semua orang. Biaya tersebut lebih bersifat administratif dan

sangat realistis untuk sebuah starter kit (katalog produk, kaset, marketing plan, buku

pedoman distributor, sample produk, dan lain sebagainya), yaitu peralatan yang

diberikan perusahaan untuk keperluan mitra usaha dalam memasarkan produk kepada

konsumen. Setiap mitra usaha yang mensponsori anggota baru tidak memperoleh

keuntungan sepeser pun dari biaya pendaftaran yang dikeluarkan oleh anggotanya

tersebut. Artinya, biaya pendaftaran dalam bisnis MLM murni bukanlah wadah

keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. 65

64
Edy Zaques (Editor), “Membedakan Bisnis DS-MLM dengan Money Game”, Info APLI,
Edisi XXX (Okt-Des, 2005), hal. 8.
65
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 88.

Universitas Sumatera Utara


Keuntungan suatu perusahaan MLM diperoleh dari omset penjualan,

sedangkan komisi mitra usaha didasarkan atas jasanya dalam menjual produk kepada

konsumen. Setiap mitra usaha dalam perusahaan MLM memiliki peluang yang sama

untuk meraih kesuksesan sesuai dengan hasil kerja keras mereka masing-masing. Hal

ini seperti yang pernah ditanyakan oleh Debra A. Valentine, sebagai berikut 66 :

“Multilevel marketing programs are known as MLM’s, and unlike pyramid or


Ponzi schemes, MLM’s have a real product to sell. More importantly, MLM’s
actually sell their product to members of the general public, without requiring
these consumers to pay anything extra or to join the MLM system. MLM’s
may pay commissions to a long string of distributors, but these commission
are paid for real retail sales, not for new recruits”.

Bisnis berkedok MLM pada mulanya diselenggarakan tanpa produk yang

jelas, namun, dalam perkembangannya selanjutnya juga menyertakan produk-produk

tertentu untuk lebih meyakinkan calon anggota, sekaligus untuk menyamarkan Skema

Piramidnya. Serangkaian produk disediakan dan diklaim untuk dipasarkan langsung

ke konsumen, namun, harga yang ditetapkan untuk produk tersebut terlalu tinggi dan

tidak realistis. Produk tersebut sama sekali tidak bisa bersaing dengan produk sejenis

yang dijual di pasaran, sebab harganya tidak sebanding dengan mutunya. Bisnis

berkedok MLM yang tidak terlalu mudah diidentifikasi sering menggunakan produk

yang biaya produksinya rendah. Produk tersebut diklain sebagai produk ajaib hasil

inovasi atau pengobatan eksotik yang pada intinya kualitas produk terlalu dilebih-

lebihkan oleh promotor, tidak sesuai dengan kualitas asli, bahkan sebenarnya tidak

layak untuk dikonsumsi. Produk dalam bisnis berkedok MLM biasanya diberikan

sebagai ganti biaya pendaftaran yang telah dibayar oleh setiap anggota. Pada

66
Debra A. Valentine, Op.cit.

Universitas Sumatera Utara


kenyataannya modal yang dikeluarkan oleh anggota jauh lebih tinggi dibanding nilai

produk, dan dipastikan tidak ada orang yang bersedia membeli produk tersebut

seharga modal yang telah dikeluarkan. Ilustrasinya, seorang anggota mungkin harus

membeli produk obat-obatan yang dikatakan mujarab tetapi sesungguhnya tidak

bermanfaat senilai Rp. 2 juta. Ia dipastikan tidak akan berhasil menjual obat tersebut

kepada orang lain, sebab tidak rasional sama sekali untuk mengeluarkan uang sebesar

Rp. 2 juta untuk obat yang belum jelas khasiatnya. Ia juga tidak mungkin

mengembalikan obat tersebut kepada perusahaan untuk meminta kembali uang Rp. 2

juta-nya, sebab perusahaan tidak memberikan jaminan untuk membeli kembali dan

produk tersebut memang tidak dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan

manfaatnya. Satu-satunya cara untuk mengembalikan modal atau mendapat

keuntungan yang lebih besar adalah dengan merekrut banyak peserta baru.

Berbeda dengan perusahaan berkedok MLM, perusahaan MLM murni tidak

pernah mewajibkan distributornya untuk membeli produk secara berlebihan dalam

jumlah besar, hanya menganjurkan untuk mempertahankan sejumlah stok sesuai

dengan kemampuan distributor yang memasarkannya dalam periode tertentu (anjuran

ini hanya demi kepentingan si distributor sendiri, agar mudah memasarkan produk

dan tidak membuat konsumen yang berminat harus menunggu lama). Perusahaan

MLM murni memberikan jaminan untuk membeli kembali atau menukar produk yang

sulit untuk dipasarkan oleh mitra usaha. Dengan demikian mitra usaha tidak akan

dirugikn atas modal yang dikeluarkannya. 67

67
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 91.

Universitas Sumatera Utara


Perusahaan MLM yang terkemuka (seperti CNI atau Amway) bahkan lebih

mengutamakan kepuasan pelangan (consumer satisfaction) dengan memberi jaminan

uang kembali (money back guarantee), dimana konsumen dapat mengembalikan atau

menukar produk yang telah dibeli dalam waktu tertentu pada distributor yang

memasarkan, apabila produk tersebut ternyata tidak memuaskan. Garansi uang

kembali bagi konsumen yang tidak puas, dengan alasan apapun, menunjukkan

kepercayaan diri yang tinggi terhadap kualitas produk perusahaan. Hal ini

menggambarkan bahwa produk-produk yang diperdagangkan dalam bisnis MLM

tidak hanya dapat dijual, tetapi sungguh-sungguh dapat dijual kepada publik. 68

Perusahaan MLM yang sah dan bertanggungjawab dimungkinkan untuk

berumur panjang. Perusahaan MLM terkemuka seperti Amway dan CNI telah

beroperasi selama puluhan tahun hingga sekarang karena memang terbukti

merupakan usaha yang tidak saja patuh hukum (legal), tetapi juga memegang teguh

etika bisnis (kode etik dan aturan prilaku yang berlaku secara internasional).

Sebaliknya pada perusahaan-perusahaan berkedok MLM, dipastikan berumur singkat.

Tidak satupun perusahaan dengan menggunakan Skema Piramid di dunia ini yang

berumur panjang, sebab tidak ada program yang bisa merekrut anggota selamanya.

Kebanyakan dari perusahaan Skema Piramid hanya dapat bertahan dalam hitungan

hari, minggu atau bulan, tergantung seberapa jauh penegakanhukum benar-benar

dijalankan aparat yang berwenang untuk itu. 69

68
Ibid., hal. 167.
69
Ibid., hal. 85-86.

Universitas Sumatera Utara


2. Sejarah Skema Piramid dan Perkembangannya di Indonesia

Musuh industri MLM adalah program Skema Piramid. Program Skema

Piramida selalu muncul di saat industri DS-MLM mengalami perkembangan. Hal ini

terjadi di negara manapun, dimana pada saat industri MLM berkembang dan menaruh

minat banyak orang, maka Skema Piramid memanfaatkan trend tersebut untuk

menghimpun keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya dari

masyarakat. 70

Penyelewengan sistem MLM tampak dalam Skema Piramid, dan menurut

Patric Sullivan, Presiden Direktur Amway Indonesia, mengatakan bahwa : “Beberapa

perusahaan telah menggunakan Skema Piramid dan juga Investasi Surat Berantai

pada tahun 1960-an, seperti Koscot, Bestline, Nutribio, Dare-to-be-Great dan lain-

lain”. 71 Ada pendapat bahwa hal ini telah dilakukan sejak tahun 1920-an dan

mengkaitkannya dengan Skema Ponzi (Ponzi Scheme) yang diambil dari nama pelaku

utamanya Carlo Ponzi.

Carlo Pietro Giovanni Guglielmo Tebaldo Ponzi atau dikenal juga dengan

nama Charles Ponzi adalah seorang imigran asal Italia yang lahir pada tanggal 03

Maret 1882. Ponzi dikenal sebagai salah satu penipu terbesar dalam sejarah Amerika

Serikat. Ponzi mulai pindah dari Italia dan menetap di Kanada pada tahun 1903,

disana ia pernah dua kali masuk penjara karena terlibat kasus pemalsuan dan

penipuan. Setelah dibebaskan dari penjara Kanada, Ponzi kemudian pindah ke Boston

70
Edy Zaqeus, Op.cit., hal. 8.
71
Andrias Harefa, Op.cit., hal. 87.

Universitas Sumatera Utara


pada tahun 1920. Ia kemudian menemukan sebuah cara untuk mendapatkan banyak

uang dengan cara menjual Postal Reply Coupons (PRC). 72

PRC diterbitkan di bawah Universal Postal Convention (Konvensi Pos

Sedunia) yang pada masa itu digunakan dalam surat-menyurat internasional sebagai

pengganti perangko untuk pengiriman surat atau barang. 73 Misalkan A di sebuah

negara mengirim surat kepada B (biasanya perusahaan atau badan lainnya) yang

berada di negara lain untuk memesan suatu barang, B mensyaratkan setiap

pemesanan barang harus disertai PRC. PRC tersebut bisa ditukarkan dengan perangko

untuk mengirim barang-barang yang diminta kliennya melalui jasa pos, maksudnya

agar B tidak dibebani biaya perangko karena A sudah menyediakannya dalam bentuk

PRC. PRC tersebut juga bisa diuangkan.

