Dosen Pengampu :
Oleh:
Rezki Herdi Kurniawan
Rino Adi Prasetyo
Cici Safitri
Indonesia adalah salah satu Negara yang menyimpan berbagai potensi hasil bumi
yang melimpah, baik yang dapat di perbaharui. Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk
kepentingan rakyat. Beberapa tahun terakhir terdapat beberapa persoalan tersebut
disumbangkan antaranya permasalahan sampah, kerusakan ekosistem laut, daerah aliran
sungai hingga kerusakan hutan, kerusakan tanah dan seterusnya. Rusaknya hutan terjadi
karena beberapa permasalahan diantaranya illegal loging. Kerusakan lingkungan lainnya
dikutip dari Kompas (2012), bahwa sekitar 70% kerusakan lingkungan di Indonesia
disebabkan oleh operasi pertambangan, kerusakan lingkungan yang terjadi salah satunya
ialah kerusakan lahan.
Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Dharmasraya merupakan dua daerah yang
berada di Provinsi Sumatera Barat dengan zona wilayah yang cukup dekat dan
menghadapi permasalahan kerusakan lingkungan. Kerusakan yang terjadi akibat aktivitas
pertambangan illegal, pembalakan liar, pembuangan limbah sembarangan dan aktivitas
lainnya. Kedua daerah ini cenderung mengalami sejumlah kerusakan lingkungan hidup
yang didominasi pada sektor pertambangan. Kerusakan ini dapat dilihat dari lahan-lahan
hingga daerah aliran sungai yang juga rusak. Ini membuat pemerintah Kabupaten
Sijunjung dan Dharmasraya dituntut mampu untuk membuat kebijakan atau peraturan
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Kasus di Daerah dua Kabupaten ini perlunya pengaturan kembali pemegang
kebijakan antara provinsi dengan daerah Ada beberapa peraturan terkait dengan persoalan
pertambangan yaitu UU lingkungan hidup, UU minerba, Dan UU Pemerintah Daerah.
Pengaturan yang mengatur tentang kewenangan untuk mengurusi hal-hal tersebut diatur
dalam UU Pemerintah Daerah. Pertama yaitu UU Pemerintahan Daerah No 32 Tahun
2004 yang memuat kewenangan Kabupaten/Kota sangat besar, pertambangan dan
kehutanan juga menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. Setelah direvisi menjadi UU No
23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah untuk menggantikan UU Pemda yang lama
membuat kewenangan untuk mengurusi pertambangan dan kehutanan dialihkan kepada
Pemerintah Provinsi. Beberapa Alsasan yang membuat peralihan ini dilakukan :
1. Pertambangan sering kali melampaui batas wilayah administrasi daerah,
permasalah yang terjadi wilayah mencakup dua atau lebih sekaligus
2. Daerah terlalu mengeksplorasi secara besar-besaran daerahnya. Seringkali daerah
memanfaatkan hal ini untuk menaikan pendapatan daerahnya. Dari hal tersebut
mengakibatkan banyak perizinan yang bermasalah
3. Selanjutnya, peralihan kewenangan ini harus dilakukan karena daerah terlalu
mempunyai kewenangan yang cukup besar dalam mengelola kedua sector
tersebut. Banyak perizinan yang bermasalah tetapi tetap dikeluarkan oleh
pemerintah daerah.
Beberapa alasan tersebut membuat kebijakan ini harus segera di ganti untuk
dialihkan kepada provinsi. Namun dari peralihan ini pun tidak serta merta membuat
kebijakan ini jauh lebih baik dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Tidak
semua kebijakan lingungan Menurut (Eryani, 2019) ternyata UU No 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintah Daerah berpengaruh cukup besar dalam jalannya kebijakan
lingkungan hidup dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Implikasi terkait perubahan
wewenang ini memunculkan penyelesaian serta permasalah baru terkait dengan kebijakan
pertambangan dan lingkungan hidup di Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten
Dharmasraya, seperti i) adanya perubahan kebijakan di Kabupaten/Kota, ii) implementasi
kebijakan tidak optimal di tingkat Kabupaten/Kota. iii) Pengawasan perusakan
lingkungan pada sector pertambangan dan kehutanan menjadi tidak jelas.
Lalu melalui penjelasan tersebut dari kasus illegal logging dan pembalakkan liar
ini, untuk menjawab pertanyaan Siapa yang bertanggung jawab atas permasalahan ini.
Menurut pendapat kelompok ini, jika kewenangan sudah di serahkan kepada pemerintah
Provinsi, maka Pemerintah Provinsi juga harus bertanggung jawab untuk mengawasi
sesuai dengan tupoksi yang sesuai dengan kewenangan tersebut. Dan Aparat penegak
hukum harus menjalan fungsinya dalam menindak tambang-tambang illegal yang tanpa
izin. Kebijakan yang hilang ketika kewenangan ini dialihkan ke Provinsi seharusnya
sudah ada perda perda pengganti, sehingga Kabupaten dan Kota seolah-olah tidak lepas
tangan saja, seharusnya juga ada pengawasan yang dilakukan oleh Pemkab.
II. Fenomena Terminal di Kota Padang
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Andriani, Elsa. 2015. Dampak Keberadaan Terminal Bayangan di Jalan Dr. Hamka Kota
Padang. Jurnal Skripsi. Padang: Program Studi Pendidikan Geografi, STIKIP
PGRI Sumatera Barat.
Anggraini, Dewi. 2016. “Respom Pemerintah Daerah Terhadap Aktivitas Tambang Emas
Ilegal di Kabupaten Sijunjung Pasca Lahirnya UU No. 23 Tahun 2014”. Padang:
Universitas Andalas.
AntaraSumbar “Wagub Nasrul Abit Tinjau Pembangunan Terminal Regional Anak Air
Kota Padang”. Diakses pada tanggal 15 September 2020 Pkl 20:22 WIB)
Kurnia, Doddy. (2018). Manajemen Pangkalan Angkutan Kota Jurusan Timur dan
Selatan (Eks Balai Kota Lama) Oleh UPT Terminal Angkutan Kota Dinas
Perhubungan Kota Padang. Skripsi. Scholar Unand.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah