Laporan Pendahuluan Basic Research MERAPI 08 Agustus 2017
Laporan Pendahuluan Basic Research MERAPI 08 Agustus 2017
MERAPI
Proposal ini diajukan untuk kegiatan Basic Research
Oleh:
Feronica Tiara Putri 201520388
Hasna Monita 201520390
M. Ghozy Al-warits 201520396
Sylvia Oktaviany 201520403
Tzatza Alfiana Ansori 201419707
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Pembimbing III
Mengetahui,
Ketua Program Studi Destinasi Pariwisata
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung
Puji dan syukur Alhamdullilah juta panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah menganugrahkan kepada kita Hidayah serta Inayah, sehingga laporan
pendahuluan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan pendahuluan ini
merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penelitian dengan topik Risk
Management di Gunung Merapi.
Tim Peneliti
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Rancangan Penelitian....................................................................................29
B. Partisipan dan Tempat Penelitian .................................................................30
C. Pengumpulan Data........................................................................................32
D. Analisis Data.................................................................................................37
iv
C. Rancangan Anggaran Biaya .........................................................................43
BAB V PENUTUP................................................................................................44
LAMPIRAN.......................................................................................................................
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu industri dengan tingkat pertumbuhan
tercepat saat ini (Anttonen et al, 2004). Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan pariwisata sebanyak 30 kali lipat sejak tahun 1950 sampai 2004
(Weaver, 2004). Dengan semakin meningkatnya kegiatan pariwisata, tidak
menutup kemungkinan akan muncul jenis-jenis pariwisata baru yang
menawarkan pengalaman berbeda, salah satunya adalah wisata gunung
berapi. Seperti yang dikatakan Cahyadi (2014) bahwa dalam beberapa tahun
terakhir, wisata gunung berapi menjadi destinasi popular bagi wisatawan
bahkan mampu menciptakan sebuah tipologi wisata baru bernama Volcano
Tourism.
Definisi volcano tourism menurut Erfurt-Cooper (2010c) yaitu
“volcano tourism involves the exploration and study of active volcanic and
geothermal landforms and processes. Volcano tourism also includes visits
to dormant and extinct volcanic regions”. Aquiono (2015) juga berpendapat
bahwa “Volcano Tourism is a micro-niche component under the wide
umbrella of nature-based tourism”. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa volcano tourism masuk kedalam wisata minat khusus berbasis alam
yang melibatkan eksplorasi ke tempat-tempat aktif maupun pasif gunung
berapi dimana tidak semua wisatawan tertarik dan dapat melakukan
kegiatan tersebut. Kegiatan yang terdapat di destinasi volcano tourism
umumnya berupa outdoor activity seperti yang dikatakan Erfurt-Cooper and
Cooper (2009). “Volcano tourism is particularly popular in combination
with recreational activities such as skiing, hiking, trekking, climbing and
visiting hot springs, as well as many other outdoor activities”.
Dilihat dari sisi kegiatan, wisata gunung berapi dapat dikelompokkan
dalam kegiatan pariwisata pasif dan aktif, walaupun sebenarnya kegiatan
wisata gunung berapi lebih terlihat sebagai kegiatan wisata aktif atau
dikenal sebagai kegiatan wisata petualangan, hal ini dikarenakan sebagian
besar kawah gunung berapi terletak di puncak gunung dan untuk sampai di
1
2
hasil berbeda dari yang diharapkan (the probability of any outcome different
from the one expected). Artinya dapat disimpulkan bahwa risiko adalah
suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh
konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi kepada wisatawan.
Trieschmann (1995) menjelaskan terdapat beberapa macam risiko
yang mungkin terjadi kepada wisatawan, yakni hazard (bahaya) dan
accident (kecelakaan). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa hazard adalah
keadaan yang dapat menimbulkan atau meningkatkan terjadinya kerugian.
Hazard dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3), yakni physical hazard atau
bahaya yang berkenaan dengan aspek-aspek fisik dari risiko yang dapat
mempengaruhi timbulnya atau besarnya suatu kerugian, moral hazard yaitu
bahaya yang diperngaruhi oleh tingkah laku orang-orang yang terkait
dengan suatu risiko dan morale hazard, kecerobohan seseorang yang
menimbulkan risiko (Trieschmann, 1995). Kemudian Trieschmann
menambahkan accident (kecelakaan) terjadi karena tindakan tidak aman
yang disebabkan oleh ketiga bahaya tersebut. Dalam konteks volcano
tourism, risiko paling sering disamakan dengan risiko fisik cedera serius
atau kematian.
Untuk menghindari risiko-risiko yang mengancam wisatawan di
gunung berapi, diperlukan manajemen risiko. Menurut S. Dorfman (2004)
“risk management is the logical development and carrying out of a plan to
deal with potential looses”, Djohanputro (2008) menjelaskan “manajemen
resiko sebagai proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi,
mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan resiko,
memonitor serta mengendalikan penanganan resiko”. Manajemen resiko
menurut Van Der Smissen adalah “a dynamic, ongoing process of
evaluating the potential for risk and determining the best methods to
address those risks” (Aram Attarian, 2012) lebih lanjut lagi dijelaskan
sebagai berikut:
“it also helps adventure programs and guide services provide the
programming they desire; fulfill the moral and ethical responsibility
to keep their clients reasonably free from harm; and protect program
assets, employees, and the program’s professional image”
4
menjadi tujuan tersendiri bagi para pendaki. Selain itu pendaki juga dapat
melihat pemandangan lunar landscape dan 4 gunung berapi yakni Gunung
Merbabu, Sumbing, Sindoro dan Telomoyo dari pasar bubrah
(normadtravellers.com). Taman Nasional Gunung Merapi juga memiliki
potensi fauna yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil survey yang telah
dilakukan pengelola Taman Nasional Gunung Merapi diketahui terdapat 97
jenis burung (2.714 individu, 32 famili) dan 15 jenis mamalia (167 individu,
10 famili). Dari jenis-jenis tersebut, 17 jenis burung dan 4 jenis mamalia
termasuk jenis yang dilindungi menurut PP No 7 Tahun 1999, 6 jenis
memiliki nilai konservasi tinggi (IUCN 2011), 9 jenis diawasi dalam
perdagangan satwa langka (CITES), 23 jenis endemik Indonesia dan 2 jenis
termasuk feral atau bukan sebaran alami Indonesia atau domestik. Selain
keindahan puncak Gunung Merapi yang menyuguhkan pemandangan kota
Yogyakarta dan Gunung Merbabu, sisa erupsi lahar dingin Gunung Merapi
juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan terbukti dengan
dibukanya jalur volcano trekking dan jeep lava tour Merapi. Meski
demikian keindahan dari Gunung Merapi memiliki ancaman tersendiri bagi
wisatawan. Sejak erupsi terakhir tahun 2010 menurut Kepala Badan Geologi
Kementerian ESDM Surono, tekstur batuan disekitar jalur pendakian
Gunung Merapi hingga puncak garuda sudah mengalami perubahan menjadi
lebih mudah longsor.
"Otomatis setelah letusan tahun 2010 terjadi penggelembungan kubah
merapi besar-besaran, dan letusan itu membuat bagian-bagian di
sekitar merapi menjadi labil," (Kepala Badan Geologi Kementerian
ESDM Surono, 2012)
alamiah cenderung terjadi saat pendakian dilakukan pada cuaca yang tidak
kondusif, seperti badai angin.
Berikut beberapa uraian kecelakaan yang terjadi di Gunung Merapi
yang disebabkan oleh kelalaian wisatawan maupun faktor alam, antara lain
adalah:
1. Sabtu, 16 Mei 2015 seorang wisatawan bernama Eri Yunanto terjatuh
ke dalam kawah Merapi dikarenakan terpeleset saat hendak
mengabadikan dirinya di atas puncak dalam foto. (Liputan6)
2. Minggu, 26 Januari 2014 dua pendaki gunung Merapi terluka setelah
tertimpa longsoran material dari puncak ketika beristirahat saat
melakukan perjalanan turun dari Jabal tersebut. (Liputan6)
3. Minggu, 11 Agustus 2013 seorang wisatawan asing asal Rusia
bernama Ehbrehnin Yeven berusia 26 tahun sempat hilang karena
pendakian ilegal. (Liputan6)
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian ini
adalah manajemen risiko di Gunung Merapi, dengan menggunakan konsep
Risk Control Strategis yang dikemukakan oleh Van Der Smissen (1990)
yang meliputi staffing, conduct of activities and management of service,
participants, maintanance, environment (built and natural), warnings,
8
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk megetahui implikasi teori manajemen
risiko khususnya mengenai penanganan dan pencegahan kecelakaan yang
berpotensi membahayakan wisatawan di Gunung Merapi.
D. Pembatasan Masalah
1. Ruang Lingkup Wilayah
a. Ruang lingkup wilayah penelitian adalah Gunung Merapi
khususnya di Kabupaten Boyolali.
b. Objek penelitian adalah pengelola di Gunung Merapi.
