FISIKA STATISTIK
Rustam E. Siregar
FISIKA STATISTIK
Rustam E. Siregar
UNIVERSITAS PADJADJARAN
KATA PENGANTAR
Isi buku ini dirancang untuk perkuliahan di tingkat sarjana (S1) dan tingkat
magister (S2). Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ini diharapkan telah
mengikuti kuliah-kuliah Fisika Matematika, Termodinamika dan Fisika Kuantum.
Semoga buku ini bermanfaat.
Rustam E. Siregar
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
1. Pendahuluan 1
1.1 Sejarah 1
1.2 Dasar-dasar Termodinamik 1
1.3 Potensial Termodinamik 4
1.4 Proses-proses dengan Entropi 7
1.5 Kesetimbangan Termodinamik 11
1.6 Kesetimbangan Fasa 16
1.7 Kesetimbangan Kimia 21
Soal-soal 24
2. Statistik Maxwell-Boltzmann 27
2.1 Keadaan Mikro dan Makro 27
2.2 Entropi 29
2.3 Ensembel Mikrokanonik 32
2.4 Ensembel Kanonik; Distribusi Maxwell-Boltzmann 36
2.5 Ensembel Kanonik Besar 45
Soal-soal 49
3. Gas Ideal 51
3.1 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik 51
3.2 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik Besar 55
3.3 Batasan Klassik Gas ideal 57
3.4 Distribusi Energi dan Kecepatan Gas Ideal 59
3.5 Gas Ideal Diatomik 61
Soal-soal 66
4. Gas Non-Ideal 70
4.1 Sistem Partikel Berinteraksi 70
4.2 Ekspansi Virial 75
4.3 Persamaan Keadaan van der Waals 78
4.4 Campuran dan pemisahan fasa 81
4.5 Transisi Fasa Order Pertama 87
4.6 Transisi Fasa Order Kedua 90
Soal-soal 96
5. Statistik Fermi-Dirac 98
5.1 Pendahuluan 98
5.2 Distribusi Fermi-Dirac 99
5.3 Gas Elektron 101
5.4 Emisi Termionik 109
5.5 Energi Fermi dalam Semikonduktor 111
Soal-soal 117
ii
6. Sistem Spin dan Kemagnetan 120
6.1 Paramagnetisme 120
6.2 Paramagnetik Pauli 127
6.3 Fluktuasi magnetisasi 131
6.4 Diamagnetisme Landau 132
6.5 Sistem Spin berinteraksi; Model Ising 1-dimensi 135
6.6 Model Ising 2-Dimensi 145
6.7 Teori Mean-Field 148
6.8 Teori Landau tentang Transisi Fasa 152
Soal-soal 156
iii
1. PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Fisika Statistik
Termodinamika adalah teori yang dikembangkan secara fenomenologis untuk
sistem-sistem makroskopik. Teori ini berlaku pada keadaan setimbang termal, dan
untuk sistem-sistem yang berawal dari keadaan setimbang dan berakhir pada
keadaan setimbang. Termodinamika yang dikembangkan di abad 19, berkembang
pesat di abad selanjutnya karena berkaitan dengan fisika kuantum dan transisi-
transisi fasa. Termodinamika saat ini dirumuskan sebagai suatu sistem aksioma
dengan tiga buah hukum termodinamika. Konsep utamanya adalah energi dan
entropi, dan konsep itulah yang mendasari ketiga hukum tersebut.
Fisika Statistik diawali oleh Daniel Bernoulli (1700-1792), dilanjutkan oleh
Rudolf Clausius (1822–1888), James Clerk Maxwell (1831–1879) tentang teori
kinetik gas dan distribusi kecepatan. Ludwig Boltzmann (1844–1906)
menyumbangkan hubungan mendasar dalam kinetika dan memperkenalkan
rumusan entropi sedangkan Josiah Willard Gibbs (1839–1903) mengemukakan
perumusan modern tentang ensambel dalam mekanika statistik. Lars Onsager
(1903–1976) mengemukakan solusi eksak dari model Ising; dia membuktikan
bahwa kerangka sesungguhnya fisika statistik bisa mengatasi masalah transisi fasa.
Onsager memperoleh hadiah nobel kimia pada tahun 1968 untuk hasil kerjanya
dalam termodinamika irreversibel. Claude E. Shannon pada 1948 melakukan studi
tentang teori informasi yang berhubungan langsung dengan entropinya statistik
Boltzmann. Kontribusi terakhir adalah dari Kenneth G. Wilson (1936–), penerima
hadiah nobel pada 1982, tentang teori grup renormalisasi yang memungkinkan
orang menghitung scaling exponents pada transisi fasa.
1
Variabel ekstensif adalah variabel yang sebanding dengan kandungan sistem
dan dipakai oleh keseluruhan sistem. Contoh variabel ekstensif adalah energi-
dalam U, entropi S, volume V, jumlah partikel N, dan kapasitas panas C. Untuk
memudahkan perhitungan sering sekali dalam fisika variabel-variabel itu
diungkapkan per partikel, misalnya u=U/N, s=S/N dan sebagainya. Variabel intensif
adalah variabel yang tidak bergantung pada ukuran sistem. Contohnya adalah
tekanan p, suhu T dan potensial kimiawi µ.
Dalam gas ideal, energi tersimpan yang biasa disebut energi-dalam,
merupakan penjumlahan energi-energi kinetik dari semua atom-atom (yang
dipandang sebagai mono atom)
pi2
U . (1.1)
i 2m
di mana m adalah massa atom dan pi adalah momentum atom ke-i dalam gas.
Momentum atom-atom dalam gas ideal terdistribusi sesuai dengan distribusi
Maxwell. Dengan menggunakan distribusi itu diperoleh energi rata-rata satu atom
2
pave 3
E k BT . (1.2)
2m 2
3
UN E Nk BT . (1.3)
2
Dalam hal ini kB=1,3805x10-23 J/K adalah konstanta Boltzmann, dan T suhu dalam
satuan Kelvin.
Sifat lain dari gas ideal adalah
pV Nk BT (1.4a)
pV
konstan untuk proses adiabatik. (1.4b)
2
di mana p adalah tekanan, V adalah volume, dan =Cp/CV adalah perbandingan
kapasitas panas pada tekan tetap dan volume tetap. NkB=nR dengan n=N/NA adalah
jumlah mol dari N atom dan NA=6,022×1023/mol adalah bilangan Avogadro,
sedangkan R=NA kB =8,3134 JK/mol adalah konstanta gas universal.
Energi bisa mengalir ke dalam atau ke luar gas. Dalam Hukum Pertama
Termodinamika, perubahan energi gas dU dirumuskan seperti
dU=Q-W. (1.5)
di mana Q adalah kalor (panas) yang memasuki gas (jumlah kalor positif); W
adalah kerja yang dilakukan gas sehubungan dengan pembesaran volume (kerja
positif): W=pdV. Simbol diferensil menyatakan Q dan W bukan variabel
termodinamik. Kalor tersebut berkaitan dengan perubahan entropi S dari gas pada
suhu T. Hubungannya adalah
EQ=TdS. (1.6)
Selain perubahan energi-dalam karena adanya kerja dan kalor, gas bisa juga
mengalami perubahan energi-dalam karena perubahan jumlah atom dalam gas itu.
Jika perubahan itu terjadi dalam proses reversibel dengan entropi (S) dan volume (V)
yang konstan, maka perubahan energi
U
. (1.7b)
N S , V
Aliran partikel sangat penting dalam transisi fasa, reaksi kimia, dan masalah diffusi.
Dalam suatu proses berlaku hubungan diferensial
dU Q W dN
(1.8)
TdS pdV dN .
3
Dalam bentuk yang lebih ril, gas memenuhi persamaan van der Waals
N 2a
p (V Nb) Nk BT (1.9)
2
V
atau
2
Nk BT N
p a (1.10a)
V Nb V
atau
k BT a
p
v b v2
dengan v V / N adalah volume satu molekul. Perumusan itu cukup rumit sebagai
akibat dari interaksi antar molekul gas. Suku a/v2 muncul dari gaya tarik-menarik
antar molekul yang menyebabkan berkurangnya tekanan pada volume tetap,
sedangkan b menggambarkan pengurangan volume satu molekul sehubungan
dengan peningkatan tekanan. Persamaan van der Waals mempunyai batasan, dia
tidak memberikan jabaran kuantitatif yang cukup baik dari gas yang sebenarnya,
tetapi sebagai model cukup baik dalam hal transisi gas-cair.
4
d s dT vdp . (1.11c)
Entalpi H:
H U pV . (1.12a)
Jika T,V dan µ konstan,
dH TdS Vdp dN . (1.12b)
Energi bebas Helmholtz F:
F U TS . (1.13a)
Jika S, p dan µ konstan
dF SdT pdV dN . (1.13b)
U H
T (1.17)
S V , N S p , N
F G
S (1.18)
T V , N T p , N T V ,
5
U H F G
. (1.19)
N S ,V N S , p N T ,V N T , p
U Q S
CV T . (1.20)
T V T V T V
Q S U U V
Cp T p (1.21)
T p T p T V V T T p
C p CV Nk B . (1.22)
dA R X dX RY dY .
Karena berlaku
2 A 2 A
XY YX
maka
R X R
Y .
Y X X Y
T p
.
V S S V
6
Sebenarnya, dengan A(X,Y) berlaku
A A
dA dX dY .
X Y Y X
A A X
(1.23a)
Z Y X Y Z
dan
A A A Y
. (1.23b)
X Z X Y Y X X Z
S F F p(V , T )
V T V T V T V T T V
S G G V ( p, T )
p T p T p p P T T p
U S (V , T ) p(V , T )
T p T p
V T V T T V
U V )
C p p .
T p T p
7
sistem disebut proses irreversibel (tidak dapat dibalik). Proses yang melalui
keadaan-keadaan setimbang dari sistem disebut proses reversibel (dapat dibalik).
Proses itu berlangsung secara bertahap, sedikit-demi-sedikit, sehingga keadaan
selalu setimbang.
Jika suatu sistem berubah dari keadaan 1 ke keadaan 2 melalui proses
reversibel, maka dari dS= Q/T :
2
Q
S 2 S1 . (1.24)
1
T
Karena entropi hanya bergantung pada keadaan sistem saja, maka integral dari
keadaan 1 ke keadaan 2 di sebelah kanan tidak bergantung pada proses reversibel
yang diikuti. Dalam proses reversibel isotermal, suhu T konstan, sehingga
2
1 Q
S 2 S1 Q
T1 T
(1.25)
Q T ( S 2 S1 ).
Karena T selalu positif , maka selisih S2-S1 bisa positif atau negatif bergantung pada
apakah kalor Q diserap atau dilepaskan oleh sistem. Untuk proses reversibel
adiabatik, dQ=0, maka S2-S1=0 atau S konstan. Dari dS= đQ/T diperoleh:
2
Q TdS
1
yang menyatakan kalor yang diserap ketika sistem mengalami perubahan dari
keadaan A1 ke keadaan A2. Luas di bawah kurva proses dari keadaan A1 ke keadaan
A2 adalah kalor yang diserap (Q) ; lihat Gambar 1.1(a).
Jika proses itu berbentuk siklis seperti Gambar 1.1(b), maka tidak ada
perubahan entropi:
dQ
S 0. (1.26a)
T
Proses siklis ini disebut siklis reversibel. Kalor bersih yang diserap adalah
8
Q TdS (1.26b)
merupakan luas dalam siklis. Besarnya kalor itu sama dengan kerja yang dilakukan
sistem.
T A1 T
(a) A
(b)
T1 A2
T B
T2
S1 dS S2 S S
Tanda sama dengan dipenuhi jika prosesnya reversibel, dan tanda > jika keadaan
awal sistem tidak setimbang; lihat Gambar 1.2.
Proses-proses yang bisa terjadi dalam suatu sistem terisolasi adalah proses-
proses di mana entropi meningkat atau tetap.
Fenomena transpor seperti difusi molekul dan konduksi termal adalah contoh dari
proses irreverrsibel. Diffusi berlangsung dalam arah di mana konsentrasi menjadi
9
homogen (entropi maksimum). Proses sebaliknya, perubahan spontan dari keadaan
homogen ke keadaan tidak homogen (penurunan entropi), tidak mungkin terjadi.
S S maksimum
Jika suatu sistem tidak terisolasi, entropi sistem itu bisa turun dan entropi
sistem-sistem di sekitarnya juga berubah karena ada interaksi antara sistem dan
lingkungannya. Tetapi, jumlah perubahan entropi akan memenuhi dS 0 . Sebagai
contoh, jika gabungan dua sistem terisolasi dan total entropi: S=S1+ S2, maka proses-
proses yang terjadi di dalam sistem gabungan akan memenuhi
dS dS1 dS 2 0 (1.28)
Entropi salah satu sistem bisa menurun selama proses, namun total perubahan
entropi keseluruhan haruslah positif atau nol.
Siklis Carnot seperti Gambar 1.3 adalah siklus yang terdiri dari dua proses
isotermik (AB dan CD) dan dua proses adiabatik (DA dan BC).
T
A
T1 B
T2 C
D
S1 S2 S
SDA=0, diabatik.
Q1 Q2
0
T1 T2
Kalor bersih adalah Q=Q1-Q2; ini sama dengan kerja yang dilakukan oleh sistem
W
(1.29)
Q1
(T1 T2 )(S 2 S1 ) T1 T2
(1.30)
T1 ( S 2 S1 ) T1
Jadi, efisiensi suatu mesin kalor yang beroperasi secara Carnot (reversibel) tidak
bergantung pada zat yang digunakan dan hanya bergantung pada kedua suhu
reservoir. Inilah yang disebut teori Carnot. Karena tidak bergantung pada zat yang
digunakan maka siklis Carnot adalah siklis yang mempunyai efisiensi paling tinggi.
Salah satu ungkapan dari Hukum Kedua Termodinakia adalah: Tidak mungkin
membuat suatu mesin kalor yang mempunyai efisiensi lebih besar atau sama dengan
efisiensi mesin Carnot.
11
dStotal dS1 dS 2
di mana dV1= dV2=0 dan dU2=-dU1. Jelas, jika T1<T2 maka dU1>0 dan kalor
mengalir dari sistem kedua ke sistem pertama. Kesetimbangang tercapai jika T1=T2.
1
dStotal ( 2 1 )dN1 0 (1.32)
T
Jadi jika 2 1 dan dN1>0, maka partikel mengalir dari sistem kedua ke sistem
S
T (1.33)
N U ,V
A=U-TS +pV-µN
12
Tinjau suatu sistem dan reservoir yang bisa bertukar energi-dalam bentuk
kalor/kerja dan partikel. Menurut hukum kedua termodinamik, perubahan total
entropi adalah
dStotal dS dS R 0
dA TR dStotal 0
di mana dS adalah perubahan entropi sistem dan dSR adalah perubahan entropi
reservoir. Perubahan entropi reservoir adalah
dU R p R dVR R dN R
dS R
TR
TR dS dU R p R dVR R dN R
dStotal (1.34)
TR
TR dS dU p R dV R dN
dStotal (1.35)
TR
dA dU TR dS pR dV R dN (1.36)
Jika reservoir cukup besar, jauh lebih besar dari pada sistem maka TR, pR dan µR
konstan. Jadi availabilitas bergantung pada U, S, V dan N dari sistem dengan
rumusan
A U TR S pRV R N (1.37)
Saat menuju kesetimbangan total entropi meningkat dan availabilitas menurun. Pada
saat mencapai kesetimbangan yang stabil, maka dA=0. Untuk berbagai kendala yang
khas, minimum availabilitas menjadi identik dengan minimum potensial
termodinamik bersangkutan.
13
Kesetimbangan jika p, S, N konstan
d (U pV ) p ,S , N
Jadi, pada keadaan sistem dengan tekanan, entropi dan jumlah partikel konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan entalpi minimum.
dAT , V , N dU TR dS p R dV R dN T ,V , N
d (U TS )T , V , N
dAT , V , N d ( F )T , V ,N (1.39)
Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, volume dan jumlah partikel konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan energi bebas Helmholtz minimum.
p1 p2
Gambar 1.4 Dua gas yang awalnya bertekanan p1 dan p2 dipisahkan oleh pemisah
yang dapat bergerak. Suhu dibuat konstan, T.
Gambar 1.4 memperlihatkan dua sistem gas yang kontak satu sama lain dengan
suhu, volume dan jumlah partikel konstan. Total energi bebas Helmholtz
14
F F1 F2
(U1 T1S1 ) (U 2 T2 S 2 )
dF p1dV1 p2 dV2
dF ( p1 p2 d )V1
p1 p2
dAT , p, N dU TR dS p R dV R dN T ,V , N
d (U TS pV )T , p , N
dengan TR=T, dan pR=p. Karena energi bebas Gibbs G=U-TS+pV maka
Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, tekanan dan jumlah partikel konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan energi bebas Gibbs minimum.
dAT , V , dU TR dS p R dV R dN T ,V ,
d (U TS N )T ,V ,
dengan TR=T, dan pR=p dan µR=µ. Karena potensial besar =U-TS-µN maka
15
Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, tekanan dan potensial kimiawi konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan potensial besar minimum.
Tinjaulah suatu sistem dengan satu jenis partikel pada tekanan dan jumlah partikel
konstan. Jika suhu dinaikkan secara perlahan mulai dari suhu rendah ke suhu tinggi,
maka pada suatu suhu tertentu terjadi perubahan fasa dari fasa likuid ke fasa uap.
Misalkan Gc(T,p) adalah energi bebas Gibbs pada fasa likuid dan Gu(T,p) ) adalah
energi bebas Gibbs pada fasa uap.
G Gc Gu
G
Gu
Gl
Tb T
Gambar 1.5 Diagram G-T suatu zat pada tekanan dan jumlah partikel konstan.
dG dGu
S dT V dp dN Su dT Vu dp u dN u
dN u dNu
Karena jumlah partikel konstan, maka d N dN u sehingga pada T dan p konstan
16
u (1.42)
Jadi, syarat kesetimbangan fasa adalah potensial kimiawi kedua fasa adalah sama.
k BT a
p (1.43)
v b v2
E
u ( E ) c ( A) dp (1.44a)
A p T
Berdasarkan persamaan Gibbs-Duhem (1.11c): d s dT vdp maka v .
p
E
u ( E ) c ( A) v dp (1.44b)
A
6
x 10
10
p(Pa)
4
100K 94K 80K
A C E
0
0 1 2 3 4 5 6 7
3 -28
b v(m ) x 10
Gambar 1.6 Kurva-kurva isotermik gas van der Waals dengan a=2,210-49 dan
b=510-29 .
17
Karena titik A dan titik E pada tekanan yang sama, dan jika luas arsiran di sebelah
kiri dan sebelah kanan dari titik C sama, maka integral dalam persamaan (1.44b)
sama dengan nol sehingga berlaku
u ( E ) c ( A) (1.45)
Persamaan Clausius-Clapeyron
Kalor laten adalah sama dengan perbedaan entalpi dari dua fasa pada suhu transisi.
Kalor laten dapat dihubungkan dengan kebergantungan suhu transisi terhadap
tekanan. Misalkan,
untuk fasa 1. Pada transisi fasa seperti persamaan (1.40) 1 2 dan d1 d 2
sehingga
atau
dp s1 s2
(1.46)
dT v1 v2
dp L
(1.47)
dT Tv
cair
padat
uap
Gambar 1.7 Garis-garis transisi yang memisahkan dua fasa dari suatu zat.
18
Inilah yang disebut persamaan Clausius-Clapeyron. Persamaan ini dapat
diterapkan pada garis transisi yang memisah dua fasa dari suatu zat di dalam
diagram p-T seperti Gambar 1.7.
Dalam suatu gas ideal molekul-molekul tidak berinteraksi satu sama lain. Demikian
juga dalam campuran gas-gas ideal. Oleh sebab itu, tekanan gas adalah jumlah dari
tekanan-tekanan parsial dari gas-gas tersebut,
p pi (1.48)
i
Berbeda halnya dengan entropi; entropi campuran lebih besar dari pada jumlah
entropi-entropi murni,
p
S Si ( pi , T ) N i k B ln i (1.49)
i p
atau
S Nk B ci ln ci (1.50)
i
N i pi
di mana ci adalah konsentrasi gas ke-i.
N p
Variasi energi bebas Gibbs adalah dG=-SdT+Vdp sehingga untuk gas ideal
G Nk BT
V (1.51)
p T p
k T
B (1.52)
p T p
p
(T , p) (T , p0 ) k BT ln (1.53)
0
p
Selanjutnya, dalam campuran beberapa gas ideal berlaku energi bebas Gibbs
adalah jumlah energi bebas Gibbs parsial,
19
G Gi (1.54)
i
G
Sesuai dengan persamaan (1.46), i V maka
pi T , N i
pi
Gi (T , pi ) Gi (T , p) Vdp
p
p
Gi (T , p) N i k BT ln i (1.55)
p
Gi (T , p) N i k BT ln ci
i (T , pi ) 0i (T , p) k BT ln ci (1.56)
i 2G
i (1.59)
N j
T , p , Nl j N j N i N i T , p , N l i
nA AnB B+nC C.
20
Dalam kesetimbangan kimia berlaku syarat minimum dari availabilitas. Pada
tekanan dan suhu konstan berlaku
kesetimbangan adalah
dG i dN i 0 (1.60)
i
Artinya
A dN A B dN B C dNC 0 (1.61a)
dN i
Dalam reaksi di atas berlaku konstan, sehingga
ni
dN A dN dN
B C .
nA nB nC
A n A B nB C nC 0 (1.61b)
vi i 0 (1.62)
i
v i
i 0i k BT vi ln ci 0
i
(1.63)
atau
v
i
i 0i k BT ln civi 0
i
(1.64)
21
Dari persamaan terakhir ini didefenisikan konstanta kesetimbangan untuk
konsentrasi c dan suhu T seperti
K c (T ) civi (1.65a)
i
dengan
1
ln K c (T ) vi 0i (T , p)
k BT i
(1.65b)
c AnA
K c (T ) (1.66)
c BnB cCnc
Energi itu minimum jika vektor magnetisasi dan vektor medan magnet sejajar, dan
maksimum jika berlawanan arah.
