Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PORTOFOLIO RUMAH SAKIT

KASUS ETIK

KLAIM DESAIN PENELITIAN PADA PROSEDUR INTRA ARTERIAL


HEPARIN FLUSHING DAN KAITANNYA DENGAN ETIK KEDOKTERAN

Disusun oleh:
dr. Yoshua Kevin Poonatajaya

Narasumber:
dr. Budi Darmayanto, Sp. A
Pendamping:
dr. Ken Mardyanah

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. R. SOETIJONO BLORA
2019
Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini tanggal 6 April 2019 telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Yoshua Kevin Poonatajaya
Judul/Topik : Klaim Desain Penelitian pada Prosedur Intra Arterial
Heparin Flushing dan Kaitannya dengan Etik Kedokteran
Nama Pendamping : dr. Ken Mardyanah
Nama Narasumber : dr. Budi Darmayanto, Sp. A
Nama Wahana : RSUD Dr. R. Soetijono Blora

No Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

6. 6.

7. 7.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.

Narasumber, Pendamping,

dr. Budi Darmayanto, Sp. A dr. Ken Mardiyanah


NIP 19600226 200604 2 002
TOPIK : Klaim Desain Penelitian pada Prosedur Intra Arterial Heparin Flushing dan
Kaitannya dengan Etik Kedokteran
Tanggal (Kasus) : Presenter : dr. Yoshua Kevin Poonatajaya
Tanggal Presentasi : 6 April 2019 Narasumber : dr. Budi Darmayanto, Sp.A
Tempat Presentasi : RSUD dr. R. Soetijono Blora
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi :
Terapi “Brain Wash” atau Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF) yang dilakukan dr TAP
Sp.Rad sejak tahun 2004 sempat menuai kontroversi baik di kalangan medis maupun awam.
Hal ini tidak terlepas dari dasar ilmiah dari prosedur yang dilakukan pada pasien-pasien
stroke iskemik. Oleh karena itu, pada 2013, dr TAP Sp.Rad memperkenalkan prosedurnya ke
dalam forum akademis melalui disertasi di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makasar dengan judul, “Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional
Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan
Stroke Iskemik Kronis”, dan artikel penelitian yang dipublikasikan di The Indonesian
Biomedical Journal dengan judul “Intra Arterial Heparin Flushing Increases Cerebral
Blood Flow in Chronic Ischemic Stroke Patients” dan di Bali Medical Journal dengan judul
“Intra Arterial Heparin Flushing Increases Manual Muscle Test – Medical Research
Councils (MMT-MRC) Score in Chronic Ischemic Stroke Patient”.

Oleh promotor disertasi, dikatakan bahwa laporan disertasi dari penelitian yang dilakukan
tidak terdapat kesalahan metodologi. Namun ketika ditelaah pada salah satu artikel
penelitiannya pada Bali Medical Journal dengan judul “Intra arterial heparin flushing
increases Manual Muscle Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) score in
chronic ischemic stroke patient” didapatkan bahwa pada desain penelitian dituliskan oleh
peneliti sebagai desain Randomized Controlled Trial (RCT), namun ketika ditelaah lebih lagi,
sebenarnya penelitian yang dilakukan tidak melibatkan kelompok kontrol.

Bahan Bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit


Cara Membahas  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  E-mail  Pos
DAFTAR PUSTAKA :
1. Putranto TA. Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor
Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis. Doctoral
Dissertation. Repository Unhas.
2. Putranto TA, Yusuf I, Murtala B, Wijaya A. Intra Arterial Heparin Flushing Increases Cerebral Blood
Flow in Chronic Ischemic Stroke Patients. Indones Biomed J. 2016; 8(2):119-126
3. Putranto TA, Yusuf I, Murtala B, Wijaya A. Intra Arterial Heparin Flushing Increases Manual Muscle
Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) Score in Chronic Ischemic Stroke Patient. Bali Med J.
2016; Bali Med J. 2016; 5(2):216-220
4. Guyatt G, Oxman AD, Aki EA, Kunz R, Vist G, Brozek J, et al. GRADE guidelines: 1. Introduction –

3
GRADE evidence profiles and summary of findings tables. J Clin Epid. 2011; 64:383-394
5. Purwadianto A, Soetedjo, Gunawan S, Budiningsih Y, Prawiroharjo P, Firmansyah A. Kode Etik
Kedokteran Indonesia. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. 2012
6. World Health Organization. WHO handbook for guideline development. WHO. 2012
7. Halperin JL, Levine GN, Al-Khatib SM, Birtcher KK, Bozkurt B, Brindis RG, et al. Further Evolution
of the ACC/AHA Clinical Practice Guideline Recommendation Classification System. Circulation.
2016;133:1426-1428.
8. Thiese MS. Observational and interventional study design types; an overview. Biochemia Medica.
2014;24(2):199-210
9. Pinzon RT, Sanyasi RDRL. terapi intra-arterial heparin flushing pada stroke iskemik kronik. Jurnal
Ilmiah Ilmu Kesehatan: Wawasan Kesehatan. 2018;5(1):17-21
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Deskripsi Kasus
Terapi “Brain Wash” atau Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF) yang dilakukan dr TAP
Sp.Rad sejak tahun 2004 sempat menuai kontroversi baik di kalangan medis maupun awam.
Hal ini tidak terlepas dari dasar ilmiah dari prosedur yang dilakukan pada pasien-pasien
stroke iskemik. Oleh karena itu, pada 2013, dr TAP Sp.Rad memperkenalkan prosedurnya ke
dalam forum akademis melalui disertasi di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makasar dengan judul, “Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional
Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan
Stroke Iskemik Kronis”, dan artikel penelitian yang dipublikasikan di The Indonesian
Biomedical Journal dengan judul “Intra Arterial Heparin Flushing Increases Cerebral
Blood Flow in Chronic Ischemic Stroke Patients” dan di Bali Medical Journal dengan judul
“Intra Arterial Heparin Flushing Increases Manual Muscle Test – Medical Research
Councils (MMT-MRC) Score in Chronic Ischemic Stroke Patient”.

Oleh promotor disertasi, dikatakan bahwa laporan disertasi dari penelitian yang dilakukan
tidak terdapat kesalahan metodologi. Namun ketika ditelaah pada salah satu artikel
penelitiannya pada Bali Medical Journal dengan judul “Intra arterial heparin flushing
increases Manual Muscle Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) score in
chronic ischemic stroke patient” didapatkan bahwa pada desain penelitian dituliskan oleh
peneliti sebagai desain Randomized Controlled Trial (RCT), namun ketika ditelaah lebih lagi,
sebenarnya penelitian yang dilakukan tidak melibatkan kelompok kontrol.

PENDAHULUAN

Terapi “Brain Wash” atau Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF) yang dilakukan dr TAP
Sp.Rad sejak tahun 2004 sempat menuai kontroversi baik di kalangan medis maupun awam.
Hal ini tidak terlepas dari dasar ilmiah dari prosedur yang dilakukan pada pasien-pasien
stroke iskemik. Oleh karena itu, pada 2013, dr TAP Sp.Rad memperkenalkan prosedurnya ke
dalam forum akademis melalui disertasi di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makasar dengan judul, “Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional
Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan
Stroke Iskemik Kronis”,1 dan artikel penelitian yang dipublikasikan di The Indonesian
Biomedical Journal dengan judul “Intra Arterial Heparin Flushing Increases Cerebral

4
Blood Flow in Chronic Ischemic Stroke Patients”2 dan di Bali Medical Journal dengan
judul “Intra Arterial Heparin Flushing Increases Manual Muscle Test – Medical Research
Councils (MMT-MRC) Score in Chronic Ischemic Stroke Patient”3. Oleh promotor
disertasi, dikatakan bahwa laporan disertasi dari penelitian yang dilakukan tidak terdapat
kesalahan metodologi. Namun ketika ditelaah pada salah satu artikel penelitian mengenai
IAHF pada Bali Medical Journal dengan judul “Intra arterial heparin flushing increases
Manual Muscle Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) score in chronic ischemic
stroke patient” didapatkan bahwa pada desain penelitian dituliskan oleh peneliti sebagai
desain Randomized Controlled Trial (RCT), namun ketika ditelaah lebih lagi, sebenarnya
penelitian yang dilakukan tidak melibatkan kelompok kontrol.