2. Ruang Lingkup Substansi
Penelitian ini menggunakan konsep Risk Control Strategis yang
dikemukakan oleh Van Der Smissen (1990) yang meliputi staffing, conduct
of activities and management of service, participants, maintanance,
environment (built and natural), warnings, standard, information and
documentation, public relations, equipment. Serta Haddon Matrix yang
berisikan beberapa tahapan aktivitas yang dilakukan wisatawan beserta
indikator hal-hal yang perlu dilakukan oleh manajemen.
E. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini ada beberapa keterbatasan yang
dialami peneliti, yakni :
1. Keterbatasan waktu dan dana dalam melakukan penelitian di lokus
penelitian
2. Keterbatasan peneliti dalam pengetahuan mengenai manajemen risiko
di gunung berapi
3. Keterbatasan mengenai studi/penelitian manajemen risiko dalam
bidang pariwisata di Gunung Merapi
9
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak baik mengenai manajemen risiko di Gunung Merapi,
sehingga kedapannya penerapan model manajemen risiko yang dikelola
orang pengelola dapat meminimalisir kemungkinan kecelakaan dari
kegiatan aktivitas pariwisata di Gunung Merapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Volcano Tourism
Kegiatan wisata gunung berapi berlangsung di lingkungan vulkanik
dan panas bumi. Kategorisasi gunung berapi yang paling umum didasarkan
pada keaktifan gunung berapi tersebut, yaitu aktif, tidak aktif, dan punah
(Weil dalam Aquino, 2015). Active volcanoes are those with ongoing
seismic activities or eruptions. Dormant volcanoes are those without any
ongoing activity but are believed to erupt in the future, while extinct
volcanoes are described as never erupting again (Rothery dalam
Aquino,2015). Namun, dapat dikatakan bahwa kategori tersebut diatas
berbeda-beda di setiap negaranya.
Erfurt-Cooper (2010) mengungkapkan definisi Volcano Tourism
yang sesuai dengan tipologi diatas, Volcano tourism involves the
exploration and study of active volcanic and geothermal landforms and
processes. Volcano tourism also includes visits to dormant and extinct
volcanic regions where remnants of activity attract visitors with an interest
in geological heritage. (hal. 3).Dari definisi tersebut dapat dilihat kegiatan
dan atraksi wisata yang dibedakan kedalam dua bentuk: yaitu gunung
berapi aktif dan lingkungan vulkanik yang sudah punah. Pada satu sisi,
kegiatan yang terjadi dalam situs vulkanik aktif berfokus pada fenomena
geologi yang dihasilkan oleh gunung berapi aktif. Salah satunya adalah
letusan gunung berapi yang Meletus secara terus menerus. Hal ini
merangsang “feelings of awe, excitement, and to a greater or lesser extent,
concern and fear for those nearby” (Lockwood & Hazlet dalam Aquino,
2015). Di sisi lain, atraksi utama dari situs vulkanik yang sudah punah
adalah pemandangan yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi
sebelumnya.
Volcano Tourism merupakan salah satu jenis dari pariwisata yang
berada di bawah payung Geoutourism hal ini dinyatakan oleh Dowling dan
10
11
Gunung Merapi memiliki dua dari sepuluh daya tarik di atas, yaitu
Crater lakes dan hot springs. Hal ini merupakan kelebihan dan potensi
tersendiri yang menarik minat wisatawan untuk datang.
3. Risk
Setiap industri memiliki peluang risiko, dan tidak terkecuali industri
pariwisata. Vijay P. Singh, dkk. mengungkapkan dalam buku Risk and
Realibility Analysis tahun 2007, risks are possibilities that human
activities or natural events lead to consequences that affect what humans
value. In general terms, risk can be defined as the potential loss resulting
from the convolution of hazard and vulnerability. Selain itu Dorf & Byers
dalam Heri (2014) menyatakan risk as the chance or possibility of loss,
and opine that this loss could be physical, reputational or financial.
Tourists and potential tourists are faced with many forms of risk.
Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan Risiko adalah
perubahan atau penyimpangan dari hasil yang sudah diperkirakan atau
diharapkan, menjadi sesuatu yang tidak pasti, dan bahkan dapat membuat
perkiraan tersebut hilang atau mengalami kerugian.
15
4. Risk Management
Manajemen risiko bukan hanya untuk perusahaan ataupun organisasi
publik, tapi jugauntuk berbagai aktivitas baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Manfaat dan kesempatan harus dilihat tidak hanya dalam
konteks aktivitas itu sendiri namun juga berkaitan dengan seluruh
stakeholders yang dapat terpengaruh (The Institute of Risk Management,
2002). Proses manajemen risiko dalam adventure tourism, berfokus pada
pencegahan cedera, penyakit, korban jiwa serta memberi pengalaman yang
menyenangkan bagi wisatawan.
Menurut Van der Smissen, Risk management is a dynamic, ongoing
process of evaluating the potential for risk and determining the best
methods to address those risks (van der Smissen, 1990). It also helps
adventure programs and guide services provide the programming they
desire; fulfill the moral and ethical responsibility to keep their clients
reasonably free from harm; and protect program assets, employees, and
the program’s professional image (van der Smissen, 1990). Sasaran dari
pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangirisiko yang
berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang tertentu.
17
2) Risk Evaluation
Risk Evaluation adalah komponen manajemen risiko dimana
keputusan dibuat mengenai pentingnya dan penerimaan risiko.
Alat evaluasi risiko yang berguna adalah Potential frequency dan
severity of loss model (Cuskelly & Auld dalam buku Risk
Management in Outdoor and Adventure Programs, 2012). Model
ini membantu mengkonseptualisasikan tindakan yang tepat yang
harus diambil untuk mengurangi risiko tergantung pada
kemungkinan terjadinya insiden dan potensi keseriusan suatu
insiden. Frequency, mengacu pada seberapa sering sebuah
kejadian diperkirakan terjadi. Severity, menunjukkan keadaan
atau tingkat cedera akibat kejadian tertentu. Dengan informasi
yang didapat dari proses evaluasi risiko pengelola dapat
memutuskan strategi yang akan digunakan.
19
3) Risk Control
Pengendalian risiko melibatkan penerapan metode untuk
mengurangi jumlah risiko yang melekat dalam aktivitas. Metode
ini biasanya melibatkan kebijakan, standar, dan prosedur praktik,
dan membuat perubahan fisik pada aktivitas atau tempat aktivitas
dilakukan. Menurut Van der Smissen dalam Attarian (2012), Risk
control strategies (gambar 2.1) should emphasize staffing, the
conduct of activities and the management of services,
participants, maintenance, the environment, warnings, standards,
information and documentation, public relations, and equipment.
b. Incident Countermeasures
Social
(Physical Environment;
(Agent/Vehicle;
(Activity Phase) (Host; Climbers) environment; program culture,
Equipment)
Climbing Site) policies,
procedures)
Menyediakan Melakukan
riwayat medis penilaian lokasi
atau kesahatan (jangkar,
Memeriksa
Memberikan bahaya,
semua
pelatihan yang akses/jalan Memastikan
peralatan keluar)
sesuai (knots, karyawan
Fase sebelum pendakian
belaying Menyediakan memahami SOP
aktivitas (memperbaiki
(Preactivity
technique, rute evakuasi Menerapkan
atau mengganti
phase)
penggunaan Menentukan peraturan secara
sesuai
peralatan) kesesuaian tepat
kebutuhan)
Memberikan medan dengan
pengarahan keterampilan
bahaya pengunjung
Menyediakan Menyediakan
laporan cuaca laporan cuaca
Menyediakan
Memastikan
pengawasan
Memastikan perlengkapan
umum
safety Membuat pendakian sudah
Menawarkan
equipment zonasi (helmet diperiksa
instruksi
Fase aktivitas digunakan zones, safety or dengan baik
progresif
(activity phase) dengan tepat community oleh pengelola
Mengevaluasi
Mengevaluasi zones) Memberikan
tingkat
jangkar penilaian yang
ketahanan tubuh
tepat
pengunjung
Menyediakan Mengevaluasi
perlengkapan kembali rencana
tambahan (jika tindakan darurat
Pelatihan
dibutuhkan) Meninjau ulang (emergency
tambahan (jika
Fase sesudah Ketepatan kelayakan action plan)
dibutuhkan)
aktivitas (post pedoman wilayah Mengevaluasi
Memenuhi
activity phase) penggunaan pendakian kembali
kebutuhan
dan tempat kebutuhan
pengunjung
penyimpanan tenaga medis
perlengkapan dan
penyelematan
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu
An Epidemiology of Travis Haggie Penelitian mengambil Analisis kualitatif. Ditemukan banyak pendaki yang
Hiker Injury and dan Tracey lokasi di Hawaii mengalami cedera dan penyakit
Illness in Hawaii Haggie, 2004 sebanyak 51% mengalami lecet dan
Volcanoes National 47% mengalami ketegangan otot dan.
Park Dehidrasi (77%) dan iritasi pernafasan
(46%) adalah penyakit yang paling
umum. Bagian bawah ekstremitas
adalah tempat yang paling umum
dilukai, dan pendaki pemula adalah
yang paling rentan terhadap cedera dan
penyakit. Banyak pendaki yang belum
berpengalaman mengabaikan tanda
peringatan dan memasuki daerah
berisiko tinggi.
