Anda di halaman 1dari 24

KEBIJAKAN DINAS PERHUBUNGAN TERKAIT PENGAWASAN

PELANGGARAN PENYALURAN BATU BARA DI PROVINSI JAMBI

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Nilai Metode Penelitian sosial

Dalam Ilmu Pemerintahan

Pada Fakultas Syariah

Dila Prastika

Nim : 105210046

Dosen Pengampu :

Muhammad Nuur ,M.SI

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jambi mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat baik, baik yang bisa di
perbarui maupun yang tidak dapat di perbarui. Ketika di sorot jambi memiliki sumber
daya geologi dengan potensi minyak dan gas bumi, pertambangan dan batu bara.
Khususnya batu bara banyak di gunakan di beberapa daerah seperti bungo, tebe, sarolngun
, tanjabbar, batang hari dan muaro jambi. Batu bara merupakan pengubah mata uang yang
sangat penting bagi Indonesia. Penerimaan pemerintah dimana provisi jambi merupakan
slah satu depot gabah produksi.

Menurut Kementrian SDM melalui peta potensi energy Indonesia (2004),provinsi


jambi memiliki potensi batu bara yang belum di manfaatkan ,dieksplorasi hingga 788,65
jutaton untuk beberapa wilayah, seperti di bungo, tebo, tanjabbar, sarolangun, merangin,
batang hari, dan muaro jambi, Batu bara juga merupakan bahan tambang utama minyak
dan gas di provinsi jambi. Produksi bhan batu bara dari tahun 2007-2012 provinsi jambi
mencapai 21,7juta ton . Saat di tagih dengan tariff standar batu bara di pasar 112USD/ton ,
kemudian menjual batu bara dari provisi jambi mencapai 24 triliun . Ternyata batu bara
juga berada dibalik dukungan keuangan daerah , mengangkat masalah kompleks di
provinsi jambi dan melakukan nya disamping transportasi. Gerbang batu bara ratusan dari
mereka bermigrasi dari kawasan pertambangan di beberapa daerah , Sebagian besar berada
di wilayah barat jambi hingga pelabuhan diwilayahtimur jambi. Mobilisasi kendaraan
angkutan yang melewati jalan umum ini berhasil menyebabkan jalan umum menjadi rusak
di sepanjang jalan. Kondisi jalan di provinsi Jambi dengan kapasitas angkutan 8-10 ton
kendaraan pengangkatan/penyaluran tidak mampu menahan puluhan muatan. Masalah dari
2009 adalah jalan , karena dampak dari transportasi karbon itu menjadi nyata sehingga ada
beberapa implikasi seperti :

 Kondisi jalan yang rusak akibat kelebihan muatan dan tidak mengikuti ketentuan
klasifikasi jalan eksisting di jambi.
 Kerugian keuangan kota yang harus menggunakan dana untuk tambal sulam
memperbaiki jalan yang kondisinya rusak .
 Sebanyakkecelakaan lalu lintas terjadi saat menghindari jalan yang berlubang / rusak
 Pondasi rumah / gedung masyarakat yang roboh dan rusak beberapa meter selama
penyaluran batu bara yang kelebihan muatan nya.

Untuk menyikapi hal ini pada tanggal 12 Desember 2012 disahkan peraturan daerah
provinsi jambi nomor 13 tahun 2012. Tentang pengaturan pengangkutan batu bara dalam
provinsi jambi. Sebagai tanggapan itu di ratifikasi pada tanggal 28 desember 2012tentang
perda provinsi jambi no 13 tahun 2012,pengaturan ini mengatur semua angkutan batu bara
di provinsi jambi harus melalui jalan khusus atau melalui jalur sungai. Kewajiban karena
jalan khusus harus dipenuhi paling lambat januari 2014. Kebijakan ii menetapkan masa
tenggang satu tahun. Pelaku usaha dapat melakukan pembuatan rute khusus pengangkutan
batu bara. Dapat dilihat bahwa pemerintah menerima penawaran toleransi kepada
pengusaha batu bara untuk menyiapkan jalan khusus agar tidak lagi melewati jalan umum.
Langkah ini dianggap Keseakatan bersama antara pemerintah dengan bisnis selama
penyusunan peraturan tersebut sebagai peraturan tambahan pemprov jambi pada bulan
maret keputusan gubernur no 18 tahun 2013 dikeluarkan pada tahun 2013 tentang metode
untuk melakukan pengangkutan batu bara. Setiap karakter yang melanggarnya ketentuan
yang berkaitan dengan jalan dan sungai khusus akan dikenakan sanksi administratif
berupa pencabutan izin perusahaan pertambangan ,jangka waktu 1 tahun telah berlalu dan
jalan khusus belum terealisasikan. Sehingga terjadi episode operasional angkutan batu
bara akan melibatkan ruas jalan umum . ini adalah titik awal dari kasus pengangkutan batu
bara yang tidak diatur di provinsi jambi baru baru ini. Transportasi batu bara juga
beroperasi dengan truk ,tentu saja area penambangan hingga pelabuhan tidak berjalan
mulus. Selain melakukan kemacetan lalu lintas yang luar biasa dan kerusakan jalan.
Kecelakaan dengan truk pengangkutan batu bara ini terjadi berkali-kali termasuk dalam
tahun ini bahkan hingga merenggut nyawa manusia. Sebelum truk batu bara mendominasi
jalan umum itu perjalanan dari kota bungo ke muara jambi hanya membutuhkan waktu
8jam menggunakan angkutan travel. Jika kendaraan pribadi hanya membutuhkan waktu 6-
7 jam . Tahun 2019 ada 25 kasus korban mengalami luka ringan,berat,dan meninggal
dunia. Akibat kecelakaan kendaraan pengangkut ini sangat memprihatinkan karena dinilai
sangat berbahaya untuk masyarakat.

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menyusun
skripsi dengan judul: “Kebijakan Dinas Perhubungan Dalam Pengawasan Penyaluran
Batu Bara di Provinsi Jambi”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi penyaluran batu bara di provinsi Jambi?
2. Bagaimana implikasi negatif penyaluran batu bara provinsi Jambi?
3. Bagaimana solusi pemerintah dalam mengatasi dampak negatif penyaluran batu
bara provinsi Jambi?
C. Tujuan
1. Ingin mengetahui kondisi penyaluran batu bara di provinsi Jambi.
2. Ingin mengetahui implikasi negatif apa saja dari penyaluran batu bara provinsi
Jambi.
3. Ingin mengetahui solusi pemerintah dalam mengatasi dampak negatif penyaluran
batu bara provinsi Jambi.
D. Kerangka Pikir
1. Kerangka Teoritis
a. Pengertian Pelanggaran
Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian pelanggaran adalah: “overtredingen” atau
pelanggaran berarti suatu perbutan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan
hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum.1
Sedangkan menurut Menurut Moeljanto pelanggaran adalah perbuatan yang melawan
hukum yang hanya ditentukan setelah ada hukum atau undang-undang yang
mengaturnya.2
Pelanggaran yang dimaksud di atas adalah pelanggaran yang sebagaimana diatur
dalam Pasal 105 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang berbunyi :
a) Berperilaku tertib dan/atau

1
Wirjono Prodjodikoro, 2003. Asas-asas Hukum Pidana. Bandung: Refika Aditama, hlm.33
2
Moeljanto, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta. Hal. 54
b) Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan atau yang dapat menimbulkan
kerusakan jalan.3
Untuk memahami tentang pelanggaran lalu lintas lebih terperinci, maka perlu
dijelaskan terlebih dahulu mengenai pelanggaran itu sendiri. Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana dibagi atas kejahatan (misdrijve) dan
pelanggaran (overtredingen). Mengenai kejahatan itu sendiri di dalam KUHP diatur di
dalam Buku II yaitu tentang Kejahatan. Sedangkan pelanggaran diatur pada Buku III
yaitu tentang Pelanggaran. Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai
kriteria pembagian tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu kualitatif dan
kuantitatif.
Menurut pandangan yang bersifat kualitatif didefinisikan bahwa suatu perbuatan
dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-undang yang mengatur
sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat recht delicten yang berarti
sesuatu yang dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan,
terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalan suatu peraturan undang-undang
atau tidak. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif bahwa terdapat ancaman
pidana pelanggaran lebih ringan dari kejahatan.
Menurut JM Van Bemmelen dalam bukunya “Handen Leer Boek Van Het
Nederlandse Strafrecht” menyatakan bahwa perbedaan antara kedua golongan tindak
pidana ini (kejahatan dan pelanggaran) tidak bersifat kualitatif, tetapi hanya
kuantitatif,4 yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan hukuman yang lebih
berat dari pada pelanggaran dan nampaknya ini didasarkan pada sifat lebih berat dari
kejahatan.
Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian pelanggaran adalah “overtredingen” atau
pelanggaran berarti suatu perbuatan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan
hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum.5

3
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 105 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
4
JM Van Bemmelen dalam Bambang Poernomo, 2002, Dalam Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia
Indonesia, hlm.40.
5
Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-asas Hukum Pidana, Bandung, Refika Aditama, hlm. 33.
Sedangka menurutt Bambang Poernomo mengemukakan bahwa pelanggaran adalah
politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-on recht. Politis-on recht itu
merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang telah
ditentukan oleh penguasa negara. Sedangkan crimineel-on recht itu merupakan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum.6 Dari berbagai definisi pelanggaran
tersebut di atas maka dapat diartikan bahwa unsur-unsur pelanggaran ialah:
a. Adanya perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan.
b. Menimbulkan akibat hukum.
Menurut Andi Hamzah menyatakan bahwa pembagian delik atas Kejahatan dan
Pelanggaran di dalam WvS Belanda 1886 dan WvS (KUHP) Indonesia 1918 itu
menimbulkan perbedaan secara teoritis. Kejahatan sering disebut sebagai delik
hukum, artinya sebelum hal itu diatur dalam undang-undang, sudah dipandang
sebagai seharusnya dipidana, sedangkan Pelanggaran sering disebut sebagai delik
undang-undang, artinya dipandang sebagai delik karena tercantum dalam undang-
undang.7 Lebih lanjut Andi Hamzah menjelaskan bahwa mengenai jenis pidana, tidak
ada perbedaaan mendasar antara Kejahatan dan Pelanggaran.Hanya pada Pelanggaran
tidak pernah diancam pidana. Lamintang, dalam bukunya dasar-dasar hukum pidana
di Indonesia menyatakan bahwa Orang pada umumnya baru mengetahui bahwa
tindakan tersebut merupakan pelanggaran yang bersifat melawan hukum sehingga
dapat dihukum yaitu setelah tindakan tersebut dinyatakan dilarang dalam
undangundang. Kemudian pada pelanggaran Tidak terdapat ketentuan adanya suatu
pengaduan sebagai syarat bagi penuntutan.13 Dari berbagai pengertian di atas dapat
diartikan bahwa pelanggaran adalah suatu perbuatan atau tindakan yang bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perbuatan atau tindakan yang
bertentangan dengan ketentuan undang-undang ini biasanya suatu perbuatan yang
dalam pemenuhan akibat hukumnya dikenakan sanksi yang berupa sanksi
administrasi, denda maupun kurungan.
Berdasarkan pengertian delik dan pengertian lalu lintas di atas, delik lalu lintas
diartikan sebagai setiap perbuatan atau perbuatan yang melawan hukum, tidak hanya

6
Bambang Poernomo, 2002, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Ghalih Indonesia, hlm.40
7. Andi Hamzah, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana (Edisi Revisi), Jakarta : Rineka Cipta, halaman.106
7
oleh pejalan kaki, tetapi juga oleh orang yang mengoperasikan kendaraan umum atau
kendaraan bermotor. Yang bertentangan dengan peraturan lalu lintas yang berlaku.
b. Pengertian Pengangkutan/Penyaluran
Pengangkutan/penyaluran merupakan kegiatan transportasi dalam memindahkan
barang dan penumpang dari satu tempat ke tempat lain atau dapat dikatakan sebagai
kegiatan ekspedisi. Terdapat beberapa pengertian pengangkutan menurut para ahli
yaitu : H.M.N Purwosutjipto berpendapat bahwa pengangkutan adalah perjanjian
timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan
diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat
ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar uang angkutan.8
Menurut R. Soekardono berpendapat pengangkutan berisikan perpindahan tempat
baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu
mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien. Adapun proses
dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan
angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri. 9 Sebagai suatu
kegiatan jasa dalam memindahkan barang atau pun penumpang dari suatu tempat ke
tempat lain, pengangkutan berperan sekali dalam mewujudkan terciptanya pola
distribusi nasional yang dinamis. Praktik penyelenggaraan suatu pengangkutan harus
dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya dalam dunia perdagangan. Serta
dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara adil dan merata kepada segenap lapisan
masyarakat dan lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat,
Pengangkutan berfungsi untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke
tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Proses
pemindahan barang tersebut dilakukan melalui darat, laut, udara dan perairan darat
atau sungai dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi sesuai dengan
kebutuhannya. dapat disimpulkan bahwa, pengangkutan merupakan rangkaian
kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari suatu tempat pemuatan
(embarkasi) ke tempat tujuan (debarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang
atau pembongkaran barang muatan. Rangkaian peristiwa pemindahan itu meliputi
8
H.M.N.Purosutjipto, Op.cit, h.43
9
Soekardono R., 1981, Hukum Dagang Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, h. 5
kegiatan:
c. Memuat penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut;
d. Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan;
e. Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan.
Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan suatu kesatuan proses yang
disebut pengangkutan dalam arti luas. Pengangkutan juga dapat dirumuskan dalam
arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit karena hanya meliputi kegiatan membawa
penumpang atau barang dari stasiun / terminal / pelabuhan / bandara tempat
pemberangkatan ke stasiun / terminal / pelabuhan / bandara tujuan. Untuk menentukan
pengangkutan itu dalam arti luas atau arti sempit bergantung pada perjanjian
pengangkutan yang dibuat oleh para pihak-pihak, bahkan kebiasaan masyarakat.Pada
pengangkutan dengan kereta api, tempat pemuatan dan penurunan penumpang atau
pembongkaran barang disebut stasiun. Pada pengangkutan dengan kendaraan umum
disebut terminal, pada pengangkutan dengan kapal disebut pelabuhan, dan pada
pengangkutan dengan pesawat udara sipil disebut dengan bandara. Dengan demikian,
proses yang digambarkan dalam konsep pengangkutan berawal dari stasiun /
terminal / pelabuhan / bandara pemberangkatan dan berakhir di stasiun / terminal /
pelabuhan / bandara tujuan, kecuali apabila ditentukan lain dalam perjanjian
pengangkutan.
a. Klasifikasi Pengangkutan
2. Pengangkutan Darat
Di dalam pengangkutan darat untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapat
tercapai fungsi-fungsi pengangkutannya, maka dalam pengangkutan diperlukan
beberapa unsur yang memadai berupa:10
Alat angkutan itu sendiri (operating facilities), setiap barang atau orang akan
diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan yang memadai, baik
kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan. Alat pengangkutan yang dimaksud
dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau pesawat udara. Perlengkapan yang
disediakan haruslah sesuai dengan barang yang diangkut. Fasilitas yang akan
dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way),fasilitas tersebut dapat berupa
10
Sri Rejeki Hartono, SH, 1980. Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat.
Penerbit: UNDIP, hlm 8.
jalan umum, rel kereta api, perairan/sungai, Bandar udara navigasi dan
sebagainya. Jadi apabila fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau
tersedia tidak sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin
berjalan dengan lancar. Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities),
tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan
pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang
dipakai sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan
dimulai.
Selain itu dalam dunia perdagangan pengangkutan memegang peranan yang
sangat penting. Tidak hanya sebagai sarana angkutan yang harus membawa
barang-barang yang diperdagangkan kepada konsumen tetapi juga sebagai alat
penentu harga dari barang-barang tersebut. Karena itu untuk memperlancar
usahanya produsen akan mencari pengangkutan yang berkelanjutan dan biaya
pengangkutan yang murah.
2. Pengangkutan udara
Pengangkutan udara dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) dipergunakan
suatu istilah pengangkut sebagai salah satu pihak yang mengadakan perjanjian
pengangkutan. Pengangkut pada pengangkutan udara adalah Perusahaan
Pengangkutan Udara yang mendapat izin operasi dari pemerintah menggunakan
pesawat udara sipil dengan memungut bayaran.11 Pesawat dalam hal ini sebagai
angkutan udara dimana menjadi unsur dalam pengangkutan yaitu tersedianya alat
angkut.
3. Peraturan Gubernur
Tingginya intesitas pengangkutan batubara di Provinsi Jambi yang berpengaruh
terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat baik sosial, budaya, ekonomi,
keamanan dan ketertiban umum maka perlu dilakukan pengaturan terhadap aktivitas
pengangkutan batubara yang mana Gubernur Hasan Basri Agus pada masa jabatannya
di tahun 2013 telah mengeluarkan Peraturan Gubernur tentang tata cara pelaksanaan
pengangkutan batubara. diantaranya yaitu:

