Etika Keluarga Kristen
Etika Keluarga Kristen
keluarga mengenai permasalahan yang terjadi dengan suatu keluarga. Pada wawancara
ini kami hanya bisa mewawancarai suami dari keluarga ini karena istrinya sudah tidak
tinggal lagi bersama selama tujuh bulan terakhir ini. Kami di berikan kesempatan untuk
bisa mendengar dan mengetahui permasalahan keluarga ini walaupun kami tidak bisa
membantu memberikan solusi.
Pada kesempatan wawancara ini kami bertemu dengan bapak Wilhelmus Tutu di
kediamannya di kompleks perumahan Brimob Medaeng. Beliau sudah menikah selama
19 tahun bersama istrinya dan memiliki tiga orang anak. Dia tinggal sendiri di rumah
dinasnya setelah istrinya memutuskan untuk bekerja di Bali. Ketiga anaknya tinggal di
rumah ibu mertuanya karena jarak sekolah lebih dekat dengan rumah ibu mertuanya.
Permasalahan mulai terjadi ketika ankanya yang pertama kecelakaan. Pada waktu
itu anaknya sedang mngunjungi temannya di rumah sakit. Sepulang dari sana musibah itu
terjadi. Anaknya dan pacarnya jatuh dari sepeda motor da kakinya mengalami patah
tulang.
Pada saat itu dia dan istrinya harus mengeluarkan banyak biaya untuk mengobati
anaknya. Anaknya harus segera dioperasi setelah kecelakaan dan biayanya harus segera
dilunasi. Kalau tidak langsung dioperasi pada saat itu maka akan mengalami banyak
pendarahan di kakinya.
Bapak Wilhelmus merasa kalau semua uang gajinya digunakan untuk membiayai
uang bulanan ketiga anaknya belum lagi harus membiayai keperluan di rumah ibu
mertuanya. Untuk mempunyai tabungan atau menyimpan uang untuk tabungan dia
merasa susah sekarang karena banyak kebutuhan yang dia harus tanggung. Pak wilhelmus
menambahkan untuk mengirim uang untuk ibunya di kampung dia sedikit kesulitan. Dia
juga tidak bisa melarang istrinya karena uang gaji istrinya digunakan sendiri istrinya
untuk keperluanya sendiri dan melunasi cicilan kendaraanya sendiri.
Permasalahan semakin menjadi rumit ketika bulan Desember tahun 2014 dia
bersama kedua anaknya pulang kampung setelah hampir 20 tahun dia tidak pernah
kembali pulang ke kampung. Istrinya merasa kalau dia menghabiskan tabungan saja
pulang dan harus membawa anak – anak yang termasuk memakan banyak biaya. Istrinya
pada saat dia pulang pergi ke bali dengan alasan berlibur ke rumah saudaranya.
Setelah pulang dari kampung halaman, istri pak Wilhelmus belum juga balik dari
Bali. Pada saat dia kembali menghubungi untuk meminta istrinya pulang ke Surabaya,
istrinya memberitahu untuk bekerja di Bali dengan alasan temannya mengajaknya kerja
di sana. Istrinya sempat balik ke Surabaya hanya untuk mengambil barang – barangnya
saja dan kemudian kembali ke Bali. Dia susah membujuk untuk tetap tinggal dengan
asalan bagaimana anak – anak nanti, tapi karena dia merasa istrinya terlalu keras kepala
dia mengizinkan.
Setelah hampir dua bulan istrinya bekerja di bali pak Wilhelmus pergi ke Bali
dengan maksud untuk menemui istrinya kembali dan mengajaknya untuk pulang. Tapi
istrinya tetap menolak. Hampir seminggu dia di bali dan harus balik ke Surabaya dengan
hasil yang sia – sia.
Semakin lama mereka saling menyalahkan kenapa mau kerja di Bali mungkin ada
orang lain yang mau menemani istrinya. Semakin lama bapak Wilhelmus merasa
membiarkan istrinya di sana dan tidak tidak memikirkaknya lagi dan memberikan semua
keputusan pada istrinya tanpa banya melarangnya lagi. Sampai sekarang istrinya masih
di Bali dan mereka belum bissa menemukan solusi untuk bisa kembali bersama dan
mereka masih sering kontak walaupun tidak sesering dulu waktu awal istrinya pindah ke
Bali.