Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“KASUS INVESTASI ILEGAL BISNIS MLM QNET”

Dosen Pengampu: David luntungan, S.Ak.,M.A.,ACPA,CTA,BKP

Disusun Oleh:
Lewi (19.33.0443)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YBPK


PALANGKARAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. harapan saya
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya , yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palangkaraya, 02 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman depan…….....……………………..…………………………………….. i
Kata pengantar…………………………………………………………………… ii
Daftar isi……….………………………………………………………………… iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar belakang…………………………..………………………………....1

1.2 rumusan masalah..........................................................................................2

1.3 tujuan penelitian...........................................................................................3

1.4 manfaat penelitian........................................................................................4

Bab II Tinjauan pustaka


2.1 pengertian multi level marketing................................................................5
2.2 macam-macam multi level marketing.........................................................6
Bab III metode penelitian
3.1 pendekatan dan metode penelitian..............................................................7
Bab IV hasil penelitian dan pembahasan
Bab V kesimpulan dan saran
5.1 kesimpulan..................................................................................................8
5.2 saran............................................................................................................9
Daftar pustaka.........................................................................................................iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial, yang memiliki pengertian yaitu


manusia berhubungan secara timbal - balik dengan manusia lain. Sebagai
makhluk sosial, setiap manusia hidup dengan sesamanya sehingga
kebutuhan manusia yang satu dapat dipenuhi oleh manusia lainnya.
Kebutuhan manusia ini sebagian besar dapat dipenuhi karena manusia
mempunyai modal dalam bentuk uang. Dengan uang yang ada ini manusia
dapat memulai suatu bisnis yang akan menghasilkan keuntungan untuk
membiayai kebutuhan hidup daripada setiap manusia.
Di Indonesia saat ini untuk melakukan atau membentuk suatu bisnis
sangatlah mudah. Salah satu bisnis yang sedang berkembang di kalangan
masyarakat adalah bisnis Multi Level Marketing (MLM). Bisnis ini dikenal
karena siapapun dapat bergabung, baik dari kalangan pelajar, mahasiswa,
ibu rumah tangga, pekerja, dan lainnya. Kata “Multi Level” dapat diartikan
sebagai suatu organisasi distributor yang melaksanakan penjualan yang
berjenjang banyak atau bertingkat-tingkat, sedangkan “Marketing”
sebenarnya mencakup sebuah arti menjual dan selain arti menjual, dalam
marketing banyak aspek yang berkaitan dengannya antara lain adalah
produk, harga, promosi, distribusi dan sebagainya.
1 Multi Level Marketing (MLM) adalah pemasaran berjenjang
melalui jaringan distribusi yang dibangun dengan menjanjikan konsumen
(pelanggan) sekaligussebagai tenaga pemasaran.
2 Di Indonesia bisnis MLM ini memiliki suatu organisasi himpunan
bagi perusahaan-perusahaan MLM. Organisasi ini bernama Asosiasi
Penjualan Langsung Indonesia (APLI) yang telah diakui oleh
Pemerintah/Departemen Perdagangan. APLI telah berdiri sejak tahun
1984 dengan nama Indonesian Direct Selling Association (IDSA). Saat ini
perusahaan MLM yang sudah terdaftar di APLI ada sebanyak 93
(sembilan puluh tiga) perusahaan, sala satunya adalah perusahaan
MLM yang terkenal PT.Amindoway Jaya (Amway) yang bergerak di
bidang obat-obatan serta kesehatan dan PT. Cahaya Prestasi Indonesia
(Tupperware) yang bergerak di bidang perlengkapan rumah tangga.
Dalam bisnis MLM mempunyai sistem saling mengajak, dimana
setiap orang yang bergabung harus mengajak yang lainnya. Selanjutnya
setelah berhasil mengajak orang untuk bergabung sebagai anggota bisnis,
maka orang itu akan mendapatkan sebuah keuntungan atau komisi. Komisi
tersebut dapat berupa potongan harga, bonus, atau insentif yang ditetapkan
perusahaan secara berjenjang sesuai dengan nilai penjualan (biasanya
disebut volume point, business point, volume grup) yang diberitahukan
kepada setiap mitra usaha sejak mereka mendaftar menjadi anggota.3
Biasanya orang-orang menggunakan bisnis MLM ini sebagai peluang
investasi bagi mereka.
Maraknya bisnis MLM ini menimbulkan kasus-kasus diantara lain
MLM ilegal yang akan berujung kepada investasi ilegal. Dalam hal kasus-
kasus MLM ilegal ini biasanya digunakan sebuah bentuk skema piramida.
Skema Piramida merupakan sistem bisnis ilegal, dimana keuntungan yang
diperoleh sejumlah orang yang berada pada posisi atas piramid (anggota
lama) dibayarkan dari dana sejumlah orang yang berada pada posisi bawah
piramid (anggota baru).4 Skema piramida ini sudah dilarang oleh
Pemerintah Indonesia, hal ini tertuang pada Pasal 9 Undang-undang Nomor
7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan), yang berbunyi,
Pelaku Usaha Distribusi dilarang menerapkan sistem skema piramida dalam
mendistribusikan Barang. Pengertian skema piramida pada penjelasan pasal
9 UU Perdagangan adalah:
Istilah/nama kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan
penjualan Barang. Kegiatan usaha itu memanfaatkan peluang
keikutsertaan mitra usaha untuk memperoleh imbalan atau
pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang lain yang
bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitra usaha
tersebut.