11
Abdulkadir Muhammad.2008. Hukum Pengangkutan Niaga. PT Citra Aditya Bakti.
Bandung. Hlm. 69.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,angkutan udara
adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut
penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar
udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Sementara itu
perusahaan angkutan udara atau biasa disebut dengan maskapai penerbangan dapat
didefinisikan yaitu sebuah organisasi yang menyediakan jasa penerbangan bagi
penumpang atau barang. Mereka menyewa atau memiliki pesawat terbang untuk
menyediakan jasa tersebut dan dapat membentuk kerja sama atau aliansi dengan
maskapai lainnya untuk keuntungan bersama. Berdasarkan uraian di atas
pengangkutan udara adalah orang atau badan hukum yang mengadakan perjanjian
angkutan untuk mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan dengan
menerima suatu imbalan. Pengangkutan udara diatur dengan undang-undang No 15
Tahun 1992 tentang Penerbangan. Angkutan udara diadakan dengan perjanjian antara
pihak pihak. Tiket penumpang atau tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi
perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan. yang dimaksud dengan
perjanjian pengangkutan yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk
dengan aman membawa orang/barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan
pihak lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.12
3. Pengangkutan laut
Pengangkutan laut mempunyai norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam
menjalankan tugasnya untuk mempersiapkan, menjalankan dan melancarkan
pelayaran di laut. Sehingga, hukum pengangkutan di laut juga disebut hukum
pelayaran. Kemudian, Prof. Soekardono membagi Hukum Laut menjadi 2 (dua) yaitu
Hukum Laut Keperdataan dan Hukum Laut Publik. Hukum laut bersifat keperdataan
atau privat, karena hukum laut mengatur hubungan antara orang- perorangan. Dengan
kata lain orang adalah subjek hukum. Berdasarkan Pasal 6 UU No 17 tahun 2008
tentang Pelayaran, angkutan di perairan terdiri atas: Angkutan Laut, Angkutan Sungai
dan Danau, dan Angkutan Penyeberangan.
a) Angkutan laut:

12
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung 1979, hlm 81.
Angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan
angkutan laut.
b) Angkutan sungai dan danau:
Angkutan sungai, danau dan penyeberangan merupakan istilah yang terdiri dari dua
aspek yaitu angkutan sungai dan danau atau ASD dan angkutan penyeberangan Istilah
ASDP ini merujuk pada sebuah jenis moda atau jenis angkutan dimana suatu sistem
transportasi terdiri dari 5 macam yaitu moda angkutan darat (jalan raya), moda
angkutan udara, moda angkutan kereta api,moda angkutan pipa (yang mungkin belum
dikenal luas), moda angkutan laut dan moda ASDP.
Angkutan perairan daratan atau angkutan perairan pedalaman merupakan istilah lain
dari angkutan sungai dan danau (ASD). Jenis angkutan ini telah lama dikenal oleh
manusia bahkan terbilang tradisional.
Sebelum menggunakan angkutan jalan dengan mengendarai hewan seperti kuda dan
sapi, manusia telah memanfaatkan sungai untuk menempuh perjalanan jarak jauh.
Demikian juga di Indonesia, sungai merupakan wilayah favorit sehingga banyak
sekali pusat pemukiman, ekonomi, budaya maupun kota-kota besar yang berada di
tepian sungai seperti Palembang. Angkutan perairan daratan merupakan sebuah istilah
yang diserap dari bahasa Inggris yaitu Inland Waterways atau juga dalam bahasa
Perancis yaitu Navigation d’Interieure atau juga voies navigable yang memiliki makna
yang sama yaitu pelayaran atau aktivitas angkutan yang berlangsung di perairan yang
berada di kawasan daratan seperti sungai, danau, dan kanal.13
Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran,
terutama pada Pasal 1, dijelaskan bahwa angkutan perairan daratan yang juga dikenal
sebagai angkutan sungai dan danau (ASD) adalah meliputi angkutan di waduk, rawa,
banjir, kanal, dan terusan. Di Indonesia, angkutan perairan daratan merupakan bagian
dari sub sistem perhubungan darat dalam sistem transportasi nasional.14
Moda angkutan ini tentunya tidak mempergunakan perairan laut sebagai prasarana
utamanya namun perairan daratan. Dalam kamus Himpunan Istilah
Perhubungan, istilah perairan daratan didefinisikan sebagai semua perairan danau,

13
Peraturan Gubernur Bab 3 Pasal 3 tentang Pengangkutan batubara melalui jalan umum
14
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
terusan dan sepanjang sungai dari hulu dari hulu sampai dengan muara sebagaimana
dikatakan undang-undang atau peraturan tentang wilayah perairan daratan.
c) Angkutan penyeberangan
Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak
yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan kereta api yang terputus karena
adanya perairan. Dalam bahasa Inggris, moda ini dikenal dengan istilah ferry
transport. Lintas penyeberangan Merak–Bakauheni dan Palembang–Bangka adalah
beberapa contoh yang sudah dikenal masyarakat. Selain yang telah disebutkan di atas,
masih ada jenis-jenis angkutan laut berdasarkan Pasal 7 UU No. 17 tahun 2008
tentang Pelayaran, Angkutan Laut Dalam Negeri, Angkutan Laut Luar Negeri,
Angkutan Laut Khusus, dan Angkutan Laut Pelayaran Rakyat.15
Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke
tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. 16 Suatu proses
kegiatan dalam pengangkutan udara ini pada dasarnya mempunyai fungsi dan manfaat
bagi segala aspek kehidupan manusia. Dalam rangka mendukung mobilitas barang
dan orang sebagai pengguna jasa angkutan udara, maka peran pengangkutan udara
dituntut agar menjadi suatu sistem yang baik dan terpadu. Dalam kehidupan sehari-
hari kebutuhan terhadap angkutan adalah bagian yang integral. Peningkatan
kehidupan masyarakat yang tumbuh dan berkembang menuntut kemajuan sistem
angkutan untuk dapat menyediakan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi
mobilitasnya. Pengangkutan pada pokoknya berfungsi membawa barang-barang yang
dirasakan kurang sempurna bagi pemenuhan kebutuhan ditempat lain dimana barang
tersebut menjadi lebih berguna dan bermanfaat. Juga mengenai orang, dengan adanya
pengangkutan maka orang akan berpindah dari satu tempat yang dituju dengan waktu
yang relatif singkat. Untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapat tercapai
fungsi-fungsi pengangkutan, maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa unsur
yang memadai berupa:17

15
UU No. 17 Pasal 7 tahun 2008 tentang Pelayaran
16
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,Jilid III,
Djambatan, cetakan II,1984,hlm 10.

17
Sri Rejeki Hartono, SH, 1980. Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat.
Penerbit: UNDIP, hlm 8.
1) Alat angkutan itu sendiri (operating facilities)
Setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan
yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan.
Alat pengangkutan yang dimaksud dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau
pesawat udara. Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang
diangkut.
2) Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way)
Fasilitas tersebut dapat berupa jalan umum, rel kereta api, peraiaran/sungai, Bandar
udara, navigasi dan sebagainya. Jadi apabila fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak
tersedia atau tersedia tidak sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak
mungkin berjalan dengan lancar.
3) Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities)
Tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan
tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai sebagai
tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan dimulai. Perpindahan
barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan dengan
pengangkutan tersebut harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang
tidak dapat ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat,
tidak ada perubahan bentuk tempat dan waktunya. Perusahaan maskapai penerbangan
sebagai pengangkut juga pelaku jasa angkutan udara, menurut prinsipnya ada
beberapa fungsi produk jasa angkutan udara yang harus tercapai yakni dengan
melaksanakan penerbangan yang aman (safety), melaksanakan penerbangan yang
tertib dan teratur (regularity), melaksanakan penerbangan yang nyaman (comfortable),
serta melaksanakan penerbangan yang ekonomis.
Asas dan Tujuan Pengangkutan
1) Asas pengangkutan
Asas adalah suatu dasar, dimana asas menjadi suatu landasan atau prinsip
dari suatu Peraturan Perundang-undangan, Dalam setiap undang-undang yang
dibuat pembentuk undang-undang, biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip.18
2) Tujuan pengangkutan
18
S Wojowasito, 1972, Kamus Bahasa Indonesia, Bandung: Shinta Dharma, hlm 17 dan
227.
Pada dasarnya pengangkutan bertujuan untuk memindahkan barang atau
orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan
nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang- barang
dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat dimana barang-
barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat. 19 Perpindahan barang atau orang dari
suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan dengan pengangkutan tersebut
harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat ditinggalkan,
yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada perubahan bentuk
tempat dan waktunya. Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada dasarnya
pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu :20
a) Kegunaan tempat (Place Utility)

Dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat,
dimana barang tadi dirasakan kurang bermanfaat, ketempat lain yang menyebabkan
barang tadi menjadi lebih bermanfaat.

b) Kegunaan waktu (Time Utility )

Dengan adanya pengangkutan berarti dapat dimungkinkan terjadinya suatu


perpindahan suatu barang dari suatu tempat ketempat lain dimana barang itu lebih

diperlukan tepat pada waktunya.

a. Pengangkutan Batubara Melalui Jalan Umum


Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Gubernur No. 18 Tahun 2013
pada pasal 3 dijelaskan bahwa:21
1) Penyelenggaraan pengangkutan batubara harus menggunakan jalan khususatau
jalur sungai.
2) Sementara jalan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) belum tersedia,
Kepala Daerah melakukan pembatasan penggunaan jalan umum tetentu/kendaraan
tertentu untuk angkutan batubara sampai dengan 31 Desember 2013 dengan ketentuan

19
29 Abdulkadir Muhammad.2008. Hukum Pengangkutan Niaga. PT Citra Aditya Bakti.
Bandung. Hlm. 20.
20
Sri Rejeki Hartono, SH, 1980. Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat.
Penerbit: UNDIP, hlm 10.
21
. R. Subekti, Aneka Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung 1979, hlm 81.
sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan
penjelasan diatas truk pengangkut batubara diperbolehkan menggunakan jalur umum
dengan beberapa ketentuan diantaranya yaitu, adanya batasan penggunaan truk
batubara, dan tidak melanggar aturan yang berlaku. Adapun jika aturan tersebut
dilanggar maka konsukuensinya telah disebutkan pada bab 3 pasal 4 yaitu, Kepala
Daerah sesuai kewenangannya dapat menghentikan kegiatan usaha pengangkutan
batubara apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. pasal 5 yaitu,
Badan usaha pertambangan batubara yang tergabung dalam asosiasi pertambangan
batubara, perusahan batubara, perseorangan atau pihak lain yang akan melakukan
kegiatan pertambangan batubara, wajib membuat jalan khusus untuk angkutan
batubara.Selain aturan diatas Peraturan Gubernur juga menjelaskan kendaraan yang
digunakan untuk pengangkuta batubara harus memnuhi kriteria yang mana dijelaskan
pada bab 3 pasal 6 bagian (2) yaitu, kendaraan tertentu yang digunakan untuk
angkutan batubara wajib memenuhi standarisasi atau persyaratan teknis dan layak
jalan serta sesuai dengan daya angkut dalam buku uji dan sesuai kelas jalan.
b. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Pembinaan adalah upaya pendidikan formal maupun non formal yang dilakukan
secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka
memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing, dan mengembangkan suatu dasar-
dasar kepribadiannya seimbang, utuh dan selaras, pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan bakat, kecenderungan/keinginan serta kemampuannya sebagai bekal
untuk selanjutnya perkasa sendiri menambah, meningkatkan dan mengembangkan
dirinya, sesamanya maupun lingkungannya kearah tercapainya martabat, mutu dan
kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri. 22 Pengawasan adalah
segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas/ pekerjaan telah telah
dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kebijaksanaan yang telah
digariskan dan perintah (aturan) yang diberikan.23 R Terry mengungkapkan
pengendalian dapat di definisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai
yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan

22
Simanjutak, B., I. L. Pasaribu, Membina dan Mengembangkan Generasi Muda,
(Bandung: Tarsito, 1990), hlm. 84.
23
Siagian. Manajemen Sumber Daya Manusia. 2003, hal. 112.
apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan
rencana yaitu selaras dengan standar. 24 Berdasarkan penjelasan yang mana telah di
atur dalam Peraturan Gubernur No 18 Tahun 2013 bab 5 pasal 10 yaitu:25

1). Kepala Daerah melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap


pengangkutan batubara yang menggunakan jalan umum tertentu/kendaraan tertentu
atau jalur sungai dengan kewenangannya.

2). Pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Tim Terpadu yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

3) Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur Dinas
Perhubungan, Dinas ESDM, TNI, POLRI, SATPOL PP dan unsur terkait lainnya.
Dengan adanya prmbinaan, pengawasan dan pengendalian pemerintah mengharapkan
agar tidak ada lagi pelanggaran-pelanggaran yang berhubungan dengan pengangkutan
batubara dikarena pemerintah memberikan berbagai bekal melalui beberapa Dinas
diantaranya, Dinas Perhubungan, Dinas ESDM, TNI,POLRI, SATPOL PP.
4. Peraturan Daerah
a. Pengaturan Pengangkutan Batubara
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2012
pada pasal 5 dijelaskan bahwa:26
1) Setiap pengangkutan batubara dalam Provinsi Jambi wajib melalui jalan
khusus atau jalur sungai.
2) Kewajiban melalui jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
siap selambat - lambatnya Januari 2014.
Berdasarkan penjelasan diatas truk pengangkut batubara diwajibkan menggunakan
jalur khusus atau jalur sungai, jika aturan tersebut dilanggar maka konsukuensinya
telah disebutkan pada bab 4 pasal 12 yaitu:
a) Setiap Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 (ayat 1), Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 dikenakan sanksi administrasi berupa:
(1) Teguran tertulis;
24
Jurnalmanajemen.com diakses tanggal 6 Desember 2019.
25
Peraturan Gubernur Bab 5 Pasal 10 tentang Pembinaan, Pengawasa, dan Pengendalian.
26
Peraturan Daerah provinsi Jambi Bab 3 Pasal 5 tentang Pengaturan Pengangkutan
batubara
(2) Pengurangan rencana produksi yang diusulkan pada tahun berikutnya;
(3) Pencabutan izin usaha pertambangan meliputi:
(a) Pencabutan izin usaha pertambangan operasi produksi.
(b) Pencabutan izin operasi khusus pengangkutan dan penjualan.
(c) Pencabutan izin usaha jasa pengangkutan pertambangan.
b) Setiap Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 (ayat 2) dikenai sanksi administrasi berupa Pencabutan izin usaha
pertambangan.27
b. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Pembinaan pada Perda terdapat pada Bab IV Pasal 10 yaitu:
1) Kepala Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan jalan
umum tertentu atau jalur sungai sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini
sesuai dengan kewenangannya dengan mempedomani ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan berupa sosialisasi,pengendalian,
pengawasan dan penindakan dilakukan Dinas Perhubungan bersama instansi terkait.
3) Bupati/Walikota menyampaikan laporan setiap triwulan atau sewaktu-waktu
diperlukan hasil pembinaan dan pengawasan kepada Gubernur.28
5. Tinjauan Pustaka
Terdapat penelitian yang memiliki kesamaan tema dengan penelitian yang
peneliti lakukan, yaitu;
Pertama penelitian yang dilakukan Ahmad Subhan dengan judul “Jejaring kebijakan
pengangkutan Batu bara di provinsi jambi ditinjau dari Perspektif good governance”.
Kajiannya menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan
mengandalkan data sekunder telah menemukan bahwa kompleksitas permasalahan
pengangkutan batubara di Provinsi Jambi terlihat dari adanya pelanggaran Perda oleh
pengusaha batubara sehingga masih merusak jalan umum, aksi demonstrasi sopir truk
batubara, aksi protes blokir jalan oleh warga, dan upaya pengusaha untuk mengugat
Perda. Sumber permasalahannya yaitu karena adanya perbedaan kepentingan antara

27
Peraturan Daerah provinsi Jambi Bab 4 Pasal 12 tentang Pembinaan dan Pengawasan
28
Peraturan Daerah provinsi Jambi Bab 4 Pasal 10 tentang Pembinaan dan Pengawasan
pemerintah daerah dengan pelaku usaha batubara. Sopir batubara menjadi alat pelaku
usaha untuk melakukan respon ketidakpatuhan terhadap kebijakan Pemda. Kunci
penyelesaiannya yaitu penegakkan hukum dan dukungan kebijakan dari pemerintah
kabupaten terhadap kebijakan pemerintah provinsi29.
Kedua penelitian yang dilakukan Muhammad Muhdar dengan judul “Aspek Hukum
Reklamasi Pertambangan Batu Bara pada Kawasan Hutan di Kalimantan Timur”.
Hasil penelitiannya yaitu kerusakan hutan tidak dapat dihindari karena aturan saat ini
membenarkan pertambangan batubara di kawasan hutan. Implementasi peraturan
tentang reklamasi pertambangan batubara di kawasan hutan dapat dilakukan tanpa
revegetasi dan mengurangi jumlah hutan di Provinsi Kalimantan Timur.30
Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Andara Okta Ceasariani dengan judul “Analisis
Framing Pemberitaan Shipping Bongkar Muat Batubara Ilegal di Pelabuhan Cirebon”.
Hasil penelitiannya adalah mengkonstruksi kasus aktivitas bongkar muat batu bara di
Pelabuhan Cirebon memberikan dampak negatif dari perspektif Pemerintah kota
Cirebon. Masyarakat juga mengkonstruksi kasus aktivitas bongkar muat batubara di
Pelabuhan Cirebon berdampak negatif dilihat dari perspektif warga kota Cirebon.31
Dari beberapa contoh hasil penelitian di atas, maka dapat digambarkan beberapa
persamaan dan perbedaannya. Persamaan skripsi ini dengan skripsi dan hasil-hasil
penelitian sebelumnya adalah pada salah satu objek dan jenis penelitian yang
digunakan dalam membahas pokok permasalahan, yaitu sama-sama meneliti batubara
dan penelitiannya bersifat kualitatif. Sedangkan, perbedaan antara
proposal ini dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya adalah pada peraturan yang
digunakan, pada penelitian pertama menggunakan Perda tahun 2012. Pada proposal
ini kajian lebih difokuskan untuk menjelaskan secara deskriptif mengenai Kebijakan
Dinas perhubungan dalam Pengawasan Pelanggaran Penyaluran batu Bara di Provinsi
Jambi .

29
43 Ahmad Subhan. 2015. Skripsi Jejaring kebijakan pengangkutan Batu bara di provinsi
jambi ditinjau dari Perspektif good governance.
30
Muhammad Muhdar. 2015. Skripsi Aspek Hukum Reklamasi Pertambangan Batu Bara
pada Kawasan Hutan di Kalimantan Timur
31
Andara, Okta, Ceasariani. 2018. Skripsi Analisis Framing Pemberitaan Shipping
Bongkar Muat Batubara Ilegal di Pelabuhan Cirebon
BAB II METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini penerapan Kebijakan Pemerintah dalam Pengawasan Pelanggaran
Pengangkutan Batu Bara di Provinsi Jambi (Studi Kasus di Dinas Perhubungan
Provinsi Jambi). Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
1. Tingginya kasus kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pengangkut
batubara.
2. Banyaknya ruas jalan yang rusak, kemacetan dikarenakan konvoi
kendaraan pengangkut batubara.
B. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu untuk
mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti. 32
Sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam
rangka mengetahui penelitian ini tentang Kebijakan Pemerintah dalam
Pengawasan Pelanggaran Pengangkutan Batu Bara di Provinsi Jambi (Studi Kasus
di Dinas Perhubungan Provinsi Jambi). Menurut Sugiyono menyatakan bahwa
“Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawanya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. 33 Merriam menambahkan
kualitatif adalah suatu rencana dan cara yang akan digunakan peneliti untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen)34 dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Adapun jenis
data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
32
Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.
22.
33
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 9
34
Sharan B. Merriam, Rualitative Research and Case Study Applications in Education, (New York City,
1998), hlm. 3.
1. Data Primer yang penulis ambil dari informasi di lapangan melalui
observasi dan wawancara di lokasi penelitian, data primer yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah informan yang akan diwawancarai yaitu 2
(satu) Kepala Dinas Perhubungan Provnsi Jambi, 5 (Lima) supir truk batu
bara dan 2 (Dua) masyarakat.
2. Data sekunder yang penulis ambil berupa dokumentasi, literatur, pustaka
lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Sumber data penelitian
ini terdiri dari, manusia, situasi/ peristiwa, dan dokumentasi. Sumber data
manusia berbentuk perkataan orang yang bisa memberikan data melalui
wawancara. Sumber data yang berbentuk suasana/ peristiwa berupa
suasana yang bergerak ataupun lisan, meliputi ruangan, suasana, dan
proses. Sumber data tersebut merupakan objek yang akan diobservasi.
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah peristiwa atau kejadian,
dimana dalam penelitian ini peristiwa dijadikan sumber data adalah
penelitian ini tentang pelanggaran pengangkutan batubara di Provinsi
Jambi. Di mana dalam hal ini Dinas Perhubungan Provinsi Jambi yang
dapat memberikan informasi dapat dilakukan melalui wawancara dan
lainnya dan dokumentasi, di mana sumber data yang diambil dari
dokumen ini berupa data dalam bentuk laporan, catatan peristiwa,
keterangan, jumlah permasalahan, dan lain sebagainya.
D. Unit Analisis
Unit analisis dalam penulisan skripsi perlu dicantumkan apabila penelitian
tersebut adalah penelitian lapangan yang tidak memerlukan populasi dan sampel.
Unit analisis dapat berupa organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun
organisasi swasta atau sekelompok orang.35 Unit analisis juga menjelaskan kapan
waktu (tahun berapa, atau bulan apa) penelitian dilakukan, jika judul penelitian
tidak secara jelas menggambarkan mengenai batasan waktu tersebut. Dalam
penelitian ini, unit analisisnya adalah pelanggaran pengangkutan batubara di
Provinsi Jambi. Penetapan unit analisis tersebut, karena penelitian yang dilakukan
tidak menggunakan popupasi dan sampel, namun hanya menggunakan dokumen-

35
Sayuti Una (ed), Pedoman Penulisan Skripsi, (Jambi: Fakultas Syari’ah IAIN STS Jambi, (2012), hlm. 62.
dokumen Dalam penelitian ini informan ditentukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu cara pengambilan sampel dengan pertimbangan
informasi. Penentuan unit sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai
pada taraf kelebihan artinya bahwa dengan menggunakan informan selanjutnya
boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru. 36 Informan adalah
orang yang memberi atau orang yang menjadi sumber data dalam penelitian (nara
sumber). Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh
peneliti dan diperkirakan orang yang menjadi informan ini menguasai dan
memahami data, informasi, ataupun fakta dari objek penelitian. Informan dalam
penelitian ini dipilih berdasarkan kewenangan dan keilmuan yang terkait dengan
penelitian ini, mereka diantaranya:
1. Kepala Dinas Perhubungan
2. Sekretaris Dinas Perhubungan
3. Kepala Bidang Dinas Perhubungan
4. Petugas Lapangan
5. Supir truk batu bara
6. Dan masyarakat
E. Instrumen Pengumpulan Data
1. Observasi
Dalam pengamatan ini, penulis berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari orang
yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian. Martinis
Yamin menyatakan bahwa “dalam observasi partisipatif peneliti mengamati
apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan
berpatisipasi aktif dalam aktiivitas mereka.”37 Penelitian partisipatif ini
kemudian dikhususkan untuk partisipasi pasif berarti bahwa peneliti pergi ke
mana aktivitas orang tersebut diamati, tetapi tidak ikut serta dalam kegiatan
tersebut. Obyek yang dapat diamati disebut situasi sosial yang meliputi:

36
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,hlm.85
37
Martinis Yamin, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Kualitatif dan
Kuantitatif, (Jakarta: Komplek Kejaksaan Agung, Cipayung, 2009), hlm. 79.
a. Place, tempat dimana interaksi dalam situasi sosial sedang berlangsung.
b. Actor, pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu.
c. Activity, kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang sedang
berlangsung.

Dalam penelitian ini, sesuai dengan objek penelitian ,yang dipilih oleh penulis observasi
partisipan. Observasi partisipatif adalah teknik observasi dimana peneliti berpartisipasi
dalam kegiatan yang dilakukan oleh subjek investigasi (objek yang diselidiki).
Pengamatan hal ini dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara langsung
objek kajian yaitu dengan mencari pendapat dengan mengamati kegiatan yang dilakukan
oleh Layanan Transportasi (Dinas perhubungan) Provinsi Jambi yang berada di bawah
pengawasan pemerintah dalam mengatasi pelanggaran angkutan batubara di Provinsi
Jambi. Observasi yang dilakukan penulis dalam skripsi ini terhadap subyek menggunakan
pedoman observasi yang disusun sebagai berikut:

1)Mencatat kesan umum subyek: penampilan, pakaian, tingkah laku, cara berpikir.

2) Interaksi sosial dan tempat lingkungan.

3) Ekspresi saat wawancara dan Bahasa tubuh saat wawancara.

2. Wawancara
Menurut Charles Stewart dan W.B. Cash pengertian Wawancara adalah proses
interaksi dengan sebuah tujuan serius yang memiliki maksud dan tujuan untuk
bertukar perilaku dan melibatkan aktivitas tanya jawab. Wawancara adalah tanya
jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber untuk memperoleh
data, keterangan atau pendapat tentang suatu hal. Wawancara inilah yang penulis
gunakan untuk menuju permasalahan yang diteliti, berupa kata-kata informan di
lapangan, tetapi juga untuk mengetahui apa yang dikatakan responden lebih dalam.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-
terstruktur di mana lebih banyak kebebasan dilakukan dibandingkan dengan
wawancara terstruktur. Media yang akan penulis gunakan dalam wawancara ini
yaitu buku, laptop, dan handphone karena penulis menggunakan catatan
wawancara di lapangan. Kasus ini berguna untuk mencatat dan merekam semua
percakapan dengan sumber data, yang semuanya digunakan dengan izin dari
sumber data. Karena wawancara yang digunakan bersifat semi terstruktur. Dalam
skripsi ini, penulis menggunakan metode wawancara yang dilakukan kepada subyek
dengan menggunakan dokumntasi catatan lapangan.

3. Dokumentasi

Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari


arsip dan dokumen yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut.
Dokumentasi ialah kumpulan dari dokumen-dokumen dapat memberikan
keterangan atau bukti yang berkaitan dengan proses pengumpulan dan
pengelolaan dokumen secara sistematis serta menyebar luaskan kepada
pemakai informasi tersebut. Paul Otlet “International Economic Conference
1905” mengatakan “Dokumentasi ialah kegiatan khusus berupa
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penemuan kembali dan penyebaran
dokumen.”Nasution menyatakan dokumentasi adalah mengumpulkan data
dengan cara mengalir atau mengambil data-data dari catatan, dokumentasi,
administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti.38

F. Sistematika Penulisan

Pembahasan diawali dengan BAB I, Pendahuluan. BAB ini pada hakiatnya


menjadi pijakan bagi penulisan skripsi, baik mencakup background, pemikiran
tentang tema yang dibahas.

BAB I mencakup Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,Batasan Masalah,


Tujuan Penelitian, Kerangka pikir,Tinjauan Pustaka.

BAB II dipaparkan, Metode Penelitian yang mencakup Pendekatan Penelitian,


Jenis Dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Unit Analsis dan Alat
Analisis Data, Sistematika Penulisan dan Jadwal Penelitian.

38
52Nasution, Metodologi Research Penelitian Ilmia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm.
143.

Anda mungkin juga menyukai