Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika

TINJAUAN PUSTAKA e-ISSN: 2615-3874 | p-ISSN: 2615-3882

Diagnosis dan Penatalaksanaan Stenosis Laringotrakea

Safarianti1, Lily Setiani2, Benny Kurnia2

1
Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala & Leher, Fakultas Kedokteran, Universitas
Syiah Kuala/Rumah Sakit Zainoel Abidin, Banda Aceh

ABSTRAK
Stenosis laringotrakea adalah istilah umum yang mengacu pada sekelompok kondisi
Kata Kunci: yang mengakibatkan penyempitan lumen jalan napas sentral pada tingkat glotis,
stenosis subglotis, atau trakea yang dapat menyebabkan morbiditas pasien yang parah.
laringotrakea, Awalnya, etiologi laringotrakeal didominasi infektif, namun sekarang 90% dari semua
pemasangan stent stenosis laringotrakeal disebabkan oleh trauma post-intubasi. Penyakit ini memiliki
kompleksitas karena masalah dan kesulitan dalam memulihkan jalan napas untuk
kembali normal. Tidak ada pendekatan tunggal yang memberikan hasil memuaskan
yang dapat diprediksi. Pengobatan optimal pada stenosis laringotrakeal berat dan
prosedur pilihan adalah anastomosis reseksi, namun derajat stenosis yang tidak terlalu
parah dan pada pasien dengan kondisi komorbiditas, dapat ditatalaksana dengan
pendekatan yang lebih konservatif seperti pemasangan stent.

Korespondensi: safarianti@unsyiah.ac.id (Safarianti)

54 | J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 |


ABSTRACT
Laryngotracheal stenosis is an umbrella term refers to a group of conditions resulting
Keywords: in narrowing of the central airway lumen at the level of the glottis, sub glottis, or
Laryngotracheal trachea that cause severe morbidity. Initially, laryngotracheal etiologies were
stenosis, predominantly infective, but nowadays 90% of all laryngotracheal stenosis are caused
stenting by post-intubation trauma. The complexity of this disorder are due to difficulties in
restoring the normal airway. There is no single approach given satisfactory results.
The optimal treatment in severe laryngotracheal stenosis is resection anastomosis,
however less severe degrees of stenosis and patients with comorbidities, could be
managed with more conservative approaches such as stenting.

PENDAHULUAN

S
tingkat pita suara (stenosis glotis). Stenosis glotis
tenosis laringotrakeal adalah kondisi yang dapat mencegah abduksi pita suara dan kadang-kadang
menyebabkan morbiditas pasien yang parah, dapat dikacaukan dengan paralisis pita suara
karena obstruksi jalan napas baik pada tingkat bilateral. Studi menunjukkan bahwa ukuran tabung
glotis, subglotis, atau trakea yang menyebabkan endotrakeal 7,5 dapat mengakibatkan risiko yang
gangguan pernapasan dan kesulitan bernapas. lebih tinggi pada pasien untuk mengalami stenosis
Stenosis laringotrakeal tidak termasuk obstruksi trakea dan stenosis glotis posterior.6 Trauma intubasi
endoluminal eksofitik atau kompresi ekstrinsik laring merupakan hasil dari interaksi beberapa
dari penyakit jinak atau ganas secara histologis, elemen, termasuk kerentanan individu, pergerakan
tetapi lebih mengacu pada perkembangan jaringan pipa endotrakeal, ukuran ETT, adanya infeksi, dan
stenotik hipertrofik yang jinak secara histologis yang durasi intubasi.7
mengakibatkan striktur saluran napas.1,2 Insiden stenosis laringotrakeal setelah intubasi
Stenosis laringotrakeal dapat berupa kongenital endotrakeal berkepanjangan atau intubasi berulang
atau didapat, dan paling sering disebabkan berkisar dari 3% hingga 8% pada orang dewasa dan
proses iatrogenik sebagai komplikasi dari intubasi anak-anak. Sebanyak 44% telah disebutkan berkaitan
endotrakeal, trakeotomi, atau karena neoplasma, dengan neonatus yang memiliki berat badan lahir
autoimun, dan proses infeksi.3,4,5 Awalnya, etiologi rendah dan mereka yang mengalami sindrom distres
laringotrakeal didominasi infektif, namun sekarang pernapasan. Endoskopi dan trakeotomi lebih awal
90% dari semua stenosis laringotrakeal disebabkan pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan
oleh trauma post-intubasi.5 kelompok berisiko tinggi lainnya dapat mengurangi
Trauma paling sering terjadi pada laring setinggi risiko stenosis laringotrakeal terkait intubasi pada
kartilago krikoid, tepat di bawah pita suara, satu- pasien ini.
satunya bagian jalan napas di bawah hidung yang Pasien yang diintubasi secara endotrakeal
dikelilingi oleh cincin kartilago melingkar lengkap. selama 2 sampai 5 hari memiliki 0% sampai 2%
Daerah ini tidak dapat berkembang di bawah tekanan kejadian stenosis laringotrakeal kronis, mereka yang
dan dengan demikian lebih rentan terhadap nekrosis diintubasi selama 5 hingga 10 hari memiliki insiden
tekanan dan terbentuknya jaringan parut (stenosis 4% hingga 5%, dan mereka yang diintubasi selama
subglotis).6 lebih dari 10 hari memiliki kejadian 12% sampai 14%.
Stenosis saluran napas juga dapat terjadi pada Trakeotomi disarankan dapat mencegah stenosis

