Anda di halaman 1dari 19

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas matakuliah
Keperawatan Anak yang berjudul “Asfiksia Neonaturum” dengan baik dan
lancar.

Ketika pelaksanaan penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat


bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
penulis ingin berterima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ni Luh Putu ES, S.Kp, MKes selaku Pembina matakuliah
Keperawatan Anak.
2. Kakak tingkat, yang memberikan bantuan untuk menyelesaikan
makalah ini.
3. Teman seperjuangan angkatan 2018, yang telah memberikan kritik
dan saran dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam makalah ini.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
makalah ini bisa menjadi lebih baik. Semoga, makalah ini dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Malang, 29 Oktober 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. 1

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4

1.3 Tujuan ............................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Asfiksia ............................................................................ 5

2.2 Etiologi Asfiksia ............................................................................ 5

2.3 Manifestasi Klinis .......................................................................... 8

2.4 Patofisiologi ................................................................................... 9

2.5 Pathway .......................................................................................... 11

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Pengkajian ............................................................................ 11

2.6.2 Diagnosa yang Mungkin Muncul ........................................ 13

2.6.3 Intervensi ............................................................................. 13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................... 18

3.2 Saran .............................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah jika dibandingkan


dengan negara tetangga meskipun program pembangunan kesehatan yang
berkesinambungan telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan
Indonesia. Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas
kesehatan penduduk yang ditunjukkan antara lain dengan masih tingginya Angka
Kematian Bayi (AKB), anak balita dan ibu, serta tingginya proporsi balita yang
menderita gizi kurang. Diperkirakan sekitar 27% seluruh angka kematian
neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum (WHO 2013).
Asfiksia merupakan kegagalan untuk bernafas secara cukup dari bayi yang baru
lahir. Bayi asfiksia bila tidak segera dilakukan tindakan keperawatan makan akan
berakibat fatal bagi kelangsungan hidupnya.

Asfiksia dapat terjadi pada periode antepartum, intrapartum maupun


postpartum. Sembilan puluh persen kejadian asfiksia terjadi pada periode
antepartum dan intrapartum sebagai akibat dari kurangnya kemampuan plasenta
untuk menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dan ion hidrogen
dari janin. Sepuluh persen sisanya merupakan periode postpartum biasanya
kekurangan sekunder pada sistem pernafasan jantung atau saraf. Asfiksia berarti
hipoksia progresif, penimbunan karbondioksida dan asidosis. Bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.

Upaya yang paling penting adalah mencegah terjadinya persalinan preterm


semaksimal mungkin dengan pemeriksaan antenatal yang baik, meningkatkan
status gizi ibu, mencegah pernikahan muda dan mencegah serta mengobati infeksi
intra uterin. Apabila bayi terpaksa lahir sebagai bayi kurang bulan (BKB), maka
manajemen yang cepat tepat dan terpadu harus sudah mulai dilaksanakan pada
saat antepartum, intrapartum dan postpartum atau pasca natal. Pendidikan dan
pengenalan ibu hamil pada faktor-faktor pencetus terjadinya asfiksia penting
sebagai usaha penurunan angka kematian akibat asfiksia, selain itu tenaga
kesehatan juga harus benar-benar memahami tanda dan gejala, menghitung Apgar
Score, mengenali penyebab serta tindakan resusitasi yang harus dilakukan saat
menghadapi bayi baru lahir dengan asfiksia, sehingga bayi dapat terselamatkan
dan angka mortalitas akibat asfiksia menurun.

3
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Asfiksia Neonatorum?

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

Mahasiswa mampu mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan


keperawatan klien dengan asfiksia neonatorum.

1.3.2 Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar Asfiksia,


penyebab, patofisiologi dan pathway dari asfiksia

b. Menjelaskan Asuhan Keperawatan dari Asfiksia (pengkajian, diagnosa, dan


rencana keperawatan)

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Asfiksia

Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir.

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis.


Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. Pada bayi
yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dalam
periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnea yang
dikenal sebagai apnea primer. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen
selama periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap-megap yang
dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan
bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea sekunder.

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin
akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan
dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah
persalinan.

Dengan demikian asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum
lahir umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengarui kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.

