Anda di halaman 1dari 49

PEDOMAN

PELAYANAN
HIV-AIDS
RSUD KUDUNGGA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA


KABUPATEN KUTAI TIMUR
Jl. Soekarno–Hatta, Sangatta Utara 75681 0549-2035589
Website: rsudkudungga.kutimkab.com, email: info@rsudkudungga.com
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI TIMUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA
Jl. Soekarno–Hatta, Sangatta Utara 75681 ( 0549-2035589
Website: rsudkudungga.kutimkab.com, email: info@rsudkudungga.com

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA


KABUPATEN KUTAI TIMUR
NOMOR : 180.11/ 3065/RSUD-HUKUM/IX/2022

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN HIV – AIDS


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA


KABUPATEN KUTAI TIMUR,

Menimbang :
a. Bahwwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan HIV
AIDS termasuk Pelayanan Skrining HIV AIDS dan rujukan
pasien tersaangka HIV/AIDS di RSUD Kudungga Sangatta ,
maka diperlukan penyelenggaraan pelayanaan yang
profesional, terstandar, terintegrasi dan bermutu tinggi.
b. Bahwwa agar pelayanan HIV/AIDS di RSUD Kudungga
Sangatta dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya
Peraturan Direktur tentang pedoman Pelayannan HIV/AIDS di
RSUD Kudungga Sangatta sebagai acuan bagi
penyelenggaraan pelayanan HIV/AIDS di RSUD Kudungga
Sangatta.
c. Bahwwa berdasarkan pertimbangan seebagaimana dimaksud
dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur
RSUD Kudungga Sangatta.

Mengingat :
1. Undang-Undang Dasar Negara Repubblik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 20099 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 44 tahun 20099 tentang Rumah Sakit
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 20004 tentang Praktik
Kedokteran
5. Kepuutusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat No.
9/Keep/1994 tentang Strategi Nasionnal Penanggulangan
AIDS di Indonesia
7. Kepuutusan Menteri Kesehatan
No.7772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedooman Peraturan
Internal Rumah Sakit.
8. Kepuutusan Menteri Kesehatan No.
15507/Menkes/SK/X/2005 tentang Konsseling dan Testing
HIV AIDSS secara Sukarela(Voluntary Counseling and Testing)
9. Peraaturan Menteri Kesehatan No. 21/Menkes/Per/II/2013
tentang Penaanggulangan HIV dan AIDS
7. Peraaturan Menteri Kesehatan No. 51/Menkes/Per/VII/2013
tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
8. Kepuutusan Menteri Kesehatan RI
No.451/MENKES/SK/XII/2012 tentang RS Rujukan bagi
orang dengaan HIV AIDS

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Kesatu : Keputusan Direktur RSUD Kudungga Sangatta Pedoman Pelayanan
Hiv/Aids Di RSUD Kudungga Sangatta .

Kedua : Pedoman pelayanan HIV/AIDS di RSUD Kudungga Sangatta


sebagaimana tercantum daalam lampiran keputusan ini.

Ketiga : Pedoman ini dijabarkan lebih lanjut dalam panduan dan Standar
Prosedur Operasional (SPO).

Keempat : Keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkan dengan


ketentuan apabila di kemudian haari ternyata terdapat kekeliruan
dalam keputusan ini, maka akan diitinjau kembali untuk diperbaiki

DITETAPKAN DI : SANGATTA
PADA TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2022

