Anda di halaman 1dari 83

MANAJEMEN RISIKO DALAM WISATAVULKANIK DI GUNUNG

MERAPI
Proposal ini diajukan untuk kegiatan Basic Research

Oleh:
Feronica Tiara Putri 201520388
Hasna Monita 201520390
M. Ghozy Al-warits 201520396
Sylvia Oktaviany 201520403
Tzatza Alfiana Ansori 201419707

STUDI DESTINASI PARIWISATA


SEKOLAH TINGGI PARIWISATA BANDUNG
BANDUNG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Beta Budisetyorini, M.Sc Odang Permana, S.E, M.E


NIP. 1972119200212 2 001 NIP. -

Pembimbing III

Drs. Rachmat Syam, S.Sos., MM.Par


NIP. 19600505 198303 1 001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Destinasi Pariwisata
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Dr. Hery Sigit Cahyadi, MM. Par.


NIP. 19730102 199803 1 001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdullilah juta panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah menganugrahkan kepada kita Hidayah serta Inayah, sehingga laporan
pendahuluan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan pendahuluan ini
merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penelitian dengan topik Risk
Management di Gunung Merapi.

Laporan pendahuluan ini berisikan data sekunder dan rancangan penelitian


yang terdiri dari lima bab pembahasan yaitu bab Pendahuluan, Tinjauan Pustaka,
Metodologi Penelitian, Rencana Kegiatan dan Biaya, serta Penutup. Kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Laporan Pendahuluan ini, kepada Dr. Beta Budisetyorini, M.Sc. dan
Odang Permana, SE., ME. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
perhatian dan arahan kepada kami dalam menyelesaikan Laporan Pendahuluan
ini. Kami mengharapkan kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun,
untuk meningkatkan mutu agar menjadi lebih baik.

Bandung, Agustus 2017

Tim Peneliti

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ..................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Fokus Penelitian ..................................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 8
D. Batasan Penelitian .................................................................................................. 8
E. Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...............................................................................10

A. Landasan Teori ..................................................................................................... 10


1. Volcano Tourism ....................................................................................10
2. Hubungan Volcano Tourism dengan Adventure Tourism .....................13
3. Risk .........................................................................................................14
4. Risk Management ...................................................................................21
B. Penelitian Terdahulu.....................................................................................22
C. KerangkaPemikiran ......................................................................................28

BAB III METODELOGI PENELITIAN...........................................................29

A. Rancangan Penelitian....................................................................................29
B. Partisipan dan Tempat Penelitian .................................................................30
C. Pengumpulan Data........................................................................................32
D. Analisis Data.................................................................................................37

BAB IV RENCANA KEGIATAN DAN BIAYA .................................................. 40

A. Struktur Organisasi .......................................................................................40


B. Jadwal Kegiatan Penelitian...........................................................................41

iv
C. Rancangan Anggaran Biaya .........................................................................43

BAB V PENUTUP................................................................................................44

LAMPIRAN.......................................................................................................................

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Risk Control Strategies .................................................................20


Tabel 2.2 Modifikasi Haddon Matrix............................................................ 21
Tabel 2.3 PenelitianTerdahulu ............................................................................. 22
Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................41
Tabel 4.2 Rancangan Anggaran Biaya ...........................................................43

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu industri dengan tingkat pertumbuhan
tercepat saat ini (Anttonen et al, 2004). Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan pariwisata sebanyak 30 kali lipat sejak tahun 1950 sampai 2004
(Weaver, 2004). Dengan semakin meningkatnya kegiatan pariwisata, tidak
menutup kemungkinan akan muncul jenis-jenis pariwisata baru yang
menawarkan pengalaman berbeda, salah satunya adalah wisata gunung
berapi. Seperti yang dikatakan Cahyadi (2014) bahwa dalam beberapa tahun
terakhir, wisata gunung berapi menjadi destinasi popular bagi wisatawan
bahkan mampu menciptakan sebuah tipologi wisata baru bernama Volcano
Tourism.
Definisi volcano tourism menurut Erfurt-Cooper (2010c) yaitu
“volcano tourism involves the exploration and study of active volcanic and
geothermal landforms and processes. Volcano tourism also includes visits
to dormant and extinct volcanic regions”. Aquiono (2015) juga berpendapat
bahwa “Volcano Tourism is a micro-niche component under the wide
umbrella of nature-based tourism”. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa volcano tourism masuk kedalam wisata minat khusus berbasis alam
yang melibatkan eksplorasi ke tempat-tempat aktif maupun pasif gunung
berapi dimana tidak semua wisatawan tertarik dan dapat melakukan
kegiatan tersebut. Kegiatan yang terdapat di destinasi volcano tourism
umumnya berupa outdoor activity seperti yang dikatakan Erfurt-Cooper and
Cooper (2009). “Volcano tourism is particularly popular in combination
with recreational activities such as skiing, hiking, trekking, climbing and
visiting hot springs, as well as many other outdoor activities”.
Dilihat dari sisi kegiatan, wisata gunung berapi dapat dikelompokkan
dalam kegiatan pariwisata pasif dan aktif, walaupun sebenarnya kegiatan
wisata gunung berapi lebih terlihat sebagai kegiatan wisata aktif atau
dikenal sebagai kegiatan wisata petualangan, hal ini dikarenakan sebagian
besar kawah gunung berapi terletak di puncak gunung dan untuk sampai di

1
2

sana dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang berkaitan dengan


kegiatan di luar ruangan dan mendaki gunung (Cooper & Cooper, 2009).
Umumnya wisatawan yang berkunjung ke gunung berapi adalah para
petualang yang menyukai kegiatan yang memiliki risiko tinggi. Definisi
petualang menurut Boorstin (1961) adalah “people who expose themselves
to danger for the thrill and excitement which it involves”. Walle (1997)
membagi wisatawan petualang menjadi dua tipe, petualang yang mencari
pengetahuan dan wawasan serta petualang yang mencari bahaya. Wisata
gunung berapi menyediakan apa yang diinginkan kedua tipe petualang
tersebut, yakni bahaya dan pengetahuan mengenai gunung berapi. Ewert
dan Hollenhurst (1994) menambahkan “although adventure recreators seek
out increasingly difficult and challenging opportunities, they paradoxically
do not necessarily seek higher levels of risk”. Dapat disimpulkan bahwa
meskipun adventurer sangat menyukai kegiatan yang berisiko dan
membahayakan dirinya, para petualang cenderung lebih mencari risiko yang
sesuai dengan kemampuan mereka meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa
risiko merupakan faktor penting yang tak terpisahkan dari wisata gunung
berapi. Mengutip dari Benediktsson et al (2010) bahwa dalam volcano
tourism, para petualang “claim that risk they looking for is about sensing
and experiencing places through the aesthetic of sublime”. Terlebih sebagai
sebuah daya tarik wisata, gunung merapi sangat berpotensi terpengaruh
dengan risiko (Cooper & Cooper, 2010)
Kuatnya hubungan antara wisata gunung berapi dengan risiko di latar
belakangi karena aktivitas dan daya tarik dari volcano tourism itu sendiri.
Dorf & Byers (2008) mendefinisikan risiko sebagai “the chance or
possibility of loss, and opine that this loss could be physical, reputational or
financial” sedangkan menurut Gustavson (1995) risiko adalah
ketidakpastian mengenai kerugian. Menurut Emmaett J. Vaughan dan Curtis
M. Elliot (1978) risiko didefinisikan sebagai kans kerugian (the chance of
loss), kemungkinan kerugian (the possibility of loss), ketidakpastian
(uncertainty), penyimpangan kenyataan dari hasil yang diharapkan (the
dispersion of actual from expected result), dan probabilitas bahwa suatu
3

hasil berbeda dari yang diharapkan (the probability of any outcome different
from the one expected). Artinya dapat disimpulkan bahwa risiko adalah
suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh
konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi kepada wisatawan.
Trieschmann (1995) menjelaskan terdapat beberapa macam risiko
yang mungkin terjadi kepada wisatawan, yakni hazard (bahaya) dan
accident (kecelakaan). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa hazard adalah
keadaan yang dapat menimbulkan atau meningkatkan terjadinya kerugian.
Hazard dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3), yakni physical hazard atau
bahaya yang berkenaan dengan aspek-aspek fisik dari risiko yang dapat
mempengaruhi timbulnya atau besarnya suatu kerugian, moral hazard yaitu
bahaya yang diperngaruhi oleh tingkah laku orang-orang yang terkait
dengan suatu risiko dan morale hazard, kecerobohan seseorang yang
menimbulkan risiko (Trieschmann, 1995). Kemudian Trieschmann
menambahkan accident (kecelakaan) terjadi karena tindakan tidak aman
yang disebabkan oleh ketiga bahaya tersebut. Dalam konteks volcano
tourism, risiko paling sering disamakan dengan risiko fisik cedera serius
atau kematian.
Untuk menghindari risiko-risiko yang mengancam wisatawan di
gunung berapi, diperlukan manajemen risiko. Menurut S. Dorfman (2004)
“risk management is the logical development and carrying out of a plan to
deal with potential looses”, Djohanputro (2008) menjelaskan “manajemen
resiko sebagai proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi,
mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan resiko,
memonitor serta mengendalikan penanganan resiko”. Manajemen resiko
menurut Van Der Smissen adalah “a dynamic, ongoing process of
evaluating the potential for risk and determining the best methods to
address those risks” (Aram Attarian, 2012) lebih lanjut lagi dijelaskan
sebagai berikut:
“it also helps adventure programs and guide services provide the
programming they desire; fulfill the moral and ethical responsibility
to keep their clients reasonably free from harm; and protect program
assets, employees, and the program’s professional image”
4

Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari setiap program manajemen


risiko adalah untuk mengurangi probabilitas tingkat keparahan kecelakaan
dan cedera, dan untuk meminimalkan kerugian. Sedangkan menurut
Australian Standards Association/New Zealand Standards Association
(1994) bahwa manajemen risiko adalah budaya, proses dan struktur yang
diarahkan menuju realisasi peluang-peluang sambil mengelola efek yang
merugikan. Oleh karena itu sangat penting untuk mengidentifikasi, menilai
dan menganalisa masalah risiko, serta merencanakan terjadinya risiko,
termasuk pengembangan sistem manajemen untuk menangani risiko.
Indonesia merupakan negara yang terletak di jalur cincin api Pasifik
(Pacific Ring of Fire) karena di Indonesia terdapat sebuah cekungan berapi
yang berpotensi gempa dan diatas cekungan berapi tersebut terdapat gunung
berapi yang masih aktif. Tercatat menurut BNPB Indonesia memiliki
sebanyak 129 gunung berapi aktif atau sekitar 13% dari jumlah gunung
berapi di dunia. Gugusan gunung api yang tersebar di Indonesia tidak dapat
dipungkiri memiliki keindahan yang menarik banyak orang untuk
berkunjung seperti melakukan penelitian, berwisata, maupun berpetualang.
Salah satu gunung yang menjadi tujuan utama wisata gunung berapi di
Indonesia adalah Gunung Merapi. Gunung dengan ketinggian 50 – 2980
mdpl ini merupakan gunung berapi bertipe strato yaitu gunung yang
terbentuk karena letusan ekstrusi eksplosif dan ekstrusi efusif, hal tersebut
menyebabkan Gunung Merapi berbentuk kerucut dengan lereng curam serta
menjadi gunung yang paling aktif di Indonesia bahkan di dunia (Darminto,
2011). Keindahan panorama, keanekaragaman sumber daya alam serta
budaya yang berkembang di sekitar Gunung Merapi menjadi daya tarik
tersendiri bagi para wisatawan sehingga mampu mendatangkan ratusan ribu
wisatawan setiap tahunnya.
Gunung Merapi telah lama menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan Indonesia maupun internasional, yang mendaki gunung untuk
melihat matahari terbit di seluruh Jawa bagian timur (Steven, 2014).
Gunung Merapi merupakan gunung berapi paling aktif di Indonesia dan
memiliki puncak tertinggi yang melegenda bernama puncak Garuda yang
5

menjadi tujuan tersendiri bagi para pendaki. Selain itu pendaki juga dapat
melihat pemandangan lunar landscape dan 4 gunung berapi yakni Gunung
Merbabu, Sumbing, Sindoro dan Telomoyo dari pasar bubrah
(normadtravellers.com). Taman Nasional Gunung Merapi juga memiliki
potensi fauna yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil survey yang telah
dilakukan pengelola Taman Nasional Gunung Merapi diketahui terdapat 97
jenis burung (2.714 individu, 32 famili) dan 15 jenis mamalia (167 individu,
10 famili). Dari jenis-jenis tersebut, 17 jenis burung dan 4 jenis mamalia
termasuk jenis yang dilindungi menurut PP No 7 Tahun 1999, 6 jenis
memiliki nilai konservasi tinggi (IUCN 2011), 9 jenis diawasi dalam
perdagangan satwa langka (CITES), 23 jenis endemik Indonesia dan 2 jenis
termasuk feral atau bukan sebaran alami Indonesia atau domestik. Selain
keindahan puncak Gunung Merapi yang menyuguhkan pemandangan kota
Yogyakarta dan Gunung Merbabu, sisa erupsi lahar dingin Gunung Merapi
juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan terbukti dengan
dibukanya jalur volcano trekking dan jeep lava tour Merapi. Meski
demikian keindahan dari Gunung Merapi memiliki ancaman tersendiri bagi
wisatawan. Sejak erupsi terakhir tahun 2010 menurut Kepala Badan Geologi
Kementerian ESDM Surono, tekstur batuan disekitar jalur pendakian
Gunung Merapi hingga puncak garuda sudah mengalami perubahan menjadi
lebih mudah longsor.
"Otomatis setelah letusan tahun 2010 terjadi penggelembungan kubah
merapi besar-besaran, dan letusan itu membuat bagian-bagian di
sekitar merapi menjadi labil," (Kepala Badan Geologi Kementerian
ESDM Surono, 2012)

