Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ni’matul Azizah

Nim : 1401016089

Kurangnya Pengertian Satu Sama Lain

Dalam berumah tangga semua orang pasti menginginkan adanya kebahagiaan dunia khatal
akhiroh, serta memiliki keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Dalam rumah tangga
kerikil – kerikil kecil yang menghadang pasti sangat banyak jika diibaratkan makanan
peretengkaran adalah bumbunya yang dimana membuat makanan menjadi lebih kuat rasa
enaknya serta lezat untuk disantap.

Namun dalam keluarga ini nampaknya memang sudah tidak dapat diselamatkan. Semula
sepasang suami istri memiliki usaha yakni warung dan memiliki sebuah toko kecil – kecilan
dan suami biasanya menyewakan tenaga untuk menggarap sawah tetangganya. Kemudian
sang suami sakit dan penghasilan juga tidak begitu pasti akhirnya istri menjadi TKI di
Malaysia menjadi pembantu di keluarga India yang ada disana. Istrinya sering mengirim uang
untuk kebutuhan sehari – hari, namun sang suami lebih sering mengandalkan jirih payah istri
yang bekerja di luar negeri. Kalau memang tidak ada pekerjaan lain suaminya tidak berusaha
mencari pekerjaan dan yang mengurus anak – anaknya adalah neneknya, ayahnya hanya
mencari uang untuk kebutuhannya saja tanpa memikirkan bagaimana anaknya.

Mengetahui seperti itu akhirnya sang istri tidak mengirim uang secara langsung kepada
suaminya namun melalui orang lain, sejak saat itulah terjadi pertengkaran yang dimana tidak
dikomunikasikan dengan baik dan berakhir perceraian.

Sewaktu istri meminta bercerai dari pihak keluarga saya tidak mengizinkan semanta untuk
menyelamatkan keluarga kecil mereka agar tidak hancur berantakan. Namun saat pulang dari
Malaysia sang istri hanya berjabat tangan dengan suaminya, namun sang suami tidak pernah
mengajak bicara istrinya entah apa, sang istri pun juga sama – sama tidak mau berbicara satu
sama lain meskipun sudah ada rundingan keluarga. Semakin lama hubungan mereka semakin
jauh dan hubungan dengan anaknyapun juga sama, selang beberapa waktu sang nenek yang
biasanya mengurus anaknya meninggal dunia, akhirnya sang anak ikit dengan ayahnya.
Setiap hari mendapatkan celotehan yang tidak mengenakkan dari ayahnya sang anak kerap
kali menginap di rumah keluarga saya. Semakin lama hubungan suami istri ini semakin tidak
membaik. Suami banyak penyakit namun tingkahnya melebihi orang yang sehat wal afiat
(lumayan buruk), meminta uang untuk membeli ini itu yang notabennya bukan kebutuhan
anaknya melainkan kebutuhannya sendiri. Tak lama kemudian ayah dari suami bilang mau
menjual kayu jati yang dimana akan dibuat untuk membangun rumah yang nantinya uang
akan digunakan untuk membeli kursi roda. Mereka merelakan namun tingkah sang suami
semakin menjadi – jadi, sang istri sudah lama mencari surat gugatan cerai, karena posisi yang
tidak memungkinkan gugatan cerai tidak jadi di ajukan. Selang beberapa lama kemudian
akhirnya gugatan cerai diajukan oleh sang istri dan ada salah satu pegawai pengadilan yang
memberi surat kerumah kepada suaminya agar suami tahu bahwa istri telah menggugat cerai
sang suami, setelah itu suami sakit dan dipindah kerumah orangtuanya. Tidak lama kemudian
anak dari sepasang suami istri ini di panggil oleh sang kakek dan diberitahu bahwa rumahnya
mau diambil seisinya, anak menerima kalau rumah diambil namun jika seisinya anak tidak
terima karena itu adalah jirih payahnya selama bekerja. Anak mencari cara agar seisi rumah
tidak diambil akhirnya pintu di kunci dan segala isinya mau di angkut melalui pintu belakang,
tokoh masyarakat datang meminta agar barang – barang diangkut lewat luar saja. Bergotong
royong warga untuk membbubari rumah yang menjadi hak anak karena yang membangun
anak namun sang kakek datang dan tidak terima, maunya rumah dan seisinya diminta. Ayah
saya bertengkar hebat dengan sang kakek dan memutuskan kalau rumah mau di ambil semua
silahkan namun seisinya tetap ditinggal. Sore itu semakin larut dan mulai mereda selang
beberapa hari memuncak lagi dengan dipanggilnya ayah saya dan anak pertama sepasang
suami istri ini ke rumahnya untuk membicarakan listri yang ada mau diambil juga, disana
segala macam omongan telah terucap dan yang paling mengejutkan ayah memberi
pertanyaan kepada anak “kamu milih bapakmu apa milih listrik?” kemudian anak menjawab
sambil menangis “lha kamu milih anak apa listrik?” sang ayah seketika menjawab “Aku
ndak butuh anak yang ku butuhkan ya penerangan, anak hanya membuat susah”. Dua orang
anak yang ditinggal hidup sebatangkara ini menghuni rumah neneknya yang sudah meninggal
, rumah yang sebenarnya sudah tidak layak pakai, seisi rumah dititipkan dirumah kakak saya
dan ketika makanpun juga dirumah kakak saya.

Segala sesuatu perlu adanya komunikasi yang baik, agar dalam sebuah keluarga agar tercapai
tujuan – tujuan awal maka antara suami dan istri harus ada keterbukaan, saling mengerti dan
percaya satu sama lain. Sabar adalah kunci keberhasilan untuk mencapai rumah tangga yang
sakinah , mawaddah , warahmah. Tidak hanya antar suami maupun istri namun dengan anak,
mertua dan orang sekitarpun harus dijaga hubungan sosialnya jangan sampai nila setitik akan
merusak semuanya. Yang semula baik – baik saja hanya gara – gara kerikil kecil dapat
merusak dan menghancurkan semuanya.

Anda mungkin juga menyukai