DIREKTUR,

dr.Hj. Yuwana Sri Kurniawati, M.Si


NIP 19700226 200502 2 001
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
BAB I. Pendahuluan
A. Latar belakang ...................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................. 2
C. Ruang lingkup ...................................................................... 3
D. Batasan operasional ............................................................. 4
E. Landasan hukum .................................................................. 7
BAB II. Standar ketenagaan
A. Kualifikasi sumber daya manusia.......................................... 8
B. Distribusi ketenagaan ........................................................... 8
C. Pengaturan jaga .................................................................... 8
BAB III. Standar fasilitas
A. Denah ruangan ..................................................................... 9
B. Standar fasiltas ..................................................................... 10
BAB IV. Tata laksana pelayanan
1. Pelayanan Konseling dan Test HIV Sukarela (KTS)…………..... 12
2. Pelayanan Konseling dan test HIV inisiasi petugas Kesehatan
(TIPK)………………………………………………………………………. 13
3. Pelayanan Konseling dan test HIV Penularan Ibu ke Anak (PPIA)14
4. Pelayanan Konseling Injecting drug user (IDU)…………………….21
5. Pelayanan HIV/AIDS pada pasien dengan Infeksi Oportunitis…22
6. Pelayanan pemriksaan Rapid Test Di Laboratorium……………...24
7. Pelayanan rujukan Klien HIV ke layanan PDP lain………………27
8. Pelayanan Pencatatan dan Pelaporan HIV/AIDS…………………29
9. Pelayanan Pencatatan dan Pelaporan Data HIV/AIDS dengan
SIHA…………………………………………………………………………30
10. Pelayanan Pencatatan dan Pelaporan reagen Rapid Test HIV…32
11. Pelayanan Profilaksis Pasca Pajanan………………………………33
BAB V. Logistik ................................................................................ 37
BAB VI. Keselamatan pasien ............................................................ 38
BAB VII. Keselamatan kerja ............................................................. 40
BAB VIII. Pengendalian mutu ........................................................... 43
BAB IX. Penutup .............................................................................. 45
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah HIV/AIDS merupakan masalah besar yang
mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia.
HIV/AIDS menyebabkan berbagai krisis secara bersamaan,
menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan negara, krisis
ekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan dengan kata
lain HIV/ AIDS menyebabkan krisis multidimensi (Djauzi &
Djoerban, 2006).
Epidemi HIV & AIDS di Indonesia dalam 4 (empat) tahun
terakhir telah terjadi perubahan dari low level epidemic menjadi
concentrated level epidemic, terbukti dari hasil survey pada
subpopulasi tertentu yang menunjukan prevalensi HIV di beberapa
propinsi setelah melebihi 5% secara konsisten. Pada tahun - tahun
sebelumnya kegiatan pengendalian diprioritaskan pada
pencegahan terapi dengan semakin meningkatnya infeksi HIV dan
kasus AIDS yang memerlukan pengobatan ARV, maka strategi
pengendalian strategi pengendalian HIV saat ini dilaksanakan
dengan memadukan pencegahan, perawatan, dukungan serta
pengobatan.
Di tahun-tahun mendatang tantangan yang dihadapi dalam
upaya penanggulangan HIV AIDS semakin besar dan rumit.
Mengembangkan hasil-hasil yang telah dicapai dan menjabarkan
paradigma baru dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS
menjadi upaya yang komprehensif, terpadu, dan diselenggarakan
secara sinergis oleh semua pemangku kepentingan. Akselerasi
upaya perawatan, pengobatan dan dukungan kepada ODHA
dijalankan bersamaan dengan akselerasi upaya pencegahan baik
di lingkungan populasi berperilaku risiko tinggi maupun yang
berperilaku risiko rendah dan masyarakat umum.