Desain penelitian RCT dikenal sebagai desain penelitian dengan kualitas bukti (quality/level
of evidence) tertinggi sehingga dapat dijadikan dasar bagi pedoman-pedoman pengelolaan
pasien dengan paradigma Evidance-based Medicine (EBM).4

Kode Etik Kedokteran Indonesia menjelaskan bahwa setiap dokter yang berpartisipasi dalam
penelitian kedokteran harus mengikuti seluruh kaidah-kaidah penelitian kedokteran yang
baik, termasuk didalamnya mengenai desain penelitian dan analisis statistik.5

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meninjau kasus ini dilihat dari segi klaim desain
penelitian dan hubungannya dengan etik kedokteran.

TINJAUAN PUSTAKA

Desain Studi dari Artikel Penelitian

Desain studi dari artikel penelitian “Intra arterial heparin flushing increases Manual Muscle
Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) score in chronic ischemic stroke patient”
menuliskan3:

//This is an experimental study using pretest-posttest group design,


with randomized controlled clinical trial, conducted among patients in
Cerebrovascular Center Unit in Army Central Hospital Gatot
Soebroto starting from February 2014. With 75 patients included in
this study. The examination of muscle strength was done by trained

5
physicians. The MMT score were taken before and after the IAHF
procedure is conducted.//

//Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan


desain pre-test – post-test, dengan uji klinis acak terkontrol, yang
dilakukan di antara pasien di Cerebrovascular Center Unit di RSPAD
Gatot Soebroto, dari Februari 2014. Dengan 75 pasien dilibatkan
dalam studi ini. Penilaian kekuatan otot dilakukan oleh dokter yang
terlatih. Skor MMT dinilai sebelum dan setelah prosedur IAHF
dilakukan.//

Namun pada bagian hasil penelitian tidak didapatkan data kelompok kontrol:3

// 75 chronic ischemic stroke patients were participated in our study.


MMT values before and after IAHF treatment were analyzed using
paired T-Test, as shown in Table 1.

We found that MMT score mean value increased 30,21 (CI 95% SD
10,47) before IAHF treatment become 36,27 (CI 95% SD 11,59) after
IAHF treatment. There is a significant difference between pre and
post IAHF treatment in Chronic Ischemic Patient (p<0,05). To find
the efficacy of the IAHF procedure on chronic ischemic stroke
patients, we counted the Delta value between MMT score before and
after IAHF treatment as shown in table 2.//

//75 pasien stroke iskemik kronis diikutkan dalam studi kami. Nilai
MMT sebelum dan setelah terapi IAHF dianalisis menggunakan uji T
berpasangan, seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.

Kami menemukan bahwa rerata nilai MMT bertambah dari 30,21 (IK
95% SD 10,47) sebelum terapi IAHF menjadi 36,27 (IK 95% SD
11,59) setelah terapi IAHF. Terdapat perbedaan yang bermakna
antara sebelum dan sesudah terapi IAHF pada pasien Stroke Iskemik
Kronis (p < 0,05). Untuk menemukan efikasi dari prosedur IAHF

6
pada pasien stroke iskemik kronis, kami menghitung nilai Delta
antara nilai MMT sebelum dan setelah terapi IAHF seperti yang
ditampilkan pada Tabel 2.//

Sehingga di sini terdapat ketidaksesuaian antara klaim desain penelitian dengan desain
penelitian yang sebenarnya dilakukan.

