Anda di halaman 1dari 10

I.5.

Klasifikasi komplikasi OMSK


Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan,
namun memiliki dasar yang tetap sama.
Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut:9
LETAK KOMPLIKASI

PENYAKIT KOMPLIKASI

Intratemporal

a. Perforasi membran timpani


b. Mastoiditis akut
c. Paresis nervus fasialis
d. Labirinitis
e. Petrositis

Ekstratemporal

Abses subperiosteal

Intrakranial

a. Abses otak
b. Tromboflebitis
c. Hidrosefalus otikus
d. Empiema Subdural
e. Abses subdura/ekstradura

- Komplikasi Intratemporal
1) Mastoiditis akut
Mastoiditis akut (MA) merupakan perluasan infeksi telinga tengah ke dalam
pneumatic system selulae mastoid melalui antrum mastoid. Walau dalam praktek
kejadian komplikasi ini rendah, pengobatan harus secepat dan seefektif mungkin
untuk menghindari komplikasi.
Gejala klinis OMSK yang dicurigai MA antara lain otore purulen kental dalam
jumlah banyak dan bau, tak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan antibiotika
selama dua minggu, nyeri belakang telinga. Pada pemeriksaan fisik mungkin akan
ditemukan granulasi di dinding superoposterior kanalis auditorius eksterna, perforasi
membran timpani, abses/fistel retroaurikula. Pada beberapa kasus dapat dijumpai
perluasan abses ke ruang/rongga dalam leher sekitar mastoid seperti m.digastrikus,
m.sternokleidomastoideus (Bezolds mastoiditis) dan paralisis nervus fasialis.10
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto polos
mastoid Schuller maupun CT scan mastoid.10

Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi; meliputi


dua hal penting yaitupembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan
sekret) dan antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan pengalaman
empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya berdasarkan
efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman (mujarab), resistensi, keamanan, risiko
toksisitas dan harga.
2) Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis
pada otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang
oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi kedalam kanalis
fasialis tersebut.
Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu
diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan
tekanan di dalam kavum timpani dengan drenase. Bila dalam jangka waktu tertentu
ternyata tidak ad perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik (elektromiografi),
barulah dipikirkan untuk melakukan dekompresi.
Pada OMSK, tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa menunggu
pemeriksaan elektrodiagnostik.3
3) Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum
(general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang
terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf
saja. Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa.
Terdapat 2 bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis
serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta.
Labirinitis supuratis dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis
supuratif kronik difus. Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin
tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supratif, sel radang menginvasi
labirin, sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.
Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk
menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan juga drainase
nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang

adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa
kolesteatoma.
4) Petrositis
Kira-kira sepertiga dari populasi manusia, tulang temporalnya mempunyai selsel udara sampai ke apeks os petrosum. Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi
dari telinga tengah ke os petrosum. Yang sering ialah penyebaran langsung ke sel-sel
udara tersebut. Adanya pertositis sudah harus dicurigai, apabila pada pasien otitis
media terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan n.VI sering kali disertai dengan
rasa nyeri di daerah parietal, temporal atau oksipital, oleh karena terkenanya n.V,
ditambah dengan terdapatnya otore yang persisten, terbentuklah suatu sindrom yang
disebut sindrom Gradenigo.
Kecurigaan terhadap petrositis terutama bila terdapat nanah yang keluar terus
menerus dan rasa nyeri yan menetap pasca mastoidektomi. Pengobatan petrositis ialah
operasi serta pemberian antbiotika protokol komplikasi intrakranial. Pada waktu
melakukan operasi telinga tengah dilakukan juga eksplorasi sel-sel udara tulang
petrosum serta mengeluarkan jaringan patogen.
- Komplikasi Intrakranial
1) Abses Otak
Abses otak otogenik merupakan salah satu komplikasi intrakranial yang sering
terjadi pada otitis media supuratif kronik tipe maligna1. Mortalitasnya masih sangat
tinggi yaitu sekitar 40%. Penyebaran infeksi melalui beberapa cara yaitu melalui
tegmen timpani yang membentuk temporal abses, melalui sinus sigmoid ke fossa
kranii posterior yang membentuk abses serebellum, dari labirin ke sakkus
endolimfatikus yang membentuk abses serebellum dan dapat juga melalui vena-vena
dan meatus akustikus internus. Pada kasus abses otak dimana Otitis Media
Suppurativa Kronik (OMSK) sebagai faktor predisposisi, abses sering berlokasi pada
lobus temporalis kemudian diikuti oleh abses pada serebellum.
Diagnosis sampai sekarang masih merupakan masalah untuk para dokter karena
baik secara anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang sangat tidak
spesifik. Kecurigaan terdapatnya abses otak pada pasien OMSK adalah bila timbul
sakit kepala yang bersifat hemikranial atau yang paling sering pada seluruh kepala,
menetap dan tidak berespon dengan pengobatan penurunan kesadaran, papil edema,

