Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KELOMPOK

SISTEM PEMBUATAN KEBIJAKAN

Dosen Pengampu :

Dr. Roni Ekha Putera M.AP


Dr. Aidinil Zetra, MA
Prof, Dr. Helmi, M.Sc

Oleh:
Rezki Herdi Kurniawan
Rino Adi Prasetyo
Cici Safitri

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
I. Kebijakan Tentang Illegal Logging dan Pembalakan Hutan.

Indonesia adalah salah satu Negara yang menyimpan berbagai potensi hasil bumi
yang melimpah, baik yang dapat di perbaharui. Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk
kepentingan rakyat. Beberapa tahun terakhir terdapat beberapa persoalan tersebut
disumbangkan antaranya permasalahan sampah, kerusakan ekosistem laut, daerah aliran
sungai hingga kerusakan hutan, kerusakan tanah dan seterusnya. Rusaknya hutan terjadi
karena beberapa permasalahan diantaranya illegal loging. Kerusakan lingkungan lainnya
dikutip dari Kompas (2012), bahwa sekitar 70% kerusakan lingkungan di Indonesia
disebabkan oleh operasi pertambangan, kerusakan lingkungan yang terjadi salah satunya
ialah kerusakan lahan.
Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Dharmasraya merupakan dua daerah yang
berada di Provinsi Sumatera Barat dengan zona wilayah yang cukup dekat dan
menghadapi permasalahan kerusakan lingkungan. Kerusakan yang terjadi akibat aktivitas
pertambangan illegal, pembalakan liar, pembuangan limbah sembarangan dan aktivitas
lainnya. Kedua daerah ini cenderung mengalami sejumlah kerusakan lingkungan hidup
yang didominasi pada sektor pertambangan. Kerusakan ini dapat dilihat dari lahan-lahan
hingga daerah aliran sungai yang juga rusak. Ini membuat pemerintah Kabupaten
Sijunjung dan Dharmasraya dituntut mampu untuk membuat kebijakan atau peraturan
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Kasus di Daerah dua Kabupaten ini perlunya pengaturan kembali pemegang
kebijakan antara provinsi dengan daerah Ada beberapa peraturan terkait dengan persoalan
pertambangan yaitu UU lingkungan hidup, UU minerba, Dan UU Pemerintah Daerah.
Pengaturan yang mengatur tentang kewenangan untuk mengurusi hal-hal tersebut diatur
dalam UU Pemerintah Daerah. Pertama yaitu UU Pemerintahan Daerah No 32 Tahun
2004 yang memuat kewenangan Kabupaten/Kota sangat besar, pertambangan dan
kehutanan juga menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. Setelah direvisi menjadi UU No
23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah untuk menggantikan UU Pemda yang lama
membuat kewenangan untuk mengurusi pertambangan dan kehutanan dialihkan kepada
Pemerintah Provinsi. Beberapa Alsasan yang membuat peralihan ini dilakukan :
1. Pertambangan sering kali melampaui batas wilayah administrasi daerah,
permasalah yang terjadi wilayah mencakup dua atau lebih sekaligus
2. Daerah terlalu mengeksplorasi secara besar-besaran daerahnya. Seringkali daerah
memanfaatkan hal ini untuk menaikan pendapatan daerahnya. Dari hal tersebut
mengakibatkan banyak perizinan yang bermasalah
3. Selanjutnya, peralihan kewenangan ini harus dilakukan karena daerah terlalu
mempunyai kewenangan yang cukup besar dalam mengelola kedua sector
tersebut. Banyak perizinan yang bermasalah tetapi tetap dikeluarkan oleh
pemerintah daerah.
Beberapa alasan tersebut membuat kebijakan ini harus segera di ganti untuk
dialihkan kepada provinsi. Namun dari peralihan ini pun tidak serta merta membuat
kebijakan ini jauh lebih baik dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Tidak
semua kebijakan lingungan Menurut (Eryani, 2019) ternyata UU No 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintah Daerah berpengaruh cukup besar dalam jalannya kebijakan
lingkungan hidup dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Implikasi terkait perubahan
wewenang ini memunculkan penyelesaian serta permasalah baru terkait dengan kebijakan
pertambangan dan lingkungan hidup di Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten
Dharmasraya, seperti i) adanya perubahan kebijakan di Kabupaten/Kota, ii) implementasi
kebijakan tidak optimal di tingkat Kabupaten/Kota. iii) Pengawasan perusakan
lingkungan pada sector pertambangan dan kehutanan menjadi tidak jelas.
Lalu melalui penjelasan tersebut dari kasus illegal logging dan pembalakkan liar
ini, untuk menjawab pertanyaan Siapa yang bertanggung jawab atas permasalahan ini.
Menurut pendapat kelompok ini, jika kewenangan sudah di serahkan kepada pemerintah
Provinsi, maka Pemerintah Provinsi juga harus bertanggung jawab untuk mengawasi
sesuai dengan tupoksi yang sesuai dengan kewenangan tersebut. Dan Aparat penegak
hukum harus menjalan fungsinya dalam menindak tambang-tambang illegal yang tanpa
izin. Kebijakan yang hilang ketika kewenangan ini dialihkan ke Provinsi seharusnya
sudah ada perda perda pengganti, sehingga Kabupaten dan Kota seolah-olah tidak lepas
tangan saja, seharusnya juga ada pengawasan yang dilakukan oleh Pemkab.
II. Fenomena Terminal di Kota Padang

Terminalamerupakan titik simpul dari berbagai sarana angkutan yangaberfungsi


sebagaiatempat pemberhentian sementaraapenumpang, dan juga perpindahanakendaraan,
penumpangamaupun barang, serta merupakanatitik awal maupun titik akhiraperjalanan
orangauntuk melakukan perjalanan. Sesuai denganafungsinya sebagai (transit),amaka
dituntutaagar efisiensi dari suatu perjalananadapat tercapai. Berdasarkanatuntutan
tersebut,amaka suatu terminal harus mampuamenampung, menata danamengendalikan
sertazmelayani semua kegiatan yangzterjadi akibat adanya perpindahanakendaraan,
penumpangamaupun barang sehinggaasemua kegiatan yang ada pada terminaladapat
berjalanalancar, tertib, teratur, aman dananyaman. Adas fasfa asfasf gagas sadgasd
DiaKota Padang, permasalahan transportasi merupakan salah satu hal yangasangat
berpengaruhaterhadap kemajuan perekonomian dan tata kota. Transportasiayang
dimaksudkanadisini adalah transportasi jalur darat. Permasalahan transportasi daratabila
dikaitkanadengan kemajuan ekonomi dapat dilihat dari keberadaan dan fungsiadari
terminal,alebih dititikberatkan pada terminal bus, serta angkutan dalam dan luarakota
lainnya. Asdas gasgas agsjkasg alaslhas akaskjh ahahj ahjkhjka asjhka ashkaskjh
DalamzAndriani (2015: 4) dijelaskan semenjak Terminal Lintas Andalaszdijadikan
sebagaiztempat perbelanjaan (Plasa Andalas) tahun 2002, maka tidak ada lagizkejelasan
keberadaanzterminal di Kota Padang saat ini. Pembangunan Terminal LintaszAndalas
dilakukanzsehubungan dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan penumpangzdi
KotazPadang sehingga tidak tertampung lagi di Terminal Goan Hoat danzdioperasikanlah
tahunz1972 di bawah pengawasan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya.zLokasi
TerminalzLintas Andalas di pusat kota menjadi lahan perekonomian baruzbagi
masyarakatzyang bergerak di sektor informal seperti kelompok pedagang, buruhzangkat
danzagen. Situasi terminal yang sangat padat memicu munculnya permasalahan sosialzdi
terminalzseperti premanisme, kriminalitas dan pengamen jalanan. Lokasi terminalzyang
beradazdi pusat kota dan tingginya arus kendaraan yang menuju pusat kotazakhirnya
dirasakanzoleh pemerintah mengganggu kelancaran aktivitas masyarakat di pusatzkota
karenazarus keluar masuknya bus ke terminal. Oleh sebab itu pemerintahzmenetapkan
bahwazlokasi terminal harus dipindahkan ke wilayah pinggiran kota. Sejalanzdengan
pembangunanzjalan By-Pass, penetapan kawasan Air Pacah sebagai lokasi terminalzyang
baruzdirasa strategis karena kawasan ini merupakan daerah penghubung darizpelabuhan
TelukzBayur, Bandara Internasional Minangkabau (BIM), dan kawasan BatangzAnai
yangzdirencanakan menjadi kawasan Padang Industrial Parkz(PIP). Asd asda asda asda
Andrianiz(2015:5) menjelaskan, setelah dimulai pembangunan terminal di kawasan
AirzPacah dengan nama Terminal Regional Bingkuang. Pada Tahun 1998 dilahirkanzuji
cobazpemakaian Terminal Regional Bingkuang. Sejumlah perusahaan mobil danzsopir
menolakzpindah ke terminal yang baru dengan alasan kurangnya sarana danzprasarana
yangzmemadai dan lokasi terminal yang berada jauh dari pusat kota. Pada 2002,Terminal
RegionalzBingkuang dioperasikan untuk kedua kalinya. Perpindahan terminalzini
ternyatazmenimbulkan banyak permasalahan sosial dan ekonomi berupazmatinya
ekonomizmasyarakat yang menggantungkan hidup di Terminal Lintas Andalaszdan
munculnyazterminal bayangan di beberapa titik di Kota Padang seperti dizJalan
Dr.zHamka Kota Padang, Simpang Duku, Simpang Lubuk Begalung dan Simpanz Gaung
TelukzBayur. Asd sfad sadf sadf asdaf sasd f sadf asdf asdf asf asd asdf asdfas sasa dfas
Kurniaz(2018:4) menjelaskan bahwa kebijakan pengalihan terminal menjadizpusat
perbelanjaan,zdan tidak berfungsinya Terminal Regional Bengkuangzmengakibatkan
KotazPadang saat itu menjadi kota tanpa terminal. Sehingga dapat dilihatzkesemerawutan
angkutanzkota yang “ngetem” sembarangan di berbagai tempat seperti di daerahzAir
Tawar,zJalan Moh.Yamin Pasar Raya di depan Masjid Muhammadiyah yangzberakibat
kepadazkemacetan lalu lintas yang semakin parah. Kurangnya infrastrukturzpenunjang
mengakibatkanzkurangnya akses masyarakat ke terminal, maka bus AKDP danzAKAP
KotazPadang beroperasi dengan menaikkan dan menurunkan penumpang diztempat-
tempatzyang potensial ramai calon penumpang, seperti di Jalan Dr. Hamka KotazPadang.
KeberadaanzBus dan travel liar yang mencari penumpang di depan Kampus UNPzini,
sedikitzbanyak memberi efek kurang baik pada kenyamanan berkendara. Kalausorezatau
pagi,zsepanjang Kampus UNP sampai Basko Grand Mall pasti macet, salahzsatu
penyebabnyazadalah keberadaan travel liar dan bus yang nongkrong diruaszjalan
sepanjangzitu. Ada asdf asd sad sad asd asdf asdf asdf aasd asdf asdf asdf asdfas fasd a
Menjawabzpermasalahan mengenai keberadaan terminal di Kota Padang, mengutip
darizberita online AntaraSumbar (https://sumbar.antaranews.com/berita/372590/wagub-
nasrul-abit-tinjau-pembangunan-terminal-regional-anak-air-kota-padang, akses z15
September 2020) menjelaskan bahwasannya Pemerintah Provinsi Sumatera Baratzsedang
membangunzterminal regional tipe A yang berlokasi di Anak Air, Koto Tangah,zPadang,
yangzdiyakini mampu menampung sekitar 500 bus Angkutan Kota DalamzProvinsi
(AKDP)zdan 150 Angkotan Kota Antar Provinsi (AKAP). Dan pembangunanzterminal
inizditargetkan selesai pada Desemberz2020. Asd asd asd asd asd asf asf asf as faf asf asf

DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Andriani, Elsa. 2015. Dampak Keberadaan Terminal Bayangan di Jalan Dr. Hamka Kota
Padang. Jurnal Skripsi. Padang: Program Studi Pendidikan Geografi, STIKIP
PGRI Sumatera Barat.
Anggraini, Dewi. 2016. “Respom Pemerintah Daerah Terhadap Aktivitas Tambang Emas
Ilegal di Kabupaten Sijunjung Pasca Lahirnya UU No. 23 Tahun 2014”. Padang:
Universitas Andalas.
AntaraSumbar “Wagub Nasrul Abit Tinjau Pembangunan Terminal Regional Anak Air
Kota Padang”. Diakses pada tanggal 15 September 2020 Pkl 20:22 WIB)

Eryani, N.E. (2019). Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan


Hidup di Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Dharmasraya. Skripsi. Padang:
Universitas Andalas.
Firdaus, Erlant. 2019. “Pengawasan Pemerintah Daerah dalam Kegiatan Penambangan
Emas Tanpa Izin di Kabupaten Dharmasraya. Skripsi. Padang: Universitas
Andalas
Islamy, M Irfan. 2010. Kebijakan Publik.Jakarta: Universitas Terbuka
KBR NEWS “Penyebab Deforestasi di Indonesia dari Sawit Hingga Lapangan Golf.
Kbr.id, diakses pada tanggal 9 September 2020 Pkl 10.00 WIB
Kompas.com “70 Persen Kerusakan Lingkungan akibat Operasi Tambang”.
Operasi.Tambang, diakses pada tanggal 9 September 2020 Pkl 10.10 WIB

Kurnia, Doddy. (2018). Manajemen Pangkalan Angkutan Kota Jurusan Timur dan
Selatan (Eks Balai Kota Lama) Oleh UPT Terminal Angkutan Kota Dinas
Perhubungan Kota Padang. Skripsi. Scholar Unand.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai