Anda di halaman 1dari 20

KESUSTRAAN PERIODE 42

MATA KULIAH

SEJARAH SASTRA

DOSEN PENGAMPU

SAPTIANA SULASTRI, M.Pd.

NAMA KELOMPOK 3 :

1. JERRY WARDATI
2. NIA SARTIKA DEWI
3. RAHAYU SETIYARSIH
4. ANTON

KELAS : B PAGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(IKIP-PGRI) PONTIANAK
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini,
tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada


dosen pengampu kami bapak Saptiana Sulastri, M.Pd. yang telah
memberikan materi ini, agar kami dapat mempelajari dan lebih memahami
tentang materi yang kami kerjakan.

Makalah ini di susun dengan sebaik mungkin agar pembaca dapat


mengerti dan memperluas wawasan tentang “Kesustraan periode 42”, yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari sumber terbaik, semoga
makalah ini menjadi sumber informasi yang baik dan dapat bermanfaat.
Kritik dan saran yang membangun, sangat kami butuhkan terutama dari
dosen pengampu kami guna menjadi acuan dan pengalaman bagi kami
untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Pontianak, Maret 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………. i

DAFTAR ISI …………………………………………………… ii

BAB I PANDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………….. 1


B. Rumusan Masalah ……………………………………… 2
C. Tujuan Penulisan ………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Latar belakang angkatan 42…………………...………….3


B. Karakteristik angkatan 42...…………………..…………..5
C. Pelopor angkatan 42………………...................……..…...10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………….. 16
B. Saran ……………………………………………………16

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sastra Indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai


macam karya sastra yang berada di Indonesia. Sastra Indonesia sendiri dapat
merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah kepulauan Indonesia. Sering juga
secara luas dirujuk pada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan bahasa
melayu (dimana Bahasa Indonesia adalah turunannya).
Karya Sastra angkatan 42 pada periode ini kesusastraan dipengaruhi
oleh pendudukan jepang di Indonesia. Secara politis Jepang tidak hanya
mengatur urusan pemerintahan tetapi juga kebudayaan. Pada masa ini jepang
mewajibkan bahasa Indonesia sebagai pengantar sekaligus melarang
penggunaan bahasa Belanda. Pelarangan bahasa Belanda. Pelarangan ini
memantapkan posisi bahasa Indonesia dalam masyarakat.
Keimin Bunka Shidosho adalah Kantor Pusat Kebudayaan yang
didirikan jepang untuk mengumpulkan pengarang serta seniman lain. Maksud
penyatuan ini berkenaan dengan kepentingan Jepang untuk menguasai Asia,
yaitu memesan lagu-lagu, lukisan, slogan-slogan, sajak-sajak, sandiwara-
sandiwara, bahkan film untuk membangkitkan semangat dan menunjukkan
keunggulan tentara jepang. Ada beberapa pengarang yang masuk lembaga ini
dan percaya dengan janji-janji Jepang. Ada beberapa pengarang yang masuk
lembaga ini dan percaya dengan janji-janji Jepang salah satunya Usmar
Ismail dan Armijn Pane. Akan tetapi, lambat laun ia mulai curiga dan mulai
meragukan janji Jepang yang semakin lama semakin jelas tidak terbukti.
Selain sastrawan yang berkumpul dalam Kantor Pusat Kebudayaan, terdapat
sastrawan-sastrawan yang dari awal sudah menaruh curiga pada Jepang .
sastrawan-sastrawan ini, tentu saja, tidak bersedia mendukung
lembaga tersebut. Mereka adalah Chairil Anwar, Amal Hamzah dan beberapa
seniman lain. Mereka menyebut seniman-seniman yang masuk Kantor
Pusat Kebudayaan sebagai ‘Seniman Pengkhianat’. Amal Hamzah misalnya
menyindir Armijn Pane dengan menulis sebuah sandiwara berjudul ‘Tuan
Amin’.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana latar belakang angkatan 42 ?


2. Bagaimana karakteristik angkatan 42 ?
3. Siapakah pelopor angkatan 42 ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui latar belakang angkatan 42.