defisit neurologis fokal tidak selalu dijumpai. Akan tetapi bila terdapat hal tersebut
maka kecurigaan terhadap abses otak menjadi lebih kuat.3
Gejala dan tanda klinis abses otak mengikuti patogenesis terjadinya abses seperti
yang digambarkan oleh Neely dan Mawson yaitu :3
1. Stadium inisial: gejalanya biasanya ringan dan sering terabaikan. Penderita
mengeluh sefalgia, malaise, menggigil, rasa mengantuk, mual dan muntah.
Gejala biasanya ringan, sering terabaikan dan kadang-kadang tampak sebagai
eksaserbasi otitis media supuratif kronik. Gejala ini dapat menghilang dalam
beberapa hari.
2. Stadium laten: secara klinis tidak jelas karena gejala berkurang, kadangkadang masih terdapat malaise, kurang nafsu makan dan sakit kepala yang
hilang timbul. Pada stadium ini abses terlokalisir dan terjadi pembentukan
kapsul. Gejala ini dapat timbul beberapa minggu dan kadang-kadang sampai
beberapa bulan.
3. Stadium manifest : pada stadium ini abses mulai membesar dan menyebabkan
gejala bertambah. Pada stadium ini dapat terjadi kejang fokal atau afasia pada
abses lobus temporalis sedangkan pada abses serebellum dapat terjadi ataksia
atau tremor yang hebat. Gejala klinik pada stadium ini terjadi karena
peningkatan tekanan intrakranial dan gangguan fungsi serebrum atau
serebellum yang menyebabkan tanda dan gejala fokal. Gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial berupa; sakit kepala hebat yang memburuk
pada pagi hari, mual dan muntah biasanya bersifat proyektil terutama bila lesi
pada serebellum, perubahan tingkat kesadaran berupa lethargi, kelemahan
yang progresif, stupor edema biasanya tidak tampak pada kasus dini. Gejala
ini tampak bila peningkatan tekanan intrakranial bertahan selama 2-3 minggu
dan denyut nadi lambat dan temperature subnormal.
4. Stadium akhir: pada stadium ini kesadaran makin menurun dari stupor sampai
koma dan akhirnya meninggal yang disebabkan karena ruptur abses ke dalam
sistem ventrikel dan rongga subarakhnoid.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dapat berupa:
a. Laboratorium: umumnya jumlah lekosit normal atau meningkat (<15.000/m3);
b. Lumbal punksi: analisis liquor cerebro spinalis (LCS) pada abses otak tidak
spesifik

dan tindakan ini merupakan kontraindikasi untuk membuktikan

kecurigaan abses otak.Penurunan kesadaran dapat terjadi pada 20% pasien


yang dilakukan LP.
c. Foto polos kepala, kurang bermakna, mungkin dapat memperlihatkan
pergeseran kelenjar pineal yang mengalami kalsifikasi.
d. Computed tomography (CT) Scan kepala: pemeriksaan ini sangatlah penting
untuk menegakkan diagnosis abses otak merupakan pemeriksaan non invasif.
Sebaiknya dilakukan dengan kontras. Pada pemeriksaan dengan kontras, abses
otak tampak sebagai daerah hipodens yang dikelilingi oleh lingkaran yang
disebut tanda cincin (ring sign), penting untuk mengetahui ukuran dan lokasi
abses serta membantu memantau perkembangan abses selama pengobatan.
e.

Magnetic resonance imaging (MRI): membantu mengidentifikasi abses otak


pada stadium lebih awal dan lebih sensitif dalam mendeteksi penyebaran
ekstra parenkimal ke ruang subarakhnoid.

Prinsip terapi abses otak adalah menghilangkan fokus infeksi dan efek massa. Terapi
medikamentosa dengan antibiotik dapat diberikan pada abses otak bila:3 (1) keadaan
pasien akan menjadi buruk bila tindakan bedah dilakukan, (2) terdapatnya abses
multipel terutama bila lokasinya saling berjauhan, (3) letak abses di sebelah dalam
atau daerah yang membahayakan, (4) bersamaan dengan meningitis, (5) bersamaan
dengan hidrosefalus yang memerlukan shunt yang dapat menyebabkan infeksi pada
tindakan bedah, (6) bila setelah pemberian antibiotik pada 2 minggu pertama ukuran
abses menjadi kecil. Pada penanganan medikamentosa diberikan antibiotik dosis
tinggi secara parenteral. Pemberian antibiotik dapat dikombinasikan karena biasanya
terjadi infeksi campuran dan diindikasikan pada infeksi yang berat.Pemilihan
antibiotik biasanya sulit karena adanya variasi bakteri penyebab abses otak. Biasanya
diberikan golongan penisilin untuk bakteri gram positif dan aminoglikosida untuk
bakteri gram negatif dan yang lebih penting bakteri anaerob. Kombinasi penisilinaseresisten penisilin dan aminoglikosida dapat digunakan untuk bakteri aerob gram
positif dan gram negatif. Kombinasi sefalosforin generasi ketiga dan metronidazol
yang dapat melalui sawar darah otak dan merupakan efektif untuk bakteri anaerob.
Harus diusahakan agar dapat diperoleh bahan baku untuk kultur dan tes kepekaan. Tes
kepekaan dapat membantu pemilihan antibiotik dan diberikan sampai suhu badan
menjadi normal. Kortikosteroid diberikan sebagai terapi tambahan untuk mengurangi

pembengkakan otak dan efek desak ruang yang disebabkan oleh abses. Dapat
diberikan 4 mg tiap 6 jamsecara intravena.
Mengenai kapan dilakukan tindakan bedah pada abses otogenik ada beberapa
pendapat dari para ahli. Saat kondisi pasien sudah stabil maka tindakan
mastoidektomi dapat dilakukan dan biasanya sesudah 3-4 hari sesudah kraniotomi
atau dapat lebih cepat tergantung keadaan umum pasien. Akan tetapi sebelum
tindakan bedah dilakukan maka diberikan dulu antibiotik spektrum luas selama 2
minggu .3
Pendapat yang lain mengatakan bahwa operasi mastoid dan bedah saraf
dilakukan pada waktu yang berdekatan. Kontaminasi infeksi yang terus menerus
dari mastoid ke jaringan otak akan menyebabkan respon pengobatan menjadi
buruk. Selanjutnya ada yang berpendapat bahwa idealnya kedua operasi tersebut
dilakukan bersamasama.
Pada kasus-kasus berat tentu saja hal tersebut tidak mungkin dilakukan tetapi bila
pengobatan infeksi telah berhasil mengurangi edema jaringan otak maka operasi
mastoid harus dilaksanakan. Untuk penanganan abses dilakukan oleh ahli bedah
saraf dengan pendekatan aspirasi melalui sawar, eksisi abses, insisi terbuka abses
dan evakuasi pus.3
2) Trombosis Sinus Lateralis
Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan
menyebabkan terjadinya trombosis sinus lateralis. Komplikasi ini sering
ditemukan pada zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.
Demam yang tidak dpat diterangkan penyebabnya merupakan tanda pertama
dari infeksi pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh turun naik, tetapi setelah
penyakit menjadi berat didapatkan kurve suhu yang naik turun dengan sangat
curam disertai dengan menggigil. Kurve suhu demikian menandakan adanya
sepsis.
Rasa nyeri biasanya tidak jelas, kecuali bila sudah terdapat abses perisinus.
Kultur darah biasanya positif, terutama bila darah diambil ketika demam.
Pengobatan haruslah dengan jalan bedah, membuang sumber infeksi di sel-sel
mastoid, membuang tulang yang berbatasan dengan sinus (sinus plate) yang
nekrotik, atau membuang dinding sinus yang terinfeksi atau nekrotik. Jika sudah
terbentuk trombus harus juga dilakukan drenase sinus dan mengeluarkan trombus.