5
2.2 Etiologi Asfiksia

1. Faktor Ibu
a. Hipoksia Ibu
Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetika atau anestesia dalam.
b. Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan eklampsia mengakibatkan gangguan aliran darah


pada tubuh seperti contohnya ibu mengalami anemia berat sehingga
aliran darah pada uterus berkurang akan menyebabkan berkurangnya
pengaliran darah yang membawa oksigen ke plasenta dan janin.

c. Perdarahan Abnormal

Hal ini menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan


zat asam arang sehingga turunnya tekanan secara mendadak. Karena
bayi kelebihan zat asam arang maka bayi akan kesulitan dalm bernafas

d. Partus Lama atau Partus Macet

Partus lama atau macet dapat menyebabkan hipoksia janin yang


berakibat pada kandungan oksigen dalam darah arteri menurun serta
aliran darah ke plasenta menurun sehingga oksigen yang tersedia untuk
janin berkurang dan ketika bayi lahir bisa menyebabkan asfiksia.

e. Demam Selama Persalinan

Demam ini bisa diakibatkan karena infeksi yang terjadi selama


proses persalinan. Infeksi yang yang terjadi tidak hanya bersifat lokal
tetapi juga sistemik. Artinya kuman masuk peredaran darah ibu dan
mengganggu metabolisme tubuh ibu secara umum. Sehingga terjadi
gangguan aliran darah yang menyebabkan terganggunya pasokan
oksigen dari ibu ke janin.

f. Infeksi berat

Akibat infeksi berat, penghancuran atau pemecahan sel darah


merah yang lebih cepat dari pembuatan sel darah merah tersebut
sehingga apabila ibu mengalami perdarahan saat persalinan maka pada
akan terjadi anemia pada ibu yang menyebabkan ibu kekurangan sel
darah merah yang membawa oksigen untuk janin yang menyebabkan
asfiksia.

6
2. Faktor Bayi

a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan).

b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi


vakum, porsef)

c. Kelainan kongenital

Cacat bawaan dalam kandungan akan mengakibatkan asfiksia bayi


karena dengan adanya cacat bawaan ini akan menimbulkan gangguan
pertumbuhan janin seperti organ janin sehingga organ paru janin akan
berfungsi abnormal.

d. Air ketuban bercampur mekonium

Bila janin kekurangan oksigen dan kadar karbondioksida


bertambah timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga denyut
jantung janin menjadi lambat. Jika ini terus berlanjut maka timbul
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga denyut jantung janin
menjadi lebih cepat akhirnya janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin sehingga banyak mekonium dalam air ketuban pada paru
yang mengakibatkan denyut jantung janin menurun dan bayi tidak
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.

3. Faktor Tali Pusat

a. Lilitan tali pusat

Menyebabkan gangguan aliran darah pada tali pusat. Yang kita


ketahui bahwa darah dalam tubuh membawa oksigen untuk diedarkan
ke seluruh tubuh.

b. Tali pusat pendek

Tali pusat pendekakan menyebabkan terganggunya aliran darah


dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin.

c. Simpul tali pusat

Karena tekanan tali pusat yang kuat menyebabkan pernafasan pada


janin terhambat.

7
2.3 Manifestasi Klinis

Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan


oleh beberapa keadaan diantaranya :

a. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.

b. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan


termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap


tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami
gangguan.

Gejala Klinis :

Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat


dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala
dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.

Gejala lanjut pada asfiksia :

a.Tachikardi

b. Denyut jantung terus menurun.

c. Tekanan darah mulai menurun.

d. Bayi terlihat lemas (flaccid).

e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2).

f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2).

g. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik).

h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob.

I. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.

g. Pernafasan terganggu.

h. Reflek / respon bayi melemah.

8
i. Tonus otot menurun.

j. Warna kulit biru atau pucat.

2.4 Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan
asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi, proses ini dianggap sangat
perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary
gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama


kehamilan, maka saat persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan
ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi dan akan
menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak
tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai
dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi
jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang
kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua
(Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan
darah.

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan


metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada
tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris
respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme
anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organik terjadi akibat
metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung yang akan
mempengaruhi fungsi jantung.

Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel


jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan
pengisian udara alveolus yang kurang adekuat dan akan menyebabkan tingginya
resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem

9
tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler
yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak
yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya.

Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby), skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan
tidak memerlukan tindakan istimewa.

b. Asfiksia Sedang ( mild moderate asphyksia), skor APGAR 4-6, pada


pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot
kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

c. Asfiksia Berat, skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap
atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia
berat.