2. Mengetahui karekteristik angkatan 42.
3. Mengetahui pelopor angkatan 42.
BAB II
PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG

Pada tanggal 1 maret 1942, ketika tentara jepang masuk ke indonesia


melalui pantai utara jawa, mereka di terima oleh rakyat indonesia. Rakyat
indonesia dihadapkan pada kenyataan-kenyataan pahit, sang merah putih
dilarang berkibar, lagu indonesia raya di larang berkumandang, penerbitan
majalah dan koran diawasi ketat, bahkan dilarang terbit.
Keadaan yang serba tidak menentu itu membuat rakyat indonesia
merasakan berbagai rasa. Rasa takut, rasa ngeri, kesal jengkel dan dendam.
Banyak tokoh dan sastrawan indonesia yang tidak dapat menerima sikap dan
perlakuan jepang pada masa pendudukannya. Selama masa pendudukan
jepang terdapat berbagai corak dan sikap rakyat indonesia yang tercemin dari
karya-karya sastra pada zaman itu.
Sastra indonesia pada zaman jepang memiliki nama yang bermacam-
macam, H.B Jassin misalnya mengatakan angkatan 42 disebut juga angkatan
di masa jepang atau angkatan perang dunia kedua. Berbeda dengan H.B
Jassin, Ayib Rosidi menyebutkan sastra Indonesia zaman jepang ini dengan
istilah 1942-1945. Hal itu disebabkan aktivitas sastrawan tidak hanya terbatas
pada tahun 1942 saja, tetapi juga dilakukan selama kurun waktu antara 1942
sampai dengan 1945.
Corak isi karya sastra pada zaman jepang, yaitu: 1) mencerminkan
kekaguman pujian dan simpati terhadap kegagah beranian tentara jepang
melawan musuh dan diharapkan semangat itu menjadi semangat bangsa
indonesia; 2) keragu-raguan dan kebingungan menghadapi keadaan tak
menentu karena kesewenangan jepang; 3) rasa benci, dendam dan berontak
terhadap keadaan yang menekan oleh tindakan pendudukan jepang; 4) sikap
tawakal kepada tuhan kerena terpaksa menahan penderitaan; 5) sikap orang
berkepala dua yang mengeruk keuntungan dan memanfaatkan situasi; 6)
pujian terhadap pejuang muda indonesia yang mulai bangkit; 7) sikap tegas
pemuda indonesia yang bersemangat berjuang untuk mendapatkan
kemenangan; 8) rasa kebangsaan yang kuat dan bersama-sama berjuang; 8)
lukisan sederhana dan mengena yang mengungkapkan kehidupan masyarakat
yang terpoles oleh pendudukan jepang; 9) simbolik, yaitu lambang atau
lukisan mengenai sikap, tingkah laku, atau kehidupan dengan menceritakan
keadaa hewan atau tumbuhan.
Sastra di masa jepang berlangsung selama ± 3,5 tahun. Walaupun
termasuk singkat, menurut H.B Jassin sastra pada zaman jepang mempunyai
peranan tersendiri mengingat pada masa itu adalah masa pemaksaan jiwa
revolusi yang kemudian meletus pada tanggal 17 agustus 1945.
Satu hal yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan situasi sastra
di masa jepang yaitu perkembangan bahasa Indonesia mengalami kemajuan
yang amat pesat. Karena pada waktu itu bahasa belanda tidak boleh lagi
diterapkan sedangkan bahasa jepang belum banyak dikuasai sehingga bahasa
Indonesia digunakan dalam hal kenegaraan serta sebagai bahasan dalam ilmu
dan budaya. Pada saat itu penggalian potensi yang ada dalam bahasa
Indonesia diusahakan semaksimal mungkin.
Lahirnya Angkatan ’42 bersamaan dengan adanya Perang Pasifik.
Perang Pasifik meletus pada tanggal 7 Desember 1941 yang diawali dengan
adanya serangan Jepang ke pangkalan Angkatan laut Amerika Serikat di Pearl
Harbour. Dalam waktu singkat Jepang telah berhasil menguasai Pasifik dan
kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Jepang mengumandangkan
kemerdekaan bagi bangsa-bangsa Timur termasuk Indonesia. Rakyat
Indonesia menyambut dengan penuh antusia. Namun, dalam kenyataannya
setelah Jepang berhasil menguasai Indonesia, segera mengeluarkan
pernyataan adanya larangan semua kegiatan baik di bidang politik maupun
budaya. Sebagai gantinya, pemerintah pendudukan Jepang mendirikan
perkumpulan atau gerakan Tiga A, kemudian Pusat Tenaga..
Majalah dan surat kabar dilarang terbit. Alasannya, bahwa segala
tenaga perlu digunakan secara efektif. Kondisi yang demikian itu sangat
menggetarkan pikiran dan jiwa sebagian seniman Jepang. Namun demikian,
kegiatan seni dan budaya yang merupakan ekspresi kehidupan manusia pada
zamannya tetap tumbuh dan berkembang. sehingga di masa pendudukan
Jepang ini pun juga muncul tokoh-tokoh sastrawan dengan karya-karyanya.
Masa pendudukan Jepang diwarnai dengan kehidupan yang
memilukan dan penuh perjuangan. Hal tersebut memengaruhi hasil karya para
sastrawan angkatan ’42.
Karya sastra mengandung cita-cita, menimbulkan semangat cinta
tanah air, mengobarkan semangat juang, dan menganjurkan semangat kerja.

