Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN

TRAUMA EKSREMITAS

DISUSUN OLEH:
POLYCARPUS BALA RETU KOTEN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS GAJAH MADA YOGYAKARTA
TAHUN 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera
oleh salah satu sebab. Penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga. Setiap tahun 60 juta
penduduk Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% memerlukan
tindakan medis. 3,6 juta membutuhkan perawatan di Rumah Sakit.
Didapatkan 300 ribu di antaranya mendapatkan kecacatan yang bersifat
menetap (1%) dan 8,7 juta menderita kecacatan sementara ( 30% ) dan
menyebabkan kematian sebanyak 145 ribu orang per tahun (0,5%). Di
Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas lebih kurang 12 ribu
orang per tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa trauma dapat
menyebabkan angka kematian yang tinggi, hilangnya waktu kerja yang
banyak sehingga biaya perawatan yang besar, kecacatan sementara dan
permanen.
Banyak dari korban trauma tersebut mengalami cedera musculoskeletal
berupa fraktur, dislokasi, dan cedera jaringan lunak. Cedera sistem
musculoskeletal cenderung meningkat dan terus meningkat dan akan
mengancam kehidupan kita (Rasjad C,2003). Walaupun cedera
musculoskeletal umumnya jarang menyebabkan kematian, tapi dapat
menimbulkan penderitaan fisik, stress mental dan kehilangan banyak
waktu. Jadi dalam hal ini, cedera muskuloskeletal akan meningkatkan
angka morbiditas dibanding angka mortalitas (Salter, R. B. , 1999).

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada trauma ekstremitas?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui kegawatdaruratan trauma ekstremitas
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi trauma ekstremitas
b. Untuk mengetahui macam-macam trauma ekstremitas
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma ekstremitas
d. Untuk mengetahui patofisiologi
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan

1.4 MANFAAT
1.4 1 Manfaat Bagi Penulis
Mengembangkan kualitas dan kuantitas perawat dalam penanganan
kegawatdaruratan trauma ekstremitas
1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat mengenai tindakan
kegawatdaruratan trauma ekstremitas

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI TRAUMA EKSTREMITAS


Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada
ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau
trauma ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya
dan struktur yang dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada
otot, pembuluh darah dan saraf.
Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma system
lain. Bila hanya ekstremitas yang mengalami trauma biasanya tidak
dianggap sebagai prioritas pertama. Mekanisme cedera/trauma antara
lain tabrakan/kecelakaan kendaraan bermotor, penyerangan, jatuh dari
ketinggian, cedera waktu olah raga, cedera waktu bersenang-senang
atau waktu melakukan pekerjaan rumah tangga.

B. MACAM-MACAM TRAUMA EKSTREMITAS


1. Fraktur
Cedera skelet yang paling signifikan dapat terjadi disebut fraktur.
Selain berakibat ke jaringan tulang, cedera dapat terjadi disekitar
jaringan lunak, pembuluh darah, dan saraf. Resiko komplikasi yang
signifikan, seperti infeksi yang sering dikaitkan dengan fraktur
yang meliputi cedera jaringan lunak mayor.
a. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa cedera jaringan lunak
terbuka. Prognosis umumnya lebih baik untuk fraktur tertutup
karena resiko infeksi terbatas. Fraktur tertutup juga
diklasifikasikan berdasarkan tipenya : compression impacted,
green stick, oblique, spiral, transversal, komunitif

4
b. Fraktur terbuka
Adalah fraktur dengan cedera jaringan lunak terbuka. Fraktur
ini kadang sulit ditentukan bila luka pada bagian proksiml
fraktur benar-benar terkain dengan fraktur tersebut. Pedoman
atau prinsip yang berdasarkan praktik menganggap luka
sebagai fraktur terbuka sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

Fraktur terbuka ditangani sebagai


kedaruratan ortopedik karena resiko
infeksi dan kemungkinan komplikasi.
Fraktur terbuka dapat diklasifikasikan
berdasarkan tingkat keparahannya.