Energi dari sistem yang mengandung N buah ion adalah,
N
U B cos i (1.68)
i 1
Berdasarkan
U M . B (1.69)
di mana M adalah magnetisasi, maka
N
M cos i (1.70)
i 1
22
Selanjutnya, sesuai dengan hukum termodinamika pertama dU Q dW maka
dU dM . B M .dB (1.71)
di mana M . dB dapat dipandang sebagai kerja oleh bahan karena perubahan energi
yang berasal dari pengaruh medanl, sedangkan - dM . B dipandang sebagai
perubahan energi karena perubahan keadaan magnetisasi. Jadi
TdS dM . B (1.72)
sehingga
dU TdS M .dB (1.73)
Soal-soal
1. Tunjukkan bahwa untuk gas van der Waals, panas jenis pada volume konstan CV
memenuhi
CV
0.
V T
2. Gunakan hubungan Maxwell dan aturan rantai untuk menunjukkan bahwa untuk
suatu zat, laju perubahan suhu T terhadap tekanan p dalam suatu proses kom-
pressi adiabatik yang reversibel dirumuskan sebagai berikut
T T V
.
p S C p T p
3. Misalkan pada gas ideal berlaku kapasitas kalor CV=NkB dengan adalah suatu
konstanta. Tunjukkan bahwa CP=NkB(+1) dan
V.
S Nk B log Nk B log T konstanta
N
Tunjukkan pula bahwa dalam proses adiabatic (dS=0), berlaku VT=konstan dan
pV=konstan dengan =CP/CV.
23
4. Turunkanlah persamaan keadaan gas
U p
p T
V T T V
dan
p
dU T p dV CV dT
T V
k T a
p B exp .
vb k BTv
di mana v=V/N. Tentukanlah titik kritis dan hitunglah pv/kBT pada titik itu.
8. Dua buah balok logam dari bahan yang sama dan ukuran yang sama tetapi
berbeda suhu T1 dan T2. Kedua balok didekatkan satu sama lain dan dibiarkan
kontak sehingga suhu mencapai setimbang.
24
a. Tunjukkan bahwa perubahan entropi adalah
(T1 T2 ) 2
S CV ln
4T1T2
b. Bagaimana persamaan di atas menunjukkan bahwa perubahan itu adalah
spontan?
9. Tinjaulah sebuah kotak dengan suatu partisi yang memisahkan dua jenis gas
berbeda. Andaikan ada perbedaan jumlah dari masing-masing gas, gas-1
bervolume V1 dan gas kedua V2, dan volume kotak V= V1 + V2. Kotak itu kontak
termal dengan suatu reservoir sehingga sesuatu transformasi akan berlangsung
dengan suhu konstan.
a. Mula-mula, andaikanlah suatu proses memungkinkan gas-gas itu bercampur
secara perlahan-lahan, sehingga selama proses percampuran itu sistem selalu
setimbang. Ingat bahwa lingkungan harus melakukan kerja agar proses itu
berlangsung. Tentukanlah perubahan energi dan perubahan entropi masing-
masing gas antara sebelum bercampur dan setelah bercampur sepenuhnya.
b. Sekarang, andaikanlah partisi dicabut secara cepat sehingga gas-gas itu
bercampur secara cepat. Tentukanlah perubahan energi dan perubahan
entropi dari masing-masing gas.
c. Hitunglah total perubahan entropi yang meliputi gas-gas dan lingkungan baik
pada soal a maupun soal b.
10. Kapasitas panas logam dalam fasa superkonduktor dan fasa normal pada suhu
rendah dapat didekati dengan persamaan-persamaan berikut:
C s VT 3 , superkonduktor
25
2 STATISTIK MAXWELL -
BOLTZMANN
2.1 Keadaan Mikro dan Makro
Dalam suatu sistem seperti gas, suatu keadaan mikro berkaitan dengan sekumpulan
posisi dan momentum dari partikel-partikel gas. Biasanya, suatu sistem mempunyai
konstrain, misalnya volume tetap, sehingga orang cukup memperhatikan keadaan-
keadaan mikro pada volume tetap itu saja. Dalam sistem kuantum, keadaan mikro
E3=3 C B C A A B
E2=2 B C A C B A
E1= A A B B C C
U 6 6 6 6 6 6
26
Terlihat, keadaan makro tersebut mempunyai enam buah keadaan mikro.
Selanjutnya, andaikan keadaan makro yang diinginkan mempunyai energi U=4.
Maka distribusi partikel adalah n1=2, n2=1 dan n3=0 sehingga U=n1E1+n2E2+
n3E3=4. Susunan partikel pada tingkat-tingkat energi adalah seperti berikut:
Keadaan-keadaan mikro
E3=3 - - -
E2=2 C B A
E1= AB AC BC
U 4 4 4
Terlihat, keadaan makro tersebut mempunyai tiga buah keadaan mikro. Untuk dua
contoh di atas, jumlah keadaan mikro dalam keadaan makro dapat dinyatakan
sebagai berikut:
3!
N=3, n1=1, n2=1, n3=1, U=6,: 6.
1!1!1!
3! 6
N=3, n1=2, n2=1, n3=0, U=4: 3.
2!1!0! 2
m
N ni konstan
i 1
m
(2.1)
U ni Ei konstan
i 1
27
m
N! 1
(U ) N! (2.2)
n1!n2 !.......nm ! i 1 ni !
tingkat energi Ei adalah g ini . Dengan demikian maka persamaan (2.2) harus
disempurnakan menjadi
g ini
m
(U ) N! (2.3)
i 1 ni !
2.2 Entropi
Tinjaulah dua buah sistem partikel seperti dalam Gambar 2.1, yang kontak termal
satu sama lain sehingga mencapai kesetimbangan suhu. Kedua sistem terisolasi dari
lingkungannya. Misalkan energi masing-masing adalah U1 dan U2 sehingga energi
total kedua sistem adalah U= U1+ U2. Meskipun U konstan, tetapi masing-masing U1
dan U2 bisa berubah sampai tercapai keadaan setimbang suhu.
U1 U2
Gambar 2.1 Dua buah sistem yang kontak termal satu sama lain, terisolasi dengan
lingkungannya.
28
Misalkan 1(U1) dan 2(U2) adalah jumlah keadaan mikro masing-masing
dalam sistem pertama dan sistem kedua. Jumlah keadaan mikro gabungan adalah
di mana U2=U-U1. Tentu ada suatu harga U1 di mana sistem gabungan dalam
keadaan setimbang sehingga (U, U1) mencapai harga maksimum. Misalkan Û 1
adalah harga U1 pada keadaan setimbang sehingga
1 (U 1 ) (U ) U 2
2 (Uˆ 2 ) 1 (Uˆ 1 ) 2 2 0 (2.4)
U 1 U 1 Uˆ U 2 Uˆ U1
1 2
U 2
Karena U konstan maka = -1, sehingga
U1
1 (U 1 ) (U )
2 (Uˆ 2 ) 1 (Uˆ 1 ) 2 2
U 1 Uˆ1 U 2 Uˆ 2
ln 1 (U1 ) ln 2 (U 2 )
(2.5)
U1 Uˆ
U 2 Uˆ
1 2
ln (U )
(2.6)
U U Uˆ
1 S
(2.7)
T U N ,V
1
(2.8)
k BT
29
S k B ln (2.9)
Secara statistik inilah yang disebut entropi Boltzmann dalam kaitannya dengan
jumlah keadaan mikro maksimum dari suatu sistem
S k B ln k B ln(1 2 ) k B ln 1 k B ln 2 )
(2.10)
S1 S 2
Jadi, entropi gabungan adalah jumlah dari entropi-entropi kedua sistem yang kontak
suhu satu sama lain. Ini adalah suatu tanda bahwa entropi adalah besaran yang
bersifat ekstensif, sedangkan suhu sebagai konjugasinya merupakan besaran yang
bersifat intensif.
Entropi Boltzmann sangat ideal bagi sistem dengan jumlah partikel yang
besar. Untuk sistem dengan jumlah partikel yang kecil diperkenalkan entropi Gibbs,
S k B pi ln pi (2.11)
i
dengan pi adalah probabilitas menemukan sistem pada keadaan mikro ke-i. Untuk
itu berlaku
pi 1 (2.12)
i
Meskipun demikian, untuk sistem dengan jumlah partikel yang besar rumusan di
1
atas tetap berlaku karena pi untuk semua keadaan yang mungkin sehingga
1 1
S k B pi ln pi k B ln k B ln
i i
Kembali ke persamaan (2.2), maka dengan jumlah keadaan mikro itu entropi
Boltzmann adalah
S k B ln k B ln N! ln n!
i
30
ln X ! X ln X X (2.13)
S k B N ln N N (ni ln ni ni )
i
1
k B N ln N ni ln ni (2.14a)
N i
ni ni
k B N ln
i N N
S k B ln k B ln N !
(2.14b)
Nk B ln N 1
Entropi per partikel dalam persamaan (2.14a) di atas jika dibandingkan dengan
persamaan (2.11) menegaskan bahwa probabilitas menemukan sistem pada keadaan
mikro ke-i dapat dikaitkan dengan jumlah partikel pada keadaan itu, yakni
ni
pi (2.15)
N
S S S
.
(a) (b) (c)
Gambar 2.2 Sistem dan lingkungannya.
31
Dalam Gambar 2.2(a) sistem partikel terisolasi dari dunia luar. Dengan
demikian maka U, V, N konstan. Secara statistik, sistem partikel ini dipandang
sebagai ensemble mikrokanonik. Dalam Gambar 2.2(b) sistem partikel kontak
termal dengan reservoir suhu di sekitarnya. Sistem dan reservoir secara keseluruhan
terisolasi dari dunia luar. Dengan demikian maka T, V, N konstan, sedangkan energi
U berfluktuasi. Secara statistik, sistem partikel dan reservoir secara keseluruhan
dipandang sebagai ensemble kanonik. Dalam Gambar 2.2(c) sistem partikel kontak
termal dan kontak partikel dengan reservoir di sekitarnya. Sistem dan reservoir
secara keseluruhan terisolasi dari dunia luar. Dengan demikian maka T, V, µ
konstan, sedangkan energi U dan jumlah partikel N berfluktuasi sekaligus. Secara
statistik, gabungan sistem partikel dan reservoir secara keseluruhan dipandang
sebagai ensemble kanonik besar.
sehingga probabilitas bahwa sistem ada pada keadaan mikro ke-i dengan energ U
1
adalah pi , dan probabilitas sistem pada keadaan dengan energi U’≠U sama
(U )
S k B ln (U ) (2.16)
Dalam fisika kuantum, tingkat-tingkat energi itu diskrit. Tetapi, jika jumlah
partikel cukup besar maka tingkat-tingkat energi itu menjadi rapat dan secara efektif
kontinu. Dalam keadaan itu, (E ) adalah jumlah keadaan yang berenergi antara E
dan E+E dengan E adalah sangat kecil tetapi cukup besar dibandingkan dengan
spasi tingkat-tingkat energi.
32
Contoh 2.1 Sistem dua tingkat energi I
Tinjaulah suatu sistem terisolasi dengan N buah partikel identik yang dapat
dibedakan. Andaikan tidak ada interaksi antara partikel-partikel. Setiap partikel fix
pada posisinya dan bisa menempati salah satu tingkat energi E1=0 dan E2=.
Misalkan n2 adalah jumlah partikel yang menempati tingkat energi E2 dan n1=N-n2
menempati tingkat energi E1, maka energi total partikel adalah
U n2 (2.17)
Karena sistem memiliki energi dalam U dan jumlah partikel N yang tetap, maka
jumlah keadaan mikro adalah
N!
(U )
n1! n2 !
S k B ln (U )
S k B [ N ln N N (n1 ln n1 n1 n2 ln n2 n2 )]
k B [ N ln N (n1 ln n1 n2 ln n2 )]
n n
k B n1 ln 1 n2 ln 2
N N
n2 U n U
Karena dan 1 1 maka
N N N N
U U U U
S k B 1 ln 1 ln (2.18)
N N N N
Tampak bahwa, jika U=0 dan U=N maka entropi S=0, sedangkan jika U=N/2
entropi mencapai maksimum S=kB ln2.
33
1 S
Berdasarkan hubungan termodinamik: , maka dapat diturunkan
T U
bahwa suhu sistem adalah
1 k B N
ln 1 (2.19)
T U
n2 1
/ kBT (2.20)
N e 1
Tampak bahwa, jika suhu T0 maka n2=0 atau n1=N; artinya seluruh partikel
menempati tingkat energi E1. Sebaliknya, jika T∞ maka n2=½N.
Dari persamaan (2.17) dan (2.20) energi sistem adalah
UN / k BT (2.21)
e 1
U
Kapasitas kalor yang didefenisikan seperti C adalah
T
N 2 e / kBT
C
k BT 2 e / kBT 1 2 (2.22)
Gambar 2.2 Kapasitas kalor C sebagai fungsi suhu T dalam persamaan (2.22).
34
2.4 Ensembel Kanonik; Distribusi Maxwell-Boltzmann
Dalam ensembel mikrokanonik telah dikemukakan bahwa karena sistem partikel
terisolasi dari lingkungannya, maka energi sistem partikel itu menjadi konstan.
Sekarang dengan membiarkan sistem partikel kontak termal dengan suatu reservoir
yang besar seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.2(b), maka terjadi pertukaran
energi sehingga suhu sistem sama dengan suhu reservoir.
Ensembel kanonik merupakan gabungan dari suatu sistem partikel dan suatu
reservoir panas yang besar. Dalam ensembel ini, karena terjadi kontak termal antara
sistem dan reservoir maka suhu sistem partikel menjadi tetap. Yang konstan dari
sistem partikel adalah suhu T, volume V dan jumlah partikel N. Misalkanlah sistem
menempati suatu keadaan mikro ke-i yang berenergi Ei ; energi ini jauh lebih kecil
dari pada energi reservoir sehingga jumlah keadaan mikro gabungan sama dengan
jumlah keadaan mikro dalam sistem partikel,
S R (U gab Ei )
(U gab ) exp
i kB
1 S R (U gab )
dan mengingat maka
T U gab
(U gab ) e e Ei / k BT
S R (U gab) / k B
Dari persamaan terakhir ini terungkap bahwa probabilitas sistem pada keadaan
mikro ke-i adalah
pi e Ei / k BT
35
Secara lengkap probabilitas di atas harus dinormalisasi; untuk itu
e Ei / k BT
pi (2.23)
Z1
dengan
Z1 e Ei / kBT (2.24)
i
E pi Ei (2.24a)
i
e Ei 1 Z1
E Ei
i Z1 Z1
sehingga diperoleh
ln Z1
E (2.24b)
di mana =1/kBT.
Dengan persamaan (2.15) dan (2.23) diperoleh apa yang disebut distribusi
Maxwell-Boltzmann, yakni jumlah partikel yang menempati keadaan mikro ke-i:
N Ei
ni e (2.25a)
Z1
sedangkan
f ( Ei ) e Ei (2.25b)
36
e Ei
S k B pi ln pi k B pi ln
i i Z1
k B pi Ei k B ln Z1 pi (2.26)
i i
E
k B ln Z1
T
F1 k BT ln Z1 (2.27)
37
Z N exp 1 (1) exp 2 (1) exp 3 (1) .......... exp N (1)
exp 1 (2) exp 2 (2) exp 3 (2) ......... exp N (2)
...................................................................................................................
exp 1 ( N ) exp 2 ( N ) exp 3 ( N ) ......... exp N ( N )
atau
Z N e i ( q ) Z1 (q) , q=1, 2,….N
q i q
dengan q adalah nomor partikel. Karena Z1(1)=Z1(2)=….= Z1(N), maka fungsi partisi
untuk N buah partikel identik yang dapat dibedakan adalah
Z N Z1N (2.28)
F k BT ln Z N k BT ln Z1N
(2.29)
Nk BT ln Z1
F ln Z 1
S Nk B ln Z 1 Nk B T
T V T
1 Z 1
Nk B ln Z 1 Nk B T
Z 1 T
N ln Z1
S Nk B ln Z1
T
ln Z1
Dengan E dalam persamaan (2.24b) maka
38
N E
S Nk B ln Z1
T
ln Z1 ln Z N
U N N E (2.30)
U
S Nk B ln Z1 (2.31)
T
Z N m Z1N
dengan m adalah factor yang masih harus ditentukan. Misalkanlah N=2, maka
( 2 )
m e i (1) e j
i j
sehingga diperoleh
(1) ( 2 )
Z 2 m e [ i (1) i ( 2)] e i j
i i j i
Terlihat, pada suku kedua terjadi double counting, pada hal i (1) j (2) =
i (2) j (1) . Oleh sebab itu harus diberikan faktor ½, atau m=1/2. Jadi,
1 1
Z2 Z1 (1) Z1 (2) Z12
2 2
Dengan cara yang sama, dapat diturunkan bahwa untuk N=3, fungsi partisi itu
adalah
39
1 3
Z3 Z1
6
Dengan demikian maka secara umum fungsi partisi dari N buah partikel identik yang
tidak dapat dibedakan adalah
1 N
ZN Z1 (2.32)
N!
Energi bebas Helmholtz dari N buah partikel identik yang tidak dapat
dibedakan adalah
1
F k BT ln Z N k BT ln Z1N k BT ln Z1N ln N !
N!
Nk BT ln Z1 k BT ( N ln N N )
(2.33)
Nk BT ln Z1 Nk BT (ln N 1)
Z
Nk BT ln 1 1
N
F Z Z
S Nk B ln 1 1 Nk B T ln 1
T V N T N
Z N Z1
Nk B ln 1 1 Nk B T
N Z1 T N
Z 1 Z1
Nk B ln 1 1 Nk B T
N Z1 T
1 Z1 1 1 Z1 1 E
Z1 T
k BT 2 Z1
k BT 2
pi Ei k 2
i BT
maka
40
Z N
S Nk B ln 1 1 pi Ei
N T i
Z N E
Nk B ln 1 1
N T
Z U
S Nk B ln 1 1 (2.34)
N T
Jadi, untuk partikel-partikel identik yang tidak dapat dibedakan S NS1 . Ini
merupakan akibat dari F NF1.
Dalam contoh 2.1 telah dikemukakan sistem N partikel yang memiliki dua tingkat
energi E1=0 dan E2=. Pembahasan di sana dilakukan dengan menggunakan sifat-
sifat ensmbel mikrokanonik. Sekarang, misalkan sistem partikel memiliki suhu
konstan karena kontak termal dengan suatu reservoir.
Z1 e Ei 1 e
i
Jika partikel-partikel identik tidak dapat dibedakan, maka fungsi partisi sistem
partikel adalah
1
Z N Z1N
1 e
N
(2.35)
N! N!
F k BT ln Z N k BT N ln(1 e ) N ln N N
(2.36)
1 e
Nk BT ln 1
N
41
F 1 e
S Nk
B ln
1 Nk BT
ln 1 e
T V N T
1 e N
S Nk B ln 1
(2.37)
N T e 1
UN
e 1
Dengan itu maka jumlah partikel pada tingkat energi E2= adalah
n2 1
N e 1
ZN
1 N
Z1
1
2 cosh mBN (2.39)
N! N!
42
Dari hubungan termodinamika F=U-TS+MB di mana M adalah total magnetisasi per
satuan volume, maka dF=-SdT-pdV+MdB sehingga
F
M Nk BT ln 2 cosh( mB)
B B
N m tanh( mB)
atau
mB
M N m tanh (2.41)
B
k T
Suatu sistem molekul polar di tempatkan dalam medan listrik uniform, tetapi
terisolasi dari gangguan luar. Turunkanlah polarisasi sistem sebagai fungsi suhu.
Misalkan momen dipol listrik setiap molekul: p o . Energi suatu molekul yang
dipolnya berorientasi dengan sudut θ terhadap medan listrik E adalah
Jika sudut itu bervariasi dari 0- maka energi bukannya diskrit tapi kontinu. Oleh
sebab itu, peluang penempatan di tingkat energi harus dinyatakan dengan sudut
ruang yang dibentuk antara θ dan θ +d θ, yakni dΩ=2π sin θ dθ. Maka fungsi partisi
satu molekul
k BT
Z1 e poE cos / kBT 2 sin d 4 sinh( poE / k BT ) (2.42)
0
poE
1
p ave ( p o cos ) e p0E cos / k BT 2 sin d
Z1 0
(2.43)
pE k T
p 0 coth o B
k B T poE
43
Hasil ini disebut rumus Langevin. Untuk medan E sangat besar atau T sangat
rendah, coth (poE /kT)=1, kT/poE =0 sehingga pave=po; artinya semua molekul
terorientasi sejajar medan listrik. Untuk po E <<kT , pave=po2E /3kBT (Ingat: coth
x=1/x+x/3+…. sehingga jika x<<1, coth x=x/3); jika ada n buah molekul, polarisasi
zat adalah:
p02 E
Pn (2.44)
3k BT
p02
n (2.45)
3k B T
Dalam ensembel kanonik, sistem partikel dibiarkan kontak termal dengan reservoir
panas sehingga terjadi pertukaran energi dan suhu sistem menjadi konstan. Jika
selain pertukaran energi, terjadi pula pertukaran partikel maka sistem dan reservoir
disebut membentuk ensembel kanonik besar. Besaran-besaran yang konstan dari
sistem adalah suhu T, volume V dan potensial kimia per partikel µ. Dalam situasi
seperti itu, probabilitas menemukan sistem partikel pada keadaan-i bergantung pada
tingkat energi Ei dan jumlah partikel ni yang menempati keadaan-i itu, seperti
pi e ( Ei ) ni
e ( E i ) ni
pi (2.46)
dengan
e ( Ei ) ni (2.47)
i ni
44
disebut fungsi partisi kanonik besar dari keseluruhan partikel. Dengan demikian
tetap berlaku pi 1 .
i
e ( E i ) ni
S k B pi ln
i
1
T i
pi ni Ei pi ni k B ln pi
T i i
U N
S k B ln (2.48)
T T
di mana
U pi ni Ei (2.49)
i
N pi ni (2.50)
i
e ( Ei ) ni
i ni
(2.51a)
e ( E1 ) n1 e ( E2 ) n2 ........
n1 n2
atau
1 2 ....... i (2.51b)
i
dengan
45
i e ( E i ) ni (2.52)
ni
Persamaan (2.51b) menunjukkan bahwa fungsi partisi besar suatu sistem partikel
merupakan hasil perkalian dari fungsi-fungsi partisi besar dari tingkat-tingkat energi
individual. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat-tingkat energi itu bebas dan tak
dapat dibedakan, masing-masing kontak dengan reservoir pada suhu T dan potensial
kimiawi µ.
k B T ln k B T ln i
i (2.53)
k B T ln i
i
i (2.54)
i
i k BT ln i (2.55)
ln
S k B ln k B T
T
1 ln
k B ln
T
Untuk itu,
46
ln 1 e ( E i ) ni
( Ei )ni
i
pi ( Ei )ni
i
atau
ln
U N (2.56)
U N
S k B ln (2.57)
T T
yang sama dengan persamaan (2.48). Jika persamaan (2.57) dibandingkan dengan
persamaan (2.34), jelas tampak perbedaan antara ensemble kanonik dan ensemble
kanonik besar dengan kehadiran potensial kimia sehubungan dengan terjadinya
pertukaran partikel.