Pengembangan dari penelitian terdahulu ini adalah :
1. Peneliti memadukan teori manajemen risiko dengan fenomena yang terjadi.
2. Peneliti memperhitungkan tingkat kematian dan kecelakaan untuk menentukan tahap dan langkah perencanaan manajemen risiko
selanjutnya.
3. Peneliti menemukan bahwa usaha penyelamatan dapat menjadi lebih sering bergantung dengan tingkat kunjungan yang ada. Hal
tersebut berpengaruh dengan perkembangan langkah yang akan ditentukan dalam perencanaan manajemen risiko.
4. Peneliti mempertimbangkan tingkat risiko yang diinginkan oleh wisatawan karena akan mewakili tingkat persepsi risiko yang
optimal untuk setiap wisatawan untuk pembentukan strategi manajemen risiko.
5. Peneliti memberikan strategi untuk pengurangan morbiditas dan mortalitas sebagai salah satu bentuk dari manajemen risiko.
6. Peneliti menemukan beberapa kecelakaan yang berbeda sesuai dengan motivasi berkunjung serta perilaku selama mendaki.
7. Peneliti menggunakan metode kuantitatif dengan scoring untuk mengukur probabilitas risiko.
8. Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk mengidentifikasi probabilitas risiko.
Sumber : Peneliti
28
C. Kerangka Pemikiran
VOLCANO
TOURISM
RISK
ACCIDDENT
RISK
MANAGEMENT
RISK CONTROL
STRATEGIES IN
VOLCANO AREA
Sumber : Peneliti
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
29
30
C. Pengumpulan Data
c. Studi Pustaka
Menurut Arikunto (2006) pengertian studi pustaka dalam
penelitian adalah metode pengumpulan data dengan mencari
informasi lewat buku, majalah, koran, dan literatur yang bertujuan
untuk membentuk sebuah landasan teori. Adapun tujuan dari
penggunaan studi pusataka yang diungkapkan oleh Surwono
(2006) antara lain (1) menemukan variablel-variabel yang akan
diteliti; (2) membedakan hal-hal yang sudah dilakukan dan
menentukan hal-hal yang perlu dilakukan; (3) melakukan sintesa
dan memperoleh perspektif baru, dimana peneliti mampu
menemukan sesuatu yang penting mengenai gejala yang
dipertanyakan dan cara untuk mengaplikasikan kedalam kontek
penelitian; (4) menetukan makna dan hubungan antar variabel.
Teknik pengumpulan data dalam studi literatur dilakukan dengan
mempelajari buku-buku referensi, laporan-laporan, majalah-
majalah, jurnal-jurnal dan media lainnya yang berkaitan dengan
obyek penelitian. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
lima buku dan 10 jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian,
yang menjadi referensi dan acuan teori yang dipakai dalam
penelitian ini.
d. Dokumentasi
Menurut Arikunto (2006:231) studi dokumentasi dapat diartikan
sebagai sebuah metode pengumpulan data dengan cara mencari
data-data mengenai variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger dan
sebagainya. Hal tersebut sangat erat dengan kebutuhan data
sekunder dimana menurut Silalahi (2010:291) mengatakan bahwa
data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan
kedua atau dari sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum
penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
metode ini untuk menemukan data-data terkait pengelolaan
manajemen risiko di Gunung Merapi. Dokumen yang digunakan
34
d. Dokumen
Menurut Ghony dan Almansyur (2012:199) Dokumen merupakan
catatan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa masa lalu.
Dokumen berfungsi sebagai data sekunder yang dibutuhkan untuk
memperkuat penelitian. Dokumen yang digunakan dalam
penelitian kali ini adalah jurnal-jurnal dan data-data sekunder yang
digunakan untuk memperkuat data penelitian.
3. Analisis Data
A. Struktur Organisasi
DOSEN PEMBIMBING I
DOSEN PEMBIMBING II
KETUA KELOMPOK
Sylvia Oktaviani
40
41
PENUTUP
44
DAFTAR PUSTAKA
Bentley, T. A. dan Stephen J. Page. 2001. Scooping the extent of adventure tourism
accident journal. London: Elsevier Science Ltd.
Dorf, R.C. & Byers, T.H. 2008. Technology ventures: from idea to enterprise ( 2nd
ed). Boston, Mass: McGraw-Hill.
Dorfman, M.S. 2004. Risk Management and Insurance (8th ed). New Jersey: Prentice
Hall.
Erfurt-Cooper, P.J. and Cooper, M.J. 2009. Health and Wellness Tourism: Spas and
Hot Springs. Bristol, UK: Channel View Publishing.
Erfurt-Cooper, Patricia dan Malcolm Cooper. 2010. Volcano and Geothermal Tourism:
Sustainable Geo-Resources for Leisure and Recreation. London: Earthscan.
Esterberg, Kristin G. 2002 .Qualitative Methods Ins Social Research. Mc Graw Hill:
New York.
Ewert, A. and Hollenhorst, S. 1994. Individual and setting attributes of the adventure
recreation experience. Leisure Sciences. 16: 177-191.
Ghony, M.D. dan Almanshur, F. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Ar-ruzz Media.
Girod, Robert J. 2014. Police Liability and Risk Management Torts, Civil Rights, and
Employment Law. Florida: CRC Press Taylor & Francis Group.
Grocott, M. P. W., H. Montgomery. 2009. Mountain Mortality: A review of deaths that
occur during recreational activities in the mountains. Post Graduate Medical
Journal.
IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). 2011.
IUCN Red List of Threatened Species. Dapat diunduh di
http://www.iucnredlist.org, diakses pada tanggal 15 Juni 2017.
Lawrence, B.S. 1997. Restless Earth: Nature’s Awesome Powers. Washington D.C:
National Geographic Society.
Mansfeld, Y. & Pizam, A. 2006. Tourism, security and safety: from theory to practice.
New York: Butterworth-Heinemann.
Mrozowicz, K.dan P. Halemba. 2015. The Human Factor and Fatal Accidents in The
Mountains (The Mountain Thanatological Studies Method). Modern
Management Review, Vol. XX, 22, hal. 83-96.
Newsome, D., & Dowling, R. 2006. The scope and nature of geotourism. Jordan Hill:
Elsevier Butterworth-Heinemann.
Paripurno, ET. 2004. Mendialogkan Kembali Tata Ruang Kawasan G. Merapi Kita.
Kompas. 29 Maret 2004, hal 1.
Rodriguez, Steven. I Prefer to Die on the Mountain: Local Resistance to National Park
Development on Mount Merapi.” Environment & Society Portal, Arcadia
2014, no. 1. Rachel Carson Center for Environment and Society. Dapat
diunduh di: http://www.environmentandsociety.org/node/5657, diakses pada
17 Juni 2017
Rifqi, Abdurrahman S. 2015. Profil Vo2max dan Profil Mental Toughness Pendaki. 14
Peaks Expedition IV Universitas Pendidikan Indonesia.
Sari, M.M. 2013. Studi Manajemen Risiko Erupsi Merapi Terhadap Pariwisata.
Bandung: PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil).
Vol. 5.
Singh, V.P., dkk. 2007. Risk reliability analysis- a handbook for civil and
environmental engineers. American Society of Civil Engineers.
Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sukarmin, Yustinus. 1995. Persiapan Fisik bagi Pendaki Gunung: Sebuah Alternatif
Pencegahan Kecelakaan.Cakrawala Pendidikan No.1, Tahun XIV.
Thierry, P., dkk. 2015. Approaches and methods to improve risk management in
volcanic areas. Eropa: Natural Hazards and Earth System Science., Vol. 15,
Hal. 197-201.
Trieschmann, dan Gustavson. (1995). Risk Management and Insurance (9th ed). South
Western College Publishing.
Vaughan, E. J. dan Elliot, C. M (1978). Fundamentals of Risk and Insurance (2nd ed).
Santa Barbara: John Wiley & Son, Inc.
Wilks, Jeff dan Stewart Moore. 2004. Tourism Risk Management For The Asia Pacific
Region: An Authoritative Guide For Managing Crises And Disasters.
Australia: CRC for Sustainable Tourism Pty Ltd.
World Tourism Organization. 2003. Safety and Securityin Tourism: Partnership and
Practical Gudeline for Destination. Madrid: World Tourism Organization, in
Press.
LAMPIRAN
A. Daftar Periksa
DAFTAR PERIKSA
2. ...............................................................................
3. ...............................................................................
4. ...............................................................................
5. ...............................................................................
Tanggal Penelitian :
Temperatur udara :
Rata-rata tahunan : ………………… о c
Minimum tahunan : …….………….. о c
Maksimum tahunan : .…………….. о c
Curah hujan
Rata-rata tahunan : ……………………… mm
Musim hujan, bulan : …….………….............
Musim kemarau, bulan : .…………………...
Kelembaban ………………………………….%
Kekuatan tiupan angin
Besar Sedang Kecil
Penyinaran matahari rata-rata
Terik Sedang Kecil
Pengaruh musim
Tidak ada Ada
8. Kondisi Lingkungan
Kualitas Lingkungan
Baik Cukup Kurang
Kebersihan/sanitasi
Baik Cukup Kurang
Bentang Alam
Baik Cukup Kurang
9. Pola Ruang
Pola ruang daya Tarik
Tersebar Terkonsentrasi
Pola pemilikan tanah
Tanah negara Tanah adat
Tanah Desa Tidak jelas
Lainnya…………………………………….