Klasifikasi fraktur terbuka


Derajat I Luka kecil, panjang < 1 cm yang tertusuk
dari bawah
Derajat II Luka melingkar penuh sampai panjang 5 cm

5
dengan sedikit atau tanpa kontaminasi dan
tidak ada kerusakan jaringan lunak
berlebihan atau kepingan periosteal
Derajat III Luka > 5 cm dan dikaitkan dengan
kontaminasi atau cedera jaringan lunak
signifikan (kehilangan jaringan, avulse,
cedera remuk) dan sering mencakup fraktur
segmental; dapat ditemukan kepingan
jaringan lunak tulang, cedera vaskuler mayor
atau kepingan periosteal.
Data dari American College of Surgeons: Advance trauma life support,
student manual, ed 2, Chicago, 1993. The College; Geiderman, JM:
Orthopedic Injuries: management principles. In Rosen P et al, editors:
Emergency medicine concepts and clinical practice, ed 4. St Louis, 1998
Mosby.

c. Fraktur ekstremitas bawah


 Fraktur pelvic
Fraktur ini dapat mengakibatkanhipovolemi akibat
kemungkinan kehilangan darah sampai 4 L yang dapat
terjadi karena robekan arteri, kerusakan pembuluh vena
pleksus, dan permukaan kanselosa tulang yang fraktur.
Gejala :
 Deformitas eksternal ringan mungkin terjadi,
sebagai akibat jaringan lunak yang bertumpuk
banyak
 Darah dapat terlihat di meatus dan pada
pemeriksaan rectal (cedera rectal, uretra dan
kandung kemih adalah komplikasi fraktur pelvis)
 Ekimosis perineal atau hematoma skrotum
mungkin terlihat
 Rotasi abnormal pada panggul atau kaki mungkin
ada

6
 Perdarahan eksternal mungkin teramati pada
fraktur terbuka
 Sirkulasi distal mungkin berpotensi terganggu
 Pasien merasa nyeri ketika tekanan diberikan pada
Krista iliaka anteriorsuperior dan simpisis pubis
 Fraktur femoral
Fraktur femur bilateral dapat menunjukkan cedera
mengancam jiwa sekumder akibat hipovolemi (kehilangan
darah pada setiap femur mungkin sebanyak 2 L)
 Fraktur lutut
Fraktur patella umumnya disertai dislokasi akibat
transmisi energy tinggi, dan fraktur ini dapat dikaitkan
dengan cedera pembuluh popliteal
 Fraktur tibia dan fibula
Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi bersamaan atau
sendiri-sendiri dan umunya akibat benturan langsung.
Tibia umumya fraktur saat jatuh karena sifatnya yang
menyokong beban berat tubuh.
Gejala :
 Fraktur tibia dapat dikaitkan dengan
memburuknya sindrom kompartemen. Evaluasi
nyeri progresif yang tampak hebat pada cedera
ringan menetap, nyeri peregangan pasif pada otot
yang terkena, tegangan pada area yang terkena,
penurunan sensasi, dan kelemahan tungkai bawah.
 Pasien dengan fraktur tibia dan fibula yang stabil
mungkin dapat menyokong berat tubuh pada
ekstremitas. Pemeriksaan posterior tungkai bawah
dapat menunjukkan gejala yang konsisten dengan
fraktur.