Terdapat banyak risiko yang mengancam wisatawan di Gunung


Merapi, salah satunya ancaman longsor bebatuan akibat erupsi 2010 dan
penambangan ilegal mengintai wisatawan yang mendaki Gunung Merapi
(www.nasional.republika.com). Kegiatan penambangan pasir yang
dilakukan pada saat ini telah melampaui batas aman untuk tetap terjaganya
kondisi lingkungan yang optimal (Paripurno, 2004). Kegiatan penambangan
ini diperparah dengan adanya kenyataan bahwa penambangan tidak hanya
dilakukan di sepanjang sungai, namun telah mencapai ke bagian bantaran
6

sungai dan kaki Gunung Merapi sehingga dapat menyebabkan longsor


(BKSDA DIY, 2004). Berdasarkan data, pengambilan pasir pada dua desa
saja (Desa Senawa dan Srumbung) mencapai 5.700 m3/hari atau setara
dengan 8.550 ton/hari (Adirahmanta, 2005).
Selain tingkat risiko bencana alam yang tinggi, rute dan jalur
pendakian Gunung Merapi dari pintu masuk pendakian sampai ke kawah
dan puncaknya pun cukup berbahaya. Dikutip dari www.thebluetripper.com
jalur pendakian Gunung Merapi didominasi tanjakan terjal berbatu dan
hutan belantara yang cukup rapat. Jalur pendakiannya pun memiliki tekstur
yang berbeda-beda dimulai dari debu, batu, hingga batuan longgar serta
jalur pendakian yang licin didalam hutan membutuhkan energi yang besar
bagi pendaki (nomadtraveller.com) dibutuhkan kesiapan fisik dan daya
tahan otot tertentu sebelum mendaki ke Merapi, untuk mengatasi tipisnya
oksigen di daerah ketinggian menurut Thoden (dalam Abdurrahman, 2015).
Ada dua hal yang mendukung faktor keberhasilan pendaki gunung
diantarannya adalah faktor fisik dan sikap mental pendaki gunung
(Sukarmin, 1995). Banyak pendaki gunung yang belum sadar akan hal ini
sehingga mengakibatkan suatu pendakian terhambat karena kelelahan atau
bahkan terjadi kecelakaan karena hilangnya konsentrasi saat melewati jalur
yang curam karena staminanya telah habis, selain itu pendaki harus kuat
dalam menghadapi kondisi yang tidak terduga seperti perubahan cuaca yang
ekstrim, jalur-jalur pendakian yang terjal, bahkan tersesat sekalipun.
Berdasarkan tingkat kecelakaan yang terjadi sebanyak 39 kecelakaan
pada tahun 2013 dimana korban kecelakaan tersebut mayoritas termasuk
usia produktif antara 20-25 tahun. Menurut Nawa Murtiyanto (Koordinator
Sekretariat Kelompok Studi Kawasan Merapi), faktor human error selalu
menjadi kontributor terbesar dalam kecelakaan pendakian dan jika
dipetakan, 87% resiko itu disebabkan perilaku, 11% karena kondisi yang
beresiko, dan 2% muncul dari faktor alam. Sedangkan kondisi beresiko,
seperti pendaki tidak ideal kondisi fisiknya, tapi tetap memaksakan diri,
sehingga menimbulkan kecelakaan dalam perjalanan. Sementara penyebab
7

alamiah cenderung terjadi saat pendakian dilakukan pada cuaca yang tidak
kondusif, seperti badai angin.
Berikut beberapa uraian kecelakaan yang terjadi di Gunung Merapi
yang disebabkan oleh kelalaian wisatawan maupun faktor alam, antara lain
adalah:
1. Sabtu, 16 Mei 2015 seorang wisatawan bernama Eri Yunanto terjatuh
ke dalam kawah Merapi dikarenakan terpeleset saat hendak
mengabadikan dirinya di atas puncak dalam foto. (Liputan6)
2. Minggu, 26 Januari 2014 dua pendaki gunung Merapi terluka setelah
tertimpa longsoran material dari puncak ketika beristirahat saat
melakukan perjalanan turun dari Jabal tersebut. (Liputan6)
3. Minggu, 11 Agustus 2013 seorang wisatawan asing asal Rusia
bernama Ehbrehnin Yeven berusia 26 tahun sempat hilang karena
pendakian ilegal. (Liputan6)

Fenomena diatas menunjukkan bahwa manajemen risiko sangat


diperlukan mengingat tujuan dari setiap program manajemen risiko adalah
mengurangi kemungkinan kecelakaan dan cedera, serta untuk
meminimalkan kerugian. Diperlukan analisa mendalam mengenai
manajemen risiko terhadap keamanan kegiatan wisata di gunung berapi
dengan menggunakan konsep risk management menurut Van der Smissen
karena risiko merupakan suatu hal yang dicari dan diinginkan wisatawan
daripada dihindari. Maka dari itu peneliti mengangkat judul penelitian
sebagai berikut :
“MANAJEMEN RISIKO DALAM WISATA VULKANIK DI
GUNUNG MERAPI”

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian ini
adalah manajemen risiko di Gunung Merapi, dengan menggunakan konsep
Risk Control Strategis yang dikemukakan oleh Van Der Smissen (1990)
yang meliputi staffing, conduct of activities and management of service,
participants, maintanance, environment (built and natural), warnings,
8

standard, information and documentation, public relations, equipment.


Serta Haddon Matrix yang berisikan beberapa tahapan aktivitas yang
dilakukan wisatawan beserta indikator hal-hal yang perlu dilakukan oleh
manajemen.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk megetahui implikasi teori manajemen
risiko khususnya mengenai penanganan dan pencegahan kecelakaan yang
berpotensi membahayakan wisatawan di Gunung Merapi.

D. Pembatasan Masalah
1. Ruang Lingkup Wilayah
a. Ruang lingkup wilayah penelitian adalah Gunung Merapi
khususnya di Kabupaten Boyolali.
b. Objek penelitian adalah pengelola di Gunung Merapi.
2. Ruang Lingkup Substansi
Penelitian ini menggunakan konsep Risk Control Strategis yang
dikemukakan oleh Van Der Smissen (1990) yang meliputi staffing, conduct
of activities and management of service, participants, maintanance,
environment (built and natural), warnings, standard, information and
documentation, public relations, equipment. Serta Haddon Matrix yang
berisikan beberapa tahapan aktivitas yang dilakukan wisatawan beserta
indikator hal-hal yang perlu dilakukan oleh manajemen.

E. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini ada beberapa keterbatasan yang
dialami peneliti, yakni :
1. Keterbatasan waktu dan dana dalam melakukan penelitian di lokus
penelitian
2. Keterbatasan peneliti dalam pengetahuan mengenai manajemen risiko
di gunung berapi
3. Keterbatasan mengenai studi/penelitian manajemen risiko dalam
bidang pariwisata di Gunung Merapi
9

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak baik mengenai manajemen risiko di Gunung Merapi,
sehingga kedapannya penerapan model manajemen risiko yang dikelola
orang pengelola dapat meminimalisir kemungkinan kecelakaan dari
kegiatan aktivitas pariwisata di Gunung Merapi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Volcano Tourism
Kegiatan wisata gunung berapi berlangsung di lingkungan vulkanik
dan panas bumi. Kategorisasi gunung berapi yang paling umum didasarkan
pada keaktifan gunung berapi tersebut, yaitu aktif, tidak aktif, dan punah
(Weil dalam Aquino, 2015). Active volcanoes are those with ongoing
seismic activities or eruptions. Dormant volcanoes are those without any
ongoing activity but are believed to erupt in the future, while extinct
volcanoes are described as never erupting again (Rothery dalam
Aquino,2015). Namun, dapat dikatakan bahwa kategori tersebut diatas
berbeda-beda di setiap negaranya.
Erfurt-Cooper (2010) mengungkapkan definisi Volcano Tourism
yang sesuai dengan tipologi diatas, Volcano tourism involves the
exploration and study of active volcanic and geothermal landforms and
processes. Volcano tourism also includes visits to dormant and extinct
volcanic regions where remnants of activity attract visitors with an interest
in geological heritage. (hal. 3).Dari definisi tersebut dapat dilihat kegiatan
dan atraksi wisata yang dibedakan kedalam dua bentuk: yaitu gunung
berapi aktif dan lingkungan vulkanik yang sudah punah. Pada satu sisi,
kegiatan yang terjadi dalam situs vulkanik aktif berfokus pada fenomena
geologi yang dihasilkan oleh gunung berapi aktif. Salah satunya adalah
letusan gunung berapi yang Meletus secara terus menerus. Hal ini
merangsang “feelings of awe, excitement, and to a greater or lesser extent,
concern and fear for those nearby” (Lockwood & Hazlet dalam Aquino,
2015). Di sisi lain, atraksi utama dari situs vulkanik yang sudah punah
adalah pemandangan yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi
sebelumnya.
Volcano Tourism merupakan salah satu jenis dari pariwisata yang
berada di bawah payung Geoutourism hal ini dinyatakan oleh Dowling dan

10
11

Newsome pada tahun 2006, yaitu “Volcano tourism is an important sector


of geotourism, which includes the geodiversity and the geological heritage
of unique landscape features”. Kemudian Volcano Tourism dalam
pengadaannya juga merupakan salah satu jenis pariwisata untuk wisatawan
minat khusus yang mana pengalaman petualangan menjadi hal yang paling
dicari, hal ini dikemukakan oleh Brace dalam Erfurt-Cooper, 2010.
“But in particular the attractions of active volcanic and geothermal
environments, and it is not uncommon that some tourists, who are
looking for a more adventurous getaway, are increasingly planning
their travels around active volcanoes (Brace, 2000)”
Menguatkan pendapat Brace, maka Patricia Erfurt Cooper dan
Malcolm Cooper membagi kategori wisatawan menjadi beberapa bagian
dalam buku Volcano and Geothermal Tourism tahun 2010 di halaman 5,
antara lain adalah:

a. Tours or day tripsorganized for the majority of general


1) Sightseeing tourists of all ages, interests and backgrounds
2) Involve no strenuous exercise, easy to manage
3) Often included in travel and sightseeing itinerary, transport by
bus or cruise ship (e.g. Iceland, Japan);
4) And are very casual about safety issues, but this group presents
the majority of ‘volcano tourists’.

b. Excursions and field trips


1) Organized by or for interest groups, e.g. Scientists and students,
photographers; can be day tours, several weeks or even longer;
2) Involve awareness of potential risks and dangers at varying
degrees;
3) And are a growing market segment of geotourism with special
interests in volcanic and geothermal environments.

c. Expeditions and exploration


1) For experienced and fit participants able to cope with ‘unusual
experiences’ along the way and prepared to go where only few
12

or even nobody went before (e.g. Erta Ale, Nyiragongo,


Kamchatka, Antarctica);
2) Can be ultra-extreme, partly also depending on climate and
season, and need special equipment and provisions;
3) Involve a high awareness of potential dangers;
4) And are a minority group amongst tourists.

Masing-masing kategori wisatawan tersebut memiliki berbagai


macam motivasi yang berbeda untuk datang ke area volcanic tourism, hal
ini dikemukakan oleh Lawrence pada tahun 1997.
“The motives for visiting volcanic and geothermal environments are
as varied as the visitor types and commonly there is a combination
of more than one reason given by volcano tourists. The reasons
listed below reflect some of the possible visitor
motivations:sightseeing, part of trip agenda, leisure activity;
mountain climbing, hiking, general outdoor activities; ambition and
curiosity, photography; collecting information, field research;
scientific interest, study, education; and collecting rock samples.”
Adanya wisatawan dengan kategori dan motivasi yang berbeda-beda
tersebut dikarenakan banyaknya variasi atraksi atau daya tarik dari volcano
tourism, Patrcia Erfurt Cooper dan Malcolm Cooper memberikan
pernyataan bahwa ada 10 daya tarik unggulan dari sebuah destinasi
volcano tourism yang paling mampu menarik wisatawan, antara lain:
a. Active lava
b. Strombolian eruptions
c. Geysers and hot springs
d. Lava lakes
e. Crater lakes
f. Boiling ponds
g. Fumaroles and vents
h. Boiling mud pools
i. Hot rivers and streams
j. Sinter terraces
13

Gunung Merapi memiliki dua dari sepuluh daya tarik di atas, yaitu
Crater lakes dan hot springs. Hal ini merupakan kelebihan dan potensi
tersendiri yang menarik minat wisatawan untuk datang.

