Anda di halaman 1dari 7

STENOSIS LARING

DEFINISI
Stenosis merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang menyatakan
adanya penyempitan dalam sebuah rongga. Stenosis laring merupakan penyempitan
jalan napas bagian atas, sebagian atau lengkap, yang dapat mempengaruhi semua
bagian laring. Bagian yang paling sering terkena adalah daerah subglotis. Beberapa
stenosis laring bisa bersifat kongeital dan didapat. Kedua ini sangat penting untuk
dibedakan. Pada anak-anak, stenosis kongenital merupakan jenis stenosis yang serign
terjadi. Pada orang dewasa, stenosis laring biasanya terjadi akibat trauma iatrogenik,
infeksi, benda asing, dan zat kaustik.1,2.

ETIOLOGI
Stenosis subglotis ada 2 yaitu kongenital dan didapat3-6 :
1. Stenosis subglotis kongenital
Stenosis sublotis kongenital merupakan cacat lahir yang disebabkan oleh
rekanalisasi tidak lengkap tabung laringotracheal yang merupakan embrologi
dari laring selama bulan ketiga kehamilan sehingga menyebabkan berbagai
tingkat stenosis subglotis bawaan6.
Stenosis subglotis kongenital didapatkan dari lahir atau pada periode
neonatal, atau dalam beberapa minggu pertama atau bulan setelah lahir dimana
stenosis terjadi tanpa adanya riwayat intubasi, trauma laring, atau kompresi
ekstrinsik seperti malformasi vaskular yang bisa disebabkan karena
lengkungan aorta ganda3.
Stenosis subglotis kongenital dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu
karena kelainan membran dan kelainan bentuk tulang rawan krikoid.
a. Kelainan membran
 Hiperplasia jaringan fibrosa
 Hiperplasia kelenjar submukosa
 Granulasi jaringan

Gambar 1. stenosis subglotis kongenital karena granulasi jaringan

b. Kelainan bentuk katilago krikoid


 Krikoid yang berukuran kecil
 Krikoid bentuk elips (lonjong)
 Lamina anterior berukuran besar
 Lamina posterior berukuran besar
 Pergeseran cincin trakea pertama ke arah atas belakang ke dalam
lumen krikoid.

2. Stenosis subglotis yang didapat (Acquired stenosis subglottic)


Dapat disebabkan karena6 :
a. Intubasi
Stenosis subglotis didapat terjadi karena pemakaian intubasi endotrakeal
yang berkepanjangan sehingga meyebabkan trauma pada struktur subglotis
sekunder karena tekanan antara kartilago aritenoid. Intubasi menyebabkan
cedera di subglotis karena cincin kartilaginosa atau dapat menyebabkan
cedera distal dalam trakea. Tekanan dan atau gerakan dari tabung terhadap
kerangka tulang rawan dapat menyebabkan iskemik dan nekrosis7.
b. Trauma laring, bisa disebabkan karena trauma beda tajam atau beda
tumpul, trakeostomi tinggi dan krikotiroidotomi.
c. Infeksi
Selain karena intubasi endotrakeal, juga dapat karena benda asing, infeksi,
atau irtasi kimia. Epitel pernafasan sangat rentan terhadap iritasi, dan bila
terus berlanjut dapat terjadi edema, hipermia ulserasi dan infeksi lokal
dengan pertumbuhan jaringan granulasi. Jika iritasi masih berlanjut
kerusakan kartilago yang mendasari kartilaginosa lainnya terjadi. Akibat
selanjutnya jika terjadi penyembuhan akan terbentuk jaringan parut yang
dapat menghasilkan striktur atau stenosis8.
Infeksi kronis seperti Tuberculossis (TB) dan kebiasaan yang salah seperti
menelan atau makan silet atau beling sehingga menimbulkan perlukaan dan
jaringan parut juga dapat menyebabkan terjadinya stenosis subglotis2.
d. Gastroesophageal Reflux Desease (GERD)
e. Penyakit inflamasi, seperti : Anti-neutrophil cytoplasmic autoantibodies,
sarcoidosis dan lupus eritematous sistemik.

MANIFESTASI KLINIS
Stenosis subglotis terjadi pada daerah subglotis yaitu 2-3 cm dari pita suara,
dimana pasien akan mengalami gejala klinis berupa2 :
a. Orang dewasa dengan stenosis kongenital ringan biasanya tanpa gejala dan
biasa diagnosis ditegakkan setelah intubasi sulit atau saat menjalani endoskopi
untuk alasan lain.
b. Pasien dengan stenosis didapat didiagnosis dari beberapa hari sampai 10 tahun
atau lebih setelah cedera awal. Mayoritas kasus didiagnosis dalam waktu 1
tahun. Gejalanya meliputi :
 Dispneu (mungkin saat beraktifitas atau dengan istirahat, tergantung pada
tingkat keparahan stenosis).
 Stridor
 Suara serak
 Retraksi di suprasternal, epigastrium, interkontal, serta subklavikula
 Sianosis dan apneu pada stadium yang lebih berat sebagai akibat sumbatan
jalan nafas, sehingga mungkin juga terjadi gagal pernafasanan (respiratory
distress).

DERAJAT KEPARAHAN
Stenosis subglotis menurut Myer-Cotton dinilai berdasarkan tingkat keparahan
blok atau tingkat obstruksinya ada 4 yaitu9 :
 Kelas 1 : tingkat obstruksi < 50%
 Kelas 2 : obstruksi 51%-70%
 Kelas 3 : obstruksi 71%-99%
 Kelas 4 : tidak ada lumen (obstruksi 100%)

Gambar 2. Stadium stenosis subglotis

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding stenosis subglotis diantaranya adalah4,5 :
a. Laringomalasi
Laringomalasi merupakan kelainan laring kongenital yang paling sering
ditemukan. Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah, sehingga pada
waktu inspirasi epiglotis tertarik ke bawah dan menutup rima glotis. Dengan
demikian bila pasien bernafas, nafasnya berbunyi (stridor).
Stridor merupakan gejala awal, dapat menetap dan mungkin pula hilang
timbul. Ini disebabkan arena lemahnya rangka laring. Tanda sumbatan jalan
nafas dapat terlihat dengan adanya cekungan (retraksi) di daerah suprasternal,
epigastrium, interkostal dan supraklavikular.
b. Laryngeal Web (Selaput di laring)
Suatu selaput yang transparan (web) dapat tumbuh di daerah glotis,
suoraglotis atau subglotis. Selaput ini terbanyak tumbuh di daerah glotis
(75%), subglotis (13%) dan di supraglotis sebanyak 12%. Terdapat gejala
sumbatan laring.
c. Kista kongenital
Kista sering tumbuh dipangkal lidah atau di plika ventrikularis. Untuk
penanggulangannya adalah dengan mengangkat kista itu dengan bedah mikro
laring.
d. Hemangioma
Hemangioma biasanya timbul di daerah subglotis. Sering pula disertai
dengan hemangioma di tempat lain, seperti di leher. Gejalanya adalah terdapat
hemoptisis dan bila tumor itu besar terdapat juga gejala sumbatan laring.

DIAGNOSIS
Semua pasien yang datang harus dilakukan anamnesis secara lengkap,
pemeriksaan fisik, nasopharingolaringoskopi dan pemeriksaan radiografi untuk
menegakkan diagnosis. Dari anamnesis biasanya ditemukan keluhan-keluhan pasien
suara serak dan susah bernafas6.
Pemeriksaan kepala dan leher secara lengkap harus dilakukan pada semua
pasien. Dimulai dengan melihat apakah pada pasien terdapat gejala sumbatan jalan
nafas seperti dispneu, takipneu, sianosis, stridor, dan retraksi di suprasternal,
epigastrium, interkontal, serta subklavikula2.
Pemeriksaan diatas juga diikuti dengan endoskopi untuk menilai laring, trakea,
bronkus, esophagus dan untuk memastikan karakteristik lesi stenosis. Penanganan
stenosis sub glotis tergantung pada diameter, panjang, lokasi dan keadaan pasien.
Gold standart untuk mendiagnosis kelainan laring adalah dengan laringoskopi
langsung (direct) dan trakeobronkoskopi yang dilakukan dengan anastesi umum.
Pemeriksaan ini harus dilakukan di ruang operasi dan harus ada ahli anastesi.

PENATALAKSANAAN
Terapi stenosis subglotis tergantung pada kelainan yang menyebabkannya dan
seberapa parah hal itu berdampak pada pernafasan. Pada umunya terapi stenosis
subglotis yang disebabkan oleh kelainan submukosa adalah dilatasi atau dengan laser
CO210.
Stenosis subglotis yang disebabkan oleh kelainan bentuk tulang rawan krikoid
dilakukan terapi pembedahan dengan melakukan rekonstruksi. Pengobatan proses
inflamasi dengan steroid oral atau inhalasi kadang-kadang dapat mengurangi
keparahan penyakit. Pengobatan terhadap beberapa keadaan yang memperburuk atau
menyebabkan stenosis subglotis juga perlu dilakukan, seperti penatalaksanaan GERD
dan infeksi kronis lainnya11.
Gambar 3. Post operasi stenosis subglotis

PENCEGAHAN
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stenosis
subglotis diantaranya :
1. Menghindari pemakaian endotrakeal tube yang terlalu lama (>7 hari).
2. Menangani penyakit-penyakit yang yang dapat menimbulkan stenosis
subglotis sebagai komplikasi, seperti penyakit infeksi, penyakit inflamasi dan
GERD
3. Penggunaan steroid bila terjadi proses inflamasi pada mukosa laring untuk
proses granulasi pada mukosa yang dapat menimbulkan stenosis subglotis.

Anda mungkin juga menyukai