Jumlah partikel dapat diperoleh dari hubungan termodinamik N ;
dengan persamaan potensial kanonik besar dalam persamaan (2.53) maka
ln
N k B T . (2.58)
1 e ( Ei ) fermion
i e ( E i ) ni (2.59)
( Ei )
e 2 ( Ei ) ... boson
ni
1 e
47
Soal-soal
1. Suatu sistem dari 4000 partikel memiliki tiga tingkat energi 0, dan 2 .
(a) Bandingkanlah peluang-peluang relatif dari partisi di mana 2000 partikel
menempati tingkat energi paling rendah, 1700 pada tingkat energi sedang
dan yang 300 pada tingkat energi tertinggi, dengan partisi yang dihasilkan
oleh perpindahan satu partikel dari tingkat energi teratas dan satu partikel
dari tingkat energi terendah ke tingkat energi sedang.
2. Tunjukkanlah bahwa energi bebas Gibbs G dalam kaitannya dengan fungsi patisi
adalah
ln Z
G k BTV 2 .
V V
1 ln Z ln Z
H V .
V
dengan =1/kBT.
48
5. Energi bebas Hemholtz didefenisikan sebagai: F=U-TS. Tunjukkan bahwa:
F=-NkBT[ln(Z/N)+1]. Tentukanlah F untuk gas ideal. Tunjukkan bahwa
parameter dalam hukum distribusi:
ni exp( Ei )
adalah:=-(F/kBNT)+1
7. Tunjukkanlah bahwa
ln
k B ln k BT
T
di mana =1/kBT.
8. Untuk keadaan ke-i dari N buah partikel, kerja adalah Wi=-E/x dan kerja
keseluruhan adalah
1 N Ei Ei ln
W
i
exp dx k BT dx
k BT x x
N k BT ln
9. Suatu gas ideal tertutup dalam kontainer volume V dan bisa bertukar energi dan
molekul dengan reservoir bersuhu T dan potensial kimia µ. Buktikan bahwa
jumlah rata-rata molekul di dalam kontainer N berhubungan dengan potensial
49
3 GAS IDEAL
Energi suatu molekul adalah jumlah kinetik dan potensial: E=Ekin+Epot. Gas ideal
dipandang sebagai sekumpulan molekul dengan jarak antara molekul-molekul cukup
jauh sehingga tidak ada interaksi antar molekul, Epot=0. Oleh sebab itu, energi suatu
molekul gas ideal hanya berbentuk kinetik. Jika gas ideal itu dari molekul-molekul
monoatom, energi kinetiknya hanya dari gerak translasi saja: Ekin p 2 / 2m . Tetapi
jika gas ideal itu adalah molekul-molekul diatomik, maka energi kinetiknya selain
berasal dari gerak translasi juga dari gerak rotasi dan vibrasi. Agar energi molekul
gas ideal hanya berbentuk kinetik, maka gas itu memerlukan volume yang cukup
besar sehingga tidak ada interaksi antara molekul-molekul. Karena volume cukup
besar maka energi menjadi kontinu.
Z1 e Ei
i
Karena energi kontinu, maka fungsi partisi itu harus diungkapkan dalam bentuk integral
seperti
Z1 e E d( E ) (3.1a)
di mana d(E) adalah jumlah tingkat energi antara E dan E+dE. Persamaan (3.1a)
bisa juga dituliskan seperti
50
Z1 e E g ( E ) dE (3.1b)
h h h
px nx , p y ny , p z nz (3.2a)
2a 2a 2a
2 n x2 n 2y n z2 (3.2b)
p2 h2
E 2
2 (3.3)
2m 8ma
Jelas terlihat bahwa untuk kubus yang besar (a>>), tingkat-tingkat energi sangat
dekat (rapat) yang secara praktis membentuk spektrum kontinu.
8ma 2 E
(3.4)
h2
Jumlah keadaan energi (E) dalam rentang energi antara 0 dan E untuk suatu oktan
(1/8 bola) adalah:
8mE
3/ 2
14
( E ) 3 V 2
83 6 h
(3.5)
4V 2m
3/ 2
E 3/ 2
3 h2
51
3/ 2
2m
g ( E ) 2 V 2 E1 / 2 . (3.6)
h
3/ 2
2m
Z1 2 V 2 E
1 / 2 E / k BT
e dE
h 0
(3.7)
2mkBT
3/ 2
V
h
2
Inilah fungsi partisi satu molekul atom-tunggal dari gas ideal sebagai fungsi suhu
dan volume. Fungsi partisi di atas dapat dituliskan seperti
V
Z1 (3.8)
3
dengan
1/ 2
h2
(3.9)
2mk BT
disebut panjang gelombang termal dari suatu atom-tunggal. Ini adalah analogi dari
panjang gelombang de Broglie dari suatu partikel.
ln Z1 1 Z1
E
Z1
(3.10a)
1 Z1
k BT 2
Z1 T
3
E k BT (3.10b)
2
52
Sekarang andaikan suatu sistem gas ideal mengandung N buah molekul
atom-tunggal yang identik dan tidak dapat dibedakan. Dari persamaan (2.32), (3.7)
dan (3.8) maka fungsi partisi N molekul-tunggal adalah
1 N
ZN Z1
N!
(3.11)
3
1 V (2mkBT ) 3 / 2
N
1 V
3
N! h 3
N!
ln Z N
U N ln Z1 ln N!
ln Z1 1 Z1
N N
Z1
Z1
Nk BT 2
T
3
U Nk BT (3.12)
2
U 3
CV Nk B (3.13)
T V 2
Z
F k B T ln Z N Nk B T ln 1 1
N
(3.14)
V
Nk B T ln 1
N 3
53
F Z U
S Nk B ln 1 1
T V N T
(3.15)
V 5
Nk B ln 3
N 2
F V Nk BT
p Nk BT ln 1 (3.16)
V T V N 3
V
Misalkan partikel-partikel gas ideal selain bisa bertukar energi, bisa juga bertukar
partikel dengan reservoir diluarnya. Fungsi partisi besar dalam persamaan (2.47)
dapat dituliskan sebagai berikut
e ni e Ei e Z1
ni
ni i ni
(3.17)
exp e Z1
di mana Ei ni i dan Z1 e i . Dengan Z1 dalam persamaan (3.8) maka
i
V
exp e 3 (3.18)
V
k BT ln k BT e (3.19)
3
54
Jumlah partikel dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.58):
N ,
ln V
N k BT k BT e
3
V
e (3.20)
3
/ k B T 2
3/ 2
mkBT
V e
h2
Berbeda dengan gas ideal dalam ensambel kanonik, maka dalam ensembel kanonik
besar jelas terlihat bahwa jumlah molekul dalam sistem gas idel bergantung pada
volume V, dan suhu T dari gas itu. Dengan persamaan (3.20) potensial kanonik besar
dalam persamaan (3.19) dapat dituliskan seperti
V
e k BT Nk BT (3.21)
3
N3
k B T ln
(3.22)
V
Entropi ditentukan dengan S . Dari dari persamaan (3.21)
T V , N
entropi itu adalah
N
S Nk B k BT (3.23a)
T V , T
3 5
S Nk B Nk B Nk B (3.23b)
2 kbT 2 kbT
55
V 5
S Nk B ln 3 (3.24)
N 2
p Nk BT k BT N k BT e 3
V T , V V
Nk BT
p (3.25)
V
Jadi, kedua persamaan (3.16) dan (3.25) memperlihatkan bahwa kedua jenis
ensembel menghasilkan persamaan gas ideal yang sama sebagaimana seharusnya.
3 3
U Nk BT nRT (3.26)
2 2
ln
U N (3.27)
Terlihat dari persamaan (3.22) bahwa jika 3<V/N maka potensial kimiawi itu
negatif. Seperti telah dikemukakan, adalah panjang gelombang termal dari setiap
atom-tunggal dalam gas ideal, sementara V/N adalah volume rata-rata yang diisi oleh
setiap atom-tunggal tersebut. Jika panjang gelombang termal itu mendekati jarak
antar atom maka 3~V/N. Dalam kondisi seperti itu efek kuantum akan muncul dan
56
sifat gas ideal akan hilang. Dengan perkataan lain, syarat untuk molekul-molekul
atom-tunggal dapat memenuhi gas ideal adalah
1/ 3
V
Gas ideal: (3.28)
N
Hal itu sesuai dengan yang telah dikemukakan pada awal bab ini, bahwa gas bersifat
ideal kalau molekul-molekulnya cukup berjauhan sehingga tidak terjadi interaksi,
1/ 3
V
Kuantum: (3.29)
N
Tinjaulah suatu wadah tertutup bervolume 10 cm3 berisi gas dari 1020 atom.
Massa satu atom 510-26kg. Pada suhu 300K, panjang gelombang termal adalah
1/ 2
h2 6,624 10 34
1,84 10 11 m .
2 mkBT 2 5 10 26
1,38 10 23
300
1/ 3
V
1/ 3
10 10 6
4,73 10 9 m
N
20
10
1/ 3
V
1/ 3
10 10 6
1,03 10 11 m
N
28
10
57
Bahan m(kg) T(K) (m) (V/N)1/3 Jenis Statistik
Dari persamaan (2.15) dan (2.23), untuk sistem pertikel dalam ensembel kanonik
diperoleh distribusi Maxwell-Boltzmann:
N Ei / k BT
ni e (3.30)
Z1
sebagai jumlah molekul di tingkat energi Ei. Untuk gas ideal, jumlah molekul
dengan energi
N E / kBT
dn e g ( E )dE
Z1
Dengan fungsi partisi satu partikel gas ideal dalam persamaan (3.7) maka diperoleh
dn 2N
E1/ 2 e E / kBT (3.31)
dE (k BT ) 3
Ini merupakan rumus Maxwell untuk distribusi energi molekul dalam suatu gas
ideal. Untuk dua harga suhu, distribusi di atas digambarkan seperti Gambar 3.1.
Tampak lebih banyak molekul yang ada pada suhu lebih tinggi. Dengan perhitungan
yang baik, dapat diramalkan pengaruh dari tambahan molekul-molekul itu, dan
ramalan teoretis bisa dibandingkan dengan data eksperimen. Hasil eksperimen
sangat sesuai dengan rumusan dn/dE di atas; hal ini menunjukkan termanfaatkannya
statistik Maxwell-Boltzmann untuk gas.
58
5000
4500
dn
4000
dE
3500 100K
3000
2500
2000
1500
300K
1000
500
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
E
dn dn dE
dv dE dv
akan diperoleh
3/ 2
dn m
4 N v 2 e mv
2
/ 2 k BT
(3.32)
dv 2k BT
5000
4500
4000
100K
dn
3500
dE
3000
2500
2000
1500 800 K
1000
500
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
v
59
3.5 Gas Ideal Diatomik
Jika molekul-molekul gas ideal bukan atom-tunggal tapi poliatom, maka energi
internal molekul harus diperhitungkan. Energi internal itu berasal dari gerak rotasi
dan vibrasi. Oleh sebab itu, energi suatu molekul poliatom merupakan penjumlahan
dari energi-energi kinetik translasi, rotasi dan vibrasi:
3 3
di mana Etr k BT adalah energy translasi satu molekul, dan U tr Nk BT
2 2
adalah nenergi dalam dari translasi N molekul.
Untuk gas ideal dengan molekul diatomik, energi rotasi satu molekul secara
klassik adalah:
L2
Erot (3.34a)
2I
di mana L adalah momentum rotasi dan I adalah momen inersia molekul. Karena
alasan eksperimen, maka energi rotasi di atas diungkapkan secara kuantum, yakni
2 ( 1)
Erot E (3.34b)
2I
kuantum orbital.
e ( 1) / 2 IkT
2
p (2 1) (3.35)
Z1rot
di mana
60
Z1rot (2 1) e ( 1) / 2 IkT
2
(3.36)
(2 1) e ( 1) r / kT
dengan
2
rot (3.37)
2 Ik B
rot disebut suhu karakteristik rotasi. Suhu karakteristik untuk berbagai molekul
diperlihat-kan dalam table di bawah ini. Terlihat suhu-suhu itu jauh di bawah suhu
kamar (300 K).
Jika rot/T dipilih sangat kecil maka banyak keadaan rotasi yang diduduki
dan spasi tingkat-tingkat rotasi menjadi kecil dibandingkan dengan energi termal,
sehingga boleh dipandang kontinu. Selain itu 2ℓ>>1. Oleh sebab itu, fungsi partisi
dalam persamaan (3.36) boleh diungkapkan dalam bentuk integral sebagai berikut.
T
2e r / T d
2
rot
Z (3.38)
r
1
0
Untuk N molekul identik yang tidak dapat dibedakan, fungsi partisi itu
adalah
61
Z Nrot
1 rot
N!
Z1 N
(3.39)
Dengan itu maka energi dalam terkait rotasi dari gas ideal diatomik adalah
ln Z N ln Z1 T
U rot Nk BT 2 k B NT 2 ln
T T r
(3.40)
Nk BT
Dengan demikian maka fungsi partisi satu molekul karena vibrasi adalah
(3.42a)
e vib / 2T
e v / T
di mana
vib (3.42b)
kB
Hidrogen 6140
Karbon monoksida 3120
Oksigen 2260
62
Klorin 810
Bromin 470
Sodium (natrium) 230
Potassium (kalium) 140
Secara umum tampak bahwa v cukup tinggi, sehingga jika dipilih v/T>>1
maka boleh dilakukan pendekatan:
1
e vib /T
1 e vib / T (3.43)
sehingga
e vib / 2T
Z1vib (3.44)
1 e vib / T
Z Nvibrasi
1 vib
N!
Z1 N
(3.45)
(ln Z Nvib ) /T 2
U vib k BT 2 Nk BT 2 v2 vv/ T
T 2T e 1
(3.46)
Nk B v
1 Nk B v
e v / T 1
2
Mengingat 1
2 atau 1 2 k B vib adalah energi vibrasi keadaan dasar suatu molekul,
maka 1
2 Nk B vib adalah total energi vibrasi keadaan dasar dari gas. Penyebut di
dalam suku kedua persamaan (3.46) dapat diuraikan sebagai berikut
e v / T 1 1 vib ......... 1 vib .........
T T
63
U vib 1
2 k B Nv k B NT Nk BT 1 v (3.47)
2T
U vib Nk BT (3.48)
U U tr U rot U vib
Dengan Utr=3/2 NkBT, Urot seperti persamaan (3.40) dan Uvib seperti persamaan
(3.48) maka energi dalam gas diatom pada suhu relatif tinggi adalah:
U 3 2 Nk BT Nk BT Nk BT
(3.49)
7 2 Nk BT 7 2 nRT
1 U 7
CV R (3.50)
n T V 2
64
Soal-soal
1. Rumuskanlah kecepatan rata-rata (vave) dan kecepatan rms (vrms) dari molekul-
molekul gas ideal. Ingat, defenisi kecepatan rata-rata:
N
1
vave v dn
N0
N
1 2
N 0
vrms (v 2 ) ave v dn
65
1 kB N U /
ln
T 2 N U /
Buktikan bahwa suhu itu positif jika U negatif; keadaan ini berlaku bagi
sekumpulan elektron (spin ½) bila ditempatkan dalam medan magnet dan hanya
interaksi spin-magnet saja yang ditinjau. Mula-mula tunjukkan:
ln P N ln 2 12 ( N U / ε) ln 12 ( N U / ε) 12 ( N U / ε) ln 12 ( N U / ε)
6. Rapat energi E dari radiasi benda hitam adalah suatu fungsi suhu saja. Tekanan
yang disebabkan oleh radiasi isotropik pada permukaan penyerap sempurna
adalah ½ E . Dengan bantuan dU=TdS – pdV, tunjukkan bahwa E sebanding
dengan T4; ini disebut hukum Stefan-Boltzmann. Ingatlah: U= EV.
p nRT / V n 2 ( RTb a) / V 2 .
9. Suhu Boyle suatu gas ril adalah suhu di mana koefisien virial kedua sama
dengan nol. Tunjukkan bahwa suhu Boyle sama dengan a/Rb.
1 V
10. Koefisien ekspansi kubik suatu zat pada tekanan tetap adalah dan
V T p
1 V
modulus bulk pada suhu tetap adalah: .
V p T
66
Tentukanlah kedua parameter itu untuk (a0 gas ideal, dan (b) gas ril-nya van der
Waals.
11. Menurut Dieterici, persamaan keadaan gas ril secara empirik adalah:
p nRT / V n 2 ( RTb a) / V 2 .
12. (a) Hitunglah persentase molekul-molekul gas diatom pada keadaan dasar rotasi
(ℓ=0) dan keadaan tereksitasi rotasi pertama (ℓ=1) jika T=r dan T=2r.
(b) Bandingkanlah jumlah molekul hidrogen/mole pada keadaan tereksitasi
rotasi (ℓ=2) dengan jumlah molekul klorin/mole untuk keadaan tereksitasi yang
sama jika suhu 300K.
13. Tunjukkan bahwa kapasitas kalor vibrasi suatu gas pada volume tetap adalah
2
e / k BT
CV , vib R
/ k T
k BT e B 1 2
14. Tunjukkan bahwa entropi suatu gas diatom karena rotasi molekul adalah:
67
Tunjukkan bahwa untuk suhu rendah Svib menuju nol, dan pada suhu tinggi Svib
menuju kB N[1 ln(T / v )] .
U ZN
Ingat: S k B ln ; Urot=kB NT=nRT.
T N!
U vib 1
2 k B Nv k B NT nRT 1 v
2T
68
4 GAS NON-IDEAL
Dalam bab-bab sebelumnya dibicaran sistem partikel yang tidak berinteraksi satu
sama lain. Dalam bab ini akan dibahas gas tak-sempurna melalui interaksi dengan
potensial antar-atom yang sentral. Persamaan keadaan akan diungkapkan dengan
menggunakan statistik Maxwell-Boltzmann.
r 12 r 6
(r ) 4 0
0 (4.1)
r r
Potensial ini terdiri dari potensial jangkauan dekat yang repulsif (1/r12) dan
jangkauan panjang dari van der Waals yang atraktif (1/r6). Potensial di atas
diperlihatkan dalam Gambar 4.1
(r)
r
r0
H Ei (rij )
i i j i
(4.2)
p2
Ei i
2m
69
Dengan Hamiltonian tersebut fungsi partisi besar adalah
e n Z n (4.3a)
n
di mana
1
( E E ) ( rij )
Zn e i j (4.3b)
n! i j i
1
1 e e Ei e2 e Ei e j e
E ( rij )
....... (4.3c)
i 2 i j (i )
Potensial besar adalah =-kBT ln . Ingat bahwa jika <<1 maka ln(1+) -1/22.
Jadi, jika eβµ<<1 maka potensial besar menjadi
1
k BT e e Ei e2 e Ei e j e
E ( rij )
1 ..... (4.4)
i 2 i j
E V
e g ( E ) dE
3
,
e 1 e
2 3
kBTV 3 1 dv e
( rij )
1
........ g(4.5)
Sekarang misalkan
B(T )
1
2
dv 1 e
( rij )
(4.6)
maka
70
e V e
k BT 3
1 3 B(T ) ........ (4.7)
e V e
N 3
1 2 B(T ) ........ (4.8)
3
N
B(T )1
e e Nk BT V
p k BT 3 1 3 B(T ) ........ (4.9a)
V N
1 2 B(T )
V
atau
Nk BT N
p 1 V B(T ) ..... (4.9b)
V
Dalam persamaan (4.9a) telah digunakan persamaan (4.8), dan pendekatan dapat
dilakukan karena NB(T)/V<<1.
ln
U
(4.10)
3 N2
Nk BT k BT B(T ) ....
2 V
Z Z K Z (4.11a)
71
N
1 N
1 N 1 V
ZK Z1 g ( E ) e E dE 3 (4.11b)
N! N!
N!
N ( rij )
Z
P(r1 ) e i j
dv2 dv3 ......dvN (4.12)
dan probabilitas menemukan suatu partikel di r1 dan yang lain di r2 secara serentak
adalah
N ( N 1) ( rij )
P(r1 , r2 )
Z e i j
dv3 d 4 ......dv N . (4.13)
Persamaan di atas disebut fungsi distribusi dua partikel atau fungsi korelasi
pasangan. Untuk likuid atau gas di mana tidak ada perusakan simetri seperti dalam
kisi kristalin, P(r1,r2) hanya bergantung pada jarak r12 r1 r2 . Untuk itu
didefenisikan fungsi distribusi radial
V2
g (r12 ) 2 P(r1 , r2 ) (4.14)
N
ln Z ln Z K ln Z
U
(4.15)
3 ln Z
Nk BT
2
ln Z ( rij )
1
Z
e j i
dv1dv 2 ........dv N
( rij )
1
Z (rij ) e
j i
j i
dv1dv 2 ........dv N
72
Tetapi dengan pendekatan
1
(rij ) N ( N 1) (r12 )
j i 2
maka
( rij )
ln Z N ( N 1)
j i
( r ) e dv1dv2 ........dvN
ij
2 Z
ln Z 1
(r12 ) P(r1 , r2 )dv1dv2
2
ln Z N2
2V 2
(r12 ) g (r12 )dv1dv2
Tetapi
sehingga
ln Z N 2
2V
(r ) g (r )4r 2 dr
F
Tekanan p ; energi bebas F k BT ln Z k BT (ln Z K ln Z ) sehingga
V
ln Z K ln Z
p k BT
V V
ln Z K N
V V
73
ln Z N2 d (r )
2
r g (r )4r 2 dr
V 6V 0 dr
sehingga
Nk BT N 2 d (r )
p 2 r g (r )4r 2 dr (4.17)
V 6V 0 dr
Seiring dengan itu maka persamaan (4.17) dapat pula dituliskan seperti
p
n B2 (T )n2 B3 (T )n3 ..... (4.19)
k BT
N
dengan n . Untuk menghitung B2(T) diperlukan fungsi distribusi radial yang
V
sesuai. Untuk itu persamaan (4.13) dituliskan sebagai berikut.