| J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 | 55


laringotrakeal pada pasien yang membutuhkan pada jalan napas dapat dilakukan, namun stent perlu
intubasi endotrakeal lebih dari 10 hari. 7 Hanya digunakan secara cerdas. Stent ini dapat digunakan
1-2% pasien stenosis laringotrakeal post intubasi sementara untuk pemulihan jalan nafas atau sebagai
yang datang dengan presentasi klinis yang parah stent permanen definitif untuk mempertahankan
atau simptomatik, seperti dispnea inspirasi yang jalan napas.4
gagal membaik terlepas dari pengobatan dengan
kortikosteroid. Sebuah studi epidemiologi tingkat VARIASI ETIOLOGI STENOSIS
populasi longitudinal melaporkan bahwa stenosis LARINGOTRAKEAL
trakea pasca-intubasi adalah peristiwa yang jarang
terjadi, dengan perkiraan kejadian 4,9 kasus per juta Etiologi stenosis laringotrakea sangat bervariasi
per tahun.8 dan dapat mengenai daerah apa saja disepanjang
Stenosis laringotrakea juga dapat terjadi pada supraglotis dan trakea walaupun area tertentu lebih
banyak penyakit autoimun. Hubungan paling erat rentan.
adalah granulomatosis dengan poliangiitis (GPA). Secara umum etiologi stenosis laringotrakea
Stenosis laringotrakeal telah dicatat berkembang dapat dibagi menjadi kongenital dan yang didapat
pada 12% hingga 23% pasien dengan GPA.9 Stenosis (acquired). Stenosis laringotrakea kongenital adalah
laringotrakeal autoimun memiliki dua tahap. Tahap sumbatan jalan nafas disertai dengan adanya
pertama adalah inflamasi yang dibedakan dengan abnormalitas laring namun tanpa ada riwayat trauma
eritema, edema epitel dan jaringan granulasi. Tahap sebelumnya. Laringomalasia, vocal cord paralisis dan
kedua adalah skar matang yang ditandai dengan skar congenital subglotis stenosis (C-SGS) adalah tiga
putih kaku dengan garis fibrosis sikatrik. Jika penyakit anomali laring kongenital yang paling sering terjadi
autoimun sudah terdiagnosis, bahwa munculnya dengan gangguan setingkat supraglotis, glotis dan
stenosis laringotrakeal adalah sebagai akibat dari subglotis.14
eksaserbasi inflamasi di laring. Selain itu terdapat Penyebab tersering kasus acquired stenosis
stenosis subglotis idiopatik yakni penyakit langka laringotrakea adalah intubasi endotrakea dan
dengan insiden sekitar 2,5 per juta orang dalam sebagian besar pasiennya adalah stenosis jalan nafas
setahun.9 glotis dan subglotis yang disebabkan oleh intubasi
Stenosis subglotis kongenital didefinisikan endotrakeal yang berkepanjangan (setidaknya 48-72
sebagai diameter krikoid kurang dari 4 mm. Stenosis jam atau lebih) dan komplikasi yang berhubungan
subglotis kongenital adalah anomali kongenital ketiga dengan pemasangan pipa trakeostomi.11
yang paling umum dari laring, yang menyumbang Stenosis laringotrakeal post intubasi
15% dari semua kasus.10 berkembang sebagai akibat dari iskemia mukosa
Stenosis laringotrakeal sendiri memiliki pada lokasi terpasang ETT yang dapat menginduksi
kompleksitas karena masalah dan kesulitan dalam jaringan granulasi dan pembentukan jaringan parut.
memulihkan jalan napas untuk kembali normal. Mekanisme yang sama ini juga dapat menyebabkan
Tidak ada pendekatan tunggal yang memberikan stenosis laringotrakeal post trakeostomi. Tabung
hasil memuaskan yang dapat diprediksi. Perawatan endotrakeal dapat menyebabkan stenosis glotis
bedah bersifat individual untuk setiap pasien. Saat posterior melalui proses ulserasi interaritenoid,
ini, pengobatan optimal pada stenosis laringotrakeal nekrosis tekanan, dan pembentukan sikatrik di
berat dan prosedur pilihan adalah anastomosis ruang glotis posterior. Risiko stenosis glotis posterior
reseksi.11,12 meningkat tajam setelah 10 hari intubasi endotrakeal.
Derajat stenosis yang tidak terlalu parah pada Balon dan/atau ujung distal pipa endotrakeal (ETT)
pasien dengan kondisi komorbiditas, pendekatan juga dapat menyebabkan stenosis subglotis dan
yang lebih konservatif seperti pemasangan stent trakea proksimal terkait efek dari tekanan selama

