Anda di halaman 1dari 31

KLIPING PKn

PELANGGARAN HAM, HUKUM, PANCASILA DAN


INTEGRASI NASIONAL

DI
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA : MUH. ASRUL


KELAS : XI IPA3

MAN 3 BONE
TAHUN AJARAN 2018/2019
KLIPING PKn
KASUS YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM

DISUSUN OLEH :
NAMA : REZKY
KELAS : XI IPA6

MAN 3 BONE
TAHUN AJARAN 2018/2019
KLIPING PKn
KASUS YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM

DISUSUN OLEH :
NAMA : A. NUR AFIAT
KELAS : XI IPA6

MAN 3 BONE
TAHUN AJARAN 2018/2019
KLIPING PKn
KASUS YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM

DISUSUN OLEH :
NAMA : NINI
KELAS : XI IPA6

MAN 3 BONE
TAHUN AJARAN 2018/2019
KLIPING PKn
KASUS YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM

DISUSUN OLEH :
NAMA : DEBISLANG SARI
KELAS : XI IPA6

MAN 3 BONE

TAHUN AJARAN 2018/2019


KLIPING PKn
KASUS YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM

DISUSUN OLEH :
NAMA : ARMIATI R.
KELAS : XI IPA6

MAN 3 BONE
TAHUN AJARAN 2018/2019
KLIPING PKn
KASUS YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM

DISUSUN OLEH :
NAMA : NUR AMELIA
KELAS : XI IPA6

MAN 3 BONE
TAHUN AJARAN 2018/2019
Perusakan Sebuah Masjid di Desa Buniayu, Banyumas Jawa Tengah

CNN Indonesia | Jumat, 22/03/2019 15:49 WIB


Bagikan :

Ilustrasi garis polisi. (Istockphoto/D-Keine)

Jakarta, CNN Indonesia -- Petugas Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor
(Polres) Banyumas mengamankan Rojikun alias Anal Musyafa (31), pelaku perusakan sebuah
masjid di Desa Buniayu, Banyumas, Jawa Tengah. Polisi menyebut Rojikun terindikasi
gangguan kejiwaan sehingga mengacak-acak isi masjid dan taman bacaan quran.

"Kami akan berkoordinasi dengan RSUD Banyumas memeriksa kondisi kejiwaannya. Meski
sering melantur, tapi kami masih bisa meminta keterangan dari yang bersangkutan," kata
Kapolres Banyumas, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bambang Yudhantara, Jumat (22/3)
dikutip Antara.

Rojikun yang merupakan warga Desa Bumiagung, Kecamatan Rowokele, Kabupaten Kebumen
tersebut diduga mengalami stres karena ditolak belajar mengaji oleh Kiai Abdul Majid, pengurus
masjid setempat.

Terkait dengan ancaman hukuman, dia mengatakan pihaknya akan menjerat pelaku dengan Pasal
406 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 65 KUHP.Barangsiapa dengan
sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau
menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
Pekerjakan Anak di Bawah Umur, KPAI: Pabrik Pembuat Petasan Langgar
UU Ketenagakerjaan

Harits Tryan Akhmad, Jurnalis · Selasa 31 Oktober 2017 06:30 WIB

Ilustrasi KPAI (Foto: Okezone)

JAKARTA - Pabrik pembuat Kembang api PT Panca Buana Cahaya Sukses di Kosambi yang
mengalami kebakaran dan mengakibatkan 49 orang tewas. Terbukti mempekerjakan anak
dibawah umur.

Menyikapi hal tersebut Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty menilai, pabrik tersebut telah
melanggar UU nomor 13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan.

"Tentu saja hal tersebut sangat melanggar UU no 13 tahun 2003 mengenai ketenaga kerjaan.
Tidak sepantasnya disitu anak-anak bekerja di lokasi yang sangat beresiko tinggi," ucap Sitti
kepada Okezone, Selasa (31/10/2017).

Selain itu, Sitti juga melihat bahwa PT Panca ini banyak melanggar melakukan pelanggaran
lainnya, seperti mempekerjakan anak dibawah umur yang lebih dari jam kerja seharusnya dan
upah yang tidak wajar.