Jika dilihat dengan kasat mata, bisnis MLM legal dengan skema piramida
yang digunakan dalam MLM ilegal terlihat sama, namun sebenarnya
terdapat perbedaan antara kedua hal tersebut.
Banyaknya MLM ilegal yang terkait dengan investasi ilegal ini
membuat OJK bersama sejumlah institusi penegak hukum dan kementerian,
membentuk Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum
di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi pada
awal tahun 2016. Lembaga ini dibentuk guna memantau dan menghentikan
investasi ilegal yang telah berakar di Indonesia. Pada tahun 2018 sendiri
OJK telah menghentikan 108 investasi ilegal dan kerugian yang ditimbulkan
dari tahun 2008-2018 adalah sebesar Rp 88,8 triliun.6 Terdapat kasus baru
pada tahun ini pada bulan Oktober mengenai investasi ilegal yang berbentuk
MLM yaitu PT. Qnet yang sudah 2 (dua) kali dipanggil oleh Kementerian
Perdagangan karena menyalahgunakan kode etik mereka, mereka menjual
barang tidak sesuai dengan model marketing yang mereka daftarkan dalam
SIUPL mereka.7 Lalu PT. Qnet juga melakukan kegiatan sistem dalam
sistem dengan PT. Amoeba yang dimana PT. Amoeba merupakan
perkumpulan anggota daripada PT. Qnet sendiri. Sistem kerjanya adalah
dimana para member baru diwajibkan untuk mencari dua anggota dan setiap
anggota baru tersebut ditugaskan hal yang sama yakni merekrut anggota
baru sehingga membentuk sistem piramida, yaitu masing masing kaki kanan
dan kirinya akan bercabang terus, lalu mereka dijanjikan keuntungan
sebesar 250 dolar AS bahkan dijanjikan akan mendapatkan Rp 11 miliar
dalam setahun jika bekerja dengan tekun.8 Selain itu terdapat kasus lain
yang terjadi pada tahun 2019 ini salah satu contohnya adalah kasus Alfarizi,
PT. Krishna Alam Sejahtera (KAS) di Jawa Tengah sampai dengan Daerah
Istimewa Yogyakarta, yang merupakan investasi ilegal dengan menyuruh
korban untuk mengeringkan jamu basah, untuk biaya pendaftaran korban
harus membayar sebesar Rp 8.000.000,- atau Rp 16.000.000,- atau Rp
24.000.000,- untuk biaya pendaftaran. Korban dijanjikan gaji dari Rp
1.000.000,- hingga Rp 3.000.000,- per minggu tergantung paket yang
dipilih. Korban yang terkena investasi ilegal ini sudah sebanyak 1.765 orang
dan kerugian sebesar Rp 17 miliar.
Dari pemaparan yang sudah penulis jelaskan tersebut, penulis akan
melakukan penelitian lebih dalam, dalam bentuk skripsi terhadap investasi
ilegal yang berkedok MLM atau dapat dikatakan sebagai MLM ilegal, serta
peran pemerintah terhadap investasi ilegal yang berkedok MLM ini.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagaimana praktik MLM yang dapat dikategorikan sebagai
investasi ilegal?
2. Bagaimana peran pemerintah secara preventif dan represif terhadap
investasi ilegal yang berbentuk MLM?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang, tujuan penulisan skripsi ini adalah
untuk:
1. Menganalisis praktik MLM yang dapat dikategorikan
sebagai investasi ilegal.
2. Menganalisis peran pemerintah secara preventif dan
represif terhadap investasi ilegal yang berbentuk MLM.

1.4. Manfaat penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi secara
lebih mendalam lagi terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan yaitu ilmu
hukum dalam bidang Investasi, terkait dengan investasi ilegal berbentuk MLM
yang sering terjadi.
1.4.1. Manfaat Praktis
Dari penelitian ini penulis juga berharap untuk dapat bermanfaat bagi
masyarakat dengan mengetahui masalah yang sering timbul dalam investasi agar
mengetahui kejadian apa saja yang terjadi dalam dunia investasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Multi Level Marketing
Multi Level Marketing berasal dari bahasa Inggris, dimana multi
berarti banyak, level berarti tingkat, sedangkan marketing berarti
pemasaran. Jadi Multi Level Marketing adalah pemasaran yang
berjenjang banyak. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan
dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Pemasaran juga dapat diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan
agar memudahkan terjadinya penjualan atau perdagangan.
Multi Level Marketing atau MLM disebut juga Network
Marketing, Multi Generation Marketing, dan Uni Level Marketing.
Namun, dari semua istilah tersebut, yang paling popular adalah
istilah Multi Level Marketing. Pengertian Multi Level Marketing
atau disingkat MLM adalah sebuah sistem pemasaran modern
melalui jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan
memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga
pemasaran. Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa Multi
Level Marketing adalah pemasaran berjenjang melalui jaringan
distribusi yang dibangun dengan menjanjikan konsumen
(pelanggan) sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Disebut
demikian karena anggota kelompok tersebut semakin banyak,
sehingga membentuk sebuah jaringan kerja (network) yang
merupakan suatu sistem pemasaran dengan menggunakan jaringan
kerja berupa sekumpulan banyak orang yang kerjanya melakukan
pemasaran.4 Sebagian orang ada juga yang menyebut MLM
sebagai bisnis penjualan langsung atau direct selling. 5 Pendapat
ini berdasarkan pelaksanaan penjualan MLM yang dilakukan
secara langsung oleh juru jual kepada konsumen. Aktifitas
penjualan tersebut dilakukan oleh seorang penjual disertai
penjelasan, presentase dan demo produk. Di Indonesia saat ini
penjualan langsung atau direct selling baik yang single level
maupun multi level bergabung dalam suatu asosiasi yaitu Asosiasi
Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Organisasi ini merupakan
anggota KADIN, bagian dari World Federation Direct selling
Association (WFDSA). MLM merupakan konsep yang
memberikan kesempatan kepada konsumen untuk turut terlibat
sebagai penjual dan memperoleh manfaat dan keuntungan di dalam
garis kemitraannya. Dalam istilah MLM, anggota dapat disebut
pula sebagai distributor atau mitra niaga. Jika mitra niaga mengajak
orang lain untuk menjadi seorang anggota sehingga jaringan
pelanggan atau pasar' Direct Selling atau penjualan langsung
adalah penjualan produk atau jasa tanpa menggunakan kios atau
toko eceran, distributor, jasa pialang, pemborong atau setiap
bentuk perantara dagang yang lain. semakin besar atau luas, itu
artinya mitra niaga telah berjasa mengangkat omzet perusahaan.
Atas dasar itulah kemudian perusahaan berterimakasih dengan
bentuk memberi sebagian keuntungannya kepada mitra niaga yang
berjasa dalam bentuk insentif berupa bonus, baik bonus bulanan,
tahunan, maupun bonus-bonus lainnya. 7 MLM merupakan
pemasaran yang dilakukan banyak level atau tingkatan, yang
biasanya dikenal dengan istilah up line (tingkat atas) dan down line
(tingkat bawah). Up line dan down line umumnya mencerminkan
hubungan pada level yang berbeda vertical maupun horizontal.
Karena itu seseorang akan disebut up line apabila telah mempunyai
down line, baik berjumlah satu maupun lebih. Bisnis MLM
menggunakan sistem jaringan, meskipun masing-masing
perusahaan distributor menyebut dengan istilah yang berbeda-
beda. 8 Promotor (upline) adalah anggota yang sudah mendapatkan
hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline)
adalah anggota baru yang mendaftar atau direkrut oleh promotor.
Dalam MLM ada dikenal istilah member, yaitu orang yang berjasa
dalam menjualkan produk perusahaa secara tidak langsung, dengan
membangun formasi jaringan. Posisi member dalam jaringan
MLM ini, tidak lepas dari dua posisi:
1. Pembeli langsung, manakala sebagai member, dia melakukan
transaksi pembelian secara langsung, baik kepada perusahaan
maupun melalui distributor atau pusat stock.
2. Makelar, karena dia telah menjadi perantara melalui perekrutan
yang telah dia lakukan bagi orang lain untuk menjadi member dan
membeli produk perusahaan tersebut. Inilah praktek yang terjadi
dalam bisnis MLM yang menamakan multilevel marketing, maupun
refereal business.
Pada sistem MLM, ada point yang bisa didapatkan oleh anggota
jika ada pembelian langsung dari produk yang dipasarkan, maupun
melalui pembelian tidak langsung melalui jaringan keanggotaan.
Tetapi kadang point bisa diperoleh tanpa pembelian produk, namun
dilihat dari banyak dan sedikitnya anggota yang bisa direkrut oleh
orang tersebut, yang sering disebut dengan pemakelaran.