Tata guna tanah
Pemukiman Pariwisata
Pertanian Hutan lindung
Perkebunan Hutan produksi
Lainnya……………………………………..
10. Volcanic Landform
Caldera
Cinder cones/ Scoria cones
Crater
Crater rows
Decade volcanoes
Lava dome
Lava lake
Lava plateau
Mud volcanoes
Moberg or tuya
Pseudo craters
Rift valley
Shield Volcanoes
Sub-glacial Volcanoes
Volcanic Arc
Volcanic Belt
Volcanic Field
Volcanic Fissure
Volcanic Rift
Strombolian eruptions
Lava lakes
Crater lakes
Boiling ponds
Sinter terraces
Mountain Climbing
Hiking
Photography
Field Research
Determine appropriatness
given student skill set
Evaluate anchors
Staff/client ratios
Supervisions
Goals
Objectives
Policies
Group control
Emergency actions plans
Transportation
Risk awareness
Standards of care
Participants
18. Participants
Characteristic and conditions
Supervisions
Emergency procedures
19. Maintanance
Buldings
Grounds
Equipment
Inspection
20. Environment
Hazard evaluation
Area ethics
21. Warnings
Hazard inherent in the activities presented
Potential injuries
22. Standard
Compliance with idustries standard
Permision to participate
Permits
25. Equipment
Appropriateness of activity; technical, protective,
and safety equipment
Record keeping
\
B. Kuesioner
Nama: Jenis Kelamin:
Usia: Pendidikan terakhir:
Pekerjaan: Asal:
NO PERTANYAAN JAWABAN
1. Bersama siapa anda a. Sendiri
mendaki gunung Merapi? b. Pasangan
c. Keluarga
d. Teman
e. Rombongan
f. Lainnya………
2. Mengapa anda mendaki a. Sight-seeing
gunung Merapi? b. Hobi
c. Rekreasi
d. Fotografi
e. Penelitian
f. Lainnya………
3. Menurut saya Medan
Sangat Tidak Netral Setuju Sangat
pendakian gunung Merapi Tidak Setuju Setuju
berbeda dengan gunung Setuju
lainnya
Nama:
Divisi:
1. Bagaimanakah bentuk lahan vulkanik Gunung Merapi?
2. Apakah ada pelatihan dan persiapan untuk pendaki dari pengelola?
3. Adakah pelatihan tambahan atau himbauan mengenai bahaya dan risiko di
Taman Nasional Gunung Merapi untuk pengelola Taman Nasional Gunung
Merapi?
4. Adakah pelatihan dan persiapan yang dirancang untuk menghadapi risiko dan
bahaya untuk pengelola Gunung Merapi?
5. Adakah intruksi bertahap yang diberikan oleh Badan Penanggulangan Bencana
Daerah dalam pelaksanaan aktivitas pendakian?
6. Adakah peralatan khusus yang digunakan untuk proses penyelamatan saat terjadi
bahaya ataupun kecelakaan?
7. Apakah ada kontrol dan perbaikan bangunan, lahan, peralatan?
8. Adakah pengawasan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah di wilayah
pendakian?
9. Bagaimana klasifikasi bahaya dan risiko di Gunung Merapi?
10. Apa sajakah bahaya yang dapat terjadi? Adakah evaluasinya?
11. Apa saja bentuk kecelakaan yang dapat terjadi di Gunung Merapi?
12. Adakah klasifikasi dan evaluasinya?
13. Adakah zonasi yang telah dibuat oleh pengelola? (helmet zones, safety zones,
community zones)
14. Adakah pengawasan yang dilakukan?
15. Jika ada, bagaimana bentuknya?
16. Bagaimana penilaian wilayah pendakian?
17. Bagaimana tahapan perencanaan penanggulangan risiko dan bahaya untuk
Taman Nasional Gunung Merapi?
18. Apakah ada rencana dan jalur evakuasi untuk bahaya maupun risiko yang dapat
terjadi? Jika ada, bagaimana?
19. Apakah rencana tersebut dapat berubah? Bagaimana?
20. Adakah transportasi baik darat dan udara untuk keadaan darurat dalam aktivitas
pendakian?
21. Adakah divisi khusus yang berfokus pada risiko dan bahaya di Gunung Merapi?
22. Apakah tujuan, misi dan goal divisi tersebut?
23. Bagaimana kebijakan dan peraturan serta standar perawatan (dalam kecelakaan)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah?