Pemeriksaan apgar untuk bayi :

Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
nafas dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi Fleksi kuat
ekstrimitas gerak aktif
(lemah)
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah
ekstrimitas biru seluruh
tubuh

Nilai 0-3   : Asfiksia berat

Nilai 4-6   : Asfiksia sedang

  Nilai 7-10 : Normal

2.5 Pathway

10
2.6 Penatalaksanaan (Asuhan Keperawatan)

2.6.1 Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan terhadap klien adalah sebagai berikut:

a. Identitas klien/bayi dan keluarga.

b. Diagnosa medis yang ditegakkan saat klien masuk rumah sakit.

c. Alasan klien/bayi masuk ruang perinatologi.

d. Riwayat kesehatan klien/bayi saat ini.

e. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu.

f. Riwayat kelahiran klien/bayi.

g. Pengukuran nilai apgar score, Bila nilainya 0-3 asfiksia berat, bila nilainya
4-6 asfiksia sedang.

11
h. Pengkajian dasar data neonatus:

1. Sirkulasi

a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).

b. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas


maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.

c. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.

d. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.

2. Eliminasi

Dapat berkemih saat lahir.

3. Makanan / cairan

a. Berat badan : 2500-4000 gram

b. Panjang badan : 44-45 cm

c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

4. Neurosensori

a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30


menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi


menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang).

5. Pernafasan

a. Skor APGAR, skor optimal 7-10

b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya


silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

6. Keamanan

12
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).

b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,


warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal).

2.6.2 Diagnosa yang Mungkin Muncul

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi..
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan
ketidakseimbangan ventilasi.
d. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya suplai
oksigen dalam darah

2.6.3 Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
Diagnosa 1 Tujuan : Setelah 1. Tentukan kebutuhan 1. Untuk
dilakukan
oral/ suction memungkinka
tindakan
Bersihan jalan keperawatan, tracheal. n
bersihan jalan
nafas tidak 2. Auskultasi suara reoksigenasi.
nafas kembali
efektif efektif. nafas sebelum dan 2. Pernapasan
Dengan kriteria
berhubungan sesudah suction. bising, ronki
hasil :
dengan a. Tidak 3. Beritahu keluarga dan mengi
produksi menunjukkan tentang suction. menunjukkan
mukus banyak demam 4. Bersihkan daerah tertahannya

13
b. Tidak bagian tracheal secret.
menunjukkan setelah suction 3. Membantu
cemas selesai dilakukan. memberikan
c. Rata-rata 5. Monitor status informasi
repirasi dalam oksigen pasien, yang benar
batas normal status hemodinamik pada
d. Pengeluaran segera sebelum, keluarga.
sputum selama dan sesudah 4. Mencegah
melalui jalan suction obstruksi/aspi
nafas rasi.
e. Tidak ada 5. Membantu
suara nafas untuk
tambahan mengidentifik
f. Mudah dalam asi perbedaan
bernafas. status oksigen
g. Tidak sebelum dan
menunjukkan sesudah
kegelisahan. suction.
h. Tidak adanya
sianosis.
i. PaCO2 dalam
batas normal.
j. PaO2 dalam
batas normal.
k. Keseimbanga
n perfusi
ventilasi

Diagnosa 2 1. Pertahankan 1. Untuk


Tujuan : Setelah
dilakukan kepatenan jalan menghilangka
tindakan

14
Pola napas keperawatan nafas dengan n mucus yang
selama proses
tidak efektif melakukan terakumulasi
keperawatan
berhubungan diharapkan pola pengisapan lender dari
nafas menjadi
dengan 2. Auskultasi jalan nasofaring,
efektif
hipoventilasi Kriteria hasil : nafas untuk tracea.
a. Pasien
mengetahui adanya 2. Bunyi nafas
menunjukkan
penurunan ventilasi menurun/tak
pola nafas
3. Berikan oksigenasi ada bila jalan
yang efektif
sesuai kebutuhan nafas
b. Ekspansi dada
obstruksi
simetris
sekunder.
c. Tidak ada
Ronki dan
bunyi nafas
mengi
tambahan
menyertai
d. Kecepatan dan
obstruksi
irama respirasi
dalam batas jalan
normal
nafas/kegagal
an
pernafasan.
3. Memaksimalk
an bernafas
dan
menurunkan
kerja nafas.