2.2 Macam-macam Multi Level Marketing


Secara garis besar, macam-macam MLM di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Sistem Binary Plan
Sistem Binary Plan ini mengutamakan pengembangan jaringan
hanya dua leg saja dan mengutamakan keseimbangan jaringan.
Semakin seimbang jaringan dan omset bisnis dalam perusahaan
MLM seperti ini, semakin besar bonus yang terima. Namun jika
tidak seimbang, maka bonus-bonus tersebut mengalir deras ke
dalam perusahaan. Biasanya sistem Binary Plan ini diusung
perusahaan-perusahaan MLM yang dibuat oleh orang Indonesia.
Biasanya perkembangan jaringan perusahaan yang menggunakan
sistem Binary Plan relatif cepat sekali. Mitra-mitranya cepat
mendapat bonus besar. Agar terlihat semakin mudah mendapatkan
uang, mitra-mitra dari perusahaan seperti ini menerapkan aturan
mendapatkan uang sebagai bonus dari perekrutan mitra yang
mereka ajak (bonus sponsoring). Ini artinya mereka seperti halnya
memperjualbelikan orang-orang (trafficking) dalam cara halus.
Sistem ini biasanya memberikan bonus besar di awal karir saja
sebagai iming-iming bahwa menjalankan bisnis MLM bersistem
binary ini sangat mudah. Kenyataannya sistem binary ini
menciptakan kesimpulan bahwa yang diuntungkan adalah mitra
yang join di awal. Karenanya, MLM dengan sistem ini tidak pernah
mendapatkan sertifikasi syariah bagi sistemnya.10 Dalam
perusahaan seperti ini biasanya juga memungkinkan sesorang
untuk membeli posisi tertentu sehingga seseorang dapat
memperoleh peringkat tertentu tanpa bersusah payah
mengerjakannya. Ini juga memungkinkan seseorang memiliki
beberapa posisi dengan satu nama pribadi yaitu milik orang itu
sendiri.
2. Sistem Matrix
Sistem matrix ini pengembangan jaringannya
menggunakan konsep hanya 3 frontline saja dan begitu pula
selanjutnya ke bawah. Jenis sistem ini muncul untuk mengakali
sistem binary yang dianggap money game.
3. Sistem Break Away
Sistem ini pengembangan jaringannya mengutamakan
kelebaran. Semakin banyak frontline, semakin besar pula bonus
yang diterima. Namun kelemahannya adalah seorang agen harus
mengurus semuanya sendiri. Sistem ini juga memungkinkan
downline untuk melebihi upline-nya. Bonus yang didapat mitranya
biasanya kecil di awal, namun besar di peringkat atas. Dikarenakan
bonus member di awal karirnya kecil, maka biasanya perusahaan
seperti ini mengandalkan iming-iming bonus perekrutan. Dengan
kita mengetahui sistem marketing bisnis plan yang ditawarkan oleh
perusahaan, serta keyakinan akan kesuksesan yang memungkinkan
untuk dapat diraih dengan menyetujui segala syarat serta
konpensasi yang ada. Maka kerja membesarkan bisnis MLM yang
kita pilih bisa dapat lebih terarah dengan bai
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian


Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif, karena menggunakan data dari
kepustakaan, mengambil data dari sumber-sumber kepustakaan
yang disebut data sekunder.
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif
analisis, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara
terperinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai segala sesuatu
baik perundangundangan maupun teori-teori hukum.
Pelaksanaannya akan dilakukan dengan menggambarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan dikaitkan dengan teori-teori
hukum dalam praktik pelaksanaannya kemudian penulis
menganalisis mengenai praktik perdagangan dengan skema yang
dilarang oleh undang-undang salah satunya yaitu Skema Piramida.
Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara, Studi Kepustakaan
dan Studi Lokasi. Studi Kepustakaan dilakukan dengan menelusuri
dan menganalisis bahan pustaka di perpustakaan Mochtar
Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, yang
terkait. 8Studi Lokasi yaitu berasal dari data primer yang kemudian
diperoleh dari Penyidik di Polres Lumajangyang menangani Kasus
Q-Net ini, yang dijadikan sebagai narasumber dengan mengadakan
wawancara terlebih dahulu. Hasil dan Pembahasan A. Perbuatan
Melawan Hukum yang dilakukan oleh PT. Amoeba Internasional
dan PT. QN Internasional Indonesia dalam Kasus Q-Net 1. Skema
Piramida pada Kasus Q-Net Distribusi barang diatur pada bagian
kedua Undang-Undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
(Undang Undang Perdagangan), dan lebih lanjut diatur dalam
Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 22/M-
DAG/PER/3/2016 tentang Ketentuan Umum Distribusi Barang
(selanjutnya disebut Permendag Ketentuan Umum Distribusi
Barang) yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan
RI Nomor 66 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Perdagangan nomor 22/M-DAG/PER/3/2016 tentang
Ketentuan Umum Distribusi Barang. Distribusi merupakan
kegiatan penyampaian produk sampai ke tangan konsumen pada
waktu yang tepat. Kegiatan distribusi ini sangatlah penting bagi
keberlangsungan kegiatan ekonomi, karena produk yang dihasilkan
oleh produsen memberikan kegunaan bentuk setelah sampai ke
tangan konsumen. 10 Pasal 1 angka 11 Undang Undang
Perdagangan menjelaskan mengenai pengertian distribusi yaitu
suatu kegiatan penyaluran barang secara langsung atau tidak
langsung kepada konsumen. Pengertian yang sama terdapat juga
pada Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor
22/M-DAG/PER/3/2016 tentang Ketentuan Umum Distribusi
Barang. Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perdagangan
menjelaskan bahwa pelaku usaha yang menjalankan kegiatan
distribusi barang di dalam negeri dan ke luar negeri adalah pelaku
usaha distribusi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Harga yang harus dibayar pada Skema Piramida relatif tinggi