2. Hubungan Volcano Tourism dengan Adventure Tourism


Banyaknya aktivitas yang dapat dilakukan di gunung berapi,
Sigurdsson dan Lopes-Gautier dalam Aquino (2015) mengatakan “tourists
may enjoy hot springs and spas, black and green sand beaches, and other
activities including climbing, skiing, guided tours, and archaeological
exploration in volcanic settings.” Meskipun demikian, menurut Aquino
(2010) penting untuk mempertimbangkan bahwa aktivitas dalam wisata
gunung berapi tidak terbatas hanya pada hal-hal tersebut. The diversity of
volcanoes, volcanic processes, and the range of recreational activities in
volcano tourism create overlaps with other forms of tourism.
Seperti yang diungkapkan bahwa Volcano Tourism berhubungan
dengan bentuk pariwisata yang lain, yaitu: Eco-tourism, Adventure
Tourism, Dark Tourism, Wellness Tourism dan Heritage Tourism
(Newsome dan Dowling, 2010). Setiap bentuk dari pariwisata tersebut
memiliki kesamaan dengan Volcano Tourism.Dalam hal ini peneliti hanya
berfokus membahas Adventure Tourism.
Buckley dalam Efurt-Cooper (2010), mengungkapkan Ruang
lingkup dari adventure tourismsangat luas dan mencakup segala jenis
aktivitas di luar ruangan. Menurut Heri (2014), dilihat dari sisi
aktivitasnya, Volcano Tourism dapat dikelompokkan kedalam kegiatan
pariwisata pasif dan aktif, walaupun sebenarnya aktivitas wisata gunung
berapi lebih cenderung kedalam kategori wisata aktif atau dikenal dengan
kegiatan wisata petualangan (adventure tourism). Hall dan Weiler 1992;
Sung, Morrison dan O’Leary dalam Weber (2008), berpendapat Adventure
Tourism have traditionally centered on adventure recreation. Pengalaman
seperti itu ditandai dengan saling mempengaruhinya kompetensi dan risiko
(Martin dan Priest dalam Weber, 2008). Seperti yang telah diungkapkan
adventure tourism berasal dari traditional outdoor recreation, yang mana
kedua tipe tersebut melibatkan aktifitas dan keterampilan khusus dalam
14

pengaturan outdoor, Menurut Ewert (1989:8) dalam “deliberate seeking of


risk and uncertainty of outcome” terkait dengan Adventure Tourism.
Menurutnya, risiko mengambil peran utama dalam memberikan kepuasan
dalam pengalaman, dan apabila risiko tidak ada, keinginan untuk
berpartisipasi cenderung menurun.
Keterlibatan risiko dalam Volcano Tourism dan Adventure Tourism
merupakaan kesamaan penting yang menjembatani keduanya. Tingkat
risiko menentukan apakah aktivitas Adventure dianggap sebagai Soft
Adventure atau Hard Adventure (Swarbrooke et al., 2003). Menurut
Sigurdsson & Lopes-Gautier, 2000) mengatakan bahwa proses vulkanik
yang diintensifkan lebih menarik bagi pengunjung. Mengutip dari
Benediktsson dkk. dalam Aquino (2015) studi pengalaman wisatawan
Volcano Tourism, mereka mengklaim bahwa risiko adalah “about sensing
and experiencing places through the aesthetics of the sublime”. Seperti
yang sudah ditekankan oleh studi tersebut, bahwa risiko diamati sebagai
faktor penting dan tidak terpisahkan dalam Volcano Tourism dan dapat
mempengaruhi pengalaman pengunjung.

3. Risk
Setiap industri memiliki peluang risiko, dan tidak terkecuali industri
pariwisata. Vijay P. Singh, dkk. mengungkapkan dalam buku Risk and
Realibility Analysis tahun 2007, risks are possibilities that human
activities or natural events lead to consequences that affect what humans
value. In general terms, risk can be defined as the potential loss resulting
from the convolution of hazard and vulnerability. Selain itu Dorf & Byers
dalam Heri (2014) menyatakan risk as the chance or possibility of loss,
and opine that this loss could be physical, reputational or financial.
Tourists and potential tourists are faced with many forms of risk.
Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan Risiko adalah
perubahan atau penyimpangan dari hasil yang sudah diperkirakan atau
diharapkan, menjadi sesuatu yang tidak pasti, dan bahkan dapat membuat
perkiraan tersebut hilang atau mengalami kerugian.
15

Terdapat beberapa tipe risiko yang perlu untuk dipertimbangkan,


antara lain:
a. Perceived risk is the individual’s subjective assessment of the risk
present. This perceived risk will vary between individuals
undertaking the same activity, and may be much lower or higher
than the real risk.
b. Absolute risk is another category of risk, which for a given point in
time and activity specified, is constant. It is the uppermost level of
risk which could be present, before the impact of any safety
measures or controls are considered. (Haddock 1993; Priest 1990b).
c. Real risk is the absolute risk adjusted by the effect of safety controls
and measures. In outdoor situations, real and perceived risk are
generally of greater importance than absolute risk in assisting with
the management of risk.
Dalam pariwisata, World Tourism Organization (2003) menyatakan
bahwa risiko terhadap keselamatan dan keamanan wisatawan, host, dan
SDM Pariwisata dapat berasal dari empat wilayah sumber:
a. The human and institutional environment outside the tourist sector;
b. The tourism sector and related commercial sectors;
c. The individual traveller (personal risks); and
d. Physical or environmental risks (natural, climatic, epidemic).
Menurut Heri (2014), risiko yang akan dihadapi wisatawan dapat
berupa bahaya fisik (kejahatan), bencana udara (serangan udara,
pembajakan), bencana alam (tsunami), keuangan (agen perjalanan ditutup,
deflasi mata uang), politik (kerusuhan, perubahan kepemerintahan),
kesehatan (penyakit menular, AIDS, malaria) dan lainnya.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa risiko
merupakan elemen penting dalam pelaksanaan aktivitas petualangan,
karena aktivitas adventure tourism melibatkan berbagai jenis pengunjung
dengan asal dan tingkat pengalaman berbeda serta risiko terikat yang
tergolong sulit untuk dikelola. Maka dari itu, pengelolaan risiko
pengunjung dalam adventure tourism menjadi suatu tantangan yang sulit.
16

Tantangan bagi pengelola adalah untuk menyeimbangkan antara risiko


absolute dan yang dirasakan saat program berlangsung.
Saat ini, nampaknya wisatawan semakin mengharapkan pengalaman
outdoor menjadi bebas risiko dan bebas dari kesalahan serta dapat di
kendalikan, namun wisatawan merasa bosan apabila aktivitas yang
dilakukan tidak memicu adrenalin. Sehingga peserta menciptakan
aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan rasa senang serta pengalaman
menantang yang baru, namun aktivitas petualangan tersebut memiliki
tingkat risiko yang tinggi sehingga pengelola perlu memastikan
keselamatan wisatawan terjamin. Maka dari itu diperlukan manajemen
risiko yang sedemikian rupa sehingga kegembiraan dan tantangan yang
ditimbulkan oleh perilaku berisiko perlu diimbangi dengan langkah-
langkah keselamatan dan sistem manajemen yang tepat. (Tim A. Bentley
& Stephen: hal.2001).

4. Risk Management
Manajemen risiko bukan hanya untuk perusahaan ataupun organisasi
publik, tapi jugauntuk berbagai aktivitas baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Manfaat dan kesempatan harus dilihat tidak hanya dalam
konteks aktivitas itu sendiri namun juga berkaitan dengan seluruh
stakeholders yang dapat terpengaruh (The Institute of Risk Management,
2002). Proses manajemen risiko dalam adventure tourism, berfokus pada
pencegahan cedera, penyakit, korban jiwa serta memberi pengalaman yang
menyenangkan bagi wisatawan.
Menurut Van der Smissen, Risk management is a dynamic, ongoing
process of evaluating the potential for risk and determining the best
methods to address those risks (van der Smissen, 1990). It also helps
adventure programs and guide services provide the programming they
desire; fulfill the moral and ethical responsibility to keep their clients
reasonably free from harm; and protect program assets, employees, and
the program’s professional image (van der Smissen, 1990). Sasaran dari
pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangirisiko yang
berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang tertentu.
17

Adapun manfaat dari Manajemen Risiko menurut Darmawi, (2005,


p. 11) yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima)
kategori utama yaitu :
a. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan
darikegagalan.
b. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
c. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh
adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non-
material bagi perusahaan itu.
e. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni,
dankarena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai
perusahaanyang dilindungi maka secara tidak langsung menolong
meningkatkanpublic image.

Neitlich (2009) menganggap, bahwa penerapan beberapa metode dan


teknik manajemen risiko yang efektif dapat meningkatkan keselamatan
dan kinerja bisinis dalam organisasi dan dengan demikian potensi
kerusakan dari setiap risiko dapat diperbaiki. Dalam buku Volcanic Risk
Management Handbook, dijelaskan bahwa pihak yang bertanggung jawab
atas kawasan gunung berapi memiliki tugas untuk menjaga keselamatan
dengan cara menghimbau orang-orang yang berada di area vulkanik.
Menurut pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Risk Management
diperlukan dalam organisasi maupun dalam diri orang-orang yang berada
di sekitar area vulkanik tersebut untuk mengurangi dan mengantisipasi
risiko yang mungkin terjadi.
Dalam buku Risk Management in Outdoor and Adventure Programs,
risk management diartikan sebagai penerapan kebijakan, standar, dan
prosuder manajemen yang sistematis untuk mengidentifikasi,
menganalisis, menilai, merawat, dan memantau risiko. Suatu organisasi
dalam upaya mencegah resiko kecelakaan harus memiliki Risk
Management Plan. Tahapan dari perencanaan tersebut mencakup cara
18

untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengedalikan atau


menyesuaikan risiko.

a. Risk Management Plan Process


1) Risk Identification
Proses manajemen risiko dirancang untuk mengidentifikasi risiko
yang harus dikelola. Proses yang sistematis diperlukan untuk
memastikan bahwa semua risiko yang relevan teridentifikasi
karena risiko akan berubah, sehingga mengidentifikasi risiko
menjadi bagian penting dalam proses manajemen risiko. Selain
itu juga penting untuk mengidentifikasi kerentanan (potensi yang
akan terkena dampak kerugian) dan resilensi (ukuran seberapa
cepat sebuah sistem pulih dari kegagalan). Proses identifikasi
penyebab kecelakaan dapat membantu pengelola dalam
memahami proses terjadinya kecelakaan beserta resikonya, hal ini
dikuatkan oleh Attarian dalam buku Risk Management in Outdoor
and Adventure Programs(2012).

2) Risk Evaluation
Risk Evaluation adalah komponen manajemen risiko dimana
keputusan dibuat mengenai pentingnya dan penerimaan risiko.
Alat evaluasi risiko yang berguna adalah Potential frequency dan
severity of loss model (Cuskelly & Auld dalam buku Risk
Management in Outdoor and Adventure Programs, 2012). Model
ini membantu mengkonseptualisasikan tindakan yang tepat yang
harus diambil untuk mengurangi risiko tergantung pada
kemungkinan terjadinya insiden dan potensi keseriusan suatu
insiden. Frequency, mengacu pada seberapa sering sebuah
kejadian diperkirakan terjadi. Severity, menunjukkan keadaan
atau tingkat cedera akibat kejadian tertentu. Dengan informasi
yang didapat dari proses evaluasi risiko pengelola dapat
memutuskan strategi yang akan digunakan.
19

3) Risk Control
Pengendalian risiko melibatkan penerapan metode untuk
mengurangi jumlah risiko yang melekat dalam aktivitas. Metode
ini biasanya melibatkan kebijakan, standar, dan prosedur praktik,
dan membuat perubahan fisik pada aktivitas atau tempat aktivitas
dilakukan. Menurut Van der Smissen dalam Attarian (2012), Risk
control strategies (gambar 2.1) should emphasize staffing, the
conduct of activities and the management of services,
participants, maintenance, the environment, warnings, standards,
information and documentation, public relations, and equipment.

b. Incident Countermeasures

Setelah tahapan dalam Risk Management Plan selesai, maka


tindakan selanjutnya adalah penanggulangan insiden kecelakaan atau
resiko yang telah teridentifikasi. Penanggulangan insinden atau
incident countermeasures adalah suatu langkah yang dilakukan untuk
menindaklanjuti sebuah kecelakaan atau kejadian atau pencegahan
agar tidak terulang kembali (Attarian, 2012). Model yang biasa
digunakan dalam incident countermeasures adalah Haddon Matrix
yang difungsikan sebagai penanggulangan kejadian yang baik untuk
program berpanduan dan petualangan (Haddon, 1972).
Haddon Matrix yang orisinil terdiri dari empat kolom: (1)Host
(atau orang yang terkena dampak luka); (2) Agent / kendaraan (energi
yang dialihkan ke pembawa dengan instrumen, seperti senjata api,
atau kendaraan bermotor); (3) Physical Environment(elemen
pengaturan fisik yang berkontribusi terhadap insiden produksi luka);
Dan (4) Social Environment (Norma masyarakat, kebijakan). Baris
dalam matriks diberi label pre-event, event, dan post-event. Model ini
merupakan alat penting bagi manajer risiko karena
mengkonseptualisasikan penyebab cedera dan mengidentifikasi
strategi pencegahan potensial. Dapat dilihat di gambar 2.2.
20

Tabel 2.1 Risk Control Strategies

Startegi Pengendalian Risiko Fokus Strategi


(Risk Control Strategy) (Focus Strategy)
Kualifikasi, rasio antara pegawai dan
Susunan Kepegawaian (Staffing) wisatawan, pelatihan dan persiapan,
pengawasan
Mengorganisir aktivitas dan Pernyataan misi, tujuan, kebijakan, evaluasi
pengelolaan pelayanan (Conduct of wisatawan dan persiapan, pengaturan
activities and management of kelompok, rencana aksi darurat, transportasi,
services) kesadaran risiko, standar perawatan
Kondisi dan karakteristik, pengawasan,
Peserta (Participants)
prosedur keadaan darurat
Bangunan, lahan, peralatan, pemeriksaan
Perawatan (Maintenance)
(inspection), pengelolaan tingkah laku
Lingkungan ; buatan dan alami Evaluasi bahaya, area yang diperbolehkan,
(Environment ; built and natural) kelayakan kemampuan untuk peserta
Bahaya yang melekat dalam kegiatan yang
Peringatan (Warnings)
disajikan, potensi cedera
Standar (Standards) Sesuai dengan standar industri
Riwayat kesehatan, persetujuan untuk
berpartisipasi, izin untuk berpartisipasi,
Informasi dan Dokumentasi
dokumen lain yang dibutuhkan dalam
program
Rencana tindakan untuk menyelesaikan
Hubungan Masyarakat (Public
masalah yang diakibatkan oleh kecelakaan,
Relation)
peristiwa (incident), dan masalah lainnya
Kesesuaian dengan aktivtitas yang
dilakukan: teknis, perlindungan, dan
Perlengkapan (Equipment)
peralatan keamanan, pakaian yang sesuai
dengan kegiatan, dan pencatatan

Sumber : Van der Smissen dalam Aram Attarian, 2012


21

Tabel 2.2 Modifikasi Haddon Matrix

Social
(Physical Environment;
(Agent/Vehicle;
(Activity Phase) (Host; Climbers) environment; program culture,
Equipment)
Climbing Site) policies,
procedures)

 Menyediakan  Melakukan
riwayat medis penilaian lokasi
atau kesahatan (jangkar,
 Memeriksa
 Memberikan bahaya,
semua
pelatihan yang akses/jalan  Memastikan
peralatan keluar)
sesuai (knots, karyawan
Fase sebelum pendakian
belaying  Menyediakan memahami SOP
aktivitas (memperbaiki
(Preactivity
technique, rute evakuasi  Menerapkan
atau mengganti
phase)
penggunaan  Menentukan peraturan secara
sesuai
peralatan) kesesuaian tepat
kebutuhan)
 Memberikan medan dengan
pengarahan keterampilan
bahaya pengunjung
 Menyediakan  Menyediakan
laporan cuaca laporan cuaca

 Menyediakan
 Memastikan
pengawasan
 Memastikan perlengkapan
umum
safety  Membuat pendakian sudah
 Menawarkan
equipment zonasi (helmet diperiksa
instruksi
Fase aktivitas digunakan zones, safety or dengan baik
progresif
(activity phase) dengan tepat community oleh pengelola
 Mengevaluasi
 Mengevaluasi zones)  Memberikan
tingkat
jangkar penilaian yang
ketahanan tubuh
tepat
pengunjung

 Menyediakan  Mengevaluasi
perlengkapan kembali rencana
tambahan (jika tindakan darurat
 Pelatihan
dibutuhkan)  Meninjau ulang (emergency
tambahan (jika
Fase sesudah  Ketepatan kelayakan action plan)
dibutuhkan)
aktivitas (post pedoman wilayah  Mengevaluasi
 Memenuhi
activity phase) penggunaan pendakian kembali
kebutuhan
dan tempat kebutuhan
pengunjung
penyimpanan tenaga medis
perlengkapan dan
penyelematan

Sumber: William Haddon dalam Aram Attarian, 2012


22

B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Judul Penulis Lokasi Analisis Hasil


Studi Manajemen Meassa Monikha Penelitian mengambil Proses analisis risiko Manajemen risiko dapat dilakukan
Risiko Erupsi Sari, 2013 lokasi kawasan dianalisis secara melalui empat rangkaian proses yaitu
Merapi Terhadap pariwisata Gunungapi kuantitatif dan kualitatif. identifikasi risiko, analisis risiko,
Pariwisata Merapi yaitu Taman Analisis kuantitatif respon risiko, dan monitoring risiko.
Wisata Kaliurang, dilakukan dengan Terdapat 21 risiko yang teridentifikasi
Tlogo Putri, Gardu memberi skor pada dari aspek natural, ekonomi, finansial,
Pandang, Kali Kuning probabilitas dan dampak manajerial dan teknikal. Analisis risiko
dan Kali Adem. pada risiko-risiko. Pada menunjukkan risiko tertinggi yaitu
analisis kualitatif, semua aspek natural dan kerusakan
risiko yang teridentifikasi lingkungan sedangkan risiko yang
diplot ke dalam matriks terendah merupakan aspek finansial
risiko kualitatif yaitu dan manajerial.
matriks antara probabilitas
versus dampak
berdasarkan skor risiko
yang diperoleh sehingga
dari matriks diperoleh
risiko tertinggi dan
terendah
Approaches And 1. P. Thierry Penelitian pada tiga Metode Observasi Manajemen risiko di gunung berapi
Methods To 2. M. Neri gunung berapi aktif, sangat kompleks, melibatkan berbagai
Improve Risk 3. G. Le Cozannet dan sasaran studi isu: pengetahuan geologi dasar dan
Management In 4. P. Jousset; and MIAVITA: Mt. terapan, observasi in-situ dan observasi
Volcanic Areas 5. A. Costa, 2015 Kamerun (Kamerun), jarak jauh untuk pemantauan,
Fogo (Tanjung Verde) pengetahuan mendasar, dan juga
dan Kanlaon (Filipina) sebagai alat pencegahan, manajemen
dan ketahanan krisis. Hal ini terjadi
pada situasi yang paling umum dimana
23

pengetahuan yang tersedia terbatas. Isu


khusus ini berusaha untuk
menggambarkan bahwa pengelolaan
ancaman yang efisien ini memerlukan
kombinasi dan koordinasi dari banyak
kemampuan dan teknik instrumen.
Menangani semua komponen
manajemen risiko dan interkoneksi
dalam proyek yang sama tidak hanya
merupakan masalah penelitian yang
tepat waktu, namun juga berpotensi
memberikan manfaat langsung bagi
masyarakat yang terkena risiko
vulkanik.
Mountain mortality: J S Windsor. dkk. Nepal, Himalaya Analisis Kualitatif dengan Dalam rangka merancang strategi demi
a review of deaths 2009 Metode Survey dan mencegah kematian karena kecelakaan
that occur during Observasi. di gunung, diperlukan menghitung
recreational tingkat kematian berdasarkan aktifitas
activities in the yang dilakukan wisatawan sehingga
mountains dapat menarik kesimpulan untuk
strategi selanjutnya, karena perbedaan
aktivitas dan kondisi lingkungan dapat
membuat hasil menjadi sulit
ditafsirkan.
Mountaineering Volker Lischke, Gerrman Alpine, Analisis Kuantitatif Usaha penyelamatan di pegunungan
accidents in the dkk. 2001 Germany; The dengan menggunakan Alpine Eropa kian bertambah seiring
European Alps: Southern Tirol Alpine, metode pengumpulan dan dengan meningkatnya jumlah
have the numbers Italy; the Swiss perhitungan data statistik kecelakaan fatal di pegunungan
increased in recent Alpine, Switzerland dari Jerman, Austria, Italia tersebut. Kecelakaan tersebut dapat
years? (1998); and the disebabkan oleh kurangnya informasi,
Austrian Alpine, peralatan yang tidak memadai, maupun
Austria. kurangnya pelatihan. Namun,
24

kecelakaan juga perlu dotinjau dari


sejauh mana kegiatan pendakian
menjadi banyak diminati oleh orang
karena hal tersebut akan merubah
tingkat kecelakaan dan pendakian.
Risk Management H.S. Cahaydi, Lokasi Penelitian, Analisis Kualitatif dengan Tidak adanya tindakan preventif dan
in Volcano Tourism 2014 Gunung Sibayak, metode survey dan kurangnya SDM yang mampu untuk
in Indonesia Danau Toba, Gunung dokumentasi. menangani wisatawan menyebabkan
Kerinci, Gunung jumlah korban cenderung meningkat
Kelud, Gunung tiap tahunnya, maka dari itu pengelola
Semeru, Gunung harus membuat Risk Management Plan
Bromo, Kelimutu, yang terintegrasi dengan master plan
Gunung Salak, destinasi gunung berapi.
Gunung Gede, Gunung
Galunggung, Gunung
Kraktau
Risk Management Danny Parkin dan - Studi Literatur Prinsip-prinsip obejektif untuk
and Outdoor Genny Blades, memastikan keselamatan fisik dan
Education: 1998 emosional peserta selama berkegiatan
a practical approach di luar rumah adalah untuk
to ensuring positive mengurangi tingkat risiko. Hal ini
outcomes dilakukan untuk menetapkan tingkat
kemungkingan risiko yang diinginkan
sesuai dengan tujuan kegiatan. Tingkat
risiko dan tantangan yang dihasilkan
akan bervariasi sesuai dengan masing-
masing peserta. Implementasi proses
manajemen risiko yang efektif akan
memastikan bahwa semua kegiatan
direncanakan dan dilakukan dengan
aman.
Risk Management Strategies
25

mencakup empat proses yaitu


Identifikasi, Penilaian dan
Pengurangan Risiko dan Perencanaan
Risk Management.
Mountaineering Jon G. Mclennan, Penelitian mengambil Proses analisis risiko Paparan ketinggian tinggi dapat
accidents in the Md dan John lokasi di Gunung dianalisis secara menghasilkan hasil yang serupa dan
Sierra Nevada Ungersma, Md Sierra, Nevada kuantitatif berpotensi tragis dalam penilaian dan
1983 koordinasi otot. Tanda dan gejala
penyakit gunung akut dan hipotermia
Menunjukkan aklimatisasi dan
penurunan yang tidak tepat dianjurkan.
Morbiditas dan mortalitas dapat
dikurangi dengan:
 Pemeriksaan fisik tahunan.
 Pelatihan pemasangan gunung
formal oleh instruktur
bersertifikat.
 Pelatihan kedokteran gunung
dasar.
 Program latihan aerobik dan
kekuatan.
 Pencegahan penyakit gunung
akut.
 Pencegahan luka dingin
 Latihan fleksibilitas harian.
 Kesimpulan aktivitas sehari-hari
sebelum terjadinyakelelahan.
 Turunkan ketergantungan pada
evakuasi helikopter di
baratAmerika Serikat.
No risk, no fun: The Tracey J. Dickson - Studi Literature Konsep risiko di bidang perilaku
role of perceived dan Sara Dolnicar pembelian wisata diperluas untuk
26

risk inadventure (2004) memperhitungkan komponen positif


tourism dari risiko yang dirasakan, yang
menjadi sangat relevan di Pengaturan
perilaku konsumen dari sub-pasar
wisata petualangan. Tingkat risiko
yang diinginkan mewakili tingkat
persepsi risiko yang optimal untuk
setiap individu. Memberikan tingkat
risiko optimal yang diinginkan
memaksimalkan permintaan untuk
menawarkan wisata petualangan,
dimana tingkat risiko optimal yang
diinginkan diasumsikan bervariasi dari
individu ke individu.
MANAGING RISK Sasha Davis, dkk. Penelitian mengambil Analisis kualitatif Sebagai destinasi wisata, gunung
AND ALLURE AT 2013 lokasi di Hawaii menggunakan skala likert berapi dan menghadirkan perpaduan
VOLCANOES IN unik antara daya tarik dan risiko.
HAWAII: HOW Umumnya wisatawan yang datang
CLOSE IS TOO berkunjung adalah untuk menyaksikan
CLOSE? secara langsung aktivitas gunung
berapi. Berdasarkan hasil interview
didapatkan data bahwa wisatawan
yang berumur lebih muda cenderung
merasa aman diatas gunung berapi
dibandingkan dengan wisatawan yang
lebih tua. Karena banyaknya latar
belakang yang memotivasi wisatawan
untuk datang, penulis
merekomendasikan penggunaan
riskescape di hawaii agar wisatawan
bisa dekat dengan gunung berapi
namun tetap merasa aman.
27

An Epidemiology of Travis Haggie Penelitian mengambil Analisis kualitatif. Ditemukan banyak pendaki yang
Hiker Injury and dan Tracey lokasi di Hawaii mengalami cedera dan penyakit
Illness in Hawaii Haggie, 2004 sebanyak 51% mengalami lecet dan
Volcanoes National 47% mengalami ketegangan otot dan.
Park Dehidrasi (77%) dan iritasi pernafasan
(46%) adalah penyakit yang paling
umum. Bagian bawah ekstremitas
adalah tempat yang paling umum
dilukai, dan pendaki pemula adalah
yang paling rentan terhadap cedera dan
penyakit. Banyak pendaki yang belum
berpengalaman mengabaikan tanda
peringatan dan memasuki daerah
berisiko tinggi.
Pengembangan dari penelitian terdahulu ini adalah :
1. Peneliti memadukan teori manajemen risiko dengan fenomena yang terjadi.
2. Peneliti memperhitungkan tingkat kematian dan kecelakaan untuk menentukan tahap dan langkah perencanaan manajemen risiko
selanjutnya.
3. Peneliti menemukan bahwa usaha penyelamatan dapat menjadi lebih sering bergantung dengan tingkat kunjungan yang ada. Hal
tersebut berpengaruh dengan perkembangan langkah yang akan ditentukan dalam perencanaan manajemen risiko.
4. Peneliti mempertimbangkan tingkat risiko yang diinginkan oleh wisatawan karena akan mewakili tingkat persepsi risiko yang
optimal untuk setiap wisatawan untuk pembentukan strategi manajemen risiko.
5. Peneliti memberikan strategi untuk pengurangan morbiditas dan mortalitas sebagai salah satu bentuk dari manajemen risiko.
6. Peneliti menemukan beberapa kecelakaan yang berbeda sesuai dengan motivasi berkunjung serta perilaku selama mendaki.
7. Peneliti menggunakan metode kuantitatif dengan scoring untuk mengukur probabilitas risiko.
8. Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk mengidentifikasi probabilitas risiko.

Sumber : Peneliti
28

C. Kerangka Pemikiran

VOLCANO
TOURISM

RISK

ACCIDDENT

RISK
MANAGEMENT

RISK RISK RISK


IDENTIFICATION EVALUATION CONTROL

RISK CONTROL
STRATEGIES IN
VOLCANO AREA

Sumber : Peneliti
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian rancangan deskriptif dengan


pendekatan kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh
tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan. Hal ini diperkuat dengan
pendapat dari Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2003:3) yang
menyatakan Metodologi Kualitatif menjadi sebuah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati dengan diperkuat oleh teori-teori
yang didapatkan peneliti. Pendekatan penelitian yang diambil sesuai dengan
judul penelitian yaitu “Manajemen Risiko dalam Wisata Vulkanik di
Gunung Merapi” yang bertujuan untuk mengungkapkan kejadian atau fakta,
keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian
berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi.
Pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan mengunakan
kualitatif yang merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif
berupa data tertulis atau lisan bahasa (Djajasudarma, 2006:11). Menurut
Silalahi (2010:76), penelitian kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses
penyelidikan untuk memahami masalah sosial berdasarkan pada penciptaan
gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan
pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar
alamiah.
Nazir (1988) menyatakan, metode deskriptif merupakan suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Berdasarkan penjelasan teori tersebut penelitian kualitatif dapat
diartikan sebagai penelitian yang dalam proses penyajian data serta hasil

29
30

penelitiannya mengedepankan pemaparan secara deskriptif melalui kata-


kata yang terperinci akan kejadian atau kondisi yang terjadi di lapangan.
Sehingga peneliti dapat mendapatkan hasil yang dapat menjelaskan
mengenai fenomena dan teori secara empiris mengenai manajemen risiko di
Gunung Merapi.

B. Partisipan dan Tempat Penelitian

Pelaku atau partisipan, menyangkut siapa saja yang terlibat dalam


kegiatan yang diamati, apa status mereka, bagaimana hubungan mereka
dengan kegiatan tersebut, bagaimana kedudukan mereka dalam masyarakat
atau budaya tempat kegiatan tersebut, kegiatan menyangkut apa yang
dilakukan oleh partisipan, apa yang mendorong mereka melakukannya,
bagaimana bentuk kegiatan tersebut, serta akibat dari kegiatan tersebut
(Morrisan M.A:2012). Partisipan dalam penelitian ini meliputi:
1. Populasi
Gay dan Diehl dalam Silalahi (2010:253) menjelaskan “populasi
adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen dimana penyelidik
tertarik”. Dari pengertian tersebut peneliti memilih populasi
berdasarkan ketertarikkan akan kesesuaian dengan data yang
dibutuhkan. Populasi yang telah ditentukan tersebut nantinya akan
menjadi awal ditentukannya sampel (Silalahi, 2010:253). Sedangkan
menurut Moh Nazir (2005:271) Populasi adalah kumpulan dari
individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.
Berdasarkan penjelasan di atas populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pihak pengelola dari kawasan Gunung Merapi, seluruh
stakeholders yang berperan dalam mencegah dan menangani bahaya
dalam aktivitas wisatawan di Gunung Merapi dan pendaki Gunung
Merapi.
2. Sampel
Menurut Hasan (2002:135) sampel adalah bagian dari populasi yang
diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik
tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi. Dan
31

juga Menurut Wibisono, (2003:41) sampel adalah bagian dari populasi.


Sampel merupakan bagian tertentu yang dipilih dari populasi. Sampel
yang diambil harus dapat menggambarkan kondisi dari populasi.
Dalam penelitian kualitatif disebut sebagai informan atau partisipan.
Sampel untuk stakeholders dalam penelitian ini adalah pejabat yang
terkait dengan pengelolaan manajemen risiko di dalam kawasan
Gunung Merapi, antara lain Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda
dan Olahraga Kabupaten Klaten, Ketua Organisasi Barameru, Kepala
Badan Penanggulan Bencana Daerah Klaten, Kepala Badan
Pengelolaan Manajemen Risko di Gunung Merapi, Kepala Balai
Taman Nasional Gunung Merapi, dan wisatawan yang mendaki
gunung Merapi.

Dalam teknik pengambilan sampel kali ini peneliti menggunakan


teknik purposive sampling kepada pihak pengelola, stakeholders serta para
pendaki yang minimal sudah lima kali mendaki gunung dan menggunakan
teknik accidental sampling pada para pendaki Gunung Merapi. Menurut
Arikunto (2010:53), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
bertujuan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan strata, random
atau daerah tetapi di dasarkan atas adanya tujuan tertentu. Sehingga peneliti
memilih teknik ini disebabkan peneliti hanya akan memilih responden yang
benar-benar mengerti akan pengelolaan dalam manajemen risiko di kawasan
Gunung Merapi yaitu pengelolanya itu sendiri serta stakeholders yang
terkait dengan pengelolaan manajemen risiko di Merapi dan pendaki yang
sudah pernah mendaki gunung Merapi. Accidental Sampling adalah teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data
(Sugiyono, 2001:60). Menurut Margono (2004:27) menyatakan bahwa
dalam teknik ini pengambilan sampel tidak ditetapkan lebih dahulu. Peneliti
akan langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang ditemui di
Gunung Merapi khususnya para pendaki.
32

C. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data


Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi
Arikunto (2006:228) menjelaskan bahwa dalam menggunakan
metode observasi sebagai salah satu teknik pengumpulan data,
peneliti dapat melengkapinya dengan format atau blangko
pengamatan sebagai instrumen. Dalam penelitian ini, observasi ini
dilakukan dengan mengamati dan mencatat langsung terhadap
objek penelitian, yaitu dengan mengamati manajemen
pengendalian risiko pihak pengelola Gunung Merapi.
b. Wawancara
Menurut Esterberg (2002) Wawancara merupakan pertemuan
antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik
tertentu. Wawancara itu sendiri dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
wawancara terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan
wawancara tak terstruktur. Peneliti memilih jenis wawancara semi-
terstruktur karena wawancara semi-struktur (semistructure
interview) sudah termasuk dalam kategori in-depth interview yang
pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka dan pihak yang diajak
wawancara diminta pendapatnya. Dalam melakukan wawancara,
peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang
dikemukakan oleh informan, selain itu dalam proses wawancara ini
juga membutuhkan sebuah pedoman wawancara serta alat perekam
untuk mempermudah proses wawancara narasumber. Wawancara
semi-struktur ini akan diterapkan pada pengelola Gunung Merapi,
dalam wawancara ini akan menemukan informasi tentang
pengelolaan manajemen risiko di kawasan Gunung Merapi.
33

c. Studi Pustaka
Menurut Arikunto (2006) pengertian studi pustaka dalam
penelitian adalah metode pengumpulan data dengan mencari
informasi lewat buku, majalah, koran, dan literatur yang bertujuan
untuk membentuk sebuah landasan teori. Adapun tujuan dari
penggunaan studi pusataka yang diungkapkan oleh Surwono
(2006) antara lain (1) menemukan variablel-variabel yang akan
diteliti; (2) membedakan hal-hal yang sudah dilakukan dan
menentukan hal-hal yang perlu dilakukan; (3) melakukan sintesa
dan memperoleh perspektif baru, dimana peneliti mampu
menemukan sesuatu yang penting mengenai gejala yang
dipertanyakan dan cara untuk mengaplikasikan kedalam kontek
penelitian; (4) menetukan makna dan hubungan antar variabel.
Teknik pengumpulan data dalam studi literatur dilakukan dengan
mempelajari buku-buku referensi, laporan-laporan, majalah-
majalah, jurnal-jurnal dan media lainnya yang berkaitan dengan
obyek penelitian. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
lima buku dan 10 jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian,
yang menjadi referensi dan acuan teori yang dipakai dalam
penelitian ini.
d. Dokumentasi
Menurut Arikunto (2006:231) studi dokumentasi dapat diartikan
sebagai sebuah metode pengumpulan data dengan cara mencari
data-data mengenai variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger dan
sebagainya. Hal tersebut sangat erat dengan kebutuhan data
sekunder dimana menurut Silalahi (2010:291) mengatakan bahwa
data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan
kedua atau dari sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum
penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
metode ini untuk menemukan data-data terkait pengelolaan
manajemen risiko di Gunung Merapi. Dokumen yang digunakan
34

peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-data. Hasil penelitian


dari observasi dan wawancara akan semakin sah dan dapat
dipercaya apabila didukung oleh foto-foto.
2. Alat Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data, sebagai berikut:
a. Checklist (Daftar Periksa)
Menurut Ghony dan Almansyur (2012:213) Checklist adalah
catatan tertulis tentang apa yang dilihat dan apa yang dipahami
dalam rangka pengumpulan data pada penelitian kualitatif.
Digunakan dalam melakukan penelitian sebagai alat bantu untuk
mencatat informasi penting mengenai kondisi aktual obyek yang
diteliti. Checklist berisi tentang indikator-indikator pengelolaan
risk management di Gunung Merapi.
b. Pedoman wawancara
Menurut Sarwono (2006) Panduan wawancara yang sudah disusun
secara tertulis sesuai dengan masalah, kemudian digunakan sebagai
sarana untuk mendapatkan informasi. Cara menggunakan panduan
tersebut dapat dalam bentuk wawancara ataupun diskusi. Berisikan
daftar pertanyaan yang ingin di jawab secara jelas oleh pihak
terkait seperti pengelola yang dirasa mengerti akan permasalahan
dan informasi tentang pengelolaan manajemen risiko di Gunung
Merapi.
c. Kuesioner
Menurut Silalahi (2010) Kuesioner merupakan satu mekanisme
pengumpulan data yang efisien, kuesioner berisi satu set tulisan
tentang pertanyaan yang diformulasi agar responden mencatat
jawabannya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner
dengan tipe tertutup dikarenakan peneliti membutuhkan data
terperinci yang dapat membantu penelitian untuk menggambarkan
keadaan aktual pengelolaan risiko di Gunung Merapi.
35

Menurut Sekaran dalam Silalahi (2010), pertanyaan dalam


seperangkat kuesioner ialah tentang indikator dari konsep. “The
questions choosen can be understood as indicating the concepts
cantained in the aims. Ensuring good links between concepts and
their indicators lies at the heart of good question design. Some
concepts are easier to indicate than others.” (Sekaran, op cit, h.
49-51). Kuesioner berisi pertanyaan penelitian yang berguna untuk
mengukur variabel yang dapat diisi sendiri oleh pendaki Gunung
Merapi. Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah
kuesioner tertutup menggunakan Skala Likert. Kuesioner tertutup
adalah kuesioner yang disajikan dengan alternatif pilihan jawaban
yang sudah desidiakan dengan memberikan tanda (x) atau () pada
jawaban yang dianggap sesuai. Skala Likert merupakan teknik
penskalaan yang banyak digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, atau persepsi seseorang tentang fenomena sosial.
Jawaban dari skala Likert terdiri dari beberapa alternatif kategori
respons yang mengekspresikan luas jangkauan sikap dari sangat
positif sampai dengan sangat negatif (Silalahi, 2010). Skala Likert
dalam penelitian ini memiliki rentang skala dengan pilihan
jawaban :
1) Sangat tidak setuju
2) Tidak setuju
3) Netral
4) Setuju
5) Sangat setuju
Setelah itu, hasil data yang diperoleh akan di uji validitas dengan
menggunakan uji validitas konstruk yang menurut Suryabrata
(2000) validitas konstruk menyatakan sejauh mana skor-skor hasil
pengukuran dengan suatu instrumen itu mereflleksikan konstruk
teoritik yang mendasari penyusunan instrumen tersebut. Hasil dari
uji coba tersebut dihitung menggunakan rumus koefisien korelasi
product moment dari Pearson sebagai berikut
36

Pengujian menggunakan uji dua pihak dengan taraf signifikansi


0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
1) Jika r hitung ≥ r tabel (uji dua pihak dengan sig. 0,05) maka
instrumen atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan
terhadap skor total (dinyatakan valid).
2) Jika r hitung < r tabel (uji dua sisi dengan sig. 0,05) maka
instrumen atau item-item pertanyaan tidak berkorelasi
signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).
Uji Reliabilitas adalah data untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Kehandalan yang menyangkut kekonsistenan jawaban jika diujikan
berulang pada sampel yang berbeda. Dalam program SPSS akan
dibahas untuk uji yang sering digunakan penelitian mahasiswa
adalah dengan menggunakan metode Alpha (Cronbach’s). Metode
Alpha sangat cocok digunakan pada skor berbentuk skala (misal 1-
4, 1-5) atau skor rentangan (misal 0-20, 0-50)

Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient


reliability) sementara jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh
item reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal karena
37

memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada pula yang memaknainya


jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna. Jika alpha antara 0,70
– 0,90 maka reliabilitas tinggi. Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka
reliabilitas moderat. Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah. Jika
alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel.

d. Dokumen
Menurut Ghony dan Almansyur (2012:199) Dokumen merupakan
catatan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa masa lalu.
Dokumen berfungsi sebagai data sekunder yang dibutuhkan untuk
memperkuat penelitian. Dokumen yang digunakan dalam
penelitian kali ini adalah jurnal-jurnal dan data-data sekunder yang
digunakan untuk memperkuat data penelitian.