Inflasi di Eropa cukup tinggi pasca Perang Dunia II, sehingga terjadi

perbedaan biaya pengiriman lewat pos dari Amerika Serikat ke Eropa dengan dari

Eropa ke Amerika Serikat. Akibatnya, PRC yang dijual di Italia atau di Eropa

harganya lebih rendah dibandingkan dengan di Amerika Serikat. Ide Ponzi adalah

membeli PRC dari Italia, kemudian diuangkan di Amerika Serikat. Ponzi selanjutnya

mendirikan The Security Exchange Company (1920) di Boston dan

memperkenalkannya sebagai usaha spekulasi perangko. Ia menggalang dana melalui

agen-agen yang diberinya komisi tinggi untuk mengajak masyarakat

menginvestasikan uang dengan janji pembayaran bunga sebesar 40% dalam waktu 90

72
Benni Sinaga, Rahasia Gelap di Bursa Saham, Cet. I, (Jakarta : Gerrmedia Pressindo,
2013), hal. 93-94.
73
Debra A. Valentine, “General Counsel for The US. Federal Trade Commission Pyramid
Schemes, presented at the International Monetary Fund’s Seminar on Current Legal Issues Affecting
Central Banks”, Washington DC, 14 May 1998.

Universitas Sumatera Utara


hari, sementara itu, bank hanya mampu memberi bunga sebesar 5% per tahun.

Tawaran Ponzi berhasil memikat banyak orang dan hanya dalam waktu 4 bulan,

Ponzi mampu mengumpulkan dana sebesar $. 420.000 (setara dengan 620 Kg emas)

dari para investornya. Perusahaan Ponzi semakin terkenal dan mendapatkan banyak

dana investasi setelah harian The Boston Post menerbitkan artikel yang berisi

pandangan positif terhadap bisnis Ponzi.

Ide Ponzi sesungguhnya telah gagal sejak awal. Hal ini disebabkan karena

jumlah investasi yang diterima Ponzi tidak sesuai dengan PRC yang beredar, dan

PRC sendiri tidak dapat dibeli dalam jumlah banyak. Ponzi kemudian menemukan

ide baru, yaitu membayar uang investor lama dari uang investor baru. Metode ini

diberinya nama bubble burst. Ide tersebut pada mulanya berjalan dengan lancar,

sebab jumlah investor di perusahaan Ponzi mengalami peningkatan. Dana baru yang

masuk bisa menutup pembayaran bunga kepada investor lama, dan kebanyakan dari

investor Ponzi tidak mengambil bunga dari investasinya melainkan menanamnya

kembali. Ponzi selanjutnya menyimpan seluruh uang nasabahnya di sebuah bank

bernama Hanover Trust Bank, dan dengan uang tersebut ia dapat menerima bunga

sebesar 5% yang merupakan keuntungan riil dari Security Exchange Company (SEC).

Pola bisnis Ponzi ternyata telah menarik perhatian Clarence Barron, seorang

analis keuangan. Berdasarkan penelitiannya, Barron kemudian menuliskan sebuah

artikel dalam harian The Boston Post yang berisi analisa bahwa pola bisnis Ponzi di

SEC secara finansial tidak mungkin menguntungkan. Tidak ada kecocokan antara

volume PRC dengan keuntungan yang dijanjikan Ponzi kepada nasabahnya. Berita ini

Universitas Sumatera Utara


sempat membuat beberapa investor menarik dananya dari SEC, dan mereka mendapat

pengembalian dana dari cek Hanover Trust Bank.

William McMasters, seorang Public Relation (PR) di SEC juga menyimpan

kecurigaan terhadap bisnis Ponzi, terutama mengenai pendepositoan uang nasabah di

Hanover Trust Bank yang hanya mendapat bunga sebesar 5% per tahun, sedangkan

SEC sendiri memberi bunga sebesar 40% dalam waktu 90 hari. Kecurigaan tersebut

mendorong McMasters untuk mengundurkan diri dari SEC. McMasters juga

menuliskan sebuah artikel dalam harian The Boston Post yang berisi pernyataan

bahwa SEC sesungguhnya telah pailit, sebab asetnya tidak mencukupi jumlah yang

harus dibayarkan kepada nasabah. Berita ini kembali membuat para investor

melakukan penarikan dana secara besar-besaran. Penarikan ini kemudian terhenti

ketika jumlah saldo Ponzi di Hanover Trust Bank tidak lagi mencukupi pembayaran

kepada para investor SEC.

Pemerintah AS kemudian menginvestigasi usaha Ponzi, dan hasilnya

menyatakan bahwa Ponzi telah bangkrut. Aset yang dimiliki Ponzi hanya sekitar

US$. 1,6 juta jauh di bawah nilai hutangnya pada para investor. Ponzi akhirnya

dijatuhi hukuman penjara selama 5 (lima) tahun oleh Pengadilan Federal dengan

tuduhan penipuan melalui surat.

Skema Ponzi menjadi sangat terkenal dan sekaligus mengilhami orang-orang

yang tidak bertanggungjawab untuk mengadopsinya ke dalam berbagai jenis bisnis,

tidak terkecuali MLM. Pengadopsian Skema Ponzi ke dalam bisnis MLM kemudian

melahirkan skema jenis baru, yaitu Skema Piramid.

Universitas Sumatera Utara


Skema Piramid mulai dipraktekkan oleh Glenn Wesley Turner di perusahaan

Kosmetics Company of Tommorrow (Koscot) Interplanetary, Inc., yang ia dirikan

pada tahun 1967 di Florida, Amerika Serikat. Turner memperkenalkan Koscot

sebagai perusahaan berbasis MLM yang memperjualbelikan alat-alat kosmetik.

Program MLM Turner memiliki empat tingkat distributor dari tingkat paling rendah

adalah peserta potensial yang dimungkinkan untuk masuk pada salah satu dari tiga

tingkat di atasnya yaitu beauty advisor, supervisor dan director. 74

Setiap anggota diharuskan berinvestasi awal dalam jumlah tertentu yang

nilainya relatif besar. Investasi tersebut memberikan hak bagi setiap anggota untuk

dapat merekrut anggota baru. Perusahaan selanjutnya memberikan sejumlah produk

kosmetik untuk dipasarkan ke konsumen dari investasi awal yang dibayarkan dan

menjanjikan komisi kepada setiap anggota yang berhasil merekrut anggota baru.

Pemberian komisi tersebut ternyata diperoleh dari investasi yang dibayarkan oleh

anggota baru. Akibatnya, para anggota lebih fokus melakukan perekrutan terus-

menerus demi mendapat komisi daripada harus menjual produk ke konsumen. Produk

yang gagal dipasarkan ke konsumen akhirnya menjadi penumpukan stok bagi

distributor. Koscot sendiri tidak memberi jaminan untuk membeli kembali stok yang

tidak berhasil dipasarkan oleh distributor, sebab pembayaran komisi dibayarkan dari

investasi anggota. Artinya, para distributor bertanggungjawab atas produk kosmetik

yang diinvestasikan harus dapat dijual ke konsumen. 75

74
86 FTC. 1106, “In The Matter of Koscot Interplanetary, Inc.”, Order, Opinion Etc., in
Regard to Alleged Violation of The Federal Trade Commission Act and Sec. 2 of Clayton Act.
75
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Tuner juga mendirikan perusahaan Dare To Be Great sebagai badan pelatihan

para anggota atau calon anggota Koscot yang memaparkan kesuksesan dan kekayaan

yang menanti mereka. Tujuan akhir dari pelatihan ini adalah membujuk para anggota

atau calon anggota untuk membeli paket kosmetik yang tersedia di Koscot. 76

Bisnis MLM Turner selanjutnya diinvestigasi pada tahun 1972 berdasarkan

pengaduan dari para distributor Koscot ke Federal Trade Commission (FTC), yaitu

sebuah Komisi Perdagangan di Amerika Serikat yang melakukan fungsi inti

pemerintahan dalam mengawasi penyelenggaraan pasar bebas. Pada tanggal 18

November 1975, FTC akhirnya memutus sistem yang digunakan Koscot adalah ilegal

(Pyramid Scheme). 77 Keputusan FTC tersebut (Koscot 86 FTC at 1106) kemudian

menjadi sumber hukum (common law) di Amerika Serikat untuk menentukan

karakteristik suatu perusahaan yang tergolong menggunakan Pyramid Scheme. 78

Praktek bisnis dengan konsep Skema Piramid di Indonesia juga berasal dari

Skema Ponzi yang pertama kali diterapkan oleh Jusup Handojo Ongkowidjaja dalam

Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM) yang didirikannya pada tahun 1987 di

Jakarta. Ongko memperkenalkan YKAM sebagai usaha “tabung-pinjam gotong

royong” yang menawarkan paket kredit sebesar Rp. 5 juta tanpa bersusah payah.

Syaratnya para peserta cukup membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 50 ribu, dan

menyetor tabungan Rp. 30 ribu sebanyak 7 (tujuh) kali dalam waktu satu bulan.

Pengembalian pinjaman Rp. 5 juta tersebut dapat diangsur selama 15 tahun, dan jika

sudah lunas peminjam juga dijanjikan bonus sebesar Rp. 9,6 juta. Tawaran ini

76
Ibid.
77
Ibid.
78
Debra A. Valentine, Op.cit.

Universitas Sumatera Utara


berhasil memikat banyak orang, anggota YKAM sampai bulan Februari 1988

mencapai lebih dari 44.000 orang dengan paket terdaftar sebanyak 70.000 buah,

tersebar di Jakarta dan 27 kota lainnya. 79

Selanjutnya, usaha YKAM hanya bertahan sampai bulan Februari 1988. Pada

saat itu, Ongko sedang mengalami kesulitan dalam mencairkan paket kredit yang

sudah jatuh tempo. Rencana pencairan sekitar 291 paket kredit yang berjumlah lebih

dari Rp. 1 miliar gagal, sebab pada saat itu uang yang ada di kas YKAM hanya Rp.