B. KARAKTERISTIK SASTRA ANGKATAN 42

Karakteristik sastra angkatan 42 ini H.B Jassin mengatakan bahwa


tidak banyak terdapat perbedaan dengan pujangga baru. Kedua angkatan itu
penuh dengan hasrat romantik. Hanya pada angkatan 42 hasrat itu lebih keras,
lebih berbentuk, dan berakar pada realitas. dengan singkat pujangga baru
dapat dikarakterisasikan romantik-idealis, dan angkatan 42 romantik-realistis.
Keduanya berhasrat kemerdekaan, tetapi angkatan 42 lebih terang dan tegas
inginkan tanah yang merdeka.
Ayib rosidi mengemukakan bahwa masa jepang adalah masa
pemantagan. Hal ini di picu oleh situasi perang dan penderitaan lahir dan
batin bangsa indonesia ketika dijajah jepang yang lebih kejam daripada
penjajah sebelumnya. Hal ini tampak pada puisi-puisi Chairal Anwar dan
Prosa Idrus. Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai medium
pengungkapan bukan sekedar saat untuk bercerita atau menyampaikan berita,
menyampaikan rengekan yang sanksi, melainkan berfungsi juga sebagai alat
pengucapan sastra yang dewasa.
Karya sastra mempunyai kemungkinan yang tak terbatas, bahasa yang
digunakan bukan lagi bahasa baku yang terpisah dari kehidupan, tetapi bahasa
sehari-hari yang menulang sumsum dan membersit spontan.
Kata-kata dipilih degan cermat, teliti bahkan sampai pada intinya.
Selain itu, kata-kata yang digunakan bukan hanya memberikan gambaran
atau tanggapan terhadap kehidupan. Melainkan dapat menjelmakan
kehidupan itu sendiri. Setiap kata, kalimat, paragraf dipertimbangkan secara
matang, bahasa perbandingan yang penuh retorika yang menjadi ciri
pengarang pujangga baru telah mereka tinggalkan, gaya penulisan pun
disederhanakan. Demikian juga pokok persoalan yang dikemukakan bukan
lagi hal-hal yang rumit melainkan hidup sehari-hari
Jika dibandingkan dengan karya sastra pujangga baru, karya-karya
zaman jepang seperti radio masyarakat (rosihan anwar) dan kapal udara (
maria amin) akan tampak bahwa ciri karya sastra masa jepang merupakan
transisi pujangga baru ke angkatan 45 yang oleh Ayib Rosidi dikatakan sifat-
sifatnya yang realitas menyodorkan idealitas.
Lahirnya Angkatan ’42 adalah pada masa pendudukan Jepang, oleh
karena itu, karya sastranya memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Karya sastra kebanyakan berisi tentang kehidupan masyarakat
2. Para seniman banyak yang menggunakan simbol-simbol untuk
menghindarkan diri dari sensor Jepang,
3. Karya sastra tidak boleh menyangkut politik pemerintahan Jepang,
melainkan mengandung pujian-pujian bagi pemerintah Jepang,
4. Bahasa Indonesia bukan hanya sekadar alat untuk bercerita melainkan
untuk menyampaikan perasaan yang sedih dan pilu yang menggambarkan
kondisi masyarakat saat itu. Dalam sastra angkatan 42 memiliki jenis-jenis,
Pada masa ini, dua jenis karya yang paling dominan tumbuh subur,yaitu
cerpen dan drama. Dan perkembangan yang paling dominan adalah drama.
Pada masa ini hanya sedikit Roman yang terbit.
5. pada umumnya sastra tersiar pada masa itu tidak terlepas dari unsur
tendens.
6. sastra tersiar yang tidak mengandung tendens dimana maksud isinya
berbentuk simbolik yang bersifat pelarian dari realitas kehidupan yang pahit.
7. sastra tersimpan umumnya berupa sastra kritik yang berisi kecaman dengan
sindiran terhadap ketidakadilan yang terdapat di masyarakat.