bahkan cenderung tidak masuk akal dan nilainya tidak setara dengan
kualitas produk yang diberikan, karena produk dalam Skema
Piramida biasanya hanya merupakan kamuflase saja sehingga
kualitas produk yang dijual dalam Skema Piramida biasanya tidak
begitu diperhatikan memiliki manfaat atau tidaknya. Selain itu,
produk yang dijual cenderung bukan merupakan produk yang dapat
dijual secara berkelanjutan jadi pendapatan yang ditawarkan,
bukanlah berasal dari penjualan produk melainkan dari komisi yang
didapatkan dari perekrutan anggota baru. Pada prakteknya anggota
MLM sangat tidak disarankan bahkan dilarang untuk melakukan
penumpukan barang atau inventory loading. Dengan melakukan
inventory loading, maka penghasilan anggota MLM akan terhambat
juga mengingat penjualan produk adalah hal yang utama dalam
sistem MLM. Dalam praktek Skema Piramida, sering terjadi
inventory loading karena anggota dianjurkan untuk mendaftar
berulang kali sehingga produknya menumpuk karena tidak terjual.
Upperline dalam Skema Piramida biasanya tidak peduli akan
terjadinya inventory loading karena fokus utama mereka terdapat
pada perekrutan saja. Anggota MLM setelah dilakukan perekrutan,
akan mendapatkan pembinaan dari upperline dalam menjalankan
MLM maupun pelatihan produk. Hal ini dilakukan semata-mata agar
dapat menghasilkan anggota yang berkualitas. Peningkatan kualitas
pada downline sangat diperhatikan karena keberhasilan setiap
anggota bergantung pada kesuksesan downline-nya. Dalam sistem
Skema Piramida tidak dikenal adanya program pembinaan yang
dilakukan kepada anggota baru, karena yang menjadi kunci dari
kesuksesan seorang anggota yaitu terdapat pada proses perekrutan
anggota baru. Sehingga tidak ada kewajiban bagi upperline untuk
melakukan pembinaan bagi anggota yang direkrutnya. Perbedaan
antara MLM dan Skema Piramida yang telah dipaparkan di atas,
sejalan dengan kriteria Skema Piramida. Pada Pasal 30 Peraturan
Menteri Perdagangan No. 70 tahun 2019 tentang Distribusi Barang
secara Langsung, menyebutkan kriteria dari Skema Piramida, yaitu:
1. Adanya komisi yang dibagikan, yang berasal dari iuran
keanggotaan yang dikenakan dalam proses perekrutan anggota baru;
2. Dapat menerima keanggotaan dengan identitas yang sama dan
dengan hak yang lebih dari satu kali; 3. Program pemasaran
(Marketing plan) yang diterapkan dapat memperoleh keuntungan
walaupun tidak melakukan penjualan barang. PT. Amoeba
Internasional merupakan salah satu support system dari PT. QN
Internasional Indonesia (QNII). PT. Amoeba Internasional bertugas
untuk membantu PT. QNII untuk mengembangkan jaringan MLM
yang dilakukannya. Dalam menjalankan tugasnya sebagai support
system, PT Amoeba Internasional melakukan perekrutan dengan
cara menyebarkan iklan lowongan pekerjaan sebagai pendata barang
di Madiun dengan gaji Rp ,- (tiga juta rupiah) perbulannya. Setelah
tiba di madiun, orang yang mencari pekerjaan tidak mendapatkan
pekerjaan yang dijanjikan, melainkan presentasi yang dilakukan
oleh leader Q-Net untuk bergabung ke dalam Q-Net. 140 Jurnal Ilmu
Kepolisian Volume 14 Nomor 2 Agustus 2020.
Dalam presentasi yang disampaikan berfokus pada
perekrutan anggota baru, dan dijanjikan kompensasi jika berhasil
merekrut anggota baru. Sistem yang dijalankan hanya memberikan
keuntungan pada anggota yang telah mendaftar lebih dahulu, dan
tidak memberikan keuntungan pada anggota yang baru bergabung
sebelum anggota baru tersebut mendapatkan anggota baru sesuai
yang ditargetkan. Calon anggota harus mengisi Formulir
Pendaftaran yang dilampirkan Surat Kuasa Pembelian yang berisi
pemberian kuasa kepada upperline untuk membayarkan uang
pendaftaran tersebut kepada Perusahaan. Berdasarkan keterangan
yang diberikan penyidik, PT. Amoeba Inernasional telah melakukan
pelanggaran pada kode etik pasal 7 yang menyatakan bahwa
pembayaran harus langsung disetorkan ke rekening perusahaan.
Surat Kuasa yang dilampirkan pada Formulir pendaftaran yang
harus ditandatangani ini, diduga sebagai salah satu indikasi adanya
permainan uang atau money game yang dilakukan PT. Amoeba
Internasional. Calon anggota juga harus menyetorkan uang
pendaftaran kisaran sebesar Rp ,- (delapan juta rupiah) hingga Rp ,-
