Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup


bergantung pada sektor pertanian. Itulah kenapa sektor pertanian merupakan salah
satu hal yang patut digaris bawahi penyelesaian masalahnya oleh pemerintah
Indonesia.
Sebagian besar petani Indonesia merupakan petani padi. Selain kondisi alam
negara kita yang mendukung untuk bercocok tanam padi, masyarakat Indonesia
juga mengandalkan padi sebagai bahan makanan pokok. Bagi masyarakat
Indonesia, sebanyak apapun mereka makan tapi kalau belum makan nasi, sama saja
belum makan rasanya. Dua alasan tersebut seharusnya dapat menjadikan Indonesia
sebagai salah satu negara yang berketahanan pangan.
Namun kenyataannya, sampai saat ini Indonesia masih belum mampu
memenuhi kebetuhan pangan lokal, sampa-sampai Indonesia harus mengimpor
produk pangan dari luar negeri. Disini kita dihadapkan pada permasalahan yang
rumit. Negara dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah namun masih harus
mengandalkan negara lain untuk dapat menghidupi masyarakatnya.
Banyak faktor yang melatar belakangi kegagalan pertanian khususnya di
Indonesia. Selain permasalahan pada sumber daya manusianya, sistem yang ada
juga patut dipertanyakan. Salah satu faktor keberhasilan pertanian adalah adanya
suplai air. Suplai air yang baik bergantung pada keberhasilan perencanaan sistem
jaringan irigasi yang ada.
Perencanaan sistem jaringan irigasi yang tepat dapat meningkatkan baik
kualitas maupun kuantitas suplai air yang akan digunakan untuk mengairi sawah.
Adanya suplai air yang baik akan menghasilkan produk yang berkualitas pula,
sehingga dapat dipastikan bahwa sektor pertanian Indonesia pun akan mengalami
peningkatan. Sektor pertanian yang meningkat akan menghindarkan Indonesia dari
kecenderungan mengimpor produk pangan. Sehingga pada akhirnya, Indonesia
akan menjadi negara yang berketahanan pangan tanpa harus mengandalkan negara
lain.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perencanaan saluran irigasi yang efektif dan efisien dengan


kondisi topografi daerah berbukit-bukit?
2. Jenis bangunan pembawa apa yang efektif dan efisien untuk perencanaan
jaringan irigasi tersebut?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui saluran irigasi yang efektif dan efisien untuk perencanaan


jaringan irigasi dengan kondisi topografi daerah berbukit-bukit.
2. Mengetahui jenis bangunan pembawa yang efektif dan efisien untuk
perencanaan jaringan irigasi.

1.4 Manfaat

Adanya perencanaan dimensi saluran sekaligus bangunan pembawa secara


efektif dan efisien, diharapkan mampu menunjang suplai air untuk sektor pertanian
di Indonesia. Suplai air yang baik dapat meningkatkan produktifitas hasil panen,
sehingga dapat memperbaiki ketahanan pangan di Indonesia, baik kualitas maupun
kuantitas. Peningkatan ketahanan pangan akan berbanding lurus dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Teori

Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi


untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa,
irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. Pengaturan air irigasi
meliputi kegiatan pembagian, pemberian dan penggunaan air irigasi. Oleh karena
itu, perencanaan sistem jaringan irigasi harus direncanakan sedemikian rupa agar
kegiatan pengaturan air irigasi dapat seoptimal mungkin.

2.2 Klasifikasi Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas,


jaringan irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan berikut:
Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Teknis Semiteknis Sederhana
Bangunan utama Banguan Bangunan Bangunan
permanen permanen atau sementara
semi permanen
Kemampuan Baik Sedang Jelek
bangunan dalam
mengukur &
mengatur debit
Jaringan saluran Saluran irigasi Saluran irigasi Saluran irigasi
dan pembuang dan pembuang dan pembuang
terpisah tidak sepenuhnya jadi satu
terpisah
Petak tersier Dikembangkan Belum Belum ada
sepenuhnya dikembangkan jaringan terpisah
atau densitas yang
bangunan tersier dikembangkan
jarang
Efisiensi secara 50 - 60% 40 - 50 % < 40%
keseluruhan
Ukuran Tak ada batasan Sampai 2000 ha Tak lebih dari 500
ha
Sumber: KP Irigasi (2010: 34)
Macam Jaringan Irigasi :
1. Jaringan irigasi utama
 Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder
dan ke patok-patok tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah
pada bangunan bagi yang terakhir. Saluran primer melayani petak
primer.
 Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak
tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran
ini adalah pada bangunan sadap terakhir.
 Saluran pembawa membawa air irgasi dari sumber air lain (bukan
sumber yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan
irigasi primer.
 Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran ini
termasuk dalam wewenang dinas irigasi dan oleh sebab itu
pemeliharaannya menjadi tanggung jawabnya.
2. Jaringan saluran irigasi tersier
 Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan
utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran
ini adalah boks bagi kuarter yang terakhir.Panjang saluran tersier
sebaiknya kurang dari 1500 m.
 Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan
sadap tersier atau parit sawah ke sawah-sawah. Panjang saluran kuarter
sebaiknya di bawah 500 m dan luasnya antara 8-15 ha.

2.3 Pola Tata Tanam

Pola Tata Tanam


Pola tata tanam merupakan cara terpenting dalam perencanaan tata tanam.
Maksud disediakannya tata taman adalah untuk mengatur waktu, tempat, jenis dan
luas tanaman pada daerah irigasi. Tujuan tata tanam adalah untuk memanfaatkan
persediaan air irigasi seefisien dan seefektif mungkin, sehingga tanaman dapat
tumbuh baik. Dua hal pokok yang mendasari diperlukannya tata tanam adalah:
1. Persediaan air irigasi (dari sungai) di musim kemarau yang terbatas.
2. Air yang terbatas harus dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga tiap petak
mendapatkan air secukupnya sesuai jumlah yang dibutuhkan.
Berdasarkan pengertian tata tanam seperti di atas, ada empat faktor yang
harus diatur, yaitu:
1. Waktu
Pengaturan waktu dalam perencanaan tata tanam merupakan hal yang pokok.
Sebagai contoh bila hendak mengusahakan padi rendeng pertama-tama adalah
melakukan pengolahan tanah untuk pembibitan. Pada waktu mulai tanam biasanya
musim hujan mulai turun sehingga persediaan air relatif kecil. Untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan maka waktu penggarapan dan urutan tata tanam diatur
sebaik-baiknya.
2. Tempat
Pengaturan tempat masalahnya hampir sama dengan pengaturan waktu.
Dengan dasar pemikiran bahwa tanaman membutuhkan air dan persediaan air yang
ada dipergunakan bagi tanaman. Untuk dapat mencapai hal itu tanaman diatur
tempat penanamannya, agar pelayanan irigasi dapat lebih mudah.
3. Pengaturan jenis tanaman
Tanaman yang diusahakan antara lain padi, palawija dan lain-lain, tiap jenis
tanaman mempunyai tingkat kebutuhan air yang berlainan. Berdasarkan hal
tersebut, jenis tanaman yang diusahakan harus diatur sedemikian rupa sehingga
kebutuhan air dapat terpenuhi. Misalnya jika persediaan air sedikit diusahakan
dengan menanam tanaman yang membutuhkan air relatif sedikit. Sebagai contoh
adalah penanaman padi, gandum dan palawija dimusim kemarau. Pada musim
kemarau persediaan air sedikit, untuk menghindari terjadinya lahan yang tidak
terpakai areal tanaman harus dibatasi luasnya dengan menanaminya palawija.
Berarti sudah memanfaatkan areal dan meningkatkan produksi pangan.
4. Pengaturan luas tanaman
Pengaturan luas tanaman hampir sama dengan pengaturan jenis tanaman.
Pengaturan pada pembatasan luas tanaman akan membatasi besarnya kebutuhan air
bagi tanaman yang bersangkutan. Pengaturan ini hanya terjadi pada daerah yang
airnya terbatas, misalnya jika air irigasi yang sedikit, petani hanya boleh menanam
palawija.
Jadwal Tata Tanam
Tujuan penyusunan jadwal tanam adalah agar air yang tersedia (dari sungai)
dapat dimanfaatkan dengan efektif untuk irigasi, sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan tiap lahan. Pada musim kemarau, kekurangan jumlah air dapat diatasi
dengan mengatur pola tata tanam sesuai tempat, jenis tanaman dan luas lahan.
Penentuan jadwal tata tanam harus disesuaikan dengan jadwal penanaman yang
ditetapkan dalam periode musim hujan dan musim kemarau.
2.3.1. Curah Hujan
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan bumi selama satu
periode tertentu yang bisa diukur dalam satuan mm. Apabila tidak terjadi
penghilangan oleh evaporasi, pengaliran dan peresapan. Tidak semua curah hujan
yang jatuh di permukaan bumi dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhannya, ada
sebagian yang menguap dan mengalir sebagai limpasan permukaan. Air hujan yang
jatuh di atas permukaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu curah hujan efektif dan
curah hujan andalan.
2.3.2. Evapotranspirasi
Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan
air disebut evaporasi (penguapan). Peristiwa penguapan dari tanaman disebut
transpirasi. Jika kedua proses tersebut terjadi dalam waktu yang bersamaan disebut
evapotranspirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu,
air, kelembaban udara, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari, dan lain-
lainnya. Pada waktu pengukuran perlu diperhatikan keadaan tersebut karena saling
berhubungan antara satu dengan yang lain dan mengingat faktor tersebut sangat
dipengaruhi oleh lingkungan.
Evaporasi Potensial (ETo) adalah air yang menguap melalui permukaan tanah
dimana besarnya adalah jumlah air yang akan digunakan tanaman untuk
perkembangannya. Besar kebutuhan air tanaman selalu berhubungan dengan besar
evaporasi potensial yang besarnya dipengaruhi iklim. Nilai evaporasi relatif tidak
terlalu jauh berbeda di antara bulan yang satu dengan yang lain, dan besarnya
sekitar 3-8 mm/hari.
2.3.3. Kebutuhan Air Irigasi
Untuk mengalirkan dan membagi air irigasi, dikenal 4 cara utama, yaitu
pemberian air irigasi lewat permukaan tanah, melalui bawah permukaan tanah,
pemberian air irigasi dengan pancaran dan dengan tetesan. Cara pemberian air
irgasi tergantung pada kondisi tanah, keadaan topografi, ketersediaan air, jenis
tanaman, iklim, kebiasaan petani dan pertimbangan lain.
Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk
tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan
dan kontribusi air tanah. Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-
faktor yaitu, penyiapan lahan, penggunaan konsumtif, perkolasi dan rembesan,
pergantian lapisan air dan curah hujan efektif.
2.3.4. Koefisien Tanaman
Kebutuhan air tanaman sebagai pengganti konsumtif ditentukan oleh
koefisien tanaman dan evaporasi potensial, yaitu dalam hubungan:

ETc = k  Eto

Dengan :
Etc : Evaporasi sebenarnya
k : Koefisien tanaman
Eto : Evaporasi potensial
Notasi k adalah koefisien tanaman (sering juga disebut koefisian
evapotranspirasi tanaman). k merupakan angka pengali untuk menjadikan evaporasi
potensial (Eto) menjadi evaporasi sebenarnya (Etc). Besarnya koefisien tanaman ini
berhubungan dengan jenis tanaman, varietas tanaman dan umur pertumbuhan
tanaman.
2.3.5. Perkolasi
Perkolasi adalah pergerakan air sampai ke bawah dari zona tidak jenuh
(antara permukaan tanah sampai ke bawah permukaan air) ke dalam daerah jenuh
(daerah yang berada di bawah permukaan air tanah). Daya Perkolasi (Pp) adalah
laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan dan besarnya dipengaruhi kondisi
tanah dan muka air tanah. Perkolasi terjadi saat daerah tak jenuh mencapai daya
medan (field capacity). Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya perkolasi
diantaranya adalah tekstur tanah, permeabilitas tanah, tebal lapisan tanah bagian
atas dan tanaman penutup.
Tabel 2.2. Macam Tanah dan Tingkat Peerkolasinya
Macam Perkolasi
Tanah (mm/hari)
Sandy Loam 3-6
Loam 2-3
Clay Loam 1-2
2.3.6. Pergantian Lapisan Air (WLR)
Pergantian lapisan air erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Beberapa
saat setelah penanaman, air yang digenangkan di permukaan sawah akan kotor dan
mengandung zat-zat yang tidak lagi diperlukan tanaman, bahkan akan merusak. Air
genangan ini perlu dibuang agar tidak merusak tanaman di lahan. Saat pembuangan
lapisan genangan, sampah-sampah yang ada di permukaan air akan tertinggal,
demikian pula lumpur yang terbawa dari saluran saat pengairan. Air genangan yang
dibuang perlu diganti dengan air baru yang bersih.
2.3.7. Efisiensi Irigasi
Sebelum sampai di petak sawah, air harus dialirkan melalui saluran-saluran
induk, sekunder dan tersier. Di dalam sistem saluran terjadi kehilangan-kehilangan
debit yang disebabkan rembesan, perkolasi dan kekurang telitian di dalam
eksploitasi. Kehilangan air irigasi dinamakan efisiensi irigasi yang besarnya adalah
perbandingan antara jumlah air yang nyata bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman
ditambah perkolasi lahan dengan jumlah air yang dikeluarkan dari pintu
pengambilan. Efisiensi dinyatakan dalam prosentase. Kehilangan yang ditentukan
oleh pelaksanaan eksploitasi ada tiga tingkatan, yaitu:
 Kehilangan air di tingkat tersier, melalui kehilangan air di sawah, di saluran
kuarter dan saluran tersier.
 Kehilangan air di tingkat primer, melalui kehilangan air di saluran primer.
 Kehilangan air di tingkat sekunder, melalui kehilangan air di saluran
sekunder.
Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai
berikut:
 12,5 – 20% di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah,
sehingga harga efisiensi berkisar antara 77,5 – 85%
 5 – 10% di saluran sekunder, sehingga harga efisiensi berkisar antara 90 –
95%
 5 – 10 % di saluran utama, sehingga harga efisiensi berkisar antara 90 – 95%
Sehingga efisiensi secara keseluruhan (efisiensi jaringan tersier x efisiensi
jaringan sekunder x efisiensi jaringan perimer) berkisar antara 0,65 – 0,79.

2.4 Sistem Jaringan Irigasi

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional
pokok yaitu:
 bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil dari sumbernya,
umumnya sungai atau waduk
 jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air ke petak-petak tersier
 petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif
 sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang
kelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alam

kurang teori dimensi ( 1-1,5 halaman)

coper jangan dulu , teori2 dulu, baru nanti coper menyesuaikan

teori bangunan pembawa sipon dan gorong (1-1,5 halamn)


2.5 Perencanaan Jaringan Irigasi

Untuk merencanakan suatu jaringan irigasi, dibutuhkan data-data


perencanaan sebagai berikut:
1. Data Topografi
Data–data pengukuran topografi dan saluran merupakan data akhir
untuk perencanaan detail saluran. Letak trase saluran biasanya baru dapat
ditetapkan setelah membanding–bandingkan berbagai alternatif. Informasi
yang diperoleh dari pengukuran trase saluran dapat dipakai untuk peninjauan
trase pendahuluan.
2. Kapasitas Rencana
a. Debit rencana
Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam
waktu sehari dari suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan
oleh curah hujan sehari di daerah tersebut. Air hujan yang tidak tertahan atau
merembes dalam waktu satu hari, diandaikan mengalir dalam waktu satu hari
itu juga, ini mengasilkan debit rencana yang konstan.
Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus berikut :
c NFR A
Q
e
dengan:
Q = debit rencana (l/dtk)
c = koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan
NFR = kebutuhan bersih air di sawah (m.l/dt.ha)
A = luas daerah yang diairi (ha)
e = efisiensi irigasi secara keseluruhan.
Jika air yang diberikan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan
selain irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang
dibutuhkan untuk keperluan itu, dengan memperhitungkan efisiensi
pengaliran.
b. Kebutuhan air di sawah
Kebutuhan air di sawah dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
 cara penyiapan lahan
 kebutuhan air untuk tanaman
 perkolasi dan rembesan
 pergantian lapisan air
 curah hujan efektif
Kebutuhan total air di sawah mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan
bersih air di sawah juga memperhitungkan curah hujan efektif. Besarnya
kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan
bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah
dinyatakan dalam mm/hari. Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman
ladang dihitung seperti pada perhitungan tanaman untuk padi. Ada berbagai
harga yang ditetapkan untuk kelima faktor di atas (terdapat pada KP-01).
c. Efisiensi
Untuk tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat sampai
sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di
sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan
perembesan. Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil
saja jika dibandingkan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi.
Perhitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi.
Pada umunya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi – bagi
sebagai berikut:
 15 - 22,5% di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah.
 7,5 - 12,5% di saluran sekunder.
 7,5 - 12,5% di saluran utama.
Rumus :
q. A
Q

dengan:
Q = Debit Perencanaan (lt/dt)
q = Kebutuhan air irigasi
(sesuai Irigasi dasar, PTT PU khususnya 1 – 2 l/dt/ha)
A = Luas Lahan (ha)
 = Efisiensi irigasi

Anda mungkin juga menyukai