1
Tingginya tingkat penyebaran HIV dan AIDS pada kelompok
manapun berarti bahwa semakin banyak orang menjadi sakit, dan
membutuhkan jasa pelayanan kesehatan. Melihat tingginya
prevalensi di atas maka masalah HIV/AIDS merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu
penanganan tidak hanya dari segi medis tetapi juga dari
psikososial dengan berdasarkan pendekatan kesehatan kesehatan
masyarakat melalui upaya pencehan primer, sekunder, dan tertier.
Mengetahui status HIV lebih dini memungkinkan
pemanfaatan pelayanan HIV AIDS terkait dengan pencegahan,
perawatan, dukungan, dan pengobatan merupakan salah satu
upaya dalam penanggulangan HIV AIDS. Perubahan perilaku
seseorang dari beresiko menjadi kurang beresiko terhadap
kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan
emosional dan pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong
nurani dan logika. Proses mendorong ini sangat unik dan
membutuhkan pendekatan individual.
Oleh karena itu perlu adanya program-program pencegahan
HIV AIDS yang efektif dan memiliki jangkauan layanan yang
semakin luas seperti, program pengobatan, perawatan dan
dukungan yang komprehensif bagi ODHA untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Sehubungan dengan permasalahan tersebut
maka TIM HIV AIDS RSUD Kudungga Sangatta perlu menyusun
pedoman pelayanan terkait dengan Pelayanan HIV AIDS.
B. TUJUAN
a) Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan HIV/AIDS di RSUD
Kudungga Sangatta.
b) Khusus :
1. Meningkatkan Fungsi pelayanan Voluntary Counseling
and testing (VCT).
2. Meningkatkan Fungsi pelayanan AntiRetroviral Therapy
(ART).
3. Meningkatkan Fungsi pelayanan infeksi oportunitis (IO).

2
4. Meningkatkan Fungsi pelayanan penunjang yang
meliputi pelayanan gizi,Laboratorium dan
radiologi,pencatatan dan pelaporan.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN

12. Pelayanan Konseling dan Test HIV Sukarela (KTS).

13. Pelayanan Konseling dan test HIV inisiasi petugas


Kesehatan (TIPK)

14. Pelayanan Konseling dan test HIV Penularan Ibu ke


Anak (PPIA)

15. Pelayanan Konseling Injecting drug user (IDU)

16. Pelayanan HIV/AIDS pada pasien dengan Infeksi


Oportunitis.

17. Pelayanan pemriksaan Rapid Test Di Laboratorium

18. Pelayanan rujukan Klien HIV ke layanan PDP lain.

19. Pelayanan Pencatatan dan Pelaporan HIV/AIDS

20. Pelayanan Pencatatan dan Pelaporan Data


HIV/AIDS dengan SIHA.

21. Pelayanan Pencatatan dan Pelaporan reagen Rapid


Test HIV.

22. Pelayanan Profilaksis Pasca Pajanan

3
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Acquired Immuno Deficiency Syndrom (AIDS )adalah
suatu gejala berkurangnya kemampuan pertahanan
diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV
kedalam tubuh seseorang.

2. Anti Retroviral Therapy ( ART) adalah sejenis obat


untuk menghambat kecepatan replikasi virus dalam
tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS.obat diberikan
kepada ODHA yang memerlukan berdasaatkan
beberapa kriteria.

3. CD4 adalah Limfosit-TC4+

4. DOTS adalah Directly observed Therapy shortcourse


(terapi yang diawasi lansung ).

5. KTS ( Konseling Tes Sukarela ); tes HIV secara


sukarela disertai dengan konseling.

6. TIPK ( Test Insiasi Petugas Kesehatan ) ; konseling dan


Tes HIV atas inisiasi/anjuran petugas Kesehatan.

7. IDU : injecting drug use (penggun Napza suntik )

8. Human immune-deficiency virus (HIV) adalah virus


yang menyebabkan AIDS

9. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat


petugas Kesehatan menangani klien secara
utuh,menilai kedatngan klien berkunjung ke fasilitas
Kesehatan atas dasar kebutuhan klien,dan disalurkan
kepada layanan yang dibutuhkan nya ke fasilitas
rujukan jika perlukan.

10. Klien adalah seseorang yang mencari atau


mendapatkan pelayanan konseling dan atau testing
HIV/AIDS

4
11. Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang
telah dilatih keterampilan konseling HIV dan
dinyatakan mampu.