3. Analisis Data

Menurut Silalahi (2010:319) analisis data memiliki arti luas yang


meliputi penyederhanaan data dan penyajian data. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan data penelitian yang
diperoleh menjadi lebih mudah untuk di baca dan dimengerti. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis model Miles dan
Huberman. Miles dan Huberman dalam Silalahi (2010:339) menjelaskan
“kegiatan analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikkan kesimpulan/verifikasi”.

a. Reduksi data menurut Silalahi (2010:339) menjelaskan bahwa


reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi
data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Proses reduksi tersebut berlangsung terus-menerus, dalam hal ini
peneliti melakukan beberapa hal terkait kegiatan reduksi antara lain,
membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-
gugus, membuat partisi, dan menulis memo. Dengan kata lain
38

kegiatan mereduksi data tersebut bertujuan untuk mempertajam,


menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data sedemikian rupa hingga kesimpulan-
kesimpulan final-nya dapat ditarik dan diverifikasi (Silalahi,
2010:340). Hasil dari pengumpulan data wawancara selanjutnya
akan peneliti analisis dengan sistem koding. Menurut Nasution
(2003:135) koding adalah lambang atau kata singkatan untuk
aspek-aspek laporan lapangan. Dalam penelitian kualitatif
pengodean dapat diklasifikasikan berdasarakan tahapannya.
Charmaz (2006) mengemukakan tiga jenis tahapan pengodean
yaitu pengodean awal (initial coding), pengodean berporos (axial
coding), dan pengodean selektif (selective coding).
b. Penyajian Data menurut Silalahi (2010:340) diartikan sebagai
sekumpulan data yang berisi informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikkan kesimpuan dan pengambilan
tindakan. Data yang disajikan tersebut dapat memberikan
pemahaman atau informasi tentang apa yang sedang terjadi dan apa
yang harus dilakukan selanjutnya lebih jauh menganalisis,
mengambil tindakan, atau mencari data sebagai tambahan untuk
meyakinkan kondisi yang sedang terjadi. Menurut Silalahi
(2010:341), penyajian data kualitatif juga dapat menggunakan
matriks, grafik, jaringan dan bagan untuk lebih mempermudah
pembaca dalam memahami demanding harus disajikan dalam
bentuk naratif yang berjumlah puluhan atau bahkan ratusan
halaman. Oleh sebab itu sah saja apabila dalam penelitian kualitatif
nanti ditemukan beberapa matriks, grafik, jaringan, dan bagan
dalam proses penyajian datanya.
c. Kegiatan analisis yang terakhir adalah menarik kesimpulan. Pada
saat proses pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti-arti dari
benda atau peristiwa, mencatat keteraturan, pola, penjelasan
konfigurasi yang mungkin terjadi, alur, dan sebagainya. Pada awal
pencarian data mungkin kesimpulan belum terlihat jelas namun
39

semakin hari akan semakin terlihat dan jelas bahkan kejelasan


kesimpulan tersebut terkadang baru muncul pada saat akhir
pencarian data (Silalahi, 2010:341). Dalam penarikkan kesimpulan
data-data yang diperoleh harus dapat menggambarkan keadaan
serta kondisi di lapangan apakah sudah ideal dan sesuai dengan
teori atau masih ada beberapa kondisi yang berlawanan dengan
kondisi ideal yang seharusnya. Kesimpulan dalam penelitian
kualitatif hanya bersifat sementara sebab masalah serta
rumusannya dapat berkembang dan berubah-ubah.

Selain menggunakan reduksi data peneliti juga menggunakan


teknik Triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data.
Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam
membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng,
2004:330) Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan
dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran
data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain
itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran
peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif.
BAB IV

RENCANA KEGIATAN DAN BIAYA

A. Struktur Organisasi

DOSEN PEMBIMBING I

Dr. Beta Budisetyorini, M.Sc

DOSEN PEMBIMBING II

Odang Permana, M.E

DOSEN PEMBIMBING III

Rachmat Syam, S.Sos.,


MM.Par

KETUA KELOMPOK

Sylvia Oktaviani

SEKRETARIS BENDAHARA KOOR. LAPANGAN


Tzatza Alfiana
Hasna Monita Feronica Tiara Ghozy Alwarits

40
41

B. Jadwal Kegiatan Penelitian


Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Penanggung


No Kegiatan Basic Research Tanggal
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Jawab

1 Penentuan Judul 5 Jun - 10 Jun


2 Penyusunan Usulan Penelitian 10 Jun - 6 Jul
3 Penyusunan Rancangan Penelitian 6 Jul - 31 Jul
4 Pembuatan Instrumen Penelitian 31 Jul - 9 Agu
Tim Survey Berangkat ke Lokus
09-Aug Sylvia & Ghozy
5 Penelitian
Tim Survey menyerahkan surat izin
10 Agu-13
penelitian ke kantor KESBANGPOL Jawa Sylvia & Ghozy
Agu
6 Tengah
Tim Peneliti Berangkat ke Lokus Hasna, Tzatza &
14-Aug
7 Penelitian Feronica
Wawancara dengan pengelola Taman 15 Agu-17
Sylvia & Tzatza
8 Nasional Gunung Merapi Agu
Menyebarkan Questionnaire ke pendaki 18 Agu - 20
Hasna & Feronica
9 gunung merapi Agu
Kompilasi Data & Analisis hasil obervasi
20-Aug Seluruh Anggota
10 minggu ke 1
Wawancara dengan pengelola Badan 21 Agu-23
Ghozy & Sylvia
11 Konservasi Sumber Daya Alam Agu
Menyebarkan Questionnaire ke pendaki 24 Agu - 27
Feronica & Hasna
12 gunung merapi Agu
Kompilasi Data & Analisis hasil obervasi
28-Aug Seluruh Anggota
13 minggu ke 2
29 Agu -31
Wawancara dengan BARAMERU Tzatza & Ghozy
14 Agu
42

Menyebarkan Questionnaire ke pendaki


1 Sep - 3 Sep Feronica & Hasna
15 gunung merapi
Kompilasi Data & Analisis hasil obervasi
04-Sep Seluruh Anggota
16 minggu ke 3
Wawancara dengan Badan
05 - 07 Sep Tzatza & Ghozy
17 Penanggulangan Bencana Daerah
Menyebarkan Questionnaire ke pendaki
08 - 10 Sep Feronica & Hasna
18 gunung merapi
19 Wawancara dengan Dinas Pariwisata 11 - 12 Sep Tzatza & Ghozy
20 Pengumpulan hasil observasi dan data 13-Sep Seluruh Anggota
21 Tim Peneliti kembali ke Bandung 14-Sep Seluruh Anggota
18 Sep - 30
22 Pengolahan dan Analisis Data Nov
18 Sep - 30
23 Penyusunan Laporan Nov
24 Seminar Internal 17-Nov
25 Seminar Nasional 04-Dec
26 Revisi Laporan Akhir 5 Dec - 6 Dec
27 Pengumpulan Laporan Akhir 07-Dec
43

C. Rencana Anggaran Biaya

Tabel 4.2 Tabel Rancangan Anggaran Biaya

NO KEGIATAN/TUJUAN/RINCIAN VOL UNIT FREK BIAYA JUMLAH


1 KONSUMSI
P3K 1 PAKET 1 100.000 Rp 100.000,00
AIR MINERAL 1 GALON 7 20.000 Rp 140.000,00
TOTAL KONSUMSI Rp 240.000,00
TRANSPORT DAN
2 AKOMODASI
AKOMODASI 5 HARI 30 30.000 Rp 4.500.000,00
ALAT RUMAH TANGGA 1 PAKET 2 80.000 Rp 160.000,00
TRANSPORTASI BANDUNG-
KLATEN PP
TIKET PULANG-PERGI 5 TIKET 2 250.000 Rp 2.500.000,00
TRANSPORTASI DI LAPANGAN
BENSIN MOTOR 4 LITER 6 10.000 Rp 240.000,00
BENSIN MOBIL 20 LITER 5 10.000 Rp 1.000.000,00
SEWA MOBIL 1 MOBIL 5 500.000 Rp 2.500.000,00
SEWA MOTOR 1 MOTOR 6 50.000 Rp 300.000,00
TOTAL TRANSPORT DAN
AKOMODASI Rp 11.200.000,00
4 BIAYA TAK TERDUGA 5 RUPIAH 1 200.000 Rp 1.000.000,00
5 TIM ADVANCE
TIKET SEMARANG - KLATEN
(PP) 2 PAX 1 100.000,00 Rp 200.000,00
PENGINAPAN 2 MALAM 4 30.000,00 Rp 240.000,00
MAKAN 2 PAX 2 25.000,00 Rp 100.000,00
TRANSPORTASI 2 PAX 2 20.000,00 Rp 80.000,00
TOTAL TIM ADVANCE Rp620.000

TOTAL BIAYA Rp 14.625.000,00


TOTAL BIAYA PER ORANG Rp 2.925.000,00
BAB V

PENUTUP

Demikian proposal penelitian yang berjudul : MANAJEMEN RISIKO


DALAM WISATA VULKANIK DI GUNUNG MERAPI, peneliti berharap agar
kegiatan penelitian ini berjalan dengan lancar dan sebagaimana mestinya serta
sesuai dengan anggaran dana yang tertulis tanpa adanya hambatan maupun
kendala yang dapat menyulitkan peneliti sehingga penelitian ini dapat selesai tepat
waktu dengan hasil yang bermanfaat baik bagi peneliti, pengelola Taman
Nasional Gunung Merapi, maupun Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

44
DAFTAR PUSTAKA

Anttonen, Roosa et al, 2004. Naive Translation Equivalent. Translation Journal.


Volume 17, No. 3, http://translationjournal.net/journal/65naive.htm, diakses
pada 19 Juni 2017

Adirahmanta, Noor. S. 2005. Prospek Pengembangan Kegiatan Wisata di Kawasan


Kaliurang Pasca Penetapan Taman Nasional Gunung Merapi. Semarang:
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Dapat diunduh di:
http://eprints.undip.ac.id/11555/1/2005MTPWK4427.pdf, diakses pada 15
Juni 2017

Attarian, Aram. 2012. Risk Management in Outdoor and Adventure Programs:


Scenarios of accidents, incidents, and misadventures. United States: Human
Kinetics.

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).


Jakarta: Rineka Cipta.

Aquino, Richard. 2015. Understanding Visitor Perspectives on Volcano Tourism at


Mount Pinatube. Phillipines: A Mixed Methods Study.

Bentley, T. A. dan Stephen J. Page. 2001. Scooping the extent of adventure tourism
accident journal. London: Elsevier Science Ltd.

Benediktsson, K., Lund, K. A., & Huijibens, E. 2010. Inspired by eruptions?


Eyjafjallajokull and Icelandic Tourism. Mobilities.

Boorstin, D. 1961. The Image. New York: Antheneum.

Cahyadi, H. S. 2014. Risk Management in Volcano Tourism in Indonesia. Indonesia:


Asean Journal on Hospitality and Tourism, Vol. 13, hal. 125-136.

Charmaz, Kathy. 2006. Constructing Grounded Theory. London: Sage Publications.

Darmawi, Herman. 2005. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara.


Davis, S.dkk. 2013. Managing Risk and Allure at Volcanoes in Hawaii: How Close is
Too Close?. GeoJournal of Tourism and Geosites, No.2, Vol. 12, Hal. 85-93.

Djajasudarma, Hj. T. Fatimah. 2006. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian


dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama.

Djohanputro,B. 2008. Manajemen Risiko Korporat. Pendidikan dan Pembinaan


Manajemen, Jakarta.

Dorf, R.C. & Byers, T.H. 2008. Technology ventures: from idea to enterprise ( 2nd
ed). Boston, Mass: McGraw-Hill.

Dorfman, M.S. 2004. Risk Management and Insurance (8th ed). New Jersey: Prentice
Hall.

Erfurt-Cooper, P.J. and Cooper, M.J. 2009. Health and Wellness Tourism: Spas and
Hot Springs. Bristol, UK: Channel View Publishing.

Erfurt-Cooper, Patricia dan Malcolm Cooper. 2010. Volcano and Geothermal Tourism:
Sustainable Geo-Resources for Leisure and Recreation. London: Earthscan.

Erfurt-Cooper, P. 2010c. Introduction in P. Erfurt-Cooper & M. Cooper (Eds), Volcano


and Geothermal Tourism: Sustainable Geo-resources for leisure and
recreaction (pp. 3-31). New York: Earthscan.

Esterberg, Kristin G. 2002 .Qualitative Methods Ins Social Research. Mc Graw Hill:
New York.

Ewert, A. and Hollenhorst, S. 1994. Individual and setting attributes of the adventure
recreation experience. Leisure Sciences. 16: 177-191.
Ghony, M.D. dan Almanshur, F. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Ar-ruzz Media.