30 juta. Para anggota menjelang hari jatuh tempo seperti biasa mendatangi kantor

YKAM untuk meminta pembagian paket pinjaman. Ongko yang pada saat itu tidak

dapat mengabulkan pencairan paket terpaksa menyerahkan diri ke Polisi. Ia ditahan

dan kemudian kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 80

Hasil pemeriksaan di pengadilan menyatakan Ongko telah menghimpun dana

sebesar Rp. 18 miliar melalui YKAM, tetapi yang sempat menikmati paket kredit

Ongko hanya 2337 orang yang totalnya Rp. 12 miliar, sehingga sisanya Rp. 6 miliar

dinyatakan telah dikorupsi oleh Ongko. Ongko akhirnya divonis 15 tahun penjara

dnegan tuduhan melakukan penipuan tindak pidana korupsi, sampai di tingkat kasasi

vonis yang dijatuhkan tetap tidak berubah. 81

Skema Ponzi terapan Ongko ternyata juga telah mengilhami sejumlah orang

yang tidak bermoral untuk mengadopsinya ke dalam berbagai jenis bisnis di

79
Harian Suara Merdeka, “Belajar Dari Kasus CV Medical”, diterbitkan Senin, 25 April
2005. Lihat juga : Majalah Tempo, diterbitkan Sabtu, 20 Februari 1988.
80
Ibid.
81
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Indonesia. Adapun praketk bisnis dengan metode yang pernah beroperasi di

Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.
Daftar Perusahaan Yang Menggunakan Skema Ponzi

NO. NAMA PERUSAHAAN TAHUN

1. PT. Multi Jaya Indovesco 1992


2. PT. Suti Kelola 1992
3. Arisan Danasonik 1995
4. PT. Banyumas Mulya Abadi 1996
5. Kospin 1998
6. Yoshiro 1998
7. PT. Era Catur Wicaksana atau New Era 21 1999
8. PT. Inter Jasa Perkasa 1999
9. Citra Keluarga Sejahtera Sentosa 1999
10. Hidup Gembira Awet Muda atau Higam Net 1999
11. PT. Rosindo 1999
12. PT. Promail 2000
13. PT. Probest International 2000
14. PT. Qurnia Subur Alam Raya 2001
15. PT. Adess Sumber Hidup Dinamika 2003
16. YAMI 2002
17. PT. Goldquest 2003
18. Golden Saving 2003
19. Ibist 2007
20. TVI Express 2011
21. Dan lain-lain ---

Sumber : Data Sekunder yang diolah.

Masyarakat Indonesia yang menjadi korban praktek-praktek ilegal tersebut

diperkirakan berjumlah lebih dari puluhan ribu jiwa dnegan total kerugian mencapai

puluhan triliun rupiah.

Universitas Sumatera Utara


3. Sistem Kerja Skema Piramid

Skema Piramid adalah metode yang digunakan dalam bisnis ilegal dengan

melibatkan pertukaran uang terutama untuk mendaftarkan orang lain ke dalam skema.

Bisnis dengan Skema Piramid umumnya tidak menyediakan produk berupa barang

dan/atau jasa untuk ditawarkan. Adakalanya bisnis ini juga menyediakan produk,

namun produk tersebut hanya untuk menyamarkan penipuan agar terlihat seperti

bisnis yang riil. Sistem kerja Skema Piramid dapat digambarkan seperti contoh di

bawah ini 82 :

BIAYA PENDAFTARAN RP. 5 JT #


Level 1 Rp. 1,5 jt x 3 = Rp. 4,5 jt # # #
Level 2 Rp. 300 rb x 9 = Rp. 2,7 jt ### ### ###
Level 3 Rp. 300 rb x 27 = Rp. 8,1 jt ######### ######### #########
Level 4 Rp. 300 rb x 81 = Rp. 24,3 jt (27#) (27#) (27#)
--------------+
Rp. 39,6 jt

Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa setiap peserta harus membayar

sebesar Rp. 5 jt untuk bergabung, dan setiap peserta dapat merekrut beberapa peserta

baru. Contoh skema di atas terdiri dari lima level, dan setiap peserta sampai level

keempat masing-masing berhasil merekrut 3 downline. Setiap peserta akan dibayar

Rp. 1,5 jt dari setiap downline yang direkrutnya sendiri, dan akan diberikan bonus Rp.

300 rb untuk setiap peserta baru yang berhasil direkrut oleh jaringannya. 83

Peserta pada level pertama berdasarkan skema di atas terlihat mendapat

peluang yang lebih besar untuk memperoleh keuntungan. Promotor (pendiri

perusahaan) Skema Piramid selalu meyakinkan setiap peserta bahwa mereka bisa

82
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 85-86.
83
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


menduduki level pertama, dan bahwa ia harus mempertimbangkan dirinya berada di

bagian atas matriks. Perspektif ini menunjukkan bahwa orang yang berada pada level

pertama dapat memperoleh Rp. 39,6 jt dari investasi sebesar Rp. 5 jt, keuntungan ini

berarti ada sebesar 792%. Tawaran ini sangat menggiurkan dan patut

dipertimbangkan. Pertimbangan tersebut menjadi alasan utama mengapa banyak

orang memilih untuk bergabung. 84

Analisa selanjutnya dari skema di atas adalah dengan melihat puncak matriks.

Puncak matriks diduduki peserta level pertama, tetapi sesungguhnya promotor berada

di tempat yang lebih atas dari peserta level pertama. Promotor memandang setiap

anggota baru sebagai alat spekulasi keuntungan, dan membayarkan sedikit beban

untuk sebagian peserta dari pendapatan yang mengalir padanya. Promotor akan

menerima Rp. 5 jt untuk setiap pendaftaran peserta baru, dan paling banyak ia harus

membayar Rp. 2,4 jt untuk setiap peserta (komisi ditambah bonus). Jadi, promotor

akan menerima Rp. 5 jt dari setiap anggota, akan tetapi ia hanya harus membayar Rp.

1,5 jt untuk setiap anggota baru yang berhasil direkrut langsung oleh peserta, dan

membayar bonus Rp. 300 rb kepada upline yang jaringannya berhasil merekrut

seorang anggota baru. Kesimpulannya, promotor akan mengantongi lebih dari

setengah jumlah biaya pendaftaran keanggotaan. 85

Analisa selanjutnya jika diasumsikan skema ini ambruk setelah level kelima

terisi, maka promotor akan menerima keuntungan sebagai berikut :

a. “Rp. 5 jt dari biaya pendaftaran yang dikeluarkan peserta pertama;

84
Ibid.
85
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


b. Rp. 10,5 jt dari 3 orang peserta level kedua (3 x Rp. 5 jt dikurangi komisi
peserta level pertama 3 x Rp. 5 jt);
c. Rp. 28,8 jt dari 9 orang peserta level ketiga (9 x Rp. 5 jt dikurangi komisi
level kedua 9 x Rp. 1,5 jt dikurangi bonus level pertama 9 x Rp. 300 rb);
d. Rp. 78,3 jt dari 27 orang peserta level keempat (27 x Rp. 5 jt dikurangi
komisi level ketiga 27 x Rp. 1,5 jt dikurangi bonus level kedua 27 x Rp.
300 rb dikurangi bonus level pertama 27 x Rp. 300 rb);
e. Rp. 210,6 jt dari 81 orang peserta level kelima (81 x Rp. 5 jt dikurangi
komisi level keempat 81 x Rp. 1,5 jt dikurangi bonus level ketiga 81 x Rp.
300 rb dikurangi bonus level kedua 81 x Rp. 300 rb dikurangi bonus level
pertama 81 x Rp. 300 rb).
Total dana yang berhasil mengalir ke promotor adalah Rp. 333,2 jt dan dana
tersebut diperolehnya hanya dengan merekrut peserta level pertama saja”. 86

Analisa selanjutnya adalah dengan melihat dari sudut pandang korban, setelah

seluruh Skema Piramid runtuh. Korban pada level kelima (paling bawah piramida)

yang awalnya merasa memiliki peluang untuk menjadi level pertama seketika

menyadari bahwa sebenarnya ia berada di bagian bawah. Ia tidak mampu menemukan

orang yang tertarik untuk direkrut sebagai downline-nya. Hitungan matematis

menunjukkan bahwa korban terbanyak dari keruntuhan Skema Piramid adalah orang

yang berada pada level terbawah, setidaknya 70% anggota berada pada level

terbawah tanpa sarana untuk memperoleh keuntungan. Masing-masing dari mereka

akan kehilangan Rp. 5 jt, bahkan sering kali orang yang berada satu tingkat di atas

level terbawah piramida tidak dapat mengembalikan modalnya secara utuh. Hal ini

semakin menambahkan jumlah korban menjadi sekitar 89% dari anggota Skema

Piramid (dalam contoh skema di atas adalah 108 orang dari 121 anggota) ditakdirkan

untuk kehilangan uangnya. 87

86
Ibid.
87
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Mengenai Skema Piramid di atas, Andrias Harefa pernah mengemukakan 3

(tiga) hal sebagai berikut 88 :

a. “Skema ini menempatkan pesertanya sebagai pecundang (loser), sejumlah


besar pecundang membayar kepada sedikit pemenang (winner). Hal ini
sangat mirip, bahkan lebih kejam dari permainan judi (terutama karena
peserta tidak sadar dilibatkan dalam semacam pertaruhan);
b. Perusahaan dan peserta (yang sadar maupun tidak sadar) harus menipu
orang yang mereka rekrut, sebab bila sistem ini dijelaskan secara logis dan
tuntas, tidak akan banyak orang yang berminat mengikutinya;
c. Sistem ini bersifat melawan hukum (ilegal) dan di banyak negara, pemilik
perusahaan, dan peserta ditangkap, didenda, dan dipenjara karena
menjalankan sistem ini”.