' ( rij )
e i j
dv1d 2 ......dvN
di mana tanda ' dalam pembilang menyatakan e ( r12 ) telah dikeluarkan. Jika
kerapatan partikel sangat rendah seperti dalam gas, jarak partikel-partikel cukup
jauh, demikian juga terhadap partikel 1 dan 2, sehingga seluruh (rij)0 di dalam
integral. Demikian juga (rij) dalam pembilang. Jadi, integral dalam pembilang sama
dengan VN-2 dan dalam penyebut VN . Dengan demikian maka untuk gas, berlaku
N ( N 1) ( r12 )
P(r1, r2 ) e (4.21)
V2
74
Tampak bahwa untuk N>>1, berdasarkan persamaan (4.14) dan (4.21) diperoleh
g0 (r ) e ( r ) (4.22)
p n2 d (r ) ( r )
k BT
n
6k BT dr
e 4r 3dr
0
n2
p
k BT
n 4r 3e ( r )
6
12 e ( r ) r 2 dr
0
0
Karena suku pertama di dalam kurung sama dengan , maka persamaan itu tidak
salah kalau dituliskan sebagai berikut
n2
p
n 12 r 2 dr 12 e ( r ) r 2 dr
k BT 6 0 0
(4.23)
n n 2 2 (1 e ( r ) )r 2 dr
0
B2 (T ) 2 (1 e ( r ) )r 2 dr (4.24)
0
75
1
B2
r03 0
2 5 10 20 50 kBT/
-1
-2
Pada kurva di mana B2=0 berlaku hukum Boyle p/kBT=n. Artinya tidak ada
potensial antar molekul. Pada suhu di mana kBT/ >10 harga B2>0 dan konstan.
Artinya, B2 didominasi oleh potensial repulsif (1/r12). Pada suhu rendah di mana
harga B2<0, B2 didominasi oleh potensial atraktif (1/r6) dan sepertinya sebanding
dengan 1/T.
1
V
(r ) dv
U pasangan (r ij )
i j
(4.29)
1 N2 1
2 V (r ) dv N 2
2
1
B2 (T ) 2 (1 e ( r ) )r 2 dr
2
(r ) dv
0
1
V
2
Untuk kondisi ini, maka energi potensial rata-rata N partikel dalam persamaan (4.29)
menjadi
N2
U pasangan k BTB2 (T ) (4.30)
V
76
Jika dinyatakan u U / V sebagai energi potensial rata-rata pasangan dan n N / V
sebagai kerapatan partikel maka u n2 . Persamaan (4.30) di atas merupakan
pendekatan yang agak kasar terhadap suku kedua dalam persamaan (4.16).
(r ) r (r ) a (r ) (4.31)
N [ r ( rij ) a ( rij )]
1 1
Z
N! 3 e j i
dv1dv2 .....dvN (4.32)
Karena setiap molekul merasakan potensial jangkauan jauh yang attraktif dari
molekul-molekul lain maka
1
a (rij ) 2 a (rij )
j i j i i
(4.33)
N ( N 1) 1 aN 2
V
a ( r ) dv
2 V
di mana
1
2
a a (r )dv (4.34)
r ( rij )
e j i
dv1dv2 .....dvN (V Nb) N (4.35)
77
Jadi, fungsi partisi dalam persamaan (4.32) menjadi lebih sederhana seperti
N
1 V Nb aN 2 / V
Z e (4.36)
N! 3
(V Nb) aN 2
F Nk BT Nk BT ln (4.37)
N3 V
F
Tekanan adalah p , sehingga
V T
Nk BT aN 2
p (4.38a)
V Nb V 2
atau
k BT a
p 2 (4.38b)
vb v
di mana v=V/N. Persamaan di atas adalah persamaan keadaan gas van der Waals.
Karena b/v<<1 maka persamaan di atas dapat didekati menjadi
p an 2 a 2
n(1 nb) n b n (4.39)
k BT k BT k BT
dengan n=N/V. Dibandingkan dengan persamaan (4.19) maka koefisien virial kedua
dari persamaan van der Waals adalah
a
B2 (T ) b (4.40)
k BT
78
a
k BT (4.41)
b
F
Berdasarkan energi bebas dalam persamaan (4.37), entropi S ,
T
1 5
S Nk B ln 3 Nk B Nk B ln N Nk B ln(V Nb)
2
(4.42)
5 (V Nb)
Nk B Nk B ln
2 N3
1/ 2
3 1 2m 2m aN 2
U N 2 2
2 2m h
3/ 2 2
h V
2
h
(4.43)
3 aN 2
Nk BT
2 V
8a
k BTC (4.44)
27b
Pada suhu T<TC terlihat adanya tiga harga v untuk suatu tekanan p. Itu menandakan
bahwa di sana terjadi pencampuran fasa gas dan fasa likuid.
79
p
T>TC
T=TC
T<TC
b v
Gambar 4.3 Beberapa kurva isotermal van der Waals dalam diagram p-v di mana
v=V/N.
80
di mana indeks atas pada B2 menyatakan interaksi dalam zat yang sama atau antara
kedua zat.
Misalkan v0=V/N , dan
k BT (ij )
ij B2 (T ) (4.47)
v0
maka jumlah energi potensial interaksi partikel-partikel campuran kedua zat adalah
(camp)
U intr U 11 U 22 U 12
N 11c12 22 c 22 2 12 c1c2
atau
(camp)
U intr
N 11c12 22 (1 c1 ) 2 212c1 (1 c1 ) (4.48)
N12 N 22
U11 k BTB2(11) ; U 22 k BTB2( 22)
V1 V2
V1 V2 V
Karena v0 maka energi potensial interaksi dua zat yang tak
N1 N 2 N
tercampur adalah
(tak camp)
U intr U11 U 22
(4.49)
N 11c1 22 (1 c2 )
U camp U intr
(camp)
U intr
(tak camp)
Nk BTc1 (1 c1 )
di mana
81
1
212c1 (11 22 ) (4.51)
k BT
Berdasarkan energi bebas Helmholtz, F=U-TS, energi bebas zat-1 dalam campuran
dapat dihitung dengan persamaan (4.45) dan (4.50), dan hasilnya
di mana c=c1.
Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis zat-1 diungkapkan sebagai berikut.
Fcamp Fcamp
p1
V v0 N
p1
k BT
v0
ln(1 c1 ) c12 (4.53)
k BT 1 2
p1 c 2 (1 2 ) c (4.54a)
v0
p1 1
n1 (1 2 ) n12 (4.54b)
k BT 2
82
p
n B2 (T )n2 B3 (T )n3 .....
k BT
Jadi, suku pertama dalam persamaan (4.54b) adalah persamaan gas ideal untuk zat-
1: p1V=N1kBT. Suku kedua adalah koefisien virial kedua sebagai koreksi terhadap
gas ideal. Jadi, (1-2)/2 adalah harga efektif koefisien virial kedua dari zat-1 di
dalam campuran. Jika koefisien itu positif, atau 212c1 (11 22 )/ kBT 1/ 2 ,
itu diartikan sebagai kontribusi potensial repulsif yang meningkatkan tekanan. Jika
=0, seperti dalam Gambar 4.4, campuran memiliki entropi maksimum dengan
c1=c2=1/2. Koefisien <1/2 diartikan sebagai kontribusi potensial attraktif.
=3.125
0.1
=2.90
0.05
Fcamp =2.77
0
Nk BT =2.60
-0.05
=2.31
-0.1
=2
-0.15
=1
-0.2
-0.25 =0
=-0.5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
c=N1/N
Gambar 4.4 Energi bebas campuran Fcamp sebagai fungsi konsentrasi zat-1, untuk
berbagai harga parameter χ.
Fcamp 1 c
(1 2c) ln 0 (4.55)
c c
atau
1 1 c
b ln (4.56)
1 2c c
83
Artinya, Fcamp mencapai harga minimum pada konsentrasi c=1/2 untuk b2
termasuk b negatif. Untuk b>2 ada tiga harga c, satu di antaranya c=1/2 memberi
Fcamp harga yang maksimum dan dua lainnya minimum. Itu berarti, untuk b>2
peningkatan konsentrasi ke harga Fcamp yang sama harus melalui penghalang energi
(energy barrier). Garis yang menggambarkan b(c) seperti persamaan (4.56) dimana
Fcamp berharga minimum disebut garis binodal; lihat Gambar 4.5.
Pada suatu harga konsentrasi c, stabilitas terhadap suatu fluktuasi kecil
diperlihatkan oleh tanda dari turunan kedua dari Fcamp, yakni
2 Fcamp 1
2 (4.57)
c 2
c(1 c)
5
4.5
spinodal
4
3.5 tidak stabil binodal
χ 3
2.5 TK
2
1.5 metastabil
1 stabil
0.5
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
c
Gambar 4.5 Garis binodal (persamaan (4.46)) dan garis spinodal (persamaan (4.58))
dari (c).
1
sp (4.58)
2c(1 c)
di mana 2 Fcamp / c 2 0 merupakan batas antara keadaan stabil dan tak stabil; itu
84
disebut garis spinodal. Garis itu diperlihatkan dalam Gambar 4.5. Jadi, garis
spinodal yang diperoleh dari sp 1/[ 2c(1 c)] di mana 2 Fcamp / c 2 0
merupakan batas stabilitas. Untuk semua harga c, area di bawah garis binodal adalah
stabil, sedangkan area di atas garis spinodal adalah tidak stabil. Dalam campuran
yang tidak stabil zat-zat cepat akan terpisah.
Daerah di antara garis binodal dan spinodal adalah daerah metastabil; di sana
salah satu fasa, tercampur atau terpisah, memiliki energi bebas lebih tinggi. Jika
harga di tingkatkan misalnya mulai dari 2 hingga 3,5 pada konsentrasi tetap
misalnya c=0,2 maka terjadi peralihan dari keadaan stabil ke metastabil di =2.31,
lalu peralihan metastabil ke tidak stabil di =3.125; lihat Gambar 4.5.
Titik TK adalah titik di mana daerah metastabil menghilang karena kedua
garis berimpit. Titik itu disebut titik kritis. Di titik itu berlaku sp 1 /[ 2c(1 c)]
sehingga
sp 2c 1
0 (4.59)
c 2c (1 c) 2
2
Dari persamaan ini diperoleh titik TK dengan cTK=1/2 dan χTK=2. Harga efektif
koefisien virial kedua dari zat-1 di titik itu adalah (1-2)/2 =-3/2. Berdasarkan
persamaan (4.47) maka tekanan osmosis p1 di titik kritis lebih rendah dari pada
tekanan gas ideal.
A TK
binodal
A’
spinodal
Gambar 4.6 Diagram fasa T(c) dari campuran yang memperlihatkan garis binodal
dan garis spinodal.
85
Sebenarnya, jauh lebih fisis jika garis binodal dan garis spinodal
digambarkan dalam T(c). Untuk itu, sesuai dengan persamaan (4.51) di mana suhu
T~1/ maka Gambar 4.5 dapat diganti dengan dengan Gambar 4.6 yang biasa
disebut diagram fasa. Misalkanlah campuran disiapkan dengan konsentrasi cA pada
suhu TA. Melalui proses pendinginan, campuran itu bisa terpisah pada suhu TA’. Pada
suhu itu kedua zat terpisah, yang satu kaya dengan zat-1, dan yang kedua kaya
dengan zat-2.
Fcamp ( ) 1 2 c A (1 c A ) 2 1 2c A 1 3c A 3c A2 4
2
3
..... (4.60)
Nk BT 2c A (1 c A ) 6c A (1 c A )2 12c3A (1 c A )3
dengan
Nk B
a (4.62a)
Tsp
2
b Nk BT sp
2
(1 2c A ) (4.62b)
3
2
c Nk BT sp
3
(1 3c A 3c A2 ) (4. 62c)
3
86
1
sp (4. 62d)
2c A (1 c A )
merupakan harga χsp untuk konsentrasi cA, seperti telah dikemukakan dalam
persamaan (4.56). Berdasarkan persamaan (4.56) untuk garis binodal dan persamaan
(4.51) untuk garis spinodal, seperti terlihat dalam Gambar 4.5, pada konsentrasi
cA=0.2 diperoleh b=2,31 pada garis binodal dan sp=3,125 pada garis spinodal.
Untuk cA=0.2 itu, daerah ≤2,31 adalah stabil, daerah 2,31<<3,125 adalah
metastabil dan daerah 3,125 tidak stabil.
Gambar 4.7 memperlihatkan kurva-kurva Fcamp ( ) untuk berbagai harga
2,31≤ ≤3,20; lihat Gambar 4.5. Mulai dari =2,76 terlihat munculnya harga
minimum min . Harga-harga itu berkaitan dengan pemotongan garis binodal. Pada
=2,76 perubahan energi itu minimum pada min =0,175. Tetapi, di sana ada energi
penghalang yang memisahkan keadaan baru dengan kenaikan konsentrasi dari cA ke
c. Penghalang itu malah bertahan ketika keadaan yang kaya zat-1 itu mempunyai
kecenderungan energi bebas yang signifikan untuk mencegah pemisahan. Hanya
pada suatu harga yang besar akhirnya penghalang itu menghilang dan keadaan
dengan min =0 (c=cA) menjadi tidak stabil secara absolute; ini berkaitan dengan
pemotongan garis spinodal. Pada yang besar (suhu rendah) campuran segera
terpisah menjadi keadaan yang kaya zat-1. Ketika itu terjadi, konsentrasi berubah
diskontinu, dengan suatu lompatan dari 0 ke min . Penjelasan ini
merupakan hakikat dari transisi fasa order pertama.
Pada titik minimum min dipenuhi
Fcamp ( )
2a T Tsp 3b 4c 2 0 ( 4.63)
3b 1
3b2 16c 2aT Tsp .
8c 8c
87
=2,31 2,6 2,76 2.9 3.0
3.125
3.2
Fcamp ( )
min
(a)
(a)
Fcamp (min )
spinodal binodal
T
(b)
Gambar 4.7 (a) Perubahan energi bebas sebagai fungsi c c A dengan cA=0.2
untuk berbagai harga ; (b) Perubahan energi bebas pada min sebagai fungsi .
Jelas, solusi-solusi min adalah garis binodal. Solusi-solusi itu ada jika terpenuhi
9b2 32ac T Tsp
9b 2
Tb Tsp (4.64)
32ac
0 0 adalah keadaan tercampur (biasa disebut disordered state); keadaan itu stabil
jika garis spinodal dilalui, yakni pada suhu T=Tsp. Secara termodinamik, transisi
88
terjadi di suhu T=Tsp dimana energi bebas dari keadaan terpisah (disebut ordered
state) menjadi lebih rendah atau F 0 .
Selanjutnya tinjau konsentrasi cA=0,5. Jika campuran didinginkan, artinya
parameter ditingkatkan maka titik kritis TK akan dilalui. Persamaan (4.60)
menjadi sederhana seperti
Fcamp ( ) 4
(2 ) 2 4 (4.65)
Nk BT 3
3
min ( 2) ( 4.66)
8
Selain transisi fasa antara keadaan campuran homogen dua zat dan keadaan
terpisah, ada berbagai contoh transisi fasa lain seperti kondensasi Bose-Einstein,
feromagnet-paramagnet dalam material magnet, dan superkonduktor dalam logam.
Dalam hal transisi, fasa dibedakan dengan suatu parameter order; transisi fasa
ditandai dengan perubahan mendadak dari suatu besaran makroskopik.
Dalam campuran dua zat, energi bebas pada kesetimbangan fasa mempunyai
diskontinuitas pada turunan pertama. Hubungan termodinamik antara energi bebas
Gibbs dan entropi adalah
G
S
T p
Artinya, pada transisi fasa entropi itu diskontinu sehingga didefenisikan kalor laten
sebagai perkalian antara perubahan entropi dan suhu di saat transisi fasa,
L T S (4.67)
Menurut klassifikasi Ehrenfest, transisi fasa ditandai dengan turunan energi bebas
paling rendah yang diskontinu pada saat transisi. Dengan klassifikasi itu maka
transisi disebut transisi order pertama seperti dalam Gambar 4.7.
89
(G / T ) p 0
dan
( 2 G / T 2 ) p 0
pada suhu kritis Tc. Untuk itu dalam Gambar 4.8 diperlihatkan potensial Gibbs G0(T)
pada tekanan konstan untuk T>Tc yang secara kontinu berubah menjadi G(T) untuk
T<Tc.
G
G G
S
T p
G0
Tc T
Gambar 4.8 Transisi fasa order kedua dalam diagram G-T; lingkaran besar
menyatakan kelengkungan dari G0(T) dan lingkaran kecil menyatakan kelengkungan
dari G(T).
1 2 G
G (T ) G(T ) G(Tc )
2
(T Tc ) 2 ........... (4.68)
2 T T T
c
90
Dalam hal ini,
G
S 0
T
sehingga suku order-1 dalam persamaan (4.68) tidak muncul. Lebih jauh, koefisien
2 G
C p (4.69)
T 2 T Tc
T Tc
merupakan perubahan kapasitas panas Cp yang diskontinu pada suhu Tc. Dalam
persamaan (4.68) diasumsikan bahwa suku order-kedua tidak sama dengan nol,
sedangkan suku-suku lebih tinggi hanya merupakan konsekuensi matematik saja.
Transisi fasa order-kedua biasa disebut sebagai fenomena order-disorder di
mana energi bebas Gibbs G dinyatakan sebagai fungsi dari variabel yang dikenal
sebagai parameter order. Menurut Landau, masalah termodinamika dari transisi fasa
dapat dirumuskan dalam sistem-sistem biner di mana energi bebas G() adalah
invariant terhadap inversi parameter order -,
1 1 1
G( ) G0 A 2 B 4 C 6 .... (4.71)
2 4 6
1 1
G( ) G0 A 2 B 4 (4.72)
2 4
91
Dengan itu maka harga parameter order pada kesetimbangan suhu bisa ditentukan
sebagai berikut,
G
A B 3 ( A B 2 ) 0
Dengan persamaan (4.74) maka solusi dalam persamaan (4.73b) untuk suhu T<Tc
menjadi
1/ 2
A'
(Tc T ) (4.75)
B
Dalam Gambar 4.9 diperlihatkan kurva G( ) dengan asumsi G0=0. Parabola
G( ) 12 A 2 14 B 4 dengan A<0 dan B>0 pada suhu T<Tc. mempunyai dua
minimum di min ( A / B)1/ 2 ; ini memperlihatkan sifat inversi. Kedua minimum
itu muncul pada saat suhu diturunkan melalui Tc , bergeser menjauh posisinya secara
92
simetrik dari 0 . Terlihat dalam persamaan (4.74) parameter order
memperlihatkan kebergantungan pada suhu secara parabolik pada suhu yang dekat
dengan Tc..
G
1.4
1.2 T>Tc
0.8
0.6 Tc
0.4
0.2 T<Tc
0
-1 -0.5 0 0.5 1
-0.2
Gambar 4.9 Energi bebas Gibbs G( ) pada suhu dektak Tc. Terjadi peralihan G
dari bentuk parabol di atas suhu Tc ke bentuk sumur-rangkap pada suhu di bawah Tc.
Kesetimbangan di bawah suhu Tc ditunjukkan oleh fluktuasi antara -min dan +min.
Berdasarkan teori Landau tersebut di atas, perumusan entropi dan kapasitas panas
bisa diperoleh pada suhu TTc. Sesuai dengan
G
S
T p
maka diperoleh
A' 2
S (T ) S (Tc ) Tc T ; T Tc (4.76)
2B
Sebutlah panas jenis adalah C0 jika Tc didekati dari atas, maka panas jenis jika Tc
didekati dari bawah adalah
93
A' 2
Cp C0 Tc (4.77)
T Tc 2B
A' 2
C p Tc di T Tc (4.78)
2B
Itu konsistent dengan persamaan (4.68) dan (4.69). Menurut Landau, perbedaan
kapasitas panas itu mengindikasikan transisi fasa order kedua. Kurva Cp sebagai
fungsi suhu diperlihatkan dalam Gambar 4.10. Karena bentuknya, kurva itu disebut
sebagai kurva- dan suhu kritis dituliskan seperti T.
Cp
Tc T
Gambar 4.10 Kapasitas panas sebagai fung suhu di sekitar suhu Tc.
94
Soal-soal
12 6
(r ) 4
r r
r
2 3
B2 .
3
95
a 2 (r ) r 2 dr .
0
Dengan itu maka selanjutnya tunjukkanlah bahwa secara pendekatan berlaku
a
B2 b
k BT
2 3
di mana b r0 .
3
5. Tinjaulah gas partikel 1-dimensi yang berada dalam boks sepanjang L. Andaikan
interaksi antar partikel memenuhi potensial
r a
( x)
0 r a
96
5 STATISTIK FERMI-DIRAC
5.1 Pendahuluan
Pada fungsi keadaan pertama, pertukaran partikel tidak mengubah fungsi keadaan.
Artinya fungsi keadaan itu bersifat simetrik terhadap pertukaran partikel. Pada
fungsi keadaan kedua, pertukaran pertikel menyebabkan fungsi keadaan berubah
tanda. Artinya, fungsi keadaan itu bersifat antisimetrik terhadap pertukaran partikel.
97
yang memenuhinya disebut boson. Suatu partikel boson memiliki spin bulat: 0, 1,
2,..... Contohnya fonon, foton dan inti 4He masing-masing berspin s=0..
Dalam persamaan (2.47) dan (2.51), fungsi partisi besar sistem partikel adalah
e ( Ei ) ni i (5.2a)
ni i i
dengan
i e ( Ei ) ni (5.2b)
ni
Karena ni=0 dan 1 untuk fermion, maka fungsi partisi besar untuk keadaan
mikro -i adalah
( Ei ) ni
i e 1 e ( Ei ) (5.2c)
ni
Dengan menggunakan persamaan (2.58), potensial kanonik besar keadaan mikro ke-
i adalah
i k BT ln i
(5.3)
k BT ln 1 e ( Ei )
Jumlah partikel di keadaan mikro ke-i adalah
98
n( Ei )
i
k BT
ln 1 e i
( E )
Karena 1 / k BT maka akan diperoleh
1
n( E i ) ( Ei )
(5.4)
e 1
Inilah yang disebut fungsi distribusi Fermi, yang merupakan jumlah fermion
berenergi Ei pada suhu T. Fungsi di atas sering juga dituliskan seperti f(Ei). Fungsi
distribusi diperlihatkan dalam Gambar 5.1. Terlihat bahwa pada suhu T=0, semua
keadaan mikro diisi fermion hingga energi . Energi pada T=0 disebut energi
Fermi,
Tampak dalam Gambar 5.1 bahwa jika suhu T→0: untuk energi dalam daerah E<EF,
( E EF ) / kBT
e 0 , sehingga n(E)=1, sedangkan untuk energi dalam daerah E>EF,
( E EF ) / kBT
e , sehingga n(E)=0.
n
T=0
1
T=0.05 TF
T=0.2 TF
EF E
T=0.5 TF
99
energi E ≤EF saja. Jadi, energi EF memberikan indikasi sebagai energi maksimum
dari sistem fermion pada T→0. Pada suhu tinggi sebagian partikel berpindah dan
mengisi keadaan-keadaan dengan energi yang lebih tinggi dari pada EF seperti
diperlihatkan dalam Gambar 5.1.
sehingga membentuk bola berjari-jari kF. Bola itu disebut bola Fermi dan keadaan-
keadaan dengan k k F terletak tepat dipermukaan bola. Permukaan bola itu
disebut permukaan Fermi. Konsep permukaan Fermi sangat penting dalam fisika zat
padat.
