Anda di halaman 1dari 204

1.

1 Teorema-teorema Nilai Mutlak


a. Nilai mutlak suatu bilangan real x dinyatakan oleh IxI,
didefinisikan sebagai:

x   x ;xjika x 0
; jika x  0

Misalnya :
I7I = 7; I4I = 4; I0I = 0; I 2 – 5 I = I-5I = 5

x selalu positif atau nol , atau ditulis x ≥0

x mendefinisikan suatu jarak antara x dengan titik asal

O( 0,0)
Q ( x2,0) 0 P ( x1,0) -2 -1 0 1 2 3 4 5

OA = 2 = 2 ; OB = 4 =4
Ix2I Ix1I

xa adalah jarak antara x dan a

b. Teorema Nilai Mutlak


(1.) Untuk setiap bilangan real x berlaku :

(a.) x ≥0 (b.)

 x 0 x
(b.) x = x
(2.) Untuk setiap bilangan real x dan y berlaku :
(d.)

(a.) x a -a < x < a x2 = a2

(b.) x a x ≤ -a atau x ≥ a x2 ≥ a2

Persamaan dan Pertidaksamaan 1


(3.) Misalkan a , maka :

(a.) x a -a < x < a x2 = a2

(b.) x a x ≤ -a atau x ≥ a x2 ≥ a2

(4.) Misalkan diberikan δ > 0, maka :

(a.) x <δ -δ < x < δ

(b.) xa <δ a–δ<x<a+δ

xa <δ memberikan arti bahwa selisih antara


x dan a kurang dari δ

2 Persamaan dan Pertidaksamaan


(5.) Mengkuadratkan bentuknya, dengan rumus :

x a x  a2 x2  a2
2
(a).

x a x  a2
2
(b). x2  a2

(6.) Menuliskan bentuknya tanpa nilai mutlak dengan rumus :

(a).
x  a   ax  ax ,, jika x a
jika x  a

 ax  b , jika x  ba
(b).
ax  b   b
 ( ax  b ), jika x  a

Contoh 1
Hitunglah x  1  x dengan membongkar tanda mutlaknya !
Penyelesaian :

Ingat x  a   x a , xa
 x a  xa

x 1   x 1, x 1
 ( x 1), x 1

maka x 1  x   x 1 x 1, x 1


 x 1 x 2 x 1, x 1

Contoh 2
Hitunglah x  2 x dengan membongkar tanda mutlaknya !

Penyelesaian :

Persamaan dan Pertidaksamaan 3


di bagian luar
x   
Uraikan / bongkar dulu tanda mutlak
x , x  0 di bagian dalam, baru kemudian
x , x 0 maka

x2 x   x  2 x , x 0
x  2 x , x 0


 x , x 0
3 x , x 0

karena  x   x ,xx, x 0 0
3x , x  0 dan x  0 (1)
 x , x  0 dan x  0 (2)

dan 3x  
3x , x  0 dan x  0 (3)
3x , x  0 dan x  0 (4)
Contoh 3
l 2x – 3l < 4
Penyelesaian :
l 2x – 3l < 4  -4 < 2x – 3 < 4
 -4 + 3 < 2x < 4+3
 -1 < 2x < 7
 -1/2 < x < 7/2
HP = { x / -1/2 < x < 7/2 } = (-1/2, 7/2)
Contoh 4
l 5x + 1l ≥ 9
Penyelesaian :
l 5x + 1l ≥ 9  5x + 1 ≤ -9 atau 5x + 1 ≥ 9
 5x ≤ -10 atau 5x ≥ 8
 x ≤ -2 atau x ≥ 8/5

HP = { x / x ≤ -2 atau x≥ 8/5 }
= (-∞ ,-2 ] U [ 8/5, ∞)

4 Persamaan dan Pertidaksamaan


Contoh 5
l 3x + 1l < 2 lx – 6l
Penyelesaian :

l 3x + 1l < 2 lx – 6l  l 3x + 1l < l2x – 12l


 (3x + 1)2 < (2x – 12)2
 9x2 + 6x + 1 < 4x2 – 48x + 144
 5x2 + 54x – 143 < 0
 (5x - 11) (x + 13) < 0

Pembuat nol kiri x = 2 1/5 dan x = -13

-13 2 1/5

HP = { x l -13 < x < 2 }

Contoh 6 : x l xl – x ≤ 6
Menurut definisi nilai mutlak lxl :
Ada dua kemungkinan yaitu untuk x < 0 atau x ≥ 0
Penyelesaian :

l x l = -x lxl=x

X < 0 dan X > 0 dan

X (-x) –x ≤ 6 X (x) –x ≤ -6

-x2 –x ≤ 6 x2 –x -6 ≤ 0

X2 + x +6 ≥ 0 (x+2) (x-3) ≤ 0

Selalu (+) untuk x € R

HP1 = (x > 0 dan x € R) = (-∞,0) HP2= [0, ∞) n [-2,3] = [0,3]

HP = HP1 U HP2 = (-∞,0) U [0,3] = (-∞,3]

Persamaan dan Pertidaksamaan 5


1.2 Pertidaksamaan yang Mengandung Nilai Mutlak
Proses penyelesaian pertaksamaan yang membuat nilai mutlak adalah
mengubah bentuk persamaan yang diketahui sehingga tidak memuat nilai
mutlak lagi, kemudian, selesaikan pertaksamaan yang muncul pada setiap
kasus. Untuk itu kita dapat menggunakan sifat nilai mutlak berikut.
Jika a  0, maka x  a  a  x  x  x2  a 2 .
Jika a  0, maka x  a  x  a atau x  a  x 2  a 2
 x  a, bila x  a
xa  
a  x, bila x  a

Catatan
Berdasarkan sifat pertama dan kedua, kita dapat mengkuadratkan bentuk
pertaksamaan dengan nilai mutlak bila syaratnya telah dipenuhi. Untuk
pertaksamaan yang memuat lebih dari satu bentuk nilai mutlak, sifat ketiga
digunakan pada garis bilangan.

Contoh 1
Tentukan himpunan jawab pertaksamaan 3x  2  1 .
Penyelesaian
3x  2  1
3x  2  1 atau 3x  2  1
3x  1 atau 3x  3
1
x  atau x  1
3
 1

Himpunan Jawab =  ,   1,   .
 3 

6 Persamaan dan Pertidaksamaan


Contoh 2
Tentukan himpuinan jawab pertaksamaan 2x  3  x  2
Penyelesaian :
2x  3  x  2
 2 x  3   x  2
2 2

4 x 2  12 x  9  x 2  4 x  4
3x 2  16 x  5  0
3x  1 x  5  0
1
5  x  
3
 1
Himpunan jawab =  5,   .
3  
Contoh 3
Tentukan himpunan jawab pertaksamaan x  2  x
2 2

Penyelesaian :
x2  2  x2

x  2  x4
2 2

x4  4 x2  4  x4
4 x2  4  0
x2 1  0
 x 1 x  1  0
1  x  1
Himpunan jawab =  1,1

Contoh berikut memperlihatkan penyelesaian pertaksamaan nilai mutlak dengan


memanfaatkan garis bilangan.

Persamaan dan Pertidaksamaan 7


Contoh 4
Tentukan himpunan jawab pertaksamaan 2 x  x 1  2.
Penyelesaian :
Tuliskan pertaksamaannya tanpa bentuk mutlak dengan menggunakan sifat
 x, bila x  0  x  1, bila x  1
x  dan x  1  
 x, bila x  0 1  x, bila x  1
Proses penyelesaian pada garis bilangan adalah sebagai berikut
x0 0  x 1 x 1
x  x x x x x
x 1  1  x x 1  1  x x 1  1  x
Gantikan ke pertak- Gantikan ke pertak- Gantikan ke pertak-
samaannya samaannya samaannya
2x  1  x  2 2x  1  x  2 2x  x 1  2
3x 1  2 x 1  2 3x  1  2
x
1 x 1 3x  3
3
Himpunan Jawab= Himpunan jawab= Himpunan jawab =

 , 0     ,     , 0  .
1 1 0.1   ,1  0,1. 1,  ,1  1.
 3   3 

Perhatikan cara mencari himpunan jawab disetiap selang bagiannya, hasil


perhitungan pada penyelesaian pertaksamaan harus selalu diiriskan dengan
tempat berlakunya pertaksamaan tersebut. Disini himpunan jawab pertama
harus diiriskan dengan selang  , 0  , himpunan jawab kedua dengan 0,1 , dan
himpunan jawab ketiga dengan selang 1,  .
Karena proses penyelesaian pertaksamaan ini terbagi atas tiga kasus yang
selang pemecahannya saling terasing, maka himpunan jawab pertaksamaanya
adalah gabungan dari ketiga himpunan jawab di atas.
Himpunan jawab =   1 , 0    0,1  1    1 ,1 .
 3 
  3 

Catatan
Proses penyelesaian soal ini terbagi atas tiga kasus, diagram di atas
bermanfaat untuk melihat setiap kasus yang muncul secara keseluruhan.

8 Persamaan dan Pertidaksamaan


Pada Contoh berikut kita akan menyelesaikan pertaksamaan yang
berbentuk pecahan linear yang memuat nilai mutlak. Prosesnya lebih cepat
dengan cara mengkuadratkan kedua ruasnya, kemudian menggunakan sifat-
sifat aljabar elementer. Contoh lainnya adalah tentang cara mencari batas
sebuah bentuk pecahan dengan penyebut definit positif jika rentang nilai
peubah x diketahui.

Contoh 5
tentukan himpunan jawab pertaksamaan x x2
 .
x 1 x 1
Penyelesaian :
Penyelesaian masalah ini dikerjakan dengan mengkuadratkan kedua ruasnya,
membuat ruas kannya nol, dan menggunakan rumus
a 2  b2  (a  b)(a  b).
x x2

x 1 x 1
 x   x2
2 2

   
 x 1   x 1 
 x x  2  x x2
    0
 x  1 x  1  x  1 x  1 
 x 2  x  x 2  3x  2   x 2  x  x 2  3x  2 
     0
  x  1 x  1    x  1 x  1 
 1
8  x 2  x  1  x  
 2 .
0
 x  1  x  1
2 2

Karena faktor x 2  x  1 definit positif, maka bentuk ini setara dengan


1
x
2 0
 x  1  x  1
2 2

Tentukan himpunan jawab pertaksamaan ini dengan bantuan garis bilangan.

------ -------- ------------------------------- ++++++++ +++++++++++++

-1 1/2 1

Himpunan jawab =  ,1   1, 1  .


 
 2
Contoh 6

Persamaan dan Pertidaksamaan 9


x  2, x2  2 x  3 5
Jika buktikan  .
x2  2 x  4 3

Penyelesaian :
Karena penyebut bentuk pecahannya definit positif dengan
1 1
x 2  2 x  4   x  1  3  3, Maka  .
2

x2  2 x  4 3
Ini mengakibatkan
x2  2 x  3 1 1
 2 x2  2 x  3  x2  2 x  3 .
x  2x  4 x  2x  4
2
3
Untuk x  2, kita akan menentukan batas dari x 2  2 x  3 . Untuk ini,
tulislah
x2  2 x  3  ( x  1)2  4,
Kemudian gunakan sifat nilai mutlak dan pertaksamaan, mka diperoleh hasil
berikut.
x 2
2  x  2
3  x 1  1
0   x  1  9
2

4   x  1  4  5
2

5  4  x 2  2 x  3  5
x 2  2 x  3  5.
Dengan menggunakan hasil ini diperoleh
x2  2 x  3 1 2 1 5
 x  2 x  3  .5  ,
x  2x  4 3
2
3 3
Sehingga terbuktilah yang diinginkan.

Rangkuman

10 Persamaan dan Pertidaksamaan


1. Cara menyelesaikan persamaan kuadrat adalah dengan cara pemfaktoran
dan cara rumus abc.
2. Rumus untuk menyelesaikan persamaan kuadrat adalah
b  D
x12  , dimana : D  b 2  4ac
2a
3. Ada 3 kemungkinan nilai D (Diskriminan), jika D>0, ada 2 nilai x yang
nyata, jika D=0,hanya ada satu nilai x yang nyata, dan jika D<0 tidak ada
nilai x yang nyata.

4. Definisi nilai mutlak : x  x ; jika x 0


 x ; jika x 0 atau

xa   x  a , jika x  a
a  x , jika x  a

5. xa adalah jarak antara x dan a.


6. Pertidaksamaan dalam nilai mutlak dapat diselesaikan dengan membuka
tanda mutlaknya dan mengkuadratkan masing-masing ruas dengan kondisi
tertentu.

Persamaan dan Pertidaksamaan 11


2 SISTEM KORDINAT KARTESIUS

Overview

Bab ini menjelaskan konsep dasar persamaan garis linier yang berbasiskan
sistem koordinat kartesius. Hal-hal terkait dengan bab ini adalah panjang
garis lurus, persamaan garis lurus, kaitan antar dua garis, gradien suatu garis,
gradien dua garis yang saling tegak lurus, dan jarak titik ke garis.

Tujuan

1. Mahasiswa memahami sistem koordinat berbasis kartesius.


2. Mahasiswa memahami dan mampu menghitung panjang ruas garis
lurus antara dua titik di luar kepala.
3. Mahasiswa memahami persamaan dasar garis lurus dan menghitung
gradiennya.
4. Mahasiswa memahami beberapa kaidah persamaan garis lurus dan
mampu menggunakannya dalam menyelesaikan soal.
5. Mahasiswa memahami kaitan antar dua garis.
6. Mahasiswa mampu memahami dan menghitung gradien dua garis
yang saling tegak lurus.
7. Mahasiswa memahami dan mampu menghitung jarak titik ke suatu
garis lurus.

12 Sistem Koordinat
Definisi Koordinat Kartesius

b P(a,b)

0 a

Gambar 2.1 Koordinat Kartesius


Sistem koordinat Kartesius terdiri dari dua sumbu, garis horizontal
(sumbu x) dan garis vertikal (sumbu y) berpotongan tegak lurus di titik O
(titik asal). Kedua sumbu ini membagi bidang datar atas 4 bagian, yang
dinamakan kuadran 1 sampai dengan kuadran 4, seperti halnya dengan
himpunan bilangan real dengan garis, disini terdapat korespondensi satu-satu
diantara setiap titik di bidang dengan pasangan terurut 2 bilangan real. Jika
garis vertikal dan horizontal yang melalui titik sebarang P memotong sumbu x
di a dan sumbu y di b, maka koordinat titik P adalah (a, b), dan sebaliknya.
Perhatikan Gambar 2.1 yang memperlihatkan situasinya. Dalam hal ini a dan b
berturut-turut dinamakan absis (koordinat x) dan ordinat (koordinat y) dari
R 2 , atau R  R, yang
titik P. Sistem koordinat kartesis seringkali ditulis
menyatakan himpunan semua pasangan terurut (x,y), x dan y  R . Jadi kita
mempunyai R  R  R, yang menyatakan himpunan semua pasangan
2

terurut (x,y) dan y R . Jadi kita mempunyai


R  R  R   x, y  : x, y  R.
2

Kuadran yang memuat semua garis batasnya (sebagian dari sumbu x


dan sumbu y) dinamakan kuadran tertutup, dan yang sama sekali tidak
memuat garis batasnya dinamakan kuadran terbuka. Pemberian nama ini
sejalan dengan konsep selang tertutup dan selang terbuka pada garis bilangan
real.

Kuadran 1 mempunyai 4 kemungkinan , yaitu

Sistem Koordinat 13
 x, y  : x  0 dan y  0, kuadran tertutup,
 x, y  : x  0 dan y>0 , kuadran terbuka,
 x, y  : x  0 dan y>0 , dan
 x, y  : x  0 dan y  0.
Kedua himpunan terakhir tidak terbuka dan tidak tertutup.
Selanjutnya, bila hanya disebutkan kuadran 1 saja, kemungkinan yang terjadi
bergantung pada konteks pembicaraannya. Dalam hal ini boleh memuat garis
pembatasnya, yang bergantung pada permasalahan yang muncul dan akan
dibahas.

Tinjau ulang tentang garis lurus pada bidang datar

 Panjang ruas garis lurus dengan teorema phytagoras , panjang ruas


garis di titik P(x1,y1) ke titik Q(x2,y2) adalah

 x1  x2    y1  y2 
2 2
PQ= .
 Persamaan garis lurus Bentuk umum persamaan garis lurus
adalah
ax  by  c  0, a dan b tidak semuanya nol.

Beberapa hal khusus persamaan garis yang :

 Sejajar dengan sumbu x adalah y=p;


 Sejajar dengan sumbu y adalah x=q;
 Tidak sejajar dengan sumbu y adalah y=mx+n (fungsi linear);
 Melalui titik asal (0,0) adalah ax+by =0;
x y
 Melalui titik (p,0)dan (0,q) p dan q tidak nol adalah   1;
p q
 Melalui titik (x1, y1) dan mempunyai gradien m adalah y-y1=m(x-x1);
y  y1 x  x1
 Melalui titik (x1,y1) dan (x2,y2)adalah  .
y2  y1 x2  x1

Kaitan antar dua garis

14 Sistem Koordinat
Garis g: ax + by + c =0 dan h: px+qy+r=0 dikatakan :
a b c
 Sejajar (ditulis g // h) jika  
p q r
a b c
 Berimpit (ditulis g  h), jika  
p q r
a b
 Berpotongan, jika  dan berpotongan tegak lurus jika
p q
ap  bq  0, b, q  0

Gradien suatu garis

Pada persamaan garis g : y=mx+n, besaran m dinamakan gradient suatu garis


g. Arti geometri dari gradient suatu garis tersebut dengan sumbu x positif .
Perhatikan situasinya pada Gambar 2.2

g : y =mx+n

θ
x
0

m= tanӨ,Ө=sudut garis g dengan sb-x positif

Gambar 2.2 Persamaan Linier

Sistem Koordinat 15
Gradien dua garis yang saling tegak lurus

Garis g : y= mx+n dan h : y=px+q saling tegak lurus  mp  1. Jadi dua
garis saling tegak lurus jika dan hanya jika perkalian gradiennya sama dengan -
1.

Bukti : tanpa mengurangi keumuman pembuktian, andaikan garis g dan h


melaui titik asal (0,0). Pada gambar 2.3, pilihlah titik P(x 1,y1) pada garis g dan
titik Q(x2,y2) pada garis h, dengan x1 dan x2 keduanya tidak nol.
y

g
h

P(X1,Y1)

Q(X2,Y2)

Gambar 2.3 Jarak antar 2 titik

Dengan rumus jarak dua titik bidang dapat diperoleh


OP 2  x12  y12 , OQ  x2 2  y2 2 , dan
PQ 2  ( x1  x2 ) 2   y1  y2  .
2

Kemudian, dengan rumus Phytagoras dan kebalikannya, serta penyederhanaan


bentuk diperoleh
g  h  2( x x2  y1 y2 )  0
y y
 1 2  1  mg .mh  1,
x1 x2
y1 y
Karena mg  dan mh  2 , dengan demikian terbuktilah apa yang
x1 x2
diinginkan.

16 Sistem Koordinat
Jarak titik ke garis

Jarak titik P(x0, y0) ke garis g:

ax0  by0  c
d ( P, g ) 
a 2  b2
Pada gambar di bawah ini, jarak titik P ke garis g adalah ruas garis PQ.
y

P(x0,y0)

g : ax+by+c=0

d(P,g)
Q

x
0

Gambar 2.4 Jarak titik terhadap garis

Terdapat banyak cara untuk membuktikan jarak titik ke garis, yang paling
sederhana dengan cara geometri. Buatlah garis sejajar sumbu y dan melalui P
sehingga memotong garis g di R. Buatlah garis sejajar sumbu y dan melaui P
sehingga memotong garis g di S. Tentukan koordinat R dan S serta panjang
ruas garis PR, PS, dan RS. Dengan rumus geometri :
PR.PS
d  P, g   PQ  .
RS

Sistem Koordinat 17
Contoh 1 :
Hitunglah gradien dari persamaan linier berikut:
3y  2x  4  0
Penyelesaian :
Buatlah komponen y sendirian di ruas kiri, yang lainnya di ruas kanan
3y  2x  4  0
3 y  2 x  1
3 4 3
y  x Sehingga gradiennya 
2 3 2
y  mx  c

Contoh 2 :
Dari gambar berikut tentukan gradiennya :

0 2 x

Penyelesaian :
y2  y1
Gunakan rumus : m 
x2  x1
Perhatikan dan lengkapi grafiknya :

18 Sistem Koordinat
y

(0,3)

x1 y1 Maka :
0-3
m=
2-0
m = -3
2

(2,0)

x2 y2

Contoh 3 :
Buatlah grafik dari persamaan berikut:
4 y  8x  2
Penyelesaian :
Buatlah 2 titik yang melewati persamaan linier tersebut :
1.Titik pertama
x0
maka :
4. y  8.0  2
4y  2
2 1
y 
4 2
1
(0, )
2
2. Titik Kedua

Sistem Koordinat 19
y0
maka :
4.0  8.x  2 Hubungan kedua titik tersebut :
2 1
x 
8 4
1
( , 0)
4

1/2

1/4
x

Contoh 4 :
Buatlah persamaan linier dari persamaan berikut:

2
x
(2,0)
-1 (0,-1) x2 y2

x1 y1

20 Sistem Koordinat
Penyelesaian :
y2  y1 1
m y  (1)  ( x  0)
x2  x1 2
0  (1) 1
m y2 x
20 2
1 1
m y  x2
2 2
Contoh 5 :
Hitunglah gradien persamaan garis yang tegak lurus dengan persamaan
berikut:
2 y  2x  4
Penyelesaian :
1.Hitunglah gradien persamaan garisnya
1
2.Gunakan rumus m2 
m1
2 y  2x  4
2 y  2 x  4
y  x  2
y  m1 x  c
m1  1
1 1
m2    1
m 1 1
Maka gradien persamaan garis yang tegak lurus dengan persamaan diatas
adalah 1
Contoh 6:
Hitunglah persamaan garis yang sejajar dengan persamaan garis
3 y  4 x  1  0 dan melewati titik (2,3)!
Penyelesaian :
1.Hitung gradient garis yang ada
2.Dengan tersebut gunakan rumus y  y1  m( x  x1 )
Ingat : jika m1 sejajar dengan m2 ,maka m1  m2

Sistem Koordinat 21
3 y  4x 1  0
3y  4x 1
4 1
y  x
3 3
4
m1 
3
4
Karena sejajar m2  m1  , maka :
3
y  y1  m2 ( x  x1 )
4
y  3  ( x  2)
3
4
y  ( x  2)
3
4 8
y  x 3
3 3
4 8  9
y  x
3 3
4 1
y  x
3 3
( x1 , y1 )  (2,3)

Contoh 7 :
Hitunglah persamaan garis yang tegak lurus dengan persamaan garis
7 y  3x  2  0 dan melewati titik (0, 6) !
Penyelesaian :
1.Hitung gradient garis yang ada
2.Hitung gradient garis yang tegak lurus dengan gradien dari (1) dengan rumus
1
m2   (sejajar)
m1
3. Gunakan rumus : y  y1  m( x  x1 ) (0,6)  ( x1 , y1 )

22 Sistem Koordinat
Contoh 8
y
Dari grafik disamping, tentukanlah persamaan
4 garis yang tegak lurus dengan garis tersebut
dan melewati titik asal .

3
x

Penyelesaian :
ingat : titik asal adalah titik (0,0)
1. Hitung gradien garis tersebut.
2. Hitung gradien yang tegak lurus dengan gradien dari (1)
3. Hitung persamaan menggunakan y – y 1 = m2 (x – x1)

4 ( 0,4 ) y2  y1 0  4 4
m1   
x2  x1 3  0 3
x1 y1
1 1 3
m2   
3 4 4
3
y  y1  m2 ( x  x1 )
3
y  4  ( x  0)
4
3 3
y  x4
4

( 3,0 )

X1 Y1

Sistem Koordinat 23
Contoh 9
Hitunglah titik potong antara 2 garis berikut :
4y – 2x = 3 dan 3y – 2x = 6
Penyelesaian :
gunakan subtitusi atau eliminasi
Cara 1 : subtitusi
4y – 2x = 3
-2x = 3 – 4y ..........................(1)
3y -2x -6 Ganti -2x dengan persaman (1)
3y +3-4y = 6
-y +3 = 6
-y = 6-3 = 3
Y = -3 , maka
-2x = 3-4y = 3- 4 (-3) = 3 + 12 = 15
15
X= -7,5
2
Sehingga tiik potong nya adalah (-7,5 , -3)

Cara 2 : Eliminasi

4y – 2x = 3
3y – 2x = 6
____________ -

y+ 0 = -3
y= -3
4y – 2x = 3 2x = 4y – 3
=-4.3 – 3
2x = -15
x= -7,5
sehingga (-7,5 , -3 )

Contoh 10
Hitunglah jarak antara 2 titik berikut (-2,5) dengan (-1,-3)
Penyelesaian :
Gunakan rumus d = ( X 2  X1 )2  (Y2  Y1 )2

(-2, 5 ) (-1, -3)

24 Sistem Koordinat
X1 Y1 X2 Y2

d  (1  (2) 2  (3  5) 2


 1  65
 65
Contoh 11
Hitunglah jarak antara titik (7,-1) dengan titik (-2, 5)

Penyelesaian :
Seperti Contoh sebelumnya
(7,-1) (-2, 5)

X1 Y1 X2 Y2

d  (2  7) 2  (5  (1) 2
 81  36
 117
Contoh 12
Hitunglah jarak antara titik (!,2) dengan garis y = 2x + 3

Penyelesaian :

aX 0  bY0  c
Gunakan rumus d(P,q)=
a 2  b2
dimana P (X0, Y0) dan q adalah garis ax + by + c = 0

1. Ubah bentuk y = 2x+3 menjadi ax+by+c=0

y= 2x+3

Sistem Koordinat 25
-2x + y -3 = 0 maka a =-2
b= 1
c= -3

ax + by + c = 0
2.Gunakan rumus jarak titik terhadap garis.

aX 0  bY0  c
d(P,q)=
a 2  b2
 2.1  1.2  3
=
(2) 2  12
3
=
5
3
= 5
5
Contoh 13
Diketahui titik A (-1,2) dan titik B (2,3). Tentukan persamaan garis g yang
tegak lurus dengan garis AB dan melalui titik A !

Penyelesaian :
1. Hitung dulu gradient garis AB.
2. Tentukan gradien yang tegak lurus dengan gradien garis AB.
3. Buat persamaan garis yang melalui A (-1,2)

1.A (-1 , 2) B (2 , 3)

X1 Y1 X2 Y2

y2  y1 3 2 1
m1   
x2  x1 2  (1) 3

26 Sistem Koordinat
1 1
2. m2    3
m1 1
3
y  y1  m2 ( x  x1 )
3. y  2  3( x  (1))  3x  3
y  3x  1

Contoh 14
Diketahui titik A(-1,2), B(3,2) dan C(-2,3). Tentukan persamaan garis g yang
sejajar dengan garis AC dan melalui titik tengah AB.

Penyelesaian :
1. Hitunglah gradien garis AC
2. Hitunglah koordinat titik tengah AB
3. Buatlah persamaan garis dengan gradien dari (1) dan
melewati titik tengah AB dari (2).

1. A (-1, 2) C (-2 , 3)

X1 Y1 X2 Y2

y2  y1 2  2 4
m   4
x2  x1 2  (1) 1

2. A (-1,2) B (3,2)

1  3 22
x0  y0  2
2 2
x0  1

Sistem Koordinat 27
y  y0  m( x  x0 )
y  2  4( x  1)
3.
y  4x  4  2
y  4x  2

Contoh 15
Diketahui titik A(1,1), B(3,-1), dan C(2,2). Hitunglah luas segitoiga ABC!

