Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No.

2 /Desember 2017 (17-27)

EMBRIOGENESIS DAN KARAKTERISTIK LARVA


PERSILANGAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus) JANTAN
DENGAN IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) BETINA

Ardhardiansyah, Ujang Subhan, Ayi Yustiati


Universitas Padjadjaran

Abstrak
Penelitian dilaksanakan di kolam percobaan Ciparanje dan Laboratorium Akuakultur Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, mulai dari bulan Desember 2016 hingga
Februari 2017. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perkembangan embriogenesis dan karakteristik
perkembangan larva persilangan ikan patin siam jantan dengan ikan baung betina. Metode yang
digunakan pada penelitian yaitu eksperimetal dengan analisis deskriptif kuantitatif yaitu dengan
menganalisis tingkat keberhasilan hibridisasi. Derajat pembuahan pada ikan patin siam, ikan hibrid
dan juga ikan baung masing-masing 92,57%, 91,47% dan 46,20%. Proses embriogenesis sampai
dengan penetasan larva pada ikan patin siam lebih cepat dibandingkan dengan ikan hibrid dan juga
ikan baung yaitu dengan waktu berturut turut yaitu 19 jam 40 menit, 21 jam 10 menit, dan 23 jam 30
menit. Derajat penetasan telur pada ikan patin, ikan hibrid dan juga ikan baung masing-masing
86,12%, 80,93% dan 56,16%. Derajat kelulushidupan ikan patin siam, ikan hibrid, dan juga ikan
baung masing-masing 76,30%, 24,69% dan 51,61%. Karakteristik morfologi larva hibrid meliputi
bentuk kepala, bentuk tubuh, bentuk sirip ekor dan sirip adipose cenderung intermediate yang
merupakan perpaduan dari kedua indukan, sedangkan bentuk sirip anal, sirip dada, sirip punggung
lebih mengarah kepada ikan baung. Abnormalitas pada larva ikan hibrid terjadi pada bagian tubuh
dengan persentase larva yang abnormal sebesar 34,75%.

Kata Kunci : Baung, embriogenesis, ,hibridisasi, Larva Hibrid, Patin Siam.

Abstract
The research was conducted from December 2016 to February 2017 at experiment pond
Ciparanje and aquaculture laboratory Fisheries and Marine Science Faculty, Universitas Padjadjaran.
The aim of this research are to determine embryogenesis development and characteristics of hybrid
larvae of male blue catfish and female bagrid catfish. The research method used experimental with
quantitative descriptive by analyzing successful level of hybridization. Fertilization rate of blue
catfish, hybrid fish and bagrid catfish are 92.57%, 91.47% and 46.20% respectively. The process of
embryogenesis in blue catfish are faster than hybrid fish and bagrid catfish, they are 19 hour 40
minutes, 21 hour 10 minutes, and 23 hour 30 minutes respectively. Hatching rates of blue catfish,
hybrid fish and bagrid fish are 86.12%, 80.93% and 56.16% respectively. Survival rates of blue
catfish, hybrid fish and bagrid fish are 76.30%, 24.69% and 51.61% respectively. Morphological
characteristics of hybrid larvae consist of form of head, body, caudal fin and adipose fin are
intermediate of the combination of two parents, while the form of anal fin, pectoral fin, and dorsal fin
are the same characteristics with bagrid catfish. Hybrid larvae abnormality exists on body part with the
rate up to 34.86%.

Keywords: Bagrid catfish, blue catfish, embryogenesis, hybridization, hybrid larvae.

17
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......

PENDAHULUAN family, atau family dalam ordo. Salah satu


Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan hibridisasi individu yang memiliki kekerabatan
salah satu komoditas budidaya ikan air tawar yang cukup jauh adalah ikan patin dengan ikan
yang cukup mudah di budidayakan karena baung.
dapat bertahan hidup dalam kondisi perairan Ikan baung (Hemibagrus numerus)
yang buruk dan memiliki potensi ekspor cukup merupakan jenis ikan asli Indonesia yang biasa
tinggi selain ikan tuna, udang serta rumput hidup di sungai-sungai besar, rawa dan danau
laut. Sebenarnya ada 13 jenis ikan patin, di perairan Jawa, Sumatera, Bangka dan
namun yang paling dominan dikenal di Kalimantan. Ikan baung merupakan salah satu
Indonesia ada 2 jenis ikan patin yaitu ikan jenis ikan catfish selain sama seperti ikan lele
patin siam (P. hypophthalamus) dan ikan patin dan juga ikan patin. Ikan baung memiliki
jambal (P. djambal) (Arianto dan Utami 2006). bentuk tubuh seperti ikan patin dengan warna
Ikan patin siam merupakan ikan yang putih perak pada bagian bawah dan kecoklatan
diintroduksi dari Thailand ke Indonesia pada pada punggung. Ikan baung memiliki tekstur
tahun 1972 (Hardjamulia et all 1987 dalam daging berwarna putih, lembut dan tebal, tanpa
Arianto dan Utami 2006). Ikan patin siam duri halus serta rasanya yang gurih dan lezat
memiliki beberapa keunggulan diantaranya melebihi rasa daging ikan patin dan ikan lele
mudah dibudidayakan, fekunditas tinggi, serta atau ikan catifish lainnya. Ikan baung juga
memiliki daya tahan tubuh yang bagus pada memiliki kandungan protein yang tinggi
kondisi perairan yang buruk. Salah satu namun rendah lemak (Amri dan Khairuman
kekurangan yang dimiliki oleh ikan patin siam 2008). Berdasarkan kesamaan yang dimiliki
adalah warna daging yang sedikit kekuningan oleh ikan patin siam dan ikan baung
yang membuatnya kurang laku dipasaran diharapkan dengan adanya hibridisasi antara
internasional. ikan patin siam dengan ikan baung diharapkan
Seiring berkembangnya teknologi hasil dari persilangan ikan ini mampu
beragam upaya dilakukan dalam pemenuhan menghasilkan individu yang memiliki
kebutuhan kuota ekspor ikan patin berdaging karakteristik daging dengan rasa gurih dan
putih yaitu salah satunyadengan cara rekayasa lezat yang dimiliki oleh ikan patin namun
hibridisasi yang merupakan salah satu rekayasa warna daging yang putih dari ikan baung serta
dalam proses persilangan dengan kesamaan laju pertumbuhan yang cepat sama seperti
famili, genus, maupun spesies. Hibridisasi yang dimiliki oleh ikan patin.
terhadap ikan patin pun telah dilakukan, salah Pengembangan ikan patin berdaging
satunya telah dilakukan oleh Loka Riset putih sebagai komoditas ekspor melalui
Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan program hibridisasi sebagai salah satu upaya
Air Tawar (LRPTBAT) Sukamandi, Subang, perbaikan genetik perlu adanya informasi yang
Jawa Barat yaitu dengan mengawinsilangkan berkaitan dengan produksi masalnya termasuk
antara ikan patin jambal dan patin siam didalamnya perkembangan embrio dan
sehingga menghasilkan spesies baru yaitu patin perkembangan larva. Pengetahuan tentang
pasupati (Pangasius sp). Hasil dari program perkembangan embrio dan larva pada spesies
persilangan antara ikan patin siam dengan ikan yang berbeda bertujuan untuk lebih
patin jambal mampu mengeliminasi warna memahami fungsi biologi spesies ikan yang
merah pada daging patin yaitu sifat yang berbeda dalam pengembangan organ,
dimiliki oleh patin siam. kebutuhan gizi dan preferensi lingkungan.
Namun persilangan antar spesies yang Embriologi dan perkembangan larva dalam
banyak dilakukan ini menimbulkan kerugian praktek budidaya merupakan hal yang penting
diantaranya adalah hilangnya sifat dominan dan jelas dalam praktek produksi ikan. Secara
dan superior pada ikan hasil hibridisasi. khusus adanya informasi perkembangan
Hilangnya sifat dominan pada gen ikan hibrid embrio dan larva ikan merupakan langkah
ini menyebabkan epistasis alel dominan kunci untuk meningkatkan pertumbuhan larva
sehingga yang muncul adalah alel resesif. dan memaksimalkan kelangsungan hidup larva
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk (Puvaneswari et al. (2009).
mengurangi sifat alel resesif adalah dengan Studi perkembangan larva berguna
program persilangan ikan yang berbeda spesies untuk menghubungkan kondisi morfologi
namun masih memiliki kekerabatan, baik setiap tahap perkembangan larva.
dalam satu spesies dalam genus, genus dalam Perkembangan embrio yang abnormal selama

18
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)

tahap perkembangan awal embrio dapat HASIL DAN PEMBAHASAN


meningkatkan angka kematian hingga menetas Embriogenesis
dan beberapa hari setelah menetas. Morfologi Tahap-tahap perkembangan
selama embriogenesis telah menjadi indikator embriogenesis menjadi sebuah larva dimulai
kualitas embrio yang baik, oleh karena itu dari fase cleavage (pembelahan sel), morula,
studi dan informasi sejarah awal blastula (pembentukan blastoderm), gastrula
perkembangan kehidupan embrio dapat (penutupan kantung kuning telur),
mengungkapkan masalah yang terkait dengan organogenesis hingga embrio menetas dan
perkembangan embrio dan larva ikan. keluar dari cangkang telur. Proses
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk embriogenesis pada ikan patin siam, ikan
mengetahui tingkat keberhasilan hibridisasi hibrid, dan juga ikan baung tidak ada
antara ikan patin siam jantan dengan ikan perbedaan antara proses embriogenesis, namun
baung betina dan perkembangan yang membedakan proses embriogenesis pada
embriogenesis dan karakteristik larva ketiga ikan adalah waktu inkubasi atau lama
persilangan ikan patin siam jantan dengan ikan penetasan dari ketiga ikan tersebut. Berikut
baung betina yang meliputi derajat tahapan perkembangan embrio pada larva ikan
pembuahan, embriogenesis, derajat penetasan, hibrid Sesaat telur terbuahi, telur berkembang
kelulushidupan larva, karakteristik morfologi dan akan membentuk ruang previtelin yang
larva, heterositas dan abnormalitas pada larva. memisahkan telur dari membran luar (gambar
1). Selanjutnya telur akan membelah secara
BAHAN DAN METODE bertahap mulai dari pembelahan satu sel, dua
Waktu dan Tempat sel, empat sel, delapan sel, 16 sel, 32 sel,
Hibridisasi antara ikan patin siam banyak sel (morula), blastula, gastrula,
jantan dengan ika baung betina dilaksanakan organogenesis dan menetas menjadi larva.
pada bulan Desember 2016 hingga Februari Pembelahan yang pertama adalah pembelahan
2017 yang bertempat di Kolam Percobaan menjadi dua sel, pembelahan pada tahap ini
Ciparanje dan analisis embriogenesis dan ditandai dengan perkembangan dua sel yang
perkembangan larva hasil persilangan ditandai dengan adanya pembelahan secara
dilakukan di Laboratorium Akuakultur, mitosis sel tunggal menghasilkan dua buah sel
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang lebih kecil. Mula-mula zigot membelah
Universitas Padjadjaran. menjadi dua buah sel yang disebut pembelahan
blastomer turunan pertama.
Metode Kemudian masing-masing blastomer
Metode yang digunakan pada tersebut membelah menjadi empat blastomer
penelitian yaitu metode eksperimental, yaitu turunan kedua dan begitu seterusnya, sehingga
dengan mengamati tingkat keberhasilan terbentuk 8, 16, dan 32 blastomer turunan
hibridisasi antara ikan patin siam jantan ketiga, keempat, dan kelima. Besarnya
dengan ikan baung betina yang meliputi blastomer turunan pertama, turunan kedua, dan
pengamatan embriogenesis, derajat blastomer turunanan berikutnya semakin
pembuahan, derajat penetasan, derajat mengecil, karena blastomer yang baru
kelulushidupan, karakteristik morfologi larva, terbentuk dengan membelah. Pada dasarnya
heterosis. Serta abnormalitas. Pengamatan cleavage adalah suatu proses perkembangan
embrio menggunakan mikroskop dilakukan zigot untuk menjadi morula melalui
secara terus menerus sejak terjadinya proses pembelahan mitosis secara berangkai yang
fertilisasi hingga telur menetas menjadi larva. terjadi segera setelah pembuahan (Sukra et al.
Larva dipelihara dalam akuarium berukuran 1989 dalam Nugraha 2004).
60x40x60 cm. Pengamatan karakteristik Selama fase cleavage berlangsung
morologi larva meliputi bentuk kepala, bentuk terdapat beberapa tahapan pembelahan
tubuh, bentuk sirip ekor, sirip dubur, sirip berdasarkan jumlah blastomer (sel) yaitu
punggung, sirip dada, serta adipose fin. Data pembelahan tahap I (menjadi dua blastomer),
hasil penelitian diolah dan disajikan dalam pembelahan tahap II (menjadi empat
bentuk tabel dan gambar kemudian dianalisis blastomer), pembelahan tahap III (menjadi 8
secara deskriptif kuantitatif melalui pengkajian blastomer), pembelahan tahap IV (menjadi 16
hasil pengamatan dengan data penunjang dari blastomer), dan pembelahan tahap V (menjadi
literatur.

19
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

(7) (8) (9) (10) (11) (12)


Gambar 1.Perkembangan telur dan embrio (1-11), larva ikan hibrid yang baru menetas (12)

32 blastomer). Pembelahan dua sel diawali pembelahan (Larger 1956 dalam Sedjati 2002).
dengan terbentuknya garis lurus pada pusat Morula merupakan produk akhir cleveage,
blastomer yang kemudian mengecil dan pada saat blastomer berjumlah sekitar 16 – 32.
kemudian membelah menjadi dua sel yang Selama proses pembentukan morula zona
ukuran selnya sama besar. Pembelahan pleusida tetap utuh yang menyebabkan besar
selanjutnya adalah tahap perkembangan empat morula hampir sama dengan besar zigot (Sukra
sel, ditandai dengan terjadinya pembelahan et al. 1989 dalam Nugraha 2004).
mitosis dari kedua sel menghasilkan empat Perkembangan embrio setelah melalui
buah sel yang berukuran sama besar namun fase morula adalah fase balastula. Embrio terus
lebih kecil dari yang berukuran dua sel. melakukan pembelahan sel untuk berkembang
Pembelahan menjadi delapan sel menjadi blastula, yaitu ditandai dengan
adalah akibat pembelahan empat sel atau terbentuknya rongga kosong. Selama stadia
blastomer menjadi delapan blastomer yang blastula, blastomer membelah beberapa kali
tersusun dalam dua baris yang sejajar, dimana membentuk blastomer-blastomer dengan
setiap baris terdiri dari empat blstomer yang ukuran yang makin kecil, sehingga tempat
berukuran sama besar. Perkembangan pada stadia morula blastomer semula padat
pembelahan menjadi 16 blastomer merupakan akan terbentuk ruangan kosong yang disebut
turunan keempat dan pembelahan menjadi 32 blastosul yang ditutupi oleh blastoderm dan
blastomer merupakan turunan kelima. Pada pada sisi luar terdapat epiblast. Antara
pembelahan V, blastomer yang terbentuk sama blastosul dan blastoderm dipisahkan oleh
besar dan ukurannya lebih kecil dari hypoblast primer.
pembelahan IV, blastomer-blastomer yang Tahap gastrulasi ditandai dengan
terbentuk susunannya tidak beraturan lagi dan terjadinya proses perluasan dan penutupan
membentuk seperti bola kecil. Fase kuning telur oleh blastoderm ke arah
pembelahan ini telah memasuki stadia morula. blastopora (blastopore closure, epiboly) hingga
Tahap-tahap perkembangan selanjutnya terjadi seluruh bagian kuning telur telah tertutupi oleh
pembelahan-pembelahan sel secara mitosis blastoderm. Epiboly merupakan pergerakan
menghasilkan sel-sel (blastomer) dengan sel-sel yang dianggap menjadi bakal epidermis
jumlah dua kali lipat (duplikasi), sehingga dan daerah persyarafan, pergerakannya ke
terbentuk banyak sel berukuran kecil-kecil dan depan, ke belakang dan ke samping dari sumbu
dalam bentuk susunan yang bergerombol yang akan menjadi embrio. Kemudian dengan
(morula) yang tampak lebih padat epiboly akan terjadi penutupan kuning telur
dibandingkan bagian kuning telur. kecuali dibagian yang disebut blastopore.
Stadia morula adalah stadia dimana Sedangkan emboly merupakan pergerakan sel
blastomer-blastomer yang terbentuk akan yang arahnya menuju ke bagian dalam,
memadat sehingga menjadi blastodisk pada terutama di bagian sumbu bakal embrio. Akhir
kutub anima yang membentuk dua lapisan sel. dari stadia gastrulasi apabila kuning telur
Pada stadia morula, pembelahan zigot sudah tertutup oleh lapisan sel (Effendi 1997).
berlangsung cepat sehingga sel anak tidak Proses pada stadia gastrulasi ini
sempat tumbuh dan mengakibatkan sel anak berlangsung sampai terjadi pembentukan
makin lama makin kecil, sesuai dengan tingkat lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm.

20
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)

Selama grastulasi berlangsung, maka akan bila embrio ukuran embrio lebih panjang dari
terjadi proses pembentukan perisai embrio dan diameter cangkangnya (Lagler 1962
pergerakan sel dari lapisan blastomer di kutub dalamNugraha 2004). Sebelum menetas,
anima, dimana sel-sel tersebut bergerak bentuk embrio di dalam cangkang telur
kesamping kiri dan kanan serta kedepan berbentuk bulat, dimana bagian kepala dan
dengan menutupi sebagian kuning telur dan ekor melengkung sejajar seperti huruf O.
menuju kutub vegetatif (Pattipeilohy et al. Selama pengamatan, embrio bergerak aktif
2013). Tahap perkembangan selanjutnya memutar untuk mengubah posisinya hal ini
adalah terjadinya organogenesis, diawali disebabkan karena ruang gerak lebih kecil
dengan terbentuknya bakal kepala dan ekor, dibandingkan dengan ukuran embrio yang
ruas-ruas tulang belakang, bakal mata, otolith, semakin membesar. Hal ini sejalan dengan
jantung, dan organ-organ lainnya, pigmentasi yang diungkapkan oleh Effendie (1997) bahwa
kantung kuning telur dan penetasan pada waktu akan terjadi penetasan, embrio
menghasilkan larva. sering mengubah posisinya karena kekurangan
Proses organogenesis ini berlangsung ruang dalam cangkangnya.
lebih lama dibanding dengan stadia-stadia Waktu penetasan embrio menjadi larva
lainya. Hasil pengamatan terhadap embrio pada ikan patin siam, ikan hibrid, dan juga
selama fase organogenesis menunjukkan ikan baung berbeda-beda dimana penetasan
adanya pergerakan dari embrio. Pergerakan lebih cepat terjadi pada ikan patin siam dengan
embrio ini diakibatkan oleh bertambah waktu penetasan selama 19 jam 40 menit, ikan
panjangnya bagian ekor embrio dan mulai hibrid menetas selama 21 jam 10 menit dan
terlepas dari kuning telurnya serta terdeteksi ikan baung menetas selama 23 jam 30 menit.
jantung sudah mulai aktif. Selain itu, Berikut merupakan tabel hasil pengamatan
penampakan dari notokorda dan somit makin proses perkembangan embrio hingga menetas
jelas serta lekukan pada kepala sudah mulai seperti pada tabel 1.
Nampak. Proses penetasan embrio ikan terjadi

Tabel 1.Proses Perkembangan Embrio Hingga Menetas


Waktu Pembelahan Fase
Pembelahan
Ikan Patin Ikan Hibrid Ikan Baung Embriogenesis
Zigot 0 menit setelah 0 menit setelah 0 menit setelah Fertilisasi
fertilisasi fertilisasi fertilisasi
1 sel 15 menit
5 menit setelah 15 menit setelah
setelah
fertilisasi fertilisasi
fertilisasi
2 sel 35 menit
10 menit setelah 35 menit setelah
setelah
fertilisasi fertilisasi
fertilisasi
4 sel 45 menit
35menit setelah 45 menit setelah
setelah Cleavage
fertilisasi fertilisasi
fertilisasi
8 sel 60 menit
47 menit setelah 58 menit setelah
setelah
fertilisasi fertilisasi
fertilisasi
16 sel 78 menit
58 menit setelah 70menit setelah
setelah
fertilisasi fertilisasi
fertilisasi
32 sel 90 menit
80 menit setelah 87 menit setelah
setelah
fertilisasi fertilisasi
fertilisasi
64 sel 115menit 123 menit 125 menit
Morula Awal
setelah setelah setelah
fertilisasi fertilisasi fertilisasi
128 sel 155 menit 165 menit 170 menit
setelah setelah setelah

21
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......

Waktu Pembelahan Fase


Pembelahan
Ikan Patin Ikan Hibrid Ikan Baung Embriogenesis
fertilisasi fertilisasi fertilisasi
Morula 200 menit 213 menit 225 menit Morula Akhir
setelah setelah setelah
fertilisasi fertilisasi fertilisasi
Blastula 250menit 280 menit 300 menit Pembentukan
setelah setelah setelah Blastoderm
fertilisasi fertilisasi fertilisasi
Gastrula 250-440 menit 270-470 menit 300-540menit Penutupan
setelah setelah setelah kuning telur
fertilisasi fertilisasi fertilisasi
Pembentukan Somite per-
Bakal Kepala tama muncul,
dan Bakal Ekor 430-500 menit 470-520 menit 540-720 menit terbentuk ekor,
setelah setelah setelah terjadi
fertilisasi fertilisasi fertilisasi pergerakan,
Organogenesis
pertama.,
Pembentukan diferensiasi
Bakal Kepala cephalic,
dan Bakal Ekor vesikel
490-870 menit 520-930 menit 710-1000
penglihatan,
setelah setelah menit setelah
saraf
fertilisasi fertilisasi fertilisasi
penciuman,
terbentuk 20
somite
Pigmentasi Pergerakan
Kantung ekor semakin
Kuning Telur kuat, kuning
1060 menit 1100 menit 1180 menit
telur mulai
setelah setelah setelah
terlepas,
fertilisasi fertilisasi fertilisasi
terbentuk 25
somite, jantung
mulai berdetak
Penetasan Penetasan,
chorion rusak
1180 menit 1270 menit 1410 menit
dan larva
setelah setelah setelah
terlepas dari
fertilisasi fertilisasi fertilisasi
cangkang
chorion
Lama Penetasan 23 jam 30
19 jam 40 menit 21 jam 10 menit
menit

Derajat Pembuahan Derajat pembuahan tertinggi yaitu


Menurut Nugraha (2004) telur yang pada ikan patin siam sebesar 92,57%, ikan
dibuahi akan terlihat berwarna bening dan hibrid sebesar 91,47% dan ikan baung sebesar
akan berubah menjadi kecoklatan, sedangkan 46,20%. Menurut Sumantadinata (1992) dalam
telur yang tidak dibuahi berwarna putih susu. Yusrizal (2004) bahwa keberhasilan suatu
Fertilisasi (pembuahan sel telur oleh sel pembuahan dipengaruhi oleh faktor genetis
sperma) terjadi apabila sperma berhasil seperti jumlah kromosom serta ukuran lubang
menembus mikrofil telur dan membuahi inti mikrofil dan besarnya ukuran kepala
telur. Grafik derajat pembuahan dapat dilihat spermatozoa.
pada Gambar 2.

22
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)

Derajat Pembuahan Derajat Penetasan


100 91,47 92,57 100 80,93 86,12

Persentase (%)
Persentase (%)

80 80
56,16
60 60
46,2
40
40
20
20
0
0 Ikan Baung Ikan Hibrid Ikan Patin
Ikan Baung Ikan Hibrid Ikan Patin Siam
Siam
Gambar 3 . Derajat Penetasan
Gambar 2. Derajat Pembuahan
Selain itu kesamaan ukuran kepala Derajat penetasan tertinggi yaitu pada
sperma dan juga panjang ekor sperma ikan patin siam sebesar 86,12% pada ikan
berpengaruh terhadap pembuahan telur, hibrid sebesar 80,93% sedangkan padda ikan
dimana kepala sperma mampu menembus baung yaitu sebesar 56,16%. Hairunnisa
lubang mikrofil pada telur (Japet 2011). (2013) menyatakan bahwa perbedaan derajat
Tingginya derajat pembuahan pada perlakuan penetasan dapat diakibatkan oleh perbedaan
ikan patin dan ikan hibrid disebabkan oleh kandungan atau komposisi telur pada setiap
kondisi morfologis dan fisiologis sperma yang spesies sehingga memiliki respon yang
baik sehingga sperma mampu menembus berbeda terhadap sperma.
lubang mikrofil dan sperma mampu membuahi
sel telur. Derajat Kelulushidupan
Kesesuaian ukuran kepala sperma Sintasan atau survival rate (SR)
dengan lubang mikrofil pada ikan erat merupakan kelulus hidupan ikan yang dihitung
hubungannya dengan kekerabatan ikan, dengan membandingkan ikan yang hidup pada
sehingga kekerabatan sangat menentukan akhir penelitian mulai dari larva ikan menetas
dalam proses fertilisasi telur pada program hingga penelitian berakhir. Berikut merupakan
hibridisasi (Japet 2011). Selain dari grafik derajat kelulushidupan seperti pada
karakteristik dan morfologi sperma yang tidak Gambar 4.
jauh berbeda antara sperma ikan patin dan juga
sperma ikan baung, keberhasilan dalam SR Larva umur 2 Minggu
hibridisasi dapat dilihat dari kekerabatan
taksonomi induk yang digunakan, semakin erat 51,82
taksonomi induk yang digunakan dapat
mempengaruhi tingkat keberhasilan hibridisasi 41,46
Persentase (%)

telur ikan baung yang dibuahi oleh sperma


ikan patin siam.
17,83
Derajat Penetasan
Derajat penetasan atau hatching rate
(HR)dihitung dengan membandingkan jumlah
larva yang menetas dari telur dibandingkan Ikan Baung Ikan Hibrid Ikan Patin Siam
dengan jumlah telur yang terbuahi. Menurut
Nugraha (2004) larva yang menetas dari telur Gambar 4. Survival Rate Larva Umur
dicirikan dengan pecahnya dinding chorion 2 Minggu
dan larva berenang bebas keluar, sedangkan
telur yang tidak menetas akan berwarna putih Kelulus hidupan tertinggi yaitu pada
susu yang menandakan bahwa telur tersebut ikan patin siam sebesar 51,82% lalu ikan
mati. Menurut Gusrina (2012) dalam airunnisa baung 41,46% dan terendah yaitu ikan hibrid
(2013) penetasan adalah perubahan intra yaitu sebesar 17,83%. Wedemeyer (1996)
capsular (tempat yang terbatas) ke fase dalam Arisanti et al. (2013) menyatakan
kehidupan (tempat luas). Grafik derajat bahwa salah satu yang dapat menyebabkan
penetasan dapat dilihat pada Gambar 3. nilai SR rendah adalah padat tebar dimana

23
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......

peningkatan padat penebaran akan Pola pewarisan karakter fenotip


mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku intermediate diduga terkait aksi gen dominansi
ikan terhadap ruang gerak yang akhirnya tidak penuh sebagaimana dinyatakan
menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis, Chevassus (1983) bahwa umumnya hibrida
pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan memiliki karakteristik di antara kedua
kelangsungan hidup. induknya.

Karakteristik Morfologi Larva Bentuk Tubuh


Morfologi larva termasuk kedalam Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh
fenotif kualitatif, fenotip kualitatif merupakan hasil bentuk tubuh dari ikan patin siam, ikan
sifat yang tidak bisa diukur nilai atau hibrid, dan juga ikan baung seperti pada
derajatnya tetapi dapat dibedakan dan gambar 6.
dikelompokkan.Pengamtan fenotip kualitatif Bentuk tubuh dari ikan hibrid
ikan hasil persilangan meliputi bentuk kepala, merupakan perpaduan dari kedua indukannya,
bentuk tubuh, bentuk sirip dada, sirip ekor, bentuk tubuh ikan hibrid cenderung lebih
sirip dubur, sirip punggung, serta adipose fin. panjang dibandingkan dengan ikan baung.
Perpaduan dari kedua induk yang diturunkan
Bentuk Kepala kepada anaknya merupakan aksi pautan gen
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh tidak penuh yang mengakibatkan bentuk tubuh
hasil bahwa bentuk kepala ikan hibrid dan morfologi larva hibrid berada di
merupakan perpaduan dari kedua indukannya. pertengahan (intermediate). Hardjamulia dan
Bentuk kepala ikan hibrid berbentuk kecil, Suseno (1976) menyatakan bahwa dari hasil
lonjong dengan mulut sedikit terbuka seperti persilangan atau hibridisasi biasanya akan
ikan patin siam. Bentuk kepala ikan patin siam menghasilkan anakan yang sepenuhnya mirip
yaitu bulat, kecil dengan mulut membuka ikan jantan, sepenuhnya mirip ikan betina atau
sangat lebar, berbeda dengan bentuk kepala kombinasi antara ikan jantan dan betina.
ikan baung yaitu cenderung membulat dan
besar. Gambar bentuk kepala dari ketiga larva Bentuk sirip
ikan dapat dilihat pada Gambar 5. Pengamatan terhadap bentuk sirip
pada ikan hibrid yang meliputi bentuk sirip
ekor atau caudal fin (Gambar 7), sirip dubur
atau anal fin (Gambar 8), sirip dada atau
pectoral fin (Gambar 9), sirip punggung atau
dorsal fin (Gambar 10), dan adipose fin
(gambar 11). Hasil dari pengamatan terhadap
a. Patin b. Hibrid c. Baung bentuk sirip ikan hibrid diperoleh hasil bahwa
Gambar 5.Bentuk Kepala Larva Ikan terdapat beberapa bentuk sirip pada ikan hibrid
yang menyerupai bentuk sirip ikan ikan baung
diantaranya yaitu, sirip dubur, sirip dada, sirip
punggung serta adipose fin.

(a)Ikan Patin Siam (b)Ikan Hibrid (c)Ikan Baung

Gambar 6. Bentuk Tubuh Ikan Patin Siam, Hibrid dan Baung

24
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)

Sedangkan untuk sirip ekor pada ikan hibrid


menyerupai sirip ekor pada ikan patin siam.
Seperti halnya Dunham dan Masser (2012)
yang menyatakanbahwa hibridisasi antara Blue
Catfish dan Channel Catfish menghasilkan
(a) Patin (b) Hibrid (c) Baung
morfologi ikan hibrid ada yang menyerupai
Blue Catfish sebagai induk jantan, ada yang Gambar 11. Adipose FinLarva Ikan
menyerupai Channel Catfish sebagai induk
betina dan ada yang merupakan perpaduan dari Heterosis
kedua indukannya. Hardjamulia dan Suseno Perbaikan sifat karakteristik dan
(1976) enyatakan bahwa dari hasil persilangan morfologi dari hasil hibridisasi dapat dilihat
atau hibridisasi biasanya akan menghasilkan dari nilai heterosis yang dibadningkan dengan
anakan yang sepenuhnya mirip ikan jantan, tetuanya atau dengan kontrol. Cassady et al.
sepenuhnya mirip ikan betina atau kombinasi (2002) dalam Arifin & Kurniasih (2013)
antara ikan jantan dan ikan betina yang mengemukakan bahwa efek heterosis positif
membawa karakter kedua induk ikan yaitu rata-rata penampilan suatu karakter
tersebut.Berikut merupakan gambar morfologi keturunan hasil persilangan melebihi rata-rata
dari bentuk sirip ketiga ikan seperti pada penampilan kedua tetuanya, sedang efek
gambar dibawah ini. heterosis negatif adalah rata-rata penampilan
suatu karakter keturunan hasil persilangan
yang lebih rendah dari rata-rata penampilan
kedua tetuanya. Penampilan yang berhubungan
dengan produksi pada umumnya heterosis
positif, sedang penampilan reproduksi pada
umumnya heterosis negatif. Berikut
(a) Patin (b) Hibrid (c) Baung merupakan nilai heterosis ikan hibrid dengan
Gambar 7. Bentuk Sirip Ekor Larva Ikan ikan patin siam seperti pada tabel 2 dan nilai
heterosis ikan hibrid dengan ikan baung seperti
pada tabel 3.
Berdasarkan hasil pengamatan
diperoleh hasil bahwa nilai heterosis ikan
hibrid yang dibandingkan dengan ikan patin
memiliki nilai heterosis negatif yang
menunjukan bahwa pertumbuhan ikan hibrid
(a) Patin (b) Hibrid (c) Baung
dibawah ikan patina tau pertumbuhan ikan
Gambar 8. Bentuk Sirip Dubur Larva Ikan hibrid tidak sebaik dari ikan patin. Nilai
heterosis ikan hibrid yang dibandingkan
dengan ikan baung memiliki nilai heterosis
positif yang artinya pertumbuhan ikan hibrid
lebih baik dan lebih cepat dibandingkan
dengan ikan baung. Hal ini sesuai dengan
penelitian Dunham dan Masser (2012) pada
(a) Hibrid (b) Baung hibridisasi ikan Channel catfish dan Blue
Gambar 9. Sirip Dada Larva Ikan catfish dimana hasil hibridanya memiliki laju
pertumbuhan yang lebih baik dari tetuanya
namun tidak lebih baik dari beberapa strain
yang lain, selain itu hibridisasi antara Channel
catfish dan Blue catfish memiliki beberapa
keunggulan diantaranya laju pertumbuhan
yang tinggi, perbaikan konversi pakan,
toleransi pada kandungan oksigen yang
rendah, meningkatkan kekebalan imunitas dan
(a) Patin (b) Hibrid (c) Baung esistensi terhadap berbagai penyakit, toleransi
Gambar 10. Sirip Punggung Larva Ikan terhadap kepadatan yang tinggi pada budidaya
dikolam, keseragaman ukuran dan bentuk.

25
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......

Tabel 2. Heterosis Panjang Tubuh Ikan Hibrid Terhadap Ikan Patin Siam

Parameter Ikan Patin Ikan Hibrid Heterosis


TL 16,6±0,57 15,3±0,45 -4,075%

Tebel 3. Heterosis Panjang Tubuh Ikan Hibrid Terhadap Ikan Baung


Parameter Ikan Hibrid Ikan Baung Heterosis

TL 15,3±0,45 12,1±0,22s 11,679%

Chappel 1979 menyatakan bahwa SIMPULAN


hibridisasi ikan catfish dapat memperbaiki Berdasarkan hasil penelitian dapat
performa pertumbuhan Channel catfish disimpulkan bahwa :
dimana beberapa hibrid ikan tersebut 1. Tidak ada perbedaan antara proses
memberikan peningkatan pertumbuhan sebesar embriogenesis pada ikan patin siam, ikan
10-18%. hibrid dan juga ikan baung, namun waktu
Persentase nilai larva ikan hibrid yang penetasan lebih cepat terjadi pada ikan
mengalami abnormalitas yaitu sebesar patin siam dengan waktu penetasan yaitu
34,86%. Tingginya jumlah abnormalitas dapat 19 jam 10 menit.
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya 2. Derajat pembuahan , derajat penetasan dan
jumlah kromosom yang berbeda antara ikan derajat kelulushidupan tertinggi yaitu pada
patin dengan ikan baung serta kekerabatan ikan patin sebesar 92,57%, 86,12%, dan
ikan patin dan ikan baung yang cukup jauh. 51,82% berturut-turut.
Abnormalitas pada larva ikan dapat terjadi 3. Beberapa karakteristik morologi larva ikan
akibat terganggunya proses perkembangan hibrid yang meliputi bentuk kepala bentuk
embrio dan penetasan pada larva ikan. tubuh dan bentuk sirip ada yang
menyerupai ikan patin yang merupakan
Abnormalitas induk jantan, ada yang menyerupai ikan
Abnormalitas merupakan keaadaan baung yang merupakan induk betina, dan
dimana ikan memiliki kondisi/bentuk tubuh ada yang merupakan perpaduan dari kedua
yang menyimpang dari keadaan normal atau induk ikan tersebut.
tidak seperti seharusnya (cacat). Berdasarkan
hasil pengamatan terhadap larva yang DAFTAR PUSTAKA
mengalami abnormalitas diperoleh hasil Amri, K dan Khairuman. 2008. Buku Pintar
bahwa abnormalitas terjadi karena adanya Budidaya 15 Ikan Konsumsi.
proses penyimpangan pada saat proses Agromedia Pustaka, Jakarta
pembelahan sel pada saat embriogenesis atau Arianto, D dan R. Utami. 2006. Evaluasi Laju
bahkan larva yang cacat setelah terjadinya Pertumbuhan, Keragaman Genetik Dan
penetasan. Berikut merupakan hasil Estimasi Heterosis Pada Persilangan
pengamatan terhadap larva yang memiliki Antar Spesies Ikan Patin (Pangasius
kelainan pada tubuh seperti pada gambar 12. sp.) Jurnal Perikanan. Vol 1:81-86
Arifin, O. Z., dan T. Kurniasih. 2013.
Keragaan Pemijahan Antar Tiga Stok
Udang Huna Merah (Cherax
quadricarinatus Von Martens). Balai
Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Tawar (BPPBAT). Bogor.
Vol.12, No.1 : 97-106 hlm.
a. Abnormal b. Normal Arisanti, F. D., E. Arini., dan T. Elfitasari.
Gambar 12.Bentuk Larva 2013. Pengaruh Kepadatan Yang
Berbeda Terhadap Kelulushidupan Dan

26
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)

Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus Perikanan Budidaya. Kementrian


Carpio) Pada Sistem Resirkulasi Kelautan dan Perikanan RI.
dengan Filter Arang. Journal of Puvaneswari, S., K. Marimuthu, R.
Aquaculture Management and Karuppasamy, and M.A. Haniffa, 2009.
Technology. Vol. 2, No. 4 : 139-144 Early embryonic and larval
hlm. develompnet of Indian catfish,
Chappell, J.A., 1979. An evaluation of twelve Heteropneustes fossilis. Eur. Asia J.
genetic groups of catfish for suitability Biol. Sci.., 3:84-96.
in commercial production. Ph.D. Sedjati, I. F. 2002. Embriogenesis dan
Dissertation, Auburn University, Perkembangan Larva Ikan Redfin
Alabama. Shark (Labeo erythropterus C.V).
Chevassus, B., 1983, Hybridization in fish. Skripsi. Program Studi Budidaya
Aquaculture. Vol.33: 245—262 Perairan Fakuktas Perikanan dan Ilmu
Dunham, R dan M. Masser. 2012. Production Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
of Hybrid Catfish. Southern Regional Yusrizal 2004. Ginogenesis Ikan Sumatra
Aquaculture Center Publication no (Puntius tetrazona, Bieeker) dengan
190. Revision. Umur Zigot yang Berbeda pada saat
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Kejutan Panas. Skripsi. FPIK.IPB.
Yayasan Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.
Hairunnisa, I. 2013. Pengaruh Hibridisasi
Interspesifik Ikan Synodontis
(Synodontis sp)terhadap Kelangsungan
Hidup dan Pertumbuhan Benih. Skripsi.
Program Studi Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Padjadjaran. Jatiangor.
Hardjamulia, A. dan Suseno, D. 1976.
Beberapa aspek tentang pemuliaan
ikan. Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran Bandung.
Iswanto, B dan E. Tahapari. 2011.
Embriogenesis Dan Perkembangan
Larva Patin Hasil Hibridisasi Antara
Beina Ikan Patin Siam (Pangasianodon
hypophthalmus Sauvage, 1978) Dengan
Jantan Ikan Patin Jambal (Pangasius
djambal, Bleeker, 1846) Dan Jantan
Patin Nasutus (Pangasius nasutus,
Bleeker, 1863). Jurnal Riset Akuakultur
vol. 6. No 2:169-186.
Japet, N. 2011. Karakteristik Semen Ikan
Ekonomis Budidaya: Mas (Cyprinus
carpio) Dan Patin (Pangasius
hypophthalmus). Skripsi. Institute
Pertanian Bogor.
Nugraha, F. 2004. Embriogenesis dan
Perkembanagan Larva Ikan Rainbow
(Glossolepis incius). Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Pattipeilohy, I. G., Gani, A., dan Tahang, H.
2013. Perkembangan Embriogenesis
Ikan Mandarin (Synchiropus
splendidus). Balai Perikanan Budidaya
Laut Ambon. Direktorat Jendral

27

Anda mungkin juga menyukai