Dengan demikian, pelaku bisnis berkedok MLM yang menggunakan Skema

Piramid tidak pernah menguntungkan downline-nya karena pemasukan riil dari

perusahaan MLM tersebut tidak ada. Sehingga para downline tetap dirugikan karena

mengeluarkan uang hanya untuk menguntungkan upline-nya.

B. Kegiatan Penyelenggaraan Penjualan di Indonesia

Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan

berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu,

globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi

telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang

dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau

jasa yang ditawarkan bervariasi, baik produk luar negeri maupun produksi dalam

negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen

88
Andrias Harefa, Op.cit., hal. 86.

Universitas Sumatera Utara


karena kebutuhan konsumen akan kebutuhan barang dan/atau jasa yang diinginkan

dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasanuntuk memilih aneka jenis dan

kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. 89

Salah satu cara yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam memenuhi kebutuhan

konsumen dan sekaligus mengembangkan sistem pemasaran perusahaan adalah

dengan menggunakan sistem penjualan langsung/direct selling. Pengertian Sistem

penjualan langsung/direct selling menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor

: 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan

dengan Sistem Penjualan Langsung Pasal 1 ayat 1 adalah : “Metode penjualan barang

dan/atau jasa tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh mitra

usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan

kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap”.

Untuk melindungi konsumen dari praktik direct selling palsu dan sekaligus

untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat selaku konsumen maka

pemerintah mengeluarkan Peraturan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor :

32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan

dengan Sistem Penjualan Langsung yang nantinya diharapakan dapat membantu

masyarakat untuk bijak dalam memilih perusahaan direct sellingyang murni dan

palsu sebelum bergabung sebagai mitra usaha sehingga konsumen tidak terjebak

dalam praktek direct selling palsu yang menggunakan sistem pemasaran jaringan

direct selling murni yang saat ini sedang marak berkembang.

89
Andrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2008), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara


1. Penyelenggaraan Penjualan Langsung

Ketentuan mengenai penyelenggaraan penjualan langsung di Indonesia diatur

dalam Permendang No.32/M-DAG/PER/8/2008. Adapun definisi dari penjualan

langsung berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Permendag No. 32/MDAG/PER/8/2008

adalah sebagai berikut : “Penjualan langsung (direct selling) adalah metode penjualan

barang dan/atau jasa tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan mitra

usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan

kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap”.

Menurut Andrias Harefa, banyak alasan yang menyebabkan sistem Direct

Selling (DS) dipilih oleh sebagian banyak perusahaan. Alasan-alasan tersebut antara

lain adalah sebagai berikut 90:

1. “Keyakinan bahwa sebuah produk yang baik dapat dipasarkan langsung


kepada konsumen tanpa melewati jalur distribusi yang rumit dan nyaris tidak
mengandalkan promosi kecuali mouth to mouth (periklanan dari mulut ke
mulut);
2. Keyakinan pada prinsip perkembangbiakan jaringan distributor melalui
kontak-kontak pribadi;
3. Keyakinan terhadap hak konsumen untuk mendapat informasi terbaik melalui
penjelasan langsung dari distributor yang juga berperan sebagai konsumen
produk yang dijualnya;
4. Perusahaan MLM yang baik meletakkan etika bisnis sebagai panglima.
Keyakinan bahwa jiwa perusahaan bukan pada ilmu pemasaran tetapi lebih
kepada prinsip-prinsip, nilai-nilai, motivasi yang menggerakkan the man
behind the marketing science”.

Ruang lingkup sistem direct selling mencakup unsur produsen atau

perusahaan, distributor, konsumen, sistem kerja, dan komisi. Unsur-unsur ini akan

dibahas satu persatu dalam uraian di bawah ini :

90
Andrias Harefa, Op.cit., hal. vii-viii.

Universitas Sumatera Utara


1. Perusahaan Direct Selling

Menurut Permendag No. 32 Tahun 2008 Pasal 1 tentang penyelenggaraan

kegiatan perdagangan dengan sistem penjualan langsung, perusahaan adalah badan

usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan

barang dan/atau jasa dengan sistem penjualan langsung. Untuk mendirikan

perusahaan, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2.

2. Distributor atau Mitra Usaha

Direct Selling dalam mengembangkan bisnis selalu melibatkan mitra usaha

selaku distributor maupun anggota jaringan. Pengertian distributor atau mitra usaha

menurut Permendag No.32/MDAG/PER/8/2008 berdasarkan Pasal 1 yaitu : Anggota

mandiri jaringan pemasaran atau penjualan yang berbentuk badan usaha atau

perseorangan dan bukan merupakan bagian dari struktur organisasi perusahaan yang

memasarkan atau menjual barang dan/atau jasa kepada konsumen akhir secara

langsung dengan mendapatkan imbalan berupa komisi dan/atau bonus atas penjualan.

3. Konsumen

Pengertian konsumen menurut Pasal 1 angka 7 Permendag No.32/M-

DAG/PER/8/2008 adalah : Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa, baik untuk

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak

untuk diperdagangkan. Sedangkan konsumen dalam konteks DS/MLM adalah

masyarakat pengguna atau pembeli produk perusahaan DS/MLM yang bertujuan

untuk mengkonsumsi produk secara pribadi. 91

4. Sistem Kerja

91
Priyadi, “Bedan Sistem MLM”, www.priyadi.net., diakses pada 03 Mei 2014.

Universitas Sumatera Utara


Perusahaan Direct Selling dibangun berdasarkan kemitraan sehingga sistem

Direct Selling baru dapat berjalan apabila terdapat mitra usaha.Distributor/mitra

usaha inilah yang nantinya mengembangkan jaringan dan melahirkan distributor-

distributor baru melalui perekrutan yang dilakukan oleh dirinya sendiri maupun

anggotanya. Sistem kerja Direct Selling juga meliputi sistem pelatihan (support

system) berupa pengajaran materi serta motivasi yang bertujuan untuk memudahkan

setiap distributor dalam menjalani sistem. 92Pelatihan biasanya dilakukan oleh

pembangunan jaringan (network builder/achiever) yang telah berhasil mencetak

prestasi tertentu. 93

5. Komisi

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Permendag RI No.32/MDAG/PER/8/2008,

pengertian komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha

yang besarnya dihitung berdasarkan hasil kerja nyata, sesuai volume atau nilai hasil

penjualan barang dan/atau jasa, baik secara pribadi maupun jaringannya.

Besarnya komisi seorang distributor ditentukan dari target penjualan yang

dilakukannya sendiri dan yang dilakukan oleh jaringannya. Komisi tersebut berupa

potongan harga, bonus, atau insentif yang ditetapkan perusahaan secara berjenjang

sesuai dengan nilai penjualan(biasanya disebut volume point, business point, volume

92
Website Resmi Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia, “Saatnya MLM Menggali dan
Mengedepankan Value”, www.apli.or.id., diakses tanggal 03 Mei 2014.
93
Mark Yarnell dan Rene Reid Yarnell, Tahun Pertama Anda Dalam Network Marketing,
(Jakarta : Penerbit Erlangga, 1999), hal. 207.

Universitas Sumatera Utara


grip yang diberitahukan kepada mitra usaha sejak mereka mendaftar menjadi

anggota. 94

Dalam sistem Direct Selling dibagi atas 2 (Dua) jenis, yaitu :

1. Single Level Marketing (Sistem Pemasaran Satu Tingkat)

Perusahaan penjualan langsung satu jenjang (Single Level Marketing) sering

kita jumpai di acara iklan televisi yang bersifat khusus. Dalam acara televisi tersebut,

perusahaan SLM menawarkan berbagai macam produk yang dibutuhkan masyarakat.

Mereka memperagakan cara penggunaan produk dan menunjukkan berbagai manfaat

produk bagi konsumen. Produk yang ditawarkan bervariasi seperti alat-alat dapur,

obat herbal, sandal kesehatan, alat-alat olahraga, dan lainlain. Sistem SLM ini

menggunakan metode pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung

melalui program pemasaran berbentuk satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan

komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa yang

dilakukannya sendiri.

2. Multi Level Marketing (Sistem Pemasaran Bertingkat)

Defenisi MLM/ Penjualan Berjenjang secara hukum dapat dijumpai dalam Pasal 1

angka 1 Keputusan Menteri Perdagangan RI No.73/MPP/Kep/3/2000 tentang

Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang adalah suatu cara atau metode penjualan secara

berjenjang kepada konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh

perorangan atau badan usaha yang memperkenalkan barangdan/atau jasa tertentu

kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut yang

bekerja berdasarkan komisi atau iuran keanggotaan yang wajar.

94
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 3.

Universitas Sumatera Utara


Dalam kenyataan di lapangan ditemukannya bentuk Multi Level Marketing

palsu. Pengertian dari Multi Level Marketing palsu tidak disebutkan secara langsung

di dalam Permendag RI No. 32 Tahun 2008, akan tetapi dengan menggunakan istilah

pemasaran jaringan terlarang kita dapat mengetahuinya. Pemasaran jaringan terlarang

menurut Pasal 1 angka 12 adalah kegiatan usaha dengan nama atau istilah apa pun

dimana keikutsertaan mitra usaha berdasarkan pertimbangan adanya peluang untuk

memperoleh imbalan yang berasal atau didapatkan terutama dari hasil partisipasi

orang lain yang bergabung kemudian atau sesudah bergabungnya mitra usaha

tersebut, dan bukan dari hasil kegiatanpenjualan barang dan/atau jasa. Dalam

menjalankan usahanya, perusahaan MLM palsu mempunyai tujuan utama

menghimpun dana masyarakat sebanyakbanyaknya bagi kepentingannya dirinya

sendiri dengan cara melanggar hukum. Penghasilan utama para mitra usaha dalam

jaringan MLM palsu diperoleh dari komisi/bonus perekrutan anggota, bukan dari

penjualan produk. Dalam MLM palsu produk dijadikan sebagai kedok untuk

menutupi niat tidak baik perusahaan dalam menghimpun dana masyarakat secara

illegal. Perusahaan yang diperbolehkan menghimpun dan mengelola dana-dana

masyarakat hanyalah perbankan, pasar modal, dan asuransi.

Sebaliknya, MLM asli memiliki surat izin khusus berupa SIUPL diatur secara

tegas dalam Pasal 9 Permendag No. 32 Tahun 2008. SIUPL tersebut berlaku

diseluruh wilayah negara Republik Indonesia. Perusahaan yang baru melakukan

kegiatan usaha perdagangan dengan sistem MLM diberikan SIUPL sementara dengan

masa berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat ditingkatkan menjadi SIUPL tetap

dengan masa berlaku selama perusahaan menjalankan kegiatan usahanya jika sesuai

Universitas Sumatera Utara


dengan kode pemasaran, kode etik, dan peraturan perusahaan. Peningkatan SIUPL

Sementara menjadi SIUPL Tetap diajukan 30 hari kerja atau paling lambat 14 hari

kerja sebelum SIUPL Sementara habis masa berlakunya. Perusahaan yang telah

mendapatkan SIUPL Tetap wajib melakukan pendaftaran ulang setiap 5 (lima) tahun.

Dalam melakukan pemasarannya, perusahaan MLM murni harus memenuhi

ketentuan paling sedikit menyangkut hal-hal sebagai berikut 95 :

1. “Memiliki alur distribusi barang dan/atau jasa yang jelas dari perusahaan
sampai kepada konsumen akhir; dan
2. Jumlah komisi dan bonus atas hasil penjualan yang diberikan kepada
seluruh mitra usaha dan jaringan pemasaran dibawahnya paling banyak
40% dari jumlah nilai penjualan barang dan/atau jasa perusahaan kepada
mitra usaha”.

Menurut Pasal 1 angka 9 Permendag RI No. 32/M-Dag/Per/8/2008,

Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan

kegiatan usaha perdagangan barang dan/atau jasa dengan sistem Direct Selling.

Perusahaan yang melakukan usaha perdagangan dengan sistem Direct Selling sesuai

dengan Pasal 6 ayat (1) harus berbadan hukum Indonesia berbentuk perseroan

terbatas dan perdagangan dengan sistem Direct Selling dapat dilakukan oleh

perusahaan dalam rangka penanaman modal dalam negeri atau penanaman modal

asing sesuai dengan peraturan perundang-udangan di bidang penanaman modal

sebagaimana yang tertuang dalam ayat (2). Setiap perusahaan berdasarkan Pasal 9

ayat (1) wajib memiliki SIUPL dan berlaku di seluruh wilayah Negara Republik

Indonesia seperti yang tertuang dalam ayat (2). Dalam Pasal 9 ayat (3), perusahaan

yang baru melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem direct selling akan

95
Ibid., hal. 30.

Universitas Sumatera Utara


diberikan SIUPL Sementara dengan masa berlaku selama 1 (satu) tahun dan

berdasarkan Pasal 9 ayat (4), SIUPL sementara dapat ditingkatkan menjadi SIUPL

Tetap dengan masa berlaku selama perusahaan menjalankan kegiatan usahanya.

Peningkatan SIUPL Sementara menjadi SIUPL Tetap dapat diajukan 30 (tiga puluh)

hari kerja sebelum masa berlakunya berakhir atau paling lambat 14 (empat belas) hari

kerja sebelum SIUPL Sementara habis masa berlakunya dan setiap 5 (lima) tahun

wajib melakukan pendaftaran ulang seperti apa yang tertuang dalam Pasal 9 ayat (6).

Peraturan ini sangat selektif dalam mengatur dan mengantisipasi

kemungkinan berkembangnya perusahaan-perusahaan yang berkedok DS yang

sampai saat ini masih terus menjamur.

Dengan dimilikinya SIUPL oleh perusahaan DS dan sistem pemasaran dan

ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 setidaknya sudah

memberikan rasa nyaman kepada calon mitra usaha dan calon konsumen agar tidak

tertipu dengan adanya perusahaan DS palsu.

Sanksi terhadap perusahaan yang tidak menjalankan sesuai dengan ketentuan

akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis oleh pejabat penerbit

SIUPL. Peringatan secara tertulis akan diberikan sebanyak 3(tiga) kali berturut-turut

dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat

peringatan diberikan sesuai dengan Pasal 26 ayat (1). Berdasarkan Pasal 27 ayat (1),

perusahaan akan dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian sementara

SIUPL dengan jangka waktu 1 (satu) bulan apabila masih tetap menjalankan sistem

pemasaran jaringan terlarang dan sanksi administratif berupa pencabutan SIUPL akan

Universitas Sumatera Utara


dilakukan oleh pejabat penerbit SIUPL bila perusahaan tetap mengabaikan surat

peringatan yang telah dikeluarkan sebanyak 3 (tiga) kali.

Mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk yang dijual dengan

sistem penjualan langsung / Direct Selling apabila dirinci secara lebih sederhana,

maka tanggung jawab tersebut, meliputi 96 :

1. “Tanggung jawab kontraktual atau tanggung jawab berdasarkan adanya

suatu perjanjian yang dibuat oleh dua pihak atau lebih;

2. Tanggung jawab perundang-undangan atau tanggung jawab berdasarkan

adanya suatu perbuatan melawan hukum”.

Dalam hal tanggung jawab kontraktual atau tanggung jawab berdasarkan

adanya suatu perjanjian, berarti bahwa dalam melakukan suatu kontrak atau

perjanjian, sudah barang tentu ada yang bertanggung jawab atas sesuatu yang telah

dibuat dalam perjanjian atau sesuatu yang diperjanjikan.

Sedangkan dalam perbuatan melawan hukum atau tanggung jawab

perundang-undangan, berarti tanggung jawab itu dipikul oleh orang yang melakukan

perbuatan melawan hukum tersebut, dimana akibat dari perbuatannya itu

mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Jadi akibat dari perbuatannya itulah yang

menimbulkan adanya suatu tanggung jawab dimana tanggung jawab itu harus dipikul

olehnya sendiri. Baik itu akibat dari perbuatan yang melawan hukum dikehendakinya

maupun tida dikehendakinya oleh si pembuat atau dalam arti karena kurang hati-hati

96
NHT. Siahaan, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk,
(Jakarta : Panta Rei, 2005), hal. 52.

Universitas Sumatera Utara


atau kelalaiannya menyebabkan timbulnya perbuatan yang dapat menimbulkan

kerugian bagi orang lain.

2. Penyelenggaraan Penjualan Tidak Langsung

Penjualan tidak langsung merupakan strategi untuk mempromosikan suatu

produk atau jasa yang ditujukan untuk menyentuh pikiran dan perasaan konsumen.

Wujud penjualan tidak langsung (Soft Sell) dapat ditemui dalam bentuk iklan, humas,

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility), dan

pemasaran interaktif via internet secara tidak langsung. 97

Kelebihan dari penjualan tidak langsung ini adalah konsumen akan lebih setia

(loyal) terhadap suatu merek dikarenakan informasi yang mereka peroleh sebelum

membeli produk tersebut telah masuk dalam pikiran dan hati konsumen. Selain itu,

konsumen memiliki kesempatan untuk memikirkan secara matang sebelum membeli

suatu produk. Sedangkan, kelemahannya adalah peningkatan jumlah penjualan akan

berlangsung relatif lambat dikarenakan banyaknya pertimbangan yang dilakukan

konsumen sebelum membeli suatu produk. 98

Penjualan tidak langsung dapat ditemui dalam berbagai produk sehari-hari

seperti produk peralatan rumah tangga, makanan dan minuman, keperluan kantor, dan

lain sebagianya yang dapat dilihat pada iklan televisi.

97
Tom Duncan, Principles of Advertising & IMC, 2nd Ed., (Inggris : Mc.Graw Hill Inc.,
2005), Bab 17.
98
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


C. Penentuan Kejahatan Praktek Bisnis Berkedok MLM

Sebelum membahas mengenai bagaimana menentukan kejahatan praktek

bisnis berkedok MLM, perlu untuk mengetahui perspektif hukum sistem MLM itu

sendiri. Dari mana dalam perspektif sejarah hukum, MLM itu berasal.

Legalitas sistem bisnis MLM pertama kali diakui di Amerika Serikat melalui

penyidikan dan investigasi resmi US.FTC (United State Federal Trade Commission)

pada tahun 1978 di perusahaan Amway. Hakim Timoty melalui penyidikan dan

investigasi resmi menegaskan bahwa pola penjualan dan pemasaran Amway (sebagai

wakil dari perusahaan MLM yang sah) bukanlah pola piramid. Pertimbangannya

dijelaskan sebagai berikut 99 :

“… the Amway system does not involve an ‘investment’ in inventory by a new


distributor. A kit of sales literature costing only $.15,60 is the only requisite.
And that amount will be returned if the distributor decides to leave Amway.
The Amway system is based on retail sales to consumers. Respondents have
avoided the abuses of pyramid schemes by (1) not having a ‘headhunting’ fee;
(2) making product sales a precondition to receiving the performance bonus;
(3) buying back excessive inventory; and (4) requiring that products be sold
to consumers. Amway’s buyback, 70% and ten costumers rules deter unlawful
inventory loading. Amway is not in business to sell distributorships and is not
a pyramid distribution scheme”.

Pertimbangan di atas menyatakan bahwa perusahaan Amway tidak tergolong

jenis piramid karena sistem Amway tidak melibatkan sebuah eksploitasi investasi

distributor baru. Sebuah starter kit yaitu peralatan untuk memasarkan produk ke

konsumen seharga $.15,60 satu-satunya syarat yang diperlukan untuk menjadi

distributor Amway. Biaya tersebut akan dikembalikan apabila seorang distributor

99
93 FTC. 618, “In The Matter of Amway Corporation, Inc.”, Final Order, Opinion, etc., In
Regard to Alleged Violation of The Federal Trade Commission Act.

Universitas Sumatera Utara


Amway memutuskan untuk meninggalkan perusahaan. Sistem Amway didasarkan

pada penjualan retail (eceran) kepada konsumen. Para petinggi Amway

(penanggungjawab perusahaan) telah menghindari penyalahgunaan Skema Piramid

karena : (1) tidak memberi komisi berdasarkan perekrutan; (2) penjualan produk

adalah pra-syarat untuk menerima bonus kinerja; (3) membeli kembali (garansi)

persediaan produk distributor yang berlebihan; (4) mensyaratkan komisi atau bonus

akan diberikan apabila distributor dapat membuktikan bahwa produk sungguh-

sungguh telah dijual ke konsumen.

Pandangan hukum dalam menilai kelayakan sistem bisnis MLM dinyatakan

dengan menguji sifat sistem itu sendiri, apakah ia bersifat etis, logis, dan profesional.

Hakim Timoty dalam pertimbangannya pada penyidikan dan investigasi pemasaran

Amway (wakil dari perusahaan MLM yang sah), menyatakan sebagai berikut 100 :

“Amway is a substantial industrial company. Amway’s United States sales


have grown from $.4,3 million in 1963 to $. 169,1 million in 1976. Worldwide
sales of Amway products in 1976 amounted to about $.205 million. Amway
employed over 1,500 persons in 1976 at its plant in Ada, Michigan, with an
annual payroll of $19 million. The plant represents a capital investment of
$.56 million. In 1976, Amway paid over $.60 million to its distributor, over
$.41 million for raw materials, and $.11 million to third parties for
transportation of Amway products.

All but a few the regularline products sold under the Amway name are
manufactured by Amway or its subsidiary, Nutrilite Products, Inc. Amway’s
plant and equipment are modern and efficient. Amway follows recognized
industry standards of good manufacturing practice. It has a substantial
research and development operation and expends generally as much per sales
dollar as larger competitors in the personal care products field.

Amway’s products have very high consumer acceptance. A market study in the
record shows that of 37 brands of laundry detergent, Amway’s product, with
only a very small market share and no national advertising, was third in

100
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


brand loyalty. Amway’s dishwashing liquid soap led all 16 brands surveyed in
consumer acceptance. In each of the markets for automatic dishwasher
detergents, detergents for fine clothing, bleaches, rug cleaner, and laundry
additives, Amway’s products were second in brand loyalty. Professor Cady, a
marketing specialist from the Harvard Graduate School of Business
Administration, testified that :

What this means overall is that consumers are obviously well served by the
products that Amway supplies them with. In fact, they are so well-served, in
the face of a large number of available substitutes, they purchase Amway
products to a degree which is almost unknown to other brands in the market.

Amway has achieved this consumer acceptance for its products while having
no more than 1,7% of any market in which it competes and while spending a
total of about two million dollars for advertising and sales promotion for the
years 1972 through 1975, while its top five competitors were spending about
2,3 billion dollars for that purpose.

Amway, through its distributors, provices services to consumers not readily


available when products are purchased at a retail store. Amway has a 100%
moneyback guarantee which permits a customer who is not satisfied with an
Amway product to return it with the choice of replacement, repair, credit, or
refund of full purchase price. Distributors provice the service of home or
commercial delivery at the time conventient to the customer, including
weekends and evenings. Amway distributors demonstrate and explain product
use. Distributors perform water hardness tests and recommend the use of a
dishwashing detergent for hard or soft water. Amway and its distributors
provide advice for safe product use. Distributors leave simple products with
customers for trial use before purchase”.

Pertimbangan Hakim Timoty di atas antara lain menyatakan bahwa dalam

waktu kurang dari 20 tahun Amway telah berhasil mendirikan sebuah perusahaan

pabrikasi yang besar dengan sistem distribusi yang efisien (MLM), dan mampu

memperkenalkan produk-produk baru ke pasaran. Pelanggan mendapat keuntungan

dari penyediaan sumber baru tersebut dan memberikan reaksi dengan cara

menunjukkan kesetiaan terhadap produk Amway. Perusahaan Amway harus dipahami

sebagai wakil dari perusahaan MLM yang sah. Pengalaman sejarah membuktikan

Universitas Sumatera Utara


bahwa keberhasilan Amway telah mendorong tumbuhnya berbagai perusahaan

berbasis MLM di seluruh dunia. Keputusan 93 FTC. 618 (common law) ini telah

dijadikan landasan kukuh bagi perusahaan MLM yang sah untuk terus berkembang

dan sekaligus membantu pemberantasan Skema Piramid di Amerika Serikat. 101

Menurut Andrias Harefa, untuk dapat menguji keabsahan bisnis MLM harus

didasarkan pada dua aspek. Aspek pertama mengenai rancangan yang dikemukakan

dalam dokumen perusahaan (marketing plan) harus jelas menyatakan bahwa

seseorang tidak mendapatkan komisi, bonus, atau penghargaan jika ia membeli

produk untuk dipergunakan secara pribadi. Aplikasi dari tes ini adalah sama sekali

tidak ada sesuatu yang salah atau ilegal dalam konsumsi pribadi. Aspek kedua adalah

dalam penerapan rencana dari marketing plan tadi, bahwa seorang mitra dalam

perusahaan MLM dapat memperoleh komisi, bahkan tanpa melakukan sponsorisasi

(perekrutan downline). Penerapan marketing plan yang baik dan sah dari suatu

perusahaan MLM adalah menyediakan suatu peluang single level untuk memperoleh

keuntungan bagi mitra usaha yang memilih untuk tidak mensponsori orang lain.

Kesempatan untuk mendapatkan komisi tambahan jika seseorang mitra mensponsori

orang lain tetap ada saat terjadi peningkatan penjualan (prestasi penjualan produk

yang dilakukan kelompok jaringan yang dibangunnya). 102

Oleh karena itu, sejarah hukum bisnis MLM pertama kali terdapat di Amerika

Serikat pada perkara Amway yaitu salah satu perusahaan MLM yang sah, maka

perusahaan-perusahaan MLM yang ada, dapat bertolak kepada 93 FTC. 618 pada

101
Andrias Harefa, Op.cit., hal. 113-114.
102
Ibid., hal. 126-127.

Universitas Sumatera Utara


tahun 1978. Perusahaan Amway tersebut tidak dapat dikategorikan telah

menggunakan Skema Piramid karena :

1. Tidak memberi komisi berdasarkan perekrutan;

2. Penjualan produk adalah pra-syarat untuk menerima bonus kinerja;

3. Membeli kembali (garansi) persediaan produk distributor yang berlebihan;

4. Mensyaratkan komisi atau bonus akan diberikan apabila distributor dapat

membuktikan bahwa produk sungguh-sungguh telah dijual ke konsumen.

Dengan kata lain, core business (inti bisnis) dari perusahaan Amway adalah

penjualan produk yang benar-benar bagus digunakan dan dibutuhkan dipasaran

Amerika Serikat sehingga hasil penjualan menjadi masukan pendapatan bagi

perusahaan yang selanjutnya menguntungkan para distributor-distributornya.

Dengan demikian, untuk menentukan apakah sebuah perusahaan MLM itu

hanya kedok belaka ataukah benar-benar perusahaan yang mempunyai pendapatan

riil, maka yang perlu diketahui adalah tentang komisi yang dibayarkan apakah

berdasarkan perekrutan atau tidak. Lalu selanjutnya disidik lagi mengenai apakah

produk benar-benar telah dijual dan bonus diberikan dengan hanya dengan syarat

sebagai hasil kerja untuk menjual bukan bonus penjualan melainkan bonus kinerja.

Berikutnya apakah produk tersebut dapat ditukarkan apabila tidak laku dijual di

pasaran. Barulah dapat diketahui bahwa ada penjualan produk atau tidak, apakah

konsumen puas akan mutu produk tersebut.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan, dapat ditarik unsur-unsur sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan penjualan barang;

2. Kegiatan usaha yang memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha;

3. Untuk memperoleh imbalan atau pendapatan;

4. Terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau

setelah bergabungnya mitra usaha tersebut.

Penyidik Polri dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan

menentukan kegiatan bisnis berkedok MLM atau tidak dengan menggunakan unsur-

unsur Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang No 7 Tahun 2014 tersebut di atas. Penyidik

dapat menentukan kegiatan usaha tersebut berasal dari hasil kegiatan penjualan

barang atau tidak, apakah ada produk yang diperdagangkan. Bagaimana produknya,

apakah berkualitas atau tidak, bermanfaat atau tidak. Setelah itu, Penyidik Polri dapat

melakukan penyelidikan tentang perekrutan member apakah dilakukan perekrutan

atau tidak dengan tujuan untuk mengambil keuntungan/imbalan/pendapatan dari

orang-orang yang ikut menjadi member tersebut.

1. Terpenuhinya Unsur Pasal 372 dan/atau 378 KUHP

Di Indonesia sekarang ini telah dikeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun

2014 tentang Perdagangan, dimana sebelumnya tidak ada dasar hukum bagi Penyidik

untuk menerapkan ketentuan hukum kepada pelaku bisnis berkedok MLM, maka

Penyidik hanya menggunakan KUHP khususnya ketentuan Pasal 372 dan/atau 378

KUHP tentang “Tindak Pidana Penipuan dan/atau Penggelapan”.

