Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland,
1998:649).Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
kalori protein. (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi
sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim
marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih
tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212)
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau
jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga
gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal.
1.2 Rumusan Masalah

1
Berikut rumusan masalah pada makalah ini:
1. Apa pengertian Marasmus?
2. Apa saja etiologi Marasmus?
3. Bagaimana manifestasi Marasmus?
4. Bagaimana tanda dan gejala Marasmus
5. Bagaimana Patofisiologi Marasmus?
6. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi akibat Marasmus?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan
Marasmus?

1.3 Tujuan Penulisan


Berikut ini tujuan penulisan makalah:
1. Untuk mengetahui definisi dari Marasmus
2. Untuk mengetahui etiologi apa saja yang dapat menyebabkan Marasmus
3. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis dari Marasmus
4. Untuk mengetahui tanda da gejala Marasmus
5. Untuk mengetahui klasifikasi Patofisiologi Marasmus

6. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat diakibatkan oleh Marasmus

7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk


pemeriksaan Marasmus

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Marasmus

2
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland,
1998:649).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan
makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada
pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein
dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh
untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan
menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman,
2004:157).
Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses
katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari
energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.

2.2 Etiologi Marasmus


Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat
terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat
seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan
metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan
atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan
juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
2.3 Manifestasi klinis Marasmus

3
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada
kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang
dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama
beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat
kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya
normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi
kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering,
tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :


1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis

2.4 Tanda dan gejala diare


Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 :
166) tanda dan gejala dari marasmus adalah :
1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2. Diare.

4
3. Mata besar dan dalam.
4. Akral dingin dan tampak sianosis.
5. Wajah seperti orang tua.
6. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
7. Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.
8. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit
jelek..
9. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
10. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
11. Vena superfisialis tampak lebih jelas.
12. Ubun-ubun besar cekung.
13. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
14. Anoreksia.
15. Sering bangun malam.

2.5 Patofisiologi Marasmus


Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam
keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh
untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat
dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein
terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera
diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal.

5
Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun.
Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah
kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina
Mursada, 2002:11).
2.6 Pathway

2.7 Komplikasi Marasmus


Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168) defisiensi

Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma,

anemia, gagal tumbuh serta keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor.

6
a. Defisiensi Vitamin A

Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang terganggu.

Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, sering terjangkit

infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau pada penyakit hati.

Karena Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak yang kurang dapat

menimbulkan gangguan absorbsi.

b. Infestasi Cacing

Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi

khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi investasi

parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak dengan gizi kurang.

c. Tuberkulosis

Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan

membentuk “tuberkolosis primer”. Gambaran yang utama adalah pembesaran

kelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak dekat bronkus

utama dan pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat, penekanan pada bronkus

mungkin dapat menyebabkanya tersumbat, sehingga tidak ada udara yang dapat

memasuki bagian paru, yang selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar

kasus, biasanya menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap

penyakit ini. Pada anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat

memecahkan ke dalam bronkus, menyebarkan infeksi dan mengakibatkan

penyakit paru yang luas.

7
d. Bronkopneumonia

Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan kelemahan

otot yang menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan kelemahan otot

pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batuk dengan baik untuk menghilangkan

sumbatan pus. Kenyataan ini lebih sering menimbulkan pneumonia, yang

mungkin mengenai banyak bagian kecil tersebar di paru (bronkopneumonia).

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1.Menurut FKUI (1985:364) pada pemeriksaan laboratorium memperlihatkan :
a. Karena adanya kelainan kimia darah, maka :
1) kadar albumin serum rendah
2) kadar globumin normal atau sedikit tinggi
3) peningkatan fraksi globumin alfa 1 dan globumin gama
4) kadar globumin beta rendah
5) kadar globumin alfa 2 menetap
6) kadar kolesterol serum menurun
7) uji turbiditas timol meninggi
b. Pada biopsi hati ditemukan perlemahan yang kadang-kadang demikian hebatnya
sehingga hampir semua sela hati mengandung vakual lemak besar. Sering juga
ditemukan tanda fibosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
c. Pada hasil outopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukan hampir semua
organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang
dan sebagainya.

