Naskah Drama
Harapan Siti
Disusun Oleh
Guru Pembimbing:
Siti Masiyah M. Pd
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan yang Mahakuasa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan naskah drama yang berjudul “Harapan Siti” kelompok V
kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 2 Kota Prabumulih sebagai tugas akhir tahun dari Ibu Siti
Masiyah M. Pd. Naskah drama ini bertema kehidupan di jaman penjajahan Belanda sehingga
kami banyak menggunakan istilah berbahasa Belanda.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Siti Masiyah M. Pd sebab telah senantiasa
membimbing kami dalam kegiatan belajar mengajar dan penyusunan naskah ini.
Dalam penyusunan naskah drama yang berjudul “Harapan Siti” kelompok V kelas XI
MIPA 1 SMA Negeri 2 Kota Prabumulih ini, kami selaku tim penyusun seringkali menemukan
hambatan dan kesulitan. Namun, kami telah berusaha menyelesaikan naskah ini sebaik mungkin
dengan harapan naskah ini dapat menjadi pilihan literatur bagi warga sekolah.
Oleh karena itulah, kami mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan masukan agar
dapat menyempurnakan dan memperbaiki naskah yang dibuat di masa mendatang. Semoga
naskah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang membacanya
Tim Penyusun
PENDAHULUAN
Tokoh :
Fajariana Tri Mulia sebagai Fatma, Anak pertama
Fenti Apriyani sebagai Siti, Anak Ketiga
Anisa Oktapia sebagai Noni
Oktri Miranthi sebagai Sinyo
Sulis Tiyah sebagai Emak
Ulfiani Aslamiyah sebagai Ratih, Anak kedua
Blurb
Siti adalah anak ketiga dari keluarga miskin di jaman penjajahan Belanda. Bapaknya dijadikan
budak untuk membangun Jalan Raya Anyar-Panarukan sedangkan ibunya bekerja di rumah
seorang Tuan Belanda sebagai pembantu. Dengan latar belakang kehidupan yang keras tersebut
Siti berusaha meyakinkan orangtua dan keluarganya tentang pentingnya bersekolah.
Harapan Siti
Siti : “Sekarang masih pagi, tapi tak kulihat emak di rumah. Di mana dia?”
Ratih : “Tentu saja ke rumah Tuan, Kau seperti tidak tahu saja.”
Malam harinya.
Emak : “Ada apa Siti? Ratih bilang ada yang ingin Kau tanyakan.”
Siti : (terlihat ragu-ragu) “Emak, sebenarnya Saya ingin bersekolah.”
Semuanya terkejut.
Ratih : “Apa yang Kau katakan Siti! Sadarkah Kau bagaimana kehidupan Kita? Bisa gila
bapak jika mendengar bualanmu! Bapak sedang berusaha mati-matian bekerja
membangun jalan raya yang sangat panjang demi hidup dan Kau hanya
membual saja di rumah.”
Emak : “Ratih sabar. Siti, Ratih benar. Lagipula sudah kodrat Kita untuk hanya di dapur.
Janganlah Engkau membuat bapak dan emak kesusahan. Lagipula apa yang
ingin Kau pelajari di sekolah, Kami semua bisa membantumu.”
Siti : “Mak, tak menutup kemungkinan jika nanti perempuan seperti kita mengubah
masa depan bumi putera ini. Mungkin saja nanti Netherlands terusir dari sini
dan Bumi Putera akan merdeka. Mungkin nanti anak Saya dan kakak tak perlu
menjadi buruh seperti bapak yang pasti sekarang sedang kesusahan. Mak,
salahkah jika Saya memiliki mimpi seperti itu? Jikalau Emak dan Kakak tak
menyukai mimpi Saya, tak apa biarlah saya di rumah.”
Emak dan yang lainnya saling berpandangan.
Emak : “Entahlah Siti, Emak masih belum yakin ini yang terbaik untukmu. Tapi Emak
akan mengizinkanmu untuk bersekolah di sana.”
Siti : “Terima kasih Mak! Saya akan belajar dengan baik di sana.”
Fatma : “Ya, tetapi kau tetap harus membantu kakak dan emak jika kau tak bersekolah.”
Siti : “Baik Kak! Saya janji.”
Sinyo : “Hai Siti! Sudah lama tak kulihat Kau membantu emakmu, kemana saja Kau?”
Siti : (menjawab dengan takut) “Saya sekarang bersekolah Sinyo. Hari ini Saya libur
karena itulah Saya membantu Emak ke sini.”
Sinyo : “Kau? Bersekolah? Hahaha! (tertawa meremehkan).
Siti : “Ya Sinyo, sekarang Saya bersekolah. Memang bukan tempat yang bagus seperti
sekolah Sinyo di ELS. Sekolah Saya hanya sekolah biasa tetapi Saya suka di sana.”
Sinyo : “Hah! Kau bercanda! Sudahlah berbicara denganmu hanya menyusahkan saja.
Sana, kerjakanlah sesuatu yang lebih penting dari bualanmu itu.”
Siti : “Baik Sinyo.” (berjalan menjauh)
Noni : (terkejut) “Siti, apa yang kau lakukan di sini? Kenapa tak duduk di kursi taman
saja? Hari ini tanah sedikit basah, akan kotor pakaianmu jika Kau duduk di sini.”
Siti : “Noni! Saya tak menyangka Noni ada di sini.”
Noni : “ Ya. Sudah lama kita tak bertemu. Terkadang Kau datang ke sini beberapa kali
seminggu”
Siti : “Itu benar Noni karena sekarang Saya telah bersekolah.”
Noni : “Benarkah?”
Siti : “Apakah menurut Noni orang seperti Saya tak perlu bersekolah?”
Noni : “Saya? Menurut saya setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Mengapa
Kau bertanya Siti?”
Siti : (tersenyum canggung) “Sebenarnya sebelum bertemu Noni saya telah bertemu
Sinyo terlebih dahulu. Saya katakan padanya bahwa Saya telah bersekolah tetapi
tanggapannya tak sesuai dengan apa yang Saya harapkan.”
Noni : “Dia memang seperti itu. Janganlah Kau ambil hati.”
Siti : “Apakah memang salah jika Saya bersekolah? Mungkin memang Saya bukan
siapa-siapa di dunia yang kejam ini. Apa Saya perlu menjadi orang berpengaruh
untuk bisa bersekolah? Saya benar-benar ingin menjadi orang yang bermanfaat
bagi Bumi Putera dan Saya pikir bersekolah adalah awal yang baik untuk
memulai mimpi saya.
Noni : (menggenggam tangan Siti) “Tak perlu Kau hiraukan Siti. Menurut Saya apa
yang Kau lakukan sudah benar. Saya harus pergi sekarang. Vaarwel Siti.”
Siti : “Terima kasih Noni. Saya janji akan terus belajar giat agar menjadi orang yang
bermanfaat bagi bangsa ini.”
~SELESAI~