Seperti yang diketahui, Kepolisian telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yakni
pemilik PT Panca Buana Cahaya Sukses Indra Liyono, Direktur Operasional Perusahaan Andria
Hartanto, dan tukang las Suparna Ega. Namun, Suparna diketahui ikut menjadi korban dalam
kebakaran dahsyat itu.

Tersangka Indra dijerat dua pasal yang berbeda, yakni Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang
Menyebabkan Kematian dan Pasal 74 junto 183 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan karena mempekerjakan anak di bawah umur.

Sementara itu, kedua tersangka lainnya yakni Suparna dan Andria dikenakan Pasal 359 KUHP
tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 188 KUHP tentang Kelalaian yang
Menyebabkan Kebakaran. Mereka terancam kurungan lima tahun penjara.
9 Warga Ditangkap Karena Membawa Bawa Panah dan Parang
Nathan Making

Selasa, 4 September 2018 - 17:34 WIB


loading...

Polsek Mimika Baru (Miru) menangkap sembilan warga Kwamki Narama karena membawa
panah dan parang saat beraktivitas. Foto iNews TV/Nathan M
A+ A-
TIMIKA - Polsek Mimika Baru (Miru) menangkap sembilan warga Kwamki Narama karena
membawa panah dan parang saat beraktivitas. Hal ini dilakukan untuk mencegah agar tidak
terjadinya konflik antar kelompok warga di Distrik Kwamki Narama, Timika, Papua.

Kapolsek Miru AKP Pilomina Ida Wyamramra mengatakan, pihak kepolisian sebelumnya sudah
melakukan sosialisasi dan meng himbau kepada setiap warga agar jangan membawa senjata
tajam (sajam) saat beraktivitas karena masyarakat di Kwamki Narama masih merasa takut dan
trauma pasca perang antarkelompok warga yang terjadi beberapa bulan lalu di Kwamki yang
menewaskan 20 orang warga.

"Mereka ini naik mobil saja bawa panah dan parang dan inikan sudah melanggar peraturan, ini
masalah kamtibmas," tuturnya.

Kapoksek menjelaskan, sembilan orang warga ini akan diproses secara hukum dan terkena
Undang - undang Darurat UU No12 tahun 1951 dan hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Tangan Kanan Komandan Operasi OPM Diancam Hukuman Mati

Kompas Cyber Media

JAYAPURA, KOMPAS.com - Komandan Operasi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat


Organisasi Papua Merdeka, Lekagak Telenggen dalam keterangan tertulisnya pada Jumat
(3/6/2016) mengakui bahwa Kalenak Telenggen adalah tangan kanannya yang terlibat dalam
sejumlah kasus pembunuhan aparat dan warga sipil di Kabupaten Puncak.

Kalenak Telenggen adalah satu pimpinan OPM yang ditangkap Timsus Polda Papua sebuah
rumah kos di Distrik Hunukiap Wamena pada Selasa (31/5/2016) kemarin. Saat ditangkap,
Kalenak terpaksa dilumpuhkan dengan ditembak di betis bagian kiri karena hendak merampas
senjata milik salah satu aparat.

Kasus yang dimaksud adalah pembunuhan dua anggota polisi di depan Kantor Bupati Puncak
pada 3 Desember 2014, pembunuhan tiga anggota Polsek Sinak pada 27 Desember 2015, dan
terakhir pembunuhan empat karyawan PT Modern di Desa Agenggeng, Puncak, pada 15 Maret
2016.

Lekagak menyatakan, Polda Papua jangan langsung membunuh Kalenak karena terlibat
perjuangan untuk Papua merdeka.Ia pun menyesalkan sikap aparat yang menembak kaki
Kalenak dalam proses penangkapan.

Sementara itu, Kapolda Papua Irjen (Pol) Paulus Waterpauw menyatakan, Kalenak secara jelas
melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. pidana hukuman mati bagi
Kalenak. Ia sangat kejam karena telah menghabisi nyawa banyak orang,
Kasus Korupsi, Mantan Bupati Fuad Amin Divonis 8 Tahun Bui

Eko Ari Wibowo

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, M. Mukhlis,
menjatuhkan vonis kepada terdakwa kasus suap PT Media Karya Sentosa dan tindak pidana
pencucian uang, Fuad Amin Imron, dengan hukuman 8 tahun penjara dan pidana denda sebesar
Rp 1 miliar. Korupsi itu dilakukan Fuad Amin saat menjabat Bupati Bangkalan.

"Jika pidana denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan 6 bulan," kata Mukhlis di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 19 Oktober 2015.

Hakim menyatakan terdakwa Fuad Amin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. "Dan berlanjut sebagaimana dalam
dakwaan kesatu primer dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kedua
dan ketiga," ujar Mukhlis.

Penjatuhan vonis Fuad Amin ini berdasarkan beberapa aturan. Yakni Pasal 12 huruf B Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP, juncto
Pasal 64 ayat 1 KUHP. Juga Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Dan pasal 3
ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1
KUHP dan Undang-Undang 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, serta aturan yang berkenaan dengan
perkara ini.

Jaksa penuntut umum KPK mendakwa Fuad Amin dengan hukuman 15 tahun penjara. KPK
menilai Fuad Amin terbukti bersalah telah menerima suap dan melakukan tindak pidana
pencucian uang.
Sutrisno Divonis 7 Tahun Penjara Terkait Kasus Korupsi di Ditjen
Hortikultura Kementerian Pertanian - Tribunnews.com

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -

Perbuatan Sutrisno bersama-sama dengan Staf Sub Bagian Rumah Tangga Bagian Umum
Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Eko Mardiyanto, dinilai telah
merugikan keuangan negara sejumlah Rp12,9 miliar.

Selain itu, perbuatannya juga memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi.

Keduanya, Sutrisno dan Eko merekayasa kegiatan pengadaan fasilitasi sarana budidaya
mendukung pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), dalam rangka belanja barang
fisik lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat/Pemda. Proyek itu terdapat di Ditjen
Hortikultura tahun anggaran 2013.

Sutrisno terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Direktur Utama PT Karya Muda Jaya,
Sutrisno divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsder 4 bulan kurungan oleh majelis
hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.Selain pidana penjara, Majelis Hakim
juga menghukum Sutrisno membayar uang pengganti Rp 7,3 miliar. Jika tidak dibayar dalam
satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, maka harta Sutrisno bakal disita untuk dilelang.Jika
tidak mencukupi, akan diganti dengan kurungan selama 7 bulan penjara.
Mantan Praja IPDN Penganiaya Cliff Muntu Divonis 3 Tahun
- detikNews

Bandung - Dua mantan praja IPDN, Fendi Ntobuo dan M Amrullah,terdakwa penganiayaan
terhadap Madya Praja IPDN Cliff Muntu <\/a>dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dipotong masa
tahanan.

Persidangan keduanya dimulai pukul 14.00 WIB hingga 17.00 WIB di PN Sumedang, Jalan
Raya Serang-Cimalaka, Kab Sumedang, Jumat (23\/11\/2007). Sidang diketuai oleh Catur
Iriantoro dengan JPU Harianto Pane. Sementara tim kuasa hukum diketuai oleh Teti Samosir.

Sementara Amrullah tampak lebih santai. Matanya tajam melihat ke arah majelis yang sedang
membacakan putusan. Namun saat palu diketuk, baik Fendi maupun Amrullah tampak tenang.

Meski kini agendanya vonis, sidang sepi pengunjung. Hanya terlihat orangtua dari kedua
terdakwa. Belasan anggota polisi tampak berjaga-jaga di luar dan di dalam ruangan sidang.

Dalam putusannya, hakim memutuskan dua terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti
bersalah telah melanggar pasal 170 ayat 1 dan pasal 170 ayat 2 ke 3, yaitu melakukan kekerasan
secara bersama-sama di muka umum hingga menyebabkan kematian, karena itu keduanya
dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Putusan ini lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan JPU
yang menuntut kedua terdakwa 8 tahun penjara.

Sementara untuk dakwaan pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan dan pasal 351 ayat 1 KUHP
tentang penganiayaan, majelis hakim tidak mempertimbangkannya karena pihak JPU
menyatakan para terdakwa terbukti tidak bersalah.
21 Praja IPDN Didakwa Atas Kekerasan
Kompas Cyber Media

SUMEDANG, RABU - Sebanyak 21 praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)


diajukan ke muka pengadilan karena kasus kekerasan terhadap Riskan Kautsar yang saat itu
menjadi praja di dalam lingkungan kasus IPDN yaitu di lorong Barak Sumatera Utara Bawah
petak C pada tanggal 2 Februari 2007.

Pembacaan dakwaan dilakukan di Pengadilan Negeri Sumedang oleh Jaksa Penuntut Umum
Harianto Pane dengan Majelis Hakim yang diketuai Suhasmairita dan anggota Kelik Trimargo
serta Ratriningtias, Rabu (2/4).

21 praja tersebut adalah Erwin Shardin (20), Laode Hairun (19), Aji Sangaji (19), Galih
Ramadan (20), Rachmatullah (20), Rivaldy Yusri Putra (20), Muhamad Muflih Suaib (20),
Sutrisno Adhy Putra (19), Erlan Triska (19), Sofyan Djafar (21), Muhammad Dio Keyko
Wirawan (19), Muammar Kadhafi (21), Mohamad Trie Arie Zaputra (19), Muhamad Afif Azdy
(19), Andi Muhamad Guril (20), Nur Fatwa Siddik (19), Dody Riyan Saputra (20), Muhammad
Sadly Rachim (21), Edi Sukma (20), Ady Suryadi (19), dan Zulkifli Salam (20). Mereka semua
saat itu masih menjadi muda praja dan kontingen dari Sulawesi Selatan.

21 orang praja tersebut didakwa alternatif dengan dakwaan pertama adalah Pasal 170 ayat 1
KUHP yaitu bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap orang dengan ancaman hukuman
maksimal lima tahun enam bulan penjara. Dakwaan alternatifnya adalah Pasal 351 ayat 1 juncto
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama
dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun delapan bulan. Penasehat hukum terdakwa
Khaerudin tidak mengajukan eksepsi tapi dimasukkan ke dalam bahan pledoi karena menyentuh
pokok perkara. (ELD)
Tragedi Bom Bali

Peristiwa bom bali terjadi pada tahun 2002. Sebuah bom diledakkan di kawasan Legian Kuta,
Bali oleh sekelompok jaringan teroris. Akibatnya ratusan korban meninggal dunia dan ratusan
lain luka-luka, baik warga lokal atau pun turis mancanegara. Aksi bom bali menjadi salah satu
aksi terorisme terbesar yang pernah terjadi di Indonesia dan tragedi ini diberitakan di seluruh
dunia.

Dalam kasus bom Bali, Umar Patek diancam dan dipidana pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 ke 1
KUHP.

Dalam dakwaan JPU, Patek dikenakan pasal 15, jo pasal 9 dan pasal 13 huruf (c) dalam UU
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, karena menyembunyikan informasi dan memiliki
amunisi yang digunakan dalam pelatihan di Aceh.

Selain dikenakan dakwaan UU Terorisme dan KUHP, ia juga dikenakan pasal 1 ayat 1 UU
Darurat No. 12 tahun 1951 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP karena membuat bom untuk diledakkan
pada malam Natal di sejumlah Gereja di Jakarta.

Atas berbagai dakwaan itu, Patek terancam hukuman mati.


Kasus Pembunuhan Munir

Munir Said Thalib merupakan aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran
HAM. Munir lahir di Malang pada 8 Desember 1965. ia meninggal pada 7 September 2004 di
dalam pesawat Garuda Indonesia ketika Munir sedang melakukan perjalanan menuju
Amsterdam, Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa
Munir meninggal di dalam pesawat karena serangan jantung, dibunuh, bahkan diracuni. Namun,
sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracun menggunakan Arsenikum di
makanan atau minumannya saat ia merada di dalam pesawat.

Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik temu, bahkan kasus ini telah diajukan ke
Amnesty Internasional dan tengah diproses. kemudian pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari
Priyanto selaku Pilot pesawat yang ditumpangi munir dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena
terbukti bahwa ia merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan
sengaja Pollycarpus menaruh Arsenik di makanan Munir sehingga ia meninggal di pesawat.

Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Pasal 2 ayat 3 menjamin adanya pemulihan bagi korban, di
antaranya melalui mekanisme yudisial, dan mewajibkan negara menyediakan serta menjamin
pelaksanaan dari pemulihan tersebut.
Kasus Augie Fantinus, Sembrono Gunakan
Medsos Berujung Bui

Presenter Augie Fantinus. (Screenshot via instagram (@augiefantinus))

Jakarta, CNN Indonesia -- Augie Fantinus kini harus meringkuk di tahanan Rutan Polda Metro
Jaya. Dia disangkakan melanggar Undang-Undang ITE karena menuding anggota polisi sebagai
calo tiket Asian Para Games lewat akun media sosial.

Augie yang merupakan presenter itu mengunggah video tudingan tersebut di akun Instagram
@augiefantinus pada Kamis (11/10). Dalam unggahannya, mantan manajer Timnas Basket
Indonesia itu menuliskan keterangan bahwa dia hendak menonton Timnas basket kursi roda.
Antrean pembelian tiket pun diakuinya cukup panjang. Namun, Augie mengaku kecewa dengan
dua orang berseragam polisi yang disebutnya sebagai calo, karena bukan melayani dan menjaga
masyarakat. Postingan Augie pun membuat heboh.

Menurut Adi, kasus Augie merupakan salah satu contoh laporan tanpa bukti atau fakta yang
benar sehingga mengakibatkan berujung fitnah kepada polisi yang dituding sebagai calo.
Maka itu, kata Adi, Augie pun dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto pasal 27 ayat 3 UU ITE dan
Pasal 310 ayat 1 juncto Pasal 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik. Kasus Augie, kata
Neta, dapat menjadi pelajaran bagi pengguna media sosial supaya lebih hati-hati dalam
menggunakan jejaring sosial. Hukuman untuk penyebar hoaks dalam UU ITE bisa lima tahun
penjara.
Protes Volume Azan Berujung Bui

Liputan6.com, Jakarta - Meiliana, seorang ibu di Tanjungbalai, Sumatera Utara divonis 1


tahun 6 bulan penjara atas kasus penistaan agama. Semua berawal dari kata-kata, "Kak, tolong
bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid, sakit kupingku, ribut."

Kalimat itu diucapkan Meiliana pada salah satu tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I,
Kelurahan Tanjungbalai Kota I, Tanjungbalai Selatan, Tanjungbalai, Jumat 22 Juli 2016. Ia
menilai, volume suara yang keluar dari speaker Masjid Al Makhsum terlalu keras.

Insiden tersebut akhirnya masuk ke ranah hukum. Meiliana dilaporkan ke pihak kepolisian.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang
menegaskan, perempuan itu telah melakukan penistaan agama.

Meiliana kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 30 Mei 2018 dan jaksa mendakwanya
dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penodaan agama.Meiliana, warga Tanjung Balai,
Sumatera Utara divonis 18 bulan penjara setelah mengeluhkan volume azan. Pada Selasa 21
Agustus 2018, Meiliana berlinang air mata saat mendengar majelis hakim Pengadilan Negeri
Medan menjatuhkan vonis penjara 1 tahun 6 bulan.

Ketua Majelis Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo, menyatakan wanita 44 tahun itu terbukti
bersalah melakukan perbuatan penodaan agama yang diatur dalam Pasal 156A KUHPidana.
Email Curhat Prita Berujung Penjara
Oleh : Tarjum

Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga biasa, tiba-tiba menjadi buah bibir di kalangan para
blogger dan netter di seluruh Indonesia. Foto Prita yang mengendong kedua anaknya menyebar
di website, blog-blog pribadi dan situs jejaring sosial seperti Facebook. Jagad internet Indonesia
geger. Berita tentang penahanan Prita menyebar cepat di internet. Bukan hanya itu, foto-foto dan
berita tentang ibu dua anak ini juga menghiasi halaman-halaman utama surat kabar dan tabloid
terkemuka negeri ini.

Peristiwa ini berawal dari Curhat Prita melalui surat elektronik (email) pada tanggal 15 Agustus
2008 kepada 20 orang temannya. Curhat yang akhirnya menyebar di beberapa millis itu,
dianggap mencemarkan nama baik RS Omni Internasional Tangerang. Prita di jerat dengan Pasal
310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik serta Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman maksimal hukuman enam tahun
penjara dan denda Sebesar Rp 1 miliar.
Kasus Pembantaian Massal Anggota PKI

Usai melakukan pengkhianatan, keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI) pun


dilarang. Pemerintah dan pihak militer pun melakukan operasi pembantaian pada sisa-
sisa anggota PKI. Pembantaian ini merupakan peristiwa pembunuhan dan penyiksaan
terhadap orang yang dituduh sebagai anggota PKI di Indonesia. Diperkirakan sekitar 1
juta lebih anggota PKI meninggal atau menghilang usai operasi militer ini.

Sesuai dengan Undang Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, seluruh
pelanggaran itu adalah kejahatan hak asasi manusia berat.

Pengadilan HAM tersebut, maka penyelesaian kasus HAM berat dilakukan dilingkungan
Peradilan Umum. Ini merupakan wujud dari kepedulian negara terhadap warga
negaranya sendiri. Negara menyadari bahwa perlunya suatu lembaga yang menjamin
akan hak pribadi seseorang. Jaminan inilah yang diharapkan nantinya setiap individu
dapat mengetahui batas haknya dan menghargai hak orang lain. Sehingga tidak terjadi
apa yang dinamakan pelanggaran HAM berat untuk kedepannya.
Konflik Sampit (Suku Dayak dan Madura)

Konflik dan tragedi Sampit ini terjadi pada tahun 2001 setelah sebelumnya terjadi
konflik serupa di tahun 90an. Konflik terjadi akibat perbedaan ras antara penduduk ras
Dayak dengan ras Madura yang merupakan pendatang. Banyak rumor dan isu beredar
mengenai pemicu konflik ini yang kemudian menyebabkan banyak korban jiwa yang
tewas mengenaskan.

Para penggugat melihat, sebenarnya ada sebuah langkah maju yang telah dilakukan
oleh majelis hakim dalam kasus ini. Majelis hakim telah berani melakukan terobosan
hukum atas pasal 100 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM Setiap orang, kelompok,
organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga
kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan
pemajuan hak asasi manusia.
Korupsi Hakim MK Patrialis Akbar

Operasi penindakan KPK di awal tahun 2017 membuat publik terhenyak. Sekali lagi, Hakim
Mahkamah Konstitusi terjerat kasus korupsi, di tengah harapan yang tinggi pada MK sebagai
pengawal konstitusi.

Kali ini Patrialis Akbar yang menjadi pesakitan, setelah sebelumnya hakim konstitusi Akil
Mochtar juga ditangkap KPK 2013 silam. Patrialis diduga menerima menerima suap terkait
permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan.

Pada Juli 2017, perkara yang menjerat Patrialis disidangkan. Ia didakwa menerima hadiah berupa
uang sejumlah USD 20 ribu, uang USD 20 ribu, USD 20 ribu, uang USD 10 ribu, dan Rp 4 juta.

Selain itu, mantan politis PAN itu disebut menerima janji pemberian uang sebesar Rp 2 miliar.
Dalam dakwaan, Jaksa KPK menilai Patrialis menerima suap agar mempengaruhi putusan uji
materi perkara nomor 129/PUU-XII/2015. Pada 4 September 2017, Patrialis divonis bersalah.

Hakim menilainya terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Patrialis divonis 8 tahun penjara
dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia sendiri menerima putusan dan tidak
mengajukan banding.
Pelanggaran UU ITE Buni Yani

Buni Yani sebelum menjalani sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa
(13/12). Sebelumnya pada Senin 5 Desember 2016, Buni Yani dan pengacaranya melayangkan
permohonan praperadilan. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Kasus Buni Yani beririsan dengan kasus penisataan agama yang melibatkan Ahok. Buni Yani
mengunggah cuplikan video pernyataan Ahok di Pulau Pramuka yang kontroversial, pada awal
Oktober 2016. Dalam video itu Ahok menyitir surat Al Maidah ayat 51.

Dalam cuplikan video yang diunggahnya, Buni Yani menyertakan transkrip pidato Ahok.
Postingan di laman media sosial itu dia beri judul 'PENISTAAN TERHADAP AGAMA?'.