12. Konseling pasangan adalah konseling yang


dilakukan terhadap pasangan seksual atau calon
pasangan seksual dari klien.

13. Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor


dengan klien,bertujuan menyampaikan hasil tes HIv
klien,membantu klien beradaptasi dengan hasil
tes.Materi diskusi adalah menyampaikan hasil secara
jelas,menilai pemahaman mental emosional klien
,membuat rencana menyertakan orang lain yang
bermakna dalam kehidupan klien,menjawab respon
emosional yang tiba-tiba mencuat,Menyusun rencana
tentang kehidupan yang mesti di jalani dengan
menurunkan perilaku berisiko dan
perawatan,membuat perencanaan dukungan.

14. Konseling prates adalah diskusi antara klien dan


konselor,bertujuan menyiapkan klien untuk testing
HIV/AIDS.isi diskusi adalah klasifikasi pengetahuan
klien tentang HIV/AIDS,menyampaikan prosedur tes
dan pengebotan diri setelah menerima hasil
tes,menyiapkan klien menghadapi hari
depan,membantu klien memutuskan akan tes atau
tidak,mempersiapkan informed consent,dan konseling
seks yang aman.

15. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA )


adalah orang yang tubunya telah terinfeksi virus
HIv/AIDS.

16. Periode jendela adalah suatu periode atau masa


sejak orang terinfeksi HIV sampai badan orang

5
tersebut membentuk antibody melawan HIV yang
cukup untuk dapat dideteksi dengan pemeriksaan
rutin tes HIV.

17. Persetujuan layanan adalah persetujuan yang


dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk
mendapatkan layanan.

18. Informed consent (persetujuan tindakan medis )


adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa
yang secara kognisi dapat mengambil keputusan
dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes
HIV,operasi,tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau
specimen yang berasal dari dirinya.juga termasuk
persetujuan memberikan informasi tentang dirinya
untuk suatu keperluan penelitian.

19. System rujukan adalah pengaturan dari instusi


pemberi layanan yang memungkinkan petugas
mengirimkan klien,sampel darah atau informasi,
memberi petunjuk kepada institusi lain atas dasar
kebutuhan klien untuk mendapatkan layanan yang
lebih memadai.pengiriman ini senantiasa dilakukan
dengan surat pengantar ,bergantung pada jenis
layanan yang dibutuhkan.pengaturannya didasarkan
atas peraturan yang berlaku,atau persetujuan para
pemebri layanan,dan disertai umpan balik dari proses
atau hasil layanan.

20. Tuberkulosa (TB) adalah penyakit infeksi oleh


bakteri tuberkulosa.Tb seringkali merupakan infeksi
yang menumpang pada mereka yang telah terinfeksi
virus HIV.

21. Konseling dan testing (Counselingand testing) dalah


konseling dan testing HIV/AIDS suatu prosedur

6
diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk
memahami HIV/AIDS beserta risiko dan konsekuensi
terhadap diri,pasangan dan keluarga serta orang
disekitarnya.tujuan utamanya dalah perubahan
perilaku kea rah perilaku lebih sehat dan lebih aman.

E. LANDASAN HUKUM

1. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang


Kesehatan

2. Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAk


Asasi manusia .

3. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintah Daerah .

4. Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat


Nomor 9/KEP/1994 tentang strategi Nasional
Penanggulangan AIDS di Indonesia.

