SUYUDI
1
LEMBAR PENGESAHAN
2
RSU dr. SUYUDI
Jln raya deandles, paciran, kab lamongan
Telp /Fax/HP : (0322) 661412/ (0322) 666293/081330758300
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM dr.SUYUDI
NOMOR : .../PER/DIR/IX/2019
3
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PERATURAN DIREKTUR Rumah Sakit Umum dr. Suyudi
Paciran TENTANG PANDUAN PELAYANAN TIM
HIV/AIDS DI LINGKUNGAN Rumah Sakit Umum dr. Suyudi
Paciran
DITETAPKAN DI : LAMONGAN
PADA TAGGAL : 07 JUNI 2019
DIREKTUR,
RS. Dr. SUYUDI PACIRAN
4
DAFTAR ISI
5
Lampiran : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran
Nomor :
Tanggal : 07 juni 2019
Tentang : Panduan Pelayanan Tim HIV / AIDS
KATA PENGANTAR
Pujisyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan ridho-Nya,
maka penyusunan Buku Panduan Pelayanan Rujukan HIV/AIDS Dr. Suyudi Paciran
dapat diselesaikan.
Saya sangat mendukung dengan diterbitkannya buku panduan ini karena dengan
adanya buku paduan ini merupakan penerapan layanan rujukan HIV/AIDS di Rumah
Sakit Umum dr. Suyudi Paciran secara berkesinambungan.
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penularan HIV di Indonesia meningkat tajam. Estimasi kasus HIV/AIDS
pada tahun 2002 di Indonesia sekitar 90.00 sampai 130.000, sedangkan estimasi
ulang pada tahun 2006 ternyata meningkat hamper dua kali lipat, yaitu dengan
diperkirakan 193.000 sekitar (antara 160.000 sampai 210.000).
Dengan meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok
pengguna napza suntik (penasun/IDU – injection Drug User), penjaga seks (Sex
Worker) dan pasangan, serta waria di beberapa propinsi di Indonesia pada saat ini,
maka kemungkinan terjadinya resiko penyebaran infeksi HIV ke masyarakat umum
dapat diabaikan. Kebanyakan dari mereka yang beresiko tertular HIV tidak
mengetahui akan status HIV mereka, apakah sudah terinfeksi atau belum.
Melihat tingginya prevalesi di atas maka masalah HIV/AIDS saat ini bukan
hanya masalah kesehatan dari penyakit menular semata, tetapi sdah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu, penanganan tidak
dari segi medis tetapi juga dari psokososial dengan berdasarkan pendekatan
kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini untuk mengetahui status
seseorang sudah terinfeksi HIV atau belum melalui konseling dan testing
HIV/AIDS sukarela, bukan dipaksa atau diwajibkan. Mengetahui status HIV lebih
dini memungkinkan pemanfaatan layanan-layanan terkait dengan pencegahan,
perawatan, dukungan, dan pengobatan sehingga konseling dan testing HIV/AIDS
secara sukarela merupakan pintu masuk semua layanan tersebut di atas.
Perubahan perilaku seseorang dari berisiko menjadi kuran berisiko terhadap
kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan
pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses
mendorong ini sangat unik dan membutuhkan pendekatan individual. Konseling
merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk mengelola
kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri.
7
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum adalah menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS melalui
peningkatan mutu pelayanan VCT, CST, PMTCT dan perlindungan bagi
petugas layanan dan pasien.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing
HIV/AIDS serta dukungan, perawatan dan pengobatan bagi orang dengan
HIV/AIDS
b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumber daya dan manajemen
yang sesuai
c. Memberi perlindungan dan konfidensialitas bagi pasien dalam pelayanan
VCT, CST, dan PMTCT.
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala
berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya
virus HIV ke dalam tubuh seseorang.
2. Ante Natal Care (ANC) adalah suatu perawatan perempuan selama
kehamilannya. Biasanya dilakukan di KIA (Klinik Ibu dan Anak), dokter
kebidanan atau bidan.
3. Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat
kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Obat
diberikan kepada ODHA yang memerlukan berdasarkan beberapa kriteria
klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother To Child Transmission
(PMTCT).
4. CD4 adalah limfosit-TCD4+
5. DOTS : directly observed therapy shortcourse (terapi yang diawasi langsung)
6. PITC : Provider Initiated Testing & Counseling
8
7. IDU : Injecting Drug User (pengguna NAPZA Asuntik)
8. Kepatuuhan merupakan teremahan dari adherence, yaitu kepatuuhan dan
kesinambungan berobat yang melibatkan peran pasien, dokter atau petugas
kesehatan, pendamping dan ketersediaan obat.
9. VCT : (Voluntary Counseling and Testing) tes HIV secara sukarela disertai
dengan konseling.