8. genre sastra yang dominan pada masa jepang yaitu berbentuk puisi, cerpen,
dan drama. Namun perkembangan yang paling mencolok tampak dalam
bentuk drama. Hal ini disebabkan beberapa faktor sebagai berikut:
a. drama merupakan media propaganda jepang yang paling tepat.
b. drama merupakan hiburan satu-satunya
c. drama cocok bagi selera seni rakyat
d. situasi ekonomi yang serba sulit memerlukan hiburan yang sesuai dengan
lingkungan kehidupan rakyat.
9. sastra pada masa jepang lebih bersifat realistis (romantik-realistis).
Balai Pustaka, misalnya hanya menerbitkan dua roman yaitu Cinta
Tanah Air karangan Nur Sutan Iskandar dan Palawija (1944) karangan Karim
Halim. Jarangnya roman ditulis pada masa itu karena kondisi yang tidak
memungkinkan. Keadaan perang menuntut pekerjaan dilakukan dengan serba
cepat. Selain itu roman tidak praktis dilakukan untuk sebuah “propaganda”
yang sedang digalakkan jepang. Kondisi ini berimplikasi pada sifat-sifat
sastra pada masa ini.
Dan dalam sastra angkatan ini memiliki sifat Sastra pada periode ini
bersifat realistis. Sifat ini dibagi tiga yaitu realistis propaganda, realistis
tersembunyi, dan realistis simbolis. Yang pertama dilakukan oleh orang-
orang yang berkompul dalam Kantor Pusat Kebudayaan yang mendukung
perjuangan Jepang. Yang kedua dilakukan oleh sastrawan yang menulis
sesuai nurani. Mereka menulis secara rahasia dan tidak diterbitkan dalam
masa penjajahan Jepang. Yang ketiga merupakan ciri-ciri tulisan sastrawan
yang dalam menyatakan idealismenya memadukan yang pertama dan kedua.
Dalam karya sastra angkatan ini banyak ditemukan drama, dalam
drama terdapat unsur- unsur yang terkandung dalam drama. Yang pertama
unsur intrinsik dan unsur ektrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang
membangun terwujud drama atau unsur yang di dalam karya sastra drama.
Yang terdapat unsur intrinsik yaitu: 1) judul adalah kepala karangan atau
nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan
isi buku tersebut; 2) tema adalah Tema adalah ide yang mendasari cerita
sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarangdalam memaparkan karya
fiksi yang diciptakan; 3) Plot atau Alur dalam dunia drama mengenaltahapan
plot yang dimulai dengan permulaan,tahapan pertikaian, tahapan perumitan,
tahapan puncak, tahapan pelaraian, dan tahapan akhir; 4) Tokoh Cerita dan
Perwatakan,tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa
dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh dalam karya sastra memiliki
perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan timbulnya
peristiwa atau konflik yang membuat cerita semakin menarik; 5) Teknik
Dialog, adanya teknik dialog membedakan karya drama dengan yang lain.
Yaitu puisi dan prosa. Dialog dalam drama adalah mutlak dan tidak boleh
diabaikan karena dialog dalam drama merupakan dialog antar tokoh. Ada dua
macam teknik dialog, yaitu: monolog dan konvensi atau prolog dan epilog;
6) konflik adalah suatu suasana yang terjadi pada saat drama; 7) Latar
merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar dalam drama harus
mendukung para tokoh cerita dan tindakannya; 8) Amanat adalah segala
sesuatu yang ingin disampaikan pengarang dalam benak penonton dramanya.
Unsur ektrinsik adalah unsur yang di luar dari drama. Dalam unsur