Ada bagian pernyataan Ahok yang hilang dalam transkrip yang dibuat Buni Yani. Hal itu
dianggap berdampak pada berubahnya makna kalimat yang disampaikan Ahok terkait surat Al
Maidah ayat 51.

Postingan itu dinilai membuat keresahan. Terlebih, saat itu menjelang Pilkada DKI 2017.
Advokat Muda Ahok-Djarot (Kotak Adja) melaporkan Buni Yani ke Polisi.

Setelah dilaporkan polisi, Buni Yani mengaku kerap mendapat teror. Ia pun sempat melaporkan
balik pelapornya.

Buni Yani mulai diperiksa pada 10 November 2017. Pada 23 November Ditkrimsus Polda Metro
Jaya menetapkannya sebagai tersangka.

Buni Yani dijerat Pasal 28 Ayat (2) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Penyidik menilai statusnya di Facebook dapat menimbulkan kebencian dan
permusuhan.

Pro-kontra muncul dalam kasus Buni Yani. Ada yang mendukung, ada pula yang mencibir. Awal
Desember, Buni Yani mengajukan praperadilan. Namun, hakim menolak gugatannya.
Penembakan Misterius 1982-1985

Kasus penembakan misterius (biasa disebut Petrus) terjadi di antara tahun 1982
sampai 1985. Peristiwa ini adalah peristiwa penculikan, penganiayaan dan
penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat.
Tidak diketahui siapa pelakunya sampai sekarang. Banyak korban penembakan
misterius yang ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan
dibuang di hutan. Diperkirakan ada ratusan korban penembakan misterius ini.

asal 9 Undang-Undang Nomor 26 tentang Pengadilan HAM, yaitu pembunuhan,


perampasan kemerdekaan, penyiksaan, dan penghilangan orang secara paksa telah
terpenuhi.
Kasus Pembunuhan Salim Kacil

Kasus pelanggaran HAM terbaru di Indonesia terjadi tahun 2015 lalu di Lumajang, Jawa
Timur. Bermula pada aktivitas penambangan pasir Pantai Watu Pecak secara ilegal,
seorang aktivis bernama Salim Kancil berusaha untuk menghentikannya. Namun Salim
Kancil kemudian diikat oleh gerombolan orang dan kemudian dipukuli dan dibunuh
dengan kejam. Terdapat 22 pelaku yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan Salim
Kancil ini dan sudah ditangani oleh kepolisian.

Dalam kasus pembunuhan terhadap Salim, Hariyono didakwa oleh jaksa dengan pasal
340 KUHP tentang pembunuhan berencana, pasal 338 tentang pembunuhan, dan pasal
170 tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal.
Konflik Berdarah Poso

Konflik Poso ini terjadi sejak tahun 1998 sampai tahun 2000 di Poso, Sulawesi Tengah.
Diawali oleh pemilihan bupati yang dilandasi oleh sentimen keagamaan. Adanya
perbedaan agama, politik, sosial dan budaya pun melandasi terjadinya konflik dan
kerusahaan. Pembunuhan dan pembantaian pun terjadi di Poso yang mengakibatkan
banyaknya korban jiwa yang meninggal dunia.

Mereka dijerat dengan Pasal 6, 7, & 14 UU No 15 tahun 2003 tentang pemberantasan


tindak pidana terorisme, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 338
KUHP tentang pembunuhan, Pasal 170 tentang pengrusakan, Pasal 55 dan 56 KUHP
tentang ikut serta dalam kejahatan.
Peristiwa Perbudakan Buruh Panci

Peristiwa terjadi di Desa Lebak Wangi, Sepatan Timur, Tangerang. Terjadi peristiwa
perbudakan terhadap puluhan buruh pabrik oleh Juki Hidayat. Ia mempekerjakan
puluhan buruh tanpa dibayar sepeser pun, jika menolak atau ingin melarikan diri maka
pekerja akan disiksa dan dipukul. Rata-rata pekerja berusia muda dan hanya memakai
1 baju saja sehari-harinya tanpa dibekali uang, baju dan ponsel. Peristiwa ini baru
terkuat setelah ada dua pekerja yang kabur dan melaporkan ke polisi.

Passal 88 UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan fakta terdapat
empat buruh yang masih berstatus anak yaitu umur 17 tahun. Pasal 2 UU nomor 21
tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dengan fakta bahwa para buruh
ini telah direkrut dengan penipuan dan setelah direkrut, buruh dipekerjakan dengan
ancaman kekerasan maufun fisik untuk dieksploitasi secara ekonomi
Peristiwa Talang Sari

Peristiwa Talangsari adalah insiden yang terjadi di antara kelompok Warsidi dengan
aparat keamanan di Dusun Talangsari III di Lampung Timur pada tanggal 7 Februari
1989. Terjadi penyerbuan Talangsri dari aparat setempat dan warga pada komunitas
yang dipimpin oleh Warsidi. Puluhan korban tewas meninggal dunia dan ratusan orang
ditangkap dan dipenjarakan akibat peristiwa ini.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait kasus Talangsari telah
melaksanakan kewenangannya berdasarkan UU No 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM, yaitu sebagai ”penyelidik” untuk kasus- kasus dugaan pelanggaran
HAM berat (Pasal 18 Ayat 1). Dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat, penyidik
dan penuntut umum adalah Jaksa Agung. Pasal 10 UU No 26/2000 mempertegas,
dalam proses hukum kasus dugaan pelanggaran HAM berat, yang berlaku adalah
hukum acara pidana, berarti KUHAP..
Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah

Kasus Marsinah terjadi pada 3-4 Mei 1993. Seorang pekerja dan aktivitas wanita PT
Catur Putera Surya Porong, Jatim. Peristiwa ini berawal dari aksi mogok yang dilakukan
oleh Marsinah dan buruh PT CPS. Mereka menuntun kepastian pada perusahaan yang
telah melakukan PHK mereka tanpa alasan. Setelah aksi demo tersebut, Marsinah
malah ditemukan tewas 5 hari kemudian. Ia tewas di kawasan hutan Wilangan, Nganjuk
dalam kondisi mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa
penculikan, penganiayaan dan pembunuhan. Penyelidikan masih belum menemukan
titik terang hingga sekarang.
Didalam kasus ini mmerupakan Ham berat karena terpadat unsur yang memunculkan
pelanggaran Ham berat yakni pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 unsur kejahatan manusia
dan juga mengandung unsur pelanggaran hak asasi manusia. Dasar hukum yang
dilanggar pada sila ke-2 yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Didalamnya
terdapat tindak kejahatan seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan.
Dan penganiayaan terhadap seseorang atau kelompok yang didasari persamaan
paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin yang telah diakui
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional
Sakit Hati Dicaci Maki, Suami Habisi Nyawa
Istri di Cikarang
Abdullah M Surjaya

Senin, 29 April 2019 - 14:35 WIB

loading...

Foto/SINDOnews/Ilustrasi

BEKASI - Setelah buron lebih dari dua pekan, Tugimin (47) pelaku pembunuhan terhadap istrinya Tanti
Susanti (43) di Perumahan Grand Permata City RT 01/07, Desa Karang Setia, Karang Bahagia, Kabupaten
Bekasi, ditangkap petugas Polrestro Bekasi. Tugimin nekat membunuh istrinya lantaran kerap dihina dan
dicaci maki.

Chandra menjelaskan, berdasarkan hasil autopsi kematian korban memang tidak wajar dan petugas
berusaha meminta keterangan saksi-saksi dan mencari keberadaan suami korban. Sayangnya, Tugimin
yang berasal dari Sragen, Jawa Tengah, menghilang tanpa jejak sejak jasad korban ditemukan.

Kasat Reskrim Polretro Bekasi Kota, AKBP Rizal Marito menambahkan, beberapa hari setelah kejadian,
tersangka menyerahkan diri ke Polsek Serpong, Kota Tangerang Selatan. Petugas Polsek Serpong
melakukan koordinasi dengan Polrestro Bekasi, dan selanjutnya petugas menjemput tersangka."Setelah
kita cek, ternyata benar tersangka ini pelaku pembunuhan terhadap korban," katanya.

Akibat perbuatannya tersangka Tugimin akan dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan
Berencana dengan ancaman penjara maksimal seumur hidup.

Anda mungkin juga menyukai