10. Human Immuno-deviciencyVirus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
11. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan
menangani klien secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas
kesehatan atas dasar kebutuhan klien, dan disalurkan kepada layanan yang
dibutuhkan ke fasilitas rujukan jika diperlukan.
12. Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling
dan atau testing HIV/AIDS.
13. Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan
konseling HIV dan dinyatakan mampu.
14. Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan
seksual atau calon pasangan seksual dari klien.
15. Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan
menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil
tes. Materi diskusi adalah menyampaikan hasil secara jelas, menilai
pemahaman mental emosioanl klien, membuat rencana menyertakan orang lain
yang bermakna dalam kehidupan klien, menjawab respon emosional yang tiba-
tiba mencuat, menyusun rencana tentang kehidupan yang mesti dijalani dengan
menurunkan perilaku berisiko dan perawatan, membuat perencanaan dukungan.
16. Konseling pra tes
adalah diskusi antara klien dan konselor, bertujuan menyiapkan klien untuk
testing HIV/AIDS. Isi diskusi adalah klarifikasi pengetahuan klien tentang
HIV/AIDS, menyampaikan prosedur tes dan pengelolaan diri setelah menerima
hasil tes, menyiapkan klien menghadapi hari depan, membantu klien
memutuskan akan tes atau tidak, mempersiapkan informedconsent, dan
kenseling seks yang aman.
9
17. Konseling pra tes kelompok
adalah diskusi antara konselor dengan beberapa klien, biasanya tak lebih dari
lima orang, bertujuan untuk menyiapkan mereka untuk tenting HIV/AIDS.
Sebelum melakukannya, ditanya kepada para klien tersebut apakah mereka
setuju untuk berproses bersama.
18. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya
telah terinfeksi virus HIV/AIDS.
19. Perawatan dan dukungan
adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan keluarganya.
Termasuk di dalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan
pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosioekonomi dan perawatan di
rumah.
20. Periode Jendela
adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai badan orang
tersebut membentuk antibody melawan HIV yang cukup untuk dapat dideteksi
dengan pemeriksaan rutin tes HIV.
21. Persetujuan layanan
adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk
mendapatkan layanan.
22. Informed Consent (persetujuan tindakan medis)
adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat
mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tas HIV,
operasi, tindakan medik lainnya) bagi diri atau atas specimen yang berasal dari
diirnya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya
untuk suatu keperluan penelitian.
23. Prevention of Mother-To-Child Transmission (PMTCT)
adalah pencegahan penularan HIV dari ibu kepada anak yang akan atau sedang
atau sudah dilahirkannya. Layanan PMTCT bertujuan mencegah penularan
HIV dari ibu kepada anak.
24. Sistem Rujukan
adalah pengaturan dari institusi pemebri layanan yang memungkinkan
petugasnya mengirimkan klien, sampel darah atau informasi, memberi petunjuk
kepada institusi lain atas dasar kebutuhan klien untuk mendapatkan layanan
10
yang lebih memadai. Pengiriman ini senantiasa dilakukan dengan surat
pengantar, bergantung pada jenis layanan yang dibutuhkan. Pengaturannya
didasarkan atas peraturan yang berlaku, atau pesertujuan para pemberi layanan,
dan disertai umpai balik dari proses atau hasil layanan.
25. Tuberkulosa (TB)
adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa (TB) seringkali merupakan
infeksi yang menunpang pada mereka yang telah terinfeksi virus HIV.
26. Konseling dan testing (Counselling and Testing)
adalah konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, suatu prosedur diskusi
pembelajaran antara konselor dank lien untuk memahami HIV/AIDS beserta
resiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang
disekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku
lebih sehat dan lebih aman.
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 100, tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3886);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lemabaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437);
4. Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor 9/KEP/1994
tentang Strategi Nasional penanggulangan AIDS di Indonesia.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Susunan Organisasi Tatakerja Depkes RI.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang
Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1507/Menkes/SK/X/2005 tentang
Pedoman Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary
Counselling and Testing)
11
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
12
HIV/AIDS
13
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pola pengaturan ketenagaa Tim Medik HIV/AIDS yaitu :
1. Poli VCT/CST
Jumlah 8 (Delapan) orang denga standar bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS
Kategori :
3 orang Konsulen
1 orag Medical Doctor
2 orang Counselor
1 orang Apoteker
1 orang Administration
1 orang Recording & Reporting
1 orang Case Manager
1 orang Janitor
2. Ruang PMTCT
Jumlah 4 (Empat) orang dengan standar bersertifikasi Pelatihan HIV/AIDS
Kategori :
1 orang Spesialis Obgyn
1 orang Spesialis Anak
1 orang Bidan
1 orang Perawat
1 orang Recording & Reporting
14
a. Untuk yang terencana, dokter yang berangkutan harus menginformasikan
ke Ketua Tim Medik HIV/AIDS atau ke paling lambat 3 hari sebelum
tanggal jaga, serta dokter tersebut wajib menunjuk dokter jaga konsulen
pengganti
b. Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke Ketua Tim Medik HIV/AIDS dan di harapkan dokter
tersebut menunjuk dokter jaga kunsulen pengganti
15
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANGAN
1. Pelayanan VCT dan CST
2. Standard dan Fasilitas
Tim Medik HIV/AIDS RS. Berlokasi di Unit Rawat Jalan yang terdiri dari
ruangan VCT dan CST.