2. Menurut Markum (1996:167) pada pemeriksaan


a. Laboratorium menunjukan
1) Penurunan badan albumin, kolesterol dan glukosa dalam serum

8
2) Kadar globumin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin
dan globumin dapat terbalik kurang dari 1.
3) Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam
amino non esensial.
4) Umumnya kadar imunoglubin serum normal atau meningkat.
5) Kadar Ig A serum normal, kadar Ig A sekretori rendah.
6) Uji toleransi glukosa menunjukan gambaran tipe diabetik.
7) Pemeriksaan air kemih menunjukan peningkatan sekresi hidroksiprolin dan
adanya aminoasi dunia.
b. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis dan
infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua selhati
mengandung vakual lemak yang besar.
c. Pemeriksaan outopsi menunjukan kelainan pada hampir semua organ tubuh,
seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus, detrofi
sistem limfold dan atrofi kelenjar timus.
d. Pada pemeriksaan otopometri berat badan dibawah 90%, lingkar lengan di bawah
14 cm.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas klien, meliputi:
1. Nama klien: sesuai dengan nama pasien.
2. Usia: klien marasmus biasanya berusia kurang dari 5 tahun (balita)
3. Jenis kelamin: terjadi pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan
4. Agama: bergantung pada pasien

9
5. Pendidikan: anak biasanya belum sekolah, sedangkan orangtua anak biasanya
berpendidikan rendah.
6. Alamat: klien dengan marasmus biasanya bertempat tinggal di daerah dengan
pemukiman kumuh atau pemukiman padat penduduk.

b. Identitas Orang tua (penanggung), meliputi:


1. Nama orang tua: sesuai dengan nama bapak dan ibu atau keluarga penanggung
dari klien.
2. Alamat orang tua: sama dengan anak
3. Pendidikan orang tua: biasanya orang tua klien berpendidikan rendah.
4. Pekerjaaan orang tua: pekerjaan orangtua klien dengan marasmus biasanya adalah
sebagai buruh atau dengan status sosial ekonomi rendah.

c. Data subjektif
1. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sering mual dan muntah.
2. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering rewel dan nangis terus padahal sudah
diberi makan.
3. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya semakin kurus badannya.
4. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya juga sering diare.
d. Data Objektif
1. Pasien tampak sangat kurus,
2. Rambut pasien tampak kemerahan,
3. Perut pasien terlihat cekung,
4. Wajah pasien tampak seperti orang tua (berkerut)
5. Kulit pasien tampak keriput.
e. Keluhan utama :
f. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin
turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang
menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi, Meliputi pengkajian
riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan,

10
tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang,
buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data
fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan
kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori
dalam waktu relatif lama).
3. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain.
4.1.2 Pengkajian pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dan mual muntah.
b. Pola eliminasi: klien biasanya mengalami diare.
c. Pola aktivitas dan integritas ego: klien biasanya mengalami gangguan aktifitas
karena mengalami kelemahan tubuh yang disebabkan oleh gangguan metabolism.
d. Pola istirahat dan tidur: klien sering rewel karena selalu merasa lapar meskipun
sudah diberi makan sehingga sering terbangun pada malam hari.
e. Pola higiene: kebersihan diri klien kurang, kulit tampak kusam, rambut
kemerahan.
f. Pola pernapasan: adanya suara whezzing dan ronkhi akibat adanya penyakit
penyerta seperti bronkopneumonia.
g. Pola keamanan: klien sangat rentan untuk terjangkit infeksi karena system imun
yang menurun.
h. Pola seksualitas: tidak mengalami gangguan.
3.2 Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah
dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit pasien dan lain-lain.Pengkajian secara umum
dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan

11
umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan
wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
a. Pengkajian fisik dengan metode head to toe
1. Keadaan umum klien, meliputi: kesadaran composmentis: lemah, rewel,
kebersihan kurang, berat badan kurang, tinggi badan, nadi cepat dan lemah, suhu
meningkat, dan pernapasan takipneu.
2. Kepala: lingkar kepala klien biasanya lebih kecil dari normal, warna rambut
kusam.
3. Muka: tampak seperti wajah orang tua.
4. Mata: konjungtiva anemis.
5. Hidung: biasanya terdapat sekret dan terpasang selang NGT untuk memenuhi
intake nutrisi.
6. Mulut: biasanya terdapat lesi, mukosa bibir kering dan bibir pecah-pecah.
7. Leher: biasanya mengalami kaku duduk.
8. Torax : adanya tarikan dada saat bernapas
9. Abdomen: perut cekung, terdapat ascites, bising usus meningkat, suara
hipertimpani.
10. Ekstremitas atas: lingkar atas abnormal, akral dingin dan pucat.
11. Ektremitas bawah: terjadi edema tungkai.
12. Kulit : keadaan turgor kulit menurun, kulit keriput, CRT: > 3 detik,
(Capernito,2000).
b. Pemeriksaan fisik abdomen antara lain:
1. Inspeksi
a) klien tampak kurus, ada edema pada muka dan kaki;
b) warna rambut kemerahan, kering dan mudah patah/dicabut;
c) mata terlihat cekung dan pucat;
d) terlihat pergerakan usus;
e) ada pembesaran/edema pada tungkai.
2. Auskultasi
a) bunyi peristaltik usus meningkat;
b) bunyi paru-paru wheezing dan ronchi.
3. Perkusi
a) terdengar adanya shifting dullnees;
b) terdengar bunyi hipertimpani.
4. Palpasi
hati: terjadi pembesaran hati.
c. Pemeriksaaan fisik untuk pertumbuhan anak.
1. Mengukur tinggi badan dan berat badan anak