Evidence-based Medicine

Dalam praktek pelaksanaan EBM ada beberapa ketentuan yang harus diikuti, yaitu: 1)
keputusan klinis harus berdasarkan bukti ilmiah yang terbaik, yang berasal dari kesimpulan
epidemiologis dan biostatistik; 2) masalah klinis harus menentukan jenis bukti yang dicari; 3)
kesimpulan yang berasal dari identifikasi dan analisis kritis, bukti harus dapat mengubah
manajemen atau keputusan pelayanan kesehatan; 4) penampilan klinis harus secara terus-
menerus dievaluasi.

Praktek berdasarkan bukti melibatkan integrasi keahlian klinis dengan bukti klinis terbaik
yang tersedia dan berasal dari penelitian sistematis. Ada beberapa cara dalam mengevaluasi
kualitas penelitian dan menunjukkan seberapa kuat penelitian tersebut.

Sejak 2008, WHO selalu mengikuti sistem klasifikasi kualitas bukti GRADE (Grading of
Recommendations Assessment, Development and Evaluation) yang dikeluarkan oleh GRADE
working group pada 2007.4,6 Kualitas bukti didefinisikan sebagai kepercayaan/keyakinan
(confidence) bahwa estimasi efek yang dilaporkan cukup untuk mendukung rekomendasi
tertentu. Sistem GRADE mengklasifikasikan kualitas bukti sebagai tinggi, sedang, rendah
dan sangat rendah (Tabel 1).6 Percobaan terkontrol secara acak (randomized controlled trial;
RCT) dinilai sebagai bukti berkualitas tinggi, namun dapat diturunkan karena beberapa
alasan, termasuk risiko bias, inkonsistensi hasil di seluruh studi, dan bias publikasi.6

7
Tabel 1. Sistem klasifikasi kualitas bukti GRADE 6

Kualitas Bukti Desain Penelitian


Tinggi RCT, tinjauan sistematis, meta-analisis
Sedang
Rendah Studi observasional (cohort study, case
control study)
Sangat Rendah Bukti lainnya (laporan kasus tunggal, laporan
kasus serial)

American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) juga
mengeluarkan sistem klasifikasi rekomendasi mereka. Sistem ini dipakai pertama kali pada
pedoman “2015 ACC/AHA/HRS Guideline on the Management of Patients With
Supraventricular Tachycardia” dan digunakan kembali pada pedoman pengelolaan stroke
iskemik 2018. Sistem ini membagi kualitas bukti ke dalam 5 tingkatan, dengan tingkatan
tertinggi memprioritaskan penelitian dengan desain RCT dan meta-analisis nya.7

Tabel 2. Sistem klasifikasi kualitas bukti oleh ACC/AHA terbaru7

Level A • Bukti kualitas tinggi dari lebih dari 1 RCT


• Meta-analisis dari RCT kualitas tinggi
• Satu atau lebih RCT yang diperkuat dengan studi
registri kualitas tinggi
Level B – Randomized • Bukti kualitas sedang dari 1 atau lebih RCT
• Meta-analisis dari RCT kualitas sedang
Level B – Non Randomized • Bukti kualitas sedang dari 1 atau lebih studi non acak,
atau studi observasional, atau studi registri, dengan
desain yang baik, dan dieksekusi dengan baik
• Meta-analisis dari studi yang demikian
Level C – Limited Data • Studi observasional acak maupun tidak acak, atau studi
registri dengan keterbatasan desain dan eksekusi
• Meta-analisis dari studi yang demikian

8
• Studi mekanis maupun fisiologis pada subyek manusia
Level C – Expert Opinion • Konsensus dari diskusi pakar berdasarkan pengalaman
klinis

Atas dasar ini, desain suatu studi menjadi penentu apakah hasil dari suatu penelitian dapat
dipercaya untuk dijadikan landasan pedoman, yang akhirnya menjadi landasan praktek klinis
EBM, ataukah tidak.

