Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dasar Teori

Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi


untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa,
irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. Pengaturan air irigasi
meliputi kegiatan pembagian, pemberian dan penggunaan air irigasi. Oleh karena
itu, perencanaan sistem jaringan irigasi harus direncanakan sedemikian rupa agar
kegiatan pengaturan air irigasi dapat seoptimal mungkin.
2.1.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi
Berdasarkan cara pengaturan pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas,
jaringan irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan berikut:
Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Teknis Semiteknis Sederhana
Bangunan utama Banguan Bangunan Bangunan
permanen permanen atau sementara
semi permanen
Kemampuan Baik Sedang Jelek
bangunan dalam
mengukur &
mengatur debit
Jaringan saluran Saluran irigasi Saluran irigasi Saluran irigasi
dan pembuang dan pembuang dan pembuang
terpisah tidak sepenuhnya jadi satu
terpisah
Petak tersier Dikembangkan Belum Belum ada
sepenuhnya dikembangkan jaringan terpisah
atau densitas yang
bangunan tersier dikembangkan
jarang
Efisiensi secara 50 - 60% 40 - 50 % < 40%
keseluruhan
Ukuran Tak ada batasan Sampai 2000 ha Tak lebih dari 500
ha
Sumber: KP 01 Irigasi 2010

3
4

Macam Jaringan Irigasi :


1. Jaringan irigasi utama
 Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder
dan ke patok-patok tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah
pada bangunan bagi yang terakhir. Saluran primer melayani petak
primer.
 Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak
tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran
ini adalah pada bangunan sadap terakhir.
 Saluran pembawa membawa air irgasi dari sumber air lain (bukan
sumber yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan
irigasi primer.
 Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran ini
termasuk dalam wewenang dinas irigasi dan oleh sebab itu
pemeliharaannya menjadi tanggung jawabnya.
2. Jaringan saluran irigasi tersier
 Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan
utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran
ini adalah boks bagi kuarter yang terakhir.Panjang saluran tersier
sebaiknya kurang dari 1500 m.
 Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan
sadap tersier atau parit sawah ke sawah-sawah. Panjang saluran kuarter
sebaiknya di bawah 500 m dan luasnya antara 8-15 ha.
2.1.2. Pola Tata Tanam
Pola Tata Tanam
Pola tata tanam merupakan cara terpenting dalam perencanaan tata tanam.
Maksud disediakannya tata taman adalah untuk mengatur waktu, tempat, jenis dan
luas tanaman pada daerah irigasi. Tujuan tata tanam adalah untuk memanfaatkan
persediaan air irigasi seefisien dan seefektif mungkin, sehingga tanaman dapat
tumbuh baik. Dua hal pokok yang mendasari diperlukannya tata tanam adalah:
5

1. Persediaan air irigasi (dari sungai) di musim kemarau yang terbatas.


2. Air yang terbatas harus dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga tiap petak
mendapatkan air secukupnya sesuai jumlah yang dibutuhkan.
Berdasarkan pengertian tata tanam seperti di atas, ada empat faktor yang
harus diatur, yaitu:
1. Waktu
2. Tempat
3. Pengaturan jenis tanaman
4. Pengaturan luas tanaman
Jadwal Tata Tanam
Tujuan penyusunan jadwal tanam adalah agar air yang tersedia (dari sungai)
dapat dimanfaatkan dengan efektif untuk irigasi, sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan tiap lahan. Pada musim kemarau, kekurangan jumlah air dapat diatasi
dengan mengatur pola tata tanam sesuai tempat, jenis tanaman dan luas lahan.
Penentuan jadwal tata tanam harus disesuaikan dengan jadwal penanaman yang
ditetapkan dalam periode musim hujan dan musim kemarau.
2.1.3. Jaringan Irigasi
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional
pokok yaitu:
 bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil dari sumbernya,
umumnya sungai atau waduk
 jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air ke petak-petak tersier
 petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif
 sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang
kelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alam
Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan
yang idealnya maksimum 50 ha, tetapi dalam keadaan tertentu masih bisa ditolerir
sampai seluas 75 ha. Perlunya batasan luas petak tersier yang ideal hingga
maksimum adalah agar pembagian air di saluran tersier lebih efektif dan efisien
hingga mencapai lokasi sawah terjauh.
6

Untuk merencanakan suatu jaringan irigasi, dibutuhkan data-data


perencanaan sebagai berikut:
1. Data Topografi
Data–data pengukuran topografi dan saluran merupakan data akhir
untuk perencanaan detail saluran. Letak trase saluran biasanya baru dapat
ditetapkan setelah membanding–bandingkan berbagai alternatif. Informasi
yang diperoleh dari pengukuran trase saluran dapat dipakai untuk peninjauan
trase pendahuluan.
2. Kapasitas Rencana
a. Debit rencana
Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam
waktu sehari dari suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan
oleh curah hujan sehari di daerah tersebut. Air hujan yang tidak tertahan atau
merembes dalam waktu satu hari, diandaikan mengalir dalam waktu satu hari
itu juga, ini mengasilkan debit rencana yang konstan.
Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus berikut :
c NFR A
Q
e
dengan:
Q = debit rencana (l/dtk)
c = koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan
NFR = kebutuhan bersih air di sawah (m.l/dt.ha)
A = luas daerah yang diairi (ha)
e = efisiensi irigasi secara keseluruhan.
Jika air yang diberikan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan
selain irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang
dibutuhkan untuk keperluan itu, dengan memperhitungkan efisiensi
pengaliran.
b. Kebutuhan air di sawah
Kebutuhan air di sawah dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
7

 cara penyiapan lahan


 kebutuhan air untuk tanaman
 perkolasi dan rembesan
 pergantian lapisan air
 curah hujan efektif
Kebutuhan total air di sawah mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan
bersih air di sawah juga memperhitungkan curah hujan efektif. Besarnya
kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan
bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah
dinyatakan dalam mm/hari. Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman
ladang dihitung seperti pada perhitungan tanaman untuk padi. Ada berbagai
harga yang ditetapkan untuk kelima faktor di atas (terdapat pada KP-01).
c. Efisiensi
Untuk tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat sampai
sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di
sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan
perembesan. Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil
saja jika dibandingkan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi.
Perhitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi.
Pada umunya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi – bagi
sebagai berikut:
 15 - 22,5% di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah.
 7,5 - 12,5% di saluran sekunder.
 7,5 - 12,5% di saluran utama.

2.2 Perencanaan Dimensi Saluran

Ada dua alternatif yang dapat digunakan untuk perencanaan saluran, yaitu
perencanaan saluran tanpa pasangan dan perencanaan saluran dengan pasangan.
Dalam karya tulis ini, direncanakan saluran dengan menggunakan pasangan
(lining). Saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk:
8

 Mencegah kehilangan air akibat rembesan


 Mencegah gerusan dan erosi
 Mencegah merajalelanya tumbuhan air
 Mengurangi biaya pemeliharaan
 Memberi kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar
 Tanah yang dibebaskan lebih kecil
Banyak bahan yang dapat dipakai untuk pasangan saluran (FAO Kraatz,
1977). Tetapi pada praktiknya di Indonesia hanya ada empat bahan yang dianjurkan
pemakaiannya, yaitu pasangan batu, beton, tanah atau dapt juga menggunakan
beton ferrocement.
Berikut ini merupakan kecepatan-kecepatan maksimum untuk aliran subkritis
yang dianjurkan pemakaiannya:
- Pasangan batu : kecepatan maksimum 2 m/det
- Pasangan beton : kecepatan maksimum 3 m/det
- Ferrocement : kecepatan maksimum 3 m/det
Tabel 2.2. Karakteristik Saluran yang Digunakan
Debit b/h v ijin m
0.3 1.0 0.35 1.0
0.3 1.5 0.35 1.0
3.0 3.0 0.65 1.5
4.5 3.0 0.70 1.5
Sumber: KP 03 Irigasi 2010

2.3 Perencanaan Bangunan


2.3.1.Bangunan Bagi dan Sadap
Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer sekunder, maka akan dibuat
bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur
dan mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu
bangunan bagi berfungsi sebagai pintu pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu
sadap lainnya mengukur debit.
9

Sedangkan bangunan sadap dibagi menjadi dua bagian yaitu bangunan sadap
sekunder dan bangunan sadap tersier. Bangunan sadap sekunder akan memberi air
ke saluran sekunder dan oleh sebab itu, melayani lebih dari satu petak tersier.
Kapasitas bangunan–bangunan sadap ini secara umum lebih besar daripada 0,250
m3/dt. Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada petak-petak tersier.
Kapasitas bangunan sadap ini berkisar antara 50 l/dt  250 l/dt.
Tata letak dari bangunan bagi sadap ini bisa dibuat 2 alternatif, yaitu bentuk
menyamping dan bentuk numbak. Bentuk menyamping adalah posisi
bangunan/pintu sadap tersier atau sekunder berada disamping kiri atau kanan
saluran dengan arah aliran ke petak tersier atau sekunder mempunyai sudut tegak
lurus (pada umumnya) sampai 45o. Sedang bentuk numbak meletakkan bangunan
bagi sekunder, sadap tersier dan bangunan pengatur pada posisi sejajar, sehingga
arah alirannya searah.
2.3.2.Bangunan Pembawa
a. Gorong-Gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
(saluran irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya
saluran), bawah jalan, atau jalan kereta api. Pada gorong-gorong aliran bebas,
benda-benda yang hanyut dapat lewat dengan mudah, tetapi biaya pembuatannya
umumnya lebih mahal dibanding gorong-gorong tenggelam. Dalam hal gorong-
gorong tenggelam, seluruh potongan melintang berada di bawah permukaan air.
Biaya pelaksanaan lebih murah tetapi bahaya tersumbat lebih besar. Untuk tujuan-
tujuan perencanaan, kecepatan diambil 1,5 m/det untuk gorong-gorong di saluran
irigasi dan 3 m/det untuk gorong-gorong di salura pembuang.
Diketahui data perencanaan:
Bentuk gorong-gorong I : lingkaran
Saluran : Saluran Primer
Q : 2,28 m3/det
h : 1,1 m
v : 0,576 m/det
B : 2,7 m
10

L gorong-gorong : 25 m
Kehilangan pada inlet yang diakibatkan perubahan bentuk
hf1  0,01731 m
Kehilangan pada inlet yang diakibatkan transisi
hf 2  0,01154 m
Kehilangan pada outlet yang diakibatkan perubahan bentuk
ho1  0,01731m
Kehilangan pada outlet yang diakibatkan transisi
ho 2  0,02307 m
Kehilangan tinggi di sill (sill head loss)
hs  0,00115 m

Kehilangan tinggi energi akibat gesekan pada saluran


hf  0,03144m
Sehingga kehilangan tinggi total (total head loss) pada gorong-gorong di saluran
primer, yaitu:
h  hf1  hf 2  ho1  ho2  hs  hf

h = 0,102 m
Diketahui data perencanaan:
Bentuk gorong-gorong II : lingkaran
Saluran : Saluran sekunder kanan 4
Q : 0,37 m3/det
h : 0,618 m
v : 0,383 m/det
B : 0,927 m
L gorong-gorong : 25 m
Kehilangan pada inlet yang diakibatkan perubahan bentuk
hf1  0,00026 m
Kehilangan pada inlet yang diakibatkan transisi
hf2  0,00018 m
Kehilangan pada outlet yang diakibatkan perubahan bentuk
11

ho1  0,00026 m
Kehilangan pada outlet yang diakibatkan transisi
ho 2  0,00035 m
Kehilangan tinggi di sill (sill head loss)
hf  1,76174 x105 m
Kehilangan tinggi energi akibat gesekan pada saluran
hs  0,00720m

Sehingga kehilangan tinggi total (total head loss) pada gorong-gorong di saluran
primer, yaitu:
h  hf1  hf 2  ho1  ho2  hs  hf

h = 0,00827 m
b. Sipon
Sipon adalah bangunan yang membawa air melewati bawah saluran lain
(biasanya pembuang atau jalan). Pada sipon air mengalir karena tekanan.
Perencanaan hidrolis sipon harus mempertimbangkan kecepatan aliran, kehilangan
pada peralihan masuk, kehilangan akibat gesekan, kehilangan pada bagian siku
sipon serta kehilangan pada peralihan keluar. Kecepatan aliran dalam sipon harus
dua kali lebih tinggi dari kecepatan normal aliran dalam saluran, tidak boleh kurang
dari 1 m/det, lebih disukai lagi jika tidak kurang dari 1,5 m/det. Kecepatan
maksimum sebaiknya tidak melebihi 3 m/det.
c. Talang
Talang adalah saluran buatan yang dibuat dari pasangan beton bertulang,
kayu atau baja maupun beton ferrocement, didalamnya air mengalir dengan
permukaan bebas, dibuat melintas lembah dengan panjang tertentu (umumnya
dibawah 100 m), saluran pembuang, sungai, jalan atau rel kereta api,dan
sebagainya. Dan saluran talang minimum ditopang oleh 2 (dua) pilar atau lebih
dari konstruksi pasangan batu untuk tinggi kurang 3 meter (beton bertulang
pertimbangan biaya ) dan konstruksi pilar dengan beton bertulang untuk tinggi lebih
3 meter.
Diketahui data perencanaan:
12

Saluran : Saluran Primer


Q : 2,28 m3/det
h : 1,1 m
v : 0,576 m/det
B : 2,7 m
Sehingga didapat data perencanaan untuk talang:
Q : 2,28 m3/dt
b : 1,5 m
h : 1,5 m
R : 0,375 m
P :4m
A : 1,5 m2
v : 1,52 m/det
Ltransisi : 1,019 m
L talang : 60 m
Nilai sudut transisi : 13o
Kehilangan pada inlet yang diakibatkan perubahan bentuk
hf1  0,050 m
Kehilangan pada inlet yang diakibatkan transisi
hf2  0,020 m
Kehilangan pada outlet yang diakibatkan perubahan bentuk
ho1  0,030 m
Kehilangan pada outlet yang diakibatkan transisi
ho 2  0,040 m
Kehilangan tinggi di sill (sill head loss)
hs  0,002m

Kehilangan tinggi energi akibat gesekan pada saluran


hf  0,105m
Sehingga kehilangan tinggi total (total head loss) pada gorong-gorong di saluran
primer, yaitu:
13

h  hf1  hf 2  ho1  ho2  hs  hf

h = 0,247 m
2.3.3.Saluran Pembuang
Drainase merupakan suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak
diinginkan pada suatu daerah serta cara-cara penanggulangan akibat yang
ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. Drainase untuk lahan pertanian diperlukan
sebagai upaya untuk meniadakan pengaruh-pengaruh yang jelek terhadap tanaman,
akibat adanya kelebihan air pada lahan tersebut. Dalam suatu sistem pada lahan
pertanian, akan terjadi keseimbangan antara air yang masuk dan air yang keluar
pada lahan pertanian tersebut.

2.4 Gambar Jaringan Irigasi


Gambar peta situasi, skema perencanaan jaringan irigasi, skema bangunan
irigasi, long section dan cross section, tabel perhitungan pola tata tanam dan
perhitungan saluran dilampirkan.

Anda mungkin juga menyukai