24. Adakah kerja sama antara dengan tim penyelamat seperti TIM SAR?
25. Jika ada, bagaimana bentuknya?
26. Jika ada, bagaimana bentuknya?
27. Bagaimana bentuk pengarahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah kepada
Taman Nasional Gunung Merapi maupun stakeholder lainnya mengenai bahaya
yang dapat terjadi di Taman Nasional Gunung Merapi?
28. Bagaimana bentuk koordinasinya?
BARAMERU
Nama :
Divisi :
1. Adakah pelatihan dan himbauan dalam persiapan yang dirancang untuk
menghadapi risiko dan bahaya untuk pengelola Gunung Merapi oleh
BARAMERU?
2. Jika ada, bagaimana bentuknya?
3. Adakah intruksi bertahap yang diberikan oleh BARAMERU dalam pelaksanaan
aktivitas pendakian?
4. Adakah peralatan khusus yang digunakan untuk proses penyelamatan saat terjadi
bahaya ataupun kecelakaan?
5. Adakah pengawasan dari BARAMERU di wilayah pendakian?
6. Adakah penilaian wilayah pendakian? Jika ada, bagaimana?
7. Apa sajakah bahaya yang pernah terjadi? Adakah evaluasinya?
8. Bagaimana klasifikasi bahaya dan risiko di Gunung Merapi?
9. Apa saja bentuk kecelakaan yang pernah terjadi di Gunung Merapi?
10. Adakah evaluasinya?
11. Kecelakaan yang paling parah seperti apa?
12. Penanganan apa sajakah yang dilakukan jika terjadi kecelakaan di kawasan
Gunung Merapi?
13. Apakah ada rencana dan jalur evakuasi untuk bahaya maupun risiko yang dapat
terjadi? Jika ada, bagaimana?
14. Apakah rencana tersebut dapat berubah? Bagaimana?
15. Bagaimana bentuk kerjasama BARAMERU dengan Taman Nasional Gunung
Merapi?
16. Adakah sertifikasi yang harus diperlukan untuk menjadi Anggota?
17. Berapa banyak anggota yang sudah mendapatkan sertifikasi?
18. Adakah bantuan dari pihak Taman Nasional Gunung Merapi untuk mendapatkan
sertifikasi?
19. Bagaimana tahapan perencanaan penanggulangan risiko dan bahaya yang pernah
dilakukan untuk Taman Nasional Gunung Merapi?
BADAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
Nama:
Divisi:
1. Bagaimanakah bentuk lahan vulkanik Gunung Merapi?
2. Apa sajakah keunikan Gunung Merapi?
3. Adakah pelatihan dan persiapan bagi karyawan dalam menghadapi risiko dan
bahaya?
4. Apa sajakah bahaya yang dapat terjadi? Adakah evaluasinya?
5. Bagaimana klasifikasi bahaya dan risiko di Gunung Merapi?
6. Adakah zonasi yang telah dibuat oleh pengelola? (helmet zones, safety zones,
community zones)
7. Apakah Badan Konservasi Sumber Daya Alam menyadari bahwa risiko dan
bahaya dapat terjadi di Taman Nasional Gunung Merapi? Jika iya, apa saja
penanggulangan yang pernah dilakukan?
8. Bagaimana penilaian wilayah pendakian?
9. Apakah pernah dilakukan perbaikan bangunan, lahan, peralatan saat Badan
Konservasi Sumber Daya Alam menaungi Gunung Merapi?
10. Apakah ada rencana dan jalur evakuasi untuk bahaya maupun risiko yang dapat
terjadi saat Gunung Merapi masih dibawah naungan Badan Konservasi Sumber
Daya Alam? Jika ada, bagaimana?
11. Apakah rencana tersebut pernah berubah? Bagaimana?
12. Bagaimana kebijakan dan peraturan serta standar perawatan (dalam kecelakaan)
untuk Gunung Merapi?
13. Adakah kendala yang dialami Badan Konservasi Sumber Daya Alam selama
mengelola Taman Nasional Gunung Merapi? Khususnya pada risiko dan bahaya?
14. Apakah saat itu terdapat divisi khusus yang berfokus pada risiko dan bahaya di
Gunung Merapi?
15. Apakah tujuan, misi dan goal divisi tersebut?
16. Hingga saat ini masih adakah kerja sama antara Badan Konservasi Sumber Daya
Alam dengan Taman Nasional Gunung Merapi beserta tim penyelamat seperti
TIM SAR?
17. Jika ada, bagaimana bentuknya?
WISATAWAN
Nama :
Asal :
Umur :
1. Peralatan apa sajakah yang anda bawa untuk mendaki Gunung Merapi?
2. Persiapan apa sajakah persiapan yang anda lakukan untuk mendaki gunung?
3. Apakah anda memiliki penyakit yang berbahaya?