Sebelum itu dilakukan dulu ligasi vena jugulare interna untuk mencegah trombus
terlepas ke paru dan ke dalam tubuh lain.
3) Hidrosepalus Otikus
Hidrosefalus otikus ditandai dengan peninggian tekanan likuor serebrospinal
yang hebat tanpa adanya kelainan kimiawi dari likuor itu. Pada pemeriksaan
terdapat edema papil, keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.
Gejala berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia, pandangan yang kabur,
mual dan muntah. Keadaan ini diperkirakan disebabkan oleh tertekannya sinus
lateralis yang mengakibatkan kegagalan absorpsi likuor serebrospinal oleh lapisan
araknoid.
4) Empiema Subdural
Empiema subdurah adalah suatu penimbunan nanah diantara otak dan jaringan
sekitarnya. Penyebabnya adalah bakteri yang biasanya menyebabkan abses otak.
Empiema subdural memiliki gejala berupa sakit kepala, perasaan mengantuk,
kejang dan keadaan kelainan fungsi otak lainnya. Gejala yang terjadi dapat
berkembang memburuk dalam beberapa hari dan apabila tidak mendapat
pengobatan segera atau pengobatan yang adekuat maka akan mengakibatkan
penurunan kesadaran hingga kematian.
Pemeriksaan yang dapat menegakan diagnosis adalah CT scan dan MRI,
sedangkan pungsi lumbal tidak banyak membantu dan dapat membahayakan.
Pengobatan dapat dilakukan dengan dreinase abses dan pemberian antibiotik.11
5) Abses Subdural
Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari abses eksradural
biasanya sebagai perluasan tromboflebitis melalui pembuluh vena.
Gejalanya dapat berupa demam , nyeri kepala dan penurunan kesadaran
sampai koma pada pasien OMSK. Gejala kelainan susunan saraf pusat bisa berupa
kejang, hemiplegia dan pada pemeriksaan terdapat tanda kernig positif.
Pungsi lumbal perlu untuk membedakan abses subdural dengan meningitis.
Pada abses subdural pada pemeriksaan likuor serebrospinal kadar protein biasanya
normal dan tidak ditemukan bakteri. Kalau pada abses ekstradural nanah keluar