7
d. Fraktur ekstremitas atas
 Fraktur scapula
Curigai adanya fraktur scapula dengan cedera jaringan
lunak yang signifikan pada bahu dan saat mekanisme
cedera menunjukkan tingkat transmisi energy kinetic
tinggi. Fraktur scapula menuntut evaluasi yang cermat
untuk kerusakan pada struktur disekitarnya karena sering
dikaitkan dengan dislokasi bahu, kontusio paru, fraktur
iga dengan potensi pneumotoraks, fraktur kompresi
vertebra dan fraktur ekstremitas atas.
Gejala :
 Pasien sering menunjukkan keterbatasan rentang
gerak ekstremitas ipsilateral.
 Fraktur klavikula
Fraktur klavikula sering menyebabkan kerusakan pada
struktur dibawahnya, seperti paru (pneumotoraks,
hemotoraks), dan vena subklavia.
Gejala :
 Pasien sering menunjukkan bahu yang tidak stabil
karena kehilangan penyokong pada gelang bahu
 Evaluasi status neuro vascular ekstremitas karena
fraktur ini sering dikaitkan dengan gangguan
neurovascular
 Fraktur ini dapat dikaitkan dengan pneumotoraks,
hematotoraks, atau kompresi pleksus brakialis
 Fraktur humerus
fraktur humerus dapat dikaitkan dengan kerusakan arteri
brakialis dan kerusakan saraf radialis, ulnaris dan saraf
medialis. Oleh karena lokasi anatomic berkas
neurovascular, fraktur humerus distal yang dicurigai harus
menjalani pemeriksaan neurovascular dengan seksama
dan terdokumentasi. Benturan langsung pada prosesus

8
olekranon dapat mengakibatkan fraktur indirek pdaa
humerus distal.
 Fraktur radius dan ulna
Gejala :
 Perhatikan fraktur dekat siku dan pergelangan
yang berkaitan dengan gangguan neurovascular;
fraktur pada daerah ini memerlukan evaluasi
neurovascular dan dokumentasi yang cermat.
 Fraktur Colle adalah salah satu dari fraktur yang
paling umum pada radius dan ulna. Fraktur ini
umumnya ditandai dengan tipe penampilan “garpu
perak”, dengan pergelangan tangan memutar
keatas yang berhubungan dengan radius dan ulna.

2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah kondisi kedaruratan yang terjadi
ketika tekanan didalam kompartemen otot meningkat sampai
tingkat yang mempengaruhi sirkulasi mikrovaskular dan merusak
integritas neurovascular. Setelah beberapa jam tekanan jaringan
nintersitial meningkat diatas dasar kapiler, yang mengakibatkan
iskemia saraf dan jaringan otot.

9
Sindrom ini paling umum disebabkan oleh edema atau perdarahan
kedalam ruang kompartemen karena cedera remuk, fraktur, kompresi
yang lama pada ekstremitas, luka bakar (listrik, termal) atau gigitan
(binatang, manusia). Penyebab iatrogenic sindrom kompartemen
meliputi MAST, manset TD otomatis, gips atau balutan yang terlalu
ketat.
Gejala :
 Nyeri progresif dan berat yang melebihi kondisi cedera lapisan
dibawahnya, nyeri meningkat dengan gerakan pasif otot yang
terkena
 Penurunan sensasi terhadap sentuhan
 Bengkak tegang, asimetris
 Parastesi
 Ekstremitas pucat

3. Dislokasi
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.
Dislokasi terjadi bila sendi lepas dan terpisah, dengan ujung-ujung
tulang tidak lagi menyatu. Bila ujung tulang hanya berubah posisi
secara parsial, cedera disebut subluksasio. Bahu, siku, jari, panggul,
lutut dan pergelangan kaki merupakan sendi-sendi yang paling
sering mengalami dislokasi

Gejala :

10
 Nyeri hebat pada daerah sendi yang sakit
 Deformitas sendi
 Pembengkakan sendi
 Kehilangan rentang sendi
 Kebas, kehilangan sensasi dan tidak terabanya nadi pada bagian
distal cedera (dislokasi dapat mengganggu fungsi arteri dan
saraf dibagian proksimal)

4. Sprain (keseleo)
Sprain (keseleo) merupakan cedera pada sendi yang sering terjadi.
Pada keadaan tersebut, ligament dan jaringan lain rusak karena
peregangan atau puntiran yang keras. Usaha untuk menggerakkan
atau menggunakan sendi meningkatkan rasa nyeri. Lokasi yang
sering mengalami sprain (keseleo) meliputi pergelangan kaki,
pergelangan tangan, atau lutut.