Desain Penelitian Randomized Controlled Trial

Percobaan terkontrol acak (RCT) adalah jenis studi intervensi yang paling umum, dan dapat
memiliki banyak modifikasi. Uji coba ini mengambil kelompok partisipan studi yang
homogen dan membaginya secara acak menjadi dua kelompok yang terpisah. Jika
pengacakan berhasil maka kedua kelompok ini seharusnya sama dalam semua hal, baik faktor
perancu yang diukur dan yang tidak terukur. Intervensi kemudian diimplementasikan dalam
satu kelompok dan tidak pada kelompok yang lain dan perbandingan efikasi intervensi antara
kedua kelompok dianalisis. Secara teoritis, satu-satunya perbedaan antara kedua kelompok
melalui seluruh studi adalah intervensi. Contoh yang sangat baik adalah intervensi obat baru
untuk mengobati penyakit tertentu di antara sekelompok pasien. Proses pengacakan ini bisa
dibilang kekuatan terbesar dari RCT. Elemen metodologis tambahan digunakan di antara
RCT untuk lebih memperkuat implikasi sebab akibat dari dampak intervensi. Ini termasuk
penyembunyian (concealment) alokasi, pembutakan (blinding), pengukuran kepatuhan,
pengendalian ko-intervensi, pengukuran drop-out, analisis hasil dengan intention to treat, dan
menilai masing-masing kelompok pengobatan pada titik waktu yang sama dengan cara yang
sama.8

Desain penelitian Pre-post study design

Studi pra-pasca intervensi mengukur terjadinya hasil sebelum dan diukur kembali setelah
intervensi tertentu dilaksanakan. Contoh yang baik adalah membandingkan kematian akibat
kecelakaan kendaraan bermotor sebelum dan sesudah penegakan hukum sabuk pengaman.
Studi pra-pasca intervensi mungkin hanya memiliki lengan tunggal, satu kelompok diukur

9
sebelum intervensi dan diukur kembali setelah intervensi, atau beberapa lengan, di mana ada
perbandingan antara kelompok. Seringkali ada lengan di mana tidak ada intervensi.
Kelompok tanpa intervensi bertindak sebagai kelompok kontrol dalam studi pra-pasca multi-
lengan. Studi-studi ini memiliki kekuatan temporalitas untuk dapat menunjukkan bahwa
hasilnya dipengaruhi oleh intervensi, namun, studi pra-post tidak memiliki kontrol atas
elemen lain yang juga berubah pada saat yang sama ketika intervensi dilaksanakan. Oleh
karena itu, perubahan dalam kejadian penyakit selama periode penelitian tidak dapat
sepenuhnya dikaitkan dengan intervensi spesifik. Hasil yang diukur untuk studi pra-pasca
intervensi mungkin berupa hasil kesehatan biner seperti insidensi atau prevalensi, atau nilai
rata-rata dari hasil yang berkelanjutan seperti tekanan darah sistolik juga dapat digunakan.
Metode analitik studi pra-pasca intervensi tergantung pada hasil yang diukur. Jika ada
beberapa kelompok pengobatan, ada kemungkinan bahwa perbedaan dari awal hingga akhir
dalam masing-masing kelompok pengobatan dianalisis.8

Kode Etik Kedokteran 2012

Dalam salah satu pasal dalam KODEKI diterangkan poin sebagai berikut5:

Pasal 6

//Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan


setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal
yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.//

Cakupan pasal:

(1) Seorang dokter hanya dibenarkan mengumumkan hasil penelitian baru yang dilakukannya
sendiri untuk pertama kali hanya pada media ilmiah profesi yang diakui sesuai ketentuan
tentang penelitian kedokteran yang lazim dan berlaku. Penelitian baru tersebut harus telah
lolos kaji etik dari komite/panitia penilai sesuai ketentuan yang berlaku.

(2) Setiap dokter yang menerapkan penemuan teknik keilmuan, ketrampilan atau modalitas
pengobatan baru yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat seharusnya memperoleh
tanggapan dan saran dari mitra bestarinya masing-masing.

10
(3) Setiap dokter yang mengumumkan penerapan perkembangan terbaru dari cakupan pasal
butir 1 dan 2 di atas seyogyanya menuliskan dalam media ilmiah profesi yang sama atau
setara/sejenis, pertemuan atau pendidikan dan pelatihan profesi yang diselenggarakan dirinya
atau Bersama sejawatnya, dalam forum resmi yang diakui organisasi profesi sesuai ketentuan
yang berlaku.