5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang susunan organisasi
dan Tata kerja Depkes RI

6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman
Penanggulangan HIV / AIDS dan Penyakit Menular
seksual;

7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor


1507/Menkes/SK/X/2005 tentang Pedoman Konseling
dan testing HIV/AIDS secara Sukarela ( Voluntary
Couseling and testing)

7
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Pola ketenagaan dan Kualifikasi SDM Tim HIV/AIDS adalah :


No Nama Jabatan Kualifikasi Formal Keterangan
1. Ketua Tim Dokter Spesialis -
HIV/AIDS Penyakit Dalam
2. Koordinator Dokter Pelatihan Konselor KTS
Konseling Tes Umum/Perawat
Sukarela
3. Koordinator Dokter Pelatihan Kolaborasi TB -HIV
Konseling Tes Umum/Perawat
Inisiasi Petugas

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN

Pola penganturan ketenagaan Tim HIV/AIDS terdiri dari 9


(Sembilan ) orang :

• 1 orang Ketua Tim HIV/AIDS

• 2 orang Dokter Umum

• 2 orang Konselor

• 1 orang Analis Medis

• 1 orang Petugas Pencatatan dan Pelaporan

• 1 orang Apoteker

• 1 orang Perawat

C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga di klinik PDP setiap hari kerja yaitu jam
08.00 sampai dengan 14.00 wita, kecuali hari libur. Petugas
Laboratorium berada di instalasi laboratorium 24 jam .

8
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan

POLI VCT

Gambar 3.1. Denah Ruangan Pelayanan PPIA di RSUD Sangatta

9
B. Standar Fasilitas

Klinik PDP di RSUD Kudungga Sangatta Bernama Klinik Pelangi


berlokasi di lantai 1 yang terletak di samping Poli Orthopedi dan
Ruang Rehabmedik Rawat jalan.

a) Sarana
1) Papan petunjuk
Papan petunjuk dipasang yang jelas untuk memudahkan
akses klien ke klinik PDP. Di depan ruang klinik PDP
bertuliskan Pelayanan Klinik Pelangi .
2) Ruang Tunggu
Klinik Pelangi memiliki ruang Tunggu di luar ruang Klinik
Pelangi
3) Ruang Konseling
Ruang Konseling Klinik Pelangi memiliki suasana yang
nyaman, terjaga kerahasiaannya. Dengan maksud
untuk menghindari klien keluar dari ruang konseling
bertemu dengan klien/pengunjung yang lain.
Di dalam Klinik Pelangi tersedia :
a. Materia KIE: Poster,leaflet,brouser yang berisi bahan
pengetahuan tentang
HIV/AIDS,IMS,TB,penyalahgunaan Napza ,perilaku
sehat,Pencegahan penularan , dan seks yang aman.
b. Informasi prosedur konseling dan testing.
c. Tempat Smapah
d. Meja dan Kursi bagi klien maupun Konselor
e. Buku Catatan perjanjian HIV,Buku Rujukan
,Formulir rujukan,kalender dan alat tulis .
f. Lemari arsip atau lemari dokumen.

10
4) Jam Kerja layanan
Jam pelayanan konseling dan testing terintregasi dalam
jam pelayanan kesehatan lainnya, bisa dilakukan pada pagi dari
jam 08.00 sampai 14.00 kecuali hari libur.

b) Prasarana
c) Aliran Listrik
Diperlukan untuk penerangan yang cukup baik, untuk
membaca, menulis serta untuk pendingin ruangan
d) Air
Diperlukan air mengalir untuk menjaga kebersihan
ruangan dan mencuci tangan serta membersihkan
alat-alat
e) Sambungan Telepon
Diperlukan terutama untuk komunikasi dengan
layanan lain yang terkait
f) Pembuangan Limbah Padat dan Limbah Cair
Mengacu kepada pedoman kewaspadaan transmisi di
pelayanan kesehatan tentang pengolahan limbah

11
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

1. PLEAYANAN KONSELING DAN TES HIV SUKARELA (KTS)

Konseling test sukarela (KTS ) merupakan komunikasi bersifat


rahasia antara klien dan konselor secara suka rela atas inisiatip
klien untuk test laboratorium HIV.

Konseling ini bertujuan untuk meningkatkan menghadapi stress


dan mengambil keputusan berkaitan dengan HIV/AIDS.