Gas elektron adalah sekumpulan elektron-elektron yang tidak berinteraksi satu sama
lain mirip gas ideal sehingga energinya kontinu. Di dalam logam, elektron-elektron
mempunyai dua kelompok energi, yakni pita valensi dan pita konduksi seperti dalam
Gambar.5.2. Pada suhu T=0 seluruh elektron mengisi penuh pita valensi, yakni
energi EEF di mana energi Fermi EF adalah potensial kimia µ pada T=0. Pada suhu
T>0 pita konduksi terisi secara parsial dengan energi E>EF hingga tingkat energi
tertentu. Tetapi, meskipun demikian jumlah keseluruhan partikel adalah konstan.
E
Pita konduksi
EF
Pita valensi
n(E)
100
Jumlah partikel dalam pita valensi
N n( Ek ) n( E ) g ( E ) dE
k 0
(5.6)
1
( E ) / kBT
g ( E ) dE
0 e 1
Dalam persamaan (3.6) telah dikemukakan rapat keadaan perselang energi untuk
gas ideal: g ( E ) 4 V 2m / h 2 3/ 2
E1/ 2 . Dalam kasus gas elektron, kerapatan itu
adalah
3/ 2
2m
g ( E ) 4 V 2 E1/ 2 (5.7)
h
di mana faktor 2 diberikan untuk menyatakan adanya degenerasi 2s+1 dari spin s=½
dari elektron.
3 / 2 EF
2m
N g ( E ) dE 4 V 2 E
1/ 2
dE
0 h 0
(5.8)
3/ 2
8 2m
V 2 E F3 / 2
3 h
2/3
h 2 3N
EF (5.9a)
8m V
Dalam kaitannya dengan kesetaraan suhu, energi Fermi dapat disetarakan dengan
suhu
101
EF
TF (5.9b)
kB
Dalam tabel di bawah ini diperlihatkan jumlah elektron per satuan volume,
energi Fermi, dan suhu Fermi untuk berbagai jenis logam.
Untuk memperoleh gambaran lebih ril, tinjaulah logam Na. Setiap atom Na
menyumbangkan satu elektron valensi. Jumlah elektron per satuan volume, N/V,
sama dengan jumlah atom Na per volume dalam logam itu. Lihat tabel di atas.
102
3 / 2 EF
2m
U 0 n( E ) E g ( E )dE 4 V 2 E
3/ 2
dE
h 0
3/ 2
8 2m
V 2 EF5 / 2 (5.10)
5 h
3
NEF
5
U
3/ 2
8 2m
p 2 EF5 / 2 (5.11)
V S , N 5 h
Tampak bahwa meskipun suhu T=0 gas elektron masih mempunyai tekanan.
Jumlah elektron N dipandang konstan, atau dN/dT=0. Untuk memeriksa hal itu,
gunakan persamaan (5.6).
dN d d 1
dT dT 0 g ( E) dT e( E ) / k T 1dE
n( E ) g ( E )dE
B
0
Jika kBT<<EF maka perubahan distribusi Fermi hanya berarti di sekitar EF seperti
terlihat dalam Gambar 5.1. Oleh sebab itu persamaan di atas dapat didekati sebagai
berikut
dN 1
g(EF ) ( E E ) / k BT dE
dT 0
T e F 1
(E E ) / k T
(E EF ) e F B
g(EF ) 2
dE
k T ( E EF ) / k BT
0 B
e 1
( E EF ) 1
g ( EF ) dE 0
0
k BT 4 cosh ( E EF ) / 2k BT
2
103
Di sekitar EF, fungsi cosh 2 ( E EF ) / 2k BT ( E EF ) adalah fungsi genap
sedangkan ( E EF ) adalah fungsi ganjil. Oleh sebab itu dN/dT=0 atau N konstan.
Jumlah elektron yang tereksitasi di atas EF karena energi kBT, bisa didekati seperti
3 N 3 T
N eks g ( EF )k BT k BT N (5.12)
2 EF 2 TF
Untuk tembaga (Cu) suhu TF=8,2104 K sehingga pada suhu 300 K elektron
tembaga yang tereksitasi sekitar 0,37 % saja.
3/ 2
2m E1/ 2
N n( E ) g ( E )dE 4 V 2 z dE
0 h 0
1
e
E / k BT
1
(5.13)
V
2 I 3 ( z)
3 2
1
x n 1 ln z 2 n(n 1)
n
fn ( z) 1 x
(n) 0 z e 1 (n 1)
1
6 ln z 2
.....
(5.14)
4 / k BT 2
3/ 2
3/ 4
f3 / 2 ( z ) 1 .....
3 1/ 2 6 / k BT 2
8 2m
3/ 2 2 k BT 2
N V 2 3 / 2 1 ..... (5.15)
3 h 8
104
Tampak, pada suhu T=0 di mana µ=EF, jumlah elektron sesuai dengan persamaan
(5.8). Karena N konstan, maka potensial kimiawi harus bergantung suhu. Dengan
cara pendekatan diperoleh potensial kimiawi pada suhu terbatas sebagai berikut:
2 / 3
h 2 3N
2/3
2 k T 2
1 B .....
8m V 8
(5.16)
2 T
2
EF 1
12 TF
Tampak bahwa energi Fermi adalah potensial kimia maksimum, yakni pada suhu
T=0 seperti telah dikemukakan di atas. Potensial kimiawi lebih kecil untuk suhu
yang lebih tinggi.
3 / 2 EF
2m E 3/ 2
U n( E ) E g ( E )dE 4 V 2 e ( E EF ) / k BT
dE
h 0
1
(5.17)
V
3 k BT I 5 ( z )
3 2
f5 / 2 ( z )
/ k BT 5 / 2 1 5 2 1
....
1/ 2
15 / 88 8 / k BT 2
8 2m
3/ 2
5 2 k BT
2
U V 2 5/ 2
1 (5.18)
5 h 8
Tampak bahwa pada T=0, energi total elektron sesuai dengan persamaan (5.10).
Dari energi di atas diperoleh tekanan gas elektron seperti
U 0 5 2
2
U T
p 1 (5.19)
V S , N V 8 TF
105
Kapasitas panas gas elektron adalah sebagai berikut
U 3 2 T
CV Nk B (5.20)
T V 4 TF
i
i
(5.21)
( Ek ) / k BT
k B T ln(1 e )
k
Untuk gas elektron, potensial besar itu harus diintegral karena energinya kontinu.
Dengan EF maka
EF
( E EF ) / kBT
k BT ln(1 e ) g ( E ) dE
0
3/ 2 EF
2m ( E EF ) / kBT
4 V 2 k BT ln(1 e ) E1 / 2 dE
h 0
16 2m
3/ 2
2 3V (2m) 3 / 2
V 2 E F5 / 2 (k B T ) 2 E F1 / 2
h
3
15 3 h
(5.22a)
2 k T
2
U 0 1 2 B
3 E F
atau
2
2
T
U 0 1 2 (5.22a)
3 TF
Selanjutnya entropi dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan S
T V ,
dan hasilnya adalah
106
4 T
S 2U 0 2 (5.23)
3 TF
3/ 2
dN 2m E1 / 2
4 V 2 ( E E F ) / k BT
(5.24)
dE h e 1
Ini merupakan distribusi energi gas elektron menurut statistik Fermi-Dirac. Kurva
dN/dE sebagai fungsi E diperlihatkan dalam Gambar 5.3.
dN
dE T=0
T >0
EF E
1 1 dN
v
N vdN v
N dE
dE
EF
(2 / m)1 / 2 dN 1 / 2 16Vm E
v
N dE
E dE
Nh3 e( E E ) / kT 1dE
F
0
1 2 2
EF
E
e ( E E
k F ) / k BT
1
dE
2
EF
6
(k B T ) 2
0
107
sehingga
2 T
2
v v 0 1 (5.25)
6 TF
di mana
8Vm
v 0
3
E F2 (5.26)
Nh
adalah kecepatan rata-rata partikel fermion pada suhu T=0. Jadi, meskipun suhu
T=0, partikel masih mempunyai kecepatan.
Energi potensial sebuah elektron di dalam logam adalah seperti Gambar 5.4(a). Pada
suhu normal, pita konduksi diisi oleh elektron-elektron hingga batas energi Fermi EF
seperti kurva distribusi dalam Gambar 5.4(b). Energi e disebut fungsi kerja yakni
energi minimum yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron dari logam.
Dalam kasus efek fotolistrik, elektron dilepaskan jika foton h>e. Besaran
disebut fungsi kerja dari logam. Pada suhu tinggi, beberapa elektron menempati
keadaan di atas energi EF seperti terlihat dalam Gambar 5.3(b) di atas. Pada suhu
yang cukup tinggi beberapa elektron memperoleh energi sebesar E=EF+e sehingga
lepas dari logam.
E
e T tinggi
EF
T=0
dn/dE
a) b)
Gambar 5.4 (a) Energi potensial sebuah elektron di dalam logam dan di permukaan,
(b) distribusi elektron.
108
Proses ini disebut emisi termionik, dan merupakan dasar bagi tabung
elektron. Besarnya rapat arus termolistrik dihitung sebagai berikut:
1/ 2
evdN e 2 dN
j E
1/ 2
dE (5.27)
V V m dE
1/ 2
2E
dimana e adalah muatan elektron, kecepatan v . Dengan menggunakan
m
dN/dE dalam persamaan (5.24) maka
E F e
16 me E
j
h3 e ( E E F ) / kT
1
dE
EF
(5.28)
4me
3
(kT ) 2 ee
h
109
5.5 Energi Fermi dalam Semikonduktor
Dalam teori pita, semikonduktor mempunyai pita valensi dan pita konduksi. Setiap
pita merupakan kumpulan dari energi-energi keadaan, dan masing-masing energi
keadaan itu merupakan solusi unik dari persamaan Schrödinger untuk fungsi
potensial yang periodik dari bahan semikonduktor. Setiap energi keadaan hanya bisa
diduduki maksimum oleh satu elektron. Rapat keadaan elektron di pita konduksi,
sebutlah Dc(E), dan rapat keadaan hole di pita valensi , sebutlah Dv(E), adalah
8
Dc ( E ) m n 2m n ( E E c ) ; E E c
h3
(5.29)
8
Dv ( E ) m p 2m p ( E v E ) ; E E v
h3
di mana mn dan mp adalah massa effektif elektron dan hole. Massa effektif elektron
dan hole dalam beberapa bahan semikonduktor diperlihatkan dalam table berikut, di
mana m0 adalah massa diam elektron.
E
Pita
Dc
konduksi
Ec Ec
Pita valensi Dv
Ev Ev
110
Probabilitas suatu keadaan berenergi E bisa diduduki oleh sebuah elektron
dinyatakan oleh fungsi distribusi Fermi-Dirac
1
f (E) (E EF ) / k BT
(5.30)
e 1
Pada pita konduksi di mana energi E cukup tinggi atau (E-EF)>>kBT , probabilitas
penempatan sebuah elektron dapat didekati seperti
Dengan demikian, probabilitas untuk hole di pita valensi itu tentulah 1-f(E), yakni
Sekarang dapat ditentukan jumlah elektron di pita valensi dan jumlah hole di
pita valensi. Jumlah keadaan dalam pita konduksi dan pita valensi untuk selang
energi antara E dan E+dE masing-masing adalah Dc(E)dE dan Dv(E)dE. Dengan
menggunakan persamaan (5.31) dan Dc(E) dalam persamaan (5.29) jumlah elektron
di dalam pita konduksi adalah
n f ( E ) Dc ( E ) dE
Ec
s
8mn 2mn
h 3 E EF e ( E EF ) / k BT dE (5.34)
Ec
s
8mn 2mn
( Ec EF ) / k BT
3
e E EF e ( E Ec ) / k BT d ( E Ec )
h 0
111
s
k BT 3 / 2 x e x dx k BT 3 / 2
0
2
dengan
2 mn k BT
3/ 2
Nc 2 (5.36)
h2
Rumusan untuk hole dapat diturunkan dengan cara yang sama. Dengan
menggunakan persamaan (5.33) dan Dv(E) dalam persamaan (5.29) jumlah hole di
dalam pita valesi adalah
p N v e ( EF Ev ) / kBT (5.37)
dengan
2 m p k BT
3/ 2
N v 2 (5.38)
h2
Ge Si GaAs
112
atom akseptor menggeser energi Fermi dari semikonduktor. Persamaan (5.35) dan
(5.37) bisa dipakai untuk menentukan energi Fermi sebagai fungsi dari banyaknya
elektron (n) yang diberikan oleh donor dan banyaknya hole (p) yang ditimbulkan
oleh akseptor. Hasilnya adalah
Nc
EF Ec k BT ln ; doping donor (5.39)
n
Nv
E F Ev k BT ln ; doping akseptor (5.40)
p
Terlihat bahwa semakin kecil konsentrasi donor semakin jauh energi Fermi di
bawah Ec. Tetapi, semakin kecil konsentrasi akseptor semakin jauh energi Fermi di
atas Ev. Kedua persamaan (5.39) dan (5.40) dilukiskan seperti Gambar 5.6.
Ec Nc Ec
k BT ln
n
EF
Nv
k BT ln
p
(a) (b)
EF
Gambar 5.6Ev Energi Fermi semikonduktor yang
Ev
didop dengan (a) donor dan (b)
akseptor.
Nc
Ec E F k B T ln
n
2,8 1019
1,3805x10 -23 J/K 300K ln
1017
0,146 eV
113
Misalkan semikonduktor yang sama didop dengan atom-atom akseptor
dengan p=1014cm-3 pada suhu yang sama. Untuk silicon Nv=1,041019cm-3. Dengan
persamaan (5.40), maka diperoleh
Nv
E F Ev k B T ln
p
1,04 1019
1,3805x10 -23 J/K 300K ln
1014
0,31 eV
np N c N p e ( Ec EF ) / k BT
(5.41)
E g / k BT
Nc N p e
Eg / 2 k BT
ni N c N p e (5.42)
Terlihat bahwa di dalam semikonduktor selalu ada beberapa elektron dan hole,
apakah semikonduktor di-dop atau tidak. Jika di dalam semikonduktor tidak ada
dopan, semikonduktor dikatakan intrinsik. Di dalam semikonduktor intrinsik, n dan
p yang tak sama dengan nol merupakan akibat dari eksitasi termal. Dalam hal ini,
tentulah n=p adalah cirri dari semikonduktor intrinsik. Jadi, n p ni ; ni disebut
konsentrasi pembawa yang intrinsik dan itu adalah persamaan (5.42). Terlihat bahwa
konsentrasi pembawa yang intrinsik dari suatu bahan semikonduktor bergantung
pada energi gap dan suhu. Di bawah ini diperlihatkan energi gap dari beberapa
bahan semikonduktor.
Untuk silikon pada suhu 300 K, konsentrasi pembawa intrinsik itu adalah
114
1,12eV 1,6 10 -19 J/eV
ni 1019 2,28 1,04 exp 1010 cm 3 .
2 1,3805x10 J/K 300K
-23
Dengan itu maka untuk silikon, np 10 20 cm 6 . Ini adalah konstan pada suhu 300
K. Jika semikonduktor silikon tipe-n mempunyai konsentrasi elektron n=1015 cm-3,
maka konsentrasi hole adalah p=1020/1015=105cm-3. Sebaliknya, jika semikonduktor
silikon tipe-p mempunyai konsentrasi hole p=1017 cm-3, maka konsentrasi hole
adalah p=1020/1017=103cm-3.
E F(i ) EC k B T ln ni k B T ln N c
1 1 N (5.43)
Ec E g k B T ln c
2 2 Nv
Jadi, energi Fermi dari semikonduktor intrinsik dekat sekali dengan pertengahan
gap.
115
Soal-soal
dx 1 e bx
1 ae bx b 1 ae bx konstanta
ln
2. Hitunglah suhu di mana potensial kimia suatu gas elektron menjadi nol.
4. Tunjukkan secara langsung dari fungsi partisi bahwa rata-rata energi gas
fermion bisa dituliskan dengan menggunakan harga rata-rata bilangan okupasi:
U nk E k .
k
di mana EF(0) adalah energi Fermi pada T=0. Tunjukkan bahwa suku koreksi 1%
dari energi Fermi berkaitan dengan suhu
3
T F .
5
6. Tunjukkan bahwa jumlah fermion dengan kecepatan di antara v dan v+dv pada
suhu T adalah
116
8Vm 3 v2
dN dv
h 3 e[(m v / 2) EF ] / kT 1
2
n( Ei ) e( Ei E F ) / kT
8. Buktikan bahwa distribusi pembawa muatan di dalam pita konduksi dan pita
valensi memuncak pada energi-energi dekat dengan pinggir pita.
9.
Distribusi
pembawa
elektron
hole
Ev Ec E
10. Pada semikonduktor tertentu, rapat keadaan di dalam pita konduksi dan pita
valensi adalah konstan, masing-masing adalah A dan B. Misalkan energi Fermi
EF tidak dekat dengan Ev dan Ec.
a) Rumuskanlah konsentrasi p dan n.
b) Jika A=2B, tentukanlah lokasi energi Fermi intrinsik relative terhadap
pertengahan gap pada suhu 300K.
117
11. Untuk semikonduktor tertentu, rapat keadaan dalam pita konduksi dan pita
valensi masing-masing adalah: Dc(E)=A(E-Ec).u(E-Ec) dan Dv(E)=B(Ev-E). u(Ev-
E) di mana u(x)=0 jika x<0 dan u(x)=1 jika x>0. Misalkan doping tidak tinggi.
a) Rumuskan konsentrasi n dan p sebagai fungsi energi Fermi.
b) Jika A=2B, hitunglah energi Fermi intrinsic pada suhu 300K.
xe
x
Gunakan sifat dx 1 .
0
118
SISTEM SPIN DAN
6 KEMAGNETAN
6.1. Paramagnetisme
E . B B cos .
N
U B cos i .
i 1
dengan i adalah sudut antara B dan momen dipol ke-i. Fungsi partisi sistem
adalah
2
2
Z d1 d1 sin 1e B cos1 d 2 d 2 sin 2 e B cos 2 ......
0 0 0 0
(6.1)
2
d N d N sin N e B cos N
0 0
Karena setiap faktor dalam persamaan di atas adalah sama, maka persamaan itu
menjadi
N
2
Z d d sin e B cos Z1N (6.2)
0 0
119
2
B cos
Z1 d d sin e
0 0
(6.3)
e B e B 4
2 sinh B
B B
N
4
Z sinh( B) (6.4)
B
ln Z
U
1
NB coth(B)
B
(6.5)
NB L ( B)
di mana
1
L ( x) coth( x) (6.6)
x
disebut fungsi Langevin. Dari hubungan antara energi U dan magnetisasi M : U=-
MB maka magnetisasi adalah
1 ln Z
M N L ( B) (6.7)
B
F 4
S k BT ln Z B.N Nk BT ln sinh( B)
T B , N T T B
(6.8)
4
Nk B ln sinh( B) 1 B coth(B)
B
Jika suhu cukup tinggi atau B `1 bisa dilakukan pendekatan
120
1 B
coth(B) (6.9)
B 3
B
L ( B) . (6.10)
3
N 2 B 2
U ; B / k BT `1 (6.11)
3k BT
N 2
M B; B / k BT `1 (6.12)
3k BT
N 2
; B / k BT `1 (6.13)
3k B T
Persamaan (6.11), (6.12) dan (6.13) disebut hukum Curie. Dalam persamaan (6.12),
M=0 jika B=0 yang merupakan ciri dari bahan paramagnet.
Fungsi partisi suatu sistem paramagnetik dari N buah spin elektron adalah
Z
e
B B 1
e B B 2 .......e B B N (6.14)
1 , 2 ,......., N
di mana i=+1 menyatakan spin mengarah ke atas dan i=-1 menyatakan spin
mengarah ke maka. Persamaan di atas dapat diubah menjadi
121
Z e B B e B B
N
. (6.15)
2 cosh( B B)
N
ln Z
U N B B tanh( B B) (6.16)
1 ln Z
M N B tanh( B B) (6.17)
B
M
NµB
µBB
-NµB
N B2 B
M ; B B / k BT <<1 (6.18)
k BT
N B2
; B B / k BT <<1 (6.19)
k BT
122
seperti dalam persamaan (6.12) dan (6.13) hanya berbeda faktor 1/3 dengan
persamaan (6.18) dan (6.19) .
1 U
CB
N T B
Karena
U d U 2 U N 2 B 2
k B
T B dT B B k BT cosh B B
2 2
maka diperoleh
B2 B 2
CB (6.20)
k B2T 2 cosh 2 B B / k BT
CB
kB
k BT
B B
Terlihat bahwa harga maksimum CB tercapai pada kBT0.8 µB. Telah dikemukakan
pada awal paragraf ini bahwa sebuah dipol magnet yang searah medan magnet
memiliki energi: E1=-µB. Jadi, suhu rendah dengan energi termal kBT<<µB tidak
123
mampu untuk membalik arah dipol. Hanya dengan energi termal kBT=2µBB dipol itu
bisa membalik arah dan energinya menjadi E2=µB.
Ei g B B i (6.21)
e
spin elektron bebas, dan B adalah magneton Bohr dari elektron. Fungsi
2mc
partisi mirip dengan persamaan (6.14) yakni
N
2J
N
e q ( J 1) e qJ
Z e q i / 2 (6.22a)
i 2 J eq 1
di mana
q g B B (6.22b)
Tetapi
N
sinh[( J 1 / 2)q]
Z (6.23)
sinh(q / 2)
Magnetisasi adalah
1 ln Z
M
B
1 1 1 1
Ng B J coth J q coth q .
2 2 2 2
124
Mengingat fungsi Brillouin
1 1 1 1 1
B J (q) J coth J q coth q (6.24)
J 2 2 2 2
Fungsi Brillouin di atas adalah fungsi ganjil. Oleh sebab itu dalam
penggambarannya cukup ditinjau q 0. Untuk q , B J (q) 1. Ini memberikan
M gN B J . (6.26)
Untuk q 0, fungsi B J (q) harus diekspansi dengan cara sebagai berikut.
e x ex 2 x 2 .....
coth x x
e e x 2 x x 3 / 3 ....