ektrinsik terdiri dari sebagai berikut : 1) keadaan subjektivitas pengarang
yang memiliki sikap, keyakinan, pandangan hidup, yang semua itu
mempengaruhi karya sastra tersebut; 2) Keadaan Psikologis, baik psikologis
pengarang, pembaca, maupun penerapan prisip psikologis dalam karya; 3)
Keadaan Lingkungan Pengarang seperti ekonomi, social dan politik; 4)
Pandangan Hidup Suatu bangsa berbagai karya seni agama, dan sebagainya;
5) Latar Belakang Kehidupan Pengarang, apabila pengarang berlatar belakang
budaya daerah tertentu secara disadari atau tidak akan memasukkan unsur
budaya tersebut kedalam karya sastra. perkembangan drama pada saat
angkatan 42 Penulis drama yang juga tumbuh sangat subur di bawah
perkumpulan P.O.S.D yang dipimpin Armijn Pane. Beberapa pengarang yang
membuat drama pada jaman Jepang adalah Armijn Pane. Armijn yang pada
masa sebelum perang telah menulis “Lukisan masa,
Barang tiada berharga, dan lain-lain pada masa Jepang menulis
beberapa buah sandiwara yang kemudian dibukukan dengan judul “jinak –
jinak merpati” (1953). Segera sesudah proklamsi ia menulis “Antara bumi
dan langit”.Usmar Ismail, pada masa Jepang menyadur sebuah kisah “Chichi
Kaeru“ karangan Kikuchi Kwan menjadi “Ayahku Pulang”. Selain itu, ia pun
menulis sandiwara kepahlawanan rakyat Maluku “Mutiara di Nusa Laut”.
Drama yang ditulis Usmar yang belum dibukukan “Mekar Melati” dan
“Tempat yang Kosong”. Drama “Api”, Liburan Seniman, dan “Citra”
kemudiandibukukandenganjudul“SedihdanGembira”(1949).
Usmar Ismail yang bernama Abu Hanifah (El-Hakim) 1960 di Padang
Panjang. Pada zaman Jepang menulis beberapa buah drama yang kemudian
dibukukan berjudul “Taufan di Atas Asia” (1949). Ada empat buah drama
dalam buku itu, yaitu Taufan di Atas Asia terdiri dari 4 bagian, Intelek
Istimewa, 3 bagian , Dewi Reni, 3 babak, Insan kamil, 3 babak. Drama
Rogaya, 4 babak; Mambang laut, 3 babak belum pernah dibukukan. Kecuali
drama, ia juga menulis roman Dokter Rimbu (1942).Idrus, pada zaman
Jepang menulis beberpa buah drama, antaraanya “Kejahatan Membalas
Dendam” dimuat dalam buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (1948);
Jibaku Aceh (1945); Keluarga Surono (1948); Dokter Bisma 1945. Dalam
“Kejahatan Membalas Dendam” ia melukiskan perjuangan pengarangbmuda
dalam menghadapi (kekuasaan) pengarang kolot dengan (tentu saja)
kemenangan di pihak pengarang muda, meskipun si pengarang kolot main
guna-guna segal. Kotot Sukardi menulis sandiwara Bende aataram yang
berlatar belakang perang Diponegoro (1825-1830). Sandiwara itu kemudian
diterbitkan Balai Pustaka dengan judul yang sama bersama-sama dengan
karangan Inu Kertapati yang berjudul Sumping Sureng Pati tahun1945.
Perkembangan drama, drama berasal dari bahasa Yunani yang berarti
‘aksi’, ‘perbuatan’. Drama adalah suatu bentuk karya sastra yang memiliki
bagian untuk diperankan oleh actor. Drama dapat diwujudkan dengan
berbagai media, yaitu: diatas panggung, film dana atau televisi. Drama juga
terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian sebagaimana dengan
opera. Pertunjukan sejenis drama mempunyai istilah yang bermacam-macam.
Seperti wayang orang, ketoprak, ludruk jawa Tengah dan jawa Timur),
lenong (betawi), randai (minang), reog (jawa barat), rangda (Bali), dan
sebagainya.

C. PELOPOR ANGKATAN 42

Tokoh-tokoh sastra pada masa pendudukan Jepang, di antaranya adalah:


1. Usmar Ismail
Usmar Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 20
Maret 1921. Dan meninggal pada tanggal 2 januari 1971. Pekerjaan
beliau sebagai sutradara, prosedur film dan penulis.
Sebelum berkecimbungan sebagai seorang tentara pada masa
penjajahan belanda. Setelah itu, ia menjadi sutradara film dan mendirikan
perfini, studio film pertama di Indonesia, pada awal 50-an. Usmar
kemudian melanjutkan studinya di Universitas Los Angeles jurusan film
dan mendapatkan gelar Bachelor Of Arts pada tahun 1952-1953. Ia
dikenal luas secara internasional setelah menyutradarai film berjudul
Pedjuang pada tahun 1961, yang mendokumentasikan kemerdekaan
Indonesia dari belanda. Film ini ditayangkan dalam Festival Film
Internasional Moskwa ke-2 dan menjadi film karya anak negeri pertama
yang di putar dalam festival film internasional. Hasil karya beliau antara
lain:
1. Puntung Berasap, kumpulan sajak
2. Pancaran Cinta dan Gema Tanah Air, cerpen
3. Sedih dan Gembira, drama.
Dan usmar ismail adalah seorang pengarang drama yang terkenal di
masa jepang. Ia bekerja pada pusat kebudayaan dan menjadi orang
penting dalam badan itu. Akan tetapi, karena ia tidak puas dengan cara
kerja pusat kebudayaan maka bersama-sama dengan rosihan anwar, el
hakim, dan di bantu oleh para seniman lain. Ia mendirikan perkumpulan
drama penggemar (amatir) yang bernama maya.
Perkumpulan maya didirikan menjelang pertengahan tahun 1944
dengan acara antara lain: menyelenggarakan drama radio, drama pentas,
membacakan cerpen radio dan sebagainya.
Beberapa drama yang telah dipentaskan oleh perkumpulan maya ialah
: 1) Tiga drama karangan El Hakim : taufan di atas asia, dewi reni,
intelek istimewa (kemudian dibukukan bersama dramanya yang berjudul
insan kamil, dengan judul taufan diatas asia); 2) jeritan hidup baru
saduran karim halim dari de kleine eyolf karangan ibsen; 3) drama usmar
ismail yang berjudul liburan seniman.
Adapun drama radio yang pernah disiarkan antara lain pamanku,
tempat yang kosong, dan mutiara dari nusa laut, semuanya karangan
usmar ismail.
Di samping itu, usmar ismail menulis pula drama yang berjudul api,
citra dan mekar melati. Citra dan mutiara dari nusa laut pernah
dipentaskan oleh perkumpulan drama profesional bintang surabaya.
Ketiga dramanya yang berjudul citra api, dan liburan seniman diterbitkan
dalam satu kumpulan “ seni sandiwara” dengan judul lakon-lakon sedih
dan gembira yang di beri pengantar oleh H.B Jassin.
Beberapa hal yang telah dirintis oleh perkumpula maya yaitu: 1)
menyatakan para seniman dan berbagai cabang seni untuk mendapatkan
keselarasan dalam pementasan; 2) mengadakan usaha pembaharuan
dibidang penceritaan, dekorasi, tata pentas, dan lain-lain; mencoba
mementaskan drama asing, misalnya drama saduran dari henrik ibsen.
Di samping terkenal dalam bidang drama, usmar ismail juga menulis
cerpen dan puisi. Beberapa cerpennya antara lain berjudul “ asokamala
dewi” “permintaan terakhir”, sedangkan puisi-puisinya sudah diterbitkan
dalam satu kumpulan yang berjudul puntung berasap.
Beberapa tahun sesudah kemerdekaan usmar ismail banyak bergerak
dalam bidang perfilman. Tahun 1949 ia berhasil memimpin sendiri film
citra-nta pada perusahaan south pasific. Tahun 1950 bersama-sama
dengan rosihan anwar ia mendirikan perusahaan film nasional Indonesia
atau perfini.
Beberapa film yang telah diproduksi antara lain: darah dan doa atau
long march siliwangi, enam jam di yogya, dosa tak berampun
(berdasarkan drama jepang: chici, kaeru, yang disadur usmar menjadi
ayahku pulang dan lain-lain.

2. Rosihan Anwar
Rosihan Anwar lahir di Padang tahun 1922. Ia seorang wartawan,
dan terkenal sebagai pengarang sajak dan cerpen. Sajak-sajaknya
melukiskan perasaan dan semangat pemuda, sedangkan cerpennya
melukiskan kekalutan jiwa pemuda karena keraguan janji-janji Jepang.
Cerpennya yang terkenal berjudul radio masyarakat mengisahkan
kehidupan seorang pemuda yang terombang-ambing jiwanya karena
merasa tidak dapat menyesuaikan diri dengan semangat baru para
pemuda pada waktu itu.
Puisi-puisi rosihan anwar yang ditulis di masa jepang antara lain “
seruan lepas”, “ lahir dan batin “, “ untuk saudara”, “ bertanya”,
‘damba”, “kisah di waktu pagi”, “lukisan”, dan “ manusia baru”.
Rosihan anwar juga banyak menulis esai tentang pengarang di masa
jepang, antara lain berjudul Usmar yang Saya Kenal dan Cita-Cita Film
Nasionalnya. Sedangkan karangan rosihan anwar yang berupa novel
antara lain berjudul raja kecil, bajak laut diselat malaka, dan sebuah
novel sejarah tentang semenanjung awal abad ke-18.
Hasil karyanya antara lain:
1. Radio Masyarakat, cerpen
2. Radio Kecil, roman
3. Bajak laut di Malaka.

3. Amal Hamzah
Amal Hamzah lahir di Binjai pada tahun 1922. Ia adalah adik Amir
Hamzah, sajak-sajaknya terpengaruh oleh kakaknya.
Rosihan anwar dalam suatu tulisannya menerangkan bahwa amal
hamzah pun termasuk pengarang yang pernah bekerja pada pusat
kebudayaan. Ia seorang pengarang yang mulai menulis pada zaman
jepang, dan termasuk pengarang yang mula-mulanya percaya pada
janji-janji jepang, walaupun kemudian ia banyak mengalami
kekecewaan.
Dalam karangannya yang awal jelas tampak jiwa romantik seperti
halnya abangnya, amir hamzah hal itu dapat dirasakan pada karangan-
karangan nya permulaan, baik berupa prosa maupun yang berupa puisi.
Beberapa karangannya telah dibuktikan dalam satu kumpulan yang
berjudul pembebasan pertama (1949). Akan tetapi, dalam karangannya
yang kemudian, amal hamzah telah berubah menjadi seorang realis
yang tajam, bahkan cendrung untuk dikatakan seorang materialistis
yang kasar. Mungkin keadaan yang pahit yang penuh dengan tekanan
dan penderitaan di masa jepang membuat amal hamzah realis yang
materialistis. Sikapnya yang kasar itu tampak pada cerpen-cerpennya
yang berjudul “ bingkai retak”, “teropong” dan juga pada beberapa
puisinya.
Empat kumpulan puisinya yang belum diterbitkan ialah “gita cinta”,
“kenangan kasih, “topan” dan “sine nomine”.
Ia menerjemahkan karangan rabindranath tagore yang lain dalam
kumpulan seroje gangga. Disamping itu, ia juga menerjemahkan
beberapa karangan notosuroto (seorang pengarang yang terpengaruh
R.tagore) yang aslinya dalam bahasa belanda ke dalam bahasa
indonesia, yaitu untaian bunga (bloene ketenen) dan kuntum melati.
Amal hamzah terkenal sebagai seorang pengarang dan cerpenis, tetapi
ada juga karangannya yang berbentuk drama, yaitu “ tuan amin” dan
karangannya yang berbentuk drama, yaitu “tuan amin” dan
karangannya berupa kritik yang sudah diterbitkan dalam satu kumpulan
berjudul buku dan penulis
Hasil karyanya antara lain:
1. Pembebasan Pertama, kumpulan sajak
2. Melaut Berciku, sajak
3. Buku dan Penulis, kritik roman dan drama.
4. Abu Hanifah atau El Manik Abu Hanifah lahir di Padang tahun
1906. Ia kakak dari Usmar Ismail. Hasil karyanya antara lain:
1. Taufan di Atas Asia, merupakan kumpulan drama zaman Jepang
dan dibukukan pada tahun 1949, yang terdiri atas empat drama, yaitu
Taufan di Atas Angin, Intelek Istimewa, Dewi Rini, dan Insan Kamil
2. Rogaya
3. Mambang Laut
4. Dokter Rimbu, roman.