Alur Tata Laksana Konseling dan tes HIV Suka rela (KTS ):

1. Klien masuk ke klinik Pelangi

2. Konselor menerima Klien dan mempersilahkan klien duduk


di dalam ruangan klinik Pelangi .

3. Konselor melakukan konseling pra test pada klien

4. Konselor mengisi dokumen klien,formular konseling dan test


HIV dengan lengkap.

5. Bila klien tidak menyetujui untuk dilakukan tes,konselor


menawarkan kepada klien untuk datang Kembali sewaktu-
waktu bila masih memerlukan dukungan dan /atau untuk
dilakukan tes.

6. Bila klien menyetujui untuk dilakukan tes,konselor


memberikan formular/informed consent kepada klien dan
meminta tanda tangannya setelah klien membaca isi
formular.

7. Konselor mengantar klien ke laboratorium untuk


pengambilan darah tes HIV dan menyerahkan form
laboratorium kepada petugas Laboratorium.

8. Sesudah dilakukan pengambilan darah,klien menunggu hasil


atau dapat Kembali sesuai perjanjian dengan konselor.

12
9. Setelah hasil tes HIV selesai,petugas laboratorium
menyerahkan hasil tes kepada konselor.

10. Konselor menyampaikan hasil tes kepada klien dan


melakukan konseling pasca tes

11. Bila hasil negative,klien disarankan Kembali untuk tes


ulang bila diperlukan.

12. Bila hasil positif ,dilakukan konseling lanjutan untuk


rujukan ke PDP.

13. Konselor melengkapi dokumen dan formular tes dan


konseling HIV

14. Klien Pulang

2. PELAYANAN KONSELING DAN TES HIV INISIASI PETUGAS


KESEHATAN (TIPK )

Konseling dan tes HIV inisiasi petugas Kesehatan (TIPK)


merupakan suatu layanan untuk mengetahui adannya infeksi
HIV ditubuh seseorang atas inisiasi pemberi layanan Kesehatan
yang bertujuan untuk penegankan diagnosis.

Tata Laksana alur Konseling dan tes HIV inisiasi petugas


Kesehatan (TIPK).

1. Pasien ,Instalasi rawat jalan ,Instalasi rawat Inap dan


Instalasi gawat darurat yang dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan tes HIV dengan Rapid test 3 metode adalah :

• Pasien terduga TB

• Pasien TB

• Pasien yang menunjukkan gejala Klinis HIV/AIDS

2. Dokter Spesialis /dokter ruangan/dokter jaga memberikan


informasi pra tes kepada pasien yang akan ditawarkan
pemeriksaan tes HIV dan mengisi Formulir tes dan Konseling
HIV.

13
3. Pasien yang bersedia dilakukan pemeriksaan tes HIV akan
dilakukan pemeriksaan Rapid tes t sedangkan pasien yang
menolak dilakukan pemeriksaan test HIV mengisi dan
menandatangani Formulir penolakan tes HIV dan
pemeriksaan rapid tes tidak dilakukan .

4. Dokter memanggil petugas laboratorium melakukan sampling


darah psien.

5. Petugas laboraturium melakukan pemeriksaan Rapid Test 3


metode sesuai prosedur.

6. Petugas laboratorium melakukan pencatatan dibuku register


HIV hasil pemeriksaan rapid Test dan menyerahkannya
kepada dokter yang meminta dilakukannya pemeriksaan.

7. Jika hasil rapid test reaktif,dokter ,melakukan konsul kepada


dokter Spesialis penyakit Dalam.

8. Dokter Spesialis penyakit Dalam menegakkan diagnosis HIV


pada pasien,memberikan advise Terapi serta rujukan ke
layanan PDP ( Perawatan,dukungan dan pengobatan )untuk
mendapatkan terapi ARV.

9. Dokter yang menganjurkan tes HIV menyampaikan hsil tes


HIV dan melakukan konseling pasca tes kepada pasien.