56 | J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 |


Tabel 1. Etiologi Stenosis Laringotrakeal.1,2,13

Etiologi
Intubasi endotrakeal yang berkepanjangan
Komplikasi yang berhubungan dengan penempatan tabung trakeostomi
Trauma laring inhalasi termal eksternal (luka bakar) dan kaustik ingestan, iatrogenic/post surgical, post radiasi
Penyakit autoimun sistemik
- Granulomatosis Wegener’s
- Polikondritis kambuhan
- Amiloidosis
Laryngopharyngeal reflux disease
Malignansi
- Kompresi trakea eksternal (tumor mediastinum)
- Tumor intratrakeal (karsinoid, tumor metastatik)
- Tumor primer saluran napas (misalnya, kondrosarkoma krikoid)
Idiopatik atau kongenital

intubasi berkepanjangan. Fraktur cincin trakea yang Dalam kasus lain, tehnik intubasi yang salah
terkait dengan penempatan trakeostomi juga dapat dapat mengakibatkan petiole epiglotis terpapar
menyebabkan kerusakan penyangga tulang rawan secara frontal dan dapat mengakibatkan cedera pada
yang mengakibatkan stenosis kompleks.11 pada mukosa komissura laring yang parah karena
ujung tabung ETT terdorong kearah anterior selama
proses intubasi (Gambar 2).

Gambar 1. Lokasi potensial cedera pipa endotrakeal


akibat tekanan di laring: (a) Tekanan maksimum Gambar 2. Teknik intubasi yang salah: (a) gerakan
diberikan pada aspek medial kartilago arytenoid berputar tidak boleh diberikan pada laringoskop
(panah). (b) Tempat predileksi lain untuk nekrosis anestesi. Pada bayi, manuver ini mengakibatkan
akibat tekanan termasuk komisura laring posterior, petiole epiglotis terpapar pada bidang frontal,
dan subglotis posterolateral dan sirkumferensial sehingga mencegah insersi pipa endotrakeal ke
(panah)15. dalam subglotis dengan mudah. (b) Tampilan
endoskopi: lesi traumatis akut pada komisura laring
anterior akibat teknik intubasi yang salah.

| J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 | 57


Stenosis laringeotrakeal idiopatik adalah kondisi laringotrakea. Sistem klasifikasi Cotton-Meyer pada
yang relatif jarang, yang terjadi di daerah subglotis. awalnya dikembangkan untuk stenosis subglotik,
Mekanismenya tidak jelas, tetapi ada hubungan namun saat ini telah menjadi sistem pembagian
kuat dengan refluks gastroesofageal dan beberapa derajat stenosis laringotrakea yang paling banyak
ahli percaya terdapat pengaruh hormon seperti digunakan.
yang terlihat pada wanita usia subur. Stenosis Para ahli otolaringologi umumnya menggunakan
laringotrakeal dapat berkembang mengikuti radiasi sistem McCaffrey untuk menilai luas dan lokasi
sinar eksternal atau pengobatan endobronkial stenosis saluran napas. Sistem ini terdiri dari empat
tumor saluran napas. Berbagai etiologi infeksi tahap yang mempengaruhi keputusan pengobatan.
juga dapat menyebabkan stenosis laringotrakeal Luas dan lokasi stenosis serta ada tidaknya
yakni tuberkulosis, histoplasmosis dan Klebsiella penyakit multifocal secara signifikan mempengaruhi
rhinoscleromatis dengan striktur yang sering muncul pilihan terapi. Selain itu, assessment akurat tentang
lama setelah infeksi primer.11 luasnya lokasi stenosis dan jaraknya dari vocal cord
dan carina juga penting. Simpel striktur stenosis < 1
SISTEM KLASIFIKASI STENOSIS cm pada panjang vertikal, endoskopi terapi adalah
LARINGOTRAKEA pilihan definitifnya, sementara striktur kompleks
dengan Panjang vertical > 1 cm sebaiknya dilakukan
Terdapat berbagai sistem klasifikasi yang tindakan bedah terbuka. Namun demikian, segmen
digunakan untuk pembagian derajat stenosis stenotik dengan Panjang vertikal > 4 cm biasanya

Tabel 2. Sistem klasifikasi umum untuk stenosis laringotrakea11


Sistem Klasifikasi Keterangan
Myer-Cotton 1981 Derajat 1: Obstruksi 0-50% Hanya berdasarkan tingkat pengurangan
Derajat 2: Obstruksi 51-70% CSA atau berdasarkan patensi lumen
Derajat 3: Obstruksi 71-99% jalan nafas
Derajat 4: Tidak ada lumen yang terdeteksi

McCaffrey 1992 Stage I: Lesi terbatas pada subglotis atau trakea Berdasarkan pada tingkat perluasan
dengan panjang <1cm secara vertical dan lokasi lesi untuk
Stage 2: Lesi terbatas subglotis dan panjangnya > 1 cm memprediksi dekanulasi berdasarkan
Stage 3: Lesi subglotis/trakea tidak melibatkan glottis lokasi anatomis dan luasnya stenosis.
Stage 4: Lesi glottis 90% pasien stadium I dan II, 70% stadium
III, dan 40% pasien stadium IV berhasil
didekanulasi.
Lano 1998 Tahap 1: Satu subsitus yang terlibat Berdasarkan subsitus yang terlibat (glotis,
Tahap 2: Dua subsitus yang terlibat subglotis, trakea) Korelasi antara staging
Tahap 3: Tiga subsitus yang terlibat ini dan kemungkinan keberhasilan
dekannulasi Tahap I: 94%, II: 78%, III:
20%,
Freitag 2007 Tipe: Dirancang untuk menilai stenosis trakea
Struktural dari perspektif pulmonologis Kriteria
Tipe 1 Exophytic/intraluminal Tipe 2 Ekstrinsik derajat keparahan tidak dibenarkan
Tipe 3 Distorsi secara fisiologis. Jenis struktural tidak
Tipe 4 Bekas luka/striktur saling eksklusif
Dinamis atau fungsional
Tipe 1 Rusaknya kartilago /malacia
Tipe 2 Floppy membrane

58 | J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 |


hanya dilakukan pemasangan stent sebagai Lokasi stenosis juga memerluka assesmen agar
terapi paliatif dan tidak dilakukan reseksi karena tercapai outcome yang adekuat. Segmen stenotik
pertimbangan munculnya komplikasi berat akibat pada daerah laring tidak tepat bila dilakukan
anastomotik tension1. tindakan simple sirkumferensial reseksi karena
secara anatomis dapat mencederai nervus recurrent
laringeus.1
Pengklasifikasian LTS berdasarkan morfologi
(bentuk) membantu mengidentifikasi etiologi
penyakit yang mendasari LTS. Bentuk LTS juga
berdampak pada derajat keparahan gejala dan
pemilihan terapi. Simple, web like dan stenosis
circumferensial stenosi adalah terminology yang
digunakan untuk menggambarkan segmen stenosis
yang konsentris, Panjang vertical < 1 cm, tanpa
kerusakan kerusakan tulang rawan, umumnya
disebabkan iskemik mukosa pada pemasangan pipa
endotrakea atau idiopatik, ataupun akibat proses
sekunder dari penyakit autoimun. Stenosis tipe
ini biasanya berespon terhadap terapi laser atau
elektrokauter ditambah dilatasi mekanis.1
Terminologi stenosis komplek adalah stenosis
yang disertai dengan kerusakan pada dinding tarakea,
segmen stenotic > 1 cm, dengan jaringan kontraktur
(scarring) yang berbentuk circumferensial (bentuk
hourglass) atau stenosis dengan malacia akibat
kondritis. Pemasangan stent merupakan modalitas
terapi pilihan pada stenosis kompleks.1
Gambar 3. Sistem penilaian Myer-Cotton untuk
European Laryngotracheal Committee
stenosis subglotis1,14
menyarankan penggunaan sistem klasifikasi dan
asesmen perioperatif yang terstandarisasi agar
penatalaksanaan pasien sesuai dengan kelainan
individu dan tingkat keberhasilan terapi yang tinggi.1

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


STENOSIS LARINGOTRAKEA
Umumnya diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan gejala. Pasien yang datang ke klinik
dalam banyak kasus telah didiagnosis dengan
stenosis saluran napas dan mengalami dispnea
dengan derajat yang bervariasi. Sebagai bagian dari
Gambar 4. Klasifikasi McCaffrey untuk Stenosis Lar- riwayat penyakit, penting untuk menanyakan tentang
ingotrakea1 suara dan proses menelan, tetapi juga kondisi medis
yang menyertai seperti diabetes, vaskulitis dan