(4) Setiap dokter wajib menerapkan praktik kedokteran berbasis bukti ilmiah yang telah teruji
kebenarannya dan diterima dalam standar praktek kedokteran, demi kepentingan terbaik dan
memperhatikan keselamatan pasien sesuai dengan tujuan, cara dan ciri metodologi
penelitiannya masing-masing sebagaimana yang lazim berlaku.

(5) Setiap dokter yang berpartisipasi dalam penelitian kedokteran harus mengikuti
seluruh kaidah-kaidah penelitian kedokteran yang baik

(6) Setiap dokter dilarang mengumumkan, menganjurkan penerapan barang/produk dan jasa
kesehatan/terkait kesehatan yang dipasarkan secara multi level marketing (MLM).

(7) Seorang dokter dapat menggunakan pengobatan secara kesehatan tradisional, khususnya
jenis alternatif-komplementer maupun empiric yang diakui Pemerintah bersama organisasi
profesi, termasuk namun tidak terbatas pada program saintikasi jamu/ramuan atau
ketrampilan setelah meyakini dan mendalami metode sistem pengobatan tradisional
Indonesia yang dikembangkan resmi secara nasional dan menggunakan bahan/produk yang
diijinkan Pemerintah

(8) Dalam menggunakan obat, ramuan herba/jamu, suplemen makanan, alat/metoda


pengobatan/ketrampilan dan pelbagai modalitasnya yang berasal dari pelayanan kesehatan
tradisional dan/atau kedokteran alternatif-komplementer untuk kepentingan kuratif dan/atau
rehabilitatif, seorang dokter seharusnya memiliki kompetensi dan kewenangan yang diakui
Pemerintah bersama organisasi profesi dan/atau jajarannya, dilarang mengemukakan klaim
khasiat dan/atau keamanan produk yang belum terbukti kebenarannya atau dibuat, diedarkan
dan dipasarkan secara melanggar ketentuan perundang-undangan

(9) Setiap dokter berkompeten dan berwenang yang menggunakan obat, ramuan herba/jamu,
suplemen makanan, alat/metoda pengobatan/ketrampilan dan pelbagai modalitasnya yang
berasal dari pelayanan kesehatan tradisional dan/atau kedokteran alternatif komplementer
sebagaimana dimaksud cakupan pasal butir 7 di atas tetapi untuk kepentingan promotif dan

11
preventif seharusnya memberi ekspertisnya demi paradigma sehat, menghormati pilihan
pasien untuk dilakukan pengobatan secara holistik sesuai dengan ketentuan yang berlaku

(10) Setiap dokter seharusnya mampu menilai secara akal sehat setiap pengumuman/publikasi
di pelbagai wahana/media, termasuk yang disampaikan oleh sesama sejawat, tenaga non
medis atau perorangan siapapun yang menggunakan prinsip ilmiah yang metodenya belum
diakui oleh organisasi profesi

(11) Seorang dokter dilarang menggunakan barang/alat/produk kesehatan tradisional,


alternatif-komplementer untuk diagnosis dan terapi kausal yang sudah memiliki baku emas
(golden standard) dalam sistem pengobatan konvensional.

Penjelasan pasal

Perbuatan seorang dokter dapat mempengaruhi pendapat masyarakat luas, sebaliknya reaksi
menyimpang masyarakat tersebut dapat kembali mempengaruhi persepsi mereka terhadap
seluruh korsa kedokteran. Oleh karena itu dokter harus hati-hati dalam mengumumkan hasil
penelitian, teknik dan pengobatan yang belum diuji kebenarannya atau dapat menimbulkan
keresahan masyarakat.

Penjelasan cakupan pasal.

(1) Perkecualian hal ini adalah bila penelitian tersebut dimaksudkan untuk memperoleh Hak
Kekayaan Intelektual, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Cukup jelas

(3) Untuk mencegah berkembangnya aliran pengobatan yang tidak sesuai standard, karena
tidak setiap dokter berwenang melakukan hal ini. Hal ini diatur oleh IDI sebagai organisasi
profesi, termasuk kesetaraan media ilmiah profesi.