pada waktu operasi mastoidektomi, pada abses subdural nanah harus dikeluarkan
secara bedah saraf (neuro-srgical), sebelum dilakukan operasi mastoidektomi.
6) Abses Ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara duramater dan tulang.
Pada otitis media supuratif kronis keadaan ini berhubungan dengan jaringan
granulasi dan kolesteatoma yang menyebabkan erosi tegmen atau mastoid.
Gejalanya terutama berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Dengan foto
rontgen mastoid yang baik, terutama posisi schuller, dapat dilihat kerusakan di
lempen tegmen (tegmen plate) yang ,menandakan tembusnya tegemen. Pada
umumnya abses ini baru diketahui pada waktu operasi mastoidektomi.
7) Meningitis
Komplikasi otitis media ke susunan saraf pusat yang paling sering ialah
meningitis. Keadaan ini dapat terjadi oleh otitis media akut, maupun kronis , serta
dapat terlokalisasi, atau umum (general). Walau secara klinik kedua bentuk ini
mirip, pada pemeriksaan likuor serebrospinal terdapat bakteri pada bentuk yang
umum (general), sedangkan pada bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan
bakteri.
Gambaran klinik meningitis biasanya berupa kaku kuduk,kenaikan suhu
tubuh, mual, muntah yang kadang-kadang muntahnya muncrat (proyektil), serta
nyeri kepal hebat. Pada kasus yang berat biasanya kesadaran menurun (delir smpai
koma). Pada pemeriksaan klinik terdapat kaku kuduk waktu difleksikan dan
terdapat tanda kernig positif. Biasnaya kadar gula menurun dan kadar protein
meninggi di likuor serebrospinal.
Pengobatan meningitis otogenik ini ialah dengan mengobati meningitisnya
dulu dengan antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi di telinganya ditanggulangi
dengan operasi mastoidektomi.
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah proses peradangan kronis yang terjadi pada
telinga tengah dan rongga mastoid yang digambarkan dengan keluarnya cairan oleh karena

perforasi dari membran timpani dan didapati adanya secret yang keluar dari telinga tengah
lebih dari 2 bulan baik terus menerus maupun hilang timbul.
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Pada negara yang sedang berkembang, tingkat
sosioekonomi yang rendah menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK. 6 Di negara
berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi
tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat
pada populasi di Amerika dan Ingris kurang dari 1%. Menurut survei yang dilakukan pada 7
propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insidens Otitis Media Supuratif Kronik
sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia
diperkirakan terdapat 6, 6 juta penderita OMSK.2
OMSK ini sering didapati pada anak-anak. Hal ini dikarenakan infeksi akut dari telinga
tengah atau yang disebut juga dengan otitis media. Sering kali keterlambatan penanganan dan
penanganan yang kurang adekuat dalam infeksi telinga tengah ini menyebabkan otitis media
supuratif kronis ini. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring, adenoid, tonsil, rinitis,
dan juga sinus yang mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius.
Prinsip terapi OMSK ada dua yaitu terapi konservatif dan terapi operatif . Terapi
konservatif dapat berupa edukasi, ear toilet atau pembersihan liang telinga dan kavum
timpani, pemberian antibiotik topikal dan sistemik sesuai dosis dan jangka waktu yang
ditetapkan. Sedangkan terapi operatif adalah terapi pembedahan yang dilakukan sesuai tipe
OMSK pada masing- masing pasien. Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara
permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Prognosis
OMSK adalah baik apabila infeksinya dapat dikontrol dan diatasi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lasminingrum L, (2000). Perjalanan klinis dan penatalaksanaan otitis media supuratif.
Available

from:URL:http://www.mkbnline.org/index.php?option=268:perjalanan-

klinis-dan-penatalaksanaan-otitis-media-supuratif=1:kumpulan-artikel&Itemid=55.
[Accessed 18 Mei 2011].

2. Boesoirie

S,

2007.

Gangguan

Pendengaran.

http://www.ketulian.com/web/index.php?to=article&id=13.

Available

from:

Diakses 9 November

2015.
3. Soepardi, dkk. Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6, FKUI, Jakarta;h 8085.
4. Helmi, 2005. Otitis Media Supuratif Kronik. Dalam: Pengetahuan Dasar Terapi Medik
Mastoidektomi Timpanoplasti. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
5. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI,
2001. h. 49-62
6. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.
Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
7. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC,
1997: 88-118
8. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available
from URL: http://www.pediatrics.org
9. Soepardi, Efiaty Arsyad et.al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi ke enam. FKUI. Jakarta; 2007: p 79-80.
10. Acuin, Jose. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence. London;
January 2007.
11. Medicastore. Database informasi pencarian penyakit. [homepage on the Internet].

Available from: http://medicastore.com/penyakit_kategori/1/index.html

Anda mungkin juga menyukai