Penyelesaian :
1. Sketsalah secara asal segitiga ABC
2. Anggap salah satu sebagai alas mislnya AB, berarti tinggal dicari tinggi
dengan menghitung jarak titik C ke garis AB
1
3. Hitung luas segitiga ( x alas x tinggi )
2
1.
C

A B

Garis AB :
A ( 1, 1) B ( 3 , -1)

X1 Y1 X2 Y2

y2  y1 1  1
m   1
x2  x1 3 1

28 Sistem Koordinat
y  y1  m( x  x1 )
y  1  1( x  1)
y  x  2
x y20
a  1, b  1, c  2

aX 0  bY0  c
2. d
a 2  b2
C (2 , 2 )

X0 Y0
1.2  1.2  2 2 1
d   2
22  22 8 2

1 1 1
3. Luas segitiga = AB . d  (3  1) 2  (1  1) 2 2
2 2 2
Luas segitiga =
1
4  4 4 = 1 satuan
4
Carilah dengan menganggap BC sebagai alas.

Contoh 16
Diketahui persamaan kuadrat y = 2x2 -2x -4. Hitunglah Diskriminannya!
Apakah persamaan tersebut berpotongan / bersinggungan / sama sekali tidak
bersinggungan atau berpotongan sumbu x?

Penyelesaian :
Ingat : Diskriminan : D =b2-4ac dari y = ax2 + bx +c
a. Jika D > 0 maka ada 2 titik potong antara sb.x dengan garis y = ax 2 + bx
+c dan diperoleh 2 solusi unuk x.
b. Jika D=0 maka garis y= ax2 + bx +c bersinggungan engan sumbu x dan
diperoleh satu solusi untuk x.

Sistem Koordinat 29
c. Jika D < 0 , maka garis y= ax2 + bx +c sama sekali tidak
berpotongan/bersinggungan dengan sumbu x dan solusi untuk x bukan
bilangan nyata.
Y= 2x2 -2x -4

a b c
D = (-2)2 -4.2 (-2)
= 4 + 32
D = 36
D> 0

Maka persamaan y = 2x2 -2x -4 berpotongan dengan sumbu x menghasilkan 2


solusi x bilangan nyata

Contoh 17
Diketahui persamaan kuadrat y=-3x2-2x+1. HItunglah koordinat titik kritis
dari persamaan tersebut.

Penyelesaian :
a = -3, maka a < 0 sehingga titik kritisnya adalah titik
y  3 x 2  2 x  1  0
3 x 2  3 x  x  1  0
max 3 x( x  1)  ( x  1)  0
(3 x  1)( x  1)  0
1
x1  , x2  1
3
1 2
1
x1  x2 3 1
x    3 
2 2 2 3

30 Sistem Koordinat
1 1
y  3( )  2( )  1
3 3
1 2
 3.   1
9 3
1 2
   1
3 3
1  2  3 4
 
3 3
1 4
Sehingga Koordinat titik puncak /max adalah ( , )
3 3
Contoh 18
Diketahui persamaan kuadrat y=-4x+4x+3. Sketsalah persamaan
parabola tersebut !

Penyelesaian :

1. HItunglah D, tentukanlah apakah persamaan tersebut berpotongan /


bersinggungan atau tidak sama sekali terhadap sumbu x ?

y = -4x2+4x+3 D = b2-4ac
= 42 – 4(-4)3
= 16 + 48
a b c
= 64 > 0
maka persamaan tersebut berpotongan dengan sumbu x dan karena a
< 0, maka titik kritisnya adalah titik puncak.

Sistem Koordinat 31
2. HItunglah akar-akar persamaan kuadrat tersebut atau hitung x
pembuat y = 0

y  4 x 2  4 x  3  0
4 x 2  6 x  2 x  3  0
2 x(2 x  3)  (2 x  3)  0
(2 x  1)(2 x  3)  0
1 3
x1  , x2 
2 2
maka diperoleh dua titik yang dilalui persamaan garis tersebut yaitu
1 3
5 ( , 0) dan ( , 0)
2 2
3. Hitunglah titik puncak / max persamaan parabola tersebut

1 3

x1  x2 1
x   2 2
2 2 2
1 1 4
y  4( ) 2  4.  3  23 4
2 2 4
1
maka titik puncaknya adalah ( , 4)
2

4. Hitunglah titik di sumbu y yang dilewati oleh persamaan tersebut,


atau hitung y saat x = 0

y = -4(0)2+4.0+3 = 3
maka koordinat (0,3) juga dilalui persamaan garis tersebut. Sehingga
dari 4 modal diatas dapat langsung kita sketsa grafiknya berikut ini :

32 Sistem Koordinat
4

1 0 1 1 3
2 2 2

Contoh 19
Diketahui persamaan kuadrat y = 3x2-2x-5. Sketsalah persamaan
parabola tersebut !

Penyelesaian :

1. HItunglah D, tentukan apakah persamaan tersebut berpotongan /


bersinggungan atau tidak sama sekali terhadap sumbu x !
y = 3x2 – 2x – 5 D = b2-4ac
= (-2)2 – 4.3.(-5)
= 4 + 60
a b c = 64 > 0
maka persamaan tersebut dengan sumbu x dan karena a > 0, maka
titik kritisnya adalah titik minimum.

Sistem Koordinat 33
2. Hitunglah akar-akar x pembuat y = 0

y = 3x2 – 2x – 5 = 0
= 3x2 – 5x + 3x – 5 = 0
= x(3x - 5) + (3x - 5) = 0
= (x + 1)(3x - 5) = 0
x1 = -1 x2 =
maka persamaan kuadrat tersebut berpotongan dengan titik (-1,0) dan ( ,0)

3. Hitunglah titik minimum persamaan kuadrat tersebut

5 2
1 
x1  x2 3  3 1
xt  
2 2 2 3
1 1
yt  3( ) 2  2( )  5
3 3
3 2 1 15
  5   
9 3 3 3
16

3
1 16
maka titik minimalnya adalah ( ,  )
3 3

4. Hitunglah titik potong grafik dengan sumbu y dimana x = 0

y = 3(0)2 - 2.0 - 5 = -5

maka titik potong dengan sumbu y adalah (0,-5)


dengan demikian grafiknya dapat digambarkan berikut

34 Sistem Koordinat
x
1 1 1
3
2
3
4
5

y

Contoh 20
Diketahui persamaan kuadrat y = x2 - x – 2 dan persamaan linier y = -x – 1
Apakah kedua garis ini berpotongan? Jika iya, tentukan titik potong kedua
garis tersebut !
Penyelesaian
1. Subtitusikan y dari persamaan linier ke persamaan kuadrat sehingga akan
membentuk pesamaan kuadrat baru dengan variabel x.
2. Dari persamaan kuadrat baru tersebut tentukanlah D, jika D > 0 , 2 garis
tersebut berpotongan. Jika D = 0 , 2 garis tersebut bersinggungan. Jika D
< 0, 2 garis tersebut tidak bersinggungan dan tidak berpotongan.
3. Hitung akar-akar persamaan tersebut maka diperoleh x 1 dan x2 (jika
berpotongan)
4. Masukkan nilai x1 dan x2 ke dalam persamaan linier untuk menentukan
koordinatnya

Silakan dikerjakan sendiri  !

Sistem Koordinat 35
Rangkuman

1. Sistem koordinat Kartesius terdiri dari dua sumbu, garis horizontal


(sumbu x) dan garis vertikal (sumbu y) berpotongan tegak lurus di titik
O (titik asal)
2. Suatu titik (a,b), a disebut absis (koordinat x) dan b disebut ordinat
(koordinat y)
3. Panjang ruas garis lurus di titik P(x1,y1) ke titik Q(x2,y2) adalah

 x1  x2    y1  y2 
2 2
PQ= .
4. Bentuk umum persamaan garis lurus
adalah ax  by  c  0, a dan b tidak semuanya nol.
5. Jika gradien garis g adalah m dan gradien garis l adalah p, garis g dan l
tegak lurus jika mp=-1, garis g dan garis l sejajar jika m=p.
ax0  by0  c
6. Jarak titik P(x0, y0) ke garis g: d ( P, g ) 
a 2  b2

36 Sistem Koordinat
3 Vektor di Bidang dan di Ruang

Overview

Bab ini akan menjelaskan tentang vektor di bidang(R-2) dan di ruang(R-3).


Diawali dengan penjelasan tentang definisi skalar dan vektor, menyatakan
vektor, memberi nama vektor, menggambar vektor di bi bidang. Kemudian
akan dijelaskan tentang operasi-operasi yang dapat diberlakukan terhadap
vektor seperti menjumlahkan dua vektor, perkalian skalar dengan vektor,
mementukan panjang vektor, perkalian titik dan perkalian silang antara dua
vektor, sudut antara dua vektor. Terakhir akan dibahas cara menentukan luas
segitiga dengan vector apabila tiga titik sudutnya diketahui di R-3.

Tujuan

1. Memahami definisi skalar dan vektor


2. Memahami cara memberi nama dan menggambar vektor di bidang
3. Memahami cara menyatakan vektor dalam beberapa notasi
4. Mampu menentukan jumlah dan selisih dua vektor
5. Mampu menentukan perkalian titik dan perkalian silang.
6. Mampu menentukan sudut antara dua vektor
7. Mampu menghitung luas segitiga dengan vector apabila tiga titik sudutnya
diketahui di R-3.

Vektor 37
4.1. Pengertian skalar dan vektor

Banyak besaran yang kita jumpai dalam ilmu pengetahuan, seperti luas,
panjang, massa, temperatur, volume, muatan listrik, dan sebagainya dapat
dinyatakan oleh suatu bilangan. Besaran demikian dinamakan skalar. Ada
besaran lain, seperti kecepatan, gaya, dan pergeseran, untuk
menggambarkannya memerlukan tidak hanya bilangan, tetapi juga arah.
Besaran demikian dinamakan vektor.
Vektor–vektor dapat dinyatakan secara geometris sebagai ruas garis
berarah atau anak panah; arah panah menentukan arah vektor dan panjang
panah menyatakan besarnya, perhatikan gambar-1.

v b
w
a
c

A
(a) (b)

Gambar 4.1 (a) Vektor AB. (b) Vektor-vektor ekivalen

Ekor panah dinamakan titik awal (initial point ) dari vektor, dan ujung
panah dinamakan titik terminal ( terminal point ). Vektor umumnya
dinyatakan dengan huruf kecil tebal misalnya a, v, w, u, x. Vektor dapat
pula dinyatakan dengan huruf kecil tipis dengan tanda garis atau anak panah di
atas huruf tersebut seperti a , v , dan w . Satu cara lagi menyatakan vektor
adalah dengan menulis dua huruf besar berdampingan yang di atasnya diberi
garis atau anak panah seperti AB di mana A adalah titik awal vektor dan B
adalah titk ujung vektor. Untuk menyatakan skalar akan digunakan huruf kecil
tipis tanpa garis atau anak panah di atasnya seperti a, b, c, k, m, dan
sebagainya.
Jika seperti pada gambar 4.1a. titik awal vektor v adalah A dan titik
ujungnya adalah B, maka kita dapat menuliskan bahwa
v = AB .
Vektor-vektor yang mempunyai panjang dan arah yang sama, seperti vektor-
vektor pada gambar 4.1b, dinamakan ekivalen. Vektor-vektor yang ekivalen

38 Vektor
dianggap sama walaupun vektor-vektor tersebut diletakkan pada kedudukan
yang berbeda-beda. Jika v dan w ekivalen maka kita tuliskan

v=w

4.2. Operasi pada Vektor


Penjumlahan dua vektor
Definisi. Jika v dan w adalah sebarang dua vektor, maka jumlah v+w
adalah vektor yang ditentukan sebagai berikut. Tempatkan vektor w
sehingga titik awalnya berimpit dengan titik ujung v. Vektor v+w dinyatakan
oleh panah dari titik awal v terhadap titik ujung w(gbr 4.2a)

w w

v v+w w+v v
v
v+w

(a) (b)

Gambar 4.2

Dalam gambar 4.2b telah dibentuk dua jumlah, yakni v+w dan
w+v. Jelas bahwa
v+w = w+v

dan bahwa jumlah tersebut berimpit dengan diagonal jajaran genjang yang
ditentukan oleh v dan w bila vektor-vektor ini diatur lokasinya sehingga
vektor -vektor tersebut mempunyai titik awal yang sama.

Vektor yang panjangnya nol dinamakan vektor nol (zero vektor) dan
dinyatakan dengan o . Kita definisikan

o+v=v+o=v

untuk tiap vektor v. Jika v adalah sebarang vektor tak nol, maka -v adalah
negatif v, didefinisikan bagi vektor yang mempunyai besaran sama seperti v,
tetapi arahnya berlawanan dengan v (gambar 4.3). Vektor ini mempunyai sifat

Vektor 39
v + (- v) = 0

v
-v

Gambar 4.3

Pengurangan dua vektor


Definisi. Jika v dan w adalah sebarang dua vektor, pengurangan w dari v
didefinisikan oleh

v - w = v + ( - w)

(Gambar 4.4a)

v v v-w
v- w

-w w w
(b)
(a)
Gambar 4.4

Untuk mendapatkan selisih v–w tanpa menggambarkan -w, maka


tempatkanlah v dan w sedemikian sehingga titik awalnya berimpit; vektor dari
titik ujung w ke titik ujung v adalah vektor v- w (gambar 4.4b)

Definisi. Jika v adalah vektor tak nol dan k adalah bilangan real tak nol
(skalar), maka hasil kali kv didefinisikan sebagai vektor yang panjangnya |k|
kali panjang v dan arahnya sama dengan arah v jika k > 0 dan berlawanan
dengan arah v jika k < 0. Kita definisikan kv = o, jika k=0 atau v = o
40 Vektor
Gambar 4.5 melukiskan hubungan di antara vektor v dan vektor-vektor 2v,
(-1)v, (1½)v, dan (-3)v

(-3)v

2v
v (-1)v (1½)v

Gambar 4.5

Perhatikan bahwa vektor (-1)v mempunyai panjang yang sama dengan vektor
v tetapi arahnya berlawanan dengan vektor v.

4.3. Vektor di Bidang, Komponen vektor


Misalkan v adalah sebarang vektor pada bidang, dan anggaplah
seperti pada gambar 4.6, bahwa vektor v telah ditempatkan sehingga titik
awalnya berimpit dengan titik asal system koordinat kartesius. Koordinat-
koordinat (v1, v2) dari titk ujung v dinamakan komponen-komponen v, dan
kita tuliskan sebagai
v = (v1, v2)
Jika vektor-vektor ekivalen, v dan w, keduanya digambarkan
sedemikian sehingga kedua titik awalnya terletak di titik asal system
koordinat, maka jelas bahwa titik-titik ujung kedua vektor ini akan
y

(v1, v2)

v
x

berimpit (karena kedua vektor Gambar


ini mempunyai
4.6 panjang dan arah yang sama).
Jadi vektor-vektor tersebut mempunyai komponen-komponen yang sama.
Sebagai akibatnya adalah bahwa vektor dengan komponen yang sama harus
mempunyai panjang dan arah yang sama dan vektor-vektor tersebut adalah
ekivalen, sehingga kita dapat mengatakan bahwa dua vektor

v = (v1, v2) dan w = (w1, w2)

Vektor 41
ekivalen jika dan hanya jika

v1 = w1 dan v2 = w2

Operasi penambahan vektor dan operasi perkalian oleh skalar sangat


mudah dilakukan dalam bentuk komponen-komponen seperti yang
diperlihatkan pada gambar 4.7 di bawah ini. Jika

v = (v1, v2) dan w = (w1, w2)

maka
v + w = (v1 + w1, v2 + w2) (4.1 a)
y
(v1 + w1, v2 + w2)

( w1, w2 )

v+w
w

(v1, v2)
v x Gambar 4.7

Jadi, misalnya, jika v = ( 2, -3) dan w = ( 4, 7) maka

v + w = ( 2, -3) + ( 4, 7) = ( 6, 4)

42 Vektor
Jika v = (v1, v2) dan k adalah sebarang skalar, maka

kv = (k v1, k v2) (4.1 b)

y
( kv1, kv2)

kv

(v1, v2)

v
x

Gambar 4.8

Jadi, 5v = 5(2, -3) = (10, -15)

Merujuk pada rumus (4.1 a) dan (4.1 b) dan karena v – w = v + (-1)w


maka

v – w = (v1 - w1, v2 - w2)

misalnya untuk Contoh di atas,

v – w = (v1 - w1, v2 - w2) = ( 2, -3) + ( 4, 7) = ( -2, -10)

Vektor di ruang-3
Seperti halnya vektor-vektor pada bidang(ruang-2) dapat
digambarkan oleh pasangan dua bilangan real, maka vektor-vektor di ruang
dapat digambarkan oleh tripel bilangan real, dengan menggunakan sistem
koordinat siku-siku .

Vektor 43
z
z

P
y y
O O Y

X
x x
(a) (b)
Gambar 4.9

Setiap pasang sumbu koordinat membentuk bidang yang dinamakan bidang


koordinat (gambar 4.9a). Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang-xy,
bidang-xz, dan bidang-yz. Untuk setiap titik P di dalam ruang kita tetapkan
tripel bilangan (x, y, z) yang dinamakan koordinat-koordinat P
Koordinat-koordinat P didefinisikan sebagai panjang bertanda (gambar 4.9b)
x = OX y = OY z = OZ

z
3 R ( 0, 5, 3 )

P ( 2, 5, 3 )
S ( 2, 0, 3 )
y
O 5

Q ( 2, 5, 0 )
2
x
Jika vektor v di dalam ruangGambar 4.10
dilokasikan sedemikian sehingga titik awalnya
berada di titik asal sistem koordinat siku-siku (gambar 4.11), maka koordinat
titik ujungnya adalah komponen-komponen v, dan dituliskan sebagai
v = ( v1, v2, v3 )

z
v3
44 Vektor
( v1, v2, v3 )
v
Jika v = ( v1, v2, v3 ) dan w = ( w1, w2, w3 ) adalah dua vektor di ruang-3,
maka:

(1) v dan w ekivalen jika dan hanya jika v1= w1 , v2 = w2, dan v3 = w3
(2) v + w = ( v1+ w1, v2+ w2, v3 +w3 )
(3) kv = ( kv1, kv2, kv3 ) di mana k adalah sembarang skalar.

Contoh-1
Jika v = (1, -3, 2) dan w = (4, 2, 1). maka

v + w = (5, -1, 3), 2v = (2, -6, 4), -w = (-4, -2, -1),

v – w = v + (-w) = (-3, -5,1)

Kadang-kadang suatu vektor ditempatkan sedemikian rupa sehingga titik


awalnya tidak di titik asal sistem koordinat. Jika vektor vektor PQ
mempunyai titik awal (x1, y1, z1) dan titik ujung (x2, y2, z2), maka

PQ = (x1 - x2, y1 - y2, z1 - z2)


Yakni, komponen-komponen PQ diperoleh dengan mengurangkan
koordinat titik awal dari koordinat titik ujung. Hal ini dapat dilihat dengan
menggunakan gambar 4.12; vektor PQ adalah selisih vektor OQ dan vektor
OP , sehingga

Vektor 45
PQ = OQ - OP = (x2, y2, z2) - (x1, y1, z1) = (x2 – x1, y2 – y1, z2 – z1)

z Q(x2, y2, z2)


PQ
P(x1, y1, z1)

OP
OQ v2

y
O

x
Gambar 4.12
Contoh-2
Komponen-komponen vektor v = PQ dengan titik awal P(-3, 1, 7) dan
titik ujung Q(2, -3, 1) adalah

v = (2 – (-3), -3 - 1, 1 - 7) = (5, -4, -6)

Analog dengan itu, maka di ruang-2, vektor dengan titik awal


P(x1, y1) dan titik ujungnya Q(x2, y2) adalah:

PQ = (x2- x1, y2 - y1)

4.4. Norma Vektor (Panjang Vektor)

Panjang sebuah vektor v sering dinamakan norma v dan dinyatakan


dengan |v|
z
v3
46 Vektor
P( v1, v2, v3 )
|v|
(v1, v2)

|v|

Gambar 4.13a

Berdasarkan teorema Phytagoras, maka norma vektor v = (v1, v2) di ruang-2


adalah (perhatikan gambar-4.13a)

|v| = v12  v 22

Misalkan v = (v1, v2, v3) adalah vektor di ruang-3. Dengan menggunakan


gambar-413b dan dengan dua penerapan teorema Phytagoras, maka kita
peroleh

|v|2 = (OR)2 + (RP)2


= (OQ)2 + (OS)2 + (RP)2

= v12  v22  v32


Jadi
|v| = v12  v 22  v 32 (4-2)

Jika P(x1, y1, z1) dan Q(x2, y2, z2) adalah dua titik di ruang-3, maka jarak d di
antara kedua titik tersebut adalah norma vektor PQ (Gambar-4.14). Karena
PQ = (x2 – x1, y2 – y1, z2 – z1)
z

Q( x2, y2, z2 )

P( x1, y1, z1 )
y
Vektor 47
O

x Gambar 4.14

maka berdasarkan (4-2) jelas bahwa jarak d di antara kedua titik tersebut
adalah

d  (x2  x1 )2  (y2  y1)2  (z2  z1)2

Demikian juga, jika P(x1, y1) dan Q(x2, y2) adalah dua titik di ruang-2, maka
jarak d di antara kedua titik tersebut diberikan oleh

d  (x2  x1 )2  (y2  y1 )2

Contoh-3

Norma vektor v = (2, -3, 4) adalah

|v |  (2)2  ( 3)2  (4)2  4  9  16  29

Jarak d di antara titik P(-3, 2, 1) dan titik Q(4,1,-2) adalah

d  (4  ( 3))2  (1  2)2  ( 2  1)2  (7)2  ( 1)2  ( 3)2


 49  1  9  59

4.5. Hasil kali titik (dot product)

Misalkan u dan v adalah dua vector tak nol di ruang-2 atau di


ruang-3, yang titik awalnya berimpit. Hasil kali titik (dot product)
dinotasikan u.v didefinisikan oleh

48 Vektor
| u | . | v | .cos  jika u  o dan v  o
u.v   (4-3)
0 jika u  o atau v  o

di mana  adalah sudut antara vector u dan vector v , dengan 0    



 

Gambar 4.15

Contoh- 4
Tentukan hasilkali titik antara vector u dan vector v jika
u = (2, -1, 1) dan v = (1, 1, 2) dan sudut antar vector u dan vector v
adalah  = 60o

Jawab

|u |  (2)2  ( 1)2  (1)2  4  1  1  6

|v |  (1)2  (1)2  (2)2  1  1  4  6

Cos 60o = ½

Jadi, u.v = | u |.| v |. Cos 60o = (6) (6) ½ = 3

Bentuk Lain Rumus Hasil Kali Titik


Selain bentuk rumus (4-3), hasil kali titk dirumuskan dalam bentuk lain yang
lebih praktis (dapat diturunkan dari rumus cosinus pada segitiga)

Jika u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah vector-vektor di R3 maka

u.v = u1 v1 + u2 v2 + u3 v3 (4-4)

Jika u = (u1, u2) dan v = (v1, v2) adalah vector-vektor di R2 maka

u.v = u1 v1 + u2 v2

Vektor 49
(4-5)

Contoh- 5
Tentukan hasilkali titik antara vector u dan vector v jika
u = (2, - 3, - 4) dan v = (1, 5, - 6)

Jawab: u.v = (2)(1) + (-3)(5) + (-4)(-6) = 2 –15 +24 = 11

Dari rumus (4-3) dapat diturunkan rumus untuk mencari sudut antara dua
vektor yaitu
u.v
Cos   (4-6)
|u|.| v |

Contoh- 6

Tentukan besar sudut antara vector u dan vector v jika


u = (2, -1, 1) dan v = (1, 1, 2)

Jawab: u.v = (2)(1) + (-1)(1) +(1)(2) = 3

| u |  (2)2  ( 1)2  (1)2  4  1  1  6

|v|  (1)2  (1)2  (2)2  1  1  4  6

u.v 3 3 1
Cos      , jadi  = 60o
|u|.| v | 6. 6 6 2

HUBUNGAN ANTARA HASIL u.v DAN SUDUT ANTARA u DAN v

Teorema. Misalkan u dan v adalah vektor di R-2 atau R-3, dan  adalah
sudut di antara kedua vector tersebut, maka

 lancip jika dan hanya jika u.v > 0


 tumpul jika dan hanya jika u.v < 0
=½ jika dan hanya jika u.v = 0

50 Vektor
Contoh-7: jika u = (2,5), v = (6, 5) dan w = (-5, 2), maka

u.v = (2)(6) + (5)(5) = 12 + 25 = 37 > 0


u.w = (2)(-5) + (5)(2) = -10 + 10 = 0
v.w = (6)(-5) + (5)(2) = -30 + 10 = - 20 < 0

2
u
1

5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5
1
w
2
v 3

5
Gambar 4.16

Maka: u dan v membentuk sudut lancip ( < 90o )


u dan w membentuk sudut ½  = 90o
v dan w membentuk sudut tumpul ( > 90o )
PERKALIAN SILANG DUA VEKTOR
Perkalian silang (Cross Product) antara dua vector hanya
didefinisikan pada vector di R3.

Definisi : Jika u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah vector-
vektor di R3, maka hasilkali silang u x v adalah vector yang
didefinisikan oleh

u x v = (u2 v3 – u3 v2, u3 v1 – u1 v3, u1 v2 – u2 v1)

Atau dalam notasi determinan


Vektor 51
 u u3 u u3 u1 u2 
ux v =  2 ,  1 , 
 v2 v3 v1 v 3 v1 v 2 

Contoh-8

Jika u = (-2, 4, 1) dan v = (5, -1, 3), maka


 4 1 2 1 2 4 
u x v =  ,  ,  =  13, 11,  18 
 1 3 5 3 5 1 

VEKTOR SATUAN

Vektor satuan adalah vektor yang mempunyai panjang 1 dan terletak


sepanjang sumbu koordinat (gambar-4.17)
Z

( 0, 0, 1 ) i = ( 1, 0, 0 )
k
j ( 0, 1, 0 ) Y j = ( 0, 1, 0 )
i
k = ( 0, 0, 1 )
( 1, 0, 0 )
X
Gambar 4.17
Setiap vektor v = (v1, v2, v3) di R-3 dapat dinyatakan dengan I, j, dan k yaitu
v = (v1, v2, v3) = v1i + v2j + v3k

misal: ( 3, -4, 7 ) = 3i + -4j + 7k

Hasilkali silang dapat dinyatakan secara simbolis dalam bentuk determinan


3x3:

52 Vektor
i j k
u u3 u u u u
u x v = u1 u2 u3  2 i  1 3 j  1 2k
v2 v3 v1 v 3 v1 v 2
v1 v 2 v3

Untuk Contoh di atas, u = (-2, 4, 1) dan v = (5, -1, 3), maka

i j k
4 1 2 1 2 4
u x v = 2 4 1  i  j  k
1 3 5 3 5 1
5 1 3
 13 
 
= 13 i +11j –18k = (13, 11, -18 ) =  11 
 18 
 

4. 6 Menyelesaikan Soal Vektor Dengan Mathcad


Jika u = (-2, 4, 1) dan v = (5, -1, 3), tentukan :
a. u  v
b. u  v

Vektor 53
Solusi
 Buka software mathcad sehingga muncul halaman awal berikut

 Ketikan u := kemudian akan muncul

 Pilih tombol Matriks dan Vector Toolbars sehingga akan


muncul

 Tekan tombol akan muncul

54 Vektor
 Isikan vektor yang bersesuaian dengan soal

 Dengan cara yang sama buat vektor v sehingga diperoleh:

 Untuk memperoleh Perkalian Titik dan Perkalian Silang kedua


matriks tersbut, pada toolbars matriks pilih tombol dan
disertai tanda ”  ” sehingga akan muncul:

Vektor 55
Rangkuman

1. Skalar adalah besaran tanpa arah. Contoh: luas, suhu, jarak, dll.
2. Vektor adalah besaran yang memiliki arah. Contoh: Kecepatan, Gaya
dorong, dll.  2
 
3. Menyatakan vektor: v = ( 2, -3, 5 ) = 2i – 3j + 5 k =  3 
5
 

4. Panjang vektor u = (u1, u2, u3) adalah |u | = v12  v 22  v 32

5. Perkalian titik (Dot Product) antara u = (u1, u2, u3) dan


v = (v1, v2, v3) adalah u.v = u1 v1 + u2 v2 + u3 v3
Perkalian titik menghasilkan skalar (bilangan real)

6. Sudut antara vektor u dan v diperoleh dari rumus u.v


Cos  
|u|.| v |
7.  lancip jika dan hanya jika u.v > 0
 tumpul jika dan hanya jika u.v < 0
=½ jika dan hanya jika u.v = 0

8. Perkalian silang antara u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah
 u u3 u u u u 
ux v =  2 ,  1 3, 1 2 
 v2 v3 v1 v 3 v1 v 2 

= (u2 v3 – u3 v2, u3 v1 – u1 v3, u1 v2 – u2 v1)
Perkalian silang menghasilkan vektor lagi

56 Vektor
4 Matriks

Overview

Pada bab ini akan dijelaskan tentang matriks dan operasinya. Diawali dengan
definisi matriks, ukuran matriks(ordo), memberi nama sebuah matriks, dan
menentukan elemen-elemen matriks. Berikutnya akan dijelaskan operasi-
operasi yang berlaku pada matriks, di antaranya: menjumlahkan dua matriks,
mengalikan skalar dengan matriks, mengalikan dua matriks, mentranspose
matriks. Jenis-jenis matriks adalah hal yang harus segera diketahui, karena
operasi-operasi berikutnya akan tergantung pada jenis matriks tertentu.
Selanjutnya akan diperkenalkan operasi baris elementer (OBE), yang mana
merupakan operasi yang sangat ampuh untuk memecahkan berbagai kasus
yang berhubungan dengan matriks. Materi berikutnya adalah Determinan
dari suatu Matriks persegi, diawali dengan definisi determinan, kemudian
cara-cara memperoleh determinan, sifat-sifat determinan. Salah satu
penggunaan determinan adalah untuk menentukan Matriks balikan dan
menentukan solusi sistem persamaan linear yang akan dijelaskan di bagian
akhir dari materi matriks ini.

Tujuan

1. Memahami Definisi Matriks dan kegunaannya.


2. Mampu menjumlahkan dan mengurangkan dua matriks
3. Mahir melakukan perkalian dua matriks
4. Mahir dalam melakukan Operasi Baris Elementer (OBE)
5. Mampu menentukan determinan matriks dengan beberapa metode
6. Mampu mencari Invers Matriks dengan beberapa metode
7. Mampu menentukan solusi Sistem Persamaan Linear dengan
beberapa metode.

Matriks 57

PAGE 10
5.1 Definisi Matriks
Sebuah matriks adalah susunan dari bilangan–bilangan berbentuk persegi
panjang yang diapit oleh dua buah tanada kurung biasa atau kurung siku.
Bilangan–bilangan di dalam susunan tersebut disebut elemen matriks.

Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks


atau disebut juga elemen atau unsur.
Ukuran (ordo) matriks menyatakan banyaknya baris dan kolom pada
matriks tersebut

5.2 Ordo Matriks


Ukuran (ordo) matriks menyatakan banyaknya baris dan kolom pada
matriks tersebut

1  4 3 2 8  5 4  6 
     
 1 3 2 7 20 3  5 8  1  4  3 
6 0 4   5 1 0 e  3 
 
(a) (b) (c) (d) (e)

Ordo Matriks – a : 3 X 3, Ordo Matriks – b : 3 X 4


Ordo Matriks – c : 1 X 3, Ordo Matriks – d : 3 X 1
Ordo Matriks – e : 1 X 1

5.3 Notasi Matriks


Matriks dinotasikan dengan huruf besar sedangkan unsur-unsurnya dinyatakan
dengan huruf kecil.
Jika A adalah sebuah matriks, kita dapat juga menggunakan aij untuk
menyatakan entri/unsur yang terdapat di dalam baris i dan kolom j dari A
sehinga A = [aij]

 a11 a12 a1n 


a a22 a2 n 
Amn   21
 
 
 am1 am 2 amn 
5.4 Jenis-jenis Matriks

58 Matriks
Matriks dibedakan berdasarkan berbagai susunan entri dan bilangan pada
entrinya.

Matriks Nol
Matriks nol didefinisikan sebagai matriks yang setiap entri atau elemennya
adalah bilangan nol.

0 0 0 0  0 0 0 
 
A  0 0 0 0 ; B  0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
Matriks nol
Matriks Satu
Matriks satu didefinisikan sebagai matriks yang setiap entri atau
elemennya adalah 1.

Matriks Baris
Matriks baris didefinisikan sebagai matriks yang entri atau elemennya tersusun
dalam tepat satu baris.

Matriks Kolom
Matriks kolom didefinisikan sebagai matriks yang entri atau elemennya
tersusun dalam tepat satu kolom.

1 1 1 0
B  2 3
C   1
1 0
C  1 1 1
1 1 1  2 
Matriks baris Matriks kolom
Matriks satu

Matriks Persegi
Matriks persegi didefinisikan sebagai matriks yang jumlah baris dan kolomnya
sama,

2 4 6 4 
6 3 7 3 
A
6 7 0 2
 
 4 3 2 8
Matriks Segitiga Atas
Matriks segitiga atas adalah matriks persegi yang entri/elemennya memenuhi
syarat: aij = 0 untuk i > j.

Matriks 59

PAGE 10
 2 1 3  2 0 0 
A  0 4 2  B  1 7 0 
0 0 4   3 2 4
Matriks segitiga bawah
Matriks segitiga atas

Matriks Segitiga Bawah


Matriks segitiga bawah adalah matriks persegi yang entri/elemennya
memenuhi syarat: aij = 0 untuk j < i.

Matriks Diagonal
Matriks diagonal adalah matriks persegi yang entri/elemennya memenuhi
syarat: aij = 0 untuk i ≠ j.

2 0 0 
A  0 7 0 
0 0 4
Matriks Identitas
Matriks diagonal adalah matriks persegi yang entri/elemennya memenuhi
syarat: aij = 0 untuk i ≠ j dan aij = 1 untuk i = j

1 0 0 0
1 0 0  0
1 0  0 
I 3  0 1 0  ; I 4  
1 0
I2   ;
0 1  0 0 1 0
0 0 1   
0 0 0 1
Matriks Transpose
Matriks transpose adalah suatu matriks yang diperoleh dari perpindahan baris
menjadi kolom atau sebaliknya.

Contoh 5-1 1 2 3 
1 3 2 9  3 4 6 
A   2 4 3 1   AT   
 2 3 5
 3 6 5 0   
9 1 0 
SIFAT- SIFAT MATRIKS TRANSPOSE
1) ( A + B )T = AT + BT ; A dan B berordo sama
2) (AT)T = A

60 Matriks
3)  (AT) = (  A)T ;  Suatu skalar
4) (A B)T = BTAT ; A dan B harus memenuhi sifat perkalian.
5). Setiap Matriks Dapat Dikalikan Dengan Transposenya

Contoh –Contoh :
 1
2 1 2
A=   dan B =  2  BT = 1 2 0 
 3 0 1 0 

2 3  2 3 T
  2 1 2
AT =  1 0   ( AT )T =  1 0 =   =A
2 1 2 1  3 0 1

 1
2 1 2   = 4
AB=   2  
 3 0 1 0  3 

(A B)T =  4 3
2 3 
B . A = 1
T T
2 0  1 0  = 4 3 = (A B)T
 2 1
2 3
A B =  1
T. T 
0  1 2 0 = ? Tidak dapat dikalikan.
 2 1

Matriks 61

PAGE 10
5.5 Kesamaan dua matriks
Definisi: Dua matriks A = [aij] dan B = [bij] dikatakan sama jika :
aij = bij, yaitu, elemen yang bersesuaian dari dua matriks tersebut adalah sama.

Contoh 5-2  1 2 1 1 2 w 


Jika    
A  2 3 4  dan B  2 x 4 
0 4 5  y 4 z 
Matriks A dan B dikatakan sama jika w = -1, x = -3, y = 0, dan z = -5
5.6 OPERASI PADA MATRIKS

1. Penjumlahan Dua Matriks


Jika A dan B adalah sembarang dua matriks yang ordonya sama maka jumlah A
+ B adalah matriks yang diperoleh dengan menambahkan entri-entri yang
bersesuaian pada kedua matriks tersebut

 a11 a12 a13   b11 b12 b13   a11  b11 a12  b12 a13  b13 
A   a21 a22   
a23  ; B  b21 b22 b23   A  B  a21  b21 a22  b22 a23  b23 
 a31 a32 a33  b31 b32 b33   a31  b31 a32  b32 a33  b33 

Contoh 5-3 3 2 5  4 6 7
A  dan B 
1  6 4  0 8 2 

7 4 12
maka AB   
1 2 6

2. Pengurangan
Jika A dan B adalah sembarang dua matriks yang ordonya sama maka
selisih
A - B adalah matriks yang diperoleh dengan mengurangkan entri-entri
yang bersesuaian pada matriks B dari entri-entri pada matriks A

 a11 a12 a13   b11 b12 b13   a11  b11 a12  b12 a13  b13 
A   a21 a22 a23  ; B  b21 b22 b23   A  B  a21  b21 a22  b22 a23  b23 
   
 a31 a32 a33  b31 b32 b33   a31  b31 a32  b32 a33  b33 

 1 8 2
untuk matriks pada Contoh 5-3, AB   
3. Perkalian Skalar Pada Matriks  1 14 2

62 Matriks
Jika A adalah suatu matriks dan c suatu skalar, maka hasil kali cA adalah
matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing-masingentri dari A oleh c.

 a11 a12 a13   ca11 ca12 ca13 


A   a21 a22 a23   cA  ca21 ca22 ca23 
 a31 a32 a33   ca31 ca32 ca33 
Contoh 5-4

7  4 12 
Jika A   
 1 2  6

7 4 12  14 8  24 
maka:  2.A  2.   
 1 2  6   2  4 12 

4. Perkalian Dua Matriks

Jika A = [ aij ] berordo m x p dan


B = [ bij ] berordo p x n , maka

Perkalian AB adalah suatu matriks C = [ Cij ] berordo m x n dimana :

Cij = ai1 b1j + ai2 b2j + … + aip bpj

Untuk setiap i = 1, 2, …, m dan j = 1, 2, …, n.

Contoh 5-5 8 1
6 4 2  5  
  7 2
Jika A   2 1 5 2  ; B
6 3
3 0 7 9   
5 4
(48  28  12  25) (6  8  6  20)  63 0
   
Maka AxB = C  ( 16  7  30  10) ( 2  2  15  8)  31 23 
(24  0  42  45) (3  0  21  36)  111 60 

B(2x4).A(3x4) = Tidak dapat dilaksanakan, karena syarat perkalian tidak dipenuhi,


yaitu banyak kolom matriks kiri  banyak baris matriks kanan

Matriks 63

PAGE 10
Sifat-Sifat Perkalian Dua Matriks
Jika A, B, dan C matriks – matriks yang memenihi syarat perkalian matriks
yang diperlukan , maka :
1. A ( B + C ) = AB + AC
2. ( B + C ) A = BA + CA ( distribitif )
3. A ( BC ) = ( AB ) C ( asosiatif )
4. Perkalian tidak komutatif , AB  BA
5. Jika AB = 0 ( matriks nol ) yaitu matriks yang semua elemennya nol,
maka kemungkinan – kemungkinannya adalah :
A = 0 dan B = 0 ; A = 0 dan B  0 ; A  0 dan B  0
6. Bila AB = AC belum tentu B = C

5.7 OPERASI BARIS ELEMENTER (OBE)


Ada 3 macam OBE yang dapat dilakukan yaitu:
(1). Mempertukarkan baris-I dan baris-j ( bi  bj )
(2). Mengalikan skalar k terhadap suatu baris ( k.bi )
(3). Baris-I ditambah dengan k x Baris-j ( bi + k.bj )

CONTOH-5.6 : Menukar Baris


 1 4 7 10 
A = 2 5 8 11 , maka :
3 6 9 12

3 6 9 12
b1  b3   baris ke-1 dan baris ke-3 Dipertukarkan
2 5 8 11
 1 4 7 10 

 1 4 7 10 
b2  b3   baris ke-2 dan baris ke-3 Dipertukarkan
3 6 9 12
2 5 8 11

CONTOH-5.7 : Mengalikan skalar k terhadap baris ( k.bi )

64 Matriks
2 5 6 2 5 6
A =  1 4 7  (-3).b2   1 4 7  Baris ke-2 dikali (-3)
8 0 9  8 0 9 

2 5 6 
(1/2).b3   1 4 
7  Baris ke-3 dikali (1/2)
4 0 4 21 

CONTOH-5.8 : Menambah Baris Ke-I Dengan K Kali Baris Ke-J
2 5 6 2 5 6 
  b + 2.b   
 1 4 7  2 1
5 6 5 
8 0 9  8 0 9 
Baris ke-2 ditambah 2 kali baris ke-1

2 5 6 2 5 6 
  b + 4.b   
 1 4 7  3 2
 1 4 7 
8 0 9  12 16 36 
Baris ke-3 ditambah 4 kali baris ke-2

5.8 DETERMINAN SUATU MATRIKS PERSEGI


Setiap Matriks persegi A selalu dikaitkan dengan suatu skalar yang disebut
DETERMINAN matriks tersebut.
Determinan dari matriks A ditulis dengan : det ( A ) atau A
Determinan dari matriks persegi berordo ( 2 x 2 ) dan (3 x 3) didefinisikan
sebagai berikut :
a b  a b 
Jika A =   maka det ( A ) = A =   = ad - bc
 c d  c d 
Contoh 5.9
2 3 2 3
Jika A =   maka det ( A ) = A =   = 10 – 12 = -2
4 5 4 5

1 2 1 2
Jika A =   maka det ( A ) = A =   =4–4=0
2 4  2 4 

Matriks 65

PAGE 10
Determinan Matriks Persegi ( 3 X 3 )

 a11 a12 a13 


Jika : A = a21 a22 
a23  , maka determinan dari A adalah
a31 a32 a33 

det ( A ) = | A | = a11 . a22 . a13 . + a12 . a23 . a31 + a13 . a22 . a31 . – a12 .
a21 . a33 – a11 . a23 . a32

a11 a12 a13 a11 a12 -


a21 a22 a23 a21 a22 Metode Sarrus
a31 a32 a33 a31 a32
+
CONTOH 5.10: hitunglah Determinan dari matriks
 1 2 3
 
M =  4 5 6 
 7 8 9 

1 2 3
det(M) = 4 5 6 = (45)+(84)+(96)–(105)–(-48)– (-72) = 240
7 8 9

Metode di atas tidak berlaku untuk matriks persegi berordo (4x4) atau yang
lebih besar.

5.9 SIFAT-SIFAT DETERMINAN

Sifat-1 : det (A) = det (AT )

Sifat-2: Tanda Determinan berubah jika dua baris atau kolom situkar
tempatnya
2 5 0 3 2 1 1 2 4
3 2 1 = - 2 5 0 = + 2 5 01
1 2 4 1 2 4 3 2 1

66 Matriks
Jika dua baris / kolom suatu matriks A sama, maka det (A) = 0

Contoh 5.11
2 3 1 5
5 3 2 3 4 3
6 5 2 7
8 7 9 = 0 ; 1 5 1 =0 ; =0
2 3 1 5
5 3 2 7 2 7
3 7 7 2
Sifat-3 : Harga Determinan menjadi k kali, bila suatu baris / kolom dikalikan
dengan k (Suatu Skalar ).

Contoh 5-12
 2 3 2 2 3 2
 
Misalkan : A =  4 1 1 Det (A) = 4 1 1
0 3 2 0 3 2

misalkan baris ke-1 dikalikan 5 maka :


10 15 10 2 3 2
4 1 1 = 5 4 1 1 = 5 A
0 3 2 0 3 2

Jadi, kita dapat memasukkan atau mengeluarkan skalar  dari suatu


determinan secara bebas pada tiap-tiap baris atau kolom, misalnya :

Contoh 5-13
8 4 6 4 2 3 4 4 3 4 4 1
12 5 21 = 2 12 5 21 = 12 10 21 = 12 10 7
10 7 9 10 7 9 10 14 9 10 14 3

Catatan : Jika dilakukan satu kali transformasi elementer B j(λ) (A) terhadap
matriks A, maka determinannya menjadi  kali.

Akibat : Kalau dalam suatu matriks A salah satu baris/ kolom nol semua
maka det (A) = 0

Contoh 5-14

Matriks 67

PAGE 10
8 3 0 4
2 5 7
1 7 0 7
0 0 0=0, =0
2 4 0 9
8 1 4
6 20 0 2

Sifat-4 : Harga determinan tidak berubah apabila suatu baris diberikan


perintah OBE yaitu bi + (k).bj

Contoh 5-15:
2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1
2 1 0 b2+(-1).b1 0 2 1 b3+(-2).b1 0 2 1 b3+ (-2).b2 0 2 1
4 2 3 4 2 3 0 4 1 0 0 3

Jadi, bila dilakukan operasi baris elementer Bij (λ) (A) pada
matriks A, maka harga determinan A tidak berubah.

Akibat : Bila pada sustu matriks A terdapat baris / kolom berkelipatan,


maka harga determinan yaitu det (A) =0
Catatan : Sebuah determinan selalu dapat dituliskan sebagai penjumlahan
dua determinan atau lebih.

Contoh 5-16
2 1 4 1 1 1 4 1 1 4 1 1 4
3 0 2 = 2 1 0 2 = 2 0 2 + 1 0 2
4 2 8 22 2 8 2 2 8 2 2 8

5.10 MINOR dan KOFAKTOR


Definisi : jika A adalah matriks persegi, maka minor entri aij dinyatakan
oleh Mij dan didefinisikan menjadi determinan sub matriks yang tetap setelah
baris ke-i dan kolom ke-j dicoret dari A.

Bilangan (-1) i+j Mij dinyatakan oleh Cij dan dinamakan kofaktor entri aij.

68 Matriks
1 2 3
 
Contoh 5-17 A =  4 5 6  ,maka
7 8 9 
1 2 3
5 6
Minor Entri a11 adalah M11 = 4 5 6 = = 45 – 48 = -3
8 9
7 8 9
Baris-1 dan kolom-1 dihapus
1+1 2
Kofaktor a11 adalah: c11 = (-1 ) M11 = (-1) (-3) = -3

Demikian juga, minor entri a32 adalah :


1 2 3
1 3
M32 = 4 5 6 = = 6 – 12 = -6
4 6
7 8 9
Baris-3 dan kolom-2 dihapus

Kofaktor a32 adalah : c32 = (-1) 3+2 M32 = (-1) 5 .M32 = (-1) (-6) = 6

5.11 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN EKSPANSI


KOFAKTOR

TEOREMA LAPLACE
Jika A suatu matriks persegi A [aij].
maka determinan matriks A adalah jumlah perkalian elemen-elemen dari
sebarang baris atau kolom dengan kofaktor-kofaktornya. Dengan perkataan
lain :
n
A =  aij . cij = ai 1 ci 1 + ai 2 . ci 2 + . . .+ ai n . ci
j 1
Atau
n
A =  aij . cij = a1 j c1 j + a2 j . c2 j + . . .+ an j . cn
i 1

Contoh 5-18

Matriks 69

PAGE 10
3 1 0
 
Misalkan A =  2 4 3 
 5 4 2 
Hitung det (A) dengan metoda ekspansi sepanjang kolom-1
Jawab :
det (A) = a11 c11 + a21 c21 + a31 c31

4 3 1 0 1 0
=3 -(-2 ) +5 = 3 (-4) – (-2) (-2) + 5 (3) = -1
4 2 4 2 4 3
Det (A) akan dihitung dengan ekspansi sepanjang baris-1
3 1 0
 
A =  2 4 3 
 5 4 2 
= a11 c11 + a12 c12 + a13 c13

4 3 2 3 2 4
= 3 -1 +0
4 2 5 2 5 4

= 3 (-4) –(1) (-11) +0 = -12 + 11 = -1

Det (A) akan dihitung dengan ekspansi sepanjang baris-3


Det (A) = a31 c31 + a32 c32 + a33 c33

1 0 3 0 3 1
=5 -4 +(-2)
4 3 2 3 2 4

= 5 (3) – (4) (9) + (-2) (-10)


= +15 – 36 +20 = 35 - 36 = -1
Untuk menyederhanakan perhitungan determinan, ekspansikan
sepanjang baris atau kolom yang banyak mengandung elemen 0 (nol),
karena suku-suku ini hasilnya nol.

 2 3 5 
 
Misal B = 4 0 0 
 8 1 7 

70 Matriks
Kita ekspansi sepanjang baris-2 (karena banyak nol nya),

3 5 2 5 2 3
Det (B) = - 4 + 0 -0 =-4(16)=-64
1 7 8 7 8 1

5.12 MATRIKS INVERSE

Definisi : Sebuah matriks bujur sangkar A berordo n :

 a11 a11 .... .... a1n 


a a22 ... ... a2 n 
A =  a 
21

31 a32 .... .... a3n 


 
 .... .... .... .... .... 
 an1 an2 .... .... ann 

Disebut mempunyai inverse (invertible) bila ada suatu matrik B sedemikian


sehingga :
AB = BA = In
Matrik B disebut invers dari matrik A, ditulis A-1 , adalah juga matriks bujur
sangkar berordo n.

Matriks 71

PAGE 10
Contoh 5-19
 2 1
Carilah invers dari A =  
 4 3
 a1 a2 
Penyelesaian misalkan A-1 =  maka berlaku
 a3 a4 

 2 1  a1 a 2  1 0 
 4 3 .  = 
a 4  0 1 

  a 3

 2a1  a3 2a2  a4  1 0 
Bila dikalikan :   =   , atau
 4a1  3 a3 4a2  3a4  0 1 
2a1 + a3 = 1 , 2a2 + a4 = 0 dan bila kita selesaikan

4a + 3a = 0 , 4a + 3a = 1 diperoleh

 3  21 
a1 = 3/2 , a2 = -1/2 , a3 = -2 ,a4 = 1. Jadi A-1 =  2 
 2 1 

5.13 Menentukan Invers Matriks A dengan Matriks Adjoin


Matriks Kofaktor
Matriks kofaktor dari matriks A adalah matriks C seperti di bawah ini
 c11 c12 .... .... c1n 
c c 22 ... ... c2n 
C =  .... 
21
.... .... .... .... 
 
 .... .... .... .... .... 

 c n1 cn2 .... .... c nn 

Di mana cij = (-1)i+j.Mij
dengan Mij adalah minor baris-I kolom-j yaitu determinan dari
matriks A di mana baris-I dan kolom-j dihilangkan.

Matriks Adjoin

72 Matriks
Matriks Adjoin adalah Transpose dari matriks kofaktor, jadi

 c11 c 21 .... .... c n1 


c c 22 ... ... c n2 
Adj(A) = CT =  c 
12

13 c 23 .... .... c n3 
 
 .... .... .... .... .... 

 c1n c2n .... .... c nn 

Contoh 5-19

2 3 4 
 
Tentukan matrik Invers dari A = 0 4 2  , jika ada.
1 1 5 

Langkah-1: Menentukan Determinan Matriks A (metode bebas)

2 3 4
4 2 3 4
Det(A) = 0 4 2 =2 + = - 36 - 10 = -46
1 5 4 2
1 1 5

Catatan: Jika Det(A) = 0, maka A tidak punya invers, dan proses stop.
Langkah-2:
Menentukan Matriks Kofaktor
Maka kofaktor dari ke 9 elemen dari A adalah sebagai berikut :

 4 2  0 2   0 4 
c11 = +   = -18 ; c12 = - 1 5  =2, c13 = +   =4,
 1 5     1 1

 3 4   2 4  2 3 
c21 = -   = -11 , c22 = +  1 5  = 14 , c23 = - 1 1 = 5,
 1 5     

 3 4   2 4  2 3 
c31 = +   = -10 , c32 = - 0 2  = -4 , c33 = +   =-8 ,
 4 2     0 4 

Matriks 73

PAGE 10
 c11 c12 c13   18 2 4 
   
Matriks Kofaktornya adalah : C = c21 c22 c23  =  11 14 5 
 c31 c32 c33   10 4 8 

Langkah-3 : Menentukan Matriks Adjoin

 18 11 10 


 
Jadi, adj(A) = C = T
 2 14 4 
 4 5 8 

Langkah-4: Menentukan Invers A dengan Rumus:

1
A-1 = . Adj( A) , dengan syarat det (A) 0
det( A)

 18 11 10 


1 1  
Jadi, A -1
= . Adj( A) =  2 14 4 
det( A) 46
 4 5 8 

5.14 Menentukan Invers Matriks A dengan OBE

AA : II OBE  I : A-1

Lakukan OBE pada matriks A : I sedemikian sehingga matriks A menjadi


matriks identitas, dan secara otomatis matriks Identitas yang ada di sebelah
kanan A akan menjadi matriks invers dari A.

Contoh 5-20

74 Matriks
1 2 3
 
Tentukan invers dari matriks A = 2 5 3

1 0 8

Penyelesaian : A I
1 2 3 | 1 0 0
 
2 5 3 | 0 1 0

1 0 8 | 0 0 1

(-2)
B21
 1 2 3 | 1 0 0 Baris-2 ditambah -2 kali
(-1)
B31   0 1 3 | 2 1

0
baris-1, dan Baris-3
ditambah –1 kali baris-1

 2 0 5 | 1 0 1

1 2 3 | 1 0 0 Baris-3 ditambah 2 kali


(2)
B32  0 1 3 | 2 1

0 baris-2

0 0 1 | 5 2 1

1 2 3 | 1 0 0 Baris-3 dikalikan -1
B3
(-1)
 0 1 3 | 2 1 0

 0 0 1 | 5 2 1 

(3) (-3)
B23 dan B13 menghasilkan
1 2 0 | 14 6 3 Baris-2 tambah 3 kali
 0 1 0 | 13 5

3 
baris-3, dan Baris-1
ditambah –3 kali baris-3
 0 0 1 | 5 2 1 

1 0 0 | 40 16 9 Baris-1 ditambah -2 kali


B12
(-2)
 0 1 0 | 13 5

3  baris-2

 0 0 1 | 5 2 1 

Matriks 75

PAGE 10
 40 16 9
 
Jadi, Invers dari A adalah A -1
=  13 5 3 
 5 2 1 

Tidak semua matriks persegi mempunyai invers.

Suatu matriks yang DETERMINAN-nya NoL , disebut MATRIKS SINGULIR,


dan matriks yang demikian Tidak mempunyai Invers.

Berikut ini adalah Contoh matriks yang tidak mempunyai invers.

 1 6 4  1 6 4
   
A =  2 4 1  B21(-2)  0 8 9  B31
(1)
 
 1 2 5   1 2 5 

 1 6 4
 
 0 8 9 
 0 8 9 

Setelah dilakukan beberapa Operasi Baris, Terlihat bahwa ada dua baris
yang sama/ berkelipatan, maka sudah pasti determinannya = 0 , dan oleh
karena itu Matriks A tidak mempunyai Invers, atau tidak dapat dibalik.

76 Matriks
Jika dilakukan pencarian invers seperti pada Contoh-1, maka hasilnya adalah
sbb:

A I
 1 6 4  1 0 0
   
 2 4 1   0 1 0
 1 2 5   0 0 1 

 1 6 4  1 0 0
  
B21(-1) dan B31(1)   0 8 9    2 1 0
 0 8 9   1 0 1 

 1 6 4  1 0 0
  
 0 8 9    2 1 0
(-1)
B32 
 0 0 0   1 1 1 

Karena terdapat satu baris nol pada matrik kiri, maka matriks A tidak dapat
dibalik.

5.15 Sitem Persamaan Linear


Persamaan Linear
Definisi:
Secara umum persamaan linear untuk n peubah x1, x2, …, xn dapat dinyatakan
dalam bentuk:
a1x1  a2 x2  ...  an xn  b
dimana a1, a2, …, an dan b adalah konstanta-konstanta real.
Contoh:
 x  3y  7
x1  2 x2  3x3  x 4  7
1
 y  x  3z 1
2
Sistem Persamaan Linear

Matriks 77

PAGE 10
Definisi:
Sebuah himpunan berhingga dari persamaan-persamaan linear dalam peubah
x1, x2, …, xn dinamakan system persamaan liniear atau system linear. Sebuah
system sembarang yang terdiri dari m persamaan linear dengan n bilangan tak
diketahui dapat dituliskan dalam bentuk:
a11x1  a12 x 2  ...  a1n x n  b1
a21x1  a22 x 2  ...  a22 x 2  b2

am1x1  am2 x 2  ...  amn x n  bm


dimana x1, x2, …, xn adalah bilangan-bilangan tak diketahui dan a, b adalah
konstanta.

Sistem persamaan linear tersebut dapat ditulis dalam bentuk :


 a11 a11 a1n   x1   b1 
a a11 a2 n   x 2   b2 
 11     
     
     
 am1 am1 amn   x n   bm 
atau
AX = B
dimana: A dinamakan matriks koefisien
X dinamakan matriks peubah
B dinamakan matriks konstanta

Augmented Matrix
Sintem Persamaan Linear dapat dituliskan dalam bentuk matriks yang
diperbesar (augmented matrix) sebagai berikut:
a11x1  a12 x 2  ...  a1n x n  b1  a11 a12 ... a1n b1 
a21x1  a22 x 2  ...  a22 x 2  b2 a a22 ... a2 n b2 
  
21

 
 
am1x1  am2 x 2  ...  amn x n  bm a
 m1 m2a ... a mn bm

Contoh:

78 Matriks
x1  x 2  2 x3  9 1 1 2 9 
 
2 x1  4 x 2  3x3  1  2 4 3 1 
3x1  6 x 2  5 x3  0 3 6 5 0 

Solusi Sistem Persamaan Linear


Solusi sebuah sitem persamaan linear (SPL) adalah himpunan bilangan Real
dimana jika disubstitusikan pada peubah suatu SPL akan memenuhi nilai
kebenaran SPL tersebut.
Contoh:
x – 2y = 7
2x + 3y = 7
{x = 5 , y = -1} merupakan solusi dari SPL tersebut

Kemungkinan solusi dari sebuah sistem persamaan linear (SPL) adalah:


 SPL mempunyai solusi tunggal

Artinya : SPL 2x – y = 2
x–y=0
Mempunyai solusi tunggal, yaitu x = 2, y = 2

 SPL mempunyai solusi tak hingga


banyak
Perhatikan SPL
x –y =0
2x – 2y = 0

Jika digambar dalam kartesius


- Terlihat bahwa dua garis
tersebut adalah berimpit
- Titik potong kedua garis banyak sekali disepanjang garis tersebut

Matriks 79

PAGE 10
- Artinya SPL diatas mempunyai solusi tak hingga banyak
 SPL tidak mempunyai solusi
Perhatikan SPL
x –y =0
2x – 2y = 2
Jika digambar dalam
kartesius
- Terlihat bahwa dua garis
tersebut adalah sejajar
- Tak akan pernah
diperoleh titik potong
kedua garis itu
- Artinya: SPL diatas
TIDAK mempunyai
solusi

Sistem Persamaan Linear Konsisten dan Tak Konsisten


Berdasarkan pemecahannya, Sistem Persamaan Linear dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Sistem Persamaan Linear konsisten
Merupakan system persamaan linear yang memiliki sebuah
pemecahan atau tak hingga banyaknya pemecahan.
Contoh:
x1   x3  1
 memiliki tak hingga banyaknya pemecahan
 x1  2 x 2  x3  3

2. Sistem Persamaan Linear tak konsisten


Merupakan system persamaan linear yang tidak memiliki pemecahan
Contoh:
xy 4
2 x  2y  6

Contoh:
Selesaikanlah sitem persamaan linear berikut ini!

80 Matriks
x1  y  2 z  9 1 1 2 9 
 
2 x  4 y  3z  1  2 4 3 1 
3x  6 y  5z  0 3 6 5 0 

1 1 2 9  1 1 2 9  1 1 2 9 
  2b1  b2  1  7 17 
2 4 3 1  3b  b 0 2 7 17  2 b1 0 1  2  2 
 3 6 5 0  1 3
0 3 11 27  0 3 11 27 
 
1 1 2 9  1 1 2 9 
   
7 17 7
3b2  b3 0 1  2  2   2b3 0 1  2  2  17
  0 0
0 0  12  3 2   1 3 

1 0 11 35 
 2 2  11 b  b
b1  b2 0 1  7 2 17 2  2 3 1
  7 b  b2
0 0 1 3  2 3

 1 0 0 1  x  1
 
 0 1 0 2 y2
0 0 1 3  z3

Eliminasi Gauss – Jordan

Eliminasi Gauss merupakan prosedur sistematik yang digunakan untuk


memecahkan system persamaan linear.
Prosedur ini didasarkan pada gagasan untuk mereduksi matriks yang
diperbesar (augmented marrix) menjadi bentuk yang sederhana. Langkah-
langkah dalam prosedur ini di antaranya adalah:
1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan taknol
pertama dalam baris tersebut adalah 1. (kita namakan ini 1 utama)
2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka
kelompokkan baris seperti ini di bawah matriks.

Matriks 81

PAGE 10
3. Dalam sembarang dua baris yang berurutan yang seluruhnya tidak
terdiri dari nol, maka 1 utama dalam baris yang lebih rendah
terdapat lebih jauh ke kanan dari satu utama dalam baris yang lebih
tinggi.
4. Masing-masing kolom yang mengandung satu utama mempunyai nol
di bawah satu utamanya.
5. Masing-masing kolom yang mengandung satu utama mempunyai nol
di atas satu utamanya.

Sembarang matriks yang memiliki sifat 1, 2, 3, dan 4 dikatakan berada dalam


bentuk eselon baris (Eliminasi Gauss). Jika matriks tersebut juga memiliki sifat
5 maka dikatakan berada dalam bentuk eselon baris tereduksi. (Eliminasi Gaus –
Jordan)

Contoh:
Matriks-matriks yang berada dalam bentuk eselon baris
1 4 3 7  1 1 0  0 1 2 6 0 
     
0 1 6 2  , 0 1 0  , 0 0 1 1 0 
0 0 1 5  0 0 0  0 0 0 0 1 
Matriks-matriks yang berada dalam bentuk eselon baris tereduksi
1 0 0 1  1 0 0 4 
   
 0 1 0 2  , 0 1 0 7 
0 0 1 3  0 0 1 1

Contoh:
Pecahkanlah sistem persamaan linear berikut dengan menggunakan eliminasi
Gaus-Jordan
x  y  2z  8
 x  2 y  3z  1
3x  7 y  4 z  10
Solusi:
1 1 2 8 1 1 2 8  1 1 2 8 
  b1  b2     b2  b1
 1 2 3 1  3b  b 0 1 5 9   b2 0 1 5 9 
3b2  b3
 3 7 4 10  1 3
0 10 2 14  0 10 2 14 

82 Matriks
1 0 7 17  1 0 7 17  1 0 0 3  x 3
  1   7b3  b1  
0 1 5 9   b3 0 1 5 9 
52 5b3  b2 
0 1 0 1 y 1
0 0 52 104  0 0 1 2  0 0 1 2  z2

Aturan Cramer
Untuk mencari solusi suatu Sitem Persaman Linear selain menggunakan
Eliminasi Gauss-Jordan juga dapat menggunakan aturan cramer.
Misalkan SPL ditulis dalam bentuk AX = B, yaitu :
 a11 a11 a1n   x1   b1 
a a11 a2 n   x 2   b2 
 11     
     
     
 am1 am1 amn   x n   bm 

Jika determinan A tidak sama dengan nol maka solusi dapat ditentukan satu
persatu (peubah ke-i, xi)
Langkah-langkah menentukan solusi SPL dengan Aturan Cramer adalah
sebagai berikut:
1. Hitung determinan A (|A|)
2. Tentukan Ai  matriks A dimana kolom ke-i diganti oleh B.
Contoh :
 b1 a12 a1n   a11 b1 a1n 
b a a  a b a 
A1  
2n 
A2  
2 21 11 2 2n 
   
   
 bn an2 ann   an1 bn ann 
3. Hitung |Ai|
det( Ai )
4. Solusi SPL untuk peubah xi adalah x i 
det( A)
Contoh
Pecahkanlah sistem persamaan linear berikut dengan menggunakan aturan
cramer
x  y  2z  8
 x  2 y  3z  1
3x  7 y  4 z  10

Matriks 83

PAGE 10
Solusi:
Bentuk SPL menjadi AX = B
 1 1 2  x   8 
    
 1 2 3   y    1 
 3 7 4   z  10 
 1 1 2 x 8
 ,  ,  
A   1 2 3  X   y  B   1 
 3 7 4   z  10 
 det (A) = |A|(ekspansi baris ke-1)
2 3 1 3 1 2
A 1 1 2
7 4 3 4 3 7
 1( 8  21) 1( 4  9)  2(7  6)
 13  13  26  52
 Tentukan Ai
 8 1 2  1 8 2 1 1 8
     
A1   1 2 3  , A2   1 1 3  , A3   1 2 1 
10 7 4   3 10 4   3 7 10 
 Hitung |Ai|
2 3 1 3 1 2
A1  8 1 2
7 4 10 4 10 7
 8( 8  21) 1(4  30)  2( 7  20)
 8(13)  26  26  156
1 3 1 3 1 1
A2  1 8 2
10 4 3 4 3 10
 1(4  30)  8( 4  9)  2( 10  3)
 26)  104  26  52
2 1 1 1 1 2
A3  1 1 8
7 10 3 10 3 7
 1( 20  7) 1( 10  3)  8(7  6)
 13  13  104  104
det( Ai )
 xi 
det( A)

84 Matriks
det( A1) 156 det( A2 ) 52 det( A3 ) 104
x   3; y    1; z   2
det( A) 52 det( A) 52 det( A) 52

Menyelesaikan Soal Matriks dengan Mathcad


2 2 1  1 2 2 
   
Jika diketahui matriks A   1 3 0  dan matriks B   2 3 2  ,
5 4 3  1 5 3 
   
tentukan:
a. AB  2 A
b. det (A) dan det (B)
c. A 1
Solusi

 Buka software mathcad sehingga muncul halaman awal berikut

 Ketikan A := kemudian akan muncul

 Pilih tombol Matriks dan Vector Toolbars sehingga akan


muncul

Matriks 85

PAGE 10
 Tekan tombol akan muncul

 Isikan matriks yang bersesuaian yang bersesuaian dengan soal

86 Matriks
 Ketikan A*B – 2*A  [enter] sehingga akan muncul

 Untuk menentukan det(A) dan det(B), pilih tombol pada toolbar


matrix. Sehingga muncul |A| kemudian  [enter] sehingga muncul:

 Untuk mencari A-1 , ketik A pilih tombol pada toolbars matrix.

Matriks 87

PAGE 10
88 Matriks
Rangkuman

1. Sebuah matriks adalah susunan dari bilangan–bilangan berbentuk persegi


panjang yang diapit oleh dua buah tanada kurung biasa atau kurung siku.
Bilangan–bilangan di dalam susunan tersebut disebut elemen matriks.
2. Ukuran (ordo) matriks menyatakan banyaknya baris dan kolom pada
matriks tersebut
3. Matriks dinotasikan dengan huruf besar sedangkan unsur-unsurnya
dinyatakan dengan huruf kecil.
4. Dua matriks A = [aij] dan B = [bij] dikatakan sama jika :aij = bij, yaitu,
elemen yang bersesuaian dari dua matriks tersebut adalah sama.
5. Jika A dan B adalah sembarang dua matriks yang ordonya sama maka
jumlah A + B adalah matriks yang diperoleh dengan menambahkan entri-
entri yang bersesuaian pada kedua matriks tersebut
6. Ada 3 macam OBE yang dapat dilakukan yaitu:
(1). Mempertukarkan baris-I dan baris-j ( bi  bj )
(2). Mengalikan skalar k terhadap suatu baris ( k.bi )
(3). Baris-I ditambah dengan k x Baris-j ( bi + k.bj )
7. jika A adalah matriks persegi, maka minor entri aij dinyatakan oleh Mij
dan didefinisikan menjadi determinan sub matriks yang tetap setelah baris
ke-i dan kolom ke-j dicoret dari A.
8. Sebuah himpunan berhingga dari persamaan-persamaan linear dalam
peubah x1, x2, …, xn dinamakan system persamaan liniear atau system
linear
9. Solusi sebuah sitem persamaan linear (SPL) adalah himpunan bilangan
Real dimana jika disubstitusikan pada peubah suatu SPL akan memenuhi
nilai kebenaran SPL tersebut
10. Eliminasi Gauss merupakan prosedur sistematik yang digunakan untuk
memecahkan system persamaan linear.

Matriks 89

PAGE 10
5 FUNGSI

Overview

Setiap pemain sepakbola mengenakan kaos tim dengan nomor punggung yang
berbeda-beda. Misalkan himpunan A terdiri dari 11 pemain Tim Nasional
Indonesia dan himpunan B merupakan 11 kaos Tim yang digunakan oleh
Timnas untuk bertanding. Jika diperhatikan setaip pemain mengenakan tepat
satu kaos tim untuk sebuah pertandingan. Pemetaan dari himpunan A ke
himpunan B kita sebut fungsi. Pada bab ini akan dipelajari definisi fungi,
menyatakan fungsi, nilai fungsi, daerah asal dan daerah hasil, jenis-jenis fungsi,
operasi aljabar pada fungsi, fungsi komposisi, dan invers fungsi.

Tujuan

1. Mahasiswa memahami konsep fungsi


2. Mahasiswa mempu menentukan daerah asal dan daerah hasil sebuah
fungsi
3. Mahasiswa mengatahui jenis-jenis fungsi
4. Mahasiswa mampu melakukan operasi aljabar pada fungsi
5. Mahasiswa memahami konsep fungsi komposisi
6. Mahasiswa mampu menentukan invers dari sebuah fungsi

5.1 Definisi Fungsi


Pembahasan mengenai fungi tidak dapat dilepaskan dari masalah
pemetaan atau pengaitan. Suatu pemetaan f dari himpunan A ke himpunan B

90 Fungsi
disebut fungsi jika setiap anggota dari himpunan A dipetakan atau dikaitkan
dengan tepat satu anggota dari himpunan B. Perhatikan gambar berikut!
A B

1 f a

2 b

3 c

4 d

Gambar 6.1: Fungsi

Setiap anggota himpunan A = {1, 2, 3, 4} dipetakan tepat satu pada anggota di


himpunan B.

Contoh
Misalkan X  1,2 dan Y  3,6 .
 Himpunan (1,3), (2,3) merupakan fungsi 1 3

dari X ke Y, karena setiap anggota himpunan 2 6


X dikaitkan atau dipetakan dengan tepat
satu anggota himpunan Y.
Gambar 6.2

 Himpunan (1,3),(1,6),(2,3) bukan


merupakan fungsi, karena ada anggota 1 3
himpunan X, yaitu 1, yang dikaitkan lebih
dari satu pada anggota himpunan Y. 2 6

5.2 Menyatkan Fungsi Gambar 6.3


Suatu Fungsi biasanya dinyatakan dengan huruf tunggal, boleh huruf
kecil ataupun huruf besar misalnya f, g, h, d, F, G, K, L, V dan sebagainya.
Untuk menyatakan bahwa f adalah suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan
B dinotasikan dengan :
f : AB

Fungsi 91
Jika x  A dan y  B , maka notasi pernyataan fungsi tersebut dapat diganti (2
dengan:
f :xy

“y” adalah peta dari x oleh f, atau “y” adalah fungsi dari “x” dan umumnya
ditulis sebagai:
y  f ( x)

Bentuk terakhir ini disebut dengan rumus fungsi. x disebut variabel bebas dan
y disebut variabel tak bebas karena nilainya tergantung pada x.

5.3 Nilai Fungsi


Nilai fungsi adalah nilai y yang diperoleh dari rumus fungsi jika x
diberi suatu harga (nilai). Misal diberikan rumus fungsi y  f ( x )  x 2  2 ,
maka :
Nilai fungsi untuk : x = -3 adalah f (3)  (3)2  2  9  2  7
: x = -1 adalah f ( 1)  ( 1)2  2  1  2  1
: x = 0 adalah f (0)  (0)2  2  0  2  2
: x = a adalah f (a)  (a)2  2
: x = a + 3 adalah f (a  3)  (a  3)2  2
 a 2  6a  9  2
 a 2  6a  7
:x= 2 adalah f ( 2)  ( 2)2  2  2  2  0
2
1 1 1 1 3
:x=  adalah f         2   2  1
2  2  2 4 4
: x = t2 adalah f ( t 2 )  ( t 2 )2  2  t 4  2

5.4 Daerah Asal, dan Daerah Hasil


Jika f : A  B maka dalam hal ini, himpunan A dinamakan domain atau
daerah definisi atau daerah asal, sedangkan himpunan B dinamakan
kodomain atau daerah kawan fungsi f.

92 Fungsi
Domain fungsi f ditulis dengan notasi Df, dan apabila tidak disebutkan
maka disepakati bahwa domain fungsi f adalah himpunan terbesar di
dalam sehingga f terdefinisikan atau ada.
Df   x  : f ( x )  
Himpunan semua anggota B yang mempunyai kawan di A
dinamakan range atau daerah hasil fungsi f, ditulis Rf atau Im(f).

Rf  f ( x )  : x  Df 
Jika pada fungsi f : A  B , sebarang elemen x  A mempunyai
kawan y  B, maka dikatakan “y merupakan bayangan x oleh f “ atau
“y merupakan nilai fungsi f di x” dan ditulis y = f(x).
A B

f
x y

Gambar 6.4 : fungsi dari himpunan A ke B


Selanjutnya, x dan y masing-masing dinamakan variable bebas dan variabel
tak bebas. Sedangkan y = f(x) disebut rumus fungsi f.

Contoh
Tentukan daerah asal (Domain) dan daerah hasil (Range) dari fungsi berikut
ini:
1. f ( x )  x  3 2. f ( x )  x 2 3. f ( x)  2 x  6
3 2
4. f ( x )  x 2  9 5. f ( x )  6. f ( x )  2
x4 x  6x  8

Fungsi 93
Jawab
1. f ( x )  x  3
Untuk setiap x  nilai dari f ( x ) selalu ada dan f ( x )  . sehingga
Df  { x | x  } dan Rf  y y  

2. f ( x )  x 2
Untuk setiap x  nilai dari f ( x ) selalu ada dan memiliki nilai positif
( f ( x)  +
) sehingga Df  { x | x  } dan Rf  y y  

3. f ( x)  2 x  6
Jika kita memasukan nilai x = 1 maka f (1)  2(1)  6  4 (tak terdefinisi),
karena “akar” hanya didefinisikan untuk bilangan yang lebih dari atau
sama dengan nol.
2x  6  0  2x  6  x  3 .
Jadi daerah asalnya dalah: Df  { x | x  3, x  }
Daerah hasil diperoleh dengan cara memasukan nilai x pada daerah
asal. Rf  y y  0, y    0,~ 

4. f ( x )  x 2  9
f(x) akan terdefinisi jika bilangan dibawah tanda akar lebih dari atau sama
dengan nol, sehingga x 2  9  0  ( x  3)( x  3)  0

-3 0 3
Dan nilai–nilai x yang memenuhi pertidak samaan terakhir adalah x  3 atau
x  3 jadi daerah asalnya adalah Df  x x  3 atau x  3 .
Rf  y y  0, y    0,~
3
5. f ( x ) 
x4
Suatu pecahan akan terdefinisi jika penyebutnya tidak sama dengan nol. Jadi
agar f(x) terdefinisi maka x4  0 x  4 sehingga
Df  x x  4  x x  4 atau x  4, x  

94
4 Fungsi
Nilai f(x) tidak mungkin nol sehingga : Rf  y y  0, y    0,~
2
6. f ( x ) 
x  6x  8
2

f(x) akan terdefinisi jika x 2  6 x  8  0  ( x  2)( x  4)  0 . Nilai x yang


menyebabkan nol adalah x = 2 atau x = 4. Jadi daerah asalnya adalah :
Df  x x  2 atau x  4, x    x x  2 atau 2  x  4 atau x  4, x  

2 4
Nilai f(x) tidak mungkin nol sehingga : Rf  y y  0, y    0,~
5.5 Jenis-Jenis Fungsi

5.5.1 Fungsi Konstan


Fungsi konstan adalah sebuah fungsi x=k
yang dirumuskan dengan f(x) = k,
dengan k adalah konstanta riil.
Grafiknya berupa sebuah garis
mendatar yang berjarak k satuan dari
sumbu x Gambar 6.5

5.5.2 Fungsi Identitas


Fungsi Identitas adalah sebuah fungsi y = f(x)
yang dirumuskan dengan f(x) = x.
Grafiknya berupa sebuah garis yang
melalui titik asal (0,0) dengan gradien
(tanjakan) =1
Gambar 6.6
5.5.3 Fungsi Polinom
Fungsi Polinom adalah sebarang fungsi yang dapat dibangun dari fungsi
identitas dengan memakai operasi – operasi, penambahan, pengurangan, dan
perkalian.

Fungsi 95
Bentuk umum dari polinom adalah:
f ( x )  an x n  an 1x n 1  ...  a1x  a0
di mana koefisien a adalah bilangan riil dan n adalah bilangan bulat tak negatif
(0,1,2,3,… n). Jika an  0, maka n adalah derajat dari fungsi polinom tersebut.

5.5.4 Fungsi linear


Fungsi Linear adalah fungsi polinom
berderajat satu.
Bentuk umum fungsi linear adalah :
f ( x )  ax  b
f(x) = ax + b
a dan b adalah konstan riil grafiknya
berupa garis yang melalui titik – titik
  b ,0  dan 0, b
   
 a 
jika a > 0 dan b < 0, maka grafiknya
seperti pada gambar disamping.
Gambar 6.7
Koefisien x yaitu a, adalah gradien
atau tanjakan atau kemiringan dari garis
tersebut. Jika a > 0 (positif). Grafik naik
ke kanan, jika a < 0 (negatif) grafik
turun kekanan. f(x) = ax + b
 Jika b = 0, maka garis melalui
titik asal O(0,0).
 Jika a =1 dan b = 0, maka
adalah fungsi identitas
 Jika a = 0 dan b  0, maka
adalah fungsi konstan
Gambar 6.8
5.5.5 Fungsi Kuadrat
Fungsi Kuadrat adalah fungsi polinom
berderajat dua. Bentuk umumnya
adalah : a>0
f ( x )  ax 2  bx  c ; a  0 a<0
Gafiknya berbentuk parabola.
Parabola terbuka keatas jika a >
0, dan terbuka ke bawah jika a <
0. Gambar 6.9

96 Fungsi
5.5.6 Fungsi Nilai Mutlak (Modulus)
Nilai mutlak dari suatu bilangan riil x dilambangkan dengan x , didefinisikan
sebagai :
x ; jika x  0
x 
x ; jika x < 0
Fungsi yang dirumuskan oleh : f ( x )  x , disebut 3
fungsi nilai mutlak. Karena |x| selalu lebih dari atau 2
sama dengan nol, maka grafik fungsi nilai mutlak selalu 1
berada di atas atau pada sumbu x.
Grafik dari f ( x )  x adalah seperti pada gambar. 3 2 1 0 1 2 3
Grafik dari y = |x| dapat diperoleh dengan cara 1

menggambar y = x, kemudian bagian grafik yang 2


berada dibawah sumbu x dicerminkan terhadap sumbu 3
x. Gambar 6.10
Contoh
Diberikan rumus fungsi f(x) = | x – 2 |
a. Tentukanlah nilai – nilai dari : f(-2), f(-1), f(0), f(1), f(2), f(3), f(4)
b. Gambarkan grafiknya
Jawab
f(x) = |x – 2|
a) f(-2) = |-2 – 2| = |-4| = 4 b) Grafik dari f(x) = |x – 2|
f(-1) = |-1 – 2| = |-3| = 3
3
f(0) = |0 – 2| = |-2| = 2
f(1) = |1 – 2| = |-1| = 1 2
f(2) = |2 – 2| = |0| = 0 1
f(3) = |3 – 2| = |1| = 1
f(4) = |4 – 2| = |2| = 2 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6
1

2
Gambar 6.11
Grafiknya dapat diperoleh dengan cara menggambar y = x – 2,
kemudian bagian grafik dibawah sumbu x dicerminkan pada sumbu x.

Fungsi 97
5.5.7 Fungsi Tangga
Fungsi tangga atau fungsi bilangan bulat terbesar adalah fungsi yang
dilambangkan dengan :
f (x) = ||x||
Didefinisikan sebagai : Bilangan bulat terbesar yang kurang dari atau sama
dengan x.

-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7
Dengan bantuan gambar di Gambaratas kita6.12
dapat dengan
Garis mudah menentukan nilai-
Bilangan
nilai fungsi bilangan bulat terbesar pada –7  x  7. Perhatikan uraian berikut!

|| -3 || = 3; || 2 || = 2; || ½ || = 0; || 3
2 || = 1; || 5 ½ || = 5

|| -3 || = -3; || -3 ½ || = -4; || - ½ || = || -1||; || -6 ½ || = -7

|| 2 || = 1; ||  || = || 3,14 || = || 3 ||; ||  3 || = || -1,732 || = -2


Pada selang :
-2  x < -1  f(x) = -2
-1  x < 0  f(x) = -1
0  x < 1  f(x) = 0
1  x < 2  f(x) = 1
2  x < 3  f(x) = 2

98 Fungsi
sehingga grafiknya adalah seperti pada gambar berikut.
6

4 3 2 1 0 1 2 3 4
1

Gambar 6.13

5.5.8 Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil


Suatu fungsi yang didefinisikan oleh y = f(x) dikatakan :
(1) Fungsi Genap, Jika dipenuhi f ( x )  f ( x )
(2) Fungsi Ganjil, Jika dipenuhi f ( x )  f ( x )

Jika (1) dan (2) tidak dipenuhi, dikatakan bahwa fungsi tak genap dan tak ganjil.

Contoh
Periksalah apakah fungsi-fungsi berikut ini genap, ganjil atau tak genap dan tak
ganjil.

a. f(x) = x d. f(x) = 4x g. f(x) = x4 – 3x2


b. f(x) = x2 e. f(x) = x2 – 4 h. f(x) = 2x3 – 5x
c. f(x) = x3 f. f(x) = |x| I. f(x) = x2 + 2x – 8
Jawab
a. f(x) = x f. f(x) = |x|
f(-x) = -x = -f(x) f(-x) = |-x| = |-1| |x| = 1 |x| = |x|
Jadi f Ganjil Jadi f Genap
2
b. f(x) = x g. f(x) = x4 – 3x2

Fungsi 99
f(-x) = (-x)2= x2= f(x) f(-x) = (-x)4 – 3(-x)2= x4 – 3x2
Jadi f Genap Jadi f Genap
3
c. f(x) = x h. f(x) = 2x3 – 5x
f(-x) = (-x)3 = -x3 = -f(x) f(-x) = 2(-x)3 – 5(-x) = -2x3 + 5x
Jadi f Ganjil = -[2x3 – 5x] = -f(x)
Jadi f Ganjil
d. f(x) = 4x i. f(x) = x2 + 2x - 8
f(-x) = 4(-x) = -4x = -f(x) f(-x) = (-x)2 + 2(-x) – 8
Jadi f Ganjil = x2 – 2x - 8 = -[-x2 + 2x + 8]
 f(x)  -f(x)
Jadi f tak Genap dan tak Ganjil

e. f(x) = x2 – 4 j. f(x) = x; x0

f(-x) = (-x)2 – 4 f(-x) =  x (tak terdefinisi)


2
= x – 4 = f(x) Jadi f tak Genap dan tak Ganjil
Jadi f Genap

5.6 Operasi Aljabar Pada Fungsi


Diberikan skalar real  dan fungsi-fungsi f dan g. Jumlahan f  g , selisih
f  g , hasil kali skalar  f , hasil kali f . g , dan hasil bagi f g masing-masing
didefinisikan sebagai berikut:
a. (f  g )( x )  f ( x )  g( x )
b. (f  g )( x )  f ( x )  g( x )
c. ( f )( x )   f ( x )
(f . g )( x )  f ( x ). g( x )
d.
f f ( x)
e. ( )( x )  , asalkan g( x )  0
g g( x )
Domain masing-masing fungsi di atas adalah irisan domain f dan
domain g, yaitu Df  g  Df  g  Df g  Df  Dg . Sedangkan untuk f g ,
Df g   x  Df  Dg : g( x )  0 .

100 Fungsi
Contoh
Jika f dan g masing-masing:
f ( x)  2 x  5 g( x )  x  4
maka tentukan: f  g , f  g , f . g , dan f g beserta domainnya.
Jawab
f  g  ( x)  2 x  5  x  4 f  g ( x)  2x  5  x  4
2x  5
 f . g  ( x )  2 x  5. x  4 f g  ( x) 
x4
Df  { x | x  R } dan Df  { x | x  4}
Df  g  Df  g  Df  g  Df  Dg  { x | x  4}
Df g   x  Df  Dg : g( x )  0   x | x  4
Contoh
1
Jika f dan g masing-masing: f ( x)  x 1 dan g( x ) 
x 5
maka tentukan: f  g , f  g , f . g , dan f g beserta domainnya.
Jawab
1 1
 f  g  ( x )  x 1   f  g  ( x )  x 1 
x 5 x 5
1 x 1
 f . g  ( x )  x 1.
x 5
f g  ( x)  x  5
Karena Df  [1, ) dan Dg  R  { 5} , maka f  g , f  g , f . g , dan f g
masing-masing mempunyai domain: [1, ) .

Fungsi 101
5.7 Komposisi Fungsi
Komposisi fungsi dari f dan g didefinisikan sebagai:
  f g  ( x)  f ( g( x)), Rg  Df  
Dengan domain Df g   x  Dg : g( x )  Df 
  g f  ( x)  g(f ( x)), Rf  Dg  
Dengan domain Dg f   x  Df : f ( x )  Dg 

Contoh
Jika f(x) = x2 dan g(x) = x1 maka tentukan fungsi-fungsi berikut beserta
domainnya.
a. f g b. g f c. f f d. g g
Jawab
a.  f g  ( x)  f ( g( x))  f ( x 1)  ( x 1)2 , dengan domain Df g  .
b.  g f  ( x)  g(f ( x))  g( x 2 )  x 2 1 , dengan domain Dg f  .
c.  f f  ( x )  f (f ( x ))  f ( x )  x , dengan domain Df
2 4
f  .
d.  g g  ( x)  g( g( x))  g( x 1)  ( x 1) 1  x  2 , dengan domain
Dg g  .

Contoh
Jika f ( x )  1  x 2 dan g( x )  2 x 2 maka tentukan fungsi-fungsi berikut ini
beserta domainnya.
a. f g b. g f
Jawab
a.  f g  ( x )  f ( g( x ))  f (2 x 2 )  1  (2 x 2 )2  1  4 x 4 , dengan domain:
Df g   x  Dg : g( x )  Df    x  : 1  2 x 2  1

 
1 1 .
 x  : 0  x 2  1 2  x  : 2x 2
2 2
b.  g f  ( x )  g(f ( x ))  g( 1  x 2 )  2(1  x 2 ) , dengan domain:
Dg f   x  Df : f ( x )  Dg    x  : 1  x  1 .

102 Fungsi
5.8 Invers Fungsi
Fungsi f memetakan x pada y, dirumuskan dengan y = f(x), fungsi f–1
memetakan y pada x, dirumuskan dengan x = f –1 (y).
Rumus untuk fungsi invers dari f diperoleh dengan cara mengganti x dengan y
dan y dengan x pada bentuk x = f –1 (y) sehingga diperoleh rumus : y = f –1 (x)
Langkah-langkah menentukan Fungsi Invers adalah sebagai berikut.
1. Dari bentuk y = f(x) ubahlah menjadi bentuk x = f(y) (x sebagai
fungsi dari y)
2. Namakanlah x sebagai f –1 (y), sehingga f –1 (y) = f(y)
3. Gantilah huruf y dengan x sehingga diperoleh rumus fungsi invers f –1
(x)
Contoh
Tentukanlah fungsi invers dari fungsi-fungsi berikut dan gambarkan fungsi
tersebut dan inversnya pada satu salib sumbu.
a). f ( x )  3x  2
b). f ( x )  x3
Jawab
a. y  3x  2
3x  y  2 4
y 2 1 2 yx
x  y  ……Langkah (1) 3
3 3 3 y  3x  2
2
1 2
f 1( y )  y  ……….Langkah (2)
3 3 1
1 1 2
f ( x )  x  ………..Langkah (3)
3 3 4 3 2 1 0 1 2 3 4
1 1 2
Jadi fungsi invers dari y x
2
3 3
1 2
f ( x )  3x  2 adalah f 1( x )  x
3 3 3

4
Gambar 6.14
1 1 2
Pada gambar tampak jelas bahwa grafik y  f ( x )  x  merupakan
3 3
pencerminan dari grafik y  f ( x )  3x  2 terhadap garis y  x dan
sebaliknya.
b. y  x3

Fungsi 103
x3  y
1 1 1
( x3 ) 3 y 3 xy 3 …Langkah (1) 4
y  x3
1 yx
f 1( y )  y 3 ……………..Langkah (2) 3
1
f 1( x )  x 3 …………… 2
Langkah (3) 1
1 yx 3

Jadi fungsi invers dari f ( x )  x3 adalah


1 4 3 2 1 0 1 2 3 4
f 1( x )  x 3 1
Pada gambar tampak jelas bahwa
1 2
grafik y  f 1( x )  x 3 merupakan
pencerminan dari grafik y  f ( x )  x3 3

terhadap garis y  x dan sebaliknya. 4


Gambar 6.15
Contoh
3x  4 1
Tentukan fungsi invers dari f ( x )  ,x  !
2 x 1 2
Jawab
3x  4
y
2 x 1
 y(2 x 1)  3x  4  2 xy  y  3x  4  2 xy  3x  y  4  x(2y  3)  y  4
y4 y4
x ……(langkah 1) f 1( y )  …….(langkah 2)
2y  3 2y  3
x4
f 1( x )  …….(langkah 2)
2x  3

104 Fungsi
5.9 Menyelesaikan Soal dengan Matcad
1
1. Jika diketahui f ( x)  x 2  2 x  5 , tentukan nilai f (2), f   dan f (1000)
2
 Buka software mathcad

Akan muncul halaman awal mathcad berikut

Fungsi 105
 Pilih tombol evaluation toolbars akan muncul

 Pilih “:=” dan akan muncul 


2
 Definisikan fungsi sehingga akan muncul f ( x)  x  2x  5
kemudian enter sehingga pada mathcad muncul tanda “+”
 Ketikan f ( 2) disertai “=” yang ada pada tombol evaluation toolbars
kemudian enter sehingga akan muncul

 Dengan cara yang sama kita akan mudah menghitung nilai dari
1
f   dan f (1000)
2

106 Fungsi
Rangkuman

1. Suatu pemetaan f dari himpunan A ke himpunan B disebut fungsi jika


setiap anggota dari himpunan A dipetakan atau dikaitkan dengan tepat
satu anggota dari himpunan B
2. Suatu Fungsi biasanya dinyatakan dengan huruf tunggal, boleh huruf kecil
ataupun huruf besar misalnya f, g, h, d, F, G, K, L, V dan sebagainya.
3. Untuk menyatakan bahwa f adalah suatu fungsi dari himpunan A ke
himpunan B dinotasikan dengan :
f : AB
4. Nilai fungsi adalah nilai y yang diperoleh dari rumus fungsi jika x diberi
suatu harga (nilai).
5. Jika f : A  B maka dalam hal ini, himpunan A dinamakan domain atau
daerah definisi atau daerah asal, sedangkan himpunan B dinamakan
kodomain atau daerah kawan fungsi f.
6. Himpunan semua anggota B yang mempunyai kawan di A dinamakan
range atau daerah hasil fungsi f, ditulis Rf atau Im(f).
7. Fungsi konstan adalah sebuah fungsi yang dirumuskan dengan f(x) = k,
dengan k adalah konstanta riil.
8. Fungsi Identitas adalah sebuah fungsi yang dirumuskan dengan f(x) = x.
Grafiknya berupa sebuah garis yang melalui titik asal (0,0) dengan gradien
(tanjakan) =1
9. Fungsi Polinom adalah sebarang fungsi yang dapat dibangun dari fungsi
identitas dengan memakai operasi – operasi, penambahan, pengurangan,
dan perkalian
10. Fungsi Linear adalah fungsi polinom berderajat satu.
11. Fungsi Kuadrat adalah fungsi polinom berderajat dua.
12. Fungsi yang dirumuskan oleh : f ( x )  x , disebut fungsi nilai mutlak.
13. Fungsi tangga atau fungsi bilangan bulat terbesar adalah fungsi yang
dilambangkan dengan f (x) = ||x|| Didefinisikan sebagai : Bilangan bulat
terbesar yang kurang dari atau sama dengan x.

Fungsi 107
14. Suatu fungsi yang didefinisikan oleh y = f(x) dikatakan :
 Fungsi Genap, Jika dipenuhi f ( x )  f ( x )
 Fungsi Ganjil, Jika dipenuhi f ( x )  f ( x )
15. Diberikan skalar real  dan fungsi-fungsi f dan g. Jumlahan f  g , selisih
f  g , hasil kali skalar  f , hasil kali f . g , dan hasil bagi f g masing-
masing didefinisikan sebagai berikut:
a. (f  g )( x )  f ( x )  g( x )
b. (f  g )( x )  f ( x )  g( x )
c. ( f )( x )   f ( x )
d. (f . g )( x )  f ( x ). g( x )
f f ( x)
e. ( )( x )  , asalkan g( x )  0
g g( x )
16. Fungsi komposisi dari f dan g, ditulis f g , didefinisikan sebagai
 f g  ( x)  f ( g( x)) dengan domain Df g   x  Dg : g( x )  Df 
17. Fungsi f memetakan x pada y, dirumuskan dengan y = f(x), fungsi f–1
memetakan y pada x, dirumuskan dengan x = f –1 (y).
18. Langkah-langkah menentukan Fungsi Invers adalah sebagai berikut.
1. Dari bentuk y = f(x) ubahlah menjadi bentuk x = f(y) (x sebagai
fungsi dari y)
2. Namakanlah x sebagai f –1 (y), sehingga f –1 (y) = f(y)
3. Gantilah huruf y dengan x sehingga diperoleh rumus fungsi invers f –1
(x)

108 Fungsi
6 Limit dan Kekontinuan

Overview

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar perkataan “hampir”.


Seorang pembalap Moto Gp Valentino Rossi yang dijuluki The Doctor
memacu motornya dengan kecepatan hampir (mendekati) 150 km/jam di
sebuah tikungan. Dalam matematika permasalahan tersebut ditemukan pada
pembahasan mengenai limit. Pada bab ini akah dipelajari definisi limit, limit
sepihak, teorema-teorema dalam limit, pemecahan soal limit, limit tak
hingga, limit di tak hingga, limit fungsi trigonimetri dan kekontinuan fungsi.

Tujuan

1. Mahasiswa memahami definisi limit


2. Mahasiswa memahami konsep limit kiri dan limit kanan
3. Mahasiswa memahami teorema-teorema dalam limit
4. Mahasiwa memhami pemecahan soal limit
5. Mahasiswa memahami limit tak hingga dan limit di takhingga
6. Mahasiswa memahami limit fungsi trigonometri
7. Mahasiwa memahami konsep kekontinuan suatu fungsi

Limit dan Kekontinuan 109


6.1 Definisi Limit Fungsi
Konsep limit merupakan dasar dari kalkulus diferensial dan kalkulus
x2  2 x  8
integral. Perhatikan fungsi yang didefinisikan oleh f ( x )  .
x4
Untuk x  4, f(x) dapat ditulis sebagai:
 x  4  x  2 
f ( x)   x2 ; x4
x4
Yang grafiknya adalah seperti di bawah ini.

Dari grafik terlihat, bahwa jika nilai x cukup mendekati 4, maka nilai f(x)
akan mendekati 6.
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut!

X 3.5 3.899 4 4.001 4.011 4.1 4.2


f(x) 5.5 5.999 … 6.001 6.011 6.1 6.2

Sehingga secara intuisi, limit di satu titik dapat didefinisikan sebagai


berikut :
Misal f(x) terdefinisi pada interval I yang memuat c, dan tidak
terdefinisi di c, nilai f(x) akan mendekati L, bila x mendekati c.
lim f  x   L
x c

110 Limit dan Kekontinuan


6.2 Limit Sepihak
Misalkan f(x) adalah fungsi yang terdefinisikan pada suatu interval buka (a, b),
yang memuat titik c, dan tidak terdefinisi di c, maka :
 Untuk suatu x yang cukup dekat dengan c dari kanan, Nilai f(x) mendekati
L. Notasi disebut limit kanan
lim f  x   L
x c
 Untuk suatu x yang cukup dekat dengan c dari kanan, Nilai f(x) mendekati
G. Notasi disebut limit kanan
lim f  x   G
x c
Dari definisi limit kiri dan limit kanan di atas, diperoleh suatu teorema sebagai
berikut:
lim f ( x )  L  lim f ( x )  L dan lim f ( x )  L
x c x c x c

6.3 Teorema-Teorema dalam Limit


Sifat-sifat dasar limit yang dinyatakan dalam beberapa teorema berikut ini
sangat diperlukan dalam hitung limit.
1. lim A  A , A, c 
x c
2. lim x  c
x c
Jika lim f ( x ) dan lim g( x ) keduanya ada dan k  maka berlaku
x c x c
pernyataan-pernyataan berikut:
1 lim f ( x )  g( x )  lim f ( x )  lim g( x )
x c x c x c
2 lim kf ( x)  k lim f ( x)
x c x c

3 lim f ( x )g( x )  lim f ( x ). lim g( x )


x c x c x c

f ( x ) xlim f ( x)
4 lim  c , asalkan lim g( x )  0
x c g( x ) lim g( x ) x c
x c

5 Untuk n  :

 
n
(a). lim  f ( x )   lim f ( x )
n
x c x c

Limit dan Kekontinuan 111


 
n
n
(b). lim  f ( x )   lim f ( x ) , asalkan lim f ( x )  0
x c x c x c

  lim f ( x ) 
1n
(c). lim  f ( x ) 
1n
, asalkan untuk n genap lim f ( x )  0
x c x c x c

6.4 Pemecahan Soal Limit


Untukl menyelesaikan soal limit dapat dilakukan dengan beberapa cara. di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Substitusi langsung
2. Dengan menyederhanakan (Pemfaktoran, Perasionalan akar)
3. Dengan prinsip limit sepihak (kiri dan kanan)
Contoh
Hitunglah nilai limit berikut ini!(Subtitusi Langsung)
a. lim (3x  5)
x 2

b. lim (2 x 2  7 x  6)
x 2

c. lim 7 x 2 x 1
x 1
2x  3
d. lim
x 1 5x  2
Jawab
a. lim (3x  5)  3(2)  5  6  5  1
x 2

b. lim (2 x 2  7 x  6)  2(2)2  7(2)  6  8 14  6  0


x 2

c. lim 7 x 2 x 1  7(1) 2(1) 1  7 1  7


x 1
2 x  3 2(1)  3 2  3 1
d. lim   
x 1 5x  2 5(1)  2 5  2 3
Contoh
Hitunglah nilai limit berikut ini!(Pemfaktoran)
x2  4
a. lim
x 2 x  2

x 2  3x  2
b. lim
x 2 x2  4

112 Limit dan Kekontinuan


x 1
c. lim
x 1 x 1
Jawab
x 2  4 22  4 4  4 0
a. lim    (tidak terdefinisi) . Untuk
x 2 x  2 22 22 0
menyelesaikannya maka digunakan cara pemfaktoran sebagai berikut.
x2  4 ( x  2) ( x  2)
lim  lim  lim ( x  2)  2  2  4
x 2 x  2 x 2 x 2 x 2

x 2  3x  2 22  3(2)  2 4  6  2 0
b. lim    (tidak terdefinisi) .
x 2 x2  4 22  4 44 0
Untuk menyelesaikannya maka digunakan cara pemfaktoran sebagai
berikut.
x 2  3x  2 ( x  2) ( x 1) x 1 2 1 1
lim 2
 lim  lim  
x 2 x 4 x 2 ( x  2) ( x  2) x 2 x  2 22 4
x 1 1 1 0
c. lim   . Untuk menyelesaikannya maka
x 1 x 1 1 1 0
digunakan cara pemfaktoran sebagai berikut.

x 1  x 1 x 1
lim  lim
x 1 x  1 x 1 x 1

 lim
x 1
  
x 1  
1 1  2
Contoh
Hitunglah nilai limit berikut ini!(Perasionalan Akar)
x 2 2
a. lim
x 2 x2
2  x2  3
b. lim Jawab
x 1 1 x 2

Limit dan Kekontinuan 113


x 2 2 22 2 4 2 0
a. lim    (tidak terdefinisi) .
x 2 x 2 22 22 0
Untuk menyelesaikannya maka digunakan cara perasionalan akar
sebagai berikut.
x 2 2 x 2 2 x2 2
lim  lim 
x 2 x 2 x 2 x 2 x2 2

 
2
x2  22
 lim
x 2  x  2  x  2  2
( x  2)  4
 lim
x 2  x  2  x  2  2
x 2
 lim
x 2  x  2  x  2  2
1
 lim
x 2 x2 2
1 1 1 1
   
22 2 4 2 22 4

2
2  x 2  3 2  ( 1)  3 2  4 0
b. lim    .
x 1 1 x 2 1  ( 1)2 1 1 0
Untuk menyelesaikannya maka digunakan cara perasionalan akar
sebagai berikut.
2  x2  3 2  x2  3 2  x2  3
lim  lim 
x 1 1 x 2 x 1 1 x 2 2  x2  3

114 Limit dan Kekontinuan


 x  3
2
22  2

 lim
1 x   2  x  3 
x 1 2 2

 lim

4  x2  3 
x 1
1 x 2   2  x2  3 
1 x 2
 lim
x 1
1 x 2   2  x2  3 
1
 lim
2  x2  3
x 1

1 1 1 1
   
2
2  ( 1)  3 2  4 2  2 4
Contoh
 x  2 ; x  1

Diketahui fungsi berikut: f ( x )   x 2 ; 1  x  2 . Tentukanlah:
 x  3 ;  x  2

a. lim f ( x )
x 1
b. lim f ( x )
x 2
Jawab
a. Perhatikan untuk x menuju -1 dari kiri aturan fungsi yang digunakan
adalah x  2 sedangkan untuk x menuju -1 dari kanan aturan fungsi
yang digunakan adalah x 2 . Oleh karena itu, untuk mencari lim f ( x )
x 1
digunakan limit sepihak (limit kiri dan limit kanan)
lim  f ( x)  lim  ( x  2)  1 2  1
x 1 x 1

lim  f ( x )  lim  x 2  ( 1)2  1


x 1 x 1
lim  f ( x )  lim  f ( x )  1  lim f ( x)  1
x 1 x 1 x 1

b. Perhatikan untuk x menuju 2dari kiri aturan fungsi yang digunakan


adalah x 2 sedangkan untuk x menuju 2 dari kanan aturan fungsi yang

Limit dan Kekontinuan 115


digunakan adalah  x  3 . Oleh karena itu, untuk mencari lim f ( x )
x 2
digunakan limit sepihak (limit kiri dan limit kanan)
lim f ( x )  lim x 2  22  4
x 2  x 2
lim f ( x)  lim ( x  3)  2  3  1
x 2 x 2
lim f ( x )  lim f ( x )  lim f ( x ) tidak ada
x 2 x 2 x 1

6.5 Limit Takhingga


Sebelum membahas mengenai limit takhingga perhatikan masalah
1
perhitungan lim 2 . Untuk nilai-nilai x yang cukup dekat dengan 0, maka
x 0 x
1
nilai-nilai f ( x )  2 diberikan pada tabel berikut ini.
x
1 1
x 2
x
x x2
1 1 -1 1
0,5 4 - 0,5 4
0,01 10.000 - 0,01 10.000
0,0001 100.000.000 - 0,0001 100.000.000
0,000005 40.000.000.000 - 0,000005 40.000.000.000

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa apabila nilai x semakin dekat dengan 0,
1 1
maka nilai f ( x )  2 menjadi semakin besar. Bahkan nilai f ( x )  2 akan
x x
menjadi besar tak terbatas apabila x mendekati 0, baik dari sisi kiri maupun
1
dari sisi kanan. Grafik fungsi f ( x )  2 dapat dilihat pada gambar berikut
x

116 Limit dan Kekontinuan


10

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Dalam hal ini, dikatakan bahwa limit f(x) x menuju nol sama dengan tak hingga,
ditulis:
lim f ( x )  
x 0
Selanjutnya, diperoleh definisi berikut:
a. lim f ( x )   jika untuk setiap x cukup dekat dengan c, tetapi
x c
x  c , maka f(x) menjadi besar tak terbatas arah positif.
b. lim f ( x )   jika untuk setiap x cukup dekat dengan c, tetapi
x c
x  c , maka f(x) menjadi besar tak terbatas arah negatif.
Contoh
1
Diketahui f ( x )  beserta grafiknya.
x 1 4

Tentukan: 3 1

2
a. lim f ( x ) 1
x 1
b. lim f ( x )
4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6
1
x 1 2

c. lim f ( x ) 3

x 1 4

Jawab
1 1
a. Perhatikan grafik f ( x )  ! Jika x  1 maka  
x 1 x 1

Limit dan Kekontinuan 117


1 1
lim f ( x )  lim   
x 1 x 1 x 1 0
1 1
b. Perhatikan grafik f ( x )  ! Jika x  1 maka 
x 1 x 1
1 1
lim f ( x )  lim   
x 1 x 1 x 1 0
c. lim f ( x )  lim f ( x )  lim f ( x ) tidak ada
x 1 x 1 x 1
Contoh
Hitunglah limit berikut ini!
4
a. lim
x 2 x  2
4
b. lim
x 2 x  2
4
c. lim
x 2 2  x
4
d. lim
x 2 2  x
3x
e. lim 2
x 3 x  x  6
3x
f. lim 2 Jawab
x 3 x  x  6
4 4
a. lim    
x 2  x  2 0
4 4
b. lim   
x 2  x  2 0
4 4
c. lim   
x 2  2  x 0
4 4
d. lim    
x 2 2  x 0
3x 3x 9 9
e. lim 2  lim      
x 3 x  x  6 x 3 ( x  3)( x  2) 0 (5) 0
3x 3x 9 9
f. lim 2  lim     
x 3 x  x  6 x 3 ( x  3)( x  2) 0 (5) 0

118 Limit dan Kekontinuan


6.6 Limit di Tak Hingga
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan 10
pengertian limit untuk x  c , dengan c 8
6
suatu bilangan berhingga. Lalu bagaimana 4
nilai f ( x ) apabila nilai x cukup besar.
1 2

Untuk memahami permasalahan tersebut x 10 8 6 4 22 0 2 4 6 8 10

1 4
perhatikan bagaimana nilai f ( x )  6
x 8
apabila nilai x cukup besar. Perhatikan 10

tabel berikut! x

1
x f ( x) 
x
10 0,1
1.000.000 0,000001
5.000.000 0,0000002
100.000.000 0,00000001

Pada tabel di atas terlihat jelas bahwa semakin besar nilai x (arah positif) nilai
f ( x ) semakin kecil dan mendekati nol. Dalam hal ini dikatakan:
1
lim 0
x  x
Bagaimana jika x semakin besar tak terbatas (arah negatif). Perhatikan tabel
berikut ini!
1
x f ( x) 
x
-1 -1
- 1.000.000 - 0,000001
- 5.000.000 - 0,0000002
- 100.000.000 - 0,00000001
Pada tabel di atas terlihat jelas bahwa semakin besar nilai x (arah negatif) nilai
f ( x ) semakin kecil dan mendekati nol. Dalam hal ini dikatakan:
1
lim 0
x  x
Dari penjelasan tersebut diperoleh pengertian limit menuju tak hingga sabagai
berikut.

Limit dan Kekontinuan 119


a. lim f ( x )  L jika f ( x ) terdefinisikan untuk setiap nilai x cukup besar
x 
(arah positif) dan jika x menjadi besar tak terbatas (arah positif) maka
f ( x ) mendekati L.
b. lim f ( x )  L jika f ( x ) terdefinisikan untuk setiap nilai x cukup besar
x 
(arah negatif) dan jika x menjadi besar tak terbatas (arah negatif) maka
f ( x ) mendekati L.
Contoh
Hitunglah limit berikut ini!
4
a. lim
x  x  2
6 x 1
b. lim
x  2 x  10
4x
c. lim
x  x 2  2 x  2

6 x 2
d. lim 2
x  2 x  3x
x
e. lim
x  2
x  x 1
f. lim x2  x  3  x
x 

x3
g. lim Jawab
x  x 2  3
4 4
a. lim  0
x  x  2 
6 x 1 
b. lim  (tak tentu) .
x  2 x  10 
Untuk menyelesaikannya, kita bagi dengan pangkat tertinggi dari
pembilang dan penyebutnya, yaitu x sehingga diperoleh:
6  1x 6  0
lim  3
x  2  10 20
x
4x 
c. lim  (tak tentu)
x  x 2  2 x  2 
Untuk menyelesaikannya, kita bagi dengan pangkat tertinggi dari
pembilang dan penyebutnya, yaitu x 2 sehingga diperoleh:

120 Limit dan Kekontinuan


4x 4 0
lim  lim x  0
x  x 2  2 x  2 x  1  2  2 1 0  0
x x2
2
6 x 
d. lim 2
 (bentuk tak tentu)
x  2 x  3x 
Untuk menyelesaikannya, kita bagi dengan pangkat tertinggi dari
pembilang dan penyebutnya, yaitu x 2 sehingga diperoleh:
6 x 2 6 6
lim  lim   3
x  2 x 2  3 x x  2  3 20
x
x 
e. lim  (tak tentu)
x 
x  x 1 
2

Untuk menyelesaikannya, kita bagi dengan pangkat tertinggi dari


pembilang dan penyebutnya, yaitu x sehingga diperoleh:
x 1
lim  lim
x  2 x  2
x  x 1 x  x 1
x
1 1
 lim  lim
x 
x 2
x 1 x  1 1
 2  2 1  2
x 2
x x x x
1
 1
1 0  0
f. lim x 2  x  3  x    (tak tentu)
x 

x2  x  3  x
lim x 2  x  3  x  lim x2  x  3  x 
x  x 
x2  x  3  x
( x 2  x  3)  x 2
 lim
x 
x2  x  3  x
x 3
 lim
x 
x2  x  3  x
1 3 x
 lim
x  
  1  1x  3 2  1
 x 

Limit dan Kekontinuan 121


1 0 1
 
( 1 0  0 1) 2

x3 
g. lim 2
 (tak tentu)
x  x  3 
3
x 1 1
lim  lim  
x  x 2  3 x  1  3 00
x x 3

6.7 Limit Fungsi Trigonometri


Beberapa rumus limit fungsi trigonometri di antaranya adalah sebagai
berikut:
sin x x
(i) lim  lim 1
x 0 x x 0 sin x
tan x x
(ii) lim  lim 1
x 0 x x 0 tan x
Contoh
sin5
Hitung lim !
 0 tan3
Jawab
sin5  sin5   3 1 
lim   lim 5  
 0 tan3   0 5  tan3 3 
 sin5  3  5 
  lim   lim   lim 
   0 5    0 tan3   0 3 

untuk   0 berakibat 3  0 dan 5  0 , sehingga:


sin5  sin5   3   5 
lim   lim   3lim   lim 
 0 tan3  5  0 5    0 tan3    0 3 
5 5
 1.1. 
3 3

6.8 Kekontinuan Fungsi


Fungsi f ( x ) kontinu di x  a jika memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. f(a) ada atau terdefinisikan,
2. lim f  x  ada
x a

122 Limit dan Kekontinuan


3. lim f  x   f  a 
x a
Jika minimal salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi maka f dikatakan
tidak kontinu di x  a .

f f (a) tidak ada

º
a f ( x ) tidak kontinu di x  a

f lim f ( x )  lim f ( x )  lim f ( x ) tidak ada


x a x a x a

a f ( x ) tidak kontinu di x  a

1. f (a) ada
f 2. lim f ( x ) ada
x a
º 3. lim f ( x )  f (a)
x a

a
f ( x ) tidak kontinu di x  a

Limit dan Kekontinuan 123


1. f (a) ada
f 2. lim f ( x ) ada
x a
º 3. lim f ( x )  f (a)
x a

a
f ( x ) kontinu di x  a
Contoh
Periksa apakah fungsi berikut kontinu di x  2 , jika tidak sebutkan
alasannya!
x2  4
a. f ( x ) 
x2
 x2  4
 ,x  2
 x2
b. f ( x )  

 3 ,x  2

 x  1, x  2

c. f ( x)   2 Jawab
 x 1, x  2

x2  4
a. f ( x) 
x2
22  4 0
f (2)   f (2) tidak terdefinisi (ada) . f ( x ) tidak kontinu
22 0
di x  2
 x2  4
 ,x  2
 x2
b. f ( x)  

 3 ,x  2
 f (2)  3 (ada)

124 Limit dan Kekontinuan


x2  4 ( x  2) ( x  2)
 lim f ( x )  lim  lim  lim ( x  2)  4
x 2 x 2 x  2 x 2 x 2 x 2

 lim f ( x )  f (2)
x 2
 f ( x ) tidak kontinu di x  2
 x  1, x  2

c. f ( x)   2
 x 1, x  2

 f (2)  22 1  3 (ada)
 lim f ( x )
x 2
 lim f ( x )  lim ( x 1)  2 1  3
x 2 x 2

 lim f ( x )  lim ( x 2 1)  22 1  3


x 2  x 2
 lim f ( x )  lim f ( x )  3  lim f ( x )  3
x 2 x 2 x 2
 lim f ( x )  f (2)
x 2
 f ( x ) kontinu di x  2

Limit dan Kekontinuan 125


Contoh
3x  2 , x 1


Diketahui fungsi g( x )   5 ,1 x  3 . Selidiki apakah g( x ) kontinu di
 2
 x 1, x  3

a. x  1
b. x  3
Jawab
a. x  1
 g(1)  3(1)  2  5
 lim g( x)
x 1
 lim g( x )  lim (3x  2)  5
x 1 x 1
 lim g( x)  lim 5  5
x 1 x 1
 lim g( x)  lim g( x)  5  lim g( x)  5
x 1 x 1 x 1
 lim g( x )  g(1)
x 1
 g( x ) kontinu di x  1
b. x 3
 g(3)  5
 lim g( x )
x 3
 lim g( x )  lim 5  5
x 3 x 3

 lim g( x )  lim ( x 2 1)  32 1  8


x 3 x 3
 lim g( x)  lim g( x)
x 3 x 1
 g( x ) tidak kontinu di x  3

Contoh
 x  a; x  1
Diketahui fungsi f ( x )   . Tentukan nilai a agar f ( x ) kontinu
3  x ; x  1
x  1!
Jawab
 f (1)  3 1  2

126 Limit dan Kekontinuan


 lim f ( x ) ada jika lim f ( x )  lim f ( x )
x 1 x 1 x 1
 lim f ( x )  lim ( x  a)  1 a
x 1 x 1
 lim f ( x )  lim (3  x )  3 1  2
x 1 x 1
 lim f ( x )  lim f ( x )
x 1 x 1
 1 a  2
 a 1
 lim f ( x)  f (1)  2
x 1

 x  a; x  1
 Jadi agar f ( x )   kontinu di x  1 maka a  1, sehingga
3  x ; x  1
 x  1; x  1
diperoleh f ( x )  
3  x ; x  1
Contoh
ax  6; x  2

Diketahui fungsi f ( x )  ax 2  bx ; 2  x  1 . Tentukan nilai a dan b agar
ax 12; x  1

f ( x ) kontinu!
Jawab
Perhatikan batas fungsi f ( x ) adalah x  2 dan x  1 maka :
 x  2
 lim  f ( x)  lim  (ax  6)  2a  6
x 2 x 2

 lim  f ( x )  lim  ( ax 2  bx )  4 a  2b


x 2 x 2
 lim f ( x )  lim f ( x )
x 1 x 1
 2a  6  4 a  2b
 2a  2b  6
 a  b  3 *

Limit dan Kekontinuan 127


 x 1
 lim f ( x )  lim ( ax 2  bx )  a  b
x 1 x 1
 lim f ( x )  lim (ax 12)  a 12
x 1 x 1
 lim f ( x )  lim f ( x )
x 1 x 1
 a  b  a 12
 2a  b  12 * *

 Eliminasi * dan **
a  b  3
2a  b  12 +
3a  9  a  3, b  6
3x  6; x  2

Jadi f ( x )  3x 2  6 x ; 2  x  1
3x 12; x  1

6.9 Menyelesaikan Soal Limit dengan MathCad


Hitunglah llimit berikut ini!
2x  3
a. lim
x 1 5 x  2
4
b. lim
x 2 2  x
6 x 1
c. lim Solusi
x  2 x  10
 Buka software mathcad sehingga muncul halaman awal berikut

128 Limit dan Kekontinuan


 Pilih tombol calculus toolbars
sehingga muncul.

 Tekan tombol atau tekan [ctrl] L untuk memunculkan

operator limit
 Untuk memperoleh operator limit kiri dan kanan tekan tombol

atau . Operator limit kiri dan kanan juga bias


dimunculkan dengan menekan [Ctrl][Shift] B dan [Ctrl][Shift]
A

Limit dan Kekontinuan 129


 Masukan ekspresi sesuai dengan soal

 Untuk mendapatkan hasil, tekan tombol evaluation toolbar ,


pilih tombol “ “ kemudian Enter

130 Limit dan Kekontinuan


Rangkuman

1. Misal f(x) terdefinisi pada interval I yang memuat c, dan tidak terdefinisi
di c, nilai f(x) akan mendekati L, bila x mendekati c.
lim f  x   L
x c
2. Untuk suatu x yang cukup dekat dengan c dari kanan Nilai f(x) mendekati
L. Notasi disebut limit kanan
lim f  x   L
x c
3. Untuk suatu x yang cukup dekat dengan c dari kanan, Nilai f(x) mendekati
G. Notasi disebut limit kanan
lim f  x   G
x c
Sifat-sifat dasar limit yang dinyatakan dalam beberapa teorema berikut ini
sangat diperlukan dalam hitung limit.
1. lim A  A , A, c 
x c
2. lim x  c
x c
4. Jika lim f ( x ) dan lim g( x ) keduanya ada dan k  maka berlaku
x c x c
pernyataan-pernyataan berikut:
1 lim f ( x )  g( x )  lim f ( x )  lim g( x )
x c x c x c
2 lim kf ( x)  k lim f ( x)
x c x c

3 lim f ( x )g( x )  lim f ( x ). lim g( x )


x c x c x c

f ( x ) xlim f ( x)
4 lim  c , asalkan lim g( x )  0
x c g( x ) lim g( x ) x c
x c

Limit dan Kekontinuan 131


5 Untuk n  :

 
n
(a). lim  f ( x )   lim f ( x )
n
x c x c

  lim f ( x ) 
n
n
(b). lim  f ( x )  , asalkan lim f ( x )  0
x c x c x c

  lim f ( x ) 
1n
(c). lim  f ( x ) 
1n
, asalkan untuk n genap lim f ( x )  0
x c x c x c

5. Untuk menyelesaikan soal limit dapat dilakukan dengan beberapa cara. di


antaranya adalah sebagai berikut.
1. Substitusi langsung
2. Dengan menyederhanakan (Pemfaktoran, Perasionalan akar)
3. Dengan prinsip limit sepihak (kiri dan kanan)
6. lim f ( x )   jika untuk setiap x cukup dekat dengan c, tetapi x  c ,
x c
maka f(x) menjadi besar tak terbatas arah positif.
7. lim f ( x )   jika untuk setiap x cukup dekat dengan c, tetapi x  c ,
x c
maka f(x) menjadi besar tak terbatas arah negatif.
8. lim f ( x )  L jika f ( x ) terdefinisikan untuk setiap nilai x cukup besar
x 
(arah positif) dan jika x menjadi besar tak terbatas (arah positif) maka
f ( x ) mendekati L.
9. lim f ( x )  L jika f ( x ) terdefinisikan untuk setiap nilai x cukup besar
x 
(arah negatif) dan jika x menjadi besar tak terbatas (arah negatif) maka
f ( x ) mendekati L.
10. Fungsi f ( x ) kontinu di x  a jika memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. f(a) ada atau terdefinisikan,
2. lim f  x  ada
x a
3. lim f  x   f  a 
x a

132 Limit dan Kekontinuan


7 TURUNAN FUNGSI

Overview

Dalam sebuah lintasan balap atau sirkut seorang pembalap terkadang


menemukan lintasan yang berupa turunan atau tanjakan. Dalam matematika
konsep turunan memiliki arti geometris gradien garis singgung pada sebuah
fungsi di sebuah titik. Pada bab ini akan dipelajari definisi turunan di satu
titik, turunan sepihak, keterdiferensialan dan kekontinuan, turunan pada
suatu interval, rumus dasar turunan, aturan menentukan turunan, dan
turunan tingkat tinggi.

Tujuan

1. Mahasiswa memahami definisi turunan di suatu titik


2. Mahasiswa memahami turunan kiri dan turunan kanan
3. Mahasiwa memahami hubungan keterdiferensialan dengan kekontinuan
4. Mahasiwa memahami rumus-rumus dasar turunan
5. Mahaiswa memahami aturan menentukan turunan
6. Mahasiswa memahami turunan tingkat tinggi

Turunan Fungsi 133


7.1 Definisi Turunan di Satu Titik
Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I yang memuat c.
Turunan pertama dari fungsi f di titik c ditulis f '(c ) didefinisikan sebagai:
f ( x )  f (c )
f '(c )  lim
x c x c
bila limitnya ada.
Dengan penggantian x  c  h , jika x  c  h  0 dan x  c  h , turunan
fungsi f di c dapat dituliskan dalam bentuk:
f (c  h)  f (c )
f '(c )  lim
h0 h
Perhatikan gambar berikut:
y
f

f(x)

Garis
f(c) SInggung

x
c x

Arti geometri dari turunan fungsi f di titik c adalah gradien garis singgung pada
f ( x )  f (c )
grafik fungsi f di titik (c , f (c )) seperti telihat pada gambar. Jika lim
x c x c
maka f '(c ) ada dan kita katakana fungsi f terdiferensialkan di c (mempunyai
turunan/dapat diturukan/diferensiabel di c).

Contoh

134 Turunan Fungsi


Hitunglah f '(2) jika diketahui fungsi berikut:
a. f ( x)  2 x
b. f ( x)  x2
Jawab
a. f ( x)  2 x
f ( x )  f (c )
(i) f '(c )  lim
x c x c
f ( x )  f (2) 2 x  2(2) 2 ( x  2)
f '(2)  lim  lim  lim  lim 2  2
x 2 x 2 x 2 x 2 x 2 x  2 x2

f (c  h)  f (c )
(ii) f '(c )  lim
h0 h

f (2  h)  f (2) 2(2  h)  2(2) 4  2h  4


f '(2)  lim  lim  lim
h 0 h h 0 h h 0 h
2h
 lim  lim 2  2
h0 h h0

b. f ( x)  x2
f ( x )  f (c )
(i) f '(c )  lim
x c x c
f ( x )  f (2) x 2  22 x2  4 ( x  2) ( x  2)
f '(2)  lim  lim  lim  lim
x 2 x 2 x 2 x  2 x 2 x  2 x 2 x 2
 lim ( x  2)  2  2  4
x 2
f (c  h)  f (c )
(ii) f '(c )  lim
h0 h

f (2  h)  f (2) (2  h)2  22 4  4 h  h2  4
f '(2)  lim  lim  lim
h 0 h h 0 h h 0 h
2
4h  h h (4  h)
 lim  lim  lim(4  h)  4  0  4
h 0 h h 0 h h 0

Turunan Fungsi 135


7.2 Turunan Sepihak
Sejalan dengan konsep limit sepihak, yaitu limit kiri dan limit kanan
pada turunan juga terdapat konnsep turunan sepihak. Turunan kiri dan
turunan kanan dari sautau fungsi di satu titik didefinisikan sebagai berikut:
 Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang (a, c]. Turunan kiri dari fungsi
f di c, ditulis f ' (c ) didefinisikan sebagai:
f ( x )  f (c ) f (c  h)  f (c )
f ' (c )  lim atau f ' (c )  lim
x c x c h0 h
bila limitnya ada
 Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang (c, b]. Turunan kanan dari
fungsi f di c, ditulis f ' (c ) didefinisikan sebagai:
f ( x )  f (c ) f (c  h)  f (c )
f ' (c )  lim atau f ' (c)  lim
x c x c h0 h
bila limitnya ada

Sembarang fungsi mememiliki turunan di sebuah titik jika turunan kiri


dan turunan kanannya sama. Oleh karena itu, diperoleh definisi sebagai
berikut.
Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I yang memuat titik c.
Fungsi f terdiferensialkan (mempunyai turunan) di titik c jika dan hanya jika
f ' (c )  f ' (c)
Contoh
x ; x  0
Selidiki apakah f ( x )  x   mempunyai turunan di x  0 !
 x ; x  0
Jawab
 Turunan kiri fungsi f di x  0 adalah sebagai berikut:
f ( x )  f (0) x  0
f ' (0)  lim  lim  lim (1)  1
x 0 x 0 x 0 x x 0
 Turunan kanan fungsi f di x  0 adalah sebagai berikut:
f ( x )  f (0) x 0
f ' (0)  lim  lim  lim (1)  1
x 0 x 0 x 0 x x 0

 f ' (0)  f ' (0)  f ( x) tidak mempunyai turunan di x  0

Contoh

136 Turunan Fungsi


x2  x  3 , x  1

Diketahui f ( x )  
1 2 x , x  1

a) Selidiki apakah f ( x ) diferensiabel di x  1
b) Jika ya, tentukan f '(1)

Jawab:
f ( x )  f (1) x 2  x  3  (1  2 1)
a) f ' (1)  lim  lim
x 1 x 1 x 1 x 1
x x
2
x( x 1)
 lim  lim 1
x 1 x 1 x 1 x 1

f ( x )  f (1) 1  2 x  (1  2 1)
b) f ' (1)  lim  lim
x 1 x 1 x 1 x 1
2 x 2 x 1
 lim  2 lim 1
x 1 x 1 x 1 ( x  1)( x  1)

Jadi, f diferensiabel di x = 1. f ' (1)  f ' (1)  1 , maka f ' (1)  1.

7.3 Keterdiferensialan dan Kekontinuan


Jika f mempunyai turunan di c , maka f kontinu di c. Pernyataan
tersebut dapat juga dinyatakan sebagai: Jika f(x) tidak kontinu di c maka f
tidak mempunyai turunan di c. Dengan kata lain kekontinuan adalah syarat
perlu untuk keterdiferensialan. Sifat tersebut tidak berlaku sebaliknya.
Artinya, Jika f kontinu di c, maka belum tentu f diferensiabel di c. Hal ini,
ditunjukkan oleh contoh berikut.
Contoh
 x 1, x  1
Tunjukkan bahwa f ( x ) | x 1|  kontinu di x = 1 tetapi tidak
 x  1, x  1
diferensiabel di x = 1
Jawab :
(i) Akan ditunjukkan bahwa f kontinu di x = 1
 f(1) = 0
 lim f ( x)  lim ( x 1)  0
x 1 x 1

lim f ( x )  lim x 1  0
x 1 x 1

lim f ( x )  0
x 1

Turunan Fungsi 137


 Jadi lim f(x)  f(1)
x 1

 Jadi f ( x ) | x 1| kontinu di x = 1


(ii) Selanjutnya selidiki apakah f(x) diferensiabel di x = 1 atau f ' (1)  f ' (1) ?
 f ( x )  f (1) | x 1|  | 0 | ( x 1)
f ' (1)  lim  lim  lim  1
x 1 x 1 x 1 x 1 x 1 x 1
 f ( x )  f (1) | x 1|  | 0 | x 1
f ' (1)  lim  lim  lim  1.
x 1 x 1 x 1 x 1 x 1 x 1

 Karena f ' (1)  f ' (1) maka f ( x ) | x 1| tidak diferensiabel di x = 1.

7.4 Turunan Fungsi Pada Suatu Interval


Turunan fungsi pada suatu selang dikenal sebagai turunan pertama
didefinisikan sebagai berikut:
Misalkan fungsi y  f ( x ) terdefinisi pada interval I. Turunan fungsi f pada
interfal I ditulis f ' adalah suatu fungsi yang aturannya untuk setiap x  I
ditentukan oleh:
f (t )  f ( x ) f ( x  h)  f ( x )
f '( x )  lim atau f '( x )  lim
tx tx h0 h
jika limitnya ada.

Notasi Turunan
Turunan y  f ( x ) terhadap x dinotasikan dengan y ' atau f '( x ) . Notasi lain
yang digunakan untuk menyatakan turunan y  f ( x ) terhadap x di
dy d dy
antaranya dalah: , f ( x ), Dx y , Dx f ( x ) . Notasi dikenal sebagai notasi
dx dx dx
Leibniz.

7.5 Rumus-Rumus Dasar Turunan


Dengan menggunakan definisi turunan fungsi f pada selang I, yaitu
f ( x  h)  f ( x )
f '( x )  lim dengan mudah akan diperoleh rumus-rumus dasar
h0 h
turunan sebagai berikut:

Turunan Fungsi Konstan


Misalkan f ( x )  k , dimana k adalah sembarang konsatanta Riil maka
f '( x )  0

138 Turunan Fungsi


f ( x  h)  f ( x ) kk 0
f '( x )  lim  lim  lim  lim 0  0
h0 h h0 h h0 h h0
Contoh
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a. f ( x )  2
b. f ( x )  15
c. f ( x )  22
Jawab
a. f ( x )  2  f '( x )  0
b. f ( x )  15  f '( x )  0
c. f ( x )  22  f '( x )  0

Turunan Fungsi Pangkat Bilangan Riil


Misalkan f ( x)  kx n dimana k, n  maka f '( x )  (nk) x n1
Contoh
Tentukan turunan dari fungsi berikut:
a. f ( x )  2 x3
b. f ( x)  15x 3
1
c. f ( x )  5x 4

Jawab
a. f ( x)  2 x3  f '( x)  (3)(2)x31  6 x 2
b. f ( x)  15x 3  f '( x)  (3)(15)x 31  45x 4
1 1 1 1 5 3
c. f ( x )  5x
 f '( x )    (5) x 4  x 4
4
4 4
Turunan Kelipatan Fungsi
Misalkan f ( x )  k u( x )
n
dimana u( x ) merupakan fungsi dari x maka
f '( x )  (n)( k ) u( x )
n 1
u '( x )

Turunan Fungsi 139


Contoh
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a. f ( x)  2(3x  4)3
b. f ( x)  15(4 x 1)3
Jawab
a. f ( x)  2(3x  4)3
f '( x )  (3)(2)(3x  4)31(3 x  4)'
 6(3x  4)2 (3)
 18(3x  4)2
b. f ( x)  15(4 x 1)3
f '( x )  ( 3)(15)(4 x  1)31(4 x  1)'
 ( 45)(4 x 1)4 (4)
 180(4 x 1)4

Turunan Fungsi Trigonometri


Turunan fungsi trogonometri didefinisikan sebagai berikut:
(i) f ( x )  sin x  f '( x )  cos x
(ii) f ( x )  sin(u( x ))  f '( x )  cos x  u '( x )
(iii) f ( x )  cos x  f '( x )   sin x
(iv) f ( x )  cos(u( x ))  f '( x )   sin x  u '( x )
(v) f ( x)  tan x  f '( x)  sec2 x
(vi) f ( x)  tan(u( x))  f '( x)  sec2 x  u '( x)
Contoh
Tentukan rumus fungsi berikut:
a. f ( x )  sin(5x )
b. f ( x)  sin( x 2  2 x)
c. f ( x )  cos( 15 x )
d. f ( x)  cos(2 x3  x 2  4 x)
e. f ( x )  tan(2 x )
f. f ( x)  tan( x3  3x 2 )
Jawab

140 Turunan Fungsi


a. f ( x )  sin(5x )
f '( x )  cos(5x )  (5x )'  cos5 x  5  5cos(5 x)
b. f ( x)  sin( x 2  2 x)
f '( x )  cos( x 2  2 x )  ( x 2  2 x )'
 cos( x 2  2 x )  (2 x  2)
 (2 x  2)cos( x 2  2 x )
c. f ( x )  cos( 15 x )
f '( x )   sin( 15 x )  ( 15 x )'   sin( 15 x )  ( 15)   15 sin( 15 x )
d. f ( x)  cos(2 x3  x 2  4 x)
f '( x )   sin(2 x 3  x 2  4 x )  (2 x 3  x 2  4 x )'
  sin(2 x 3  x 2  4 x )  (6 x 2  2 x  4)
 (6 x 2  2 x  4)sin(2 x 3  x 2  4 x )
e. f ( x )  tan(2 x )
f '( x )  sec2 (2 x )  (2 x )'
 sec2 (2 x )  2
 2sec2 (2 x )
f. f ( x)  tan( x3  3x 2 )
f '( x )  sec2 ( x 3  3x 2 )  ( x 3  3x 2 )'
 sec2 ( x 3  3x 2 )  (3x 2  6 x )
 (3x 2  6 x )sec2 ( x 3  3x 2 )

7.6 Aturan Untuk Menentukan Turunan


Beberapa aturan yang digunakan untuk menentukan turunan adalah
sebagai berikut:

Turunan Jumlah, Selisih, Hasil Kali, dan Hasil Bagi Dua Fungsi
Misalkan fungsi f dan g terdifersensialkan pada selang I maka fungsi
f  g , f  g , fg , f g ( g( x )  0) terdiferensialkan pada selang I dengan aturan
sebagai berikut:
a. (f  g )'( x )  f '( x )  g '( x )

Turunan Fungsi 141


b. (f  g )'( x )  f '( x )  g '( x )
c. (fg )'( x )  f '( x )g( x )  f ( x )g '( x )
'
f  f '( x )g( x )  f ( x )g '( x )
d.   ( x) 
g
  ( g( x ))2
Aturn tersebut dapat ditulikan dalam bentuk yang lain, yaitu:
a. (u  v )'  u ' v '
b. (u  v )'  u ' v '
c. (uv )'  u ' v  uv '
'
 u  u ' v  uv '
d.   
v v2

Contoh
Tentukan turunan dari fungsi berikut ini!
a. f ( x)  2 x3 ( x  5)5
5x 4
b. f ( x) 
(2 x 1)3
Jawab
a. f ( x)  2 x3 ( x  5)5
Misalkan u  2 x 3 dan v  ( x  5)5
u '  6 x 2 dan v '  5( x  5)4
(uv )'  u ' v  uv '
 (6 x 2 )( x  5)5  (2 x 3 )(5( x  5) 4 )
 6 x 2 ( x  5)5 10 x 3 ( x  5)4
f '( x)  6 x 2 ( x  5)5 10 x3 ( x  5)4
5x 4
b. f ( x) 
(2 x 1)3
Misalkan u  5x 4 dan v  (2 x 1)3
u '  20 x 3 dan v '  6(2 x 1)2

142 Turunan Fungsi


'
 u  u ' v  uv '
  
v v2
(20 x 3 )(2 x 1)3  5 x 4 (6(2 x 1)2 )

(2 x 1)3 
2

20 x 3 (2 x 1)3  30 x 4 (2 x 1)2

(2 x 1)6
20 x 3 (2 x 1)3  30 x 4 (2 x 1)2
f '( x ) 
(2 x 1)6

Aturan Rantai
Misalkan y  f (u) dan u  g( x ) . JIka fungsi g mempunyai turunan di x dan
fungsi f mempunyai turunan di u, turunan fungsi komposisi
y  (f g )( x )  f  g( x ) ditentukan sebagai berikut:
dy dy du
(f g )'( x )  f '  g( x )  g '( x ) atau
 
dx du dx
dy dy du dv
Jika y = f(u ) , u = g(v), dan v = h(x) maka :   
dx du dv dx
Contoh
Tentukan turunan fungsi berikut ini dengan menggunakan aturan rantai!
a. y  (3x  5)5
b. y  (2 x 4  3x3  4 x 2 1)3
c. y  2 x 2  4 x 1
d. y  sin(2 x 4  3x3 )

Jawab
a. y  (3x  5)5
dy du
y  u5   5u 4 dan u  3x  5  3
du dx

Turunan Fungsi 143


dy dy du
 
dx du dx
 5u 4  3
 15u 4
 15(3 x  5)4
b. y  (2 x 4  3x3  4 x 2 1)3
dy
y  u3   3u2
du
du
u  2 x 4  3x 3  4 x 2  1   8 x3  9 x 2  8 x
dx
dy dy du
 
dx du dx
 3u2  (8 x 3  9 x 2  8 x )
 (24 x 3  27 x 2  24 x )u2
 (24 x 3  27 x 2  24 x )(2 x 4  3 x 3  4 x 2  1)2

c. y  2 x 2  4 x 1
1 dy 1 12 1
y  u u 2   2u 
du 2 u
du
u  2 x 2  4 x 1   4x  4
dx
dy dy du
 
dx du dx
1
  (4 x  4)
2 u
4( x 1)

2 2 x 2  4 x 1
2( x 1)

2 x 2  4 x 1

d. y  sin(2 x 4  3x3 )

144 Turunan Fungsi


dy du
y  sin u   cos u dan u  2 x 4  3x 3   8 x 3  27 x 2
du dx
dy dy du
 
dx du dx
 sin u  (8 x 3  27 x 2 )
 sin(2 x 4  3x 3 )(8 x 3  27 x 2 )
Contoh
dy
Tentukan dari y  sin4 ( x 3  5)
dx
Jawab
dv
Misal v  x3  5 maka  3 x2
dx
du
u  sin v maka  cos v  cos( x 3  5)
dv
dy
y  u 4 maka  4 u3  4 sin3 ( x 3  5)
du
dy dy du dv
Sehingga  . .  12 x 2 sin3 ( x 3  5) cos( x 3  5)
dx du dv dx
Contoh
Jika diketahui f '(0)  2 , g(0)  0 , g '(0)  3 , tentukan (f g )'(0).
Jawab
(f g )'( x )  f '  g( x )  g '( x )
(f g )'(0)  f '  g(0)  g '(0)
 f ' 0   3
 (2)(3)
6

7.7 Turunan Tingkat Tinggi


Pada bagian sebelumnya telah dipelajari turunan petama dari fungsi f.
Selain dapat dicari turunan pertama dari sebuah fungsi, kita juga dapat
menentukan turunan kedua, ketiga, dan seterusnya samapai turunan ke-n dari
sebuah fungsi.
Turunan kedua diperoleh dengan menurunkan turunan pertama yang
sudah diperoleh. Dengan cara yang serupa kita akan peroleh turunan
berikutnya, yang kita kenal dengan turunan tingkat tinggi.

Turunan Fungsi 145


Jika y  f ( x ) maka
dy df
 Turunan pertama : y'    f '( x )
dx dx
d2 y d2f
 Turunan kedua : y ''  2  2  f ''( x )
dx dx
d 3 y d 3f
 Turunan ketiga : y '''  3  3  f '''( x )
dx dx
4
d y d 4f
 Turunan keempat : y (4)  4  4  f (4) ( x )
dx dx
. .
. .
. .
d n y d nf
 Turunan ke-n : y ( n )  n  n  f ( n) ( x )
dx dx
Contoh
Tentukan turunan pertama, kedua, ketiga, dan keempat dari fungsi berikut ini!
a. y  2 x 6  5x 3
b. y  sin x
Jawab
a. y  2 x 6  5x 3
y '  12 x 5  15 x 2
y ''  60 x 4  30 x
y '''  240 x 3  30
y (4)  720 x 2

146 Turunan Fungsi


b. y  sin x
y '  cos x
y ''   sin x
y '''   cos x
y (4)  sin x

7.8 Menyelesaikan Soal Turunan dengan MathCad


Tentukan tuunan dari fungsi berikut ini!
a. f ( x)  2 x3 ( x  5)5
5x 4
b. f ( x) 
(2 x 1)3
Solusi
 Buka software mathcad sehingga muncul halaman awal berikut

 Pilih tombol calculus toolbars


sehingga muncul.

 Tekan tombol atau tekan [Shift] / untuk memunculkan

operator turunan pertama

Turunan Fungsi 147


 Untuk memperoleh operator turunan ke-n tekan tombol atau
[Ctrl][Shift] /
 Masukan ekspresi sesuai dengan soal

148 Turunan Fungsi


 Untuk mendapatkan hasil, tekan tombol evaluation toolbar ,
pilih tombol “ “ kemudian Enter

Turunan Fungsi 149


Rangkuman

1. Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I yang memuat c.


Turunan pertama dari fungsi f di titik c ditulis f '(c ) didefinisikan
sebagai:
f ( x )  f (c )
f '(c )  lim
x c x c
bila limitnya ada.
2. Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang (a, c]. Turunan kiri dari fungsi f
di c, ditulis f ' (c ) didefinisikan sebagai:
f ( x )  f (c ) f (c  h)  f (c )
f ' (c )  lim atau f ' (c )  lim
x c x c h0 h
bila limitnya ada.
3. Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang (c, b]. Turunan kanan dari fungsi
f di c, ditulis f ' (c ) didefinisikan sebagai:
f ( x )  f (c ) f (c  h)  f (c )
f ' (c )  lim atau f ' (c)  lim
x c x c h0 h
bila limitnya ada
4. Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I yang memuat titik c.
Fungsi f terdiferensialkan (mempunyai turunan) di titik c jika dan hanya
jika f ' (c )  f ' (c)
5. Misalkan fungsi y  f ( x ) terdefinisi pada interval I. Turunan fungsi f
pada interfal I ditulis f ' adalah suatu fungsi yang aturannya untuk setiap
x  I ditentukan oleh:
f (t )  f ( x ) f ( x  h)  f ( x )
f '( x )  lim atau f '( x )  lim
tx tx h0 h
jika limitnya ada.
6. Misalkan f ( x )  k , dimana k adalah sembarang konsatanta Riil maka
f '( x )  0

150 Turunan Fungsi


7. Misalkan f ( x)  kx n dimana k, n  maka f '( x )  (nk) x n1
Misalkan f ( x )  k u( x )
n
8. dimana u( x ) merupakan fungsi dari x maka
f '( x )  (n)( k ) u( x ) u '( x )
n 1

9. Turunan fungsi trogonometri didefinisikan sebagai berikut:


(i) f ( x )  sin x  f '( x )  cos x
(ii) f ( x )  sin(u( x ))  f '( x )  cos x  u '( x )
(iii) f ( x )  cos x  f '( x )   sin x
(iv) f ( x )  cos(u( x ))  f '( x )   sin x  u '( x )
(v) f ( x)  tan x  f '( x)  sec2 x
(vi) f ( x)  tan(u( x))  f '( x)  sec2 x  u '( x)
10. Misalkan fungsi f dan g terdifersensialkan pada selang I maka fungsi
f  g , f  g , fg , f g ( g( x )  0) terdiferensialkan pada selang I dengan
aturan sebagai berikut:
a. (f  g )'( x )  f '( x )  g '( x )
b. (f  g )'( x )  f '( x )  g '( x )
c. (fg )'( x )  f '( x )g( x )  f ( x )g '( x )
'
f  f '( x )g( x )  f ( x )g '( x )
d.   ( x) 
g
  ( g( x ))2
11. Misalkan y  f (u) dan u  g( x ) . JIka fungsi g mempunyai turunan di x
dan fungsi f mempunyai turunan di u, turunan fungsi komposisi
y  (f g )( x )  f  g( x ) ditentukan sebagai berikut:
dy dy du
(f g )'( x )  f '  g( x )  g '( x ) atau  
dx du dx

Turunan Fungsi 151


9. Penggunaan Turunan

Overview

Turunan dapat digunakan untuk berbagai hal. Pada bab ini yang akan dibahas
adalah penggunaan turunan untuk menentukan kemonotonan, nilai ekstrim,
kecekungan, dan titik belok suatu fungsi dan menyelesaikan masalah sehari-
hari yang berkaitan dengan meminimumkan atau memaksimumkan suatu
besaran tertentu, seperti meminimumkan biaya, memaksimumkan volume
dan lain-lain

Tujuan

1. Mahasiswa mampu mementukan selang kemonotonan suatu fungsi


2. Mahasiswa mampu menentukan nilai ekstrim suatu fungsi
3. Mahasiswa mampu menentukan selang kecekungan suatu fungsi
4. Mahasiswa mampu menentukan titik belok suatu fungsi
5. Mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan ehari-hari menggunakan
konsep turunan

152 Penggunaan Turunan


9.1 Kemonotonan Fungsi

Definisi. Fungsi f(x) dikatakan


 monoton naik pada interval I jika untuk
x1  x2  f  x1   f  x2  ,  x1 , x2  I
 monoton turun pada interval I jika untuk
x1  x2  f  x1   f  x2  ,  x1, x2 I .

Fungsi monoton naik atau turun disebut fungsi monoton.

f(x2)
f(x1)
f(x1)
f(x2)

x1 x2 x1 x2

(a) monoton turun (b) monoton naik

Gambar 9.1 Fungsi monoton

Dari gambar (a) terlihat bahwa sudut yang dibentuk antara garis
singgung dan sumbu x positif adalah sudut tumpul, atau dengan kata lain
gradient (kemiringan) garis singgung bernilai negatif. Dari gambar (b) terlihat
bahwa sudut yang dibentuk oleh garis singgung dan sumbu x positif adalah
sudut lancip, dengan kata lain gradient garis singgung bernilai positif.
Sebelumnya sudah diketahui bahwa arti geometris dari turunan pertama
adalah gradien garis singgung. Sehingga kita menentukan selang kemonotonan
dengan menggunakan uji turuna pertama.

Uji turunan pertama untuk kemonotonan.


Andaikan f diferensiabel di selang I, maka
i. Fungsi f(x) monoton naik pada I jika f '( x )  0  x  I
ii. Fungsi f(x) monoton turun pada I jika f '( x )  0  x  I

Penggunaan Turunan 153


Contoh
Tentukan interval – interval dimana f(x) monoton naik dan turun jika :
f ( x)  13 x3  x 2  3x  4
Jawab:
f ( x)  13 x3  x 2  3x  4  f '( x)  x 2  2 x  3
 Fungsi f(x) monoton naik pada I jika f '( x )  0  x  I
f '( x )  0
 x2  2x  3  0
(+) (-) (+)
 ( x  1)( x  3)  0
  f’
x  1 x 3 -1 3
f(x) monoton naik pada selang (, 1) dan (3, )

 Fungsi f(x) monoton turun pada I jika f '( x )  0  x  I


f '( x )  0
 x2  2x  3  0
 ( x  1)( x  3)  0 (+) (-) (+)
  f’
x  1 x 3 -1 3
f(x) monoton turun pada selang (1,3)

Contoh
( x  1)2
Tentukan selang kemonotonan f ( x ) 
x
Jawab
( x  1)2 x 2  2 x  1
f ( x)  
x x
(2 x  2)( x )  ( x 2  2 x 1)(1) 2 x 2  2 x  x 2  2 x 1) x 2 1
f '( x )    2
x2 x2 x

154 Penggunaan Turunan


 Fungsi f(x) monoton naik pada I jika f '( x )  0  x  I
f '( x )  0
x 2 1 (+) (-) (-) (+)
 0
x2
( x  1)( x 1) f’
 0
x2 -1 0 1
f(x) monoton naik pada selang (, 1) dan (1, )

 Fungsi f(x) monoton turun pada I jika f '( x )  0  x  I


f '( x )  0
x 2 1 (+) (-) (-) (+)
  0
x2 f’
( x  1)( x 1) -1 0 1
 0
x2
f(x) monoton naik pada selang (1,0) dan (0,1)

9.2 Ekstrim Fungsi

Ekstrim fungsi adalah nilai maksimum atau minimum fungsi di daerah


definisinya.

Definisi. Misalkan f(x) kontinu pada selang I dan c  I.


maksimum
 f(c) disebut nilai global dari f pada I jika
minimum
f (c )  f ( x )
x I
f (c )  f ( x )
maksimum
 f(c) disebut nilai lokal dari f pada I jika terdapat selang
minimum
f (c )  f ( x )
buka yang memuat c sehingga untuk setiap x pada
f (c )  f ( x )
selang buka tadi.

Penggunaan Turunan 155


Eksistensi maksimum-minimum
Jika f kontinu pada selang tutup [a,b], maka f mencapai nilai maksimum dan
minimum.

Titik pada daerah definisi dimana kemungkinan terjadinya ekstrim fungsi


disebut titik kritis, kemungkinan titik kritis :
a. Titik ujung selang I
b. Titik stasioner ( yaitu x = c dimana f '(c )  0 ) , secara
geometris : garis singgung mendatar dititik (c,f(c))
c. Titik singular ( x = c dimana f '(c ) tidak ada ), secara
geometris: terjadi patahan pada grafik f di titik (c,f(c))
Untuk jelasnya, perhatikan gambar 6.2 berikut .

max global

max lokal

max lokal min lokal


min lokal

min global

a b c d e f x

Gambar 9.2 Nilai ekstrim fungsi dan titik kritis

 Titik x = a dan x = b merupakan ujung selang

 Titik x = b , x = c, x = d merupakan titik stasioner

 Titik x = e merupakan titik singular.

156 Penggunaan Turunan


Untuk menentukan apakah pada suatu titik kritis tertentu terjadi
nilai maksimum atau minimum gunakan uji turunan pertama.

Perhatikan di sekitar x = b, dimana terjadi minimum, disebelah kiri


x = b fungsi monoton turun ( f ’(x) <0) dan disebelah kanan x = b fungsi
monoton naik ( f ’(x) > 0).

Disekitar x = c dimana terjadi maksimum terjadi sebaliknya,


disebelah kiri x = c fungsi monoton naik dan disebelah kanan x = c fungsi
monoton turun.

Uji turunan pertama untuk ekstrim lokal

f '( x )  0 f '( x )  0
Jika pada selang (c   , c ) dan pada selang
f '( x )  0 f '( x )  0
maksimum
(c , c   ) , maka f(c) merupakan nilai lokal f.
minimum

Khusus untuk titik stasioner, untuk menentukan apakah terjadi nilai


maksimum atau nilai minimum dapat juga digunakan uji turunan kedua.

Uji turunan kedua untuk ekstrim lokal ( untuk titik stasioner)

f ''(c )  0 maksimum
Misalkan f '(c )  0 Jika maka f(c) merupakan nilai
f ''(c )  0 minimum
lokaldari f.
Contoh
Tentukan nilai ekstrim fungsi f ( x)  13 x3  x 2  3x  4
Jawab:
1
f ( x )  x 3  x 2  3x  4  f '( x )  x 2  2 x  3
3
Nilai ektrim terjadi pada tititk stasioner
f '( x )  0
 x2  2x  3  0
 ( x  1)( x  3)  0
 x1  1 dan x 2  3

Penggunaan Turunan 157


1 3
f ( x)  x  x 2  3x  4
3
1 1 1 2
f ( 1)  ( 1)3  ( 1)2  3( 1)  4  ( 1)  (1)  4   1  3  4  5
3 3 3 3
1 3 1
f (3)  (3)  (3)2  3(3)  4  (27)  9  4  9  9  9  4  5
3 3
Untuk menentukan apakah f (1) dan f (3) merupakan nilai maksimum lokal
atau minimum lokal kita menggunakan hasil pada contoh sebelumnya.

(+) (-) (+)


f’
-1 3
 Pada selang ( , 1) , f ' ( x )  0
Pada selang (1,3) , f ' ( x )  0
2
Jadi f ( 1)  5 merupakan nilai maksimum lokal
3
 Pada selang (1,3) , f ' ( x )  0
Pada selang (3, ) , f ' ( x )  0
Jadi f (3)  5 merupakan nilai minimum lokal

Contoh
( x  1)2
Tentukan nilai ekstrim fungsi f ( x ) 
x
Jawab
Pada contoh sebelumnya diproleh
(+) (-) (-) (+)
f’
(a) f '( x )  0 pada ( , 1) dan f '( x )  0 pada (-1,0),
-12 0 1
( 1  1)
maka f ( 1)   0 adalah nilai maksimum lokal.
1
(b) f '( x )  0 pada (0,1) dan f '( x )  0 pada (1,  ) ,
(1  1)2
maka f (1)   4 adalah nilai minimum lokal.
1

158 Penggunaan Turunan


9.3 Kecekungan fungsi
Secara geometris, grafik fungsi y = f(x) akan cekung ke bawah di
suatu titik bila kurva terletak di bawah garis singgung kurva di titik tersebut.
Sedangkan grafik fungsi y = f ( x ) akan cekung ke atas di suatu titik bila kurva
terletak di atas garis singgung kurva di titik tersebut.

Fungsi f(x) dikatakan cekung ke atas pada interval I bila f '( x ) naik pada
interval I, sedang f(x) dikatakan cekung ke bawah bila f '( x ) turun pada
interval I. Oleh karena itu dapat disimpulkan :

Uji turunan kedua untuk kecekungan


1. Jika f "( x )  0 ,  x I maka f(x) cekung ke atas pada I
2. Jika f "( x )  0 ,  x I maka f(x) cekung ke bawah pada I.

Contoh
Tentukan selang kecekungan dari f ( x )  x3
Jawab
f '( x )  3x 2 dan f "( x )  6 x
 f cekung ke atas jika pada f "( x )  0 ,  x I
f "( x )  0  6 x  0
 x 0
Jadi f cekung ke atas pada selang (0,+∞)
 f cekung ke bawah jika pada f "( x )  0 ,  x I
f "( x )  0  6 x  0
 x0
Jadi f cekung ke bawah pada selang (-∞, 0)

9.4 Titik belok

Definisi. Misal f(x) kontinu di x = b. Maka ( b , f(b) ) disebut titik belok dari
kurva f(x) jika terjadi perubahan kecekungan di x = b, yaitu di sebelah kiri x
= b cekung ke atas dan di sebelah kanan x = b cekung ke bawah atau
sebaliknya.

Penggunaan Turunan 159


Syarat perlu x = b merupakan absis dari titik belok bila berlaku f "(b)  0
atau f(x) tidak diferensiabel dua kali di x = b ( f "(b) tidak ada ).

Contoh
Carilah titik belok ( bila ada ) dari fungsi berikut :
a. f ( x)  2 x3 1
b. f ( x )  x 4
c. f ( x)  x 3 1
1

Jawab
a. Dari f ( x)  2 x3 1 maka f "( x )  12 x .
 Bila f " ( x )  0 maka x = 0 merupakan calon dari titik belok.
 Fungsi f kontinu di x = 0.
 Untuk x < 0 maka f " ( x )  0 , sedangkan untuk x > 0 maka
f " ( x)  0 .
 Oleh karena itu, di x = 0 terjadi perubahan kecekungan, f(0) = -1.
Jadi titik ( 0,-1 ) merupakan titik belok.
b. Dari f ( x )  x 4 maka f "( x )  12 x 2 .
 Bila f " ( x )  0 maka x = 0 merupakan calon dari titik belok
 Fungsi f kontinu di x = 0
 Untuk x < 0 dan x > 0 maka f " ( x )  0 .
 Oleh karena itu, di x = 0 tidak terjadi perubahan kecekungan. Jadi (
0,0 ) bukan merupakan titik belok.
2
c.
1
f ( x)  x 3 1 maka f "( x )  5
.
9x 3
 Terlihat bahwa f(x) tidak dapat diturunkan dua kali di x = 0.
 Fungsi f kontinu di x = 0.
 Untuk x < 0 maka f " ( x )  0 , sedangkan untuk x > 0 maka
f " ( x)  0 .
 Oleh karena itu, di x = 0 terjadi perubahan kecekungan, f(0) = 1.
Jadi ( 0,1 ) merupakan titik belok.

Contoh: Menentukan Ekstrim dengan uji turunan ke-dua

160 Penggunaan Turunan


Jika f ( x)  x  3x  2 , tentukan nilai ekstrimnya, dan tentukan titik
3 2

belok jika ada.


Jawab :
f ( x )  3x 2  6 x  3( x 2  2 x )
f ( x )  6 x  6  6( x 1)
f   6
 f ( x)  3( x 2  2 x)  0  x 2  2 x  0  x( x  2)  0
Jadi harga kritisnya adalah x  0 dan x  2
 f (0)  6(0 1)  6 [negatif]  Kurva cekung ke bawah
Jadi untuk x0 ada maksimum, dan nilai ekstrim
f (0)  03  3(0)2  2  2

 f (2)  6(2 1)  6 [positif]  Kurva cekung ke atas


Jadi untuk x2 ada minimum, dan nilai ekstrimnya
3 2
f (2)  2  3(2)  2  8 12  2  2
Mencari titik belok :
f ( x )  0 atau tak ada

6x  6  0  x 1
karena f (1)  6 , maka untuk x 1 ada titik belok
f (1)  13  3.12  2  1 3  2  0
Jadi titik beloknya di (1,0).

9.5 Masalah Pengoptimuman

Seorang pebisnis ingin meminimumkan biaya dan memaksimumkan


keuntungan. Seorang manajer proyek ingin waktu pengerjaan suatu proyeknya
minimum. Dalam subbab ini akan dipecahkan masalah seperti diatas dengan
menggunakan turunan.

Langkah yang dilakukan :

Penggunaan Turunan 161


 Modelkan masalah tersebut dalam bentuk fungsi satu peubah
 Tentukan titik kritis dari fungsi tersebut
 Tentukan nilai ektrimnya ( maksimum atau minimum)

Contoh
Sehelai karton berbentuk persegipanjang dengan ukuran 45 x 24 cm. Karton
ini akan dibuat kotak tanpa tutup dengan cara memotong keempat pojoknya
berupa bujur sangkar dan melipatnya. Tentukan ukuran kotak agar volume
kotak maksimum.
Jawab :
x 45-2x x

x x

24-2x

x x

x x

Misalkan pojok yang dipotong adalah x, sehingga kita punya ukuran kotak :
tinggi = x,lebar = 24 – 2x, dan panjang = 45 – 2x. Jadi kita punya model
matematika untuk volume kotak sebagai
V = x (24 – 2x)(45 – 2x)
= 4x3 - 138x2 + 1080x , 0 < x < 12

162 Penggunaan Turunan


V '( x)  12 x 2  276 x 1080
V ''( x )  24 x  276
Titik kritis : V '( x )  0  12 x 2  276 x 1080  0
 x 2  23x  90  0
 ( x 18)( x  5)  0
x = 18 atau x = 5
Di sini tidak mungkin x = 18, karena melebihi ukuran karton, jadi yang
mungkin adalah x = 5. Dan V ''(5)  156  0 , berarti tercapai nilai
maksimum. Jadi agar volume kotak maksimum, maka ukuran kotak adalah 5 x
14 x 35 cm.

9.6 Menyelsaikan Penggunaan Turunan dengan Mathcad

Tentukan interval – interval dimana f(x) monoton naik dan turun!


f ( x)  13 x3  x 2  3x  4
Solusi
 Buka software mathcad sehingga muncul halaman awal berikut

 Pilih tombol calculus toolbars


sehingga muncul.

Penggunaan Turunan 163


 Untuk menentukan selang kemonotonan suatu fungsi maka kita
memerlukan turuan pertama fungsi tersebut.

d
 Fungsi f(x) monoton naik pada I jika f '( x )  f ( x)  0  x  I
dx
d
Fungsi f(x) monoton turun pada I jika f '( x )  f ( x)  0  x  I
dx
Pilih Boolean toolbar sehingga muncul

 Untuk menentukan selang dimana f monoton naik Tuliskan ekspresi


d
f ( x )  0 kemudian pilih Symbolic Keyword Toolbar
dx
sehingga muncul

164 Penggunaan Turunan


Pilih solve, dan ketikan x disertai tanda “” dan enter sehingga akan
muncul solusi yang diinginkan

f(x) monoton naik jika x  1 atau x  3 (pada selang


(, 1)  (3, )
 Dengan cara yang sama kita dapat menentukan selang dimana f
monoton turun

f(x) monoton turun jika x  1 dan x  3 (pada selang (1,3)

Penggunaan Turunan 165


Rangkuman

1. Fungsi f(x) dikatakan


 monoton naik pada interval I jika untuk
x1  x2  f  x1   f  x2  ,  x1 , x2  I
 monoton turun pada interval I jika untuk
x1  x2  f  x1   f  x2  ,  x1, x2 I .
2. Misalkan f(x) kontinu pada selang I dan c  I.
maksimum
 f(c) disebut nilai global dari f pada I jika
minimum
f (c )  f ( x )
x I
f (c )  f ( x )
maksimum
 f(c) disebut nilai lokal dari f pada I jika terdapat selang
minimum
f (c )  f ( x )
buka yang memuat c sehingga untuk setiap x pada selang
f (c )  f ( x )
buka tadi.
3. Titik pada daerah definisi dimana kemungkinan terjadinya ekstrim fungsi
disebut titik kritis, kemungkinan titik kritis :
a. Titik ujung selang I
b. Titik stasioner ( yaitu x = c dimana f '(c )  0 ) , secara geometris :
garis singgung mendatar dititik (c,f(c))\
c. Titik singular ( x = c dimana f '(c ) tidak ada ), secara geometris:
terjadi patahan pada grafik f di titik (c,f(c))
f '( x )  0 f '( x )  0
4. Jika pada selang (c   , c ) dan pada selang
f '( x )  0 f '( x )  0
maksimum
(c , c   ) , maka f(c) merupakan nilai lokal f.
minimum

166 Penggunaan Turunan


f ''(c )  0 maksimum
5. Misalkan f '(c )  0 Jika maka f(c) merupakan nilai
f ''(c )  0 minimum
lokaldari f.
6. Uji turunan kedua untuk kecekungan
a. Jika f "( x )  0 ,  x I maka f(x) cekung ke atas pada I
b. Jika f "( x )  0 ,  x I maka f(x) cekung ke bawah pada I.
7. Misal f(x) kontinu di x = b. Maka ( b , f(b) ) disebut titik belok dari kurva
f(x) jika terjadi perubahan kecekungan di x = b, yaitu di sebelah kiri x = b
cekung ke atas dan di sebelah kanan x = b cekung ke bawah atau
sebaliknya. Syarat perlu x = b merupakan absis dari titik belok bila
berlaku f "(b)  0 atau f(x) tidak diferensiabel dua kali di x = b ( f "(b)
tidak ada ).
8. Langkah-langkah menyelesaikan permasalahn pengoptimuman adalah
sebagai berikut:
 Modelkan masalah tersebut dalam bentuk fungsi satu peubah
 Tentukan titik kritis dari fungsi tersebut
 Tentukan nilai ektrimnya ( maksimum atau minimum)

Penggunaan Turunan 167


10. Integral Tak Tentu

Overview

Integral dapat dianalogikan seperti saat kita memakai baju kemeja, kitapun
dengan mudah melepaskannya kembali. Apabila cara memakai kemeja dan
melepaskannya dimodelkan sebagai dua operasi maka operasi yang kedua
menghapuskan operasi yang pertama. Kita dapat katakan bahwa dua operasi
tersebut merupakan operasi balikan (inverse). Dalam hal ini matematika
mempunyai banyak operasi balikan seperti penambahan dan pengurangan,
perkalian dan pembagian, pemangkatan dan penarikan akar. Sebagaimana kita
telah mempelajari differensial (turunan) sebagai sebuah operasi maka operasi
balikannya disebut sebagai Integral atau anti turunan.

Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar dari integral atau anti


turunan
2. Mahasiswa mampu memahami defenisi Integral tak tentu
3. Mahasiswa mampu memahami aturan Linieritas dalam integral tak tentu
4. Mahasiswa mampu memahami intergral tak tentu dari fungsi
trigonometri.
5. Mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan Integral tak tentu
dengan aturan integral.
6. Mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan Integral tak tentu
dengan aturan substitusi
7. Mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan Integral tak tentu
dengan metode Parsial.

10.1 KONSEP DASAR

168 Integral Tak Tentu


Integral tak tentu atau anti turunan adalah operasi balikan dari turunan
atau dari pendiferensialan.

Definisi :
Dikatakan bahwa F adalah anti turunan dari f pada selang s , jika
d
 F   f pada selang s , yakni jika F   x   f  x  untuk semua x dalam
dx
selang s
Perhatikan beberapa turunan di bawah ini :

F  x   x3  8 turunannya F   x   3x 2
F  x   x 3 12 turunannya F   x   3x 2
F  x   x 3  3 turunannya F   x   3x 2
Dapat kita lihat anti turunan dari 3x 2 adalah x3  8 , atau x 3 12 , atau
x 3  3 . Untuk ketiga jawaban tersebut hanya berbeda pada konstantanya,
jadi dapat kita perumum bahwa anti turunan dari 3x 2 adalah x3  c , dimana
c adalah konstanta riil sembarang.

10.2 PENULISAN SIMBOL UNTUK ANTI TURUNAN


Karena salah satu dari lambang turunan adalah Dx , maka ada yang
menggunakan Ax sebagai anti turunan, jadi anti turunan dari 3x 2 ditulis
sebagai :
Ax  3 x 2   x 3  c

Tetapi cara penulisan Leibniz untuk anti turunan adalah yang sangat populer
yaitu menggunakan lambang  .....dx , jadi anti turunan dari 3x 2 ditulis sebagai:

 3x dx  x c
2 3

Lambang  disebut “integral” , dan fungsi yang ada dibawah tanda  disebut
“integran”.

TEOREMA A (Aturan Pangkat)

Jika n adalah sembarang bilangan rasional kecuali –1, maka


Integral Tak Tentu 169

 n
k  x dx
k
x
n 1
C

 n1

Untuk membuktikan teorema diatas, cukup dengan menurunkan atau


mendiferensialkan ruas kanan yang harus menghasilkan integran dari ruas kiri
yaitu :
d  x n 1  n  1 n 11
dx  n 1  c   n 1 x  xn
 

 x dx  1 dx  x  c
o
Jika pada Teorema (aturan Pangkat), n = 0, maka: jadi

 dx  x  c
TEOREMA B (Kelinieran)
Andaikan f dan g mempunyai anti turunan (integral tak tentu) dan
andaikan k adalah suatu konstanta, maka :

i.  k.f  x  dx  k  f  x  dx
ii.  f  x   g  x    f  x  dx   g  x  dx
iii.  f  x   g  x    f  x  dx   g  x 
CONTOH I-1
dx
(I-4)

Contoh 1
1
 x dx  6 x c
5 6
1.

3
 3x dx  8 x c
7 8
2.

1
x
3
3. dx  x 31  c
3 1
1 2 3
5 x .dx  5 x 2 dx  
1
4. 2
 x c
2x 3
5 1 1
 1 x2  c
2 1

170 Integral Tak Tentu


10 23 10 3
 x c  x c
3 3
1 1
x  2 x  x 5  dx  x 5  x 2  x 4  c
2
5.
5 4

6. 3 
  
 1  x  dx  x 3  x 12 dx
  x 
1 1 2 3
  x 2  c   x 2  x 2  c
2 2 3

10.3 METODE INTEGRASI

10.3.1 Metode Substitusi


Aturan rantai untuk turunan fungsi komposisi yaitu : jika U  g  x  adalah
suatu fungsi yang dapat diturunkan dan n suatu bilangan rasional  n  1 ,
maka :
d  1 n  n n 1 du du
 U  U  U n 1
dx  n  n dx dx
Jika n  r 1, maka :
d  1 du du
U r 1   U r 11  Ur
dx  r 1  dx dx

Jika U  g  x  , maka :
d  1   g x r g x
 g  x r 1      
 r 1 
dx  

Dari yang terakhir ini kita dapatkan teorema berikut :

TEOREMA (Aturan Pangkat yang diperumum)


Andaikan g suatu fungsi yang dapat diturunkan dan r suatu bilangan
rasional yang bukan –1 , maka :

     g  x r 1  c
  
r
g x g x dx
r 1
Integral Tak Tentu
Atau dengan notasi Leibtniz 171

U n 1
 U dU  c
n
Contoh 2

  x  5 x   3x  5 
3 8 2
1. Cari a. dx

b.  Sin x Cos x dx
5

Jawab :
a. Misal U  x3  5x , maka dU  (3x 2  5) dx , jadi
U9 1
x  5 x   3x 2  5  dx    U  dU   c   x3  5x   c
3 8 8 9

9 9

b. Misal U  Sin x , maka dU  Cos x dx , Jadi


1 1
 Sin x Cos x dx   U dU  6 U 
6
5 5
 c  Sin6 x  c
6

Contoh 3:

x  5 2 x dx e.  3x 4  2 x 5  6  dx
2 8 3
Cari : a.
b.   5 x  36 5 dx f.  3x 3x 2  7 dx

  4 x  7  12 x dx   5t  1 5t 2  3t  2 dt
5
c. 3 2
g. 2

d.   x  4  x dx 3y
4
3 2
h.
 2y 2  5
dy

172 Integral Tak Tentu


 Penyelesaian

x  5 2 x dx , Misal u  x 2  5  du  2 x dx
2 8
a.

x  5 2 x dx   u8 du
8
Jadi , 2

1 9
u c 
9
1
  x 2  5  c
9

9
b.   5 x  36 5 dx + , Misal u  5 x  3  du  5dx

  5 x  3 5dx   u6 du
6
Jadi,

1 7
 u c
7
1
  5 x  3  c
7

 4x  7  12 x 2 dx , misal u  4 x  7  du  12 x dx
5 3 2
c. 3

  4 x  7  12 x dx
2 5 2
jadi,
  u du 5

1 6
u c
6
1
  4 x3  7   c
6

6
d.   x3  4  x 2 dx misal u  x3  4  du  3x 2 dx
4

1
x  4  x 2 dx
4
 x 2 dx  du jadi 3

3
1 1
  u4 . du   u 4 du
3 3
1 1 1
  u5  c    x 3  4   c
5

3 5  15

e.  3x 4  2 x 5  6  dx Misal 2 x 5  6  u
3

Integral Tak Tentu 173


 du  10 x 4 dx
1
 x 4 dx  du
10
3 1 4
 3x  2 x  6  dx u  c 
3
Jadi 4 5

10  4 
3 1
   2 x 5  6   c 
4

10  4 
3
2x5  6  c
4

40

f.  3x 3x 2  7 dx misal u  3x 2  7
 du  6 xdx
1
 xdx  du
6
3x 2  7dx   3x 2  7  2 3xdx
1

jadi,  3x
1 1 1
  u 2 3. du   u 2 du
1

6 2
1 1 1 1 
  1 u2  c 
2  2 1 
1  2 23  1 u3  c
  u  c 
23  3
1
 3x 2  7  c
3

3y
dy misal u  2 y  5
2
h.
 2y  5
2  du  4 y .dy
1
 y .dy  du
4

174 Integral Tak Tentu


3y 3y 3  12
jadi,  2y  5
2
dy  u 1
2
dy 
4
u du

3 1  1 1 
  u 2  c
4   12  1 
3  12 3
  2u  c   2y 2  5  c
4 2

x 1 x 2 dx
4
Setelah anda mahir dengan metode di atas coba untuk mencari
1
Jawab : misal u  x 4 1 maka du  4 x3dx dengan demikian x 2 dx 
du
4x
Untuk soal ini, metode yang digunakan sebagaimana contoh sebelumnya
gagal karena 1 tidak dapat dipindahkan ke depan tanda integral (hanya
4x
konstanta yang dapat dipindahkan). Jadi soal ini dapat diselesaikan dengan
proses aljabar biasa sebagai berikut
1 7 1 3
  x 1 x dx    x  x  dx  7 x  3 x  c
4 2 6 2

Contoh 4
a. Buktikan bahwa  Sin x dx  Cos x  c dan
 Cos x dx  Sin x  c
Bukti :
d
karena   cos x   Sin x , maka menurut definisi bahwa Cos x  c
dx 
d
adalah anti turunan dari Sin x , dan karena Sin x   Cos x , maka
dx 
Sin x  c adalah anti turunan dari Cos x .

Dari rumus turunan: d Sin u   Cos u du dan d Cos u   Sin u du


dx dx dx dx
Diperoleh :
 Sin u du  Cos u  c
dan  Cos u du  Sin u  c

Integral Tak Tentu 175


 Sin
4
b. Cari 6 x Cos 6 x dx
Jawab : misal : u  Sin 6x  du  6.Cos 6x dx
1
 Cos 6 x dx  du
6
Jadi :
1 1
 Sin 6 x Cos 6 x dx   u . du   u 4 du
4 4

6 6
1 1 5
 u  c 
6  5 
1 1 5
  Sin 6 x  c 
6 5 
1
 Sin 6 x  c1
5

30

c. Cari  3.Sin 3x  5 dx


1
Misal u  3x  5  du  3dx  dx  du
3
Jadi  3.Sin 3x  5 dx   Sin u du  Cos u  c
 Cos 3x  5  c
d. Cari  Cos  x 2  2  x .dx
1
Misal : u  x 2  2  du  2 x.dx , xdx  du
2
1 1
 Cos  x
 2  xdx   Cos u. du   Cos u.du
2

Jadi : 2 2
1 1
 Sin u  c   Sin  x  2   c1
2

2 2

176 Integral Tak Tentu


  Sin x  x.Cos x  dx
5 2 2
e. Cari
Misal : u  Sin x 2  du  2 x cos x 2 dx
1
 x Cos x 2 dx  du
2
1
Jadi :  Sin x  x Cos x  dx   u . 2 du
5 2 2 5

1 1 6
 u  c 
2  6 
1
 Sin x  c1
6 2

12

f. Cari f  x  jika diketahui f   x   2 x  5


Untuk mendapatkan f  x  diperlukan pengintegralan dua kali terhadap
f   x  , yaitu :
f   x    f   x  dx    2 x  5  dx
 x 3  5 x  c1
f  x    f   x  dx  x  5 x  c1  dx
3 1 4 5 2
 x  x  c1 x  c2
4 2

10.3.2 Metode Parsial

Apabila pengintegralan dengan aljabar biasa maupun metode subsitusi tidak


berhasil, dengan menerapkan metode penggunaan Ganda atau yang lebih
popular dengan sebutan integral Parsial dapat memberikan hasil. Metode ini
didasarkan pada pengintegralan rumus turunan hasil kali dua fungsi:
Dx [u( x )v ( x )]  u( x )v '( x )  v ( x )u '( x )
Dengan mengintegralkan dua ruas tersebut kita memperoleh :
u( x )v ( x )   u( x )v '( x )dx   v ( x )u '( x )dx
atau
 u( x )v '( x )dx  u( x )v ( x )   v ( x )u '( x )dx
Karena dv =v’(x) dx dan du = u’(x) dx, persamaan di atas dapat ditulis sebagai
berikut:
 u dv  uv   v du
Contoh 5

Integral Tak Tentu 177


Tentukan  x. cos x dx
Penyelesaian: Kita ingin menulis x cos x dx sebagai u dv. Salah satu cara ialah
memisalkan u = x dan dv = cos x dx. Jadi du = dx dan v =  cos x dx = sin x.
apabila kita ringkas substitusi ganda tersebut, kita peroleh:

ux dv  cos x dx
du  dx v  sin x

Rumus integral parsialnya menjadi:


 x. cos x dx  x. sin x   sin x dx
u dv u v v du
= x . sin x + cos x + C

10.4 Menghitung dengan Mathcad


Contoh 6.
Hitung  (3 x  cos x )dx , Buka tampilan awal Mathcad

178 Integral Tak Tentu


Kemudian tekan tombol evaluation toolbar , pilih ‘:=’ untuk
mendefenisikan fungsi,

Kemudian akan muncul,


Ketikkan pendefenisian fungsi f(x):=3x-cos (x). Lalu enter,maka akan muncul
tanda ‘+ berwarna merah’. Tekan tombol calculus toolbar

, pilih tanda , sebagai integral tak tentu. Lalu akan


muncul,

Langkah berikutnya ketikkan fungsi  f ( x )dx , tekan tanda ’’


pada evaluation toolbar dilanjutkan dengan tombol ‘=’, Maka akan diperoleh
hasil akhir

Integral Tak Tentu 179


Rangkuman

1. operasi balikan dari differensial disebut sebagai Integral atau anti turunan.
2. Jika n adalah sembarang bilangan rasional kecuali –1, maka


 n
k  x dx
k
x
n 1
C

 n1

3. Solusi pengintegralan dapat menggunakan:


a. Metode Aljabar sederhana atau biasa
b. Metode Substitusi
c. Metode Parsial

180 Integral Tak Tentu


11. Integral Tentu

Overview

Integral Tentu merupakan konsep lanjutan dari Integral tak tentu


karena seluruh aturan dalam integral tak tentu berlaku pula dalam
integral tentu. Gagasan awalnya di perkenalkan sekaligus
dikembangkan oleh Riemann. Hal paling penting dalam pembahasan
Integral tentu adalah kenyataan bahwa integral tentu secara tepat
berkaitan dengan konsep luas daerah.

Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar dari integral tentu


2. Mahasiswa mampu memahami defenisi Integral tentu
3. Mahasiswa mampu memahami aturan Linieritas dalam integral
tentu
4. Mahasiswa mampu memahami intergral tentu dari fungsi
trigonometri.
5. Mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan Integral tentu
dengan aturan integral.
6. Mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan Integral tentu
dengan aturan substitusi
7. Mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan Integral tentu
dengan metode Parsial.

Integral Tentu 181


11.1 Konsep Dasar
Integral tentu di konstruksi dengan jumlah Riemann yang
menggambarkan luas daerah. Misal fungsi f(x) terdefinisi pada selang
tutup [ a,b ].

f(x)

0 a=x0 Δxk b=xn

Langkah-langkah :
1. Partisi selang [a,b] menjadi n selang dengan titik pembagian
a  x0  x1  ...  xn  b
P  { a  x 0 , x1 , x 2 ,..., b  x n } disebut partisi dari [a,b].
2. Definisikan panjang partisi P, sebagai
P  Maks | x k |, x k  x k  x k 1 .
1 k  n

3. Pilih ck  [ xk 1, xk ] , k=1,2,..., n dan bentuk jumlah Riemann


n

 f (c ) x
k 1
k k . Jika || P ||  0 maka diperoleh limit jumlah
n
Riemann lim
||P || 0
 f (ck ) xk . Jika limit ini ada, maka f dikatakan
k 1
terintegralkan (Riemann) pada selang [a,b].

182 Integral Tentu


Definisi. Integral tentu fungsi f dari a ke b didefinisikan sebagai :
b n n
 f ( x ) dx  lim  f (ck ) xk  n
lim  f (c )x
a ||P||0 k1 k1 k k
b
Jika f(x) positif pada [a,b] maka  f(x) dx menyatakan luas daerah yang
a
dibatasi oleh sumbu x, grafik y = f(x), garis x = a, garis x = b.

Contoh : Hitung  x  2 dx
0

Jawab : Langkah :
1. Partisi selang [0,2] menjadi n bagian yang sama panjang
x  2
n

x x x
0 X1 X2 Xi-1 Xi 2
Sehingga :
x0  0

x 1  0  x  2
n
x 2  0  2x  2.2
n
......
x i  0  ix  2i
n
2. Pilih ci = xi
3. Bentuk jumlah reimann
n n n
4 n
4 n

 f  c  x   
i 1
i i
i 1
2i
n  2  2n  
i 1
 4i
n2 
 4n 
n2
 i  n 1
i 1 i 1

4  n(n  1)  4 2
    n  2 
n2  2  n n

Integral Tentu 183


1. Jika   0 atau n   diperoleh

 
2
2
 x  2dx  lim  2  n  2
0 n

DEFINISI (Integral Tentu )

Andaikan f suatu fungsi yang didefinisikan pada selang tutup {a,b}. jik
n
Lim  f xk  k x
n  ~
k 1
b
ada, maka dikatakan f diintegralkan pada [a,b], dan  f x dx ,
a

disebut Integral tentu dari f x , terhadap x, dari x = 0 sampai x = b,


diberikan oleh
b n

 f x dx  Lim  f xk  k x


n ~
a k 1

a dan b berturut turut disebut batas bawah dan batas atas.


a dan b berturut turut disebut batas bawah dan batas atas.

184 Integral Tentu


SIFAT – SIFAT INTEGRAL TENTU
a
1. a
f  x  dx  0

 f  x dx   f  x dx
b a
2.
a b

a kf  x dx  k a f  x dx
b b
3.

  f  x   g x dx   f  x dx   g x dx


b b b
4.
a a a

 f x dx   f x dx   f x dx


c b b
5. ; jika a < c < b
a c a

F u   f  x dx , maka F u   f u 


u d
6. Jika
a du

11.2 TEOREMA DASAR KALKULUS


Jika f x  kontinu pada selang a  x  b dan jika F x  adalah

integral tak tentu dari f x  , maka

 f xdx  F x  F b  F a 


b
b
a
a

Contoh 1
Hitunglah :

a.  2 x  5dx  x
2
3
2
 5x 3
2   
 32  53  2 2  52 
 9  15 4 10  10

b. 3  3 
 3x  1dx  2 x   2   2     1   1
2 3 2
x
2 2 2
1 1 2  2 

3 
 6  2    1  7
1
2  2

Integral Tentu 185


 1  t  t.dt  misal u  1  t
2
c. 2 2
 du  2t .dt
1

1
 tdt   du
2

 1  t tdt   u.  2 du   2  u.du   2  2 u


Jadi  1 1 1 1 
2 2
 c


1
4
1 t2 
2
 c1

menurut teorema dasar

 1  t t .dt   4 1  t 
2 1 2 2
2
2
 c1
1 1

 1
  1  t 2 
2   1

  c 1   1   1
2
   c
2
1
 4   4 

 9 
   c1   c1   
9
 4  4

8
d. 1
1  3x .dx  ? , Misal : u  1  3x  du  3dx

1
 dx  du
3
1 2  2
 1  3x .dx 
1 12
 u du   u 3  c   1  3x 3  c1
3 3 3  9
menurut teorema dasar,
2
1  3x 
8 8


3
1  3x .dx 
1 9 1

2 
1  24  1  3
3 3


9 

186 Integral Tentu


25  4   125  8 
2 3 3 2 134

9 
 
 9 9

Cara lain untuk menghitung Integral Tentu yang memakai


penggantian, yaitu dengan mengubah batas – batas integrasi. [ untuk
contoh c dan a ].
Perhitungan contoh c dengan mengubah batas

 1  t t .dt  ?
2
2
1

Misal u  1  t 2  du  2t .dt


1
 t .dt   du
2
jika t  1 maka u  1   1  0
2
batas – batas integrasi :

Batas – batas baru jika t  2 maka u  1   2  3


2

 1  t t .dt  
2 3 1  1 3
jadi : 2
u . du     u .du
1 0
2  2 0

1 1  3 1 1 1 2
   u2      3  0 
2

2 2  0 2 2 2 
1 9 9
   
2 2 4

8
e. 1
1  3x .dx  ? misal : u  1  3x  du  3dx

Integral Tentu 187


1
 dx  du
3
Batas – batas : jika x  1  u  1  3x1  4

x  8  u  1  3x8  25

 1
8

4
25 1

3
1 1
3
1 2 3
1  3x .dx   u. .du   u 2 du   u 2
3 3
25
4
 2

 9  
25 
3
2
 4 
3
2


2
125  8  134
9 9
2
 2x x 3  1.dx  ?
2
f.
0

1
u  x 3  1  du  3x 2 dx  x 2 dx  du
3

batas – batas : x  0  u  0 3  1  1

x  2  u  23  1  9

2 5 1 2 9 1
Jadi :  0
2 x 2 x 3  1.dx  2
1
u . du   u 2 du
3 3 1

188 Integral Tentu


2  2 32 9

 u
3  3 
1


4
9

9 2  1 2
3 3

 
  3 2 2  1
4 3

9  

 26 
4 104
9 9
3
g. 0
x x  1.dx  ?

Misal : u  x  1  u 2  x  1  2.u.du  dx
x  u2 1
batas – batas : jika x  0  u  0  1  u  1

jika x  3  u  3  1  u  2

0
3

1
2
 
x x  1.dx   u 2  1 u 2 2.u.du 

Integral Tentu 189



  u 2  1 u.2u.du
2

1

2

  2 u 4  u 2 du
1

1 1 2

 2 u 5  u 3 
5 3 1

 32 8   1 1 
 2      
 5 3   5 3 
 96 40   3 5   58 
 2        2 
 15 15   15 15  15 
116

15

4
h. 3
x  2 dx  ?

Ingat definisi nilai mutlak ! f x   x2 kita tulis sebagai

x  2 jika x  2 ;

x  2  0  x  2
f x    x  2 jika x  2 ; x  2  0  x  2

2
dx    x  2dx   x  2dx
4 4
Jadi 
3
x2
3 2

190 Integral Tentu


 1 2
 1 2 4

  x 2  2 x    x  2x 
 2 3  2 2

 1   1   1 2 1
   2  2 2    3  2 3    4  24   
2 2

 2   2   2 2
  9 
  2  4    6   8  8  2  4
  2 
 3
 2    18
 2
1 36 37
  
2 2 2

 Sin 3 x.cos x.dx  ?


2
i.
0

Misal u  Sin x  du  Cos x.dx


Batas – batas :

Jika x  0  u  Sin 0  0

Jika x   2  u  Sin 
2 1
 1 1 4 1 1
 Sin 3 x.cos x.dx   u 3 du  
2
Jadi : u
0 0 4 4 4

Integral Tentu 191


e
j.  lnx dx
1 (metode parsial)
1
Misal u = lnx maka du  dx
x
dv = dx maka v = x
1
jadi  ln x dx  x ln x   x x dx  x ln x  x  C .

Sehingga
e
e
 ln x dx  x ln x  x |1  (e ln e  e)  (1)  1
1

Menghitung integral tentu dengan menggunakan MathCad


Contoh 2.
3

 (3x  x)dx
2
Hitung
0
Buka tampilan awal Mathcad

Kemudian tekan tombol evaluation toolbar , pilih ‘:=’ untuk

192 Integral Tentu


mendefenisikan fungsi,

Kemudian akan muncul,


Ketikkan pendefenisian fungsi f(x):= 3x 2 - x. Lalu enter,maka akan muncul
tanda ‘+ berwarna merah’. Tekan tombol calculus toolbar

, pilih tanda , sebagai integral tentu


Lalu akan muncul,

3
Langkah berikutnya ketikkan fungsi  f ( x)dx , tekan tanda ’=’ pada
0
evaluation toolbar, Maka akan diperoleh hasil akhir

Integral Tentu 193


Rangkuman

4. Jika f x  kontinu pada selang a  x  b dan jika F x  adalah


integral tak tentu dari f x  , maka

 f xdx  F x  F b  F a 


b
b
a
a
5. sifat – sifat integral tentu

 f  x dx  0
a
a.
a

b.  f  x dx   f  x dx
b a

a b

a kf  x dx  k a f  x dx
b b
c.
d.   f  x   g x dx   f  x dx   g x dx
b b b

a a a

f  x dx   f  x dx   f  x dx


c b b
e. a c a
; jika a < c < b

Jika F u   f x dx , maka du F u  f u


u d
f.
a

194 Integral Tentu


12. Penggunaan Integral

Overview

Pembahasan singkat tentang luas di dalam bab sebelumnya diperlukan untuk


memberikan dasar tentang defenisi integral tentu. Setelah konsep ini benar-
benar dipahami kita akan berlanjut dan menggunakan integral tentu untuk
menghitung luas daerah yang bentuknya rumit. Pola yang sama akan dapat
juga menentukan volume bunda putar yang merupakan suatu benda padat
yang diperoleh dengan cara memutar suatu daerah di bidang datar terhadap
suatu garis di bidang tersebut. Penggunaan integral tentu untuk mengitung
volume benda sangat berguna manakala bentuk benda tersebut tidak
beraturan sebagaimana benda-benda lainnya seperti kubus, kerucut dan
sebagainya yang memiliki formula khusus untuk menghitungnya pun dapat
didekati dengan teknik pengintegralan

Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami penerapan integral


2. Mahasiswa mampu menyelesaikan berbagai persoalan penerapan integral
3. Mahasiswa mampu menyelesaikan persoalan Luas Daerah dengan konsep
Integral
4. Mahasiswa mampu menyelesaikan persoalan Volume benda dengan
konsep integral
12.1 Luas daerah Bidang Rata

Penggunaan Integral 195


Pembahasan singkat tentang luas pada subbab 5.4 diperlukan untuk
memberikan dasar tentang definisi integral tentu. Setelah memahami konsep
ini, sekarang kita gunakan integral tentu untuk menghitung luas daerah dengan
bentuk yang rumit.

12.1.1 Daerah di atas sumbu X

xi
f(x)

f(xi)

a xi b

Tentukan luas daerah R yang dibatasi oleh grafik y  f (x) , x  a, x  b,


dan y  0 .

A( R)  A( R1 )  A( R2 )  ...  A( Ri )  ...  A( Rn )
 f ( x1 ) x1  f ( x 2 ) x 2  ...  f ( xi ) xi  ...  f ( x n ) x n
n
  f ( xi ) xi
i 1

 lim
| P|0
 f ( xi ) xi
i 1
b
  f ( x)dx
a
Sehingga diperoleh bahwa luas daerah di atas sumbu X adalah
b
A( R )   f ( x)dx .
a

196 Penggunaan Integral


Sebagaimana dapat diperlihatkan dalam ilustrasi berikut

y y = f(x)

x
a b

12.1.2 Daerah di bawah sumbu X

Dengan cara yang sama seperti halnya mencari luas daerah diatas sumbu X
maka untuk luas daerah di bawah sumbu X diperoleh:
b
A( R )    f ( x)dx .
a

Penggunaan Integral 197


Contoh 1
Tentukan luas daerah yang dibatasi oleh y  x  3 x  x  3 , ruas sumbu
3 2

x antara x = -1 dan x = 2, dan oleh garis x = 2.


Penyelesaian

Perhatikan bahwa ada sebagian


daerah yang berada di atas sumbu
x dan ada yang di bawah sumbu x.
Sehingga luas masing-masing
-1 1 2 3
bagian harus dihitung secara
terpisah.

-3

 x   
1 2
A( R)  3
 3x 2  x  3 dx   x 3  3x 2  x  3 dx
1 1
1 2
 x4 x2   x4 x2 
   x3   3x    x 3   3x 
4 2  1  4 2 1
 7  23
 4    
 4 4

12.1.3 Daerah di antara dua kurva

198 Penggunaan Integral


Tinjaulah kurva y = f(x)
x y = f(x) dan kurva y = g(x)
dengan g ( x)  f ( x)
pada selang a  x  b .
Dengan cara yang sama
seperti halnya mencari
f(x)-g(x) y = g(x) luas daerah di atas
sumbu x maka untuk
luas daerah di antara
dua kurva diperoleh:

a b
b
A( R )    f ( x)  g ( x) dx
a
Contoh 2
Tentukan luas daerah antara kurva y  x dan y  2 x  x .
4 2

Penyelesaian

 
1
A( R)   2 x  x 2  x 4 dx
y  x4 0
1 1
 x3 x5 
y  2x  x 2  x 2   
 3 5 0
1 1 7
 1  
1 2 3 5 15

12.2 Volume Benda Putar

Penggunaan Integral 199


Integral tentu dapat digunakan untuk menghitung luas. Hal ini tidaklah
mengherankan karena integral tersebut memang diciptakan untuk keperluan
itu. Bahkan hampir setiap besaran yang dianggap sebagai hasil pemotongan
sesuatu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, aproksimasikan tiap bagian,
penjumlahan, dan pengambilan limit bila tiap bagian mengecil dapat diartikan
sebagai suatu integral.

12.2.1 Metode cakram

Suatu daerah rata yang terletak seluruhnya pada satu bagian bidang yang
terbagi oleh sebuah garis lurus dan diputar tehadap garis tersebut maka
daerah tersebut akan membentuk suatu benda putar.

Apabila daerah R yang dibatasi kurva y  f x sumbu x, garis x = a, dan
garis x = b kemudian R diputar terhadap sumbu x maka volume benda putar
b
yang terjadi adalah V     f  x 2 dx .
a
Contoh 3
Tentukan volume benda putar yang dibentuk oleh daerah R yang dibatasi
kurva y  x sumbu x dan garis x = 4 bila R diputar terhadap sumbu x.
Penyelesaian
y

x
 y x
x

x
x
4

 
4 4 4
2 x
Maka volumenya adalah V  x dx    x dx      8
0 0 20
12.3 Metode cincin (pengembangan metode cakram)

200 Penggunaan Integral


Apabila daerah R yang dibatasi kurvay  f x  , y  g x , sumbu x, garis x
= a, dan garis x = b dengan g x   f x  untuk a  x  b kemudian R
diputar terhadap sumbu x maka volume benda putar yang terjadi adalah

 
b
V     f x 2  g x 2 dx .
a

Contoh 4
Tentukan volume benda putar yang dibentuk oleh daerah R yang dibatasi
kurva y  x  8 x apabila R diputar terhadap sumbu x.
2 2
dan y
Jadi volumenya adalah
4
 
b
y 2  8x V     f  x    g  x  dx
2 2

 yx 2 a
x
   x   dx
2
    8x
2 2 2

0

 
2
   8 x  x 4 dx
8x 0
2
 x5 
  4 x 2  
 5 0
x2
 32  48
  16    
 5  5
2

12.4 Volume Benda Putar: Metode Kulit Tabung

Contoh 5
Daerah R adalah sebuah daerah yang dibatasi oleh kurva
y  1  x  x sumbu x, sumbu y, dan garis x =1. Tentukan volume
5

dari benda putar yang terjadi bila daerah R diputar mengelilingi


sumbu y.

Penggunaan Integral 201


Penyelesaian
y

x y  1  x  x5 x

1 x

Jadi volumenya

 2  x 1  x  x 5  dx
b 1
V  2  x f x  dx
a 0
1
1
 x2 x3 x7 
 2  x  x  x dx  2  
2 6
 
0 2 3 7 0
1 1 1 41
 2      
2 3 7 21

Rangkuman

1. Luas daerah di atas sumbu X dapat diperoleh

202 Penggunaan Integral


b
A( R )   f ( x)dx .
a
2. Luas daerah di bawah sumbu X diperoleh:
b
A( R )    f ( x)dx .
a
3. Luas daerah di antara dua kurva diperoleh:
b
A( R )    f ( x)  g ( x) dx
a
4. Volume benda putar dengan menggunakan metode cakram adalah
b
V     f  x 2 dx .
a
5. Volume benda putar dengan menggunakan metode kulit tabung
adalah
b
V  2  x f x  dx
a

Penggunaan Integral 203


Daftar Pustaka

1. Martono, K. Kalkulus Differensial. Alvagracia, Bandung. 1987


2. Purcell, E.J, Varberg D. Kalkulus dan Geometri Analistis.Jilid 1.Terjemahan I.
Nyoman susila dkk, Edisi 5. Erlangga. Jakarta. 1992
2. http://rasyid14.files.wordpress.com/2009/05/fungsi-turunan-bab-
akhir.pdf
3. ftsi.files.wordpress.com/2007/09/limit_dan_fungsi_kontinu.doc
4. ftsi.files.wordpress.com/2007/09/fungsi_dan_grafik_fungsi.doc
5. ftsi.files.wordpress.com/2007/09/pendahuluan_kalkulus.doc

vi
PAGE 10

Anda mungkin juga menyukai