1 x2 / 2 1
coth x (1 x 2 / 2)(1 x 2 / 6)
x(1 x / 6) x
2
.
1 x
x 3
1 1 1 1 2 1
B J (q) ( J 1 / 2) ( J 1 / 2)q q
J ( J 1 / 2)q 3 2 q 6
q 1 1
( J 1 / 2) 2 (6.27)
J 3 12
1
( J 1)q
3
125
1
M Ng B2 J ( J 1) B (6.28)
3
Untuk memperoleh pemahaman yang baik, perlu diperiksa harga B J (q) dalam
dB J 1 ( J 1 / 2) 2
(6.29)
dq 4 J sinh 2 q / 2 J sinh 2 [( J 1 / 2)q]
Ternyata diferensial di atas selalu positif, sehingga fungsi B J (q) adalah fungsi yang
M/µB J=5/2
J=3/2
J=1/2
gµBB
E 1 / 2 B B searah medan B
(6.30)
E 1 / 2 B B berlawanan arah medan B
126
Pada B=1 Tesla, E1/20,5 10-4eV<< EF (3,12 eV untuk logam Na). Meskipun
medan magnet cukup besar, beda energi antara kedua keadaan kuantum spin sangat
kecil. Inilah alasannya mengapa kedua keadaan kuantum spin itu dipandang
berdegenerasi dengan energi yang dekat dengan energi dasarnya.
Sekarang misalkan suhu T>0; sesuai dengan persamaan (5.13) maka jumlah
elektron dengan spin searah B adalah
EF 3 / 2 EF
2m E1 / 2
N ()
(T ) n( E ) g ( E )dE 2 V 2 B B / k BT E / k BT dE
0 h 0 z 1e e 1
(6.31)
V
3
f 3 ze
2
B / k BT
Jumlah elektron dengan spin berlawanan arah B adalah
EF 3 / 2 EF
2m E1 / 2
N ( ) (T ) n( E ) g ( E )dE 2 V h2 B / k T E / k T
z 1e B B e B 1
dE
0 0
(6.32)
V
3
f 3 ze
2
B / k BT
Dengan demikian maka magnetisasi adalah
M B N ( ) N ( )
(6.33)
BV
3
f ze 3
2
B B / k BT
f ze
3
2
B B / k BT
f 3 ze B B / k BT ze B B / k BT
2
dan
f 3 ze B B / k BT ze B B / k BT
2
127
2 BVz
M sinh B B / k BT (6.34)
3
N N ( ) N ( )
V
3
ze B / k BT
ze B / kBT
atau
cosh B / k BT
Vz
N2 (6.35)
3
Hasil ini sama dengan persamaan (6.17). Pada medan magnet yang kecil
suseptibilitas magnet adalah
M N B
2
(6.37)
B k BT
BV 4
M 3
( B B)3 / 2 4 ( B B)3 / 2
3 1/ 2
3
( E
3/ 2
4 2m
BV 2 F B B) 3 / 2 ( EF B B) 3 / 2
3 h
3 B B
( EF B B)3 / 2 EF3 / 2 1
2 EF
128
3/ 2
2m
M p 4 B2V 2 E F1 / 2 B
h
(6.38)
B2 g ( E F ) B
EF
(a) (b)
Untuk setiap spin perubahan arah itu memerlukan energi E=2BB. Prinsip
larangan Pauli memaksa spin up harus naik ke atas energi Fermi EF karena di
bawahnya sudah penuh. Elektron-elektron itulah yang selanjutnya menjadi elektron
penghantar. Sebenarnya pergeseran energi itu sangat kecil dibandingkan dengan EF,
sehingga kerapatan spin-down hampir sama dengan kerapatan spin-up. Karena setiap
elektron yang tergeser memperoleh tambahan energi 2µBB, maka jumlah
magnetisasi dalam persamaan (6.38) bisa dituliskan seperti
M p ns 2 B (6.39)
dengan ns adalah jumlah elektron yang mengalami pergeseran. Inilah yang disebut
magnetisasi Pauli. Jadi, jumlah elektron yang tergeser oleh medan magnet adalah
ns 1
2 g ( EF ) B B (6.40)
129
Akhirnya, suseptibilitas magnet dapat diturunkan seperti
M
p B2 g ( E F ) (6.41)
B
adalah konstan. Material dengan suseptibilitas magnet >0 disebut paramagnet dan
effek medan magnet pada suhu rendah itu disebut paramagnetik Pauli.
Nilai rata-rata momen magnet dari suatu bahan paramagnet pada keadaan setimbang
suhu dengan suatu reservoir bersuhu T adalah
1 1 ln Z 1 Z
M
Z i
M i e Ei
B
Z B
(6.42)
di mana Mi adalah magnetisasi pada keadaan mikro ke-i dengan energi Ei.
Magnetisasi itu berubah terhadap medan magnet B. Jadi, M itu berubah terhadap
M
(6.43)
B
130
M 1
M i e BM i
B B Z i
1 Z
Z
M i
i
2 Ei
e
Z B i
2 M i e Ei (6.44)
M2 M
2
Inilah yang disebut suseptibilitas tanpa medan magnet luar. Dapat pula dituliskan,
M
M
2
2
(6.45)
k BT
1 e
2
Hˆ p A(r ) (6.46)
2m c
di mana A(r ) vektor potensial yang ditimbulkan medan, yakni B A . Misal-
kan medan itu konstan dan pada sumbu-z: B (0,0, B) , dan misalkan pula dengan
medan itu ditimbulkan vektror potensial A ( By ,0,0) . Andaikan partikel berada
dalam kubus bersisi a. Dengan hamiltonian dan vektor potensial di atas, maka solusi
persamaan Schrödinger adalah
(r ) e i ( k x k z ) f ( y )
x z
(6.47)
2 2 1 e 2
f ( y) E f ( y)
'
( k x By ) (6.48)
2m y 2m
2
c
131
Dengan menyatakan
eB
c (6.49)
mc
yang tak lain adalah frekuensi siklotron, maka persamaan (6.48) dapat dituliskan
seperti
2 2 1
m 2
c ( y y 0 ) f ( y ) Ef ( y ) (6.50)
2m y 2
2
di mana
k x c
y0 (6.51)
eB
Jadi, persamaan (6.50) itu adalah persamaan osilator harmonis dengan c adalah
frekuensi sudut gerak osilasi di sekitar y0.
E
1
k z 2 ( 1/ 2)c ; 0,1,2,..... (6.52)
2m
Terlihat, bahwa fermion memiliki tingkat-tingkat energi. Ini yang disebut tingkat-
tingkat Landau. Dengan demikian maka fungsi partisi besar untuk keadaan-v adalah
1
k z ( 1/ 2) c
2
( E ) 2m
1 e 1 e e (6.53)
maka diperoleh
1
k z 2 ( 1/ 2) c
ln g ( ) ln 1 e e
2m
(6.54)
132
di mana g(v) adalah rapat keadaan dari tingkat ke-v. Kerapatan itu ditentukan
sebagai berikut. Misalkan kx dikuantisasi dengan kx=2/a sehingga osilator akan
terlokalisasi di setiap y0 hc /(eBa ) . Dengan begitu maka jumlah osilator yang
bisa masuk dalam kubus adalah a / y0 . Jumlah ini merupakan rapat keadaan
Ba 2
g 2 (6.55)
hc / e
Ba 2 k z 2 ( 1 / 2 ) c
1
ln 2 ln 1 e e 2 m
hc / e
(6.56)
Ba 2
2 h( c ( 1 / 2))
hc / e
Misalkanlah
1
k z 2 x
a
h( x )
2 dk z ln 1 e e 2m
6.57)
1
h( 1 / 2) h( x)dx 24 h' (0) (6.58)
0 0
VBe VBe c dh( )
hc 0
ln h ( x ) dx ......
hc 24 d
c
(6.59)
mV 1 eB
2
h( y )dy dk e .....
2 2 2 24 mc ( k / 2m )
1
2 2
133
1 ln
M
B
Terlihat dalam persamaan (6.59) bahwa yang mengan medan magnet B adalah suku
kedua dan seterusnya. Untuk medan magnet yang kecil, persamaan (6.59) cukup
sampai suku kedua saja. Pada suhu T=0, integran dalam suku itu adalah 1 untuk
k kF dan sama dengan nol untuk lainnya. Mengingat magneton Bohr
B eh / 2mc dan
3/ 2
2m
g ( EF ) 4 V 2 E1F/ 2
h
1
M d B2 g ( E F ) B ( 6.60)
3
1
d B2 g ( E F ) (6.61)
3
Ernst Ising memodelkan N buah spin yang tersusun dalam kisi 1-, 2 -, atau 3-
dimensi dengan masing-masing spin bisa mengarah ke atas atau ke bawah. Dalam
model ini diandaikan ada interaksi antara dua buah spin bertetangga terdekat.
Tinjaulah model Ising dalam kisi satu-dimensi seperti Gambar 6.5. Dengan
menggunakan syarat batas bebas, energi sistem spin dalam kisi 1-dimensi adalah
N 1
U J si si 1 (6.62)
i
134
di mana si 1 . Harga J <0 jika kedua spin sejajar dan J >0 jika kedua spin
berlawanan arah. Dalam persamaan (6.62) interaksi hanya antara dua spin
bertetangga terdekat saja. Selain itu belum disertakan energi interaksi dengan medan
magnet luar.
Tinjaulah sistem dengan dua spin. Ada empat keadaan mikro yang mungkin,
yakni
-J -J J J
Fungsi partisi untuk sistem dua spin itu adalah
Z 2 2e J 2e J 4 cosh J (6.63)
di mana 1 / k BT .
Tinjaulah sistem dengan tiga spin. Ada delapan keadaan mikro yang
mungkin, yakni
Z 3 2e 2 J 2e 2 J 4 2 e J e J e
2 J
e J Z 2
(6.64)
2 cosh J Z 2 22 cosh J
2
135
sehingga untuk N>>,
F ln 2 cosh J
S Nk B ln 2 cosh J Nk B T
T V , N T
N ln( 2 cosh J )
Nk B ln 2 cosh J
T
Nk B ln 2 cosh J
NJ
tanh J
T
atau
S Nk B ln e 2 J 1 2 J
1 e 2 J
(6.67)
Energi sistem spin yang berasal dari interaksi spin-spin adalah
ln Z N 1 Z N
U NJ tanh J (6.68)
Z N
1 U
C k B ( J ) (sechJ )
2 2
(6.69)
N T
Panas jenis sebagai fungsi suhu diperlihatkan oleh Gambar 6.6. Panas jenis
maksimum tercapai pada suhu J/kBT=1,2.
0.5
0.4
C 0.3
kB
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
J/kBT
Gambar 6.6 Panas jenis rantai Ising sebagai fungsi suhu, tanpa medan magnet.
136
Fungsi korelasi spin-spin
Sebuah spin pada suatu tempat dapat dinyatakan berkorelasi dengan sebuah spin di
tempat lain. Korelasi itu diungkapkan dengan fungsi korelasi spin-spin G(r) di mana
r adalah jarak antara kedua spin. Jika spin-spin tidak berkorelasi maka G(r)=0. Pada
suhu tinggi, interaksi spin-spin tidak penting sehingga tanpa medan magnet spin-
spin itu terorientasi secara acak. Jadi, pada kBT>>J maka G(r)0 untuk suatu jarak
r. Untuk T dan B yang tetap, jika spin ke-i mengarah ke atas maka kedua spin
tetangganya memiliki peluang besar mengarah ke bawah. Jika digeser sejauh r dari
spin ke-k, peluang spin ke- k+r mengarah ke atas semakin kecil. Jadi, G(r)0 jika
r∞.
G (r ) sk sk r sk sk r (6.70a)
G(r ) sk sk r m 2 (6.70b)
G(r ) sk sk r (6.70c)
N 1
U J i si si 1 (6.71)
i
dengan Ji adalah energi interaksi antara spin ke-i dan spin ke-i+1. Berdasarkan
defenisi harga rata-rata maka secara umum
1 N 1
sk sk r
ZN
s1 1
......
s N 1
s s
k k r
exp
i 1
J i si si 1
(6.72)
137
N 1
Z N 2 2 cosh J i (6.73)
i 1
1 N 1
s k s k 1 ...... k k 1 J i si si1
s s exp
ZN s1 1 s N 1 i 1
1 1 N 1
......
exp J s s
Z N J k s1 1
i i i 1
s N 1 i 1
sehingga
1 1 Z N ( J 1 ,....., J N 1 )
s k s k 1 tanh J
ZN J k Jk J
1 N 1
sk sk 2 ...... sk s k 1s k 1sk 2 exp J i si si 1
ZN s1 1 s N 1 i 1
1 1 2 N 1
sk sk 2 ...... exp J i si si 1
Z N J k J k 1 s1 1 s N 1 i 1
1 1 2 Z N ( J 1 ,....., J N 1 )
ZN J k J k 1 J k J k 1 J
tanh J
2
Jadi, pada suhu T>0, fungsi korelasi spin-spin untuk model Ising 1-dimensi secara
umum berlaku
G(r ) sk sk r tanh J
r
(6.74)
138
Jika dibandingkan dengan persamaan (6.74), maka untuk model Ising 1-dimensi,
panjang korelasi itu adalah
1
(6.76)
ln(tanh J )
Panjang korelasi sebagai fungsi J/kBT diperlihatkan dalam Gambar 6.7. Terlihat
bahwa pada suhu rendah, tanh J 1 2 exp(2J ) sehingga
ln(tanh J ) 2 exp(2J ) . Jadi, pada suhu rendah berlaku
1 2 J
e ; J 1 (6.77)
2
Persamaan di atas menunjukkan bahwa panjang korelasi menjadi besar pada suhu
rendah. Panjang korelasi memberikan skala panjang untuk peluruhan korelasi antara
spi-spin.
30
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3
J/kBT
Model Ising 1-dimensi yang telah dibicarakan tidak mengandung medan magnet
luar. Persamaan (6.71) hanya memperlihatkan energi interaksi spin-spin tanpa
medan magnet. Sekarang, misalkan sistem spin ditempatkan dalam medan magnet
luar B. Dengan menggunakan syarat batas toroida energi total interaksi adalah
139
N N
U J si si 1 B B si si 1
1
(6.78)
i 1 2 i 1
Gambar 7.8 Susunan spin dalam model Ising 1-dimensi dengan syarat batas toroida.
~
di mana Ts,s’ adalah elemen-elemen matriks transfer T . Elemen-elemen matriks ini
adalah sebagai berikut
[ Jss' 12 B B ( s s ')]
Tss ' e (6.80)
adalah
( J B B )
~ T T e e J
T (6.81)
T T e J ( J B B )
e
T~
2
s1 ,s3 Ts1 ,s2 Ts2 ,s3 (6.82)
s2
T~ N
s1 ,sN 1 ....... Ts1 ,s2 Ts2 ,s3 ......TsN ,sN 1 (6.83)
s2 s3 sN
T N s ,s .......Ts ,s Ts ,s ......Ts ,s
~
1 1 1 2 2 3 N 1
ZN
s1 s1 s2 s3 sN
140
~
Jadi, ZN adalah trace (jumlah elemen diagonal) dari matriks T N :
~
Z N trace T N (6.84)
Karena trace suatu matriks invariant terhadap representasi matriks tersebut, maka
~
matriks T boleh dituliskan seperti
~ 0
T (6.85a)
0
~
di mana adalah harga eigen dari matriks T dalam persamaan (6.76). Dengan
matriks di atas maka
~ N 0
N
T (6.85b)
0 N
dan
~
Z N trace T N N N (6.86)
e ( J B B ) e J
0
e J e ( J B B )
e J cosh B B e 2 J e 2 J sinh 2 B B
1/ 2
(6.87)
N
1 1
F (T , B) k BT ln Z N k BT ln ln 1
N N
141
1
F (T , B) k BT ln
N
k BT ln e J cosh B B e 2 J e 2 J sinh 2 B B
1/ 2
(6.88)
F
Berdasarkan M maka magnetisasi sistem spin dengan model Ising 1-dimensi
B
adalah
sinh B B
M N B
sinh
(6.89)
2
BB e 4 J 1 / 2
1 B B 2 B B
Pada suhu rendah, J >>1 dan B B >>1, sinh B B 2 e e
keadaan saturasi, m B , bisa tercapai hanya dengan medan magnet luar yang
kecil saja.
Gambar 6.9 adalah model Ising 1-dimensi dengan N=7, tanpa medan luar, (a)
keadaan dasar, (b) keadaan dengan sebuah dinding domain dan (c) keadaan dengan
dua buah dinding domain. Sebuah dinding domain adalah batas antara dua kelompok
spin yang arahnya berlawanan. Seperti telah dikemukakan, dua spin searah
berinteraksi dengan energi –J dan yang berlawanan arah berinteraksi dengan energi
J. Dengan syarat batas bebas, maka keadaan dasar (a) berenergi U=-6J. Keadaan (b)
yang mengandung dinding domain memiliki energi U=-4J, dan keadaan (c) dengan
142
dua buah dinding domain memiliki energi U=-2J . Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa pembentukan suatu dinding domain memerlukan energi 2J.
(a) U=-6J
dinding domain
(b) U=-4J
dinding domain
(c) U=-2J
Gambar 6.9 Model Ising 1-dimensi, (a) keadaan dasar, (b) dan (c) keadaan dengan
dinding domain.
Berdasarkan syarat batas bebas seperti pada persamaan (6.67) dan (6.68),
pada T=0 entropi S=0 dan U=-(N-1)J. Andaikan pada T>0 terjadi eksitasi dengan
pembalikan semua spin di sebelah kanan suatu garis dinding domain seperti Gambar
6.9. Energi yang diperlukan untuk menciptakan sebuah dinding domain adalah 2J.
Karena ada (N-1) buah tempat di mana bisa ditempatkan dinding domain maka
entropi meningkat dengan
S k B ln( N 1) . (6.90)
F 2 J k BT ln( N 1) (6.91)
Jelas bahwa untuk T>0 dan N, penciptaan sebuah dinding domain akan
mengurangi energi bebas. Jadi, penciptaan lebih banyak dinding domain sampai
spin-spin menjadi acak secara bebas mengakibatkan magnetisasi menjadi nol.
Kesimpulannya adalah, M=0 untuk T>0 pada N.
143
6.6 Model Ising 2-Dimensi
2J
sinh 1 (6.92)
k B Tc
atau
k BTc 1
2,269 (6.93)
J ln(1 2 )
144
Solusi eksak energy U adalah
sinh 2 2J 1 2
U 2 NJ tanh 2J NJ K1 ( ) 1 (6.94)
sinh 2J cosh 2J
dengan
/2
d
K1 ( ) 1 2 sin 2
(6.95)
0
sinh 2J
2 (6.96)
(cosh 2J ) 2
1.2
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 1 2 3
J
Suku pertama dari energi dalam persamaan (6.94) sama dengan dua kali
energi untuk model Ising 1-dimensi dalam persamaan (6.68). Suku kedua dalam
persamaan itu sama dengan nol pada suhu rendah dan suhu tinggi karena
K1 (0) / 2 . Pada T=Tc atau =1 suku kedua itu juga nol karena
145
(T Tc ) ln T Tc di dekat Tc. Jadi, energy U(T) adalah kontinu di T=Tc dan di semua
suhu lainnya.
U
Kapasitas panas yang diturunkan dengan C (T ) adalah
T
C (T ) Nk B
4
J coth 2J 2 K1 ( ) E1 ( )
(6.97)
(1 tanh 2 2J )( 1 2 (2 tanh 2 2J 1) K1 ( ))
di mana
/2
E1 ( ) d 1 2 sin 2 (6.98)
0
adalah integral eliptik lengkap jenis kedua. Pada suhu dekat Tc, kapasitas panas itu
adalah
2
2 2J T
C Nk B ln 1 konstanta (6.99)
k BTc Tc
Terlihat bahwa kapasitas panas secara logaritma divergen pada pada T=Tc, yakni
T
C ~ ln 1 (6.100)
Tc
T=TC dikaitkan dengan transisi fasa. Untuk itu perlu diketahui apakah pada
suhu itu ada magnetisasi spontan, yakni pada T>0 apakah M0 untuk B=0. Tetapi
solusi Onsager terbatas pada medan magnet B=0. Untuk menentukan magnetisasi
F
spontan harus digunakan rumusan untuk B terbatas, lalu dibuatlah B=0.
B
Sayangnya tidak diketahui solusi eksak dari model Ising 2-dimensi sebagai fungsi
medan magnet B.
Menurut Yang (1952) magnetisasi untuk T<TC dan suseptibilitas untuk B=0,
solusi eksak untuk magnetisasi per spin adalah
146
1 [sinh 2J ]4
m(T ) B
1/ 8
T TC
(6.101)
0 T TC
Magnetisasi per spin sebagai fungsi suhu diperlihatkan dalam Gambar 6.12.
TC T
7 / 4
T
~ 1 (6.102)
TC
Di atas telah dikemukakan bahwa solusi eksak model Ising 2-dimensi terbatas pada
medan magnet luar B=0. Untuk mengatasi hal tersebut berkembanglah teori mean-
field atau teori medan molekuler dari Weiss. Dalam bentuknya yang paling
sederhana, diasumsikan bahwa setiap spin berinteraksi dengan medan magnet efektif
yang sama,
q
Bef J s j B (6.103)
j 1
147
Untuk suatu spin, sebutlah spin ke- i, somasi dijalankan pada q buah spin
tetangganya. Karena orientasi spin-spin tetangga itu bergantung pada orientasi spin
ke-i, maka Bef berfluktuasi dari harga rata-ratanya
q
Bef J s j B qJm B (6.104)
j 1
dari Bef di abaikan sehingga setiap spin dipandang memperoleh medan Bef .
Dengan asumsi dan aproksimasi tersebut, maka fungsi partisi sebuah spin adalah
e
s1Bef
Z1 2 cosh(qJm B) (6.105)
s1 1
Dengan fungsi partisi di atas, maka energy bebas Helmholtz sebuah spin adalah
1
F1 ln Z1 k BT ln[ 2 cosh(qJm B)] (6.106)
F1
m tanh [ (qJm B)] (6.107)
B
Jq
TC (6.108)
kB
Jelas bahwa untuk qJ 1 atau T<TC magnetisasi m0, tetapi dengan qJ 1 atau
T>TC magnetisasi m=0.
148
2
tanh(Jqm)
Jq=2
1.5
1.5 stabil
1 1
0.5 0.5 m
0
2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
m
-0.5
tak-stabil
-1
stabil
-1.5
-2
Gambar 6.17 Harga magnetisasi m pada medan magnet B=0 untuk qJ 0,5; 1; 1,5; 2.
m Jqm
1
Jqm 3 .......... (6.109)
3
m0 (6.110a)
dan
3
m ( Jq 1)1 / 2 (6.110b)
( Jq ) 3/ 2
Solusi pertama, m=0 berkaitan dengan suhu tinggi, di mana sistem spin berada pada
keadaan paramagnet tak teratur (disorder), sedangkan solusi kedua berkaitan dengan
suhu rendah di mana sistem spin berada pada keadaan ferromagnetik teratur (order).
Solusi mana yang benar ditentukan oleh energi bebas Helmholtz paling kecil.
149
Mengingat kBTC Jq dalam persamaan (6.108) maka persamaan (6.110b)
dapat dituliskan seperti
1/ 2
T TC T
m(T ) 31/ 2
(6.111)
TC TC
Jelas terlihat bahwa jika suhu T digeser dari bawah menuju TC , magnetisasi m
menuju nol. Magnetisasi m disebut sebagai parameter order dari sistem spin, karena
m0 menunjukkan keadaan order sedangkan m=0 menunjukkan keadaan disorder
dari sistem spin.
m (1 tanh 2 Jqm)
lim
B 0 B 1 Jq (1 tanh 2 Jqm) (6.112)
Terlihat, untuk suhu yang tinggi, J0, suseptibilitas per spin menuju hukum Curie (lihat
persamaan 6.13)) untuk spin-spin tak berinteraksi. Untuk T sedikit di atas TC berlaku
T
~
T TC (6.113)
3
B 1 B
m m m ......
k BT 3 k BT (6.114)
1/ 3
B
m 3 ; T TC .
k BTC (6.115)
150
E Jqtanh( ( Jqm B))
1 2
2
(6.116)
1
Jqm 2
2
Karena m=0 pada T>TC maka energi dan kapasitas panas sama dengan nol untuk
semua suhu T>TC. Pada suhu TTC kapasitas panas C3kB/2. Ini menunjukkan
adanya lompatan kapasitas panas pada T=TC.
m(r )m(r ' ) m (r )m (r ' )
(6.117)
m 2 m (r ) (r ' ) (r ) (r ' )
Jika disumsikan (r ) m, suku terakhir bisa diabaikan sehingga
m(r )m(r ' ) m (r )m (r ' )
m 2 m (r ) (r ' )
(6.118)
m 2 mm(r ) m(r ' ) 2m'
mm(r ) m(r ' ) m 2
U J m( r ) m( r ' ) B B m( r )
r,r ' r
J m[m(r ) m(r ' )] m 2 B B m(r )
(6.119)
r,r' r
NJm 2 Jm B B m(r )
1
2
r
151
1
NJm2
Z e 2 2 cosh ( Jm B B)N (6.120)
F k BT ln Z
1 (6.121)
NJm 2 N ln cosh ( JM B B)
2
Dalam keadaan setimbang energy bebas itu minimum untuk harga T dan B tertentu.
Dengan demikian maka harga m bisa diperoleh dengan meminimumkan F. Hasilnya
adalah
m B tanh ( Jm B B) (6.122)
1 1
f (m, T ) a bm 2 cm 4 Bm (6.123)
2 4
152
c>0, harga minimum f di m=0. Tetapi jika b<0 dan c>0, harga minimum f di m0.
Untuk B=0,
f
bm cm 3 0 (6.124)
m
b0
m TC T (6.125)
c
14
12
10 b=c=2
4
-b=c=2
2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 m
f a 1 b 2 b (m 2 ) c (m 4 )
s m (6.126)
T T 2 T 2 T 4 T
s 2a b (m 2 ) cT 2 (m 4 )
C T T T (6.127)
T T 2 T T 4 T 2
153
di mana 2 b / T 2 0 , dan telah diasumsikan c tidak bergantung pada T. Karena
2a
m=0 untuk T>TC maka C T untuk TTC dari atas. Untuk TTC dari
T 2
2
(m 2 ) b0 b 2 (m 2 ) b
bawah, diperoleh , b0 dan 2 0 . Jadi, diperoleh
T c T T 2
c
2a
T T TC dari atas
T 2
C (6.128)
T a T b0
2 2
T 2 T TC dari bawah
2c
Terlihat bahwa parameter order m dan panas jenis C memi;liki ke;lakuan yang sama
didekat TC seperti yang telah diperoleh sebelumnya dengan teori mean-field dari
model Ising.
154
Soal-soal
M=nµB tanh(µBB/kBT),
sinh[(j 12) μ B gB / kT ]
Z
sinh(12 μ B gB / kT ) .
(c) Buktikan bahwa untuk j=1/2, fungsi partisi itu berubah menjadi fungsi partisi
untuk elektron.
4. Tinjaulah sistem dengan empat spin dari suatu rantai Ising 1-dimensi.
Tentukanlah keadaan-keadaan mikronya, lalu buktikan bahwa fungsi partisinya
adalah
155
Z 4 2(2 cosh J ) 3
5. Tunjukkan bahwa untuk harga J terbatas, fungsi korelasi spin-spin G(r) akan
meluruh jika r membesar.
6. Tunjukkanlah bahwa energi konfigurasi suatu rantai Ising 1-dimensi dengan satu
domain tidak bergantung pada jumlah spin dalam domain.
156
7 STATISTIK BOSE-EINSTEIN
e ( Ei ) ni i (7.1)
i i
dengan
i e ( Ei ) ni (7.2)
ni
Karena ni=0, 1, 2, ..... untuk boson, maka fungsi partisi besar untuk keadaan
mikro -i adalah
( Ei ) ni
i e
ni
Dengan fungsi partisi besar di atas, potensial kanonik besar pada keadaan mikro ke-i
adalah
157
1
i k BT ln i k BT ln ( E )
(7.4)
1 e i
k BT ln k BT ln i
i
1
k BT ln ( E ) (7.5)
i 1 e i
( E )
k BT ln 1 e i
i
1 i
n ( Ei ) k B T
i
(7.6)
1
( E )
e i 1
Ei pada suhu T. Distribusi itu konvergen hanya jika (Ei-µ)>0 untuk semua keadaan-
i. Andaikan E0=0 maka distribusi itu mempunyai makna jika potensial kimiawi
0. (7.7)
158
n(E)
FD
1
BE
0 (E-)
Gambar 7.1 Bilangan okupasi sebagai fungsi (E-) untuk Bose-Einstein (BE) dan
Fermi-Dirac (FD).
Masalahnya adalah, jumlah foton tidak konstan, karena foton-foton itu bisa
diserap dan diemisikan oleh atom-atom dalam dinding. Oleh sebab itu syarat
dn
i
i 0 tidak terpakai; artinya parametr tidaklah penting, sehingga untuk foton
1
n( E k ) . (7.8)
e hv / k BT
1
Selain itu, karena spektrumnya kontinu, maka benda hitam berukuran jauh
lebih besar dari pada panjang gelombang rata-rata radiasi, maka rumusan itu berubah
menjadi
159
g ( E )dE
dn (7.9)
e hv / kT 1
di mana,
4V (2m 3 )1 / 2 1 / 2
g ( E )dE E dE .
h3
dE
g ( p) g ( E )
dp
1/ 2 (7.10a)
4V (2m 3 )1 / 2 p 2 p 4V 2
3 p
h3 2 m m h
4V hv h 4V 2
2
g ( ) 3 v (7.10b)
h3 c c c
8V v2
dn dv (7.11)
c 3 e hv / kT 1
Distribusi kerapatan energi foton dalam selang frekuensi dv, yakni energi
yang berkaitan dengan dn buah foton persatuan volume adalah
hv
(v)dv dn (7.12)
V
8 hv 3 1 8 h 1
(v ) hv / kT 3 hc / kT (7.13)
c e
3
1 e 1
160
Apa yang telah dilakukan di atas merupakan penurunan persamaan radiasi benda
hitam, yang telah dikemukakan Planck sebelumnya. Dalam Gambar 7.2
diperlihatkan kurva ( ) pada berbagai suhu.
T3
T2
T1
U 8 hv 3 1
(v)dv hv / kBT dv
V 0 c 3
e 1
0 (7.14)
4
3 3 k BT T 4
4
ch
di mana
4 4
kB (7.15)
c3h3
161
3/ 2
2m
g ( E ) 2V 2 E1/ 2
h
1
N ni ( Ei ) ( Ei )
.
i i e 1
N n( E ) g ( E )dE
(7.16)
g (E)
( E )
dE
0 e 1
Jelas bahwa jumlah partikel boson dalam volume V bergantung pada potensial
kimiawi µ dan suhu T: N=N(µ,T). Dalam kebanyakan eksperimen, N itu tetap, dan
analisa dilakukan dengan menggunakan ensembel kanonik besar. Karena N tetap
maka potensial kimiawi harus bergantung pada suhu: µ=µ(T).
3/ 2
2m E1/ 2
N 2V 2
h
e ( E ) 1dE
0
(7.17a)
3/ 2
2m x1 / 2
2V 2
h
z 1e x 1dx
0
Nyatakanlah
V
N q 3 ( z) (7.17b)
3 2
di mana
1 x n1
(n) 0 z 1e x 1
qn ( z ) dx (7.18)
162
Sekarang, jika T0, µ0 atau z1, q 3 ( z ) ditentukan sebagai berikut.
2
1 x n1 1 ze x x n1
(n) 0 z 1e x 1 (n) 0 1 ze x
qn ( z ) dx dx
Nyatakanlah
1
1 ze x
z m e mx
m
sehingga
z
qn ( z) dxe x z m e mx
x n 1
( n) 0 m 0
1 m
z dx e mx x n1
(n) m1 0
1 zm
n
(n) m1 m 0
du e u u n 1
di mana u=mx. Ingat bahwa defenisi fungsi gamma adalah du e u u n1 (n) . Jadi,
0
zm
qn ( z ) n
m1 m
Untuk z=1
adalah fungsi zeta dari Riemann. Untuk n=3/2, q3 / 2 (1) (3 / 2) 2,612 . Dengan
demikian maka persamaan (7.17b) menjadi
2mkBTC
3/ 2
V
N (3 / 2) 3 2,612V N eks.max (7.20)
h2
di mana TC adalah suhu kritis di mana z=1 (maksimum) atau potensial kimiawi µ=0
163
(maksimum). Jumlah partikel N dalam persamaan (7.20) adalah sama dengan jumlah
maksimum partikel tereksitasi, N eks.max . Suhu kritis itu dapat dinyatakan seperti
2/3
h2 N
TC (7.21)
2mk B 2,612V
Sebagai gambaran tentang suhu TC, misalkan volume 1cm3 berisi 1023 atom
hidrogen yang massanya 1,710-27 kg. Dengan persamaan (7.21) diperoleh TC=7K.
Untuk atom yang massanya dua kali lebih besar, suhu kritis itu 3,5K.
Untuk suhu 0TTC potensial kimiawi µ=0. Jika suhu dinaikkan, T>TC,
jumlah partikel tereksitasi tidak bertambah karena µ<0. Pada suhu T<TC jumlah
partikel tereksitasi adalah
3/ 2
T
N eks N ; T TC (7.22)
TC
Partikel-partikel boson yang tidak tereksitasi berada pada keadaan dasar E=0. Sesuai
dengan persamaan (7.5) jumlah partikel itu adalah
1 z
N 0 n(0)
(7.23)
e 1 1 z
dengan z e . Jika T→0, µ=0, z→1 maka n(0)N. Artinya, pada suhu T<TC ,
jumlah partikel pada keadaan dasar adalah
T
3/ 2
N 0 N N eks N 1 ; T TC (7.24)
TC
Persamaan (7.24) menunjukkan bahwa jika suhu diturunkan mulai dari TC, partikel
boson mulai terkondensasi di keadaan dasar, dan jumlah partikel di keadaan dasar
itu terus bertambah jika T0K. Ketika semua atau hampir semua partikel
bertumpuk di keadaan dasar, maka keseluruhan partikel itu berbagi fungsi keadaan
dasar dan oleh sebab itu berkelakuan sebagai suatu partikel tunggal. Inilah yang
disebut kondensasi Bose-Einstein. Peristiwa kondensasi itu merupakan gejala
kuantum makroskopik.
164
Suhu Tinggi
Tinjaulah gas boson pada suhu tinggi, z=eµ<<1. Dari persamaan (7.16) jumlah
partikel
E 1/ 2 e ( E )
3/ 2 3/ 2
2m E 1/ 2 2m
N 2V 2
h
e ( E ) 1dE 2V h 2 1 e ( E ) dE
0 0
x1/ 2 e x
3/ 2
2m z
N 2V 2
h 3/ 2 1 ze x dx
0
3/ 2
2m z 1/ 2 x
N 2V 2
h 3/ 2 x e (1 ze x .........) dx
0
3/ 2
2m z 2 u 2
2V 2 2u e (1 zeu .........) du
2
h 3/ 2
0
dengan x=u2. Tampak bahwa integral di atas adalah integral Gauss, di mana
2 n1
2 n u 2 / a (2n 1)! a
u e du
n! 2
0
Akhirnya diperoleh
z z
N V 1 ......... (7.25)
2 2
3
dengan
1/ 2 1/ 2
h2 h2
2m 2mk B
T
165
Persamaan (7.25) merupakan ekspansi yang dapat dilakukan karena
N3 / V 1; artinya, jarak antar partikel jauh lebih kecil dari pada panjang
gelombang termal. Hal itu terpenuhi pada suhu tinggi atau z=eµ<<1. Ketika T
atau 0 apakah z1? Itu tidak terjadi, karena N konstan. Maka µ harus
bergantung suhu, seperti telah dikemukakan dalam penjelasan bagi persamaan
(7.16). Jadi, pada peningkatan suhu T, µ-∞ lebih cepat daripada 0.
U n( E ) E g ( E )dE
(7.26)
Eg ( E )
dE
0 e ( E ) 1
merupakan energi gas boson sebagai fungsi suhu dan potensial kimiawi. sedangkan
tekanan gas boson
1
pV ln
g ( E ) ln 1 e dE
1 ( E )
0
3/ 2
2m
Mengingat g ( E ) 2V 2 E1/ 2 , maka integral parsil akan menghasilkan
h
2 E g (E) 2
pV
30e ( E )
1
dE U
3
(7.27)
3/ 2
Eg ( E ) 2m E 3/ 2
U dE 2V 2 e ( E ) 1dE
0 e ( E ) 1 h 0
x3/ 2ex
3/ 2
2m z
2V 2
h 5/ 2 1 ze x dx
0
166
atau
3/ 2
2m z
x
3/ 2 x
U 2V 2 e (1 ze x ......) dx (7.28)
h 5/ 2
0
V 3z z
U 1 ........ (7.29)
2 4 2
3
Mengingat z<<1 pada suhu tinggi dan N3 / V 1 , maka dapat dilakukan
pendekatan,
3 N 1 3 N
z 1 ...
V 2 2 V
3 1 3 N
U Nk BT 1 ....... (7.30)
2 4 2 V
Tampak bahwa energi itu sama dengan energi gas ideal klassik pada suhu yang
3
tinggi, yakni U Nk BT . Berdasarkan persamaan (7.27), tekanan adalah
2
1 3 N
pV Nk BT 1 ....... (7.31)
4 2 V
Sudah disadari bahwa nilai potensial kimiawi untuk suhu 0TTC adalah
µ=0. Bagaimana jika suhu T>TC? Dalam persamaan (7.20) N eks,max adalah hasil
integral dalam persamaan (7.24a) di mana µ=0. Selisih antara N eks,max dan N adalah
1 1
N eks,max N E ( E ) g ( E )dE
0 e 1 e 1
167
e E E 1 / 2
3/ 2
2m
N eks ,max N 2V 2 e
e
1 E
1 e ( E ) 1
dE
h 0
Karena µ cukup kecil maka integral itu didominasi oleh E yang kecil, sehingga
fungsi-fungsi eksponensial di atas dapat dilinierisasi. Dengan pendekatan itu maka
3/ 2
2m
N eks,max N 2V 2 1
dE
h 0 E 1/ 2
(E )
x
1 dx 2 1
E 1/ 2 ( E ) dE 2 x2
tan
0 0 0
Jadi,
3/ 2
2m
N eks,max N 2 V 2
2
k BT
h
sehingga diperoleh
2 2
h6 N eks,max N 1
32 4 m 3 V B
k T
2 (7.32)
1 T 3 / 2
2.6211 k BT ;
C
T TC
4
T
Dalam Gambar 7.3(a) diperlihatkan µ sebagai fungsi T dan dalam Gambar 7.3(b) N0
dan Neks sebagai fungsi T.
Jika jumlah partikel N lebih besar dari pada jumlah maksimum partikel
terseksitasi Neks,maks, maka tidak ada tingkat eksitasi lebih yang bisa ditempati
partikel. Hal itu menyebabkan jumlah partikel tersisa (N-Neks,maks) akan menempati
keadaan dasar. Jumlah partikel tersisa yang menempati keadaan dasar merefleksikan
hilangnya potensial kimia, dan penambahan suatu partikel tidak akan menambah
energi sistem. Gas boson di keadaan seperti itu disebut gas Bose yang berdegenerasi.
168
0 1 T/TC
(a)
1 N eks
N
(b)
N0
N
0 1 T/TC
Gamar 7.3 (a) Kurva µ sebagai fungsi T, dan (b) jumlah partikel boson di keadaan
dasar dan keadaan tereksitasi sebagai fungsi T.
Energi total partikel boson untuk suhu tinggi T>TC diperoleh dari persamaan
(7.29). Energi total pada T<TC adalah
3/ 2
2m E1/ 2 V 1
U 2V 2
h
e
0
( E )
1
dE 3 (5 / 2)
3/ 2
T
U 0,77 N eksk BT 077 Nk BT
TC
(7.33)
3/ 2
T
0,77nRT ; T TC
TC
3/ 2
1 U T
CV 1,952 R ; T TC (7.34)
n T V TC
169
Gambar 7.4 memperlihatkan kapasitas kalor molar sebagai fungsi suhu. Terlihat
bahwa sebagai akibat dari sifat potensial kimiawi µ, terjadi transisi kalor jenis molar
CV di T=TC. Pada T yang tinggi sekali CV menuju ke harga gas ideal klassik.
CV
3/2 R
0 1 T/TC
Zat padat adalah sistem dari sejumlah besar atom atau molekul yang posisinya
masing-masing dalam keadaan setimbang karena gaya-gaya kohesi yang kuat hasil
dari interaksi listrik. Gerakan yang ada adalah gerak individu dalam bentuk vibrasi
kecil di sekitar kedudukan setimbangnya. Karena gaya kohesi yang kuat, vibrasi satu
atom berdampak terhadap atom tetangganya. Oleh sebab itu vibrasi berlangsung
secara kolektif. Vibrasi kolektif itu membentuk gelombang berdiri dalam zat padat;
frekuensinya membentuk spektrum diskrit dengan spasi yang sangat kecil sehingga
dapat dipandang kontinu. Karena vibrasi itu berkaitan dengan sifat elastik bahan,
maka gelombangnya menjalar dengan kecepatan bunyi. Gelombang demikian
dinyatakan sebagai partikel yang disebut fonon.
Dua bentuk penjalaran gelombang elastik dalam zat padat adalah
longitudinal dan transversal. Misalkan kecepatannya masing-masing vl dan vt;
misalkan pula g(v)dv sebagai jumlah modus-modus berbagai vibrasi dalam daerah
170
frekuensi antara v dan v+dv. Untuk gelombang transversal berlaku rumusan untuk
fonon,
8V 2
g t (v)dv v dv (7.35a)
v 3t
dan untuk gelombang longitudinal:
4V 2
g t (v)dv v dv (7.35b)
v 3l
Jumlah keseluruhan modus dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv adalah
1 2
g (v)dv 4 V 3 3 v 2 dv (7.36)
vl vt
Jika N adalah jumlah atom dalam zat padat, maka modus vibrasi harus digambarkan
dalam 3N buah posisi koordinat atom. Jadi, jumlah modus vibrasi adalah 3N,
sehingga
1 2 o
vo
3N g (v)dv 4V 3 3 v 2 dv
0 vl vt 0
atau
1 2 v3
3N 4V 3 3 0 (7.37)
vl vt 3
di mana v0 disebut frekuensi cut-off. Selanjutnya persamaan jumlah keseluruhan
modus dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv dapat dituliskan seperti:
9N 2
g (v)dv v dv (7.38)
vo3
g (v)dv 9 N v 2 dv
dn (7.39)
e hv / kT 1 vo3 e hv / kT 1
171
Total energi vibrasi dalam daerah frekuensi itu adalah
9 Nh v 3 dv
dU hv dn (7.40)
vo3 e hv / kT 1
v
9 Nh o v 3 dv
U 3 hv / kT (7.41)
vo 0 e 1
Selanjutnya dapat ditentukan kapasitas kalor zat padat pada volume tetap
adalah:
o
1 U 9N A h 2 4 e h / kT
CV
n T V o3 kT 2 e
0
h / kT
1
d (7.42)
Dengan menyatakan D=hvo/kB sebagai suhu Debey, kNA=R, dan x=hv/kBT maka
3 D / T
T x 4e x
CV 9 R
D
0 e x 1
dx (7.43)
Kurva CV sebagai fungsi T/D diperlihatkan dalam Gambar 7.6. Ternyata kurva di
atas dipenuhi oleh padatan-padatan Ag, Al, C(grafit), Al2O3 dan KCl. Suhu Debey
untuk padatan-padatan ini adalah seperti tabel di bawah ini.
CV/R
172
Jenis padatan D(K) Jenis padatan D(K)
Ag 225 Ge 366
Au 165 Na 159
Cu 339 Pt 229
Dari kurva di atas terlihat bahwa pada suhu D atau di atasnya, kapasitas kalor
semua zat adalah 3R ; hal ini sesuai denga hukum Dulong-Petit yang dikemukakan
pada abad 19. Hal ini juga sesuai dengan prinsip ekipartisi energi, karena
kBT>>hvo=kBD, maka energi vibrasi per derajat kebebasan adalah 2(½kBT)=kBT,
dan untuk 3 derajat kebebasan dari setiap atom adalah 3kBT. Oleh sebab itu, energi
dalam adalah
173
Soal-soal
13. Tunjukkan secara langsung dari fungsi partisi bahwa rata-rata energi gas boson
bias dituliskan dengan menggunakan harga rata-rata bilangan okupasi:
U nk E k .
k
14. Hitunglah tekanan suatu gas boson dibawah suhu kondensasi TC , dan jelaskan
mengapa itu tidak bergantung pada volume.
