Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

JEJARING KEBIJAKAN PENGANGKUTAN


BATUBARA DI PROVINSI JAMBI DITINJAU DARI
PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE

Ahmad Subhan

e-mail: ahmadsoebhan01@yahoo.com

ABSTRAK

Di balik kontribusi finansial untuk daerah, ternyata batubara juga menimbulkan


permasalahan yang kompleks di Provinsi Jambi, yaitu dari sisi pengangkutannya.
Mobilisasi truk pengangkut yang melewati jalan umum telah menimbulkan
kerusakan di sepanjang ruas jalan yang dilalui meskipun sudah ada Peraturan
Daerah yang melarangnya. Tulisan ini berusaha mengkaji masalah tersebut dari
aspek kebijakan public, yaitu dengan menggunakan pendekatan jejaring kebijakan
(policy network approach). Kajian ini menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif dengan mengandalkan data sekunder telah menemukan bahwa
kompleksitas permasalahan pengangkutan batubara di Provinsi Jambi terlihat dari
adanya pelanggaran Perda oleh pengusaha batubara sehingga masih merusak jalan
umum, aksi demonstrasi sopir truk batubara, aksi protes blokir jalan oleh warga,
dan upaya pengusaha untuk mengugat Perda. Sumber permasalahannya yaitu karena
adanya perbedaan kepentingan antara pemerintah daerah dengan pelaku usaha
batubara. Sopir batubara menjadi alat pelaku usaha untuk melakukan respon
ketidakpatuhan terhadap kebijakan Pemda. Kunci penyelesaiannya yaitu penegakkan
hukum dan dukungan kebijakan dari pemerintah kabupaten terhadap kebijakan
pemerintah provinsi.
Kata kunci: jejaring kebijakan, pengangkutan batubara, good governance.

ABSTRACT

Behind the financial contributions to the area, coal also raises transportation
problems in Jambi province. Mobilization of trucks that pass through the public
roads has caused damage despite existing regional regulations that forbid it. This
brief paper examines that issue from public policy aspects by using the policy
network approach. This study used descriptive qualitative approach by relying on
secondary data has found that the complexity of coal transportation issues in Jambi
province visible from regulation violations by coal’s businessman that is still pass

86 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

through public roads, demonstrations by coal truck driver, road blockage protests
by residents, and efforts of coal’s businessman to revise local regulation. Source of
the problem is due to differences of interests between local government and business
operators of coal. Key to the solution is law enforcement and policy support from
district government towards the provincial government policies.
Keywords: policy network, coal transportation, good governance.

PENDAHULUAN dan Muaro Jambi. Batubara merupakan


bahan tambang utama di Provinsi
Jambi, di samping minyak bumi dan
Latar Belakang gas. Produksi batubara sejak tahun
2007 hingga Mei 2012 di Provinsi
Keberadaan sumber daya alam Jambi mencapai 21,7 juta metrik ton.
yang berlimpah di suatu daerah bukan Jika dihitung dengan harga standar
hanya dimaknai sebagai sumber batubara di pasaran, USD 112/ton,
pendapatan daerah saja namun juga maka penjualan batubara dari Provinsi
mensyaratkan pengelolaan yang baik, Jambi menembus angka Rp 24 triliun.
berkelanjutan, dan memperhatikan
Di balik kontribusi finansial untuk
aspek lingkungan hidup. Sinergi dan
Daerah, ternyata batubara juga
harmonisasi di antara seluruh
menimbulkan permasalahan yang
pemangku kepentinganyang terlibat
kompleks di Provinsi Jambi, yaitu dari
dalam pemanfaatannya, baik itu
sisi pengangkutannya dari mulut
pemerintah, swasta, maupun masya­
tambang ke stockpile. Truk pengangkut
rakat, menjadi kata kunci keberlanjutan
batubara yang berjumlah ratusan
produktivitas dan keseimbangan ling­
bergerak dari wilayah tambang di
kungan, termasuk sumber daya
beberapa Kabupaten yang kebanyakan
tambang batubara.
berada di area Barat Jambi menuju
Batubara merupakan penyumbang pelabuhan di area Timur Jambi.
devisa yang cukup besar bagi Mobilisasi truk pengangkut yang
pendapatan negara dimana Provinsi melewati jalan umum ini telah
Jambi adalah salah satu lumbung menimbulkan kerusakan di sepanjang
produksinya. Menurut Kementerian ruas jalan yang dilalui. Kondisi jalan
ESDM, melalui Peta Potensi Energi di di Provinsi Jambi dengan daya dukung
Indonesia (2004), Provinsi Jambi 8 ton tidak mampu menahan beban
memiliki potensi batubara yang belum belasan hingga puluhan ton kendaraan
dieksplorasi sebanyak 788.65 juta ton pengangkut batubara.
yang tersebar di beberapa kabupaten, Sejak tahun 2009, masalah jalan
antara lain: Bungo, Tebo, Tanjabbar, sebagai dampak pengangkutan
Sarolangun, Merangin, Batanghari, batubara ini telah terjadi. Paling tidak

CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015 | 87


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

ada beberapa dampak yang muncul, umum. Langkah ini diambil sebagai
antara lain: kesepakatan bersama antara pihak
a. Kondisi jalan yang rusak akibat pemerintah dan pelaku usaha pada saat
kelebihan muatan dan tidak sesuai mempersiapkan Perda tersebut.
dengan klasifikasi jalan yang ada
di Jambi. Sebagai regulasi tambahan,
Pemerintah Provinsi Jambi pada bulan
b. Kerugian finansial pemerintah
daerah yang harus mengeluarkan Maret 2013 mengeluarkan Peraturan
dana yang besar untuk tambal Gubernur (Pergub) Nomor 18 Tahun
sulam memperbaiki kondisi jalan 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan
yang rusak. Pengangkutan Batubara yang di
dalamnya membentuk Tim Terpadu
c. Banyak terjadi kecelakaan lalu
lintas pada saat pengendara (Timdu) dalam rangka melakukan
yang menghindari jalan yang pembinaan, pengawasan, serta
berlubang. penindakan. Tim ini terdiri dari unsur
Dinas Perhubungan, Dinas ESDM,
d. Adanya pondasi rumah warga
TNI, POLRI, Satpol PP, dan unsur
yang turun beberapa meter karena
angkutan truk batubara melebihi terkait lainnya. Setiap pelaku usaha
kapasitas. yang melanggar ketentuan jalan khusus
dan jalur sungai dikenai sanksi
Menyikapi hal tersebut, pada administrasi berupa pencabutan izin
tanggal 28 Desember 2012, disahkan usaha pertambangan.
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
Jambi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tenggat waktu satu tahun berlalu
Pengaturan Pengangkutan Batubara dan ternyata jalan khusus belum
dalam Provinsi Jambi. Perda ini terealisasi. Demikian juga jalur sungai
mengatur setiap pengangkutan sulit untuk dilalui karena sudah
batubara dalam Provinsi Jambi wajib mengalami pendangkalan. Negosiasi
melalui jalan khusus atau jalur sungai. dengan investor Asing mengenai
Kewajiban melalui jalan khusus harus pengerukan sungai Batanghari sempat
siap selambat-lambatnya Januari 2014. dilakukan sejak tahun 2010, namun
Kebijakan ini memperlihatkan adanya gagal. Sehingga konsekuensi yang
tenggang waktu satu tahun yang muncul ialah aktivitas pengangkutan
diberikan kepada pelaku usaha untuk batubara masih melalui jalan umum.
membuat sendiri jalan khusus Dari sini titik awal terjadinya silang
pengangkutan batubara. Terlihat disini sengkarut masalah pengangkutan
pihak pemerintah sudah mengakomodir batubara di Provinsi Jambi pada waktu
kebutuhan pelaku usaha dengan belakangan ini.
memberikan toleransi bagi pelaku Sejak Januari tahun 2014, Timdu
usaha untuk mempersiapkan jalan telah melakukan pengawasan
khusus agar tidak lagi melewati jalan penindakan dalam bentuk penilangan

88 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

atas pelanggaran jalur pengangkutan Jambi secara keseluruhan mendapatkan


batubara. Hal ini menimbulkan reaksi jatah bagi hasil sebesar 55 miliar per
perlawanan dari pengusaha batubara tahun (Dinas ESDM, 2011). Resistensi
yang bersikeras untuk tetap bisa pengusaha ini berlainan arah dengan
melewati jalan umum. Mereka tetap pemerintah provinsi yang tetap
mengoperasikan truk-truk pengangkut menjalankan ketentuan Perda dan
batubara melintas di jalan umum meski Pergub dimana Gubernur Jambi
sudah dilarang. Tidak sampai disitu mengatakan bahwa penerapan
saja, pengusaha batubara juga kebijakan itu tidak bisa ditawar lagi
mengancam akan menggugat Perda karena sudah diberikan toleransi
dan Pergub tentang pengangkutan sebelumnya. Pihak DPRD Provinsi
batubara ke PTUN. Mereka Jambi juga mendukung penegakan
beranggapan kebijakan itu semena- aturan tersebut (Jambi Independent,
mena, merugikan pengusaha dan 20/1/2014).
melanggar peraturan yang lebih tinggi,
Kebijakan pemerintah provinsi
yaitu Undang-Undang Nomor 22
ini tidak terlepas dari pemerintah
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas,
kabupaten/kota karena dalam Perda itu
dimana jalan nasional bukan menjadi
diatur bahwa bupati dan walikota harus
kewenangan daerah untuk mengaturnya
membuat Peraturan Bupati (Perbup)
(Jambi Independent, 20/1/2014).
dan Peraturan Walikota (Perwal) alur
Perlawanan pengusaha juga dilakukan
jalan yang diperbolehkan dilalui
dengan menggerakkan massa sopir
batubara. Dengan kata lain, kebijakan
truk batubara untuk melakukan aksi
pemerintah provinsi juga membutuhkan
demonstrasi ke Kantor Gubernur
kebijakan pendukung di Kabupaten/
Jambi. Mereka tidak hanya meng­
Kota sehingga kebijakan ini juga
gerakkan sopir, tapi juga membawa
menyangkut hubungan antar level
serta truk-truk masuk ke dalam kantor
pemerintahan (intergovernmental
gubernur (Jambi Independent,
relations).
15/1/2014) . Selain itu, sopir batubara
juga melakukan aksi pemblokiran Keadaan semakin problematis
jalan lintas Sumatera sebagai bagian ketika warga masyarakat mulai
dari protes. bereaksi dengan melakukan aksi blokir
jalan. Aksi ini telah terjadi berulang
Posisi tawar pengusaha batubara
kali di beberapa desa yang menjadi
memungkinkan mereka melakukan
lintasan truk pengangkut batubara.
resistensi terhadap kebijakan peme­
Warga bereaksi karena jalan umum
rintah. Kontribusi batubara terhadap
sebagai fasilitas publik menjadi rusak,
pendapatan daerah cukup signifikan
kenyamanan mereka terganggu,
dimana ketentuan bagi hasil adalah 80
membahayakan keselamatan warga
persen untuk daerah dan 20 persen
setempat, dan karena ketidakpuasan
untuk pusat. Pada tahun 2010, Provinsi

CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015 | 89


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

atas penegakan Perda. Peristiwa terkini kebijakan dari pendekatan jejaring


adalah aksi pemblokiran jalan oleh (network approach) mengingat
warga terjadi pada tanggal 11 Maret tuntutan good governance dan
2014 di jalan Lingkar Selatan RT 28 demokratisasi di daerah.
Kebun Bohok Kelurahan Lingkar
Selatan (Jambi Independent,
Rumusan Masalah
12/3/2014).

Paparan di atas menunjukkan Berdasarkan paparan di atas,


adanya permasalahan kebijakan yang maka dapat dirumuskan masalah yang
cukup kompleks dimana kebijakan akan dijawab dalam tulisan ini, yaitu
pemerintah yang bersifat pengaturan bagaimana gambaran kompleksitas
(regulating) tidak dipahami dan kebijakan pengangkutan batubara di
dipatuhi secara utuh oleh pelaku usaha Provinsi Jambi ditinjau dari jejaring
batubara sehingga menimbulkan kebijakan dalam konteks good
dampak negatif pada kepentingan governance?
masyarakat umum terutama kerusakan
infrastruktur jalan sebagai fasilitas
publik. Tulisan singkat ini berusaha Tujuan Penulisan
mengkaji secara lebih mendalam dari
perspektif good governance, yaitu Artikel ini bertujuan untuk
dengan menggunakan teori jejaring mengetahui kompleksitas kebijakan
kebijakan (policy network). pengangkutan batubara di Provinsi
Jambi dengan pendekatan jejaring
Kebijakan ini penting untuk
kebijakan good governance.
ditelaah lebih mendalam dengan
perspektif jejaring mengingat beberapa
hal, yaitu pertama, adanya keterlibatan TINJAUAN PUSTAKA
banyak aktor dari pemerintah, swasta,
dan masyarakat dengan kepentingan
Good Governance
masing-masing.Kedua, fenomena ini
tidak hanya terjadi di Provinsi Jambi
Pinto dalam Nisjar (1997:119)
namun juga berpotensi terjadi di
mengatakan bahwa governance adalah
beberapa daerah penghasil batubara
praktek penyelenggaraan kekuasaan
lainnya, seperti Sumatera Selatan,
dan kewenangan oleh pemerintah
Sumatera Barat, Riau, Bengkulu,
dalam pengelolaan urusan peme­
Kalimantan Timur, Kalimantan
rintahan secara umum dan pem­
Selatan, dan Kalimantan Tengah.
bangunan ekonomi pada khususnya.
Ketiga, kajian dinamika kebijakan
Sementara itu, Hughes dan Ferlie,
pemerintah daerah akan lebih lengkap
dkk., dalam Osborne dan Gaebler
dan memadai dengan adanya studi

90 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

(1992), berpendapat bahwa good • The State


governance memiliki kriteria yang
Pada masa yang akan datang
berkemampuan untuk memacu kom­
mempunyai tugas penting, yakni
petisi, akuntabilitas, responsif terhadap
menciptakan lingkungan politik
perubahan, transparan, berpe­gang pada
(political environment) guna mewu­
aturan hukum, mendorong adanya
judkan pembangunan manusia yang
partisipasi pengguna jasa, memen­
berkelanjutan (sustainable human
tingkan kualitas, efektif dan efisien,
development) sekaligus meredefinisi
mempertimbangkan rasa keadilan bagi
peran pemerintah dalam integrasi
seluruh pengguna jasa, dan
sosial ekonomi, melindungi ling­
terbangunnya suatu orientasi pada
kungan, kemiskinan, menyediakan
nilai-nilai.
infras­
truktur, desentralisasi dan
Sedangkan LembagaAdministrasi demokratisasi pemerintah, memperkuat
Negara (2000:1) mengartikan good finansial dan kapasitas administrasi
governance sebagai proses penyeleng­ Pemerintah Daerah. Disamping itu,
garaan kekuasaan negara dalam Pemerintah juga perlu memberdayakan
melaksanakan penyediaan public rakyat (empowering the people) yang
goods dan services. Lebih lanjut menghendaki pemberian layanan,
ditegaskan bahwa apabila dilihat dari penyediaan kesempatan yang sama
segi aspek fungsional, good governance secara ekonomi dan politik.
dapat ditinjau dari apakah pemerintah Pemberdayaan tersebut akan terwujud
telah berfungsi secara efektif dan apabila diciptakan suatu lingkungan
efisien dalam upaya mencapai tujuan yang kondusif dengan sistem dan
yang telah digariskan atau sebaliknya. fungsi yang berjalan sesuai dengan
peraturan yang jelas.
Konsep governancetidak sekedar
melibatkan pemerintah dan negara,
tapi juga peran berbagai aktor di luar • The Private Sector
pemerintah dan negara, sehingga
pihak-pihak yang terlibat juga sangat Memiliki peranan penting karena
luas. Governance adalah mekanisme lebih berorientasi kepada pendekatan
pengelolaan sumber daya ekonomi dan pasar (market approach) dalam
sosial yang melibatkan pengaruh pembangunan ekonomi serta berkaitan
sektor negara dan sektor nonpemerintah dengan penciptaan kondisi dimana
dalam suatu kegiatan kolektif. produksi barang dan jasa (good and
services) dalam lingkungan yang
Unsur utama (domains) yang kondusif untuk melakukan aktivitasnya
dilibatkan dalam penyelenggaraan dengan lingkup kerja “incentives and
pemerintahan (governance) terdiri dari rewards” secara ekonomi bagi individu
3 (tiga) komponen yakni: dan organisasi yang memiliki kinerja
baik.

CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015 | 91


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

• Civil Society Gambar 1


Hubungan Antar Stakeholders
Merupakan wadah yang mem­
fasilitasi interaksi sosial dan politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
yang dapat memobilisasi berbagai
kelompok didalam masyarakat untuk
terlibat dalam aktivitas sosial, ekonomi,
dan politik sekaligus melakukan check
and balances terhadap kekuasaan
pemerintah dan memberikan kontribusi
GOVERNANCE
yang memperkuat unsur (komponen)
lainnya. Civil society juga merupakan
Civil Market
penyalur partisipasi masyarakat dalam society
aktivitas sosial dan ekonomi kemudian
mengorganisir mereka ke dalam suatu
kelompok yang lebih potensial yang
memonitor lingkungan, kelangkaan Private
sumber daya (resources depletion), State Sector
po­ lusi, dan kekejaman sosial lalu
mem­ berikan kontribusi terhadap
pembangunan melalui distribusi man­
faat yang merata dalam masyarakat
Society
dan menciptakan kesempatan baru
bagi setiap individu guna memperbaiki
`standar hidup’ mereka. Hal terpenting
lainnya adalah harapan yang akan
mempengaruhi penerapan kebijakan Berdasarkan uraian di atas,
publik, serta sebagai sarana yang dapatlah disimpulkan bahwa wujud
melindungi (protecting) dan mem­ good governance adalah penyeleng­
perkuat (strengthening) kultur, serta garaan pemerintahan negara yang solid
keyakinan agama dan nilai-nilai yang dan bertanggung-jawab, serta efisien
berlaku di masyarakat. dan efektif dengan menjaga “ke­
sinergian” interaksi yang konstruktif
Hubungan ketiga komponen
diantara ketiga domain (State, Private
tersebut dalam penyelenggaraan
Sector, and Society).
pemerintahan (governance) dapat
dideskripsikan ke dalam bentuk Pemahaman mengenai governance
skemaberikut ini: sangat bervariasi tergantung dari
fenomena dan bidang kajian yang
membahasnya. Beberapa ragam

92 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

penggunaan konsep governance, yang terkandung di dalamnya


misalnya oleh World Bank dalam (Hyden,et.al, 2004).
rekomendasinya yang dikenal sebagai
Sederet prinsip tersebut dianut
‘good governance’, debat dalam kajian
dan dipahami oleh pemerintah selama
hubungan internasional tentang ‘go­
ini karena telah merasuki diskursus-
verning without government’, diskusi
diskursus pembangunan dan aktivitas
mengenai kondisi kelembagaan untuk
lainnya yang didanai lembaga donor
‘economic governance’, visi baru
sebagai syarat pemberian bantuan.
sektor swasta/privat dalam bentuk
Pengalaman program penyesuaian
‘corporate governance’, wacana New
struktural pada 1980-an, yaitu pasar
Public Management (NPM), dan pola
yang kompetitif, terbuka, dan bebas
baru kerjasama dan kemitraan antara
yang diawasi secara minimal oleh
pemerintah dengan swasta (Rhodes,
negara, telah mengukuhkan antusiasme
1996; Kersbergen and Waarden,
pengembangan GG di Indonesia
2004).
(Suharko, 2005). Pemaknaan dan
Penerapan governance dalam penerapan governance yang pro neo-
penyelenggaraan pemerintahan selama liberalisme seperti inilah yang
ini lebih menganut konsep good ditengarai menjadi salah satu sumber
governance sebagaimana yang permasalahan penyelenggaraan peme­
dipromosikan oleh World Bank melalui rintahan. Proses governance sebagai
beberapa agenda program multilateral serangkaian tindakan aktor dituntut
di banyak negara. Leftwich dalam dapat lebih dipahami secara analitis
Chhotray and Stoker (2009) dan empiris daripada hanya
memandang good governance (GG) ditempatkan sebagai daftar prinsip-
versi World Bank sebagai manajemen prinsip yang harus diikuti.
pembangunan dengan mensyaratkan
Selama ini telah terjadi kekeliruan
adanya akuntabilitas (accountability),
memahami governance sebagai dam­
kerangka hukum (legal framework),
pak dari pemahaman pemerintah yang
informasi (information), dan
hanya terbatas pada prinsip-prinsip
transparansi (transparency). Prinsip
dalam good governance produk lem­
ini menginspirasi United Nations for
baga internasional. Padahal governance
Development Programme (UNDP)
tidak hanya mengandalkan peraturan
untuk mengembangkannya lebih jauh
formal yang sarat hegemoni negara
menjadi sembilan karakteristik GG,
sebagaimana yang terjadi sekarang.
yaitu partisipasi, penegakan hukum,
Pemerintah harus belajar mengendur­
transparansi, responsivitas, orientasi
kan ‘otot’ kewenangan ketika berin­
pada konsensus, persamaan, efektivitas
teraksi dengan pihak nonpemerintah
dan efisiensi, akuntabilitas dan visi
dan tidak merasa dominan superior di
strategis. Governance secara umum
atas stakeholder lainnya.
dikenal melalui variasi prinsip-prinsip

CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015 | 93


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Bertolak dari pemikiran Kedua, konsep kolektif (collective)


tersebut, pemahaman governance menunjuk pada keputusan bersama
dalam penelitian ini dimulai dari yang diambil oleh sekelompok individu
definisi yang lebih substansial melalui berbagai mekanisme mencapai
sebagaimana yang dikemukakan oleh
kesepakatan atas hasil yang dituju.
Chhotray dan Stoker (2009:3), yaitu:
Keputusan bersama memuat berbagai
Governance is about the isu yang saling mempengaruhi dan
rules of collective decision- mengawasi namun harus diterima dan
making in settings where there are dipertanggungjawabkan. Ketiga,
a plurality of actors or pengambilan keputusan (decision-
organisations and where no making) bukan hanya keputusan
formal control system can dictate formal namun juga termasuk praktek
the terms of the relationship pelaksanaan sehari-hari dalam suatu
between these actors and sistem atau organisasi. Keputusan atas
organisations (governance adalah sesuatu mensyaratkan adanya aturan
mengenai serangkaian aturan mengenai siapa yang dapat memutuskan
pengambilan keputusan bersama dan bagaimana ia memper­
dimana terdapat banyak aktor atau tanggungjawabkannya. Keempat, tidak
organisasi dan tidak ada sistem ada sistem pengawasan formal yang
pengawasan formal yang mampu dapat memaksa hubungan yang terjadi
memaksa terjadinya hubungan dan hasilnya (no formal control system
antarbeberapa aktor atau can dictate). Prinsip demokrasi berlaku
organisasi tersebut). disini ketika tidak ada satu pihak yang
memaksakan dan menekan pihak lain
Terdapat empat elemen dari seperti pemerintahan monokrasi.
definisi di atas yang perlu diketahui
lebih jauh. Pertama, aturan (rules) Karakteristik interaksi sosial
yang bisa berbentuk formal hingga dalam governance lebih mengandalkan
informal merupakan alat penjaga negosiasi, komunikasi, dan pengaruh
komitmen dan stabilitas relasi hegemonik daripada petunjuk
antaraktor. Dalam mempelajari pengawasan yang ketat dan mengikat.
governance, pengaturan formal Ketergantungan dalam kehidupan
berkaitan dengan struktur pengambilan menjadikan mekanisme pengambilan
keputusan dan informal menyangkut keputusan bersama menjadi penting
praktek dan kebiasaan keseharian. dalam aktivitas manusia.
Kombinasi keduanya mempengaruhi Pemahaman governance seperti
cara sekelompok orang menentukan telah dijelaskan di atas, sejalan dengan
apa yang harus diputuskan, bagaimana perspektif network. Dalam pandangan
memutuskannya, dan siapa yang harus Sorensen dan Torfing (2007),
mengambil keputusan tersebut. governance network adalah: 1)

94 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

artikulasi saling ketergantungan secara berbeda dengan pola hierarki dan pasar
horizontal antara beberapa aktor dimana koordinasi dibangun dari
otonom; 2) interaksi berlangsung me­ pluralitas aktor, hubungan bersifat
lalui negosiasi; 3) terjadi dalam suatu saling ketergantungan, negosiasi
aturan, normatif, kognitif dan kerangka sebagai dasar keputusan, serta dilandasi
imajiner; 4) bersifat mengatur sendiri kepercayaan dan kewajiban. Masya­
(self-regulating) di dalam batas-batas rakat ditempatkan sebagai pemangku
dari agen eksternal; dan 5) berkontribusi kepentingan bersama pihak lainnya
bagi produksi tujuan publik. sehingga ada kompleksitas aktor yang
saling berinteraksi.
Governance network dapat
dibedakan dari bentuk governance
lainnya, seperti terlihat dalam Tabel 1. Jejaring Kebijakan (Policy
Network)

Tabel 1
Tata pemerintahan di era sekarang
Perbedaan Pola Governance ini harus memperhatikan beberapa
Hierarki Pasar Jejaring
(Hierarchy)
perubahan kontemporer, seperti
(Market) (Network) demok­ratisasi, desentralisasi, dan libe­
Koordi- Tunggal Tidak Plural ralisasi ekonomi. Perubahan tersebut
nasi Terpusat Tunggal (pluri-
(unicentric) (multicen- centric) menempatkan posisi pemerintah bukan
tric)
Hubung-an Subordinasi Tidak Saling
satu-satunya aktor yang mengelola
antar aktor terikat ketergan- kekuasaan negara dan bukan satu-
tungan
Dasar Nilai Prosedur Negosiasi
satunya pihak yang bisa menyelesaikan
Keputus- substansial masalah publik tanpa peran-serta
an
Dasar Sanksi hukum Sanksi Keperca-
pemangku kepentingan lainnya. Dalam
Kerelaan ekonomi yaan dan konteks ini, pemerintah perlu
Hubung-an kewajiban
Basis Weberian/ New Public Whole-of-
membangun sinergi dalam pola relasi
Teoritis Neo Weberian Manage- Govern- yang lebih setara mengingat masing-
Model ment ment
Pola Pikir Regulasi Kompetisi Kolaborasi
masing pelaku memiliki otonomi
dan (Rhodes, 1997).
Koordinasi
Hubungan Kewenangan, Pelayanan Pemang-ku
Pemerin- peraturan, terhadap kepenting-
Berangkat dari pemikiran tersebut,
tah dengan kewajiban Pelanggan an (stake- pendekatan jejaring (network
Masya- (costumers holders)
rakat of services) termasuk approach) menjadi salah satu solusi
masya-
rakat menyelesaikan masalah yang komplek.
Aktor tunggal bukan ide yang tepat
Sumber: diolah dari Sorensen dan untuk menyelesaikan masalah, karena
Torfing (2007).
aktor tunggal hanya memiliki sumber
daya terbatas dalam menjalankan
Tabel 1 menunjukkan governance
peran secara optimal. Sehingga,
network memiliki karakteristik yang

CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015 | 95


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

interaksi beberapa aktor menjadi individu dan lembaga dihubungkan


penting diselenggarakan dalam dengan yang lain dengan satu tujuan
kerangka saling ketergantungan dan atau didasarkan kepentingan bersama.
pertukaran sumber daya. Sinergi perlu
Ketergantungan antara individu
dibangun dengan kemampuan menge­
dan organisasi memungkinkan mereka
lola jaringan (networking) demi
berinteraksi untuk membangun jejaring
membangun energi bersama (collective
yang lebih baik. Jejaring tidak akan
energy) untuk mencapai tujuan
terwujud menjadi sinergi antaraktor
bersama (collective gain) sebagai
ketika aktor-aktor kurang peduli
penjabaran kepentingan publik. Kega­
terhadap ketergantungan mereka atas
galan mengelola jaringan akan
lembaga lain. Perbedaan dan ketidak­
mengarah pada kegagalan tata
sepahaman dalam persepsi diantara
pemerintahan (governance).
aktor dapat menyebabkan konflik dan
Menurut Kickert bahwa tidak membatasi interaksi, hanya ketika
mungkin dihindari menyelesaikan aktor-aktor mampu membawa persepsi
permasalahan yang komplek lintas bersama dan merumuskan tujuan serta
organisasi tanpa jaringan sehingga kepentingan bersama akan berujung
kehadiran aktor dalam jejaring yang pada outcome yang memuaskan.
saling ketergantungan satu dengan
Menurut Rhodes, dalam Kickert
yang lainnya mutlak diperlukan
et.al.(1997), bahwa karakteristik dalam
(Kickert et al,1997:2).
jejaringadalah, pertama, interdepen­
“Actor in networks is densi (ketergantungan) di antara aktor/
interdependent because they organisasi yang terlibat. Kedua,
cannot attain their goals by interaksi yang berkelanjutan diantara
themselves, but need the resourses keanggotaan yang bertukar sumber
of the actor to do so. daya dan negosiasi dengan berbagai
Interdependency is bases on the tujuan. Ketiga, interaksi yang diatur
distribution of recourses over oleh aturan main dan membangun
various actor, the goals they kepercayaan. Keempat, tingkat oto­
pursue and perceptions of their nomi yang signifikan dari intervensi
recourses dependencies.” negara. Karakteristik ini yang meng­
ilhami pemikiran network policy dalam
Pembahasan tentang jejaring menyelesaikan masalah antarinstitusi.
memposisikan dua pihak atau lebih
Fenomena dalam tulisan ini
sebagai sebuah entitas politik yang
adalah kompleksitas dalam proses
berkedudukan sama atau setara
kebijakan pengangkutan batubara di
sehingga jejaring mengedepankan
Provinsi Jambi. Kompleksitas tersebut
tercapainya tujuan/kepentingan
dapat dilihat dari aspek aktor yang
bersama. Di dalam suatu jejaring,
terlibat, pola relasi yang terjadi, strategi

96 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

interaksi, kepentingan, dan sumber METODOLOGI


daya masing-masing, Dengan karak­
teristik seperti ini, secara konseptual Metode yang digunakan dalam
dapat dikaji dengan konsep jejaring kajian ini adalah metode deskriptif
kebijakan (policy network). Jejaring dengan pendekatan kualitatif. Ka­jian
kebijakan fokus menganalisis proses ini tergolong desk-study yang meng­
kebijakan publik bertolak dari utamakan data sekunder dari dokumen
pemikiran distribusi kekuasaan dan peraturan perundang-undangan disertai
saling ketergantungan (distribution of arsip pemberitaan dari media massa
power and interdependencies), fitur lokal.
organisasi (organizational features),
dan hubungan antar-organisasi Pengumpulan data sekunder
(interorganizational relations). dilakukan dalam jangka waktu bulan
April—Mei 2014. Keabsahan data
Menurut Kickert et.al. (1997), dijamin dengan teknik triangulasi pada
jejaring kebijakan mengkaji pola relasi sumber data dan metode.
sosial antarbeberapa aktor yang
memiliki ketergantungan satu sama Analisis data menggunakan
lain dimana mereka berperan di dalam analisis kualitatif dimana data yang
proses kebijakan publik. Sementara diperoleh akan diklasifikasi, direduksi,
menurut Enroth (2011), jejaring dikategorisasi, dipetakan, dan
kebijakan memiliki karakteristik, yaitu diinterpretasi untuk kemudian ditarik
adanya saling ketergantungan (inter­ simpulan dengan berlandaskan teori
dependence), koordinasi (coor­ jejaring kebijakan.
dination), dan bersifat plural
(pluralism). Dengan demikian, jejaring PEMBAHASAN
kebijakan melihat kebijakan sebagai
suatu proses yang kontekstual Deskripsi Kebijakan Pengangkutan
(contextualization of the policy Batubara di Provinsi Jambi
process) dimana terdapat kompleksitas
hubungan (relations complexity) Kebijakan mengenai peng­
antarberbagai aktor, baik formal angkutan batubara diwujudkan dalam
maupun informal, dengan tujuan bentuk Perda Provinsi Jambi Nomor
masing-masing (variety of actors each 13 Tahun 2012 tentang Pengaturan
with their own goals) yang memiliki Pengangkutan Batubara dalam Provinsi
ketergantungan satu sama lain Jambi. Perda ini perlu dilaksanakan
(interdependency). agarterbangun harmonisasiantar pe­
mangku kepentingan sebagai suatu
kesatuan gunamendorong upaya
percepatan pembangunan sosial dan
ekonomi daerah.

CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015 | 97


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Perda ini sebagai sebuah kebijakan Khusus untuk pengangkutan


yang bertujuan untuk: batubara dari lokasi tambang di
a. Mewujudkan keamanan, keter­ Kabupaten Bungo dan Kabupaten
tiban, dan keselamatan pengguna Tebo dapat melalui jalan umum
jalan; tertentu, yaitu sebagai berikut:
b. Mewujudkan sistem jaringan jalan a. Dari Kabupaten Bungo melalui
yang berdaya guna dan berhasil Jalan Muaro Bungo-Muara Tebo
guna demi terselenggaranya menuju ke ruas jalan Simpang
sistem transportasi yang terpadu; Niam–Lubuk Kambing–Mer­
c. Mewujudkan sungai sebagai jalur lung–Pelabuhan di Taman
transportasi angkutan batubara; Rajo Kecamatan Tungkal Ulu
d. Mendorong upaya percepatan Kabupaten Tanjung Jabung
pembangunan sosial dan ekonomi Barat.
daerah; serta b. Dari Kabupaten Tebo menuju ke
e. Mendorong dan memberikan ruas jalan Simpang Niam–Lubuk
dukungan kepada pelaku usaha Kambing–Merlung–Pelabuhan di
untuk membangun jalan khusus Taman Rajo Kecamatan Tungkal
angkutan batubara. Ulu Kabupaten Tanjung Jabung
Barat.
Setiap pengangkutan batubara c. Khusus pengangkutan batubara
dalam Provinsi Jambi wajib melalui dari lokasi tambang ke wilayah
jalan khusus atau jalur sungai. Sumatera Barat dapat melewati
Kewajiban melalui jalan khusus harus jalan umum dengan tetap mem­
siap selambat-lambatnya Januari 2014. pedomani peraturan perundang-
Apabila jalan khusus tersebut belum undangan yang berlaku.
dibangun atau belum dapat digunakan,
Sedangkan untuk pengangkutan
maka pengangkutan batubara dilakukan
batubara dari lokasi tambang di
melalui jalan umum tertentu yang
Kabupaten Merangin, Kecamatan
ditetapkan oleh Kepala Daerah sesuai
Sarolangun, Kabupaten Batang Hari,
dengan kewenangannya. Sedangkan
dan Kabupaten Muaro Jambi melalui
untuk jalur sungai, jika tidak memadai
jalur sungai yang terdapat di Kabupaten
untuk pengangkutan batubara, maka
yang bersangkutan menuju pelabuhan
dapat dilakukan melalui jalan umum
terminal batubara untuk diangkut ke
tertentu yang ditetapkan oleh Kepala
luar Provinsi Jambi. Pengangkutan
Daerah sesuai dengan kewenangannya.
batubara dari lokasi tambang menuju
Jalan umum tertentu yang dimaksud
tempat penumpukan batubara dapat
adalah jalan yang menghubungkan
menggunakan jalan umum yang
jarak terdekat dari lokasi tambang
ditetapkan oleh Bupati yang ber­
menuju ke tempat penumpukan batu­
sangkutan sesuai kewenangannya.
bara di sungai terdekat dari lokasi
tambang tersebut. Setiap pelaku usaha yang melanggar

98 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

ketentuan tersebut dapat dikenakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku


sanksi administrasi, berupa: melalui pembentukan Tim Terpadu
a. Teguran tertulis; yang terdiri dari unsur Dinas
Perhubungan, Dinas ESDM, TNI,
b. Pengurangan rencana produksi
yang diusulkan pada tahun POLRI, Satpol PP, dan unsur terkait
berikutnya; lainnya.
c. Pencabutan izin usaha per­
tambangan, yang meliputi: Pemetaan Aktor dari Dimensi
1) Pencabutan izin usaha Sumber Daya, Kepentingan, dan
pertambangan operasi Strategi
produksi.
2) Pencabutan izin operasi Kebijakan pengangkutan batubara
khusus pengangkutan dan di Provinsi Jambi dapat dilihat sebagai
penjualan. suatu proses kebijakan yang melibatkan
3) Pencabutan izin usaha jasa banyak aktor dengan kepentingan
pengangkutan per­tam­ masing-masing (interests) dimana
bangan. mereka memiliki sumber daya
(resources) dan strategi (strategies)
Pengaturan ini selanjutnya
dalam berinteraksi. Oleh karena itu,
diperkuat oleh Peraturan Gubernur
analisis jejaring kebijakan dapat
Jambi (Pergub) Nomor 18 Tahun 2013
dilakukan dengan pemetaan sumber
tentang Tata Cara Pelaksanaan
daya, kepentingan, dan strategi setiap
Pengangkutan Batubara. Pergub ini
aktor yang terlibat dalam kebijakan.
memberikan petunjuk mengenai
Pola relasi yang terjadi selama interaksi
pelaksanaan pengangkutan batubara
kebijakan juga perlu dilakukan agar
melalui jalan umum dan jalur sungai
analisis kebijakan dengan pendekatan
serta memberikan kesempatan kegiatan
jejaring lebih jelas dan komprehensif.
usaha pertambangan batubara dapat
terus dilaksanakan. Selain itu, Pergub Secara sederhana, kompleksitas
ini juga mempertegas peran pemerintah dalam jejaring kebijakan pengangkutan
daerah melakukan pembinaan, batubara di Provinsi Jambi dapat
pengaturan, pengawasan, pengen­ dilihat pada tabel berikut:
dalian, dan penindakan terhadap
angkutan batubara agar dapat berjalan

CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015 | 99


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Tabel 2
Kompleksitas Kebijakan Pengangkutan Batubara
di Provinsi Jambi

AKTOR SUMBER DAYA KEPENTING-AN STRATEGI


Pemerintah o Kewenangan regulasi o Infrastruktur jalan o Memberlakukan Perda
Provinsi o Wakil Pemerintah tidak rusak oleh dan Pergub pengangkutan
Pusat angkutan batubara batubara
o Otoritas penggunaan o Pendapatan daerah o Memberi tenggang waktu
jalan dari batubara pengusaha membuat jalan
o Kepercayaan publik khusus angkutan batubara
o Pembuktian Visi Misi
Infrastruktur
Pemerintah o Kewenangan regulasi o Infrastruktur jalan o Menetap-kan/belum
Kabupaten o Otoritas penggunaan tidak rusak oleh menetap-kan Perbup
jalan angkutan batubara tentang jalan yang bisa
o Pendapatan daerah dilalui angkutan barubara
dari batubara
o Kepercayaan publik
Pelaku Usaha o Kontribusi bagi penda- o Distribusi lebih efisien o Mengancam menggugat
Batubara patan daerah o Tidak mau rugi Perda dan Pergub ke PTUN
o Pendukung pereko­ o Jarak lebih dekat o Berpegang pada izin usaha
nomian daerah o Diperbolehkan
melintasi jalan umum
Tim Terpadu o Kewenangan penga­ o Melaksanakan o Razia
wasan dan penin-dakan tupoksi pembinaan, o Menilang truk yang
pengawasan, dan melanggar
penindakan
Sopir Truk o Operator aktivitas o Rute yang lebih dekat o Demonstrasi besar-
Batubara angkutan batubara o Tuntutan pekerjaan besaran
o Memblokir jalan lintas
Sumatera
Kelompok Warga o Dukungan dan tuntutan o Jalan umum tidak o Aksi pemblokir-an jalan
rusak o Menuntut Pemerintah
o Tidak macet Provinsi Jambi agar tegas
o Tidak ada gangguan menegak-kan Perda
truk batubara

Kerumitan dalam kebijakan batubara adalah kebijakan yang berhu­


pengangkutan batubara di Provinsi bungan erat dengan kepentingan
Jambi dapat diurai dengan tabel publik, khususnya keberlanjutan
pemetaan di atas yang memperjelas fasilitas publik infrastruktur jalan.
apa saja sumber daya dan kepentingan Keberhasilan atau kegagalan
tiap-tiap aktor kebijakan disertai implementasi kebijakan ini akan
bagaimana strategi yang dilakukan di berdampak pada dukungan dan
dalam proses interaksi kebijakan. Dari kepercayaan masyarakat kepada
pemetaan tersebut ada beberapa hal Pemerintah Daerah.
yang perlu digarisbawahi, yaitu:
Kedua, Pemerintah Daerah sudah
pertama, kebijakan pengangkutan
melakukan negosiasi dengan pelaku

100 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

usaha dengan memberikan toleransi Gambar 2


waktu pembuatan jalan khusus Pemetaan Interaksi Antar Aktor
pengangkutan batubara, namun jalan Kebijakan Pengangkutan
khusus tidak juga terwujud. Hal ini Batubara
disebabkan masih belum terjalin
persamaan kepentingan antara
Pemerintah Daerah dan pelaku usaha.
Pemda lebih mengedepankan kepen­
tingan publik sesuai visi dan misi,
sementara pelaku usaha memegang
teguh kepentingan ekonomi kalkulatif
untung rugi.

Ketiga, pada dasarnya sopir


batubara berada pada posisi yang
kurang menguntungkan karena hanya
menjadi instrumen resistensi pelaku
usaha terhadap kebijakan dengan cara
mobilisasi aksi demonstrasi. Di Pemetaan di atas membantu kita
lapangan, sopir berhadapan dengan mengetahui pola interaksi yang terjadi
Timdu sebagai pengawas pelaksanaan antarsesama pemangku kepentingan
Perda dan juga berhadapan dengan kebijakan pengangkutan batubara di
warga yang protes dengan melakukan Provinsi Jambi. Paling tidak ada
aksi blokir jalan. Dalam keadaan beberapa catatan hasil pemetaan di
seperti ini, sopir dalam posisi terjepit atas, antara lain:
di tengah, antara elit dan massa. 1. Dalam implementasi Perda,
Pemprov Jambi membutuhkan
koordinasi serta dukungan regulasi
Pemetaan Relasi Aktor Kebijakan dari Pemkab sehubungan dengan
ruas jalan yang diperbolehkan
Pemetaan sumber daya, dilalui angkutan batubara.
2. Sopir batubara menjadi alat pelaku
kepentingan, dan strategi yang telah
usaha untuk melakukan respon
dilakukan sebelumnya, akan lebih ketidakpatuhan dan resistensi
komprehensif jika dilengkapi dengan terhadap kebijakan Pemda.
pemetaan relasi antaraktor yang terlibat 3. Perselisihan yang muncul ke
dalam kebijakan pengangkutan permukaan justru terjadi di dua
batubara. Berikut ini skema pemetaan level, yaitu antara Timdu dan sopir
interaksi antaraktor kebijakan disertai batubara; antara warga masyarakat
pola relasi yang terjadi. dan sopir batubara.
4. Sumber permasalahan ialah adanya
perbedaan pandangan antara

CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015 | 101


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Pemerintah Daerah dan pelaku PENUTUP


usaha batubara.
Pembahasan yang telah dilakukan
Permasalahan kebijakan yang
sebelumnya, mengantarkan penulis
telah terjadi dapat diurai setelah
menarik beberapa simpulan, antara
mengetahui dimana titik utama relasi
lain:
aktor yang perlu diintervensi oleh
kebijakan lanjutan. Kunci penyele­ 1. Kompleksitas permasalahan pe­
saiannya ada pada pelaku usaha yang ngangkutan batubara di Provinsi
Jambi terlihat dari adanya
harus konsisten dengan kebijakan yang
pelanggaran Perda oleh pengusaha
telah ditetapkan. Kebijakan ini telah
batubara sehingga masih merusak
melalui proses yang cukup panjang
jalan umum, aksi demonstrasi
melalui diskusi disertai dengar pen­
sopir truk batubara, aksi protes
dapat antara Pemerintah Provinsi dan
blokir jalan oleh warga, dan upaya
pelaku usaha batubara. Hal ini terbukti pengusaha untuk menggugat
dengan adanya toleransi waktu satu Perda Pengangkutan Batubara.
tahun yang diberikan Pemprov kepada
2. Sumber permasalahan ialah ada­
pengusaha untuk membuat jalan
nya perbedaan pandangan antara
khusus batubara. Pemberian tenggat
Pemerintah Daerah dan pelaku
waktu dalam suatu kebijakan dapat usaha batubara. Perselisihan yang
dimaknai sebagai suatu kebijaksanaan muncul ke permukaan justru
dalam penyelesaian masalah. terjadi di dua level, yaitu antara
Pemberian tenggat waktu tidak Timdu dan sopir batubara; antara
otomatis melepaskan tanggung-jawab warga masyarakat dan sopir
pemerintah daerah terhadap urusan batubara. Pada dasarnya, sopir
batubara menjadi alat pelaku
pengangkutan batubara. Pemerintah
usaha untuk melakukan respon
Provinsi hendaknya tidak lepas tangan
ketidakpatuhan dan resistensi
dengan mengatakan bahwa selanjutnya
terhadap kebijakan Pemda.
dikembalikan kepada kewenangan
Bupati. Hubungan Pemerintah Provinsi Permasalahan kebijakan yang
dengan Kabupaten/Kota bukan telah terjadi dapat diurai setelah
hubungan otonom independen satu mengetahui dimana titik utama relasi
sama lain sehingga harus selalu dalam aktor yang perlu diintervensi oleh
satu kesatuan fungsi pemerintahan. kebijakan lanjutan. Kunci penye­
Pemerintah Provinsi tetap menjalankan lesaiannya ada pada pelaku usaha yang
peran sebagai wakil Pemerintah Pusat harus konsisten dengan kebijakan yang
di Daerah yang memiliki kewenangan telah ditetapkan.
koordinasi, pembinaan, dan pe­
Dalam tata kelola pemerintahan
ngawasan terutama menyangkut
di daerah (local governance),
urusan lintas Kabupaten/Kota.

102 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

dibutuhkan hubungan antarjenjang harus mematuhi peraturan yang telah


pemerintahan (intergovernmental dirumuskan bersama.
relations) yang harmonis dan kondusif
Jalur yang telah ditetapkan di
sehingga dapat mendukung pelak­
dalam Perda harus representatif bagi
sanaan fung­si pemerintahan. Dengan
kepentingan pelaku usaha. Langkah-
hubungan koordinasi yang baik,
langkah penyediaan alternatif jalur
pelaksanaan peraturan, pembangunan,
angkutan batubara seperti revitalisasi
pemberdayaan, dan pelayanan publik
jalur sungai ataupun rel kereta api
akan lebih sistematis, terpadu, sinkron,
harus mulai dilakukan oleh pemerintah
dan tidak saling tumpang tindih. Dalam
daerah. Dukungan Pemerintah Pusat
implementasi Perda pengangkutan
menjadi penting untuk mewujudkan
batubara, Pemprov Jambi mem­
infrastruktur transportasi sungai dan
butuhkan koordinasi serta dukungan
rel kereta api di Provinsi Jambi.
regulasi dari Pemkab sehubungan
dengan ruas jalan yang diperbolehkan Jalur sungai sebenarnya masih
dilalui angkutan batubara. bisa dilalui oleh kapal tongkang
pengangkut batubara sehingga
Hubungan antara Pemerintah
komitmen pengusaha dan ketegasan
Daerah dan pihak nonpemerintah,
Pemda adalah kunci awal pengangkutan
yaitu swasta dan masyarakat sipil,
melalui jalur sungai. Konsekuensi
harus bersifat konstruktif dan
yang perlu ditindaklanjuti ialah sopir
kolaboratif dengan mengedepankan
yang kehilangan mata pencaharian.
prinsip partisipasi, transparansi, dan
Substitusi pekerjaan bagi sopir
akuntabilitas selama proses kepeme­
batubara harus diupayakan pengusaha
rintahan. Hal ini hendaknya terus
bersama dengan pemda karena
dikembangkan dalam semua aspek
merupakan konsekuensi suatu
praktek pemerintahan daerah agar
kebijakan.
good local governance dapat
terlembagakan dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Penulis berpandangan bahwa
pelaku usaha, perwakilan warga,
pemda provinsi, dan kabupaten/kota Bevir, Mark (ed.). 2007. The
harus kembali duduk bersama untuk Encyclopedia of Governance.
memperjelas komitmen pengelolaan California: Sage Publication.
pengangkutan batubara. Kepentingan ChHotray, Vasudha and Gerry Stoker.
publik harus diutamakan dalam artian 2009. Governance Theory and
kebijakan Perda harus diterapkan Practice: A Cross Disciplinary
secara konsisten. Penegakan hukum Approach. Hampshire & New
menjadi kuncinya karena pelaku usaha York: Palgrave MacMillan.
juga merupakan objek hukum yang Enroth, Henrik. ‘Policy Network

CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015 | 103


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Theory’ in Bevir, Mark. 2011. The Nisjar S. Karhi. 1997. ‘Beberapa


SAGE Handbook of Governance. Catatan tentang “Good
London: Sage. Governance”. Jurnal Administrasi
Hyden, G., Court, J. and Mease, K. dan Pembangunan, Vol. 1 No. 2,
(eds). 2004. Making Sense of 119.
Governance: Empirical Evidence Osborne, David and Ted Gabler. 1992.
from 16 Countries. Boulder Reinventing Government: How
and London: Lynne Rienner the Enterpreneurial Spirit Is
Publishers. Transforming the Public Sector.
Jambi Independent. Surat Kabar MA: Addison Wesley Longman,
Harian. 15/1/2014, 20/1/2014, Inc.
12/3/2014. Sorensen, E. and Torfing, J. 2007.
Kickert, Walter J.M., Erik-Hans Klijn Theories of Democratic Network
and Joop F.M. Koppenjan. 1997. Governance. Hampshire and New
Managing Complex Networks: York: Palgrave Macmillan.
Strategies for the Public Sector. Suharko. 2005. ‘Masyarakat
London: Sage. Sipil, Modal Sosial, dan Tata
Lembaga Administrasi Negara. Pemerintahan yang Demokratis’.
2000. Akuntabilitas dan Good Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Governance: Modul Sosialisasi Politik. Vol. 8 (3), p. 263-290.
Sistem Akuntabilitas Kinerja United Nations Development
Instansi Pemerintah (AKIP). Programme’s. 1997. ‘Governance
Jakarta: Lembaga Administrasi for Sustainable Human
Negara. Development’. Policy Paper
UNDP.

104 | CosmoGov, Vol.1 No.1, April 2015

Anda mungkin juga menyukai