a. Sarana
1) Papan nama / petunjuk
Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan
akses klien ke Poli VCT dan CST, demikian juga di depan ruang Poli
VCT dan CST dipasang papan bertuliskan pelayaan Poli VCT dan CST.
2) Ruang tunggu
Poli VCT dan CST memiliki ruang tunggu yang nyaman didalam
ataupun luar ruang Poli VCT dan CST.
Di dalam ruang tunggu didalam Poli VCT tersedia perpustakaan :
a) Mteri KIE : Poster, leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan
tentang HIV/AIDS, IMS, TB, Hepatitis, penyalahgunaan Napza,
perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan, dan seks yang aman.
b) Informasi prosedur konseling dan testing
c) Kotak saran
d) Tempat sampah, tisu, dan persediaan air minum
e) Komputer untuk mencatat data
f) Meja dan kursi
g) Kaleder
h) Televisi
i) Tempat sampah non medis
3) Jam Kerja Layanan
Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi dalam jam kerja
pelayanan kesehatan. Adanya jumlah konselor yang cukup agar layanan
dapat segera dilakukan, sehingga klien harus menunggu terlalu lama.
Layanan konseling dilakukan atas kesanggupan jam kerja dan
16
ketersediaan waktu klien. Dengan adanya Layanan One Day Service
yaitu Hasil pemeriksaan Antibody HIV dapat langsung diterima dalam
waktu satu hari, maka menjadi salah satu kelebihan dari fasilitas yang
diberikan dari Poli ACT RS. Fasilitas Poli VCT dan CST Rs dengan
keterbatasan sumber daya, maka konseling dan testing serta Layanan
dukungan, perawatan dan pengobatan pasien HIV/AIDS rawat jalan
tidak dapat dilakukan setiap hari kerja. Oleh karena itu, jam kerja VCT
dan CST disesuaikan dengan jam kerja pelayanan kesehatan lain yang
terkait konseling dan testing seperti Poli KIA, Poli Paru yang melayai
pengobatan TB, dan Poli Kulit dan Kelamin yang melayani pegobatan
IMS.
4) Ruag konseling
Ruang konseling POli VCT memiliki suasana yang nyaman, terjaga
kerahasiaannya, dan terpisah dari ruang pengambilan darah. Dengan
maksud untuk menghindari klien keluar dari ruang konseling bertemu
dengan klien / pengunjung yang lain.
5) Ruang konseling di Poli VCT dilengkapi dengan :
a) Tempat duduk bagi klien maupun konselor.
b) Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, formulir informerd
consent, catatan medis klien, formulir pra dan pasca testing, buku
rujukan, formulir rujukan, kalender, dan alat tulis.
c) Kondom dan alat peraga penis (dildo)
d) Alat peraga lainnya misalnya gambar berbagai penyakit
oportunistik, dan alat peraga menyuntik yang aman.
e) Buku resep gizi seimbang.
f) Tisu
g) Air minum
h) Kartu rujukan
i) Lemari arsip atau lemari dokumen
6) Ruang Perawatan, DUkungan dan PEngobatan Pasien HIV/AIDS Poli
CST.
Ruang Poli CST ini berisi :
a) Meja dan kursi
17
b) Kalender dan alat tulis
c) Tempat pemeriksaan fisik
d) Termometer
e) Stetoskop dan tensimeter
f) Kondom dan alat peraga penggunaannya
g) KIE HIV/AIDS dan infeksi oportunistik
h) File Status Medik Pasien HIV/AIDS Poli CST
i) Blanko resep, Blanko Pemeriksaan darah Laboratorium, Foto
Rongent Radiologi, Blanko Konsulan Dokter, Blanko Rujukan
Pasien, Blanko Permintaan Rawat Inap, Blanko Surat Keterangan
Dokter, RM 21, RM 22, Blanko Surat Terima kepada Pemandu
pasien untuk pasien masuk rawat inap, Blanko Monitoring CD4
j) Alat timbangan badan
k) Tempat sampah non medis
7) Pengambilan darah bagi Pasien Poli VCT dan CST
Pengambilan darah dilakukan diruang Laboratorium disesuaikan seperti
pasien lainnya. Dengan maksud mengindari terjadinya perbedaan
perlakuan antara pasien lain dengan sakit diluar penderita HIV/AIDS.