12
2. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan tinggi badan (dalam meter)
3. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep)
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur,
biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm
pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
4. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur lingkar lengan atas (LLA)
untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa
tubuh yang tidak berlemak).
d. Pemeriksaan Laboratorium
1. Biokimia: Hb anemia karena kurangnya konsumsi makanan yang mengandung
zat besi, asam folat dan berbagai vitamin, kadar albumin yang rendah karena
kurangnya konsumsi protein, kadar globumin normal atau sedikit tinggi, kadar
asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam amino non
esensial.
2. Biopsi: ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis dan
infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati
mengandung vakual lemak yang besar.
3. Autopsi: menunjukkan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti
degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus, detrofi sistem
limfold dan atrofi kelenjar timus.

3.2 Diagnosa Keperawatan

13
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
nutrisi/status metabolik.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan
tubuh

3.4 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan Hasil
1. Gangguan nutrisi Pasien mendapat 1. Dapatkan riwayat1. Riwayat diet untuk
kurang dari nutrisi yang diet data klien
2. Dorong orangtua atau
2. Sebagai support
kebutuhan tubuh adekuat.
Setelah dilakukan anggota keluarga lain untuk anak ketika
berhubungan
tindakan untuk menyuapi anak makan
dengan intake
3. Untuk menambah
keperawatan, atau ada disaat makan
makanan tidak
3. Gunakan alat makan semangat makan si
diharapkan pasien
adekuat (nafsu
yang dikenalnya anak
akan dapat
makan berkurang) 4. Perawat harus ada
4. Mencegah
- meningkatkan
(Wong, 2004), yang saat makan untuk terjadinya hal-hal
masukan oral.
ditandai dengan: - Nafsu makan memberikan bantuan, yang tidak
DS : Klien
meningkat mencegah gangguan diinginkan,
mengeluh badan - badan tidak lemah,
dan memuji anak memberi semangat
lemah, anoreksia, ceria dan segar
untuk makan mereka untuk anak
- BB normal, hb
lesu, mudah lelah 5. Sajikan makansedikit
5. Menggunakan alat
DO: berat badan normal
tapi sering makan yang
- edema hilang
turun, berat badan 6. Sajikan porsi kecil
- rambut distribusi dikenal oleh anak
tidak sesuai dengan makanan dan berikan
rata, hitam nampak akan menambah
tinggi badan, setiap porsi secara
berminyak semangat untuk
edema, rambut - hepar tidak terpisah
makanm
7. berikan makanan

14
kering, kusam, membesar TKTP, dilakukan
6. Memenuhi
jarang, putih dan secara bertahap kebutuhan nutrisi
8. observasi intake dan
mudah dicabut, kulit anak.
output 7. Mempertahankan
kering dan bersisik,
9. observasi TTV
keseimbangan
hepar membesar, hb 10. kolaborasi dengan
kebutuhan protein
rendah, mata pucat tenaga kesehatan lain
dan kalori anak
dan cekung. untuk pemberian
8. Memastikan
vitamin dan gizi
haluaran output
untuk makanannya.
sesuai dengan
11. penyuluhan kesehatan
intake anak
9. Memenuhi
kebutuhan anak
untuk kebutuhan
tubuhnya
10. Menambah
pengetahuan anak
dan keluarga
2. Defisit volume Tidak terjadi 1. Monitor tanda-tanda1. Untuk mengetahui
cairan berhubungan dehidrasi vital dan tanda-tanda TTV dan tanda
Setelah dilakukan
dengan diare, mual, dehidrasi dehidrasi anak
tindakan 2. Monitor jumlah dan 2. Untuk mengetahui
muntah.
DS: respon verbal keerawatan, tipe masukan cairan cairan pada anak
3. Ukur kaluaran urine 3. Untuk mengetahui
dari klien dan diharakan klien
dengan akurat keseimbangan
keluarga. akan daat:
4. Dorong keluarga
DO: klien BAB Mukosa bibir antara input dan
untuk membantu
sehari > 3kali lembab output
tidak terjadi pasien makan 4. Meningkatkan
5. Tawarkan makanan
peningkatan suhu nutrisi klien
turgor kulit baik ringan 5. Mempercepat
6. Atur kemungkinan
pemulihan volume
transfusi

15
7. Pelihara IV line cairan yang
8. Monitor respon klien
berkurang
dengan penambahan 6. Mencegah infeksi
7. Mengidentifikasi
cairan
apakah terdapat
reaksi alergi atau
reaksi yang tidak
diinginkan.
3 Gangguan integritas Tujuan : Tidak
1. Monitor kemerahan,1. Mencegah
kulit berhubungan terjadi gangguan pucat,ekskoriasi terjadinya
2. Dorong mandi
dengan gangguan integritas kulit kerusakan pada
2xsehari dan gunakan
nutrisi/status kulit
Kriteria hasil :
lotion setelah mandi 2. Mandi dapat
metabolik. a. kulit tidak kering
3. Massage kulit
DS: keluarga klien b. kulit tidak bersisik menjaga kebersihan
c. elastisitas normal Kriteria hasilususnya
menyatakan klien kulit
diatas penonjolan 3. Massage dapat
tidak bergairah dan
tulang mencegah
lesu.
4. Ubah posisi baring
DO: klien kulit terjadinya
pasien setiap 2 jam.
bersisisk, kering. kerusakan kulit
4. Baring yang sering
akan
mengakibatkan
penekanan pada
kulit
4 Resiko tinggi Tujuan :Pasien tidak
1. Mencuci tangan 1. Tangan yang bersih
infeksi berhubungan menunjukkan sebelum dan sesudah akan terhindar dari
dengan kerusakan tanda-tanda infeksi melakukan tindakan kuman
2. Pastikan semua alat 2. Alat yang
pertahanan tubuh,
Kriteria hasil:
yang kontak dengan bersih/steril tidak
ditandai dengan:
a. suhu tubuh normal
pasien bersih/steril akan
badan lemah, lesu, (36,60 C-37,70 C)
3. Instruksikan tenaga
b. lekosit dalam batas mengakibatkan
pusing, Hb rendah,

16
BB tidak sesuai normal kesehatan dan infeksi
c. badan tidak lemah 3. Mempertahankan
dengan tinggi keluarga dalam
dan ceria keseimbangan
badan, mata pucat prosedur kontrol
d. pusing berkurang
DS:respon verbal kebutuhan protein
e. Hb normal kembali infeksi
klien yang terlihat f. BB normal kembali4. berikan makanan dan kalori anak
g. mata tidak pucat 4. Memastikan TTV
tidak ceria. TKTP
DO: klien lemah, 5. monitoring TTV anak tetap dalam
6. Beri antibiotik sesuai
lesu, pusing, Hb batas normal
program 5. Antibiotik sebagai
rendah, BB tidak
pengobatan
sesuai dengan tinggi
badan, mata pucat

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk


mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat
sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal

B. Saran

1. Diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk dapat memenuhi asupan


protein, agar dapat tumbuh dengan sehat.

2. Agar seluruh ibu-ibu memperhatikan gizi anak, terutama asupan


proteinnya, agar tidak ada lagi penderita gizi buruk.

3. Kepada tenaga kesehatan untuk dapat mengadakan penyuluhan kepada


masyarakat tentang gizi, terutama tentang protein.

4. Diharapkan masyarakat atau pun pembaca mau ikut serta menggalakkan


program tentang pemberantasan gizi buruk, untuk mencapai Muna sehat 2015

18
DAFTAR PUSTAKA

Berhman, Kliegman dan Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Vol 1. Jakarta:
EGC.

Carpenito, L. J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta :


EGC

Chris Brooker. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.

Wong, L. D & Whaleys, 2004. Pedoman Klinis Asuhan Keperawatan Anak.


Jakarta: EGC.

Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2.Jakarta:


Media Aescullapius.

Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification


(NIC).Mosby

NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi


& Klasifikasi, Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC

Adiningsih. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda Tip Mengatasi anak sulit makan
Sulit makan sayur dan minum susu. Jakarta: Gramedia.

19

Anda mungkin juga menyukai