Girod, Robert J. 2014. Police Liability and Risk Management Torts, Civil Rights, and
Employment Law. Florida: CRC Press Taylor & Francis Group.
Grocott, M. P. W., H. Montgomery. 2009. Mountain Mortality: A review of deaths that
occur during recreational activities in the mountains. Post Graduate Medical
Journal.

Haddon, W. 1972. A Logical Framework for Categorizing Highway Safety Phenomena


and Activity. Journal of Trauma 12, Vol 1.

Hasan, M. Iqbal, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.


Ghalia Indonesia: Bogor.

IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). 2011.
IUCN Red List of Threatened Species. Dapat diunduh di
http://www.iucnredlist.org, diakses pada tanggal 15 Juni 2017.

Lawrence, B.S. 1997. Restless Earth: Nature’s Awesome Powers. Washington D.C:
National Geographic Society.

Margono, Drs. S. Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Mansfeld, Y. & Pizam, A. 2006. Tourism, security and safety: from theory to practice.
New York: Butterworth-Heinemann.

MIAVITA. 2012. Handbook for Volcanic Risk Management: Prevention, Crisis


Management, Resilience. France.

Moleong, Lexy. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remanja Rosdakarya.

Mrozowicz, K.dan P. Halemba. 2015. The Human Factor and Fatal Accidents in The
Mountains (The Mountain Thanatological Studies Method). Modern
Management Review, Vol. XX, 22, hal. 83-96.

Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.


Neitlich. 2009. The importance of risk management for business owners
http://www.evancarmichael.com/Management/1034/The-Importance-of-
RiskManagement-for-Business-Owners.html, diakses pada 18 Desember
2009

Newsome, D., & Dowling, R. 2006. The scope and nature of geotourism. Jordan Hill:
Elsevier Butterworth-Heinemann.

Paripurno, ET. 2004. Mendialogkan Kembali Tata Ruang Kawasan G. Merapi Kita.
Kompas. 29 Maret 2004, hal 1.

Rodriguez, Steven. I Prefer to Die on the Mountain: Local Resistance to National Park
Development on Mount Merapi.” Environment & Society Portal, Arcadia
2014, no. 1. Rachel Carson Center for Environment and Society. Dapat
diunduh di: http://www.environmentandsociety.org/node/5657, diakses pada
17 Juni 2017

Rifqi, Abdurrahman S. 2015. Profil Vo2max dan Profil Mental Toughness Pendaki. 14
Peaks Expedition IV Universitas Pendidikan Indonesia.

Sari, M.M. 2013. Studi Manajemen Risiko Erupsi Merapi Terhadap Pariwisata.
Bandung: PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil).
Vol. 5.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Singh, V.P., dkk. 2007. Risk reliability analysis- a handbook for civil and
environmental engineers. American Society of Civil Engineers.

Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sukarmin, Yustinus. 1995. Persiapan Fisik bagi Pendaki Gunung: Sebuah Alternatif
Pencegahan Kecelakaan.Cakrawala Pendidikan No.1, Tahun XIV.

Suryabrata, S. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Swarbroke, John,dkk. 2003. Adventure Tourism. London: Elsevier Science Ltd.

Thierry, P., dkk. 2015. Approaches and methods to improve risk management in
volcanic areas. Eropa: Natural Hazards and Earth System Science., Vol. 15,
Hal. 197-201.

Trieschmann, dan Gustavson. (1995). Risk Management and Insurance (9th ed). South
Western College Publishing.

Vaughan, E. J. dan Elliot, C. M (1978). Fundamentals of Risk and Insurance (2nd ed).
Santa Barbara: John Wiley & Son, Inc.

Weber, Karin. 2008. OUTDOOR ADVENTURE TOURISM: A review of research


approaches. Canada: Sport &Tourism: a reader. Routledge. Hal. 57-69.

Wilks, Jeff dan Stewart Moore. 2004. Tourism Risk Management For The Asia Pacific
Region: An Authoritative Guide For Managing Crises And Disasters.
Australia: CRC for Sustainable Tourism Pty Ltd.

Wibisono, Dermawan. 2003. Riset Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Walle, A. H. 1997. Pursuing Risk or Insight: Marketing Adventures. Annals of Tourism


Research 24:265–282.

World Tourism Organization. 2003. Safety and Securityin Tourism: Partnership and
Practical Gudeline for Destination. Madrid: World Tourism Organization, in
Press.
LAMPIRAN
A. Daftar Periksa
DAFTAR PERIKSA

Nama Kawasan Peneliti : ......................................................................................

Klasifikasi Atraksi Wisata : ......................................................................................

Lokasi Administrasi : ......................................................................................

Lokasi Pengelolaan : ......................................................................................

Nama Peneliti : 1. ...............................................................................

2. ...............................................................................

3. ...............................................................................

4. ...............................................................................

5. ...............................................................................

Tanggal Penelitian :

1. Luas kawasan : .......................................................................m²/ha


2. Luas ODTW : ...................................................................... m²/ha
3. Luas Area Terpakai / Terbangun : .........................................................m²/ha
4. Batas Administrasi dan Batas Alam :

Batas Administrasi Batas Alam Keterangan


Utara
Barat
Selatan
Timur

No. Daftar Keterangan


5. Topografi
 Ketinggian rata-rata diatas permukaan laut
…………………. mdpl.
 Konfigurasi umum lahan
 Bergunung
 Berbukit
 Lembah
 Dataran
 Lainnya ………………………………
6. Geologi
 Jenis material tanah ………………………….
 Kestabilan tanah :
Baik Sedang Labil, Lokasi …………
 Daya serap tanah :
Baik Sedang Tidak baik
 Tingkat Erosi
Rendah Sedang Tinggi, Lokasi …………
7. Klimatologi

 Temperatur udara :
 Rata-rata tahunan : ………………… о c
 Minimum tahunan : …….………….. о c
 Maksimum tahunan : .…………….. о c
 Curah hujan
 Rata-rata tahunan : ……………………… mm
 Musim hujan, bulan : …….………….............
 Musim kemarau, bulan : .…………………...
 Kelembaban ………………………………….%
 Kekuatan tiupan angin
Besar Sedang Kecil
 Penyinaran matahari rata-rata
Terik Sedang Kecil
 Pengaruh musim
Tidak ada Ada
8. Kondisi Lingkungan
 Kualitas Lingkungan
Baik Cukup Kurang
 Kebersihan/sanitasi
Baik Cukup Kurang
 Bentang Alam
Baik Cukup Kurang

 Pencemaran Udara Penyebab:


Tidak ada Ada
 Pencemaran bau
Tidak ada Ada
 Pencemaran air
Tidak ada Ada
 Pencemaran sampah Lokasi:
Tidak ada Ada
 Vandalisme
Tidak ada Ada
 Visabilitas
Bebas Terhalang Sedikit terhalang
 Tingkat Kebisingan
Rendah Sedang Tinggi
 Rambu iklan
Banyak Sedang Sedikit Tidak ada

9. Pola Ruang
 Pola ruang daya Tarik
Tersebar Terkonsentrasi
 Pola pemilikan tanah
Tanah negara Tanah adat
Tanah Desa Tidak jelas
Lainnya…………………………………….
 Tata guna tanah
Pemukiman Pariwisata
Pertanian Hutan lindung
Perkebunan Hutan produksi
Lainnya……………………………………..
10. Volcanic Landform
 Caldera
 Cinder cones/ Scoria cones

 Composite on Strato Volcanoes

 Crater

 Crater rows

 Decade volcanoes

 Hydrothermal vent or black smoker

 Igneous province and flood basalt

 Isand arc volcanoes

 Lava cave, lava tube

 Lava dome
 Lava lake

 Lava plateau

 Maars, tuff rings and diatremes

 Mud volcanoes

 Moberg or tuya

 Pseudo craters

 Rift valley

 Shield Volcanoes

 Sub-glacial Volcanoes

 Sub-marine or subaqueous volcanoes


 Super Volcanoes

 Volcanic Arc

 Volcanic Belt

 Volcanic Field

 Volcanic Fissure

 Volcanic Rift

11. Unique Natural Environment


 Active lava flows

 Strombolian eruptions

 Geysers and hot springs

 Lava lakes
 Crater lakes

 Boiling ponds

 Fumaroles and vents

 Boiling mud pools

 Hot rivers and streams

 Sinter terraces

12. Activities in Volcanic Area


 Sightseeing

 Mountain Climbing

 Hiking

 Photography
 Field Research

 Collecting Rock Samples

 General outdoor activities

13. Pre-Activity  Obtain medical or health


history

 Provide appropriate training

 (knots, belaying technique,


equipment use).

 Give a hazard briefing.

 Obtain weather report.

 Inspect all climbing


equipment

 Conduct site assesment


 Establish Evacuation

 Determine appropriatness
given student skill set

 Ensure the staff are familiar


with local operating
procedures
 Implement policies
appropriately

14. Activity  Provide general supervision

 Offer progresive instruction

 Evaluate student energy


levels

 Ensure that safety equipment


is being used properly

 Evaluate anchors

 Establish helmet zones and


safety or community zones
 Ensure that climber and
belayer systems are checked
by staff prior to climbing
 Ensure that assesment

 Tehniques are appropriate

15. Post-Activity  Additional training needed

 Student needs met

 Obtain additional equipment


as needed

 Catalog and store equipment


appropriately

 Reasseses site for


appropriateness

 Reevaluate emergency action


plan

 Reevaluate necessary medical


and rescue skills
16. Staffing
 Qualification

 Staff/client ratios

 Training and preparation

 Supervisions

17. Conduct of Activities Management of Services


 Mission statement

 Goals

 Objectives

 Policies

 Client evaluation and preparation

 Group control
 Emergency actions plans

 Transportation

 Risk awareness

 Standards of care

 Participants

18. Participants
 Characteristic and conditions

 Supervisions

 Emergency procedures

19. Maintanance
 Buldings

 Grounds
 Equipment

 Inspection

 Human behaviour management

20. Environment
 Hazard evaluation

 Area ethics

 Appropriateness for participant skill levels

21. Warnings
 Hazard inherent in the activities presented

 Potential injuries

22. Standard
 Compliance with idustries standard

23. Information and documentation


 Medical history
 Agreement to participate

 Permision to participate

 Permits

 Other document required by program

24. Public Relations


 Plans of actions to address problem that arise from
accident, incident and other issues

25. Equipment
 Appropriateness of activity; technical, protective,
and safety equipment

 Appropriate clothing for activities

 Record keeping

\
B. Kuesioner
Nama: Jenis Kelamin:
Usia: Pendidikan terakhir:
Pekerjaan: Asal:

NO PERTANYAAN JAWABAN
1. Bersama siapa anda a. Sendiri
mendaki gunung Merapi? b. Pasangan
c. Keluarga
d. Teman
e. Rombongan
f. Lainnya………
2. Mengapa anda mendaki a. Sight-seeing
gunung Merapi? b. Hobi
c. Rekreasi
d. Fotografi
e. Penelitian
f. Lainnya………
3. Menurut saya Medan
 Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat
pendakian gunung Merapi Tidak Setuju Setuju
berbeda dengan gunung Setuju
lainnya

4. Menurut saya medan  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat


pendakian Gunung Merapi Tidak Setuju Setuju
menantang Setuju

5. Menurut saya pengelola  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat


gunung merapi sudah sadar Tidak Setuju Setuju
akan kepentinga n riwayat Setuju
kesehatan pendaki
6. Pengelola gunung Merapi  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat
sudah memberikan Tidak Setuju Setuju
pengarahan sebelum Setuju
pendakian

7. Saya mencaritahu kondisi  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat


cuaca sebelum melakukan Tidak Setuju Setuju
pendakian Setuju

8. Pengelola sudah  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat


memberitahukan kondisi Tidak Setuju Setuju
cuaca sebelum pendakian Setuju

9. Saya siap untuk  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat


menghadapi risiko yang Tidak Setuju Setuju
dapat terjadi saat mendaki Setuju
Gunung Merapi

10. Pengelola sudah  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat


Tidak Setuju Setuju
memberikan himbauan
Setuju
mengenai bahaya dan
risiko yang dapat terjadi
sebelum melakukan
pendakian
11. Pengelola menyediakan  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat
pelayanan safeguard Tidak Setuju Setuju
Setuju

12. Saya sudah mengetahui  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat


hal-hal yang dilarang dan Tidak Setuju Setuju
tidak dilarang untuk Setuju
dilakukan di Gunung
Merapi
13. Saya sudah sering mendaki
 Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat
gunung Tidak Setuju Setuju
Setuju
Keterangan : …….

14. Saya tidak memiliki  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat


riwayat penyakit yang Tidak Setuju Setuju
berbahaya untuk pendakian Setuju
(Penyakit Jantung, Asma, Keterangan : …….
Epilepsi, dll.)

15. Saya memiliki keahlian


 Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat
menggunakan
Tidak Setuju Setuju
perlengkapan outdoor Setuju
Keterangan : …….

16. Saya pernah mengikutin  Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat


pelatihan pendakian Tidak Setuju Setuju
Setuju
Keterangan : …….

17. Saya sudah mendaftarkan


 Sangat  Tidak  Netral  Setuju  Sangat
dan mendapat izin dari
Tidak Setuju Setuju
pengelola untuk mendaki Setuju
Gunung Merapi Keterangan : …….
C. Pedoman Wawancara

TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI


Nama:
Divisi:
1. Bagaimanakah bentuk lahan vulkanik Gunung Merapi?
2. Apa sajakah keunikan Gunung Merapi?
3. Menurut data 3 tahun ke belakang, apakah motivasi pendaki Gunung Merapi?
4. Menurut data 3 tahun ke belakang, bagaimanakah kondisi demografi pendaki
Gunung Merapi?
5. Apakah pengelola Gunung Merapi memperhatikan riwayat medis pendaki?
6. Bagaimanakah bentuknya?
7. Adakah asuransi yang disediakan oleh pengelola untuk wisatawan maupun
karyawan?
8. Jika ada, bagaimana?
9. Apakah ada rincian skill yang diperlukan calon pendaki untuk melakukan
pendakian?
10. Adakah intruksi bertahap yang diberikan oleh pengelola dalam pelaksanaan
aktivitas pendakian?
11. Adakah pelatihan dan persiapan bagi karyawan dalam menghadapi risiko dan
bahaya?
12. Apakah ada pelatihan dan persiapan untuk pendaki dari pengelola?
13. Apakah pengelola memberikan emergency procedures kepada wisatawan?
14. Adakah pemberitahuan mengenai kondisi cuaca kepada pendaki?
15. Seberapa seringkah pemberitahuan tersebut?
16. Apakah ada kontrol dan perbaikan bangunan, lahan, peralatan?Apa sajakah
bahaya yang dapat terjadi? Adakah evaluasinya?
17. Apakah pengelola Gunung Merapi memberikan pelatihan dalam menggunakan
peralatan pendakian?
18. Bagaimana penilaian wilayah pendakian?
19. Apakah ada rencana dan jalur evakuasi untuk bahaya maupun risiko yang dapat
terjadi? Jika ada, bagaimana?
20. Apakah rencana tersebut dapat berubah? Bagaimana?
21. Bagaimanakah sistem penilaian penerimaan karyawan di Gunung Merapi?
Adakah kualifikasi khususnya?
22. Seberapa jauh karyawan mengetahui SOP? Dan bagaimana karyawan
mengaplikasikannya?
23. Apakah ada penilaian karyawan secara bekelanjutan khususnya dalam human
behaviour management?
24. Seberapa besarkah kesadaran pengelola dan karyawan terhadap risiko?
25. Bagaimana kebijakan dan peraturan serta standar perawatan (dalam kecelakaan)
untuk Gunung Merapi?
26. Apakah pengelola memantau kemampuan (energi) pendaki selama aktivitas
pendakian?
27. Adakah pengawasan yang dilakukan pengelola terhadap karyawan?
28. Adakah pengawasan dari pengelola di wilayah pendakian?
29. Adakah pengarahan yang diberikan pengelola Gunung Merapi mengenai bahaya
dan risiko serta potensi kecelakaan yang dapat terjadi selama pendakian?
30. Apakah pengelola menyediakan perlengkapan pendakian? Adakah gudangnya?
31. Apakah ada pengecekan peralatan mendaki oleh pengelola? Jika ada, siapa yang
mengecek dan bagaimanakah prosesnya?
32. Adakah zonasi yang telah dibuat oleh pengelola? (helmet zones, safety zones,
community zones)
33. Adakah pos medis di Gunung Merapi? Bagaimana keadaan dan tenaga kerjanya?
34. Adakah transportasi baik darat dan udara untuk keadaan darurat dalam aktivitas
pendakian?
35. Adakah pelatihan tambahan atau himbauan setelah dilakukannya aktivitas
pendakian?
36. Adakah pendataan kebutuhan pendaki dan pemenuhannya setelah aktivitas?
37. Bagaimana klasifikasi bahaya dan risiko di Gunung Merapi?
38. Berapakah jumlah karyawan Taman Nasional Gunung Merapi?
39. Seberapa besar perbandingan karyawan dan pendaki yang datang? Apakah
teratasi?
40. Adakah divisi khusus yang berfokus pada risiko dan bahaya di Gunung Merapi?
41. Apakah tujuan, misi dan goal divisi tersebut?
42. Adakah kerja sama antara pengelola dengan tim penyelamat seperti TIM SAR?
43. Jika ada, bagaimana bentuknya?
DINAS PARIWISATA
Nama:
Divisi:
1. Berapakah jumlah wisatawan yang datang ke Taman Nasional Gunung Merapi,
khususnya pendaki Gunung Merapi?
2. Adakah batas maksimal yang diberikan untuk wisatawan khususnya pendaki
Gunung Merapi?
3. Apakah Taman Nasional Gunung Merapi merupakan destinasi unggulan di Jawa
Tengah/Yogyakarta?
4. Apa saja atraksi yang ditawarkan Taman Nasional Gunung Merapi?
5. Bagaimana bentuk pemasaran destinasi Taman Nasional Gunung Merapi?
6. Bagaimanakah perkembangan pariwisata di Taman Nasional Gunung Merapi
khususnya yang berkaitan dengan adventure tourism?
7. Adakah zonasi yang telah dibuat oleh pengelola? (helmet zones, safety zones,
community zones)
8. Adakah kunjungan yang dilakukan dinas pariwisata terkait kegiatan yang ada di
Gunung Merapi?
9. Apakah risiko menurut dinas pariwisata?
10. Apakah dinas pariwisata menyadari bahwa kegiatan di Taman Nasional Gunung
Merapi memiliki risiko bahaya baik dari sisi lingkungan dan aktivitasnya?
11. Apa sajakah bahaya yang dapat terjadi? Adakah evaluasinya?
12. Adakah sosialisasi mengenai risiko dan bahaya di Taman Nasional Gunung
Merapi khususnya Gunung Merapi kepada masyarakat?
13. Adakah sosialisasi mengenai risiko dan bahaya di Taman Nasional Gunung
Merapi khususnya Gunung Merapi kepada pengelola?
14. Jika ada, bagaimanakah bentuknya?
15. Apakah dinas pariwisata memiliki koordinasi secara berkelanjutan dengan
pengelola Taman Nasional Gunung Merapi khususnya untuk penanggulangan
risiko?
16. Apakah dinas pariwisata memiliki koordinasi secara berkelanjutan dengan
pengelola TIM SAR khususnya untuk penanggulangan risiko?
17. Apakah dinas pariwisata memiliki koordinasi secara berkelanjutan dengan
pengelola BNPB khususnya untuk penanggulangan risiko?
18. Apakah dinas pariwisata memiliki koordinasi secara berkelanjutan dengan
pengelola BPBD khususnya untuk penanggulangan risiko?
19. Jika ada, bagaimanakah bentuknya?
BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Nama:
Divisi:
1. Bagaimanakah bentuk lahan vulkanik Gunung Merapi?
2. Apakah ada pelatihan dan persiapan untuk pendaki dari pengelola?
3. Adakah pelatihan tambahan atau himbauan mengenai bahaya dan risiko di
Taman Nasional Gunung Merapi untuk pengelola Taman Nasional Gunung
Merapi?
4. Adakah pelatihan dan persiapan yang dirancang untuk menghadapi risiko dan
bahaya untuk pengelola Gunung Merapi?
5. Adakah intruksi bertahap yang diberikan oleh Badan Penanggulangan Bencana
Daerah dalam pelaksanaan aktivitas pendakian?
6. Adakah peralatan khusus yang digunakan untuk proses penyelamatan saat terjadi
bahaya ataupun kecelakaan?
7. Apakah ada kontrol dan perbaikan bangunan, lahan, peralatan?
8. Adakah pengawasan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah di wilayah
pendakian?
9. Bagaimana klasifikasi bahaya dan risiko di Gunung Merapi?
10. Apa sajakah bahaya yang dapat terjadi? Adakah evaluasinya?
11. Apa saja bentuk kecelakaan yang dapat terjadi di Gunung Merapi?
12. Adakah klasifikasi dan evaluasinya?
13. Adakah zonasi yang telah dibuat oleh pengelola? (helmet zones, safety zones,
community zones)
14. Adakah pengawasan yang dilakukan?
15. Jika ada, bagaimana bentuknya?
16. Bagaimana penilaian wilayah pendakian?
17. Bagaimana tahapan perencanaan penanggulangan risiko dan bahaya untuk
Taman Nasional Gunung Merapi?
18. Apakah ada rencana dan jalur evakuasi untuk bahaya maupun risiko yang dapat
terjadi? Jika ada, bagaimana?
19. Apakah rencana tersebut dapat berubah? Bagaimana?
20. Adakah transportasi baik darat dan udara untuk keadaan darurat dalam aktivitas
pendakian?
21. Adakah divisi khusus yang berfokus pada risiko dan bahaya di Gunung Merapi?
22. Apakah tujuan, misi dan goal divisi tersebut?
23. Bagaimana kebijakan dan peraturan serta standar perawatan (dalam kecelakaan)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah?
24. Adakah kerja sama antara dengan tim penyelamat seperti TIM SAR?
25. Jika ada, bagaimana bentuknya?
26. Jika ada, bagaimana bentuknya?
27. Bagaimana bentuk pengarahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah kepada
Taman Nasional Gunung Merapi maupun stakeholder lainnya mengenai bahaya
yang dapat terjadi di Taman Nasional Gunung Merapi?
28. Bagaimana bentuk koordinasinya?
BARAMERU
Nama :
Divisi :
1. Adakah pelatihan dan himbauan dalam persiapan yang dirancang untuk
menghadapi risiko dan bahaya untuk pengelola Gunung Merapi oleh
BARAMERU?
2. Jika ada, bagaimana bentuknya?
3. Adakah intruksi bertahap yang diberikan oleh BARAMERU dalam pelaksanaan
aktivitas pendakian?
4. Adakah peralatan khusus yang digunakan untuk proses penyelamatan saat terjadi
bahaya ataupun kecelakaan?
5. Adakah pengawasan dari BARAMERU di wilayah pendakian?
6. Adakah penilaian wilayah pendakian? Jika ada, bagaimana?
7. Apa sajakah bahaya yang pernah terjadi? Adakah evaluasinya?
8. Bagaimana klasifikasi bahaya dan risiko di Gunung Merapi?
9. Apa saja bentuk kecelakaan yang pernah terjadi di Gunung Merapi?
10. Adakah evaluasinya?
11. Kecelakaan yang paling parah seperti apa?
12. Penanganan apa sajakah yang dilakukan jika terjadi kecelakaan di kawasan
Gunung Merapi?
13. Apakah ada rencana dan jalur evakuasi untuk bahaya maupun risiko yang dapat
terjadi? Jika ada, bagaimana?
14. Apakah rencana tersebut dapat berubah? Bagaimana?
15. Bagaimana bentuk kerjasama BARAMERU dengan Taman Nasional Gunung
Merapi?
16. Adakah sertifikasi yang harus diperlukan untuk menjadi Anggota?
17. Berapa banyak anggota yang sudah mendapatkan sertifikasi?
18. Adakah bantuan dari pihak Taman Nasional Gunung Merapi untuk mendapatkan
sertifikasi?
19. Bagaimana tahapan perencanaan penanggulangan risiko dan bahaya yang pernah
dilakukan untuk Taman Nasional Gunung Merapi?
BADAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
Nama:
Divisi:
1. Bagaimanakah bentuk lahan vulkanik Gunung Merapi?
2. Apa sajakah keunikan Gunung Merapi?
3. Adakah pelatihan dan persiapan bagi karyawan dalam menghadapi risiko dan
bahaya?
4. Apa sajakah bahaya yang dapat terjadi? Adakah evaluasinya?
5. Bagaimana klasifikasi bahaya dan risiko di Gunung Merapi?
6. Adakah zonasi yang telah dibuat oleh pengelola? (helmet zones, safety zones,
community zones)
7. Apakah Badan Konservasi Sumber Daya Alam menyadari bahwa risiko dan
bahaya dapat terjadi di Taman Nasional Gunung Merapi? Jika iya, apa saja
penanggulangan yang pernah dilakukan?
8. Bagaimana penilaian wilayah pendakian?
9. Apakah pernah dilakukan perbaikan bangunan, lahan, peralatan saat Badan
Konservasi Sumber Daya Alam menaungi Gunung Merapi?
10. Apakah ada rencana dan jalur evakuasi untuk bahaya maupun risiko yang dapat
terjadi saat Gunung Merapi masih dibawah naungan Badan Konservasi Sumber
Daya Alam? Jika ada, bagaimana?
11. Apakah rencana tersebut pernah berubah? Bagaimana?
12. Bagaimana kebijakan dan peraturan serta standar perawatan (dalam kecelakaan)
untuk Gunung Merapi?
13. Adakah kendala yang dialami Badan Konservasi Sumber Daya Alam selama
mengelola Taman Nasional Gunung Merapi? Khususnya pada risiko dan bahaya?
14. Apakah saat itu terdapat divisi khusus yang berfokus pada risiko dan bahaya di
Gunung Merapi?
15. Apakah tujuan, misi dan goal divisi tersebut?
16. Hingga saat ini masih adakah kerja sama antara Badan Konservasi Sumber Daya
Alam dengan Taman Nasional Gunung Merapi beserta tim penyelamat seperti
TIM SAR?
17. Jika ada, bagaimana bentuknya?
WISATAWAN
Nama :
Asal :
Umur :
1. Peralatan apa sajakah yang anda bawa untuk mendaki Gunung Merapi?
2. Persiapan apa sajakah persiapan yang anda lakukan untuk mendaki gunung?
3. Apakah anda memiliki penyakit yang berbahaya?

Anda mungkin juga menyukai