Diagnosa 3 Tujuan : Setelah 1. Kaji bunyi paru, 1. Penurunan


dilakukan
frekuensi nafas, bunyi nafas
tindakan
Kerusakan keperawatan kedalaman nafas dapat
selama proses
pertukaran gas dan produksi menunjukkan
keperawatan
berhubungan diharapkan sputum atelektasis.
pertukaran gas
dengan 2. Pantau saturasi O2 Ronki, mengi
teratasi
gangguan Kriteria hasil : dengan oksimetri menunjukkan
a. Tidak sesak

15
suplai oksigen nafas 3. Berikan oksigen akumulasi
dan b. Fungsi paru tambahan yang secret/ketidak
ketidakseimba dalam batas sesuai. mampuan
ngan ventilasi normal untuk
membersihka
n jalan nafas
yang dapat
menimbulkan
peningkatan
kerja
pernafasan.
2. Penurunan
kandungan
oksigen
(PaO2)
dan/atau
saturasi atau
peningkatan
PaCO2
menunjukkan
kebutuhan
untuk
intervensi/per
ubahan
program
terapi.
3. Alat dalam
memperbaiki
hipoksemia
yang dapat
terjadi
sekunder

16
terhadap
penurunan
Tujuan : Setelah
dilakukan ventilasi/men
tindakan
urunnya
keperawatan
selama proses permukaan
keperawatan
alveolar paru.
diharapkan suhu
tubuh normal
Kriteria hasil :
1. Hindarkan pasien 1. Menghindari
Diagnosa 4 a. Temperatur
dari kedinginan dan terjadinya
badan dalam
Risiko
tempatkan pada hipotermia.
ketidakseimba batas normal
ngan suhu lingkungan yang 2. Mengetahui
b. Tidak terjadi
tubuh hangat. terjadinya
distress
berhubungan 2. Monitor temperatur hipotermi.
dengan pernafasan
kurangnya dan warna kulit. 3. Perubahan
c. Tidak gelisah
suplai oksigen 3. Monitor TTV. tanda-tanda
d. Perubahan
dalam darah 4. Jaga temperatur vital yang
warna kulit
suhu tubuh bayi signifikan
e. Bilirubin
agar tetap hangat. akan
dalam batas
5. Tempatkan BBL mempengaruh
normal
pada inkubator bila i proses
perlu. regulasi
ataupun
metabolisme
dalam tubuh.
4. Mambantu
BBL tetap
berada pada
keadaan yang
sesuai dengan
keadaannya.
BAB III

PENUTUP

17
3.1 Kesimpulan

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,


bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia
lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan
PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
Asfiksia di bagi menjadi 3 jenis, yaitu Nilai 0-3: Asfiksia berat, Nilai 4-6:
Asfiksia sedang, Nilai 7-10 : Normal
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat
timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. karena itu
penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk
keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.

Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya


pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik
dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh
untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-
plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi
ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi
tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir
secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan
bila perlu.

3.2 Saran

Mahasiswa keperawatan hendaknya dapat menerapkan asuhan


keperawatan yang telah didapatkan secara teoritis yang telah disajikan dalam
penulisan kasus ini dan mampu memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai penyakit asfiksia dengan mengadakan suatu penyuluhan atau
pendidikan kesehatan.

Daftar Pustaka

18
Dewi, Puspita Erma. 2015. Asfiksia Sedang,
(http://midwifery.blog.uns.ac.id/asfiksia-sedang/), diakses pada tanggal 24
Oktober 2018
Wordpress.com. 2012. Asfiksia,
(https://anikssit.wordpress.com/2012/10/09/asfiksia/), diakses pada tanggal
24 Oktober 2018
Haifa Shofura. 2014. Asfiksia Pada Neonatus 2,
(https://haifashofura.wordpress.com/2014/05/09/asfiksia-pada-neonatus-
2/), diakses pada tanggal 26 Oktober 2018
Kedokteran.unila.ac.id. 2018. Hubungan antara Preeklamsia dalam Kehamilan
dengan Kejadian Asfiksia pada BBL,
(http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/92
4/738), diakses pada tanggal 27 Oktober 2018

19

Anda mungkin juga menyukai