Gejala:
Derajat I  Peregangan atau robekan kecil pada
ligament
 Pembengkakan dan hemoragi minimal,
nyeri tekan lokal
 Tidak ada gerakan sendi abnormal
Derajat II  Robekan parsial ligament

11
 Nyeri
 Gerakan sendi abnormal
Derajat III  Ligament terputus komplet
 Sendi secara nyata mengalami deformasi
 Nyeri tekan dan bengkak
 Sendi tidak dapat menopang beban
 Gerakan sendi sangat abnormal

5. Strain (peregangan)
Strain otot, dikenal juga sebagai tarikan otot, terjadi bila otot terlalu
meregang atau robek. Otot punggung sering mengalami strain bila
seseorang mengangkat benda berat.

Gejala :
Derajat I  Peregangan ringan-robekan minor
 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, spasme otot
ringan
Derajat II  Peregangan sedang-peningkatan jumlah serat

12
yang robek
 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, dislokasi
dan ketidakmampuan untuk menggunakan
tungkai untuk periode lama
Derajat III  Peregangan hebat-pemisahan komplet otot
dari otot, otot dari tendo, atau tendon dari
tulang
 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, pucat

6. Vulnus (Luka)
Terdapat beberapa jenis luka terbuka :
 Abrasi : lapisan atas kulit terkelupas, dengan sedikit
kehilangan darah. Nama lain untuk abrasi adalah goresan
(scrape), road rush, dan rug burn.
 Laserasi : kulit yang terpotong dengan pinggir bergerigi. Jenis
luka ini biasanya disebabkan oleh robeknya jaringan kulit
secara paksa
 Insisi : potongan dengan pinggir rata seperti potongan pisau
atau teriris kertas
 Pungsi : cedera akibat benda tajam (seperti pisau, pemecah es
atau peluru). Benda yang menembus dapat merusak organ-
organ internal. Resiko infeksi tinggi. Benda yang
menyebabkan cedera tersebut dapat tetap tertanam dalam
luka.
 Avulse : potongan kulit yang robek lepas dan menggantung
pada tubuh.
 Amputasi : terpotong atau robeknya bagian tubuh

C. ETIOLOGI TRAUMA EKSTREMITAS


1. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya

13
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hemoglobin dan hematokrit
Untuk pasien fraktur pelvis, femur, atau multiple, ukur hemoglobin
dan hematokrit karena berpotensi kehilangan darah.
2. Mioglobin urine
Mioglobin urine adalah protein otot yang dilepaskan dari sel ketika
sel rusak berat, seperti pada cedera remuk atau sindrom
kompartemen. Mioglobin di ekskresikan kedalam urine dan akan
mengubah urine menjadi coklat kemerahan.
3. Radiografi
Radiografi adalah alat pemeriksaan paling bermanfaat dalam
mendiagnosis fraktur. Foto anteroposterior dan lateral harus
dilakukan untuk melihat keseluruhan tulang, baik sendi proksimal
maupun distal.
4. Arteriogram
Lakukan arteriogram untuk memastikan atau menyingkirkan
dugaan sedera vaskuler pada kasus penurunan atau tidak terabanya
nadi.
5. CT Scan
CT scan sering kali digunakan untuk mengidentifikasi fraktur
asetabulum dan untuk mengevaluasi integritas permukaan
artikulasi seperti lutut, tangan, pergelangan tangan dan
pergelangan kaki.
6. MRI
MRI mengidentifikasi kerusakan tulang, ligament, kartilago dan
meniscus.