15. Periksalah kalau fenomena kondensasi Bose-Einstein dalam gas boson terjadi
dua dimensi.
16. Andaikan foton-foton sebagai osilator klasik dengan energi rata-rata kBT.
Tentukanlah distribusi rapat energi; ini adalah rumus radiasi benda hitam dari
Rayleigh-Jeans. Mengapa asumsi ini memberikan distribusi yang sama untuk
frekuensi rendah pada rumus radiasi Planck?
174
8 KONDENSASI BOSE-EINSTEIN
Perlu diulangi apa yang telah dikemukakan dalam Bab7, yakni sifat gas ideal boson
pada suhu rendah. Jika suhu diturunkan ke suhu rendah, potensial kimia meningkat
dari nilai negatif menjadi nol tepat pada suhu kritis. Jika suhu terus diturunkan
potensial kimia itu bertahan nol dan partikel-partikel boson mulai terkondensasi di
keadaan dasar partikel-tunggal. Semakin rendah suhu, semakin banyak partikel
boson yang bertumpuk di keadaan dasar itu. Secara keseluruhan partikel-partikel
boson itu berbagi fungsi keadaan dasar sehingga berkelakuan sebagai suatu partikel
besar. Fenomena itulah yang disebut kondensasi Bose-Einstein.
3/ 2
2m E 1/ 2
N 2V 2
h
e ( E ) 1dE konstan (8.1)
0
12
x 10
2.5
2
T=5K, /kB=-0,001
1.5
E1 / 2 T=5K, /kB=-1
1
e ( E ) 1
T=10K,/kB= -12
0.5
0
0 5 10 15 20 25 30
175
E 1/ 2
Dalam Gambar 8.1 diperlihatkan integran sebagai fungsi E/kB
e ( E ) 1
untuk berbagai harga T dan /kB. Integral dari fungsi merupakan luas dibawah
masing-masing kurva, dan itu sebanding dengan jumlah partikel. Terlihat dalam
gambar, Semakin rendah suhu semakin kecil luas dibawah kurva. Itu berarti,
semakin rendah suhu semakin kecil jumlah partikel. Tetapi dari semula telah
diandaikan jumlah partikel adalah konstan. Jika demikian maka pertanyaannya
adalah: dimana partikel-partikel itu pada suhu rendah ???
0
Pertanyaannya adalah pda kondisi fisis seperti apakah sifat seperti itu bisa
dicapai? Besaran pertama yang perlu ditinjau adalah suhu kritis Tc seperti telah
diperlihatkan pada persamaan (7.21).
2/3
h2 N
TC (8.2)
2mk B 2,612V
Untuk memperoleh perkiraan suhu kritis misalkan jumlah atom 1022 dalam volume 1
cm3. Untuk atom hidrogen, massa atom adalah 1.710-24 gram diperoleh Tc=7 K.
Untuk atom yang lebih berat akan diperoleh suhu kritis yang lebih rendah.
176
Pengetahuan sebelumnya menunjukkan bahwa pada tekanan atmosfer, semua
zat pada suhu rendah seperti itu berfasa padat atau likuid. Titik beku paling rendah
dimiliki oleh: nitrogen pada 63 K, neon pada 25 K, hidrogen 14 K. 4He adalah
pengecualian, yang mencair pada 4,2 K dan tidak bisa membeku walau suhu terus
diturunkan. Itu menunjukkan bahwa gaya-gaya antar-atom sangat lemah.
Kerapatannya hanya 0,14 gram/cm3 dan viskositasnya 40 P; ini berarti bahwa sifat-
sifatnya lebih dekat pada gas kental daripada likuid. Pada suhu kamar, viskositas air
0.01 P, dan nitrogen dan helium mempunyai viskositas 210-4 P. Karena viskositas
sebanding dengan T1/2, viskositas gas-gas itu pada 4 K akan berorder 10-5 P.
0ei (8.3)
berikut
dV N
*
(8.4)
V
.
Dapat dibedakan tiga kasus berikut:
177
1. Di sana hanya ada satu partikel. Dalam banyak waktu boks itu kosong. Tetapi,
ada peluang untuk menemukan partikel di dalam boks seperti *V . Jadi
Jp
1
2m
(i qA) * cc (8.5)
di mana q adalah muatan partikel dan A potensial vektor. Dengan persamaan (8.3)
2
J p 0 ( qA) (8.6)
2m
mJ p s vs (8.7)
178
Persamaan (8.9) penting sekali, karena memperlihatkan hubungan antara kecepatan
kondensat, yakni konsep klassik, dengan fasa fungsi gelombang, suatu konsep
kuantum.
di mana ri adalah koordinat boson ke-i. Hamiltonian sistem boson itu adalah
N
2 2 4 2 as
H V ( r )
i
(ri rj ) (8.11)
i 1 2m ri 2 i j m
di mana V adalah potensial luar. Suku kedua merupakan interaksi antara partikel-
partikel dengan as adalah panjang hamburan boson-boson. Fungsi gelombang
partikel tunggal memenuhi persamaan Schrödinger
2 2 4 2 as 2
V ( r ) (r ) (r ) (r ) (8.12)
2m r
2
m
(r ) dV N
2
(8.13)
Suatu kondensat Bose-Einstein (BEC) adalah gas boson yang atom-atomnya berada
pada suatu keadaan kuantum yaitu persamaan Schrodinger partikel-tunggal. Sebuah
partikel kuantum bebas digambarkan oleh persamaan Schrodinger partikel-tunggal.
Interaksi antara partikel-partikel dalam suatu gas ril harus diperhitungkan dengan
suatu persamaan Schrodinger yang berkaitan dengan banyak-benda. Jika rata-rata
spasi antara partikel-partikel di dalam gas lebih besar daripada panjang hamburan
179
(disebut batas encer), maka orang dapat mengaproksimasikan potensial interaksi
yang sesungguhnya dalam persamaan itu dengan suatu pseudopotensial.
Nonlinieritas dari persamaan Gross-Pitaevskii berawal dari interaksi antara partikel-
partikel, di mana persamaan Schrodinger partikel tunggal menggambarkan satu
partikel di dalam potensial perangkap.
CV
0 2 T T(K)
Gambar 8.3 Kalor jenis molar likuid 4He yang besama-sama dengan uapnya.
Karena bentuk kurva mirip huruf , maka kurva itu disebut kurva lamda dan suhu
transisi disebut T.
Bentuk kurva dalam Gambar 8.5 itu mirip dengan Gambar 7.4 untuk gas
boson ideal. Artinya, telah terjadi kondensasi Bose-Einstein. Pergeseran TC bisa
dijelaskan karena 4He adalah likuid bukan gas. Pada suhu suhu di bawah 2.172 K
180
4
helium dinamakan HeII dan di atas suhu 2.172K dinamakan 4
HeI. 4
HeI
memperlihatkan kelakuan yang aneh, tidak mempunyai kalor jenis. Hal itu diperlihat
oleh penurunan CV pada suhu sedikit di atas 2,172 K. Sifat menonjol dari 4HeII
adalah tidak memiliki viskositas. Bahan likuid tanpa viskositas disebut superfluid.
Karena tidak memiliki viskositas, aliran bahan superfluid tidak mengalami gesekan.
Superfluiditas untuk pertama kalinya ditemukan dalam likuid 4He pada tahun 1938
oleh Pyotr Kapitsa, John Allen dan Don Misener.
v s . d s
m4
. ds (8.15)
. ds 2 n (8.16)
s . ds 2 n m4
v (8.17)
181
v . ds 2 v r
s s (8.19)
1
vs (8.20)
2 r
Gambar 8.4 Bagian bawah: sayatan vertikal dari suatu kolom superfluid helium yang
berotasi sekitar suatu sumbu vertikal. Bagian atas: pandang atas permukaan yang
memperlihatkan pola ters-teras vortex. Dari kiri ke kanan laju rotasi ditingkatkan
untuk menghasilkan kerapatan garis-vortex.
182
8.6 Penjebakan dan pendinginan atom-atom
Kondensat Bose-Einstein memerlukan kondisi yang sangat khusus. Boson-boson
yang telah dimurnikan dari elemen-elemen lain ditempatkan dalam ruang vakum.
Pilihan yang populer adalah boson dari atom-atom helium, natrium, rubidium dan
hidrogen.
Perkembangan laser membuka jalan untuk pengembangan metoda baru
untuk memanipulasi dan pendinginan atom-atom yang diekploitasi untuk
merealisasikan kondensasi Bose-Einstein dalam uap atom-atom alkali. Untuk itu
perhatikan Gambar 8.5.
Suatu berkas natrium keluar dari suatu oven bersuhu 600 K, sesuai dengan
kecepatan 800 m/s. Berkas itu dilewatkan melalui apa yang disebut pelambat
Zeeman, di mana kecepatan atom-atom diturunkan hingga sekitar 30 m/s yang setara
dengan suhu 1 K.
Di dalam pelambat Zeeman, suatu berkas laser menjalar dalam arah
berlawanan dengan berkas atom, sehingga gaya radiasi yang dihasilkan melalui
absorpsi foton memperlambat atom-atom. Karena effek Doppler, frekuensi transisi
atom dalam kerangka laboratorium pada umunya tidak konstan. Tetapi, dengan
menggunakan suatu medan magnet tak-homogen yang dirancang sedemikian maka
effek Doppler dan effek Zeeman saling meniadakan dan frekuensi transisi atom bisa
dibuat fix. Keluar dari pelambat Zeeman atom-atom itu cukup lambat untuk siap
ditangkap oleh penjebak magneto-optiks, di mana atom-atom itu selanjutnya
didinginkan melalui interaksi dengan sinar laser ke suhu 100 µK. Cara lain
pengkompensasian untuk mengubah geseran Doppler adalah dengan meningkatkan
frekuensi laser (disebut chirping).
183
Dalam eksperimen lain, penjebak magneto-optiks diisi dengan mentransfer atom-
atom dari penjebak magneto-optiks kedua di mana atom-atom ditangkap langsung
dari uapnya. Setelah jumlah atom-atom terakumulasi cukup banyak (~1010) di dalam
penjebak magneto-optiks, suatu perangkap magnet dinyalakan dan berkas laser
dipadamkan sehingga atom-atom terkurung oleh perangkap magnet murni. Pada
tingkat ini, kerapatan atom-atom relatif rendah, dan gas masih sangat tak-
berdegenerasi dengan kerapatan ruang-fasa beroder 10-6.
Analogi dari emisi spontan dalam laser optik adalah hamburan spontan atom-
atom yakni tumbukan-tumbukan yang mirip dengan tumbkan antara bola-bola
billiard. Di dalam laser optik, emisi stimulat foton-foton menyebabkan medan
184
radiasi terbentuk di dalam modus tunggal. Di dalam laser atom, adanya kondensat
Bose-Einstein (atom-atom yang menempati suatu “modus tunggal” sistem yakni
keadaan dasar) menyebabkan hamburan terstimulasi oleh atom-atom ke dalam
modus itu. Tepatnya, adanya suatu kondensat dengan N atom meningkatkan
probabilitas suatu atom akan terhambur ke dalam kondensat dengan N+1 atom.
Dalam suatu gas normal, atom-atom terhambur di antara banyak modus dari
sistem. Tetapi ketika suhu kritis untuk kondensasi Bose-Einstein tercapai, mereka
terhambur terutama ke dalam energi keadaan terendah dari sistem, satu dari ribuan
keadaan kuantum yang mungkin. Proses yang mendadak ini merupakan analogi
yang sangat dekat dengan ambang pengoperasian suatu laser, ketika laser mendadak
hidup saat suplai atom-atom radiasi ditingkatkan.
185
3
sekalipun. Kerapatan He adalah 0,07 gram/cm3 sedangkan 4
He adalah 0,14
gram/cm3. Viskositas 3He adalah 25 µP sedangkan 4He adalah 50 µP. Berdasarkan
persamaan (4.9), suhu Fermi 3He adalah 4,5 K.
Maka agar 3He berdegenerasi, suhunya harus jauh di bawah 4.5 K. Pada suhu
di bawah 1mK, dua atom 3He yang berpasangan membentuk molekul diatomik yang
dapat dipandang sebagai sebuah boson, sehingga bersifat superfluid. Elektron-
elektron adalah juga fermion, sehingga sifat superfluid dalam 3He merupakan
analogi dengan elektron. Analogi elektronik dari superfluid 3He dikenal sebagai
superkonduktivitas yang ditemukan oleh Komerlingh-Onnes pada tahun 1911.
Teori superkonduktivitas baru muncul pada tahun 1957 oleh Bardeen,
Cooper dan Schrieffer (BCS). Superkonduktivitas diartikan sebagai superfluiditas
fermion dari elektron. Persis sama dengan 3He, di bawah suhu transisi ada suatu
mekanisme yang menciptakan gaya tarik netto antara pasangan-pasangan elektron
dengan energi sekitar energi Fermi. Muatan listrik suatu elektron menginduksikan
suatu kerapatan muatan di sekitarnya, dan kerapatan muatan itu akan menarik
elektron lain sehingga terbentuk pasangan elektron yang disebut pasangan Cooper.
Elektron-elektron dalam pasangan itu bergerak dengan cara terkorelasi,
bahkan jika jarak antara keduanya cukup besar sekalipun dan diantaranya ada
elektron-elektron lain. Karena gerakan yang terkorelasi itu, maka pada keadaan
dasar elektron-elektron itu sulit untuk bisa tereksitasi sehingga pasangan-pasangan
elektron bergerak tanpa gesekan sebagaimana superfluid boson. Karena muatan satu
pasangan Cooper adalah 2e, maka gerakan pasangan itu merupakan arus listrik, dan
aliran superfluidnya adalah suatu arus listrik tanpa resistivitas (superkonduktor).
186
Apendiks 1
KONSTANTA FUNDAMENTAL
187
Magneton Bohr µB 9,27400899 10-24 JT-1
Magneton inti µN 5,05078317 10-27 JT-1
Nilai-g elektron ge 2,002319
Angstrom Å 10-10 m
188
Apendiks 2
TURUNAN DARI PERSAMAAN KEADAAN
Z Z
dZ dX dY (A2.1)
X Y Y X
X X
dX dY dZ (A2.2)
Y Z Z Y
X Z
Jika persamaan (A2.1) dikali dan persamaan (A2.2) dikali lalu
Y Z Y X
diperkurangkan, hasilnya adalah
Z X Z X X Z
X Y Y dX Y Z Y dZ
Y Z X Z Y X
`Karena dX dan dY bebas satu sama lain, persamaan di atas kompatibel jika
Z X Z
0
X Y Y Z Y X
X X Z
0
Y Z Z Y Y X
atau
X Z Y Z X Y
1 (A2.3)
Z Y X Y Z X Y X Y Z X Z
X Y Z
1 (A2.4)
Y Z Z X X Y
R R
dR dX dY
X Y Y X
189
R R X
(A2.5)
Z Y X Y Z Y
R R R Y
(A2.6)
X Z X Y Y X X Z
Persamaan (A2.5), (A2.6) bersama dengan (A2.3) dan (A2.4) dan hbungan Maxwell
biasa digunakan untuk transformasi dan komputasi turunan-turunan dari persamaan
keadaan.
190
Apendiks 3
BEBERAPA INTEGRAL
1 x
1. x sin bx dx b 2
sin bx cos bx
b
x 1
sin bx dx sin(2bx)
2
2.
2 4b
x2 x 1
x sin bx dx sin(2bx) 2 cos(2bx)
2
3.
4 4b 8b
x3 x 1 x
x sin bx dx 3 sin(2bx) 2 cos(2bx)
2 2
4.
6 4b 8b 4b
1 bx
xe dx e (bx 1)
bx
5.
b2
bx x 2x 2
2
b b 2 b 3
2 bx
6. x e dx e
n!
e
ax
7. x n dx ; a0
0
a n1
1
x e x dx
2
8.
0
2
1
e dx
ax 2
9.
0
2 a
n 2 n1 ax2 n!
x e dx
2 n1 ax
x e dx n1 ; a 0, n 0,1, 2, 3,...
2
10.
0
a0 2a
2n 1 2( n1) ax2 (2n)!
x
2 n ax2
11. e dx x e dx ; a 0, n 0,1 2, 3...
0
2a 0 n! 22 n1 a 2 n1
x 2
12. 0 e x 1 dx
6
191
x2
13. 0 e x 1 dx 2 (3) 2,40
1
14. (n) (k 1) n disebut fungsi zeta Riemann
k 0
x3 4
15. 0 e x 1 15
dx
x
z 1 ax2
16. e dx ( z ); fungsi Gamma
0
192
Apendiks 4
RUMUS STIRLING
ln N! ln 1 ln 2 ln 3 ........ ln N
N
ln x dx x ln x x 1
N
1 (A4.1)
N ln N N 1
Pendekatan yang lebih teliti untuk N! Bisa dperoleh dari ungkapan integral
N! dx x N e x (A4.3)
0
f N N e N e Nt
2
/2
(A4.6)
193
N ! fdx N N e N Ndt e Nt
2
/2
0 1
N N 1e N dt e Nt
2
/2
(A4.7)
N N e N 2N
1/ 2
dan akhirnya,
1
ln N! N ln N N ln( 2N ) . (A4.8)
2
Ini adalah bentuk lebih kuat dari aproksimasi Stirling.
194
Apendiks 5
FUNGSI GAMMA
dan berlaku
Untuk pecahan
(n 2)!!
(n / 2) (A5.4)
2 ( n1) / 2
di mana
dan berlaku
1!! 0!! 1 dan (1 / 2) (3 / 2) . (A5.7)
2
195
Apendiks 6
INTEGRAL FERMI
Integral yang sering terjadi dalam kaitannya dengan gas ideal Fermi mempunyai
bentuk
ex
In x n dx n !(1 21n ) (n) (A6.1)
0 e x
1
2
(3 / 2) 2,612
2
(2) 1,645
6
(5 / 2) 1,341
(3) 1,202
4
(4) 1,082
90
6
(6) 1,014
945
196
Apendiks 7
INTEGRAL BOSE
e ( k 1) x x n dx
0 k 0
(A7.1)
e ( k 1) x x n dx
k 0 0
1
n 1 e
y
y n dy
k 0 (k 1) 0
(n) e x x n 1 dx (A7.3)
0
maka diperoleh
I B (n) n ! (n 1) (A7.5)
197
Apendiks 8
TABEL PERIODIK
198
Daftar Bacaan
1. R. Feynman, R. Leighton, and M. Sands, The Feynman Lectures on Physics, Volume I,
Addison Wesley 1963
2. C. Kittel, Elementary Statistical Physics, John Wiley & Son 1967
3. M. Alonso and E. J. Finn, Fundamental Unversity Physics, Volume III, Quantum and
Statistical Physics, Addison Wesley 1968
4. L. D. Landau and E. M. Lifshitz, Statistical Physics, Pergamon Press, 1971
5. K. Huang, Statistical Mechanics, John Wiley & Son 1987
6. D. J. Amit and Y. Verbin, Statistical Physics, World Scientific 2006
199
INDEKS
200
121, 133, 138, 149, 152, 156, 158, model Ising dalam kisi satu-dimensi,
175 135
fungsi zeta dari Riemann, 164 model Ising dua-dimensi, 145
garis binodal, 85, 86, 87, 88, 89 momen dipol magnet, 22, 120
garis spinodal, 85, 86, 87, 88, 89 momentum Fermi, 101
garis-garis vortex, 183 panjang gelombang de Broglie, 53
gas 3He, 186 panjang gelombang termal, 53, 57, 58,
gas ideal, 2, 6, 19, 20, 50, 51, 52, 53, 71, 105, 166, 167
54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 63, panjang korelasi, 139, 140
66, 67, 68, 80, 84, 86, 101, 102, Paramagnetik Pauli, 127
162, 167, 168, 171, 176, 197, 198 parameter order, 90, 92, 93, 94, 151,
gas van der Waals, 17, 24, 79 153, 155
harga efektif koefisien virial kedua, 84 pelambat Zeeman, 184
hubungan Maxwell, 7, 24 pendinginan atom-atom, 184
Hukum Boyle, 79 penjebak magneto-optiks, 184, 185
, 122, 151 penjumlahan Euler sebagai, 134
hukum Curie
permukaan Fermi, 101, 130
integral eliptik lengkap jenis kedua,
persamaan Clausius-Clapeyron, 19
147
persamaan Gibbs-Duhem, 4, 17
Keadaan makro, 27
persamaan Ginzburg–Landau, 180
keadaan mikro, 27, 28, 29, 30, 31, 32,
persamaan Gross–Pitaevskii, 180
33, 34, 36, 37, 98, 99, 100, 131,
persamaan Richardson-Dushman, 110
136, 158, 159
persamaan Sackur-Tetrode, 55, 57
kondensasi Bose-Einstein, 90, 165,
Potensial besar, 5, 71, 107
171, 175, 176, 177, 181, 184, 185,
potensial kimia, 3, 5, 17, 45, 48, 50,
186
101, 102, 106, 117, 169, 176
kondensat Bose-Einstein, 180, 185,
potensial kimiawi, 2, 16, 17, 19, 20,
186
47, 57, 106, 159, 163, 164, 165,
laser atom, 185, 186
167, 168, 171
magnetisasi, 22, 23, 44, 121, 122, 123,
potensial Lennard-Jones, 70
126, 128, 129, 130, 131, 134, 135,
potensial pasangan, 72
143, 144, 145, 147, 148, 149, 150,
potensial termodinamika, 4
151, 156
prinsip eksklusi Pauli, 98
rapat effektif elektron, 113
201
rapat effektif hole, 113 suhu kritis, 80, 91, 95, 145, 149, 153,
semikonduktor, 111, 113, 114, 115, 164, 165, 176, 177, 182, 186
116, 118, 119 superfluid, 182, 183, 187
semikonduktor intrinsik, 115 superkonduktivitas, 187
silikon tipe-n, 116 suseptibilitas magnet, 122, 123, 129,
Sistem Partikel Berinteraksi, 70 131
statistik Bose-Einstein, 98, 172 Tekanan osmosis, 83
statistik Fermi-Dirac, 98, 108, 118 teori Landau, 94, 153
Suhu Debey, 173 Transisi Fasa Order Kedua, 90
suhu Fermi, 103, 187 Transisi Fasa Order Pertama, 87
suhu karakteristik rotasi, 62 vibrasi pada satu molekul diatomik,
suhu karakteristik vibrasi, 63 63
202