Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gizi Buruk


2.1.1. Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun
(balita). Kasus gizi buruk merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena
terjadi di tengah pesatnya kemajuan zaman (Republika, 2009).
Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya
di bawah rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun.

Depkes (2011) menyatakan bahwa gizi buruk menggambarkan keadaan gizi anak
yang ditandai dengan satu atau lebih tanda berikut yaitu sangat kurus, edema
(minimal pada kedua punggung kaki), BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LLA < 11.5
cm untuk anak usia 6-59 bulan. Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan
dengan adanya busung lapar. Gizi buruk atau kurang energi protein (KEP) terus
menjadi salah satu masalah kesehatan utama di dunia sampai saat ini, terutama pada
anak-anak di bawah lima tahun (Hockenberry & Wilson, 2009).

Kelompok anak usia di bawah lima tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap
kesehatan dan gizi karena sistem kekebalan tubuh yang belum berkembang
sehingga menyebabkan lebih mudah terkena masalah nutrisi. (Nurhalinah, 2006;
Davis & Sherer, 1994 dalam Fitriyani, 2009). Hal ini dapat diperparah jika bayi
lahir prematur dan berat badan lahir rendah sehingga pertumbuhan dan
perkembangan terganggu sebagai akibat dari kekurangan nutrisi. Anak usia di
bawah lima tahun yang sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat
badannya. Bila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut
suatu standar organisasi kesehatan dunia, anak tersebut dapat dikatakan bergizi
baik. Bila sedikit di bawah standar dikatakan bergizi kurang dan bila jauh di
bawah standar dikatakan gizi buruk.

2.1.2. Pengukuran Gizi Buruk


Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:

 Pengukuran Klinis
Metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk
atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan - perubahan yang
terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit,rambut,atau mata. Misalnya pada balita marasmus kulit
akan menjadi keriput sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak
putih atau merah muda (crazy pavement dermatosis).

 Pengukuran Antropometri
Metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain pengukuran tinggi
badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan
dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan
mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri - sendiri, tetapi juga dalam
bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari ketiganya.

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :

1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Tergolong gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan (0
bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori:

1. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.


2. Pendek jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan:

1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.


2. Kurus jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.
2.1.3. Penyebab Gizi Buruk
1. Penyebab langsung, yaitu :
a. Keadaan gizi yang dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan makanan dan penyakit
infeksi yang ditimbulkan seperti penyakit diare, campak dan infeksi saluran nafas
yang kerap menimbulkan berkurangnya nafsu makan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hidayati (2011) yang mengatakan bahwa beberapa faktor lain yang mempengaruhi
nutrisi pada anak adalah penyakit infeksi, sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan
orang tua. Kondisi anak yang sakit menyebabkan nutrisi tidak dapat dimanfaatkan
tubuh secara optimal karena adanya gangguan akibat penyakit infeksi.
b. Malnutrisi yang berawal dari nutrisi ibu yang kurang saat sebelum dan sesudah
hamil, dan penyakit infeksi, maka pada gilirannya nanti akan mengakibatkan
terlahirnya bayi dengan berat badan rendah yang kemudian akan mengakibatkan
gizi buruk pada anak tersebut.
2. Penyebab secara tidak langsung, yaitu :
a. Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga yang rendah.
b. Ketersediaan pelayanan kesehatan yang tidak memadai.
c. Kemiskinan merupakan akibat dari krisis ekonomi dan politik yang
mengakibatkan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang kemudian berakibat pada
minimnya pendapatan seseorang dan ketersediaan panganpun berkurang.
d. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, dan
perilaku orang tua dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak (Depkes, 2008 dalam
Sulistiyawati 2011).
e. Lingkungan yang tidak sehat dan tempat tinggal yang berjejalan menyebabkan infeksi
akan sering terjadi. Dan kemudian penykit infeksi itu akan berpotensi sebagai
penyokong atau pembangkit gizi buruk (Gizi Dalam daur Kehidupan. Arisman,
MB., 2002).
2.1.4. Kriteria Anak Gizi Buruk
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a) BB/TB: < -3 SD dan atau;
b) Terlihat sangat kurus dan atau;
c) Adanya Edema dan atau;
d) LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2. Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari
tanda komplikasi medis berikut:
a) Anoreksia
b) Pneumonia berat
c) Anemia berat
d) Dehidrasi berat
e) Demam sangat tinggi
f) Penurunan kesadaran
2.2. Tatalaksana Anak Gizi Buruk Berat
2.2.1. Fase Stabilisasi
Fase stabilisasi biasanya terjadi selama 1-2 hari. Pada awal fase stabilisasi perlu
pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat
dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½
yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar
dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :
 Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
 Energi : 80-100 kkal/kgBB/hari
 Protein : 1-1.5 gr/kgBB/hari
 Cairan : 130 ml/kgBB/hari (jika ada edema berat 100 ml/kgBB/hari)
 Bila anak mendapat ASI teruskan, dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah
berikan dengan sendok/pipet
 Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.
Keterangan:

 Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula
bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
 Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dalam
sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik (dibutuhkan
ketrampilan petugas)
 Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/kgBB/hari
 Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan pada
hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
 Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pemantauan pada fase stabilisasi:
 Jumlah yang diberikan dan sisanya
 Banyaknya muntah
 Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
 Berat badan (harian)
 Selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema , mula-
mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik
2.2.2. Fase Transisi
Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak
(cathup). Fase transisi merupakan fase peralihan dari fase stabilisasi yang cara
pemberian makanan sebagai berikut:
 Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan
dalam jumlah banyak secara mendadak.
 Ganti formula khusus awal (energi 80-100 kkal/kgBB/hr dan protein 1-1.5
gram/kgBB/hari) dengan formula khusus lanjutan (energi 100-150 kkal/kgBB/hari dan
protein 2-3 gram/kgBB/hari ) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan
keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
 Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali pemberian (200 ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada fase transisi:

 Frekuensi nafas
 Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit
dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.
Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
 Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:

 Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.


 Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari
 Protein 4-6 gram/kgBB/hari
 Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk
tumbuh-kejar.
2.2.3. Fase Rehabilitasi
Bila anak masih medapatkan ASI,teruskan ASI, ditambah dengan makanan formula
karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tubuh-kejar. Diberikan
makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan penambahan makanan untuk anak
dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan
makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari. Fase
rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO 135 sampai
makanan biasa. Adapun persyaratan diet sebagai berikut :
a. Formula khusus sebagai formula 135/modifikasi/modosco III
b. Jumlah zat gizi :
Energi : 150 – 200 Kkal/Kg BB/hari
Protein : 4 – 6 gr/Kg BB/hari
Cairan : 150 – 200 ml/Kg BB/hari
Kenaikan Berat Badan pada Fase Rehabilitasi

Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan. Penimbangan dilakukan
pada waktu dan kondisi yang sama (misalnya pada pagi hari, dengan pakaian minimal,
sebelum makan pagi, dan seterusnya), dengan timbangan yang sudah dikalibrasi.
Penghitungan kenaikan berat badan dihitung setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari.
Contoh perhitungan kenaikan berat badan setelah 3 hari :
a) Berat badan saat ini = 6300 gram
b) Berat badan 3 hari yang lalu = 6000 gram
c) Kenaikan berat badan (dalam gram) = 6300-6000 gram = 300 gram
d) Kenaikan berat badan per hari = 300 gram : 3 hari = 100 gram/hari
e) Bagi hasil dengan berat rata-rata dalam kilogram = 100g/hari : 6,15 kg = 16,3
g/kg/hari
Jika kenaikan berat badan :

a) Kurang (<5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap


b) Sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin
ada infeksi yang tidak terdeteksi
c) Baik (>10 g/kgBB/hari)
Jika kenaikan berat badan kurang, tentukan :