Universitas Sumatera Utara


Seperti diketahui Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang untuk melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

Pasal 1 angka 1 KUHAP. Jadi, Penyidik dalam hal penanganan perkara tindak pidana

penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 372 dan/atau

378 KUHP dalam konteks penelitian ini adalah Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Penyidik hanya perlu melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan cara

memenuhi unsur pasal apakah ketentuan pasal yang dipersangkakan terpenuhi atau

tidak. Adapun bunyi Pasal 372 KUHP adalah sebagai berikut :

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah”.

Adapun unsur- unsur ketentuan Pasal 372 KUHP yaitu 103 :

a) “Unsur ‘Barangsiapa’ adalah menunjuk kepada pelaku tindak pidana, dimana


Pelaku ini adalah subyek hukum yang dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya baik jasmani maupun rohani.
b) Unsur “Dengan Sengaja”, bahwa kesengajaan yang dimaksud haruslah
meliputi seluruh unsur subjektif dari pasal ini, yaitu :
- Apabilaunsur“DenganSengaja”dihubungkandenganunsur “Memilikise
caramelawanhukum”atau“Zich Toeeigenen”,maka perbuatan memiliki
secara melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku haruslah secara
sengaja dan perbuatan memiliki tersebut haruslah sudah selesai
dilakukan, misalnya bahwa benda tersebut telah dijual, ditukar atau
dipakai sendiri;
- Apabilaunsur“Dengan Sengaja”dihubungkan dengan unsur “melawan
hak”atau“Wederrechtelijk”, maka berarti si pelaku harus mengetahui,

103
Jeremias Lemek, Penuntun Praktis Membuat Pledoi, Cet. II, (Yogyakarta : New Merah
Putih, 2009), hal. 181.

Universitas Sumatera Utara


bahwa perbuatannya tersebut yang berupa Zich Toeeigenen itu adalah
bertentangan dengan hak orang lain;
- Apabila unsur“Dengan Sengaja”dihubungkan dengan unsur“Yang
seluruhnya” atau “sebagian milik orang lain”, maka berarti si pelaku
haruslah mengetahui bahwa benda tersebut seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang lain;
- Apabila unsur “Dengan Sengaja” dihubungkan dengan unsur “Yang
ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”, maka ini berarti
bahwa si pelaku haruslah mengetahui, bahwa benda yang telah ia
miliki itu berada di bawah kekuasaanya bukan karena kejahatan;
c) Unsur “Memiliki Secara Melawan Hukum (Zich Wederrechtelijk
Toeeigenen)”, adalah menunjukkan sifatnya yang melawan hukum dari
perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku, dimana
menurutStrijdMet“datgene”berartibertentangandengan kepatutan di dalam
pergaulan masyarakat;
Sedangkan menurut Simons, kata “Toeeigenen”atau “menguasai” dalam
rumusan Pasal 372 KUHP memiliki pengertian yang sama dengan
kata “Toeeigenen” di dalam rumusan Pasal 362 KUHP yaitu “Suatu tindakan
yang demikian rupa yang membuat pelaku memperoleh suatu kekuasaan
yang nyata atas suatu benda seperti yang dimiliki oleh pemiliknya dan pada
saat yang sama telah membuat kekuasaan itu diambil dari pemiliknya”;
Menurut Van Bemmelen dan Van Hattum, yang dimaksud dengan “Zich
Wederrechtelijk Toeeigenen”yaitu melakukan suatu perilaku yang
mencerminkan putusan pelaku untuk secara mutlak melaksanakan kekuasaan
yang nyata atas suatu benda;
MenurutNoyon dan Langemeijer, “ZichWederrechtelijkToeeigenen”
yaitumembuatsuatuputusanuntukmemanfaatkansuatubendasepertiyangdikehe
ndakimenjadi tindakan-tindakan;
Menurut MenteriKehakimanBelandapadasaat pasal ini dibentuk yang
kemudian dianut olehHoge Raaddidalam berbagai arrs-nya yang diantara lain
telah menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “Zich Wederrechtelijk
Toeeigenen” yaitu “Penguasaan secara sepihak oleh pemegang sebuah benda
seolah-olah ia merupakan pemiliknya, bertentangan dengan hak yang
membuat benda tersebut berada padanya”;
d) Unsur “Suatu Benda”, adalah bahwa perbuatan menguasai bagi dirinya
sendiri secara melawan hukum itu harus ditujukan kepada “benda-bendayang
berwujud dan bergerak”;
e) Unsur “Yang Seluruhnya Atau Sebagian Milik Orang Lain”, adalah tidak
setiap benda berwujud dan bergerak yang dapat dijadikan objek dari
kejahatan penggelapan,oleh karena itu benda tersebut harus memenuhi
syaratdimiliki oleh orang lain dari si pelaku itu sendiri;
f) Unsur “Yang Ada Dalam Kekuasaannya Bukan Karena Kejahatan”, adalah
sesuatu benda itu dapat berada dibawah kekuasaan seseorang tidaklah selalu
karena kejahatan, misalnya karena adanya perjanjian sewa-menyewa,pinjam-
meminjam, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa sesuatu benda itu telah

Universitas Sumatera Utara


berada di bawah kekuasaan seseorang apabila orang itu telah benar-benar
menguasai benda tersebut secara langsung dan nyata, sehingga untuk
melakukan sesuatu dengan benda tersebut tidak diperlukan sesuatu tindakan
lainnya”.

Terkait dengan praktek bisnis berkedok MLM, penggelapan juga dapat

dipersangkakan kepada pelaku kejahatan praktek bisnis berkedok MLM. Penggelapan

dan penipuan mempunyai perbedaan yang sangat tipis. Unsur “Kekuasaannya Bukan

Karena Kejahatan” harus dibuktikan bahwa uang yang diberikan oleh calon nasabah /

downline-nya harus bukan berasal dari tindakan melawan hukum.

Adapun bunyi Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut :

“Barang Siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dengan cara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau
supaya memberi hutang maupun menghapuskan hutang, diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”.

Berdasarkan bunyi pasal di atas unsur-unsur dalam perbuatan penipuan,

yaitu 104:

a. “Dengan Maksud Untuk Menguntungkan Diri Sendiri Dengan Melawan


Hukum”;
b. “Menggerakkan Orang Untuk Menyerahkan Barang Sesuatu Atau Supaya
Memberi Hutang Maupun Menghapuskan Piutang”;
c. “Dengan Menggunakan Salah Satu Upaya Atau Cara Penipuan” (memakai
nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan).

Unsurpoin c di atas yaitu mengenai “cara” adalah unsur pokok delik yang

harus dipenuhi untuk mengkategorikan suatu perbuatan dikatakan sebagai penipuan.

Demikian sebagaimana kaidah dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No.

104
Ibid., hal. 122.

Universitas Sumatera Utara


1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 yang mengatakan: “Unsur pokok delict

penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan

oleh si pelaku delik untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu

barang”.

Selanjutnya terkait dengan praktek bisnis berkedok MLM, pelaku

menggerakkan nasabah atau calon downline-nya untuk menyerahkan uang dengan

cara melakukan bujuk rayu dan tipu muslihat. Kata kuncinya adalah bujuk rayu dan

tipu muslihat. Bentuk bujuk rayu tersebut dapat berupa janji-janji mendapatkan imbal

hasil lebih besar dari uang yang diinvestasikan. Lalu caranya bagaimana dilakukan

oleh si pelaku.

Dengan demikian, pada saat belum dikeluarkannya Undang-Undang No. 7

Tahun 2014 tentang Perdagangan yang pada Pasal 9 melarang distributor barang/jasa

untuk menerapkan skema piramid, maka Penyidik dapat mempersangkakan pelaku

praktek bisnis berkedok MLM dengan Pasal 378 dan 372 KUHP tentang Penipuan

dan Penggelapan.

2. Pelaku Usaha Distribusi Dilarang Menerapkan Sistem Skema Piramida


Dalam Mendistribusikan Barang

Indonesia akhirnya memiliki Undang-Undang tentang Perdagangan secara

menyeluruh. Selama ini produk hukum yang setara undang-undang di bidang

perdagangan adalah hukum kolonial Belanda, Bedrijfsregelementerings Ordonnantie

1934yang lebih banyak mengatur perizinan usaha. Draf RUU Perdangan yang

disetujui DPR melalui Sidang Paripurna pada hari Selasa tanggal 11 Februari 2014,

Universitas Sumatera Utara


mengamanatkan beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan

Menteri. 105

Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan adalah salah satu

peraturan hukum yang dapat digunakan oleh Penyidik untuk memberantas praktek

bisnis berkedok MLM. Undang-Undang ini dikeluarkan/diundangkan pada tanggal 11

Maret 2014 dan berlaku sejak undang-undang tersebut diundangkan. Namun,

peraturan pelaksanaan terhadap undang-undang tersebut belum sepenuhnya dibuat. 106

Adapun hal-hal yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, antara lain 107 :

1. “Sanksi administratif terhadap pemilik gudang yang tidak melakukan


pendaftaran gudang;
2. Kewajiban dan pengenaan sanksi terhadap penyedia jasa yang tidak
memiliki tenaga teknis yang kompeten;
3. Cara pembayaran dan cara penyerahan barang dalam kegiatan ekspor dan
impor;
4. Perdagangan perbatasan;
5. Tata cara penetapan dan pemberlakukan standardisasi barang dan/atau
standardisasi jasa;
6. Transaksi perdagangan melalui sistem elektronik;
7. Tindakan pengamanan perdagangan, tindakan anti dumping, dan tindakan
imbalan;
8. Tata cara peninjauan kembali dan pembatalan perjanjian perdagangan
internasioinal; dan
9. Sistem informasi perdagangan”.