| J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 | 59


gangguan saluran napas lainnya seperti penyakit ini meliputi injeksi steroid, insisi laser pada stenosis,
paru obstruktif kronik dan asma. Obesitas dikaitkan dilatasi, dan pemberian pemberian mitomycin-C.
dengan hasil yang buruk setelah operasi jalan napas Banyak ahli bedah melakukan kombinasi tindakan.
dan indeks massa tubuh harus ditentukan dan jika Walapun tidak melakukan semua prosedur di atas
sesuai, rujukan diet perlu dibuat.16,17 dalam mengobati pasien dengan stenosis jalan
Semua pasien harus dilakukan anamnesis napas. Penatalaksanaan endoskopi, pada sebagian
secara lengkap, pemeriksaan pemeriksaan fisik besar pasien dapat menjadi penatalaksanaan bedah
nasopharingolaringoskopi dan pemeriksaan awal yang ditawarkan selama penatalaksanaan tidak
penunjang lainnya seperti modalitas pencitraan CT- menimbulkan kerusakan mukosa lebih lanjut.1,14
Scan dan MRI untuk menegakkan diagnosis.16,17
Penatalaksanaan non operatif mer up ak an Dilatasi
k om po ne n p en ti ng d ar i p e n a t a l a k s a n a a n Prinsip dilatasi endoskopik adalah
jangka panjang pada pasien stenosis, meliputi mempersiapkan secara maksimal mukosa laring dan
tindakan pencegahan kekambuhan stenosis atau trauma minimal selama prosedur. Evaluasi lokasi dan
keterlambatan intervensi dengan penatalaksanaan derajat stenosis, area interaritenoid untuk stenosis
medis. Tindakan pencegahan meliputi kontrol pada dan posisi pita suara adalah wajib. Pelaksanaan
refluks cairan asam lambung, pengobatan penyakit dilatasi dapat menggunakan bronkoskopi rigid, dilator
reumatologi dan menghindari iritan kronik yang trakea Jackson, dan dilator balon. Namun demikian,
dapat menimbulkan respon inflamasi. Pada pasien belum terdapat data yang jelas mengenai tipe
yang menjalani operasi dengan pemakaian intubasi yang menghasilkan efek paling tahan lama. Dilatasi
endotrakeal, penggunaan pipa endotrakeal yang paling berhasil bila digunakan pada kasus stenosis
kecil mengurangi insiden terjadinya stenosis akibat kongenital dengan web yang tipis. Stenosis didapat
intubasi pada pasien yang membutuhkan intubasi biasanya lebih berat yang tidak cukup ditatalaksana
endotrakeal atau trakeostomi, penggunaan tekanan dengan dilatasi yang ditandai oleh hialinisasi pada
darah pada balon dan menjaga tekanan kurang dari jaringan ikat dan kolagen yang mengakibatkan
30 mmHg dapat mengurangi terjadinya stenosis. kakunya jaringan parut. Tingkat keberhasilan dilatasi
Selain itu penggunaan konektor dan perangkat meningkat ketika dilakukan pada jaringan parut yang
pendukung pipa endotrakeal yang ringan telah lembut atau immatur atau ketebalan yang minimal
terbukti efektif mengurangi kejadian stenosis akibat dan ketika teknik ini digunakan sebagai tambahan
intubasi dan trakeostomi pada kasus pasien yang terhadap teknik lain.1,21,22
membutuhkan ventilasi mekanik.18,19
B il a p as i en m en un ju kk an g ej al a s te no si s ,
s up le me nt as i o ks ig en , h u m id ifik asi u d ara,
pemberian steroid sistemik dan antibiotik dapat
mengatasi gejala akut stenosis. Pada pasien dengan
sumbatan berat yang tidak dapat ditatalaksana
dengan dilatasi atau reseksi atau merupakan
gejala dan eksaserbasi inflamasi seperti infeksi
saluran napas atas, penggunaan heliox dapat
bermanfaat dalam menghindari intubasi yang secara
teoritis berpotensi memperberat peradangan dan
memperberat stenosis.20
Penatalaksanaan endoskopi merupakan Gambar 5. Dilatasi Balon1
pengobatan stenosis laring yang utama. Prosedur

60 | J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 |


Kekurangan dari tindakan ini adalah posterior, dan riwayat infeksi bakterial sebelumnya
kemungkinan tingkat kekambuhannya atau yang terkait dengan trakeostomi. Valdez dan
restenosis, dan operasi berulang yang lebih tinggi. Shapshay juga mencatat bahwa panjang stenosis
Pada stenosis paska trakeostomi, penyempitan lebih dari 1 cm merupakan faktor yang paling penting
sering terjadi pada sisi anterior, menyisakan dalam memprediksi kegagalan penatalaksanaan
bagian membran posterior jalan napas sehingga endoskopi.17,18,24
pelebaran balon seringkali tidak efektif. Komplikasi Laser CO2 digunakan untuk terapi pada
yang dapat terjadi selama dilatasi balon adalah stenosis jalan napas atas. Keuntungannya meliputi
perforasi, dinding pecah, edema yang edema yang memperlambat pembentukan dan pematangan
menyebabkan obstruksi jalan napas paska operasi, kolagen pada luka yang memungkinkan reepitelisasi
overtreatment  dan restenosis, perdarahan paska sebelum pembentukan sebelum pembentukan
operasi, pneumonia aspirasi, pneumotoraks.20,23 jaringan parut jaringan parut dan memperkecil cedera
jaringan yang lebih dalam. Laser memungkinkan
Injeksi Steroid kontrol pada pelepasan jaringan dan memungkinkan
Kortikosteroid mencegah penyerapan hemostasis dengan tujuan mempertahankan
intraseluler dan menstabilkan membrane sel, mukosa yang dapat yang dapat digunakan untuk
sehingga mencegah pelepasan lisosom yang perbaikan. Kelemahan utama dari laser CO2 adalah
menghasilkan pembengkakan dan destruksi jaringan. biaya yang cukup tinggi, risiko luka bakar saluran
Kortikosteroid juga menghambat sintesis kolagen, napas dan bahaya laser bagi pembedah, yaitu
meningkatkan kerusakan kolagen, mengurangi sulit untuk mengontrol cedera termal yang dapat
mitosis dan transportasi aktif fibroblas. Steroid mengakibatkan edema perioperatif dan jaringan
sebagian besar diindikasikan untuk mengobati parut paska operasi pada pita.20
penyakit radang akut yang melibatkan laring,
terutama pada edema laring yang mengancam Mitomycin-C
saluran nafas. Secara klinis, penggunaan steroid Mitomycin-C   merupakan agen antiproliferasi
tidak terbukti bermanfaat, namun injeksi intralesi dan anti neoplastik yang dihasilkan oleh Streptomyces
pada stenosis laring dan pada pasien yang menjalani caespitosus yang menyebabkan DNA cross-linking,
terapi dilatasi, dapat bermanfaat untuk melunakkan menekan respon peradangan, dan mencegah
jaringan parut dan sinekia. Hal ini didukung data dari pembentukan jaringan parut dengan menghambat
pasien stenosis dengan ketebalan sekitar 1 cm.18,20 proliferasi fibroblas. Eliashar dan kawan-kawan
menyelidiki penggunaan topikal Mitomycin-C untuk
Endoskopi Laser Microsurgery mencegah stenosis setelah cedera akut pada laring
Strong dan Jako pertama kali melakukan bedah hewan anjing. Mitomycin-C   merupakan terapi
laser laring dengan pendekatan endoskopi pada alternatif dalam mengurangi insiden kejadian
awal tahun 1970. Setelah itu sejumlah kelompok stenosis laring dari 85% menjadi 27%.20, 23
kemudian menggunakan laser CO2 untuk mengobati Rahbar dan kawan-kawan melaporkan
stenosis jalan napas. Simpson dan kawan-kawan, penggunaan Mitomycin-C sebagai terapi tambahan
secara serial dari 60 pasien dengan stenosis bedah laser laring dengan endoskopi pada stenosis
jalan napas atas, 49 diantaranya yang memiliki laring. Sembilan dari 12 pasien dengan stenosis
stenosis laringeal, tercatat tingkat kegagalan dari subglotik atau stenosis trakea (atau keduanya) telah
penatalaksanaan endoskopi lebih tinggi pada pasien berhasil didekanulasi dengan teknik ini. 20, 23
dengan stenosis sirkumferensial, stenosis lebih besar Simpson dan James, pada penelitian-penelitian
dari 1 cm pada dimensi vertikal, trakeomalasia atau retrospektif, mempelajari 36 pasien dengan stenosis
malasia atau hilangrnya kartilago, stenosis glotik stenosis jalan napas atas yang menjalan yang

| J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 | 61


menjalani 67 prosedur selama periode 67 prosedur suara dan peningkatan nada suara.18,20
selama periode enam tahun. Pasien enam tahun.
Pasien menjalani insisi laser dengan dilatasi, dan Reseksi Trakea
disamping itu menjalani aplikasi topikal dengan Prinsip-prinsip bedah untuk reseksi
mitomycin-C. Pasien dipantau selama interval dua trakea adalah tension-free clossure
sampai dengan empat bulan dan dilakukan evaluasi dan minimalisasi gangguan terhadap suplai
pada keluhan sesak dan stridor. Tujuh pasien yang darah. Reseksi trakea dilakukan untuk
menjalani insisi laser CO2 yang juga dilakukan dilatasi pasien dengan stenosis segmen panjang atau total
memiliki rata-rat rata-rata bulan bebas gejala, bulan pada trakea kartilaginosa.20
bebas gejala, 35 pasien yang 35 pasien yang menjalani
aplikasi menjalani aplikasi mitomycin-C memiliki 23,2
bulan bebas gejala. gejala. Demikian Demikian pula
pada penelitian penelitian retrospektif retrospektif
lainnya lainnya dari Mitomycin-C  topikal, pasien
yang menjalani terapi dengan Mitomycin-C  sebagai
terapi tambahan setelah tindakan bedah mikro laring
dengan endoskopi secara signifikan menunjukkan
interval waktu bebas gejala yang lebih lama
daripada pasien yang hanya menjalani bedah mikro
laring dengan endoskopi.20 Gambar 6. Langkah reseksi trakea end-to-end
anastomosis20
Penatalaksanaan Bedah Terbuka
Sebagian besar operator akan melakukan
dilatasi endoskopi sebagai intervensi awal untuk Tracheal Stent
stenosis subglotik dan stenosis trakea. Pada pasien
yang gagal dengan penatalaksanaan endoskopi, Pemasangan stent dapat menjadi cara yang
reseksi kopi, reseksi terbuka diindikasikan pada efektif untuk mempertahankan patensi jalan napas
banyak pasien. Terdapat sejumlah teknik bedah pada pasien dengan obstruksi subglotis atau trakea.
terbuka untuk penatalaksanaan stenosis subgiotik.20 Stent sangat berguna pada pasien dengan prognosis
jangka panjang yang buruk, pasien yang telah gagal
Reseksi Krikotrakeal dilatasi dan perbaikan dengan bedah terbuka,
Reseksi krikotrakeal diindikasikan ketika pasien yang memiliki segmen stenosis yang panjang,
terdapat jaringan parut sirkumferensial di suglotik. atau kurangnya dukungan kerangka jalan napas.
Keseluruhan krikoid anterior, kartilago tiroid Tracheal stent juga sangat efektif dalam mengobati
inferior dan krikoid posteroinferior sampai ke sendi penyempitan jalan nafas akibat penekanan ekstra
krikoaritenoid dapat dilakukan reseksi jika diperlukan, luminal oleh tumor. Stent memiliki dua bentuk dasar
namun dalam banyak kasus krikoid anterior yaitu silikon dan metal. Stent metalik, meskipun
merupakan satu- satunya bagian dari kompleks mudah dalam pemasangan, dapat menyatu ke dalam
laringeal yang diangkat. Pada stenosis subglotik letak mukosa dan dinding trakea.11, 20, 25
tinggi, seringkali reseksi dibutuhkan pada mukosa Stent yang menyatu dengan dinding trakea
yang menutupi bagian posteroinferior krikoid. Gejala mencegah migrasi dan proses mukosalisasi
jalan napas dapat mengalami perbaikan, namun memungkinkan pembersihan mukosiliar pada
suara dapat menjadi buruk dikarenakan reseksi otot stent. Stent metal terkenal sulit untuk dilepas dan
krikotiroid, yang mengakibatkan perpanjangan pita cenderung membentuk jaringan granulasi. Biasanya
dipasang melalui bronkoskopi fleksibel atau dengan