(dua belas juta rupiah) untuk menjadi anggota Q-Net. Jumlah
besaran uang yang tidak sama setiap anggotanya juga menjadi salah
satu indikasi adanya kecurangan berupa penambahan biaya yang
tidak seharusnya ada. Berdasarkan hasil penyelidikan, leader yang
dimintakan keterangan mengaku melakukan penambahan biaya
yang disebut dengan dana kelompok yang tidak ada dalam kode etik.
Maka dalam melakukan proses perekrutan, terjadi pengambilan
keuntungan. Fakta tersebut diatas, sesuai dengan kriteria Skema
Piramida. Setiap anggota baru yang telah mendaftar diwajibkan
untuk melakukan perekrutan anggota baru yang telah ditentukan
jumlahnya, yaitu sebanyak 2 (dua) orang untuk dijadikan kaki kanan
dan kaki kiri. anggota baru hanya diwajibkan untuk mendapatkan
orang baru untuk direkrut dan tidak menitikberatkan pada penjualan
produk. Selama anggota belum berhasil mendapatkan orang baru,
maka anggota tersebut akan terus berada dalam tempat yang telah
disediakan para leader. Selama di dalam tempat itu, anggota yang
belum mendapat orang baru tidak diperbolehkan keluar dan hanya
diberikan makanan berupa nasi dan garam, bahkan ada yang harus
mengambil singkong dari kebun orang untuk makan. Anggota baru
dalam Kasus Q-Net ini tidak mendapatkan pembinaan sama sekali.
Bahkan ada beberapa anggota yang bahkan tidak mengetahui
kegunaan dari Produk. Ada juga anggota yang telah menyetorkan
uangnya, namun belum mendapatkan produknya sama sekali.
Sistem yang digunakan dalam Kasus Q-Net ini memenuhi kriteria
Skema Piramida yang dijelaskan dalam Permendag Distribusi
Barang Langsung. Maka dapat disimpulkan bahwa sistem yang
digunakan PT. Amoeba Internasional dalam Kasus Q-Net ini ialah
Skema Piramida. 2. Perbuatan Melawan Hukum pada Kasus Q-Net
Istilah perbuatan melawan hukum berasal dari bahasa Belanda yaitu
onrechtmatige daad atau dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata tort
dapat diartikan sebagai kesalahan perdata Jurnal Ilmu Kepolisian
Volume 14 Nomor 2 Agustus yang bukan dari wanprestasi kontrak.
Onrechtmatige daad juga dapat diartikan sebagai suatu perbuatan
melawan hukum atau perbuatan tanpa hak. 12 Pasal 1365
KUHPerdata mengatur mengenai Perbuatan Melawan Hukum
(PMH), bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang membawa
kerugian bagi orang lain mewajibkan orang yang atas kesalahannya
mengakibatkan kerugian itu untuk mengganti kerugian. Pengertian
PMH itu sendiri menurut Mochtar Kusumaatmadja ialah suatu
perbuatan yang menimbulkan akibat hukum yang tidak dikehendaki
oleh subjek hukum pelaku perbuatan tersebut, dan perbuatan itu
bertentangan dengan asas-asas dan kaidah hukum positif serta
menimbulkan kerugian pada subjek hukum lain. 13 PMH tidak
hanya perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang, tetapi
perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain atau
bertentangan dengan kewajiban hukum subjek hukum ataupun
bertentangan dengan kesusilaan serta kepatutan yang ada dalam
masyarakat. 14 Skema Piramida dilarang berjalan di Indonesia,
berdasarkan Pasal 9 Undang Undang dan bagi Pelaku Distribusi
yang menerapkan Skema Piramida di Indonesia dapat diberikan
sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah). Hal ini
kemudian dipertegas dalam Pasal 21 huruf k Permendag Distribusi
Barang Langsung, yang menyatakan bahwa perusahaan di bidang
penjualan langsung dilarang menggunakan jaringan pemasaran
seperti Skema Piramida. PT. Amoeba Internasional telah melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan Undang- Undang. Perbuatan
yang bertentangan dengan undang-undang dan menimbulkan
kerugian bagi orang lain dapat disebut juga dengan Perbuatan
Melawan Hukum (PMH).
Kasus ini, di satu sisi kedudukan anggota yang dirugikan
tersebut bisa menjadi korban, namun disisi lain bisa juga menjadi
pelaku. Anggota yang dirugikan bisa ditetapkan menjadi pelaku
ketika downline yang berhasil direkrutnya melaporkan kepada
pihak yang berwajib, bahwa anggota tersebut telah melakukan
penipuan. C. Tindakan Hukum yang dapat dilakukan oleh Anggota
yang merasa dirugikan Apabila terjadi suatu sengketa antara para
