Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kasus

Myopia adalah kelainan refraksi dimana sinar – sinar yang masuk kedalam
mata akan dibiaskan didepan retina tanpa akomodasi.Miopi (dari bahasa Yunani:
μυωπία myopia "penglihatan-dekat") atau rabun jauh adalah sebuah kerusakan
refraktif mata di mana citra yang dihasilkan berada di depan retina ketika
akomodasi dalam keadaan santai.

Myopia dapat terjadi karena bola mata yang terlalu panjang atau karena
kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak
difokuskan secara baik dan objek jauh tampak buram. Penderita penyakit ini tidak
dapat melihat jarak jauh dan dapat ditolong dengan menggunakan kacamata
negatif (cekung).

Astigmatismus adalah keadaan dimana sinar – sinar sejajar yang masuk


kedalam mata tidak dibiaskan pada satu titik,tetapi lebih dari satu titik (merupakan
satu garis). Astigmat merupakan kelainan refraksi yang memerlukan pemeriksaan
yang teliti dan khusus untuk pemeriksaannya, agar mencapai visus terbaik dan
disini kita hanya mempelajari sebab dan jenis kelainan astigmat untuk mem-
permudah kita melakukan pemeriksaan refraksi dalam menentukan tajam
penglihatan seseorang.

Astigmat itu sendiri menurut pengertian dari Albert.E.Sloane didalam


bukunya memandang astigmat dari sudut pembiasan sinar yang masuk kedalam
mata mendefinisikan sebagai suatu keadaan refraksi dimana berkas – berkas
cahaya yang dibiaskan tidak sama kuat pada semua meridian dan dijelaskan pula
bila kata astigmat berasal dari bahasa yunani yang berarti”Tanpa Titik”.

Astigmatismus myopicus compositus adalah kelainan hasil perpaduan


myopia dengan astigmat,dimana sinar sinar sejajar yang masuk kedalam mata
tidak tepat dibiaskan kearah retina,melainkan kedua bayangan jatuh didepan
retina.

1
1.2 Rumusan Masalah

Kelainan astigmatismus myopicus compositus pada masyarakat umum


sepenuhnya belum dipahami oleh sebagian atau seluruh masyarakat,serta
bagaimana gejala dan penatalaksanaannya.Kelainan ini bisa terjadi pada
usia anak anak,remaja maupun dewasa bahkan ada juga yang terkena
kelainan astigmatismus myopicus compositus pada saat balita,karena
adanya kelainan faktor bawaan saat lahir.

1.3 Tujuan Penulisan

Memberikan edukasi kepada refraksi optisi khusunya dan masyarakat


pada umumnya tentang penanganan astigmatismus myopicus compositus.
Serta menambah wawasan kepada refraksi optisi bagaimanakah cara serta
alat yang digunakan dalam pemeriksaan kelainan astigmatismus myopicus
compositus.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Dapat meningkatkan mutu dari refraksi optisi dalam penatalaksanaan
kelainan astigmatismus myopicus compositus.
2. Serta menjadi referensi bagi institusi akademi refreksi optisi Jakarta
khusunya.
3. Memberikan edukasi kepada masyarakat umum tentang kelainan
astigmatismus myopicus compositus.

1.5 Tempat Penatalaksanaan

Kampus Akademi Refraksi Optisi LEPRINDO jakarta ruang praktek


klinik refraksi.

2
BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1 MYOPIA
Myopia adalah kelainan refraksi dimana sinar – sinar yang masuk
kedalam mata akan dibiaskan didepan retina tanpa akomodasi. Miopi (dari
bahasa Yunani: myopia "penglihatan-dekat") atau rabun jauh adalah sebuah
kelainan refraktif mata di mana citra / bayangan yang dihasilkan berada di
depan retina ketika akomodasi dalam keadaan normal..

Myopia dapat terjadi karena bola mata yang terlalu panjang atau
karena kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang
masuk tidak difokuskan secara baik dan objek jauh tampak buram.
Penderita penyakit ini tidak dapat melihat jarak jauh dan dapat ditolong
dengan menggunakan kacamata negatif (cekung).