62 | J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 |


bimbingan fluoroskopi sehingga mudah untuk T-tube membutuhkan perawatan yang cermat
disesuaikan dengan dimensi jalan napas yang oleh pasien untuk menjaga pipa tetap bersih dan
bervariasi, dan memiliki rasio diameter internal- bebas dari pengerasan. Dapat terjadi obstruksi karena
eksternal yang lebih tepat. Dalam ulasan literatur udara yang dihirup masuk melalui pipa horizontal
yang berkaitan dengan penelitian stent metalik tidak terhumidifikasi ketika tutup dibuka dan tidak
yang meliputi 497 pasien, 34 % pasien memiliki terdapatnya kanul dalam. Jika terjadi obstruksi pada
komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi pipa, dapat dilepaskan secara darurat oleh pasien.
adalah pembentukan jaringan granulasi yang Pipa ini membutuhkan anestesi umum dan tindakan
mewakili 27% dari komplikasi. Komplikasi lainnya dikamar operasi untuk penggantian pipa.20
termasuk restenosis, migrasi, fraktur stent, erosi,
pendarahan dan infeksi Stent silikon telah digunakan KESIMPULAN
secara efektif untuk trakea bagian distal dan stenosis
bronkial. Silikon relativ lembab, menghasilkan Stenosis laringotrakeal adalah istilah umum
jaringan granulasi minimal, dan mampu menyediakan yang mengacu pada sekelompok kondisi yang
struktur untuk mempertahankan patensi terhadap mengakibatkan penyempitan luminal jalan napas
jaringan parut atau kompresi eksternal. 11,20 ,24 sentral pada tingkat glotis, subglotis, atau trakea.
Stent silikon lebih mudah untuk dipasang, Stenosis laringotrakeal dapat berupa kongenital
digerakkan, dan dilepaskan jika dibandingkan atau paling sering disebabkan iatrogenik sebagai
dengan stent metal, dan dapat disesuaikan dengan komplikasi dari intubasi endotrakeal, trakeotomi,
panjang jalan napas. Kerugian dari stent silikon atau karena neoplasma, autoimun, dan proses infeksi.
meliputi kebutuhan anes tes i um um u n t u k Stenosis laringotrakeal 90% kasusnya disebabkan
pemasangan dan terdapat kemungkinan untuk oleh trauma post-intubasi.
bergeser.20 Diagnosis stenosis laringotrakeal ditegakkan
Pergeseran stent silikon telah berkurang dengan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
adanya bagian eksternal pada bagian luar stent. pemeriksaan penunjang (laringoskopi fiberoptik
Pada stenosis trakea dan subglotis letak tinggi, fleksibel, pencitraan, pemeriksaan fisik paru,
khususnya pada kasus dengan berbagai derajat dan endoskopi operatif). Tatalaksana stenosis
stenosis, T-tube silikon dapat memberikan pilihan laringotrakeal meliputi penatalaksanaan non-operatif
tambahan. T-tube dirancang dan dipopulerkan oleh yakni tindakan pencegahan kekambuhan atau
Montgomery pada tahun 1960, T-tube memiliki keterlambatan dengan penatalaksanaan medis.
pipa superior dan inferior, yang berfungsi sebagai Penatalaksanaan endoskopi merupakan pengobatan
stent trakea dan subglotis, serta pipa horizontal yang stenosis laringotrakea yang utama. Prosedur ini
berfungsi sebagai pipa trakeotomi.20 meliputi injeksi steroid, insisi laser pada stenotik
segmen, dilatasi, dan pemberian pemberian
mitomycin-C. Pada pasien yang gagal dengan
penatalaksanaan endoskopi, reseksi terbuka
diindikasikan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Klopper GJ, Adeniyi OV, Stephenson K. Adolescent
and adult laryngotracheal stenosis: a review.
Egypt J Otolaryngol. 2021;37(1).