(4) Penelitian kesehatan terdiri atas 4 rumpun keilmuan yang memiliki metodologinya
masing-masing, yakni ilmu biomedik, klinik terapan dan epidemiologi klinik, kedokteran
komunitas/kesehatan masyarakat dan humaniora & bioetika kedokteran.

(5) Cukup jelas

12
(6) Cukup jelas

(7) Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan biokultural yang sesuai dengan upaya
mensinergikan paradigmasehat (promotif & preventif) serta mengangkat produktivitas
keanekaragaman tanaman obat Indonesia dan ketahanan bangsa melalui sistem pengobatan
tradisional Indonesia,

(8) Dalam menentukan sikap terhadap penggunaan obat herbal, jamu, suplemen makanan dan
produk Complementary Alternative Medicine (CAM) maka dokter harus menggunakan
orientasiutama “patient safety”. Penekanan diberikan pada produk yang telah diuji keamanan

dan ekasinya.

(9) Cukup jelas

(10) Dokter dan organisasi profesinya merupakan gurdan unsur lembaga penting dalam
mengawal pengembangan saintikasi dan penggunaan evidence based medicine dalam rangka
penetapan standar/pedoman nasional pelayanan kesehatan.

(11) Upaya untuk melindungi masyarakat luas dalam kebijakan integrasi pelayanan kesehatan
tradisional ke dalam pelayanan kesehatan konvensional/formal.

PEMBAHASAN

Artikel penelitian “Intra Arterial Heparin Flushing Increases Manual Muscle Test –
Medical Research Councils (MMT-MRC) Score in Chronic Ischemic Stroke Patient” oleh
dr TAP SpRad tidak menuliskan desain penelitian yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan3. Hal ini tidak sesuai dengan kaidah penelitian yang baik sehingga juga
berbenturan dengan kode etik kedokteran yang mengharuskan setiap dokter yang
berpartisipasi dalam pengembangan IPTEK dokter untuk mengikuti kaidah-kaidah penelitian
yang baik5. Terlebih lagi hal ini juga dapat menyeret nama besar Bali Medical Journal yang
mana telah menerima dan meloloskan artikel penelitian ini ke dalam salah satu edisi
jurnalnya.

Dampak dari klaim desain penelitian ini dapat berupa dicitasinya penelitian tersebut ke dalam
meta-analisis maupun telaah sistematik (systematic review) yang nantinya akan menguatkan

13
kualitas bukti dari prosedur IAHF ini. Salah satu telaah sistematik yang dapat kami temukan
mengenai IAHF ini adalah telaah sistematik oleh Pinzon dkk9.

Pinzon dkk9 membatasi pencarian laporan penelitian mengenai IAHF terbatas pada penelitian
dengan desain RCT. Pada bagian hasil, mereka mengikutkan kedua artikel penelitian dr TAP
yang mana pada artikel penelitian “Intra Arterial Heparin Flushing Increases Cerebral
Blood Flow in Chronic Ischemic Stroke Patients” tidak disebutkan tipe desain
penelitiannya2, sedangkan penelitian kedua ialah artikel penelitian “Intra Arterial Heparin
Flushing Increases Manual Muscle Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) Score
in Chronic Ischemic Stroke Patient” yang mengklaim desain penelitiannya sebagai RCT3.

Hal ini merupakan salah satu contoh di mana kurangnya kepatuhan terhadap kaidah
penelitian yang baik dapat menggiring arah penelitian dan nantinya juga pada pedoman
praktek klinis berdasarkan paradigma EBM. Meskipun demikian, mekanisme peer review
pada dunia penelitian akan mengoreksi hal tersebut yang nantinya dapat mengawal praktek
EBM pada jalurnya.

Pentingnya mengikuti kaidah penelitian yang baik dan benar akan menghindarkan praktek
EBM dari pseudosains.

14

Anda mungkin juga menyukai