4. El Hakim
El hakim adalah nama samaran abu hanifah, kakak usmar ismail. Ia
pun seorang pengarang drama yang terkenal di masa jepang. Kumpulan
dramanya yang sudah diterbitkan berjudul taufan di atas asia, yang
terdiri atas empat lakon, yaitu “taufan di atas asia”, “intelek istimewa”,
“dewi reni”, dan “insan kamil”. Beberapa drama tersebut sudah
dipentaskan oleh perkumpulan drama penggemar maya, yang
disutradarai oleh usmar ismail.

5. Chairil Anwar
Chairil anwar adalah seorang penyair yang muncul di zaman jepang
yang membawa pembaharuan dibidang puisi modern. Puisi-puisi yang
diciptakannya bersifat revolusioner, baik bentuk maupun isinya. Kata-
kata dan perbandingan yang dipergunakan sangat tepat sehingga
menjelmakan isi yang padat. Ia mengatakan bahwa dalam melukiskan
sesuatu harus sampai pada hakikatnya, kita harus sanggup bukan hanya
mengambil gambar-gambar biasa saja, melainkan juga gambar rontgen
sampai ke putih tulang belulang.

6. Idrus
Idrus membawa corak baru dalam karangannya yang berupa prosa,
yang menurut H.B Jassin disebut dengan gaya kesederhanaan baru atau
gaya meyoal baru menurut Ajip Rosidi dimaksud gaya kesederhanaan
baru karena penggunaan kalimat yang pendek-pendek, padat bernas,
dan memiliki asosiasi yang luas. Tanda-tanda baca, kata penghubung,
dan kata-kata keterangan yang tidak penting ditinggalkan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada angkatan ’42


sastra yang berkembang paling dominan yaitu drama. Drama pada angkatan
’42 ini antara lain “Chichi Kaeru“ karangan Kikuchi Kwan menjadi “Ayahku
Pulang”. Sandiwara kepahlawanan rakyat Maluku “Mutiara di Nusa Laut”.
Drama “Mekar Melati” dan “Tempat yang Kosong”. Drama “Api , Liburan
Seniman, dan “Citra” kemudian dibukukan dengan judul “Sedih dan
Gembira” (1949). Drama yang kemudian dibukukan berjudul “Taufan di Atas
Asia” (1949). Ada empat buah drama dalam buku itu, yaitu Taufan di Atas
Asia terdiri dari 4 bagian, Intelek Istimewa, 3 bagian , Dewi Reni, 3 babak,
Insan kamil, 3 babak. Drama Rogaya, 4 babak; Mambang laut, 3 babak belum
pernah dibukukan. Unsur-unsur drama antara lain, unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik antara lain: Judul, Tema, Plot atau Alur, Tokoh
Cerita dan Perwatakan,, Teknik Dialog, Konflik (pertentangan), Latar,
Amanat, dan Bahasa. Sedangkan Unsur Ektrinsik Drama yaitu: Keadaan
Subjektivitas individu, Keadaan Psikologis, Keadaan Lingkungan Pengarang,
Pandangan Hidup, serta Latar Belakang Kehidupan Pengarang.

B. SARAN

Untuk menunjang kesuksesan dalam kegiatan belajar dalam sejarah


Indonesia siswa harus mengetahui bagaimana latar belakang sejarah
Indonesia guna sebagai ilmu pengetahuan dalam ilmu sejarah bagi siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Wirdjosoedarmo, Soekono. (1990). Pengantar ke Arah Studi Sejarah


Sastra: Sastra Indonesia Modern. Surabaya: Sinar Wijaya.

Rosidi, ajib. (1986). Ikthtisar sejarah sastra indonesia. Bandung:bina cipta


iklan.

Anda mungkin juga menyukai