Bab Viii Kebijakan Moneter
Bab Viii Kebijakan Moneter
KEBIJAKAN MONETER
Objektif :
Mahasiswa mampu :
1. Memahami pengertian tentang Kebijakan Moneter.
2. Mengetahui peranan Kebijakan Moneter dalam perekonomian.
3. Memahami aspek yang mempengaruhi Kebijakan Moneter.
8.1 Pengertian
Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan otoritas moneter untuk
mempengaruhi uang beredar, kredit dan tingkat bunga yang pada gilirannya akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Kebijakan moneter merupakan bagian
dari kebijakan makro ekonomi.
126
8.3 Macam – macam Kebijakan Moneter
127
Secara umum operasi pasar terbuka adalah kebijakan dalam rangka
mempengaruhi jumlah uang beredar dan /atau tingkat suku bunga yang
dilaksanakan oleh Bank Sentral melalui jual beli surat-surat berharga.
Pembelian surat-surat berharga oleh Bank Sentral akan menambah likuiditas
(reserve) bank, karena reserve (R) ini merupakan bagian dari uang primer (B),
maka pembelian surat-surat berharga berarti menambah uang primer,
selanjutnya melalui proses multiplier akan menambah jumlah uang yang
beredar (likuiditas masyarakat), dengan kata lain kenaikan R akan menambah
kemampuan bank dalam penciptaan kredit dan penciptaan uang giral dan pada
gilirannya akan memperluas jumlah uang yang beredar, sebaliknya pembelian
surat-surat berharga oleh Bank Sentral tujuannya adalah untuk menarik
likuiditas dari masyarakat melalui bank-bank umum. Mekanisme hubungan
jual-beli surat-surat berharga dengan jumlah uang yang beredar dapat
digambarkan secara skematis sebagai berikut :
Dimana :
R = Cadangan Bank
B = Uang Primer
L = Kredit
D = Uang Giral, dan
Ms = Jumlah Uang Beredar
128
Sb Pb¯ i
Dalam sistem COR besaran yang ditetapkan pada setiap lelang adalah
tingkat diskonto, sedangkan jumlah surat berharga yang akan dijual
ditentukan oleh ketentuan pasar. Tingkat diskonto yang tercipta dalam
lelang inilah yang diharapkan menjadi reference rate dari tingkat bunga
lainnya (tingkat bunga pinjaman antar bank, tingkat bunga deposito
berjangka dan pada gilirannya tingkat bunga kredit).
Dalam sistem SOR besaran yang ditetapkan pada setiap lelang adalah
target kuantitas surat berharga yang akan dijual sedangkan diskontonya
ditentukan atas dasar penawaran primary dealer. Sistem ini mempunyai
pengaruh langsung dalam pengendalian uang primer.
129
OPT DI INDONESIA
Menurut Peraturan BI No. 4/9/PBI/2002 OPT di Indonesia dilakukan melalui
penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jual beli surat berharga dalam rupiah, yang
meliputi SBI, Surat Utang Negara, dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan
mudah dicairkan; penyediaan fasilitas simpanan BI dalam rupiah (FASBI); jual beli
valuta asing terhadap rupiah.
SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Sedangkan yang
dimaksud FABSI adalah fasilitas yang diberikan BI kepada Bank untuk menempatkan
dananya di BI dalam rangka kegiatan Operasi Pasar Terbuka.
Sejak Juni 1993 Bank Indonesia telah mengubah orientasi pengendalian moneter
(monetary control) dalam Operasi Pasar Terbuka (OPT) dari sistem Cut-Off Rate (COR)
menjadi Stop-Out Rate (SOR).
130
Kelemahan COR SYSTEM Kelemahan SOR SYSTEM
a. Perubahan kuantitas uang primer Tingkat diskonto surat-surat berharga
periode dapat menyimpang dari jumlah tidak selalu dapat dikendalikan sesuai
yang dianggap sesuai dengan dengan yang diinginkan. Tingkat
kebutuhan likuiditas perekonomian diskonto berfluktuasi menurut
b. Sulit menentukan tingkat diskonto pada perkembangan pasar.
setiap lelang yang benar-benar
mencerminkan permintaan dan
penawaran dalam masyarakat
c. Sulit menentukan yeild curve yang
sesuai dengan yang berlaku di pasar
2. Politik Diskonto
Politik Diskonto, adalah kebijakan yang dilakukan dengan cara mengatur tingkat
diskonto pinjaman-pinjaman yang diberikan Bank Sentral kepada bank-bank umum.
Tingkat diskonto pinjaman-pinjaman inilah yang diharapkan menjadi reference rate dari
tingkat bunga lainnya.
Bank-bank umum mempunyai alternatif untuk meminjam uang dikala kesulitan
dana selain dari Bank Sentral, yaitu dari pasar uang antar bank (interbank money-
market). Apabila Bank Sentral bermaksud menurunkan tingkat bunga umum, maka
tingkat bunga pinjamannya akan diturunkan di bawah tingkat bunga “interbank call-
money”, bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas akan mengalihkan
pinjamannya ke Bank Sentral, hal ini mengakibatkan permintaan terhadap pinjaman
antar bank akan turun dampaknya tingkat bunga pinjaman antar bank pun akan turun
pula, pada gilirannya tingkat bunga dana masyarakat dan kredit akan turun pula.
131
Menurut Profit Theory, Bank-bank umum meminjam uang kepada Bank Sentral
didasarkan pada motif mencari keuntungan. (dalam hal ini Bank Sentral berfungsi
sebagai the lender of first resort).
b. Berdasarkan Need Theory
Menurut need theory, Bank-bank umum hanya diperkenankan untuk meminjam dari
Bank Sentral, apabila bank-bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas, jadi sifat
pinjaman disini adalah pinjaman darurat (dalam hal ini Bank Sentral berfungsi
sebagai “the lender of last resort”).
Dalam perkembangannya banyak negara termasuk Indonesia telah meninggalkan
profit theory dengan alasan antara lain :
1. Kredit-kredit Bank Sentral berifat inflatoir
2. Tidak mendukung efisiensi dalam pengalokasian dana masyarakat ke arah
kegiatan yang produktif untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran
pembangunan.
3. Mengakibatkan ketergantungan bank-bank umum pada kredit likuiditas Bank
Sentral.
4. Kredit murah Bank Sentral merangsang spekulasi terutama dalam pembelian
devisa.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, Bank-bank Indonesia sejak
berlakunya Paket kebijaksanaan 29 Januari 1990, lebih banyak mendukung dirinya
sebagai the lender of last resort yang hanya melayani pinjaman bagi bank-bank
yang mengalami kesulitan likuiditas, disamping sebagai engine of development
yang memberikan kredit-kredit tertentu dalam rangka melaksanakan program-
program pemerintah dalam rangka meningkatkan kegiatan sektor-sektor
perekonomian tertentu.
132
Diskonto II, yaitu fasilitas pinjaman jangka pendek (tidak lebih dari 150 hari) yang
disediakan BI untuk memudahkan bank dalam menanggulangi kesulitan pendanaan
karena rencana pengerahan dana yang tidak sesuai dengan penarikan kredit jangka
menengah atau jangka panjang (mismatch) dengan jaminan (secured discount window)
berupa SBI dan SPBU yang diendos bank lain, Obligasi atau Surat Berharga Pasar
Modal (SBPM).
Fasilitas diskonto kadang-kadang tidak efektif, apabila Bank Sentral bermaksud
menerapkan kebijaksanaan uang longgar dengan cara menurunkan tingkat diskontonya,
kadang-kadang bank umum enggan menggunakan karena mereka khawatir dianggap
mempunyai masalah finansial atau khawatir akan ada pengawasan yang lebih ketat
terhadap manajemen bank, sebaliknya apabila Bank Sentral bermaksud menerapkan
kebijaksanaan uang ketat dengan menaikkan tingkat diskontonya, bank-bank umum
akan mencari dana yang lebih murah dari luar Bank Sentral. Berdasarkan efektivitasnya
itulah, banyak para ahli yang mengatakan, bahwa kebijaksanaan diskonto hanyalah
sebagai piranti tambahan, piranti utama adalah operasi pasar terbuka. Dudley G. Luckett
mengatakan : “… open market operation are the basic tools of monetary policy and
member banks discounting a subsidiary tool”. Berdasarkan Peraturan BI No.
