Anda di halaman 1dari 12

Pengertian teks Editorial/Tajuk Rencana

Berikut beberapa pengertian dari teks editorial atau tajuk rencana


1. Teks editorial opini atau tajuk rencana adalah sikap, pandangan atau pendapat dari penerbit
terhadap masalah-masalah yang sedang dibicarakan oleh masyarakat. Opini berisi pendapat dan
sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal atau
kontroversial yang sedang terjadi di masyarakat.
2. Teks editorial (tajuk rencana) adalah artikel pokok dalam surat kabar yang merupakan
pandangan redaksi terhadap peristiwa yang sedang menjadi pembicaraan pada saat surat kabar
tersebut diterbitkan.
3. Tajuk rencana (editorial) adalah sebuah tulisan di surat kabar atau koran yang berisi pendapat
atau opini redaksi surat kabar/ koran tersebut terhadap permasalahan aktual.
4. Teks editorial/opini adalah teks yang berisi pendapat pribadi seseorang terhadap suatu
isu/masalah aktual. Isu tersebut meliputi masalah politik, sosial, ataupun masalah ekonomi yang
memiliki hubungan secara signifikan dengan politik
Struktur teks editorial
Struktur teks adalah bagian-bagian terpisah yang membangun sebuah teks hingga menjadi
sebuah teks yang utuh. Struktur teks editorial/opini di bagi menjadi 3 bagian yaitu pernyataan
pendapat, argumentasi dan pernyataan ulang pendapat, secara lengkap seperti yang di uraikan di
bawah ini:
1. Pernyataan pendapat (thesis statement)
Thesis statement adalah Pernyataan pendapat yang berisikan topik tentang sebuah permasalahan
yang akan dibahas.
2. Argumentasi
Argumentasi merupakan pendukung yang akan memperkuat opini yang hendak disampaikan.
Pendukung berupa fakta-fakta tentang topik yang diangkat sehingga memberi nilai objektivitas
pada tulisan daripada sekadar opini belaka. Pada bagian ini penulis berusaha meyakinkan
pembaca bahwa apa yang dikemukakan itu benar.
3. Pernyataan ulang pendapat (reiteration)
Reiteration merupakan bagaian akhir teks opini yang berisi penegasan kembali pendapat yang
telah dikemukakan agar pembaca atau pendengar semakin yakin dengan pandangan yang
dikemukakan, (terkadang juga terdapat argument yang disertai saran).
Isi Editorial/ Tajuk Rencana
1. Judul
2. Latar belakang masalah
3. Tokoh (termasuk keberpihakan penulis)
4. Masalah
5. Peristiwa yang disampaikan
6. Opini penulis
7. Saran dan solusi penulis
8. Simpulan
9. Sumber berita

Ciri-ciri teks editorial


- Berusaha menjelaskan tentang sesuatu
- Gaya bersifat informatif
- Fakta dipakai sebagai alat kontribusi
- Fakta juga dipakai sebagai alat konkritasi
- Berisi opini redaksi tentang peristiwa yang sedang hangat dibicarakan/ penulisnya dari
pihak redaksi
- Berisi ulasan tentang suatu masalah yang dimuat
- Biasanya berskala nasional
- Tertuang pikiran subjektif redaksi
- Menggunakan kata-kata populer
- Menggunakan kalimat tanya retorik
Kaidah kebahasaan teks editorial/opini
Kaidah kebahasaan adalah aturan dan ketentuan cara menggunakan bahasa baik secara lisan
maupun tulisan, kaidah kebahasaan teks editorial/opini adalah sebagai berikut:
1. Adverbia
Adverbia atau kata keterangan (Bahasa Latin: ad, "untuk" dan verbum, "kata") adalah kelas kata
yang memberikan keterangan kepada kata lain, seperti verba (kata kerja) dan adjektiva (kata
sifat), yang bukan nomina (kata benda). Contoh lain dari adverbia misalnya sangat, amat, tidak.
Agar dapat meyakinkan pembaca diperlukan ekspresi kepastian yang bisa dipertegas dengan kata
keterangan atau adverbia frekuentatif, yaitu adverbia yang menggambarkan makna berhubungan
dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbia itu. Kata-kata yang
digunakan antara lain :
 selalu,
 biasanya,
 sebagian besar waktu,
 sering,
 kadang-kadang,
 jarang,
 dan lainnya.

2. Konjungsi
Konjungsi atau kata sambung adalah kata untuk menghubungkan kata-kata, ungkapan-
ungkapan, atau kalimat-kalimat dan sebagainya, dan tidak untuk tujuan atau maksud lain.
Konjungsi tidak dihubungkan dengan objek, konjungsi tidak menerangkan kata, konjungsi hanya
menghubungkan kata-kata atau kalimat-kalimat dan sebagainya.
Konungsi dalam kaidah kebahasaan teks editorial/opini merupakan kata penghubung pada teks
editorial seperti kata bahkan.
3. Verba Material
Verba material adalah kata kerja berimbuhan yang mengacu pada tindakan fisik, atau pun
perbuatan yang dilakukan secara fisik oleh partisipan (aktor).
Struktur kalimat dari verba material adalah :
Subjek (aktor) + Verba Material + objek (sasaran)
Contoh:
Budi (aktor) Menulis (verba material) buku (objek/sasaran)

4. Verba relasional
Verba relasional adalah verba yang menunjukkan hubungan intensitas (pengertian A adalah B),
dan milik (mengandung pengertian A mempunyai B). Verba yang pertama tergolong ke dalam
verba relasional identifikatif, sedangkan verba yang kedua dan ketiga tergolong ke dalam verba
relasional atributif.

verba relasional lebih menekankan pada verba atau kata kerja yang berfungsi sebagai
penghubung antara subjek dan pelengkap. kalimat yang mengandung verba relasional harus
memiliki pelengkap, jika tidak maka kalimatnya akan terlihat rancu.
Struktur kalimat dari verba relasional adalah:
Subjek + Verba relasional + pelengkap
Contoh:
Anak itu (subjek) merupakan (verba relasional) anak terpintar di kelas XII
5. Verba Mental
adalah verba yang menerangkan persepsi (misalnya melihat, merasa), afeksi (misalnya suka,
khawatir), dan kognisi (misalnya berpikir, mengerti). Pada verba mental terdapat partisipan
pengindra (senser) dan fenomena.
Struktur kalimat dari verba relasional adalah:
Subjek + Verba mental + pelengkap
Contoh:
Ibu (subjek) khawatir (verba mental afksi) anaknya sakit (pelengkap)
6. Kosakata
Kosa kata atau perbendaharaan kata yang digunakan untuk teks editorial memiliki karakteristik
sebagai berikut :
 Aktual, yaitu sedang menjadi pembicaraan banyak orang
 Fenomenal, yaitu luar biasa, hebat, dan dapat dirasakan pancaindra
 Editorial, yaitu artikel dalam surat kabar yang mengungkapkan pendirian editor
 Imajinasi, yaitu daya pikir untuk membayangkan
 Modalitas, yaitu menyatakan cara pembicara bersikap terhadap suatu situasi dalam
komunikasi antar pribadi
 Nukilan, yaitu kutipan yang dicantumkan pada suatu benda
 Tajuk rencana, yaitu karangan pokok dalam dalam surat kabar
 Teks opini, yaitu wadah untuk mengemukakan pikiran
 Keterangan aposisi, yaitu memberi penjelasan kata benda
 Keterangan pewatas, yaitu keterangan tambahan yang memberi keterangan kata benda
Ciri teks editorial/Opini
Agar anda dapat membedakan antara teks editorial dengan jenis teks lainnya maka salah satu
yang harus anda ketahui adalah ciri-ciri dari teks itu sendiri, untuk teks editorial ciri-cirinya
adalah sebagai berikut:
Tujuan Teks Editorial
Sedangkan tujuan teks editoral/opini adlah sebagai berikut:
1. Mengajak masyarakat ( pembaca ) untuk ikut campur dalam isu yang sedang hangat
dibicarakan
2. Memberikan pandangan kepada masyarakat terhadap isu yang sedang berkembang
OPINI REDAKSI DALAM TAJUK RENCANA
Apakah opini penulis berbeda dengan kalimat opini? Atau sama? Sebenarnya, kedua hal tersebut
berbeda, tetapi para siswa cenderung menyangka keduanya sama. Karena kesalahan presepsi
itulah, sering terjadi kesalahan dalam menjawab.
Pengertian Opini:
Dalam KBBI, opini adalah pendapat; pikiran; pendirian. Dengan demikian, sebuah opini belum
terbukti kebenarannya.
Pengertian Kalimat Opini:
Kalimat opini adalah sebuah kalimat pendapat yang di dalamnya terdapat pernyataan yang belum
dapat dibuktikan kebenarannya.
Pengertian Opini Penulis:
Opini penulis adalah pendapat penulis. Dalam menulis sebuah wacana/tajuk rencana/paragraf,
penulis akan memasukkan beberapa data atau hal-hal yang sedang terjadi saat ini. Setelah
menjabarkan permasalahannya, penulis akan menambahkan pendapat pribadinya mengenai topik
yang ia bahas tersebut.
Dari penjelasan definisi pada kalimat opini dan opini penulis tersebut, sudah terlihat
perbedaannya. Namun, lebih jelasnya, dapat dilihat pada contoh soal berikut.
Contoh Soal:
(1) Pendidikan yang dulu diperjuangkan mati-matian oleh para pejuang kemerdekaan agar
seluruh rakyat mendapatkan hak yang sama, ternyata masih milik segolongan orang tertentu. (2)
Setiap tahun ajaran baru selalu muncul keganjilan berulang-ulang yakni kebingungan orang tua
mencari sekolah untuk anaknya. (3) Ternyata keganjilan itu muncul karena masalah lama belum
tuntas. (4) Standardisasi sekolah masih belum jelas sehingga menimbulkan kasta-kasta dalam
pendidikan. (5) Sistem kasta tersebut membuat para orang tua berlomba-lomba untuk
mendapatkan sekolah berkasta tinggi. (6) Bahkan, mereka rela mengeluarkan biaya besar agar
anaknya bisa masuk di sekolah favorit. (7) Sementara, banyak siswa yang tidak bisa masuk ke
sekolah favorit bukan karena kurang pandai, melainkan karena mereka tidak mampu membayar
biaya sekolah yang tinggi. Inilah ironi pendidikan Indonesia.
UN TP 2011/2012 (E-57) NO. 5
Opini penulis dalam tajuk tersebut adalah ....
(A) Seluruh rakyat mendapatkan hak pendidikan yang sama.
(B) Pemerataan pendidikan telah diperjuangkan mati-matian.
(C) Pendidikan masih menjadi milik segolongan orang tertentu.
(D) Standardisasi pendidikan akan menimbulkan keganjilan.
(E) Sekolah berkasta tinggi memerlukan biaya yang tinggi
ANALISIS
Kalimat (1) merupakan kalimat opini karena terdapat kata “ternyata masih” yang menandakan
pendapat dan belum tentu semua setuju dengan hal ini.
Kalimat (2) merupakan kalimat opini karena terdapat “selalu muncul”, padahal belum tentu.
Kalimat (3) juga merupakan kalimat opini karena masih menjelaskan kalimat (2).
Kalimat (4) merupakan kalimat opini karena terdapat frasa “masih belum jelas”.
Kalimat (5) merupakan kalimat opini, terlihat dari “para orang tua berlomba-lomba”, padahal
belum tentu.
Kalimat (6) juga opini karena menambahkan kalimat (5).
Kalimat (7) jelas merupakan kalimat opini.
Dari penjelasan tersebut, terlihat kalimat (1) sampai kalimat (7) merupakan kalimat opini.
Lalu, bagaimana dengan opini penulis pada paragraf tersebut? Apakah semua itu merupakan
opini dari si penulis? Tentu saja bukan.
Opini penulis pada paragraf tersebut hanya terdapat pada kalimat (1).
Kalimat (1) merupakan kesimpulan yang diambil oleh si penulis, sedangkan kalimat (2) sampai
dengan kalimat (7) adalah penjabaran si penulis untuk menguatkan opini yang telah ia simpulkan
pada kalimat (1). Pembuktian itu penulis jabarkan dengan memperlihatkan peristiwa/kejadian
yang sudah/sedang terjadi pada saat ini.
Dalam paragraf tersebut terdiri dari tujuh kalimat. Ketujuh kalimat tersebut merupakan kalimat
opini. Namun, ketujuh kalimat opini tersebut belum tentu merupakan opini dari si penulis. Opini
penulis hanya terdapat pada kalimat pertama karena kalimat lainnya adalah penjelasan si penulis
untuk menguatkan opininya. Dengan demikian, jawaban yang paling tepat untuk pertanyaan
tersebut adalah pilihan (C).
Kesimpulan:
Dari penjelasan tersebut, jelas perbedaan antara kalimat opini penulis dan kalimat opini berbeda.
Dalam satu paragraf, semua kalimat merupakan opini. Namun, belum tentu itu semua juga
merupakan opini penulis.
Menentukan Pihak yang Dituju
Pihak yang dituju adalah pihak yang diberi saran, kritik atau pandangan penulis resensi. Pihak
yang dituju dalam tajuk rencana di atas adalah pemerintah. Opini redaksi pada tajuk rencana di
atas adalah agar pemerintah menjaga harga pangan selalu stabil.
Pihak yang memberi saran= redaksi (penulis)
Pihak yang dituju= pemerintah
Saran redaksi= agar pemerintah menjaga harga pangan selalu stabil.
Contoh Soal Menentukan Pihak yang Dituju dalam Tajuk
Cermati tajuk berikut
Apakah janji semasa pemilihan presiden hanya berfungsi sebagai penarik simpati? Ataukah janji
itu merupakan cita-cita yang muncul dari lubuk hati? Bagaimana kita harus menempatkan janji
pemimpin? Yang bijak tentu menilai kinerja pemimpin secara adil. Waktu setahun belum cukup
menampilkan hasil yang nyata, lebih-lebih satu prestasi. Apalagi kalau mengingat kondisi yang
diwarisi sangat parah. Profesionalisme jelas merupakan modal utama untuk membuat pemerintah
berjalan dengan baik. Pekerja profesional membuat tugas dapat dengan mudah terlaksana.
Pemerintah kita rupanya tidak cukup terampil untuk mengikuti kiprah kemajuan yang
diperlihatkan Cina dan negara-negara Asia lain yang sudah lebih maju.

Permasalahan opini ditujukkan kepada ....


A. pemerintah
B. rakyat
C. Cina
D. negara Asia
E. generasi muda

Pembahasan
Penyebutan kata “pemerintah” dan kata-kata yang semakna, seperti presiden, pemimpin,
merupakan bukti kuat bahwa tajuk tersebut ditujukan kepada pemerintah.

Keberpihakan Penulis
Keberpihakan adalah kecenderungan penulis untuk memberikan dukungan pada pihak apa atau
mana yang diungkapkan dalam sebuah tajuk rencana.
Langkah-langkah menentukan keberpihakan penulis:

1. menemukan gagasan utama dan gagasan penjelas


2.mengenali dan membedakan opini dan fakta
3.mengenali sikap yang mungkin akan tercermin melalui tulisannya
Keberpihakan penulis dapat dilihat dari kalimat-kalimat tajuk rencana di bawah ini :

 Busway di Jakarta telah menorehkan sejarah baru angkutan publik metropolis. Ini harus
kita dukung.

 Jika busway memenuhi cirri-ciri angkutan publik kota metropolitan, tidak logis jika
kehadirannya ditentang.

Dalam kalimat di atas jelas sekali sikap penulis yang sangat mendukung atau memihak pada
pengoprasian busway.

4.0
Langkah-Langkah Menulis Editorial

Pada langkah pertama, pilihlah isu-isu yang hendak diangkat. Perlu pertimbangan tersendiri
untuk menentukan isu apa yang hendak diangkat. Perbedaan pertimbangan inilah yang
membedakan pengangkatan isu setiap media berbeda-beda. Misalnya saja, pada Kamis, 7
September 2007, Media Indonesia mengangkat masalah buruknya kompetensi transportasi di
Indonesia. Sementara Seputar Indonesia mengangkat masalah siginifikansi APEC.

Tahap berikutnya, kumpulkan pendukung yang akan memperkuat opini yang hendak
disampaikan. Pendukung berupa fakta-fakta seputar topik yang diangkat ini akan memberi nilai
objektivitas pada tulisan daripada sekadar opini belaka. Untuk memberikan nilai yang lebih kuat,
kumpulkanlah pendapat-pendapat yang berotoritas agar opini yang hendak dikemukakan lebih
berbobot.

Langkah ketiga ialah menghubungkan atau mengaitkan. Isi editorial yang disampaikan harus
jelas dan menyampaikan detail-detail yang akurat, dilengkapi dengan contoh-contoh pendukung.
Berikan argumen yang kuat pada awal dan akhir editorial. Dalam hal ini, argumen yang
dipertentangkan, berikut kelemahan-kelemahannya dapat ditunjukkan. Jangan lupa, tawarkan
solusi pada akhir editorial

Langkah keempat, lakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap hasil tulisan tersebut. Editorial itu
harus jelas dan menarik. Tapi jangan sampai menyerang pihak lain. Upayakan pula untuk tidak
terlalu mengajari. Susunan paragraf sebaiknya ringkas dan lugas. Sekali lagi, berbagai contoh
dan ilustrasi akan bermanfaat. Apalagi kutipan-kutipan yang berbobot, akan menguatkan opini
kita. Yang lebih penting lagi, kemukakan semua dengan jujur dan akurat.

Langkah-langkah yang ditawarkan oleh Alan Weintraut berikut mungkin perlu diperhatikan pula.

1. Tentukan topik yang signifikan dengan sudut pandang berita terkini yang akan menarik
minat pembaca.

2. Kumpulkan berbagai informasi dan fakta,termasuk laporan objektif; lakukan penelitian.

3. Kemukakan opini secara singkat .

4. Jelaskan isu tertentu secara objektif seperti wartawan dan katakan mengapa situasi
tersebut sangat penting dibicarakan.

5. Berikan terlebih dahulu sudut pandang berlawanan bersama beberapa kutipan dan fakta
yang ada.

6. Sanggah atau tolak sisi yang lain dan kembangkan kasus Anda dengan menggunakan
fakta-fakta, detail-detail, tokoh-tokoh, dan kutipan-kutipan. Kesampingkan sisi logika
lainnya.

7. Akui poin yang berlawanan--poin-poin tersebut tentu memiliki poin yang baik yang dapat
diakui untuk membuat Anda tampak rasional.
8. Ulangi kata kunci untuk memperkuat ide hingga melekat dalam benak pembaca.

9. Berikan solusi yang realistik kepada masalah yang di luar pengetahuan umum. Berikan
dorongan untuk pemikiran kritis dan tindakan yang proaktif.

10. Ringkaslah menjadi suatu kesimpulan yang menegaskan kembali pernyataan pada tesis
awal.

11. Jagalah agar tidak lebih dari 500 kata; setiap tulisan diperhatian, hindari penggunaan kata
"saya".

Hampir serupa dengan itu, Sebranek dan Kemper juga menawarkan lima butir berikut ini.

1. Kemukakan pengalaman pribadi dalam bentuk pernyataan yang menjadi sebuah tesis.

2. Berikan penjelasan dari sudut pandang yang berbeda dengan isu yang diangkat.

3. Angkat contoh-contoh yang akan mendukung sudut pandang kita.

4. Berikan alasan terhadap opini yang kita kemukakan.

5. Paragraf terakhir hendaknya diakhiri dengan penegasan ulang akan tesis yang
dikemukakan di awal. Akhiri pula dengan catatan yang positif.

Contoh teks editorial/ opini atau tajuk rencana


Berikut adalah salah satu contoh sederhana teks editorial/opini atau tajuk rencana:

Bersama Membantu Rohingya


Rabu, 20 September 2017 05:02 WIB

AUNG San Suu Kyi oleh dunia internasional sesungguhnya dinilai memiliki semua prasyarat
yang diperlukan untuk menghentikan krisis di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Visi demokrasi yang ia miliki dan telah ia perjuangkan selama bertahun-tahun ketika melawan
represi penguasa militer Myanmar, dahulu, sejatinya ialah modal yang tak terbantahkan baginya
sebagai pemimpin de facto Myanmar untuk mengakhiri kejahatan kemanusiaan yang dialami
etnik Rohingya.

Namun, sebuah pengaturan pembagian kekuasaan yang rumit dengan kubu militer Myanmar
membuat ia seolah terpasung. Suu Kyi ialah pemimpin negeri yang tak punya kendali atas
tentara. Situasi itulah yang mungkin membuat ia lebih banyak diam ketika komunitas global
bersuara keras agar pembantaian dan pengusiran etnik Rohingya oleh militer Myanmar segera
disetop.

Ketika bersuara pun sangat kentara Suu Kyi terlihat gamang, antara keinginan melindungi
langkah 'kolega' militernya dan memenuhi visi serta idealismenya yang membuat dia pernah
didapuk sebagai tokoh pejuang demokrasi Myanmar. Kegamangan itu tampak nyata dalam
pidato pertama Suu Kyi terkait dengan krisis Rakhine setelah sekian lama ia berdiam diri,
kemarin.

Di satu sisi, tak banyak progres yang ia sampaikan tentang situasi di negara bagian itu. Bahkan
media Barat menyebut pidatonya mengecewakan karena dalam beberapa poin ia masih
menyangkal fakta-fakta di lapangan yang menunjukkan adanya genosida terhadap etnik
minoritas Rohingya.

Dalam pernyataannya, Suu Kyi memang mengecam seluruh pelanggaran HAM. Namun, ia sama
sekali tak menyinggung soal tuduhan pembersihan etnik.

Akan tetapi, di sisi yang lain, pada pidato yang disampaikan dalam bahasa Inggris itu, Suu Kyi
memperlihatkan sikap simpatiknya terhadap isu ini dan mulai membuka diri terhadap bantuan
internasional. Ia meminta masyarakat internasional membantu Myanmar agar dapat bersatu tanpa
memandang garis agama dan etnik. Bahkan Suu Kyi menegaskan pemerintah Myanmar siap
untuk membantu kembalinya pengungsi Rohingya yang memenuhi syarat ke permukiman
mereka di Rakhine.

Di tengah kegamangan Suu Kyi itu, komunitas internasional patut merespons celah positif yang
ditawarkan peraih Nobel Perdamaian 1991 tersebut. Pernyataan Suu Kyi yang menyebut siap
mengambil semua tindakan yang diminta dunia internasional untuk memastikan perdamaian di
Rakhine dan Myanmar secara keseluruhan jelas tak boleh disia-siakan.

Dalam konteks itu, Indonesia punya peluang untuk memberikan kontribusi yang lebih besar
dalam penyelesaian krisis di Rakhine sesegera mungkin.

Apalagi sejak awal pemerintah Indonesia telah mengambil inisiatif sebagai negara pertama yang
melakukan diplomasi khusus terkait dengan kejahatan kemanusiaan itu.

Indonesia juga tercatat sebagai negara yang paling aktif menyalurkan bantuan fisik terhadap
korban krisis menahun itu, terutama kepada para pengungsi Rohingya.

Pemerintah tak perlu menghiraukan tudingan-tudingan konyol yang belakangan dilontarkan


sejumlah pihak soal pencitraan dan segala macam.

Tugas pemerintah saat ini ialah memastikan tawaran Suu Kyi untuk penyelesaian krisis
Myanmar betul-betul dapat diimplementasikan sambil terus meningkatkan intensitas penyaluran
bantuan ke wilayah terdampak konflik.

Justru pihak-pihak itulah yang mesti diingatkan karena telah dengan keji memanfaatkan
penderitaan warga Rohingya di Myanmar sana demi tujuan politik jangka pendek mereka di
dalam negeri. Jari telunjuk mereka terus menuding ke pemerintah, tapi mereka lupa sejatinya
empat jari lainnya tengah menunjuk ke mereka.

Hijrah dari Kebencian


Kamis, 21 September 2017 05:01 WIB
SELAMAT Tahun Baru! Meski hari ini merupakan Tahun Baru Hijriah, ucapan itu disampaikan
bukan hanya untuk umat Muslim.

Sebagaimana hakikat Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam, sejatinya bahwa segala kebaikan
tahun baru itu menjadi milik bersama. Hikmah dimulainya penanggalan hijriah terlalu kecil
untuk menjadi kebahagiaan satu kelompok. Terlebih, hikmah itu juga kontekstual untuk bangsa
Indonesia saat ini.

Seperti yang sudah sering dituturkan, penanggalan hijriah dibuat berdasarkan peristiwa hijrahnya
Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Yastrib, yang sekarang disebut Madinah. Meski
kehidupan di Mekah telah begitu memusuhi umat Muslim dan dakwah Islam, migrasi itu
bukanlah pelarian kekalahan.

Migrasi itu adalah bentuk kepatuhan kepada Allah SWT. Setiap langkah untuk jarak 454 km ke
utara itu dijalani Rasul dengan penuh optimisme. Umat Muslim saat itu belajar untuk tidak
berpasrah dengan keburukan melainkan bangkit beranjak menuju kebaikan.

Hijrah itupula kemudian momentum tentang persaudaraan dan kasih sayang. Penduduk Madinah
menerima para Muslim pengungsi tersebut dengan tangan terbuka. Bukan sekadar bantuan
pengisi perut, kasih sayang kaum Anshar mencakup hingga kemampuan untuk berdaya kembali.
Para pendatang diizinkan untuk mengolah lahan sebagaimana penduduk lainnya. Perdamaian
pun terjalin dengan penduduk Madinah yang berlainan agama.

Peristiwa hijrah itu juga dikenal sebagai momen persaudaraan yang hakiki. Perbedaan agama
bukanlah penghalang untuk persatuan bahkan kemajuan. Sebab dalam 11 tahun, Madinah yang
jamak suku dan agama itu menjadi kota yang maju, makmur, dan bermartabat.

Lalu dimanakah bangsa ini jika berkaca pada momen itu? Indonesia memang belum jadi
Madinah yang menyambut perbedaan. Namun, kita juga harus percaya bahwa Indonesia
bukanlah Mekah yang saat itu penuh kebencian dan fitnah.

Seruan-seruan kebhinekaan dan persatuan yang belakangan ini kembali hidup sesungguhnya
telah membawa kita pada hijrah. Sayangnya, ujaran kebencian dan fitnah yang begitu getol
disuarakan kelompok tertentu membawa kelimbungan pada sebagian masyarakat.

Sebentar-sebentar isu SARA hingga komunisme mudah membangkitkan emosi. Jari-jari tangan
pun masih dengan gampangnya membagikan artikel-artikel hoax picisan. Lebih menyedihkan
lagi karena kita ibarat buta walau jalan hijrah itu telah begitu benderang. Segala pengungkapan
bisnis kebohongan dan kampanye hitam tetap tidak dijadikan petunjuk akan pihak-pihak yang
menginginkan perpecahan. Pihak-pihak yang menggunakan cara kotor demi keuntungan dan
kekuasaan.

Sungguh merugi jika langkah hijrah kita menjadi surut. Sekali melangkah mundur sesungguhnya
makin jauh kita dari merengkuh kemajuan dan kemakmuran. Kita pun lama kelamaan harus
hidup dalam keburukan itu.

Bangun Karakter Butuh Keteladanan


Sabtu, 9 September 2017 05:01 WIB

PENDIDIKAN memang fondasi untuk kemajuan bangsa.

Sintesisnya bukan terlihat pada prestasi gemilang per orang, melainkan ketika generasi tumbuh
menjadi masyarakat yang mampu mengatasi dinamika zaman dan segala tantangannya.

Ketika fondasi itu rapuh, hasilnya bukan semata angkatan kerja yang tidak bisa bersaing ataupun
anak muda yang minim inovasi.

Dampaknya juga ada pada masyarakat yang tidak dewasa.

Masyarakat yang mengedepankan emosi ketimbang logika sehingga energi bangsa ini habis
hanya untuk bertengkar sendiri.

Dalam perspektif itulah pantas dikatakan bahwa sistem pendidikan di negeri ini belum
sepenuhnya menjadi fondasi yang kuat.

Sekalipun sistem pendidikan itu telah mempersembahkan prestasi dunia yang tidak sedikit,
sesungguhnya ia belum kuat berurat akar pada nilai-nilai kebangsaan.

Sistem pendidikan belum mampu membuat masyarakat tetap bergandengan tangan meski dihasut
berbagai isu.

Bukan saja di kalangan siswa pendidikan lanjut, murid sekolah dasar pun sudah terjangkiti
kebencian pada perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan.

Di tengah situasi yang kurang kondusif itulah, kehadiran Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun
2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter adalah sebuah kebutuhan.

Perpres yang diteken Presiden pada 6 September itu berperan jauh dari sekadar mengakhiri
polemik jumlah hari sekolah dalam sepekan.

Perpres itu ibarat peta jalan untuk membenahi sistem pendidikan secara menyeluruh. Disebut
peta jalan karena penguatan pendidikan karakter dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai
Pancasila, terutama nilai-nilai religius, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, cinta tanah air, cinta damai, peduli sosial, dan bertanggung jawab.

Formula yang ditawarkan untuk membangun karakter bangsa bukan jauh di awang-awang
ataupun mengimpor nilai asing, melainkan kembali pada karakter luhur yang berakar pada
Pancasila.

Ada lima nilai yang diusung, yaitu nasionalisme (kebangsaan), integritas, kemandirian, gotong
royong, dan religius.

Karakter itu bukan hanya dibangun lewat proses belajar formal di dalam kelas, melainkan juga
lewat kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.

Dengan begitu peserta didik tidak hanya menjadi orang-orang berotak moncer, tapi juga
berakhlakul karimah.

Itu berarti juga cinta tanah air, senantiasa mengedepankan tolong-menolong antarsesama, dan
menghormati dalam bingkai kebinekaan.

Hal ini patut diapresiasi karena pembuatan perpres itu melibatkan semua unsur masyarakat.

Perpres dirumuskan berdasarkan masukan dari pimpinan ormas Islam, baik NU,
Muhammadiyah, Al Irsyad, Al Washliyah, Persis, MUI, maupun ICMI.

Keberhasilan perpres hanya dapat terwujud jika seluruh pihak terkait, mulai menteri, gubernur,
bupati, hingga wali kota, tertib menyiapkan anggaran untuk penguatan pendidikan karakter, baik
di madrasah, sekolah, maupun di masyarakat.

Upaya penguatan pendidikan karakter tentu tak cukup hanya dengan menerbitkan peraturan yang
hanya indah di atas kertas.

Jauh lebih penting lagi ialah keteladanan para pemimpin formal dan informal, termasuk para
tenaga pengajar hingga orangtua siswa.

Pendidikan karakter sangat membutuhkan keteladanan nyata.

Siswa pasti bingung tatkala di sekolah diajarkan jujur, tapi di ruang publik berseliweran contoh
eksekutif, legislatif dan yudikatif maling uang rakyat.

Jangan biarkan siswa menemukan keteladanan seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

Anda mungkin juga menyukai