14
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan tindakan penanggulangan cedera musculoskeletal menurut
definisi orthopedic adalah untuk mencapai rehabilitasi pasien secara
maksimum dan utuh dilakukan dengan cara medic, bedah dan
modalitas lain untuk mencapai tujuan terapi. Ada 4 hal yang harus
diperhatikan :
1. Recognition
Pada trauma ekstremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi
sebagai akibat cedera tersebut, baik jaringan lunak atau tulangnya.
Dengan mengenali gejala dan tanda pada penggunaan fungsi
jaringan yang terkena cedera. Fraktur merupakan akibat suatu
kekerasan yang menimbulkan kerusakan tulang disertai jaringan
lunak sekitarnya.
Dibedakan pada trauma tumpul dan trauma tajam, langsung dan
tidak langsung. Pada umumya trauma tumpul akan memberikan
kememaran yang difus pada jaringan lunak termasuk ganggguan
neurovaskuler yang menentukan vitalitas ekstremitas bagian distal
dari bagian yang cedera.
2. Reduction atau reposisi
Reposisi adalah tindakan untuk mengembalikan jaringan atau
fragmen tulang pada posisi semula. Tindakan ini diperlukan guna
mengembalikan kepada bentuk semula sebaik mungkin agar fungsi
dapat kembali semaksimal mungkin.
 ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan
dengan memasukan paku, sekrup atau pin ke dalam tempat
fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur
secara bersamaan.
 OREF (Open Reduction External Fixation)

15
3. Retaining
Retaining adalah tindakan imobilisasi atau fiksasi untuk
mempertahankan hasil reposisi dan memberi istirahat pada spasme
otot pada bagian yang sakit agar mencapai penyembuhan dengan
baik. Imobilisasi yang tidak adekuat dapat memberikan dampak
pada penyembuhan dan rehabilitasi.
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota gerak
yang cedera untuk dapat berfungsi kembali. Falsafah lama
mengenai rehabilitasi adalah tindakan setelah tindakan kuratif
dalam mengatasi kendala kecacatan. Rehabilitasi menekan upaya
pada fungsi dan akan lebih berhasil dilaksanakan sedini mungkin.

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

3.1 PENGKAJIAN
a. Mengkaji ABCD
 Airway
Kaji : bersihan jalan nafas, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan dijalan nafas,
muntahan, edema laring
 Breathing
Kaji : frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung atau mulut, udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
 Circulation
Kaji : denyut nadi karotis, tekanan darah, warna kulit, kelembaban
kulit, tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
 Disability
Kaji : tingkat kesadaran dengan AVPU (alert, verbal, pain,
unrespon), gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan respon
pupil terhadap cahaya
b. Kaji riwayat dan kondisi pasien
 Riwayat SAMPLE (Sign and symptom, Allergy, Medication, Past
medical history, Last oral intake, Event Preceding the injury)
 Tentukan mekanisme cedera untuk membantu memperkirakan
kelanjutan cedera
 Kaji disfungsi segera atau lambat atau nyeri yang dialami
 Perhatikan adanya riwayat cedera musculoskeletal
Singkirkan benda yang berpotensi menekan ekstremitas yang
cedera, seperti pakaian, perhiasaan
 Evaluasi adanya luka terbuka pada ekstremitas. Tentukan panjang
dan dalamnya luka. Laserasi diatas tempat yang dicurigai fraktur

17
ditangani sebagai fraktur terbuka sampai pengkajian selanjutnya
membuktikan sebaliknya.
 Perhatikan adanya hematoma
 Evaluasi stabilisasi tulang-krepitasi tulang indikasi adnaya fraktur
 Inspeksi apakah ada pembengkakan, deformitas, rotasi abnormal
atau pemendekan tulang
c. Mengevaluasi ekstremitas apakah ada 5 P
 Pain (nyeri)
Keluhan paling umum pada cedera musculoskeletal adalah nyeri.
Titik nyeri tekan dapat menunkukkan fraktur dibawahnya. Nyeri
yang tidak konsisten dengan perluasan cedera menunjukkan
terjadinya sindrom kompartemen.
 Pallor (pucat)
Iskemik menimbulkan perubahan warna dan suhu
 Pulse (nadi)
Palpasi nadi pada semua ekstremitas. Nadi harus diperiksa dengan
palpasi, atau dengan Doppler bila tidak dapat diraba.
 Parestesia
 Paralisis

3.2.TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


3.2.1 Perawatan untuk cedera tulang
1) Buka dan periksa area tempat cedera
 Cari deformitas, luka terbuka, memar, dan pembengkakan
 Rasakan area yang cedera untuk memeriksa adakah
deformitas dan nyeri tekan saat disentuh
 Tanyakan apakah korban merasakan nyeri dan mampu
menggunakan bagian yang cedera secara normal.
2) Stabilkan bagian yang cedera untuk mencegah gerakan
 Ikuti tindakan pencegahan
 Jika layanan medis darurat segera tiba, stabilkan bagian
yang cedera dengan tangan penolong sampai mereka tiba

18
 Jika layanan medis darurat lambat, atau jika penolong
membawa korban ke perawatan medis, stabilkan bagian
yang cedera dengan bidai
3) Jika cedera adalah fraktur terbuka, jang mendorong tulang yang
prostusi. Tutup luka dan tulang yang terpajan dengan kassa.
Tempelkan gulungan kassa disekitar tulang, dan perban cedera
tanpa menekan tulang
4) Kompres dengan es batu atau kantong dingin (cold pack) jika
memungkinkan untuk membantu mengurangi pembengkakan dan
nyeri.
5) Cari pertolongan medis. Telpon 118 atau layanan medis darurat
setempat untuk setiap fraktur terbuka atau fraktur tulang besar
(seperti paha) atau bila membawa korban sulit atau akan
mempercepat cedera.
3.2.2 Perawatan untuk cedera sendi
1) Jika dicurigai terjadi dislokasi, pasang bidai jika layanan medis
darurat (EMS) terlambat datang. Berikan perawatan seperti
pada fraktur. Jangan mencob mengembalikan bagian yang
mengalami dislokasi ke posisi normalnya, karena kerusakan
saraf dan pembuluh darah dapat terjadi.
2) Jika dicurigai terjadi sprain (keseleo) terapkan prosedur RICE.
 Rest (istirahat) : hentikan menggunakan bagian yang cedera
 Ice (es) :kompres dengan kantong es pada area yang cedera.
Gunakan perban elastic untuk menahan kantong es agar
tidak bergeser selama 20 sampai 30 menit.
 Compression (kompresi) : ambil esnya dan gunakan perban
kompresi dan biarkan ditempatnya selama 3 sampai 4 jam
 Elevation (elevasi) : tinggikan area yang cedera melebihi
tinggi jantung, jika memungkinkan.
3) Cari pertolongan medis. Telepon 118 atau layanan medis
darurat setempat jika dislokasi atau cedera yang terjadi tidak

19
memungkinkan membawa korban atau akan memperberat
cedera.
3.2.3 Perawatan untuk cedera otot
Perawatan untuk strain meliputi mengistirahatkan otot yang terkena
dan kompres dengan es atau kantong dingin (cold pack)

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih melalui perdarahan masif

b. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan dan spasme otot


sekunder terhadap luka trauma mekanik (kecelakaaan)

c. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kehilangan integritas


struktur tulang, tidak nyaman/nyeri, kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler

d. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kehilangan cairan


berlebih melalui perdarahan massif

e. Infeksi berhubungan dengan paparan lingkungan pada fraktur terbuka

3.4 INTERVENSI
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih melalui perdarahan masif

No Intervensi Rasional

1 Kaji tanda-tanda dehidrasi pada klien Tanda-tanda dehidrasi dapat


meliputi CRT, turgor kulit, dikategorikan menurut derajad
konjungtiva mata, mukosa bibir dan dehidrasi sehingga intervensi
kelemahan dapat dilakukan dengan tepat

2 Berikan cairan parenteral sesuai Mengatasi terjadinya syok


indikasi hipovolemik
Replacement cairan

20
4cc/kgBB/jam untuk 10 kg
pertama BB, 2cc/kgBB/jam untuk
10kg ke dua BB, dan
1cc/kgBB/jam untuk kg BB sisa
3 Kaji TTV klien secara periodic dan Pengukuran tersebut sangat
teliti penting untuk mengetahui
perubahan kondisi dan keparahan

b. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan dan spasme otot


sekunder terhadap luka trauma mekanik (kecelakaaan)

No Intervensi Rasional
1 Berikan balutan dan pembidaian Untuk menjaga stabilitas bagian
atau traksi pada ekstremitas yang yang sakit dan mengurangi gerakan
mengalami deformitas yang dapat menciderai jaringan dan
menyebabkan nyeri
2 Tinggikan daerah ekstremitas yang Untuk mengurangi nyeri
sakit
3 Istirahatkan bagian yang Meminimalisir gerakan yang
mengalami cedera dapat memperberat nyeri

c. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kehilangan integritas


struktur tulang, tidak nyaman/nyeri, kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler

No Intervensi Rasional
1 Ambulasi Meningkatkan dan membantu
berjalan untuk mempertahankan
atau memperbaiki fungsi tubuh
2 Mobilitas Sendi penggunaan untuk mempertahankan atau
pergerakan tubuh aktif memperbaiki fleksibilitas sendi
3 perubahan posisi memindahkan untuk memberikan kenyamanan,
pasienatau bagian tubuh menurunkan resiko kerusakan

21
kulit mendukung integritas kulit
dan meningkatkan
penyembuhan.

d. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kehilangan


cairan berlebih melalui perdarahan massif

No Intervensi Rasional
1 Kaji adanya tanda-tanda sianosis Menilai ketidakadekuatan
dan perlambatan CRT perfusi
2 Anjurkan pasien untuk Memperlancar sirkulasi darah
menurunkan ekstremitas dibawah ke ekstremitas
jantung
3 Pemberian cairan intravena Meningkatkan sirkulasi ke
perifer

e. Infeksi berhubungan dengan paparan lingkungan pada fraktur terbuka

No Intervensi Rasional
1 Pertahankan teknik anti septik Meminimalkan kesempatan
bila mengganti balutan / introduksi bakteri
perawatan luka
2 Inspeksi balutan dan luka Deteksi dini terjadinya infeksi
memberi kesempatan
intervensi tepat waktu dan
mencegah komplikasi serius
3 Berikan antibiotic (kolaborasi) Penggunaan antibiotic dapat
disesuai kan dengan organisme
penyebab

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada
ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma
ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan
struktur yang dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot,
pembuluh darah dan saraf. Penyebab dari trauma ekstremitas dapat berupa
trauma langsung maupun tidak langsung.
Trauma ekstremitas meliputi
 Fraktur
 Dislokasi
 Strain
 Sprain
 Vulnus
Pengkajian gawatdarurat untuk trauma ekstremitas meliputi :
 Mengkaji ABCD
 Kaji riwayat dan kondisi pasien (SAMPLE, mekanisme injuri)
 Mengevaluasi ekstremitas apakah ada 5 P (pain, pallor, pulse,
parestesi, paralisis)

23
DAFTAR RUJUKAN

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika: Yogyakarta


Thygerson, Alton. 2006. Pertolongan Pertama Edisi 5. Erlangga: Jakarta
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Kidd, Pamela S. 2000. Pedoman Perawatan Emergensi Edisi 2. EGC : Jakarta
HS Lubis - 2012

24

Anda mungkin juga menyukai