Terlihat dalam gambar di bawah ini

3
2.2 Klasifikasi Myopia

1.Myopia simplek
Myopia stationer adalah myopia yang timbul pada masa umur yang
masih muda dan dapat juga bertambah sedikit – sedikit sampai usia 20
tahun.

2.Myopia refraktif
Myopia yang disebabkan karena kelainan pada komponen refraksi
mata.misalnya,pada lensa mata terlalu cembung karena cairan pada
mata yang masuk ke lensa mata sehingga menjadi keruh seperti katarak
premature.

3. Myopia axial
Myopia axiall adalah myopia yang terjadi karena sumbu mata
terlalu panjang dimana kekuatan refraksinya normal dan curfatur kornea
normal,tetapi dengan axial bola mata yang lebih panjang,maka sinar-
sinar sejajar yang masuk kedalam bola mata akan dibiaskan didepan
retina.

4. Myopia progresif
Myopia progresif merupakan myopia yang perkembangannya
bertambah dengan cepat pada waktu masa remaja dan bertambah terus
hingga usia 20 tahun atau lebih.

5 .Myopia maligna
Myopia maligna adalah myopia yang bertambah dengan menyolok
dan ekstrim Pada penderita myopia biasanya untuk melihat jauh
menjadi kabur dan untuk melihat dekat akan terlihat terang, karena itu
pada penderita myopia dapat juga disebut sebagai penderita rabun jauh.
Bagi penderita myopia karena kurang atau sedikit melakukan
akomodasi pada matanya agak melebar atau myosis,karena jarang
melakukan akomodasi dan sipenderita kurang pula melakukan
konfergensi pada matanya sehingga timbul Strabismus divergen.

Bagi penderita myopia axial tinggi,kemungkinan besar akan terjadi


ablatio retinae (retina yang lepas) dan ini disebabkan karena bola mata
yang lonjong sehingga retina sangat renggang dan agak tipis, akibatnya
retina pada mata myopia kurang / sedikit melakukan akomodasi maka
pada penderita myopia akan sering mengecilkan kelopak matanya
(palpebra) untuk melihat agar mengurangi berkas cahaya yang masuk
ke pupil (terutama pada penderita myopia tinggi)

4
2.3 Gejala Dan Tanda Myopia

A.Gejala subjektif

Pada penderita myopia kadang kadang lapang pandang seorang akan


melihat benang-benang atau titik-titik yang disebabkan oleh degenerasi
pada corpus vitreoum, untuk myopia axial dan biasanya akan sering
mengeluh matanya terasa letih, sering berair, cepat mengantuk, dan sering
sakit kepala dan gejala ini disebut juga ashtenopia, dan untuk penderita
myopia gejala ini disebut ashtenovergen.

B.Gejala objektif

Bagi penderita myopia akan kita lihat bila pada mata myopia,kamera
okuli posterior karena disebabkan tidak dipakainya otot-otot akomodasi dan
retinanya tipis sehingga tampak belang seperti kulit macan atau disebut
tigeroid, bola mata akan nampak seperti menonjol atau disebut exothalmus,
dan pupil agak melebar karena tidak/kurang berakomodasi atau disebut
mydrasis.
Bagi penderita myopia tinggi yang mempunyai sedikit perbedaan untuk
ukuran lensa koreksinya sehingga pungktum remotum hampir sama maka
konvergensinya yang terus menerus akan dapat menimbulkan esotropia
(juling kedalam).
Untuk penderita myopia dengan derajat myopianya yang mempunyai
selisih cukup besar antara mata kanan dan mata kiri,maka untuk mata yang
memiliki derajat myopia yang lebih tinggi sering tidak dipergunakan untuk
melihat yang mengakibatkan mata tersebut akan bergerak keluar, sehingga
akan terjadi axotropia ( juling keluar )

2.4 ASTIGMAT
Dari segi arti katanya,astigmatisme mempunyai terjemahan tidak
membentuk titik,artinya satu titik cahaya yang melewati suatu system
optik,astigmat tidak akan memberikan satu titik bayangan.
Astigmat terjadi karena ketika dua meridian utama mata,memiliki daya
bias yang berbeda.Hasilnya adalah garis garis pada arah tertentu akan
kelihatan lebih jelas daripada garis garis pada arah sebaliknya.

5
2.5 Klasifikasi Astigmat

Berdasarkan media refraktanya :


1.Astigmatisme Regular :
Pada bentuk astigmat ini selalu didapat dua meridian yang saling tegak
lurus,misalkan daya bias terkuat di 90 berati terlemah di 180.Bila
ditinjau dari letak daya bias terkuatnya,bentuk astigmat regular ini dibagi
menjadi 3 golongan yaitu :

a.Astigmatisme With The Rule (WTR)


Jika meridian vertical memiliki daya bias lebih kuat daripada
meridian horizontal.Dikoreksi dengan cylinder negative axis horizontal
atau axis 180.

b. Astigmatisme Against The Rule.


Jika meridian horizontal memiliki daya bias lebih kuat daripada
meridian vertical.dikoreksi dengan cylindernegatif axis vertical atau
axis 90.

c. Astigmatisme Oblique/Miring.
Apabila daya bias meridian miring lebih kuat daripada daya bias
meridian horizontal maupun meridian vertical atau axis diantara 45 dan
diantara 135.

2. Astigmatisme Irregular.
Adalah dimana permukaan kornea pasien disebut tidak rata atau
tidak licin,sehingga meridian utamanya tidak saling tegak lurus atau
tidak teratur.Dilihat dari lesutan pada retina,ada lima macam
astigmatisme yaitu :

6
a.Astigmatismus Myopicus Simplex
Astigmatisme jenis ini mempunyai 2 titik focus,yang pertama berada
di depan retina dan yang kedua berada tepat pada retina.Pola ukuran
lensa koreksi astigmatisme jennies ini adalah sph 0.00 atau plano dan
cyl – (minus).

b. Astigmatisme Hypermetropicus Simplex


Astigmatisme jenis ini mempunyai 2 titik focus,yang pertama
berada dibelakang retina dan yang kedua berada tepat diretina.Pola
ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah sph 0.00 atau plano
cyl + (plus) atau bisa ditransposisi menjadi sph + (plus) dan cyl –
(minus).

c. Astigmatismus Myopicus Compositus


Astigmatisme jenis ini mempunyai 2 titik focus,dimana keduanya
berada didepan retina.Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah sph – (minus) dan cyl – (minus).

7
d. Astigmatismus Hypermetropicus Compositus
Astigmatisme jenis ini mempunyai 2 titik focus,dimana keduanya
berada dibelakang retina.Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis
ini adalah sph + (plus) dan cyl + (plus) atau bisa ditransposisikan
menjadi sph + (plus) dan cyl _ (minus).

e. Astigmatismus Mixtus.
Astigmatisme jenis ini mempunyai 2 titik focus,yang pertama
berada di depan retina dan yang kedua bearada dibelakang retina.Pola
ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah sph + (plus) dan cyl
– (minus) atau sph –(minus) dan cyl + (plus) dimana ukuran tersebut
tidak dapat ditransposisikan.

8
2.6 Gejala Dan Tanda Astigmat
1.Tanda Tanda Astigmat
a. Astenopia,adalah keluhan atau kelelahan visual subjektif atau
keluhan keluhan yang dialami seseorang yang menggunakan
matanya.
b. Pengelihatan buram yang constant untuk jauh dan dekat.
c. Pengekihatan kabur,pengelihatan berbayang
d. Nyeri pada kepala.
2. Gejala Astigmat
a. Terdapat perbedaan kelengkungan kornea (daya bias mata).
b. Astigmatisme kornea dapat diidentifikasi dengan keratometer.
c. Apabila diperlihatkan gambar kipas,maka masing masing garis
tersebut terlihat tidak sama jelas.

2.7 Mengatasi Kelainan Astigmat


Kondisi astigmatisme dapat diatasi dengan pemberian kacamata
denagan lensa cylinder yang telah disesuaikan axisnya berdasarkan hasil
pemeriksaan refraksi yang sudah pas.Axis harus sesuai dengan meridian
terlemah pasien yang teridentifikasi saat melakukan pemeriksaan refraksi
subjektif agar pasien nyaman dan kacamata yang diberikan dapat
membantu memenuhi kebutuhan pengelihatan pasiendenagan baik.

2.8 ANALISA KASUS


Dari hasil Ujian Akhir Program (UAP) yang dilakukan di Kampus
ARO LEPRINDO JAKARTA,Satu dari dua pasien teridentifikasi
mempunyai kelainan Salah satu pasien yang teridentifikasi,mempunyai
kelainan astigmatismus myopicus compositus.Penulis mengambil data satu
pasien untuk dijadikan bahan dari pembuatan laporan kasus ini.

9
1) Identifikasi Data Pasien
Nama : LILIS
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tahun Periksa : 2017
2) Anamnesa
Data Subjectif
a) Pasien kurang jelas ketika melihat jauh.
b) Pasien kadang mengalami mata perih ketika sore dan malam
hari.
c) Gejala sudah dialami pasien ketika sudah dewasa.
d) Kesehatan pasien tidak ada penyakit yang sedang diderita dan
tidak sedang menggunakan obat obatan.
3) Pengukuran jarak pupil
Melakukan pengukuran pupil distance jauh maupun dekat. Pengukuran
PD dengan menggunakan PD meter dan penlight didapatkan ukuran
seperti berikut
JAUH/MONO DEKAT/MONO BINOKULER
OD 30 29 60/58
OS 30 29 60/58

4) Pemeriksaan segment luar mata


- Tes tutup buka (Cover un cover) : Mata ditutup bergantian
dengan okluder dari mata kanan kekiri dan sebaliknya,hasil
pemeriksaan Orthoporia.
- Tes tutup buka berganti (Alternating) : Okluder dipindah dari mata
satu mata ke mata lain bergantian. Pada setiap penutupan mata
diberikan waktu cukup untuk mata lain berfiksasi,hasil pemeriksaan
orthoporia.
- Pemeriksaan pantulan kornea : Dengan menggunakan
penlight sebagai sinar fiksasi. Refleks sinar pada mata fiksasi

10
diletakkan di tengah pupil, dilihat letak refleks sinar pada kornea mata
yang lain,hasil pemeriksaan normal.
- NPC (Titik terdekat konvergensi) : 180 mm
100
- AC (Amplitudo konvergensi) : x pd jauh binokuler
𝑛𝑝𝑐+3

=0,57 x 60 = 34,33
- NPA (Titik terdekat akomodasi) : 250mm
100
- AA (Amplitudo akomodasi) : 𝑛𝑝𝑎 𝑏𝑖𝑛𝑜𝑘𝑢𝑙𝑒𝑟 = 0,4

- Pemeriksaan motilitas (Broad H Test) : Pasien diminta mengikuti


gerakan sinar penlight yang membenuk huruf H dan didapat bahwa
mata pasien bergerak meengikutinya dengan baik,hasil pemeriksaan
normal.
- Pemeriksaan fungsi pupil :Mengarahkan sinar penlight
lurus ke mata pasien dari samping mata pasien dan didapat pasien
normal.
5) Ukuran kacamata lama : Tidak ada

6) Refraksi Objektif
Pada pemeriksaan pasien kali ini,hanya diukur secara objektif yaitu
kelengkungan kornea oleh alat keratometer.
Hasil dari pemeriksaan dengan menggunakan keratometer
HORIZONTAL VERTIKAL
KOD 44,29@180 44.10@90
KOS 43.80@180 44.10@90

11
7) Pemeriksaan Subjektif
Pemeriksaan kali ini dengan cara interaksi oleh praktisi beserta pasien.
Alat yang digunakan : Phoroptor,optotype, trial frame, trial lens set,
dengan pencahayaan yang cukup baik. Proses sebagai berikut:

a. Pemeriksaan visus.
Hasil yang diperoleh saat pemeriksaan visus adalah :
VISUS (SC)
AVOD 6/9
AVOS 6/9

b. Pemeriksaan best vision sphere


Mencari spheris terbaik dari pasien,dan didapatkan hasil sebagai
berikut secara monokuler :
BVS VISUS
OD S -1.50 6/7.5
OS S -1.25 6/7.5

c. Pemeriksaan pin hole


Oleh karena BVS tidak sampai 6/6 kemudian dilanjutkan dengan pin
hole,hasil yang didapatkan pin hole + (maju) yang berati ada kelainan
refraksi yang belum terkoreksi (astigmat)

d. Pemeriksaan Astigmat dengan menngunakan CC+-0.50


Pemeriksaan digunakan menggunakan phoroptor secara monukuler.
Pasien diminta objek berupa titik bulat,dan pasien diminta melihat
lebih baik mana bulatan tersebut sambil diarahkan ke axis yang paling
bagus.Kemudian setelah pasien mendapatkan axis,barulah praktisi
menambahkan power cyl,sampai objek bulatan tersebut semakin hitam
dan dilakukan secara monokuler

12
Hasil yang didapatkan
SPH CYL AXIS VISUS
OD -1.00 -0.75 180 6/6
OS -1.00 -0.50 10 6/6

e. Red green test


Pada pemeriksaan red green test pasien diminta melihat objek yang
berada di warna merah atau hijau.Apabila objek hitam pada kedua
warna tersebut sama hitam atau lebih hitam di merah sedikit,berati
untuk spheris sudah benar,Hasil dari pemeriksaan ini objek di merah
dan hijau sama jelas,dilakukan secara monukuler

f. DE test
Tahap selanjutnya dengan menambahkan sph +0.25 secara binukuler
pada target huruf dengan visus 6/6.Apabila setelah ditambahkan sph
+0.25 masih dapat membaca dengan jelas bertai DE +,apabila tidak
jelas berati DE -.hasil dari pemeriksaan ini DE -.
Berdasarkan hasil koreksi di atas maka didapatkan pasien menderita
kelainan refraksi myopia astigmat.

8. Analisis dan Terapi


Setelah dilakukan pemeriksaan secara detail,hasil yang diperoleh
adalah :
AV.SC SPH CYL AXIS AV.CC MPD
OD 6/9 -1.00 -0.75 180 6/6 30
OS 6/9 -1.00 -0.50 10 6/6 30

Untuk selanjutnya pasien disarankan memeriksakan diri kembali 2 kali


dalam setahun

13
9. Rehabilitasi
Setelah dilakukan pemeriksaan refraksi, maka pasiem diberikan
kacamata sesuai dengan ukuran hasil pemeriksaan tadi agar
mendapatkan kenyamanan.
Adapun kacamata yang diberikan sebagai alat bantu tajam penglihatan
terdiri dari klasifikasi:
Jenis bingkai : Plastik
Konstruksi bingkai : Full Frame
Parameter bingkai : 53[]16 135
Jenis lensa : Single Vision, CR
Warna lensa : Jernih
Alasan pemeberian ukuran kacamata dan jenis bingkai atau lensa
kacamata yaitu:
Ukuran kacamata diberikan sesuai dengan hasil refraksi.
Bentuk frame dan parameter bingkainya atas dasar keinginan pasien.
Jenis lensa CR karena lebih ringan dipakai oleh pasien.

Sedangkan konstruksi full frame dengan parameter (cara pengukuran


dan perhitungan terdapat pada kartu kerja terlampir), yaitu:
Eye size(A) : 53 mm
Datum Length (B) : 26 mm
Bridge size (DBL) : 16 mm
PD Frame (GCD) : 69 mm
Decentrasi : 4.5 mm
Efektif Diameter : 56 mm
MBS : 62.5 mm

10. Proses Penggosokan


Dalam proses laboratorium penulis tidak melakukan proses
penggosokan untuk menghasilkan lensa sesuai dengan hasil refraksi
yang tertera pada lampiran kartu kerja. Tetapi, dengan mengadakan

14
praktikum simulasi dengan memakai satu bahan lensa yang terbuat dari
bahan CR single vision dengan proses penggosokan lensa sebagai
berikut:
a.Blocking: proses penempatan lensa dengan timah alloy, sebagai
pemegang lensa dengan waktu 5 menit.
Grinding: proses penggosokan lensa yang pertama agar mencapai
ketebalan yang diinginkan dengan menggunakan tool intan pada mesin
generator selama 10 menit.
b.Finning: proses penggosokan lensa setelah tahap grinding dengan
sliry keabu-abuan pada alat twin spindle untuk menghasilkan
permukaan lensa seperti putih susu selama 10 menit.
c.Deblocking: pelepasan lensa dengan cara dipukul kemudian
dilanjutkan dengan pencucian lensa dengan air bersih selama 1-5
menit, kemudian lensa diperiksa dengan lensometer.

11. Proses Dispensing


a. Layout : melakukan pembuatan patrun, menentukan OC,
menentukan desentrasi lensa, menentukan segmen insert lensa, dan
menentukan minimum blank size.
b. Marking / spoting : memberikan tanda pada lensa sesuai dengan
hasil layout.
c. Edging : proses memotong pinggir lensa sesuai dengan bentuk
frame.
d. Faset : proses penghalusan tepi lensa.
e. Pembersihan : pembersihan lensa dengan acetone / alcohol.

f. Fitting Standar
Penyetelan standar dilakukan dengan memperhatikan kondisi
dari keseluruhan frame untuk melihat bagian mana saja yang tidak

15
dalam kondisi standar pada frame. Dimulai dengan menstandarkan
kedua sisi rim dengan baik bagian kanan dan kiri dengan
memperhatikan bridge dan rim. Dilanjutkan dengan penyetelan
standar pada end piece dan temple.Langkah terakhir adalah
penyetelan bend down dan lipatan gagang.

g. Fitting Adaptasi
Sedangkan penyetelan adaptasi dilakukan pertama kali membuka
kedua temple yang disesuaikan dengan lebar wajah pasien. Kemudian
posisi bend down apakah sudah mengikuti alur anatomi telinga
pasien, kemudian posisi frame bagian depan apakah frame tersebut
terpasang miring atau tidak di wajah pasien. Jadi, hasil penyetelan
fitting adaptasi harus memenuhi kriteria fitting triangle / segitiga
stimson, yaitu tumpuan kacamata hanya terdapat pada hidung dan
kedua puncak telinga (kanan-kiri). Pada pemasangan pertama, bend
down kurang menekuk sehingga kacamata sering turun. Oleh karena
itu, dilakukan penyetelan pada bagian bend down, kemudian
kacamata dipasangkan kembali. Pasien sudah merasa nyaman dan
puas dengan hasil penyetelan tersebut. Maka hasil dapat dikatakan
baik.

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
a. Pasien yang bernama Sdri LL usia 24 tahun mempunyai kelainan ODS
ASTIGMATISMUS MYOPICUS COMPOSITUS.
b. Setelah dilakukan pemeriksaan refraksi hasilnya adalah sebagai berikut :
AVOD : S-1.00 C-0.75 X180 (6/6)
AVOS : S -1.00 C-0.50 X10 (6/6)
PD : 60
c Pasien membutuhkan kacamata untuk koreksi pengelihatan jauh

3.2. Saran
a. Pasien disarankan menggunakan kacamata setiap melakukan
aktifitas sehari hari dengan koreksi lensa :
OD : S-1.00 C-0.75 X180
OS : S -1.00 C-0.50 X10
PD : 60
b. Pasien disarankan menggunakan lensa lensa single vision
plastic,dengan index 1.56 agar terlihat lebih tipis dan pemilihan
dengan bingkai plastic agar lebih ringan dan nyaman dipakai dalam
melakukan aktivitasnya dengan data bingkai yang disesuaikan
dengan pasien.
c. Pasien disarankan memeriksakan kembali matanya setiap 1 tahun
sekali.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sidarta Ilyas (2004).


Sidarta Ilyas., Prof., Dr., H., SpM., “Ilmu Penyakit Mata”. Edisi ketiga.
(Jakarta:Balai Penertbit FKUI, 2004).
Borish, Irvin M (1970).
Irvin M. Borish, O.D., D.O.S., LL.D., D.Sc., Clinical Refraction,
Penterjemah. Pnulis (Third Edition; Chicago: The Profesinal Press, Inc 1970).
Felica, Sherlyn (2013).
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/ophthalmology/2174711-tanda-
tanda-dan-gejala-myopia/#ixzz2vsPXUc2A Di unduh pada tanggal 27 Juli 2017,
pukul 19:30.
Nisna, Optik (2008).
http://www.optiknisna.info/myopia.html di unduh pada tanggal 27 Juni 2016,
pukul 20:46.
Inggito Maksus, Maksus (2016)
Inggito Maksus, Anung,”Standar Prosedur Pemeriksaan Refraksi untuk RO”
(Jakarta:Balai Penerbit FKUI,2016)

18

Anda mungkin juga menyukai