a) Apakah hal ini terjadi pada semua kasus yang ditangani (jika ya, perlu dilakukan kaji
ulang menyeluruh tentang tatalaksana kasus
b) Apakah hal ini terjadi pada kasus tertentu (lakukan penilaian ulang pada anak ini
seperti pada kunjungan baru)
Masalah umum yang harus diperiksa jika kenaikan berat badan kurang :

a) Pemberian makanan yang tidak adekuat


 Apakah makan pada malam hari diberikan
 Apakah asupan kalori dan protein yang ditentukan terpenuhi? Asupan yang
sebenarnya dicatat dengan benar (misalnya berapa yang diberikan dan berapa
sisanya). Jumlah makanan dihitung ulang sesuai dengan kenaikan berat badan
anak. Perlu diperiksa apakah anak muntah atau makanan hanya dikulum lama
tanpa ditelan (ruminating)
b) Teknik pemberian makan : apakah frekuensi makan sering, jumlah tak terbatas
c) Kualitas pelayanan: apakah petugas cukup termotivasi/ramah/sabar dan penuh kasih
saying
d) Semua aspek penyiapan makan: penimbangan, pengukuran jumlah bahan, cara
mencampur, rasa, penyimpanan yang higienis, diaduk dengan baik jika minyak pada
formula tampak terpisah
e) Makanan pendamping ASI yang diberikan cukup padat energy
f) Kecukupan komposisi multivitamin dan tidak kadaluarsa
g) Penyiapan larutan mineral mix dibuat dan diberikan dengan benar
h) Di daerah endemik gondok, periksa apakah kalium yodida ditambahkan pada larutan
mineral mix (5 mg/L), atau semua anak diberi Lugol’s iodine (5-10 tetes/hari)
i) Jika diberi makanan pendamping ASI, periksa apakah sudah mengandung larutan
mineral mix.

Infeksi yang tidak terdeteksi atau tidak tertangani secara adekuat

a) Jika makanan sudah adekuat dan tidak terdapat malabsorpsi tetapi kenaikan berat
badan masih kurang, perlu diduga adanya infeksi tersembunyi. Beberapa infeksi
seringkali terabaikan, misalnya: infeksi saluran kemih, otitis media, tuberkulosis,
giardiasis dan HIV/AIDS. Pada keadaan tersebut:
b) Lakukan pemeriksaan ulang dengan lebih teliti
c) Ulangi pemeriksaan mikroskopis pada urin dan feses
d) Jika mungkin, lakukan foto toraks
2.3. Makanan Formula
2.3.1. Pengertian Makanan Formula
Makanan formula atau bahan makanan campuran merupakan kombinasi dari berbagai
bahan yang memungkinkan penambahan kekurangan suatu zat gizi dalam suatu bahan
dalam bahan lain sehingga menjadi sesuatu bahan yang mengandung zat-zat gizi dalam
jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan.
2.3.2. Syarat Makanan Formula
1) Bernilai Gizi Tinggi
2) Dibuat dari BM setempat
3) Dapat diterima baik citarasanya
2.4. Formula 75 (F-75)
Formula 75 atau F-75 adalah formula yang diberikan pada penderita gizi buruk fase
stabilisasi yang diberikan secara bertahap dengan tujuan memberikan makanan awal agar
anak dalam kondisi stabil. Formula 75 (F-75) ini terdapat 2 variasi yaitu formula 75 (F-75)
tanpa tepung dan formula 75 (F75) dengan tepung, cara membuatnya sama hanya saja
terdapat perbedaan pada pemberian tepung. Formula 75 (F-75) diberikan untuk penderita
gizi buruk dengan diare karena memiliki osmolaritas yang lebih rendah. Bahan yang
diperlukan untuk membuat makanan formula 75 ini adalah gula, susu skim bubuk, minyak
sayur dan larutan elektrolit. Sedangkan untuk formula 75 dengan tepung ada penambahan
tepung beras.
2.4.1. Gula pasir
Gula pasir adalah jenis gula yang paling mudah dijumpai, digunakan sehari-hari untuk
pemanis makanan dan minuman. Gula pasir juga merupakan jenis gula yang digunakan
dalam penelitian ini.Gula pasir berasal dari cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu
akan mengalami kristalisasi dan berubah menjadi butiran gula berwarna putih bersih atau
putih agak kecoklatan (raw sugar). Gula pasir merupakan karbohidrat sederhana yang
dibuat dari cairan tebu. Gula pasir dominan digunakan sehari – hari sebagai pemanis baik
di industri maupun pemakaian rumah tangga. Menurut Darwin (2013), gula adalah suatu
karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk
diubah menjadi energi.

2.4.2. Susu skim bubuk


Susu skim adalah susu yang kadar lemaknya telah dikurangi hingga berada dibawah
batas minimal yang telah ditetapkan. Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal
sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung zat makanan dari
susu kecuali lemak dan vitamin – vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim memiliki
rasa yang asin, berebeda dengan susu segar yang normalnya memiliki rasa yang agak
manis dan tidak asin. Hal ini berasal dari garam-garam mineral flourida dan sitrat. Warna
pada susu skim yaitu putih. Kebanyakan susu bubuk berwarna putih kekuningan, namun
berbeda dengan susu skim yang berwarna putih saja, hal ini dikarenakan tidak adanya
kandungan lemak pada susu tersebut. Aroma atau bau pada susu skim ini adalah beraroma
manis dikarenakan tidak adanya penyimpangan pada susu skim. Untuk ukuran rumah
tangga pada susu skim per sendok makannya ialah rata-rata 9,5 gr. URT pada susu skim
kurang lebih sama dengan URT pada susu bubuk instant.

2.4.3. Minyak sayur


Minyak sayur/minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan.
Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa
digunakan ialah minyak kelapa sawit, jagung, zaitun, kedelai bunga matahari dll
(Wikipedia, 2009). Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua
golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri makanan (edible
oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak kelapa, minyak kelapa
sawit, minyak zaitun, minyak kedelai dan sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan
dalam industri non makanan (non edible oils) misalnya minyak kayu putih, minyak jarak
(Ketaren, 1986).

2.4.4. Larutan elektrolit


Larutan Elektrolit adalah larutan untuk membuat formula WHO. Bahan untuk
membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas :

KCL 224 g
Tripotassium Citrat 81 g
MgCL2.6H2O 76 g
Zn asetat 2H2O 8,2 g
CuSO4.5H2O 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)
Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO-75, Formula
WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan tersebut tidak tersedia, 1000 mg
Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan elektrolit tersebut bisa didapat dari 2 gr
KCL atau sumber buah-buahan antara lain sari buah tomat (400 cc)/jeruk (500cc)/pisang
(250g)/alpukat (175g)/melon (400g).
2.4.5. Tepung beras
Tepung beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh. Tepung
beras banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti bihun dan bakmi, macaroni,
aneka snacks, aneka kue kering (“cookies”), biscuit, “crackers”, makanan bayi, makanan
sapihan untuk Balita, tepung campuran (“composite flour”) dan sebagainya. Tepung beras
juga banyak digunakan dalam pembuatan “pudding micxture” atau “custard”. Makanan
bayi yang terbuat dari tepung beras, sudah dapat diberikan kepada bayi yang berumur 2-3
bulan, sedangkan kepada bayi yang berumur 5 bulan dapat diberikan dalam bentuk nasi
tim.

Standar mutu tepung beras ditentukan menurut Standar Industri Indonesia (SII). Syarat
mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air maksimum 10%, kadar abu maksimum
1%, bebas dari logam berbahaya, serangga, jamur, serta dengan bau dan rasa yang
normal. Di Amerika, dikenal dua jenis tepung beras, yaitu tepung beras ketan dan tepung
beras biasa. Tepung ketan mempunyai mutu lebih tinggi jika digunakan sebagai pengental
susu, puding dan makanan ringan.

2.4.6. Pembatan Formula 75 (F-75)


Proses pembuatan tepung beras dimulai dengan penepungan kering dilanjutkan dengan
penepungan beras basah (beras direndam dalam air semalam, ditiriskan, dan ditepungkan).
Alat penepung yang digunakan adalah secara tradisional (alu, lesung, kincir air) dan mesin
penepung (hammer mill dan disc mill).
Pada F-75 dengan tepung cara membuatnya yaitu campurkan gula dan minyak sayur,
aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, kemudian masukkan susu skim
sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat
sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml.
Larutan ini bisa langsung diminum. Masak selama 4 menit, bagi anak yang disentri atau
diare persisten. Sedangkan pada F-75 dengan tepung cara membuatnya yaitu campurkan
gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, kemudian
masukkan susu skim dan tepung sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk
gel. Tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen sehingga
mencapai 1000 ml dan didihkan sambil diaduk-aduk hingga larut selama 5-7 menit.

2.5. Makanan Formula Ikan


Pemberian makanan formula ikan termasuk tata laksana rehabilitasi yaitu bila anak
masih medapatkan ASI,teruskan ASI, ditambah dengan makanan formula karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tubuh-kejar. Diberikan makanan seperti pada fase
transisi yaitu F-100, dengan penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan
makanan bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-
220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari. Fase rehabilitasi diberikan secara
bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO 135 sampai makanan biasa. Pada
pembuatan formula ikan menggunakan bahan – bahan seperti: tepung beras, daging ikan,
gula, minyak goreng, pisang ambon, garam beryodium, air, jeruk nipis, dan kunyit.
2.5.1. Ikan
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat,
selain harga yang umumnya lebih murah, absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan
dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam, karena daging ikan mempunyai
serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat protein daging sapi atau ayam.
Jenisnya pun sangat beragam dan mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah
mengandung omega 3 dan omega 6, dan kelengkapan komposisi asam amino (Pandit,
2008).
Menurut Budiarso (1998), Ikan merupakan bahan pangan yang sangat baik mutu
gizinya, karena mengandung kurang lebih 18 gram protein untuk setiap 100 gram ikan
segar. Sedangkan ikan yang telah dikeringkan dapat mencapai kadar protein 40 gram
dalam 100 gram ikan kering.
Didukung dengan Astawan (2004), dibandingkan dengan bahan makanan lainnya, ikan
mengandung asam amino essensial yang lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh
manusia, oleh karena itu mutu protein ikan sebanding dengan mutu protein daging.
Ikan pada umumnya dan ikan laut pada khususnya merupakan bahan pangan yang
kaya akan yodium. Zat ini diperlukan oleh tubuh untuk dapat membentuk hormon
tiroksin. Kandungan yodium yang terkandung dalam ikan mencapai 83 mikogram/100
gram ikan. Sementara daging hanya mengandung 5 mikrogram/100 gram. Dengan
demikian konsumsi ikan laut yang tinggi dapat mencegah penyakit gangguan akibat
kurangnya konsumsi yodium (GAKY). Selain mengandung protein, ikan yang kaya akan
mineral seperti kalsium, phospor yang diperlukan untuk pembentukan tulang, serta zat
besi yang diperlukan untuk pembentukan haemoglobin darah. Sementara kandungan
lemak pada ikan sebesar 70% terdiri dari asam lemak tak jenuh (Unsaturated Fatty Acid),
sedangkan pada daging sebagian besar terdiri dari asam lemak jenuh (Saturated Fatty
Acid) (Marsetyo dan Kartasapoetra, 2003).
Ikan adalah bahan pangan yang mengandung protein tinggi, yang sangat dibutuhkan
oleh manusia karena selain mudah dicerna, juga mengandung asam amino dengan pola
yang hampir sama dengan asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia (Suhartini dan
Hidayat, 2005).
2.5.2. Pembuatan Formula Ikan
Proses pembuatan makanan formula ikan yaitu pertama dengan membersihkan ikan
dilumuri jeruk nipis dan kunyit untuk menghilangkan bau amis. Kemudian ikan direbus
dengan air satu gelas belimbing hingga matang lalu diambil bagian putihnya (pisahkan
dari duri atau tulang ikan). Ketiga pisang direbus dan dikukus lalu diambil bagian
putihnya ( bagian tengahnya dibuang). Mencampur tepung beras dan pisang lalu diaduk
sampai membentuk adonan. Setelah menjadi adonan campurkan ikan dan kaldunya ke
dalam adonan lalu tambahkan gula, minyak, dan garam secukupnya. Adonan dimasak
sambal diaduk diatas api kecil hingga masak selama 5 menit.

DAPUS

1. Dea. 2017. 4. Fix Laporan Formula - Gizi Buruk (Kel 5) (2003) Stabilisasi Dan Transisi.
https://www.scribd.com/document/351109048/4-Fix-Laporan-Formula-Gizi-Buruk-Kel-5-
2003-Stabilisasi-Dan-Transisi (diakses pada tanggal 14 Mei 2019).

Anda mungkin juga menyukai

  • Kuisioner Anemia Pada Remaja
    Kuisioner Anemia Pada Remaja
    Dokumen3 halaman
    Kuisioner Anemia Pada Remaja
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Halaman Judul
    Halaman Judul
    Dokumen2 halaman
    Halaman Judul
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • BAB I MSPM
    BAB I MSPM
    Dokumen3 halaman
    BAB I MSPM
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • BAB I MSPM
    BAB I MSPM
    Dokumen3 halaman
    BAB I MSPM
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Ledre
    Ledre
    Dokumen19 halaman
    Ledre
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Kualifikasi Sebagai Ahli Diet Di Eropa
    Kualifikasi Sebagai Ahli Diet Di Eropa
    Dokumen2 halaman
    Kualifikasi Sebagai Ahli Diet Di Eropa
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen3 halaman
    Bab Ii
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • BAB I MSPM
    BAB I MSPM
    Dokumen3 halaman
    BAB I MSPM
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Biostatistik 10 Mei 2019 g42160322 Priscilia Noviyanti Tugas
    Biostatistik 10 Mei 2019 g42160322 Priscilia Noviyanti Tugas
    Dokumen4 halaman
    Biostatistik 10 Mei 2019 g42160322 Priscilia Noviyanti Tugas
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Inhalen Bu Ratih
    Inhalen Bu Ratih
    Dokumen3 halaman
    Inhalen Bu Ratih
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen3 halaman
    Bab Ii
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • BIOSTATISTIK
    BIOSTATISTIK
    Dokumen2 halaman
    BIOSTATISTIK
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab Vi
    Bab Vi
    Dokumen2 halaman
    Bab Vi
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • BAB III (3) Kamis
    BAB III (3) Kamis
    Dokumen2 halaman
    BAB III (3) Kamis
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen1 halaman
    Bab 1
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Tugas Hasil TPI Priscilia Noviyanti G42160322 A
    Tugas Hasil TPI Priscilia Noviyanti G42160322 A
    Dokumen2 halaman
    Tugas Hasil TPI Priscilia Noviyanti G42160322 A
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • SFFQ Laporan1
    SFFQ Laporan1
    Dokumen8 halaman
    SFFQ Laporan1
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • MSPM
    MSPM
    Dokumen2 halaman
    MSPM
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • 9454 17537 1 PB
    9454 17537 1 PB
    Dokumen23 halaman
    9454 17537 1 PB
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Biostatistik Uts g42160322 Priscilia Noviyanti
    Biostatistik Uts g42160322 Priscilia Noviyanti
    Dokumen7 halaman
    Biostatistik Uts g42160322 Priscilia Noviyanti
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Data Angkatan 22
    Data Angkatan 22
    Dokumen3 halaman
    Data Angkatan 22
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat
  • Bab V Dan Dapus Di Bawahnya SFFQ SKP
    Bab V Dan Dapus Di Bawahnya SFFQ SKP
    Dokumen7 halaman
    Bab V Dan Dapus Di Bawahnya SFFQ SKP
    priscilia noviyanti
    Belum ada peringkat