4/9/PBI/2002 bahwa tidak berlaku lagi fasilitas diskonto diatas.
3. Reserve Requirement
Pengaturan likuiditas minimun dua kepentingan :
b. Ditinjau dari sudut perekonomian secara makro, ketentuan tentang likuiditas bank,
merupakan salah satu piranti kebijakan moneter.
133
Pengaturan likuiditas bank secara makro merupakan piranti kebijakan pengendalian
jumlah uang beredar. Persentase likuiditas minimum yang diatur oleh Bank Sentral
(legal reserve, required reserve, reserve requirement atau yang selama ini kita
notasikan dengan huruf r), merupakan salah satu variabel angka pengganda uang
(money multiplier atau mm). apabila reserve requirement diturunkan (ceteris
paribus), angka pengganda uang akan naik, turunnya r akan memperbesar
kemampuan bank dalam penciptaan kredit dan uang giral, pada gilirannya kenaikan
angka pengganda akan mempengaruhi pertumbuhan uang beredar, sebaliknya
apabila r dinaikkan, maka angka pengganda uang akan mengecil, naiknya r akan
mengurangi kemampuan bank dalam menciptakan kredit dan uang giral, yang
berarti akan memperlambat pertumbuhan uang beredar.
r ¯ mm M s
r mm¯ Ms¯
Pada saat ini, kebijakan tersebut dirubah menjadi Giro Wajib Minimum (GWM).
(Peraturan BI No. 2/7/2000).
134
Margin Requirement on Security Loans adalah pembatasan kredit untuk pembelian
saham untuk menghindari spekulasi. Caranya adalah dengan menetapkan jumlah
minimum dana sendiri yang harus tersedia.
Misalkan ketentuan margin requirement adalah 80%, hal ini berarti dana sendiri
yang tersedia untuk melakukan jual-beli surat-surat berharga telah tersedia adalah
80%, baru sisanya sebesar 20% dapat dibiayai dengan kredit bank.
Di Indonesia bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham
dan modal kerja dalam angka kegiatan jual-beli saham, berarti margin requirement
100% (Paket Kebijaksanaan 28 Februari 1991).
135
Kebijakan Moneter Ekspansif
R Ms i¯ I Y
Dimana :
R = Bank’s Reserve;
Ms = Supply of Money;
i = Interest Rates;
I = Investment;
Y/P = Real National Income
b. Wealth Effect
Menurut Klasik (AC Pigou) perubahan jumlah uang beredar akan mempengaruhi
“real cash balance” (salah satu komponen kekayaan “wealth”), perubahan “real
cash balance” akan mempengaruhi tingkat konsumsi (agregate expenditure)
selanjutnya perubahan agregate expenditure akan mempengaruhi keseimbangan
pendapatan total.
Secara skematis digambarkan sebagai berikut :
Kebijakan Moneter Ekspansif
R Ms Md/P(W) C Y/P
Dimana :
Ms = Supply of Money;
Md/P = Real Cash Balance;
W = Wealth;
C = Consumption/Aggregate Expenditure;
Y/P = Real National Income
c. Jalur langsung (Teori Moneter)
Secara skematis mekanisme transmisi versi monetaris dapat digambarkan sebagai
berikut :
Kebijakan Moneter Ekspansif
R Ms Total expenditure C Y/P
136
ekspansif yang ditandai oleh pergeseran kurva MS1 ke MS2 akan mempengaruhi
turunnya tingkat bunga dari i1 ke i2 dan pada gilirannya akan mempengaruhi
kenaikan investasi dan pendapatan nasional, demikian pula halnya apabila uang
beredar bertambah dari MS2 ke MS3, akan mempengaruhi penurunan bunga dari i 2 ke
i3 namun penambahan uang beredar dari MS3 ke MS4 dan pertambahan uang beredar
dari MS3 ke MS4 pada tingkat i3 atau pada tingkat bunga yang sangat rendah,
permintaan uang menjadi elastis tak terhingga (kurva L2 mendatar), setiap
pertambahan uang beredar ternyata tidak lagi mempengaruhi tingkat bunga,
investasi dan pendapatan nasional, dalam keadaan ini kebijakan moneter
menghadapi perangkap likuiditas (liquidity trap atau Keynesian trap). Pada
perangkap likuiditas, penambahan uang beredar seluruhnya akan menjadi idle cach
balance, masyarakat berspekulasi, mengharapkan harga surat berharga dikemudian
hari akan turun.