pihak yang melakukan perjanjian, terdapat dua upaya penyelesaian
sengketa yang dapat dilakukan, yaitu; Penyelesaian sengketa
melalui Litigasi, dan ada juga penyelesaian sengketa secara Non-
Litigasi. 1. Penyelesaian Sengketa melalui Litigasi pada Kasus Q-
Net Upaya penyelesaian sengketa melalui Litigasi, merupakan
suatu upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan di Pengadilan.
Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi merupakan upaya
penyelesaian sengketa akhir (ultimum remedium) apabila
penyelesaian sengketa alternatif lainnya tidak membuahkan hasil
karena hasil akhir dari penyelesaian sengketa melalui pengadilan
ini yaitu suatu putusan yang bersifat memenangkan satu pihak dan
pihak yang lainnya kalah (win-lose solution). Kasus Q-Net yang
dilakukan oleh PT. Amoeba Internasional, telah melakukan upaya
penyelesaian sengketa secara Litigasi melalui Pengadilan dengan
Gugatan Pidana. Proses Penyelidikan dimulai sejak bulan Mei
2019 dan ditingkatkan ke tahap Penyidikan pada bulan Juli Dalam
Kasus Q-Net ini, penyidik menerima Gugatan Praperadilan
sebanyak 5 (lima) kali dengan tuduhan menyalahi ketentuan dan
mempertanyakan tindakan penggeledahan dan penyitaan dari
lokasi yang diduga merupakan kantor dari salah satu direksi PT.
Amoeba Internasional, namun praperadilan yang ditujukan untuk
Tim Cobra Polres Lumajang, tidak dikabulkan dan ditolak oleh
Hakim yang bertugas. Penyidikan Kasus Q-Net yang ditangani
oleh Polres Lumajang ini, telah diberhentikan dan telah
dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Penyidik telah menyerahkan berkas pada Kejaksaan sebanyak 3
(tiga) kali, namun Jaksa Penuntut Umum ( JPU) memberikan
petunjuk bahwa unsur Pasal yang disangkakan tidak terpenuhi.
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Anggota Q-Net yang
merasa dirugikan, yaitu dapat melakukan Praperadilan untuk
membuka kembali kasus yang telah diberhentikan penyidikannya.
Praperadilan ini bermaksud untuk memeriksa sah atau tidaknya
pemberhentian penyidikan yang dilakukan pada kasus Q-Net ini.
Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 10 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana). Anggota yang dirugikan juga dapat mengajukan
Gugatan Baru, baik berupa Gugatan Pidana maupun Gugatan
Perdata. Gugatan Pidana dapat diajukan oleh anggota yang merasa
dirugikan, yaitu: Pasal 378 KUHPidana tentang Penipuan yang
terjadi pada proses perekrutan anggota baru, Pasal 333 ayat (1)
KUHPidana tentang Perampasan Kemerdekaan yang terjadi ketika
pada anggota belum mendapat orang baru, dan pidana Jurnal Ilmu
Kepolisian Volume 14 Nomor 2 Agustus.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 kesimpulan
Kesimpulan Mediasi juga dapat dijadikan salah satu
penyelesaian sengketa dalam Kasus Q-net ini, dimana dalam
komunikasi dua arah antara PT. Amoeba Internasional dengan
anggotanya, terdapat pihak ketiga (mediator) yang netral
membantu berjalannya proses komunikasi yang terjadi. Konsiliasi
yang merupakan tahap lanjutan dari mediasi juga dapat dilakukan,
namun dalam Konsiliasi pihak ketiga (konsiliator) berhak dalam
pengambilan keputusan dan juga solusi dari permasalahan dalam
Kasus Q-Net. Perbuatan PT. Amoeba Internasional dengan
melakukan skema piramida dapat digolongkan kedalam investasi
ilegal, yang merupakan kewenangan Satgas Waspada Investasi dari
OJK, juga dilarang Pasal 9 Undang-Undang Perdagangan. OJK
dalam Pasal 2 ayat (3) POJK No. 1/POJK.07/2014 tentang
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di Sektor Jasa
Keuangan, menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa dilakukan
pada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat
dalam Daftar LAPS yang ditetapkan oleh OJK.
5.2 saran
Sebelum berinvestasi pilihlah lembaga investasi yang
terdaftar di OJK dan yang berbadan hukum legal agar tidak salah
dalam berinvestasi mengingat sekarang banyaknya investasi ilegal
DAFTAR PUSTAKA
https://docplayer.info>praktik-skema-piramida-dalam-sistem-
distribusi-barang (diakses tanggal 2 November 2021)
http://repository.uph.edu>chapter1-kasus-investasi-ilegal-bisnis-
MLM-Qnet. (diakses tanggal 2 november 2021)

Anda mungkin juga menyukai