Adapun hal-hal yang akan diatur melalui Peraturan Presiden, antara lain 108 :

1. “Pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan


pasar rakyat;
2. Pengaturan perizinan, tata ruang, dan zonasi terhadap pasar rakyat, pusat
perbelanjaan, toko swalayan, dan perkulakan;

105
Hukum Online, “M. Agus Yozami : Mengintip Aturan Pelaksana UU Perdagangan : Ada
Beberapa Hal Yang Akan Diatur Melalui PP, Perpres, dan Permen”, diakses tanggal 03 Mei 2014.
106
Pasal 121 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
107
Hukum Online, Loc.cit.
108
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


3. Penataan, pembinaan, dan pengembangan pasar lelang komoditas;
4. Pengendalian ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting;
5. Penyimpanan barang kebutuhan pkook dan/atau barang penting;
6. Barang yang diperdagangkan yang terkait dengan keamanan, keselamatan,
kesehatan, dan lingkungan hidup;
7. Pendaftaran barang serta penghentian kegiatan perdagangan barang dan
penarikan barang yang terkait dengan keamanan, kesehatan, dan
lingkungan hidup;
8. Barang dan/atau jasa yang dilarang atau dibatasi perdagangannya;
9. Pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah di sektor
perdagangan;
10. Pelaksanaan kampanye pencitraan Indonesia dalam rangka prmosi dagang
untuk memperkenalkan barang dan/atau jasa di dalam dan di luar negeri;
11. Pembentukan tim perunding yang bertugas mempersiapkan dan
melakukan perundingan;
12. Tata cara pemberian preferensi kepada negara kurang berkembang;
13. Komite Perdagangan Nasional;
14. Perdagangan barang dalam pengawasan pemerintah”.

Sedangkan hal-hal yang akan diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain 109 :

1. “Penggunaan atau kelengkapan label berbahasa Indonesia;


2. Distribusi barang;
3. Tata cara pendaftaran gudang;
4. Pencatatan administrasi barang;
5. Peningkatan penggunaan produk dalam negeri;
6. Perdagangan antarpulau;
7. Perizinan di bidang perdagangan dalam negeri dan pengecualiannya;
8. Penetapan sebagai eksportir;
9. Tata cara pengenaan sanksi administatif terhadap eksportir yang tidak
bertanggung jawab terhadap barang yang diekspor;
10. Pengenalan sebagai importir;
11. Tata cara pengenaan sanksi adminsitratif terhadap importir yang tidak
bertanggung jawab terhadap barang yang diimpor;
12. Penetapan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru;
13. Perizinan ekspor dan impor;
14. Barang yang dilarang untuk diekspor maupun diimpor;
15. Barang yang dibatasi untuk diekspor maupun diimpor;
16. Pengenaan sanksi adminsitatif untuk eksportir dan importir yang
mengekspor maupun mengimpor barang yang tidak sesuai dengan
ketentuan pembatasan barang;

109
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


17. Pelaksanaan pembinaan terhadap pelaku usaha dalam rangka
pengembangan ekspor;
18. Standar penyelenggaraan dan keikutsertaan dalam pameran dagang;
19. Tata cara penyelenggaraan, kemudahan, dan keikutsertaan dalam promosi
dagang dalam rangka kegiatan pencitraan Indonesia;
20. Pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangnan dan pengawasan
terhadap barang yang ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan”.

Walaupun peraturan pelaksanaan dibawahnya belum dibuat, sanksi hukum

yang terdapat di dalam Pasal 105 terkait dengan Pasal 9 dalam Undang-Undang No. 7

Tahun 2014 tentang Perdagangan yang melarang distributor untuk melakukan

penjualan barang dan/atau jasa dengan menggunakan skema piramida, maka sanksi

hukum tersebut sudah berlaku sejak Undang-Undang tersebut diberitakan di dalam

Berita Negara Republik Indonesia.

Adapun ketentuan Pasal 9 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan, menyatakan bahwa : “Pelaku Usaha Distribusi dilarang menerapkan

sistem skema piramida dalam mendistribusikan Barang”. Mengenai sanksinya

terdapat dalam ketentuan Pasal 105, yang menyebutkan bahwa : “Pelaku Usaha

Distribusi yang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan Barang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00

(Sepuluh Miliar Rupiah)”.

Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan telah dimuat dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, dan Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512. Dengan demikian, Undang-

Universitas Sumatera Utara


Undang tersebut telah berlaku secara hukum dan dapat digunakan Penyidik untuk

memberantas praktek bisnis berkedok MLM.

Sebenarnya tidak ada hubungan antara skema piramida itu dengan bisnis

MLM atau money game. Dimana saja berlaku skema piramida. Pemerintahan,

organisasi, apapun. Presiden hanya satu, menteri hanya satu, ini juga menjadi

jawaban, mengapa pada sistem binari orang perlu membangun beberapa unit usaha,

tergantung kemampuannya membangun jaringannya itu. Kalau pada sistem matahari,

bukan tidak boleh tetapi untuk apa. Seorang pelaku MLM punya kesempatan untuk

membangun kaki dalam jumlah yang tidak terbatas. 110

Bisnis MLM-lah yang selalu menggunakan skema piramida untuk

membangun jaringannya. Apabila bisnis MLM itu murni, ada produknya, kualitasnya

terjamin, produk yang tidak laku dapat dikembalikan, bonus, maka MLM yang

menggunakan skema piramida tidak salah dan tidak dapat dikategorikan sebagai

perbuatan melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum dalam bisnis

berkedok MLM adalah perbuatan seseorang yang merekrut dengan cara membujuk

rayu orang lain agar ikut menanamkan uangnya. Bujukan itu diiming-imingi oleh

hasil investasi yang menggiurkan, akan tetapi, dalam pelaksanaannya tidak seperti

yang diharapkan dan mengakibatkan orang lain menderita kerugian. Barulah hal ini

dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Dengan demikian, hubungan MLM dengan skema piramida adalah bahwa

perusahaan MLM sering menggunakan skema piramida, dan itu bukan merupakan

110
The Billionare Magazine, “Skema Piramida &Money Game”, Edisi Mei 2012, hal. 28-36.

Universitas Sumatera Utara


perbuatan melawan hukum. Namun, apabila skema piramida digunakan untuk

mencari keuntungan dengan cara-cara yang melawan hukum, maka perbuatan pelaku

tersebutlah yang melawan hukum, bukan skema piramidanya.

Apabila dihubungkan dengan Pasal 9 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014

tentang Perdagangan, yang menyatakan bahwa : “Pelaku Usaha Distribusi dilarang

menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan Barang”, maka Pasal 9

tersebu tidak bisa dilepaskan dengan Penjelasan Pasal 9, yang menyatakan bahwa :

“Yang dimaksud “skema piramida” adalah istilah/nama kegiatan usaha yang


bukan dari hasil kegiatan penjualan Barang. Kegiatan usaha itu memanfaatkan
peluang keikutsertaan mitra usaha untuk memperoleh imbalan atau
pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung
kemudian atau setelah bergabungnya mitra usaha tersebut”.

Mengenai kapan dapat dikategorikan suatu perbuatan tersebut dilakukan oleh

individu atau kepada korporasi. Sebelumnya perlu diketahui Pasal 1 angka 14

Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan warga negara indonesia atau
badan hukum yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan bekedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Idonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang Perdagangan”.

Oleh karena itu, maksud skema piramida dalam Pasal 9 tersebut adalah

kegiatan usaha yang bukan dari hasil penjualan barang. Kegiatan yang memanfaatkan

keikutsertaan mitra usaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan dari partisipasi

orang lain. Skema piramida tetap tidak dapat dipersalahkan apabila sebuah

perusahaan MLM menggunakannya. Akan tetapi, perbuatan perusahaan MLM yang

mencari keuntungan dari perekrutan orang tanpa penjualan barang dagangan inilah

Universitas Sumatera Utara


yang merupakan perbuatan melawan hukum. Dengan artian, perusahaan MLM

tersebut memperoleh keuntungan dari masuknya member baru dengan

meninvestasikan uangnya. Produk/barang inilah yang merupakan tolok ukur dari

perusahaan MLM yang menerapkan skema piramida, apakah barang tersebut layak

dijual, berkualitas atau tidak, bermanfaat atau tidak, dapat dikembalikan atau tidak.

Untuk menentukan perbuatan dilakukan oleh individu atau korporasi, maka

harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu tentang orang yang sedang diselidiki

tersebut, apakah pada saat membujuk orang lain untuk ikut masuk bergabung tersebut

membawa nama korporasi atau tidak. Lalu, diselidiki lagi apakah korporasi tersebut

mewajibkan setiap membernya melakukan perekrutan atau tidak. Perekrutan tersebut

harus bertujuan mencari keuntungan dengan cara menanamkan uangnya di dalam

perusahaan tanpa adanya suatu barang yang berkualitas dan bermanfaat. Apabila pada

saat perekrutan orang lain, pelaku kejahatan praktek bisnis berkedok MLM tadi tidak

menggunakan nama korporasi, maka si pelaku kejahatan tadi dapat dikategorikan

sebagai perseorangan. Namun, apabila pelaku kejahatan membawa nama suatu

korporasi, dan korporasi tersebut mewajibkan setiap anggotanya untuk mencari

member dan korporasi tersebut merugikan orang lain, maka korporasi tersebutlah

yang dapat dikategorikan sebagai pelaku usahanya.

Dengan demikian seorang penyelidik dapat melakukan penegakan hukum

kepada korporasi yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan dasar hukum

Pasal 9 Jo. Pasal 105 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan, menyatakan bahwa : “Barang adalah setiap benda, baik berwujud

maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan

maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau

dimanfaatkan oleh konsumen atau Pelaku Usaha. Oleh karena itu, apabila barang

yang diperdagangkan oleh perusahaan MLM yang menggunakan skema piramida dan

metode perekrutan member tidak memenuhi Pasal 1 angka 5 ketentuan tersebut, maka

dapat diduga bahwa perusahaan MLM tersebut melakukan perbuatan melawan

hukum yaitu bisnis berkedok MLM.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai