Abstrak
Penelitian dilaksanakan di kolam percobaan Ciparanje dan Laboratorium Akuakultur Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, mulai dari bulan Desember 2016 hingga
Februari 2017. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perkembangan embriogenesis dan karakteristik
perkembangan larva persilangan ikan patin siam jantan dengan ikan baung betina. Metode yang
digunakan pada penelitian yaitu eksperimetal dengan analisis deskriptif kuantitatif yaitu dengan
menganalisis tingkat keberhasilan hibridisasi. Derajat pembuahan pada ikan patin siam, ikan hibrid
dan juga ikan baung masing-masing 92,57%, 91,47% dan 46,20%. Proses embriogenesis sampai
dengan penetasan larva pada ikan patin siam lebih cepat dibandingkan dengan ikan hibrid dan juga
ikan baung yaitu dengan waktu berturut turut yaitu 19 jam 40 menit, 21 jam 10 menit, dan 23 jam 30
menit. Derajat penetasan telur pada ikan patin, ikan hibrid dan juga ikan baung masing-masing
86,12%, 80,93% dan 56,16%. Derajat kelulushidupan ikan patin siam, ikan hibrid, dan juga ikan
baung masing-masing 76,30%, 24,69% dan 51,61%. Karakteristik morfologi larva hibrid meliputi
bentuk kepala, bentuk tubuh, bentuk sirip ekor dan sirip adipose cenderung intermediate yang
merupakan perpaduan dari kedua indukan, sedangkan bentuk sirip anal, sirip dada, sirip punggung
lebih mengarah kepada ikan baung. Abnormalitas pada larva ikan hibrid terjadi pada bagian tubuh
dengan persentase larva yang abnormal sebesar 34,75%.
Abstract
The research was conducted from December 2016 to February 2017 at experiment pond
Ciparanje and aquaculture laboratory Fisheries and Marine Science Faculty, Universitas Padjadjaran.
The aim of this research are to determine embryogenesis development and characteristics of hybrid
larvae of male blue catfish and female bagrid catfish. The research method used experimental with
quantitative descriptive by analyzing successful level of hybridization. Fertilization rate of blue
catfish, hybrid fish and bagrid catfish are 92.57%, 91.47% and 46.20% respectively. The process of
embryogenesis in blue catfish are faster than hybrid fish and bagrid catfish, they are 19 hour 40
minutes, 21 hour 10 minutes, and 23 hour 30 minutes respectively. Hatching rates of blue catfish,
hybrid fish and bagrid fish are 86.12%, 80.93% and 56.16% respectively. Survival rates of blue
catfish, hybrid fish and bagrid fish are 76.30%, 24.69% and 51.61% respectively. Morphological
characteristics of hybrid larvae consist of form of head, body, caudal fin and adipose fin are
intermediate of the combination of two parents, while the form of anal fin, pectoral fin, and dorsal fin
are the same characteristics with bagrid catfish. Hybrid larvae abnormality exists on body part with the
rate up to 34.86%.
17
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......
18
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)
19
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......
32 blastomer). Pembelahan dua sel diawali pembelahan (Larger 1956 dalam Sedjati 2002).
dengan terbentuknya garis lurus pada pusat Morula merupakan produk akhir cleveage,
blastomer yang kemudian mengecil dan pada saat blastomer berjumlah sekitar 16 – 32.
kemudian membelah menjadi dua sel yang Selama proses pembentukan morula zona
ukuran selnya sama besar. Pembelahan pleusida tetap utuh yang menyebabkan besar
selanjutnya adalah tahap perkembangan empat morula hampir sama dengan besar zigot (Sukra
sel, ditandai dengan terjadinya pembelahan et al. 1989 dalam Nugraha 2004).
mitosis dari kedua sel menghasilkan empat Perkembangan embrio setelah melalui
buah sel yang berukuran sama besar namun fase morula adalah fase balastula. Embrio terus
lebih kecil dari yang berukuran dua sel. melakukan pembelahan sel untuk berkembang
Pembelahan menjadi delapan sel menjadi blastula, yaitu ditandai dengan
adalah akibat pembelahan empat sel atau terbentuknya rongga kosong. Selama stadia
blastomer menjadi delapan blastomer yang blastula, blastomer membelah beberapa kali
tersusun dalam dua baris yang sejajar, dimana membentuk blastomer-blastomer dengan
setiap baris terdiri dari empat blstomer yang ukuran yang makin kecil, sehingga tempat
berukuran sama besar. Perkembangan pada stadia morula blastomer semula padat
pembelahan menjadi 16 blastomer merupakan akan terbentuk ruangan kosong yang disebut
turunan keempat dan pembelahan menjadi 32 blastosul yang ditutupi oleh blastoderm dan
blastomer merupakan turunan kelima. Pada pada sisi luar terdapat epiblast. Antara
pembelahan V, blastomer yang terbentuk sama blastosul dan blastoderm dipisahkan oleh
besar dan ukurannya lebih kecil dari hypoblast primer.
pembelahan IV, blastomer-blastomer yang Tahap gastrulasi ditandai dengan
terbentuk susunannya tidak beraturan lagi dan terjadinya proses perluasan dan penutupan
membentuk seperti bola kecil. Fase kuning telur oleh blastoderm ke arah
pembelahan ini telah memasuki stadia morula. blastopora (blastopore closure, epiboly) hingga
Tahap-tahap perkembangan selanjutnya terjadi seluruh bagian kuning telur telah tertutupi oleh
pembelahan-pembelahan sel secara mitosis blastoderm. Epiboly merupakan pergerakan
menghasilkan sel-sel (blastomer) dengan sel-sel yang dianggap menjadi bakal epidermis
jumlah dua kali lipat (duplikasi), sehingga dan daerah persyarafan, pergerakannya ke
terbentuk banyak sel berukuran kecil-kecil dan depan, ke belakang dan ke samping dari sumbu
dalam bentuk susunan yang bergerombol yang akan menjadi embrio. Kemudian dengan
(morula) yang tampak lebih padat epiboly akan terjadi penutupan kuning telur
dibandingkan bagian kuning telur. kecuali dibagian yang disebut blastopore.
Stadia morula adalah stadia dimana Sedangkan emboly merupakan pergerakan sel
blastomer-blastomer yang terbentuk akan yang arahnya menuju ke bagian dalam,
memadat sehingga menjadi blastodisk pada terutama di bagian sumbu bakal embrio. Akhir
kutub anima yang membentuk dua lapisan sel. dari stadia gastrulasi apabila kuning telur
Pada stadia morula, pembelahan zigot sudah tertutup oleh lapisan sel (Effendi 1997).
berlangsung cepat sehingga sel anak tidak Proses pada stadia gastrulasi ini
sempat tumbuh dan mengakibatkan sel anak berlangsung sampai terjadi pembentukan
makin lama makin kecil, sesuai dengan tingkat lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm.
20
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)
Selama grastulasi berlangsung, maka akan bila embrio ukuran embrio lebih panjang dari
terjadi proses pembentukan perisai embrio dan diameter cangkangnya (Lagler 1962
pergerakan sel dari lapisan blastomer di kutub dalamNugraha 2004). Sebelum menetas,
anima, dimana sel-sel tersebut bergerak bentuk embrio di dalam cangkang telur
kesamping kiri dan kanan serta kedepan berbentuk bulat, dimana bagian kepala dan
dengan menutupi sebagian kuning telur dan ekor melengkung sejajar seperti huruf O.
menuju kutub vegetatif (Pattipeilohy et al. Selama pengamatan, embrio bergerak aktif
2013). Tahap perkembangan selanjutnya memutar untuk mengubah posisinya hal ini
adalah terjadinya organogenesis, diawali disebabkan karena ruang gerak lebih kecil
dengan terbentuknya bakal kepala dan ekor, dibandingkan dengan ukuran embrio yang
ruas-ruas tulang belakang, bakal mata, otolith, semakin membesar. Hal ini sejalan dengan
jantung, dan organ-organ lainnya, pigmentasi yang diungkapkan oleh Effendie (1997) bahwa
kantung kuning telur dan penetasan pada waktu akan terjadi penetasan, embrio
menghasilkan larva. sering mengubah posisinya karena kekurangan
Proses organogenesis ini berlangsung ruang dalam cangkangnya.
lebih lama dibanding dengan stadia-stadia Waktu penetasan embrio menjadi larva
lainya. Hasil pengamatan terhadap embrio pada ikan patin siam, ikan hibrid, dan juga
selama fase organogenesis menunjukkan ikan baung berbeda-beda dimana penetasan
adanya pergerakan dari embrio. Pergerakan lebih cepat terjadi pada ikan patin siam dengan
embrio ini diakibatkan oleh bertambah waktu penetasan selama 19 jam 40 menit, ikan
panjangnya bagian ekor embrio dan mulai hibrid menetas selama 21 jam 10 menit dan
terlepas dari kuning telurnya serta terdeteksi ikan baung menetas selama 23 jam 30 menit.
jantung sudah mulai aktif. Selain itu, Berikut merupakan tabel hasil pengamatan
penampakan dari notokorda dan somit makin proses perkembangan embrio hingga menetas
jelas serta lekukan pada kepala sudah mulai seperti pada tabel 1.
Nampak. Proses penetasan embrio ikan terjadi
21
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......
22
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)
Persentase (%)
Persentase (%)
80 80
56,16
60 60
46,2
40
40
20
20
0
0 Ikan Baung Ikan Hibrid Ikan Patin
Ikan Baung Ikan Hibrid Ikan Patin Siam
Siam
Gambar 3 . Derajat Penetasan
Gambar 2. Derajat Pembuahan
Selain itu kesamaan ukuran kepala Derajat penetasan tertinggi yaitu pada
sperma dan juga panjang ekor sperma ikan patin siam sebesar 86,12% pada ikan
berpengaruh terhadap pembuahan telur, hibrid sebesar 80,93% sedangkan padda ikan
dimana kepala sperma mampu menembus baung yaitu sebesar 56,16%. Hairunnisa
lubang mikrofil pada telur (Japet 2011). (2013) menyatakan bahwa perbedaan derajat
Tingginya derajat pembuahan pada perlakuan penetasan dapat diakibatkan oleh perbedaan
ikan patin dan ikan hibrid disebabkan oleh kandungan atau komposisi telur pada setiap
kondisi morfologis dan fisiologis sperma yang spesies sehingga memiliki respon yang
baik sehingga sperma mampu menembus berbeda terhadap sperma.
lubang mikrofil dan sperma mampu membuahi
sel telur. Derajat Kelulushidupan
Kesesuaian ukuran kepala sperma Sintasan atau survival rate (SR)
dengan lubang mikrofil pada ikan erat merupakan kelulus hidupan ikan yang dihitung
hubungannya dengan kekerabatan ikan, dengan membandingkan ikan yang hidup pada
sehingga kekerabatan sangat menentukan akhir penelitian mulai dari larva ikan menetas
dalam proses fertilisasi telur pada program hingga penelitian berakhir. Berikut merupakan
hibridisasi (Japet 2011). Selain dari grafik derajat kelulushidupan seperti pada
karakteristik dan morfologi sperma yang tidak Gambar 4.
jauh berbeda antara sperma ikan patin dan juga
sperma ikan baung, keberhasilan dalam SR Larva umur 2 Minggu
hibridisasi dapat dilihat dari kekerabatan
taksonomi induk yang digunakan, semakin erat 51,82
taksonomi induk yang digunakan dapat
mempengaruhi tingkat keberhasilan hibridisasi 41,46
Persentase (%)
23
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......
24
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)
25
Ardhardiansyah : Embriogenesis dan Karakteristik Larva .......
Tabel 2. Heterosis Panjang Tubuh Ikan Hibrid Terhadap Ikan Patin Siam
26
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27)
27