Peralatan yang harus ada dalam ruang pengambilan darah adalah :
a) Jarum dan semprit steril
b) Tabung dan botol tempat penyimpanan darah
c) Stiker dan botol tempat penyimpanan darah
d) Kapas alkohol
e) Cairan desinfektan
f) Apron plastik
g) Reagen untuk testing dan peralatannya
h) Sarung tangan karet
i) Jas laboratorium
j) Lemari pendingin
k) Alat pendingin
l) Ruang penyimpanan testing-kit, barang habis pakai
18
m) Buku-buku register (stok barang habis pakai, penerimaan sampel,
hasil testing, penyimpanan sampel, kecelakaan okupasional) atau
komputer pencatat
n) Cap tanda Positif atau Negatif
o) Cairan desinfektan
p) Pedoman testing HIV
q) Pedoman pajanan okupasional (Petunjuk pajanan okupasional dan
alur permintaan pertolongan pasca pajanan okupasional)
r) Lemari untuk menyimpan arsip dapat dikunci
s) Sabun dan tempat cuci tangan dengan air mengalir
t) Tempat sampah barang terinfeksi, barang tidak terinfeksi, dan
barang tajam (sesuai petunjuk Kewaspadaan Universal Departemen
Kesehatan)
PRASARANA
1. Aliran listrik
Aliran listrik dengan penerangan yang cukup baik untuk membaca dan menulis,
serta adanya alat pendingin ruangan.
2. Air
Adanya air yang mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci tangan
serta membersihkan alat-alat
3. Sambungan telepon
Tersedianya sambungan telepon, terutama untuk berkomunikasi dengan layanan
lain yang terkait
4. Pembuangan limbah padat dan limbah cair
Mengacu kepada pedoman pelaksanaan kewaspadaan baku dan kewaspadaan
tensmisi di pelayanan kesehatan tentang pengelolaan limbah yang memadai
19
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
20
c. Petugas Administrasi
2. Perangkat Kerja
a. Form VCT
b. Form Informed Consent
3. Tata Laksana Pelaksanaan Konseling VCT
a. Konselor mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan informasi akurat dan
lengkap tentang HIV/AIDS, perilaku beresiko, testing HIV dan
pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif. (Lihat SOP
Konseling VCT)
1) Konselingp pra testing HIV/AIDS
a) Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir
b) Perkenalan dan arahan
c) Membangun kepercayaan klien pada konselor yang merupakan
dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan sehingga terjalin hubungan
baik dan terbina sikap saling memahami
d) Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta dan mitos tetnang
HIV/AIDS
e) Penilaian risiko untuk membangun klien mengetahui faktor dan
menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah
f) Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfekis atau tidak
terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan
diri dengan status HIV
g) Didalam Konsleing pra testing seorang konselor VCT harus dapat
membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian
risiko, dan merespon kebutuhan emosi klien
h) Konsleor VCT melakukan penilaian sistem dukungan
i) Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed Concent)
sebelum dilakukan testing HIV/AIDS
2) Konsleing Post Testing HIV/AIDS
a) Pedoman penyampaian hasil testing negatif
Periksa kemungkinan terpapar dalam periode jendela
21
Buatlah ikhtisar dan gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk
seks aman, pemebrian makanan pada bayi dan penggunaan
jarum suntik yang aman
Periksa kembali reaksi emosi yang ada
Buatlah rencana lebih lanjut
b) Pedoman penyampaian hasil testing positif
Perhatikan komunikasi non verbal saat memanggil klien
memasuki ruang konseling
Pastikan klien siap menerima hasil
Tekankan kerahasiaan
Lakukan secara jelas dan langsung
Sediakan waktu cukup untuk menyerap informasi tentang hasil
Periksa apa yang diketahui klien tentang hasil testing
Dengan tenang bicarakan apa arti hasil pemeriksaan
Galilah ekspresi dan ventilasikan emosi
c) Terangkan secara ringkas tentang :
Tersedianya fasilitas untuk tidak lanjut dan dukungan 24 jam
pendamping
Dukungan informasi verbal dengan informasi tertulis
Rencana nyata
Adanya dukungan dan orang dekat
Apa yang akan dilakukan klien dalam 48 jam
Strategi mekanisme penyesuasian diri
Tanyakan apakah klien masik ingin bertanya
Beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan
dikemudian hari
Rencanakan tindak lanjut atau rujukan, jika diperlakukan
b. Sesudah dilakukan konseling lanjutan, klien diharapkan dapat melindungi
dirinya sendiri dan keluarganya dari penyebaran infeksi, dengan cara
menggunakan berbagai informasi dan alat prevensi yang tersedia bagi
mereka
22
c. Untuk klien dengan hasil tensting HIV positif, disarankan untuk
memberitahu pasangan atau keluarganya akan status HIV dirinya dan
merencanakan kehidupan lebih lanjut
d. Untuk pasien konsulan dari Poli – poli di Rawat Jalan, apabila oleh dokter
yang merawat diindikasikan untuk pemeriksaan HIV, maka pasien
langsung diarahkan ke Poli VCT dan diterima sesuai prosedur (Lihat SPO –
Pendaftaran VCT)
e. Pasien konsulan dari Poli – Poli di Rawat Jalan ataupun dari ruangan-
ruangan rawat inap (PITC – Provider Initiative testing and Counseling)
dapat langsung diberi konseling Pre Test, Post Test oleh dokter yang telah
mendapatkan pelatihan HIV/AIDS dan diinformasikan ke petugas di Poli
VCT untuk dimasukkan kedalam data register Poli VCT
23
e. Dokter yang merawat wajib mengkonselingkan kepada pelayanan VCT bila
ada hasil dan pasien sudah memunkinkan untuk dilakukan konseling,
sehubungan dengan tujuan VCT untuk memnberi pengertian tentang
penyakit HIV/AIDS, perubahan emosionalnya, perawatan yang panjang dan
berkesinambungan, perilaku yang berisiko dan dukungan psikososial (Lihat
SPO – PITC)
24
A1 (Pemeriksaan 1)
A1+ A1 -
Laporkan Negatif
A2 (Pemeriksaan II)
A1 + A2 + A1 + A2 -
Ulangi A1 dan A2
A1 + A2 + A1 + A2 - A1 - A2 –
Laporkan Negatif
A3 (Pemeriksaan III)
A1 + A2 + A3 + A1 + A2 + A3 - A1 - A2 - A3 + A1 - A2 - A3 -
Keterangan :
A1, A2, dan A3 merupakan tiga jenis pemeriksaan antibody HIV yang berbeda
25
mempunyai prinsip dan metode reagen yang berbeda. Bila hasil testing pertama
reaktif dan hasil testing kedua reaktif maka dikatakan hasilnya positif. Bila
hasil testing pertama reatif dan hasil testing kedua non reaktif maka testing
cepat kedua. Bila hasil keduanya reaktif maka dikatakan positif. Bila hasil
pertama reaktif dan hasil kedua non reaktif, maka dikatakan tidak dapat
ditentukan/indeterminate. Bila ternyata setelah diulang keduanya non reaktif
maka dikatakan negatif.
26
2. Perangkat Kerja
a. Stetoscope
b. Tensi meter
c. Thermometer
d. Form laporan pajanan
e. Form Informed Consent
3. Tata Laksana Profilaksis Pasca Pajanan
Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi melalui :
a. Luka tusukan jarum suntikan atau luka iris segera dicuci dengan sabun dan
air mengalir
b. Percikan pada mokusa hidung, mulut, atau kulit segera dibilas dengan
guyuran air
c. Mata di irigasi dengan air bersihm larutan garam fisiologis atau air steril
d. Jari yang tertusuk tidak boleh dihisap dengan mulut seperti kebanyakan
tindakan reflek suntuk menghisap darah
Laporan Pajanan :
Setiap pajanan harus dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang dan
diperlakukan sebagai keadaan darurat. Dalam hal ini biasanya panitia
Pengendalian Infeksi Nosokomial (PIN) atau panitia keselamatan dan
Kesehatan Kerja (KJ).
Laporan sangat diperlukan karena pemnerian profilaksis pasca pajanan harus
segera dimulai secepat mungkin alam waktu 24jam. Melalui pengobatan
setelah 72 jam tidak dianjurkan karena semakin lama tertunda semakin kecil
arti profilaksis pasca pajanan.
Untuk pajanan yang dicurigai dari pasien HIV maka dapat mengacu alur
dibawah ini yang terdiri dari 4 tahap sebagai berikut :
27
a. Langkah I : Menentukan Kode Pajanan (KP)
Ya Tidak
Kulit yang tak utuh atau Kulit yang utuh Pajanan perkutaneus
selaput mukosa
Sedikit Banyak
(mis, satu tetes, dalam (mis, beberapa tetes, Tidak berat Lebih berat
Waktu singkat) percikan darah banyak (mis, jarus solid atau (mis, Jarum besar
dan/atau dalam watu goresan superficial) bersamaan, tusukan
lama) dalam, darah terlihat
jarum bekas pasien)
KP 1 KP 2
KP 2 KP 3
28
b. Langkah 2 : Menentukan Kode Status HIV (KS)
Alur PPP pada Pajanan HIV :
2. Menentukan kategori / status HIV sumber pajanan (KS-HIV)
29
c. Langkah 3 : Menentukan Pengobatan Profilaksis, Pasca Pajanan Sesuai
Kategori Pajanan dan Kode Status HIV dari Sumber
Alur PPP pada pajanan HIV
3. Menentukan Pengobatan Profilaksis Pasca Pajanan
d. Langkah 4 : Melakukan tes HIV pada petugas yang terpajan segerah setelah
terpajan, 3 bulan, 6 bulan pasca pajanan untuk mengetahui apakah tertular
infeksi HIV
30
F. TATA LAKSANA PROFILAKSIS KOTRIMOXAZOLE
1. Petugas Penanggung Jawab
a. Koordinator CST
b. Dokter konsulen
c. Perawat SCT
d. Petugas RR
2. Peralatan Kerja
a. Stetoscope
b. Tensi meter
c. Termometer
d. Buku bantu profilaksis kotrimoxazole
e. File status medik pasien Poli CST
3. Tata Laksana Pofilaksis Kotrimoxazole
a. Efektif untuk mencegah
1) PCP (P. Jiroveci)
2) Toksoplasmosis
3) Salmonella non-typhoid
4) Pnenumocococusspp
5) Isospora belli
6) Cyclospora
7) Nocardia
8) Plasmodiumfalsiparum
b. Prinsip Profilaksis Kotrimoxazole Primer :
1) Semua penderita HIV dengna gejalan klinis stadium II, III, IV
2) Tanpa gejala klinis dengna CD4 kurang dari 500 atau jumlah Limsofit
totoal < 1200
3) Hamil setelah trisemester pertama
c. Prinsip Profilaksis Kotrimoxazole Skunder :
1) Semua pasien HIV setelah infeksi PCP, dan Isospora belli
Toksoplasmosis
d. Rekomendasi Regimen :
1) Kotrimoksasol 960 mg atau 2 kali 480 mg
31
2) Alternatif bila alergi atau hamil trisemester pertama : Dapsone 50 mg
2x/hari
3) Jika CD4 < 100 dan antibody tosoplasma positif : Dapsone 50 mg
2x/hari atau 100 mg/hari, pirimetamin 50 mg/minggu, dan asam folat 25
mg/minggu
4) Kasus reaksi obat yang tidak mengancam jiwa hentikan obat selama dua
minggu kemuian
5) Dicoba lagi TMT/SMX dengan dosis ditingkatkan secara perlahan-
lahan
6) Catatan : setelah disentisasi dibawah pengawan hampir 70% pasien
dapat toleransi lagi dengan TMT/SMX
32
4. Tata Laksana Keperawatan Pada Infeksi Opportunistik
a. Asuhan Keperawatan ODHA dengan kandidiasis (Lihat SPO – Asuhan
Keperawatan ODHA dengan Kandidiasis)
b. Asuan Keperawatan ODHA dengan Konjungtiivtis (Lihat SPO – Asuhan
Keperawtan ODHA dengan Konjungtivitis)
c. Asuhan Keperawatan ODHA dengan TB Paru (Lihat SPO – Asuhan
Keperawatan ODHA dengan TB Paru)
d. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Steven Jhonson Syindrome (Lihat
SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Steven Jhonson Syindrome)
e. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Sepsis (Lihat SPO – Asuhan
Keperawatan ODHA dengan Sepsis)
f. Asuhan Keperawatan ODHA dengan NHL (Non Hodgi Limphoma) (Lihat
SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan NHL (Non Hodgin
Limphoma)
g. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Kondiloma Akuminata (Lihat SPO –
Asuhan Keperawatan ODHA dengan Kodiloma Akuminata)
h. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Korio Retinitis CMV (Lihat SPO –
Asuhan Keperawatan ODHA dengan Korio Rerinitis)
i. Asuhan Keperawatan ODHA dengan PCP (Pneumocystis Carinii
Pneumonia/Pneumonia Pneumovystis Jiroveci) (Lihat SPO – Asuhan
Keperawatan ODHA dengan PCP (Pneumocystis Carinii
Pneumonia/Pneumonia Pneumovystis Jiroveci)
j. Asuha Keperawatan ODHA dengan Anemi (Lihat SPO – Asuhan
Keperawatan ODHA dengan Anemi)
k. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA))
l. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Diare Kronis (Lihat SPO – Asuhan
Keperawatan ODHA dengan Diare Kronis)
m. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Toxoplasmosis (Lihat SPO – Asuhan
Keperawatan ODHA dengan Toxoplasmosis)
33
H. TATA LAKSANA SISTIM PENCATATAN DAN PELAPORAN
1. Petugas Penanggung Jawab
a. Tim Medik
b. Koordinator VCT
c. Koordinator CST
d. Apoteker
e. Petugas Analisis Medis
f. Petugas Administrasi
g. Petugas RR
2. Perangkat Kerja
a. Ikhtisar Perawatan dan Follow Up
b. Buku Kunjungan VCT
c. Buku Kunjungan CST
d. Buku Bantu TB-HIV
e. Buku Bantu Kontrimosazole
f. Buku Bantu PMTCT
g. Buku Bantu Penggunaan Ruangan
h. Data Bantu Pasien yang mengambil ARV
3. Tata Laksana Sistim Pencatatan Dan Pelaporan
a. Laporan diisi sesuai dengan formasi layanan yang telah disediakan,
disesuaikan dengan jenis layanan yang dilakukan dimasing-masing UPK,
setiap UPK dapat melaksanakan lebih dari satu jenis pelayanan, misalnya
layanan KTS/VCT, layanan PMTCT, dukungan dan sebagainya sehingga
setiap layanan dapat mengisi dan melaporkan secara rutin dengan
menggunakan format yang telah disediakan
b. Format pelaporan diisi dan dilaporkan secara rutin bulanan/triwulan/
tahunan ke institusi vertical setelah dilakukan validasi sebelumnya
kemudian ditekap dan dianalisis secara periodik pula
c. Laporan yang dicatat secara individual direkap setiap bulan, dihitung dan
diisi pada setiap sel-sel dalam format yang telah dipersiapkan, seduai
dengan variabel (kolom ke 2) dan kelompok umur, sesuai dengan jenis
kelamin (laki-laki atau perempuan) pada kolom selanjutnya
34
d. Variabel layanan UPK yang dilaporkan dalam bulan pelaporan adalah
variabel yang perlu dilaporkan dalam layanan UPK selama bulan berjalan
(kotak kiri), sedangkan kotak sebelahnya diisi dengan angka absolute sesuai
pengelompokan jenis kelamin dan kelompok umur yang diperlukan sesuai
dengan jenis kelamin data
e. Laporan diisi dengan seluruh jumlah layanan, misalnya untuk KTS/VCT
yang dilayani dalam periode satu bulan oleh UPK pelapor. Demikian juga
untuk layanan lainnya (PMTCT, IMS, layanan dukungan dan lain-lain)
f. Sebelum laporan dikirim, lakukan validasi data kembali dan cocokan
jumlah/angka yang telah diisi pada masing-masing berapakah jumlah
laporan bulanan dari masing-masing data vertical (kolom) dan horizontal
(baris) sudah sesuai dan tidak terdapat kesalahan
g. Catat nama pelaksana pelaporan dan sebagai keabsahan laporan, juga
laporan bulanan/ triwulan/ tahunan lainnya dan ditandatangani atasan yang
berwenang, serta dicap instansi pelaporan
h. Propisi menjelaskan secara singkat masalah, capaian dan hasil layanan pada
bulan laporan yang sedang berjalan dan bandingkan dengan target atau
sasaran yang seharusnya dicapai pada bulan itu kepada penangung jawab
UPK untuk tindak lanjut dan perbaikan
i. Batasan penyerahan laporan :
1) Dalam pelaporan bulana ketepatan waktu dan kelengkapan laporan
merupakan tolok ukur dari pelaporan itu sendiri.
2) Periode pelaporan bulanan diatur sesuai dengan yang telah disepakati
setiap bulannya.
3) Batas waktu pelaporan rutin bulana untuk UPK ke Dinas Kesehatan
Kabupaten adalah paling lama diterima tanggal 30 pelaporan, unntuk
pelaporan Kabupaten ke Propinsi adalah paling lama diterima tanggal 5
bulan berikutnya dan dari Propinsi ke Pusat adalah paling lama diterima
tanggal 10 pada bulan pelaporan berikutnya telah diterima di unit yang
menerima laporan.
4) Tanggal pelaporan dicatat sesuai dengan tangal penyerahan laporan dan
dicatat dan ditanda tangani disetiap tingkat penerima laporan.
35
No Daftar Laporan Waktu
1 Ikhtisar Perawatan HIV Harian
2 Data bantu Kotrim
3 Data bantu TB-HIV
4 Data bantu PMTCT
5 Buku kunjungan VCT (PRE/POST)
6 Buku kunjugan CST (PX HIV)
7 Buku pasien HIV
8 Register Pra ART
9 Register ART
10 Register Pemberian Obat ARV
11 Register Stok Obat ARV
12 Buku Surat Masuk + Surat Keluar
13 Data bantu pasien ART Bulanan
14 Laporan Kunjungan VCT
15 Laporan dukungan CST
16 Laporan kasus baru IO
17 Laporan Profilaksis Kotrim
18 Laporan kasus baru PMTCT
19 Laporan PMTCT “Ibu dan Anak Lanjut”
20 Laporan Koinfeksi TB-HIV
21 Laporan perawatan pasien baru Tapis TB
22 Laporan analisa data TB-HIV Bulanan
23 Laporan Survailens AIDS
24 Laporan Reigen
25 Laporan distribusi kondum dan Lubricant
26 Laporan Perawatan HIV
27 Laporan Rejimen Formasi
28 Laporan IOMS
29 Laporan Time Sheet
30 Laporan Kohert
31 Lapora Mobile VCT
32 Lapora Ewi’s
33 Resume medis Bila ada permitaan
dan kesatuan pasien
36
BAB V
LOGISTIK
A. Definisi
Suatu proses untuk memenuhi kebutuhan dari unit Logistik yang akan
diperlukan dari unit Tim HIV/AIDS, baik perencanaan, proses dan stok di ruangan.
B. Tujuan
1. Terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana di tiap ruangan
2. Lebih bisa dilakukan manage tentang barang yang direncanakan
3. Bisa memperkirakan kebutuhan barang sesuai dengan anggaran
37
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Definisi
Keselamatan pasie (Patient Safety) rumah sakit adalah suatu sistem rumah
sakit membutuhkan asuhan pasien lebih aman.
B. Tujuan
1. Terciptanya budidaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Menigkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya Kejadian Tidak DIharapkan (KTD) di Rumah Sakit Umum dr.
Suyudi Paciran
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kerjadian Tidak Diharapkan (KTD)
38
Rumah sakit harus memperbaiki pelayanan, memonitor dan mengecaluasi
kinerja melalui pegumpulan data, menganalisis secara intensif KTD dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja dan keselamatan pasien.
5. Peran pimpinan Rumah Sakit dalam meningkatkan keselamatan pasien
Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program patient safety
melalui penerapan ijuh standar Patient Safety.
6. Mendidik Staf tentang keselamata pasien
Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelajutan
sesuai standar profesi, stadar pelayanan rumah sakit da Standar Prosedur
operasional untuk meningkatkan kompetensi staf dalam pelayanan maternal
dan perintal.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Komunikasi antara tenaga kesehatan dan keluarga pasien selama melaksanakan
pelayanan dapat mencegah kemungkinan terjadinya KTD
D. Program Pengamanan
1. Program pengamanan Fasilitas dan Peralatan
Sistem pemeriksaan secara berkala harus dilakukan terhadap semua peralatan
untuk pertologa maternal dan perintal antara lain : alat-alat listrik, gas medis
(02), AC, saluran udara (Ventilasi), peralatan anasthesi, alat-alat gawat darurat,
dan alat-alat resusitasi. Daerah pengaman listrik paling sedikit diperiksa 2 (dua)
bulan sekali dan catatan daerah-daerah yag diperiksa, prosedur yang diikuti dan
hasilnya harus disimpan dengan baik. Alat-alat mi harus dipelihara oleh teknisi
yang terlatih. Bila mungkin pemeliharaan oleh ahli teknik atau konsultan dan
luar rumah sakit.
2. Program Pengamanan Infeksi Nosokomial
Harus ada sistem yang digunakan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi
nosokomial. Sistem ini harus merupakan bagian integral dan pengendalian
infeksi (Dalin) di Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran Tuban.
39
E. Tata Laksana
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada
pasien
2. Melaporkan pada dokter jaga ruangan
3. Memberikan tindakan sesuai dengan intruksi dokter
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir Pelapran Insiden
Keselamatan
40
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pendahuluan
HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi
lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari ribuan
anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 – 49 tahun
terinfeksi HIV. Dan keseluruhan kasus baru 25 % terjadi di Negara-negara
berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan
yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan
kasus yag sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya
kasus secara langsung kemasyarakat melalui penduduk migrant, sementara potensi
penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas sampai
pelindung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit :
tato, tindik, dll).
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat
keinginan untuk mengembangkan dan menjalakan prosedur yang bisa melindungi
semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi
dikenal melalui Kewaspadaan Umum atau “Universal Precaution” yaitu dimulai
sejak dikena infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “petugas
Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan
kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya
mempunyai resiko terpaja infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehata dan keselamatan dirinya dan resiko tertulat penyakit agar dapat bekerja
maksimal.
B. Tujuan
1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas da kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dan penyebaran infeksi.
41
2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai
resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindari paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip
“Universal Precaution”.
42
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Indikator mutu yang digunakan di Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran
membarikan pelayanan HIV/AIDS adalah
A. Pelayanan rawat jalan
Ketersediaan pelayanan VCT
B. Indikator pelayanan patologi klinik
Kemampuan memeriksa HIV/AIDS
43
BAB IX
PENUTUP
Demikian pedoman ini disusun agar dapat dipergunakan sebagai acuan dalam
memberikan pelayanan terkait penanggulangan HIV/AIDS di RS. Dr. Suyudi Paciran,
dan senantiasa akan dilakukan revisi agar bentuk penyesuaian dengan perkembangan
yang ada.
Direktur,
RS. Dr. Suyudi
44