Gambar 7. Montgomery T Tube 1 2. Sandhu GS, Nouraei SAR. Laryngeal and

| J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 | 63


Tracheobronchial Stenosis. San Diego,CA: Plural in Laryngology. Operative Techniques in
Publishing; 2016. Laryngology. 2008.
3. Lewis S, Earley M, Rosenfeld R, Silverman J. 14. Jhonson T Jonas, Rosen A Clark. Bailey’s Head
Systematic review for surgical treatment of and Neck Surgery Otolaryngology. Fifth edition.
adult and adolescent laryngotracheal stenosis. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins:
Laryngoscope. 2017;127(1):191–8. 2014; Ch.61 pg 868-878; Ch.62 pg 896-907.
4. Arunachalam R, Kumar SP. Management of 15. Brodsky MB, Levy MJ, dkk. Laryngeal Injury and
Laryngotracheal Stenosis: A 10-Year Study on Upper Airway Symptoms After Oral Endotracheal
the Role of Stents. Ann Natl Acad Med Sci. Laryngeal Injury and Upper Airway Symptoms
2019;55(03):159–66. After Oral Endotracheal Intubation With
Mechanical Ventilation During Critical Care. A
5. Hartnick CJ, Hansen MC, Gallagher TQ. Pediatric
systemtic Review.
airway surgery. Vol. 73, Pediatric Airway Surgery.
2012. 1–158 p. 16. Flint P, Haughey B, Lund V, Niparko J, Richardson
M, Robbins K. Cumming’s Otolaryngology - Head
6. Gadkaree SK, Pandian V, Best S, Motz KM, Allen
and Neck Surgery. 5 ed. Philadelphia: Mosby;
C, Kim Y, et al. Laryngotracheal Stenosis: Risk
2010
Factors for Tracheostomy Dependence and
Dilation Interval. Otolaryngol - Head Neck Surg 17. Hseu A, Benninger M, Haffey T, Lorenz R.
(United States). 2017;156(2):321–8. Subglottic stenosis: a ten-year review of treatment
outcomes. Laryngoscope. 2014;124:736–41.
7. Jardine D, Inglis A, Care C, Edition F, Reiss I,
Tibboel D, et al. Laryngotracheal Stenosis Specific 18. Ramadan O. Adult Supraglotic Stenosis:
Diseases of the Respiratory System Ventilator Etiology and Management. Otolaryngol Open J.
Management for Congenital Abnormalities 2016;2(5):132–40.
Management of Tracheal Stenosis. 2011;
19. Reddy LS, Sandeep I. Study of Laryngotracheal
8. Miwa M, Nakajima M, Kaszynski RH, Hamada Stenosis and Its Management in 25 Cases. Journal
S, Nakano T, Shirokawa M, et al. Two cases of Head Neck & Spine Surgery. 2018;02:01-09
of post-intubation laryngotracheal stenosis
20. Handa KK. Textbook of Voice & Laryngology: Adult
occurring after severe covid-19. Intern Med.
Laryngoryngotracheal Stenosis. 1st\t ed. New
2021;60(3):473–7.
New Delhi. Jaypee Brothers Medical Publishers.
9. Woliansky J, Paddle P, Phyland D. Laryngotracheal 2017 2017;; 121-13. 2018;
Stenosis Management: A 16-Year Experience. Ear,
21. Marston AP, White DR. Subglottic Stenosis. Clin
Nose Throat J. 2019;
Perinatol. 2018;45:787– 804.
10. Nikolovski N, Kopacheva-Barsova G, Pejkovska A.
22. Lee K, , Rutter M. Role of Balloon Dillation
Laryngotracheal stenosis: A retrospective analysis
In The Management of Adult Idiopathic
of their aetiology, diagnose and treatment. Open
Subglottic Stenosis. Ann Otol Rhinol Laryngol.
Access Maced J Med Sci. 2019;7(10):1649–56.
2012;117(2):81– 44.
11. Evaluation and Classifications of Laryngotracheal
23. Lahjaouj M, El Bouhmadi K, Oukessou Y, Rouadi S,
Stenosis. Rev Am Med Respir. 2014;14(4):344–57.
Abada R, Roubal M, et al. Laryngotracheal Stenosis:
12. Al-qahtani A. Textbook of Clinical Otolaryngology. Clinical Aspects and Management Challenges. Int
Textbook of Clinical Otolaryngology. 2021. J Recent Surg Med Sci. 2021;07(01):017–22.
13. Rosen CA, Simpson CB. Operative Techniques 24. Nicolllii EA, Carey RM, Farquhar D, Haft S,

64 | J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 |


Alfonso KP Mirza N. Risk Factors for Adult 2016;131(3):264–7.
Acquired Subglotic Stenosis . J laryngol Otol

| J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 3 | September 2022 | 65

Anda mungkin juga menyukai