Efek kebijakan moneter akan semakin tidak efektif terhadap tingkat bunga,
apabila slope kurva L2 semakin landainya pada penambahan M S dari MS1 ke MS2
mempengaruhi penurunan tingkat bunga sebesar i1 –i2, penambahan MS dari MS2 ke
MS3 (kurva liquidity preference semakin datar) hanya mempengaruhi perubahan
tingkat bunga sebesar i2 – i3 (perhatikan i1 – i2) dan pada kurva liquidity preference
yang datar (horisontal) bahkan sama sekali tidak mempengaruhi penurunan tingkat
bunga.
Gambar. 8.1. Efektivitas kebijakan moneter terhadap tingkat bunga dan dalam
menghadapi masalah “liquidity trap”.
(i) Ms Ms Ms Ms Ms
0 1 2 3 4
i
0
i
1
i
2
Liquidity
i Preference
3
0 (Ms/Md)
Ms Ms Ms Ms Ms
0 1 2 3 4
137
Kesimpulan : kebijakan moneter restriktif akan meningkatkan tingkat bunga,
naiknya tingkat bunga akan menghambat pertumbuhan investasi dan pendapatan
nasional.
Kebijakan moneter ekspansif akan menurunkan tingkat bunga, merangsang investasi
dan mendorong pertumbuhan pendapatan nasional. Semakin datar fungsi likuidity
preference, kebijakan ekspansif semakin tidak efektif terhadap perubahan tingkat
bunga, dan akan semakin tidak efektif pula dalam merangsang investasi dan
perkembangan pendapatan nasional.
138
Gambar 8.2 dan 8.3
Efektivitas Kebijakan Moneter semakin kurang efektif terhadap tingkat bunga
dan pendapatan nasional, apabila kurva LM semakin datar.
LM LM
Tk. Bunga 0 1 Tk. Bunga LM
0 LM
1
a b
a b
i0 i0
E E
i1 i1
E’ E’ IS
IS
0 0
Y Y1 Pendapatan Y Y1 Pendapatan
0 0 Nasional
Nasional
LM1
Tk. Bunga
LM
2
i
0
IS datar
i1
i
2 IS tegak
Pendapatan
0
Nasional
Y Y Y1
0 2
139
Soal untuk Diskusi
1. a. Apa yang dipersoalkan dalam teori klasik (teori kuantitas) ? Mengapa
demikian ? Jelaskan ?
b. Rumus terkenal MV = PT itu disusun untuk menjelaskan apa ?
Apa kritik terhadap rumus tersebut ?
2. Jelaskan teori permintaan uang dari J.M. Keynes ? Apakah teori tersebut
masih relevan dengan kondisi saat ini ? Jelaskan ?
G
i% Y C i% Y C1 Mg
(given)
12 8.400 6.800 1.000 11 14.800 3.700 4.300
6 13.200 10.400 5 10.000 2.500
4 14.800 11.600 3 8.400 2.100
Pertanyaan :
a. Berapa besar tingkat suku bunga pasar yang terjadi ?
b. Apabila jumlah beredar berubah menjadi 5.300, berapa besar tingkat suku bunga
pasar yang terjadi
c. Gambarkan grafik dari kejadian di atas ?
140