10. Pasien dengan hasil tes negative di sarankan untuk


melakukan evaluasi tes HIV Kembali dalam waktu yang
ditentukan oleh dokter terutama untuk yang memiliki prilaku
berisiko.

3. PELAYANAN KONSELING PENULARAN IBU ANAK ( PPIA )

Konseling dan tes penularan dari ibu HIV positif kepada bayi yang
dikandungnya adalah kegiatan yang termasuk dalam Pencegahan
penularan HIV ibu ke Anak (PPIA)

Prosedur pelaksanaan PPIA adalah alur pelayanan yang wajib


dilalui oleh ibu hamil ,sebelum dan sesudah tes HIV yang

14
bertujuan dapat mencegah terjadi penularan HIV pada
perempuan usia reproduksi,mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan pada ibu HIV positif juga dapat mencegah
terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV Positif ke bayi yang
dikandungnya dan dapat memberikan dukungan psikologis,social
dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarga.

Tata Laksana alur Konseling dan tes HIV Penularan Ibu ke Anak (
PPIA ):

1) Pencegahan Penularan HIV pada Perempuan Usia


Reproduksi
Merupakan langkah pencegahan primer yang paling efektif
dalam penularan HIV dari ibu ke anak. Upaya ini dilakukan
dengan penyuluhan-penyuluhan dan penjelasan yang benar
terkait HIV/AIDS dan penyakit IMS dalam koridor kesehatan
reproduksi. Untuk menghindari perilaku seksual berisiko dalam
upaya mencegah penularan HIV menggunakan strategi
“ABCDE” yaitu :
ü A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan
hubungan seks bagi orang yang belum menikah;

ü B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu


pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan);

ü C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui


hubungan seksual dengan menggunakan kondom;

ü D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.

ü E (Education), artinya dengan penyebarluasan informasi


dan edukasi mengenai HIV/AIDS.

Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :

1) Menyebarkan informasi dan edukasi tentang HIV/AIDS


dan kesehatan reproduksi baik secara individu maupun
secara kelompok. Edukasi sangat perlu diberikan pada
wanita remaja, sehingga mereka dapat mengetahui cara
agar tidak terinfeksi HIV.

15
2) Mobilisasi masyarakat, dimana melibatkan petugas
lapangan dan komunitas tertentu (kelompok dukungan
sebaya, tokoh agama, dan tokoh masyarakat) sebagai
pemberi informasi pencegahan HIV dan IMS.

3) Layanan Test HIV. Dilakukan melalui pendekatan


konseling dan testing atas inisiasi petugas kesehatan
(KTIP) serta konseling dan testing sukarela (KTS).
Layanan ini diberikan pada pelayanan ANC terpadu dan
layanan KIA di rumah sakit.

2) Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada


Perempuan dengan HIV
Konseling yang berkualitas,penggunaan alat kontrasepsi yang
aman dan efektif serta penggunaan kondom secara konsisten akan
membantu perempuan dengan HIV agar melakukan hubungan
seksual yang aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang
tidak direncanakan. Perlu diingat bahwa infeksi HIV bukan
merupakan indikasi aborsi. Kegiatan dalam prong ini dilakukan pada
saat pasien wanita HIV positif datang kontrol ke poliklinik VCT/CST
atau memeriksakan diri ke poliklinik lainnya, terutama poliklinik
kebidanan dan kandungan.
Apabila wanita HIV positif tidak ingin hamil, maka kontrasepsi
yang dianjurkan adalah kontrasepsi jangka panjang dan kondom.
Sedangkan yang tidak ingin punya anak lagi disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi mantap dan kondom. Apabila wanita HIV
positif masih ingin memiliki anak, maka dilakukan konseling lanjutan
untuk merencanakan kehamilannya. Ibu dengan HIV berhak
menentukan keputusannya sendiri atau setelah berdiskusi dengan
pasangan, suami, atau keluarga.

3) Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Hamil dengan HIV ke Bayi


yang Dikandungnya
Kegiatan pada ini dilaksanakan pada setiap pasien wanita hamil HIV
positif yang memeriksakan diri pada poliklinik kebidanan dan

16
kandungan atau datang kontrol ke poliklinik VCT/CST atau dalam
proses persalinan di ruang bersalin (VK). Strategi ini merupakan inti
dari layanan PPIA dan merupakan kegiatan layanan KIA yang
komprehensif meliputi :
1.) Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV,
merupakan jalan bagi ibu hamil untuk mengetahui status HIV,
sehingga dapat pengobatan ARV sedini mungkin, dukungan
psikologis, dan KIE tentang HIV/AIDS.

2.) Diagnosis HIV. Alur pemeriksaan anti HIV dalam darah dengan
menggunakan metode cepat (rapid) atau ELISA.

3.) Pemberian ARV untuk ibu hamil HIV positif. Diberikan


berdasarkan Pedoman Terapi ARV. Pemberian ARV dimulai
tanpa memandang stadium klinis ataupun jumlah CD4, dan
dikonsumsi seumur hidup. Bertujuan untuk mengurangi
risiko penularan dan mengoptimalkan kesehatan ibu.

4.) Persalinan yang aman. Pemilihan persalinan diputuskan oleh


ibu setelah mendapatkan konseling lengkap tentang pilihan
persalinan, risiko penularan, dan berdasarkan penilaian
petugas kesehatan.

Tabel 4.1. Pilihan persalinan

Dengan demikian, untuk memberikan layanan persalinan


yang optimal kepada ibu hamil dengan HIV
direkomendasikan kondisi-kondisi berikut ini:
ü Pelaksanaan persalinan, baik secara bedah sesar
maupun normal, harus memperhatikan kondisi
fisik dan indikasi obstetri ibu berdasarkan

17
penilaian dari tenaga kesehatan. Infeksi HIV bukan
merupakan indikasi untuk bedah sesar.

ü Ibu hamil harus mendapatkan konseling sehubungan


dengan keputusannya untuk menjalani persalinan per
vaginam atau pun per abdominam (bedah sesar).

ü Tindakan menolong persalinan ibu hamil, baik secara


persalinan per vaginam maupun bedah sesar harus selalu
menerapkan kewaspadaan standar, yang berlaku untuk
semua jenis persalinan dan tindakan medis.

5.) Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi/anak. Dilakukan


konseling tentang risiko penularan HIV melalui ASI. Konseling
dilakukan selama ANC atau sebelum persalinan. Pengambilan
keputusan di tangan ibu setelah mendapatkan konseling
lengkap. Sangat dianjurkan untuk menggunakan susu
formula sebagai makanan bagi bayi, apabila syarat AFASS
(affordable, feasible, acceptable, sustainable, and safe)
terpenuhi keseluruhannya. Apabila salah satu syarat tidak
terpenuhi, maka ASI diberikan secara eksklusif selama 6
bulan. Tidak dianjurkan untuk menyusui campur (mixed
feeding) artinya diberikan ASI dan PASI bergantian.

6.) Mengatur kehamilan dan keluarga berencana, seperti yang


telah dijelaskan pada PRONG 2.

7.) Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksasol pada bayi/anak.


ARV yang diberikan adalah Zidovudine (AZT) dimulai pada hari
pertama kehidupan sampai 6 minggu, dengan dosis 4
mg/kgBB diberikan 2 kali sehari. Setelah 6 minggu, diberikan
profilaksis kotrimoksasol dengan dosis 4-6 mg/kgBB (dosis
trimeptoprim) diberikan 1 kali sehari sampai diagnosis HIV
dapat ditegakkan.

18
8.) Pemeriksaan diagnostik HIV pada bayi yang lahir dari ibu HIV.
Pemeriksaan untuk antibodi anti HIV dengan metode cepat
(rapid) hanya dapat digunakan apabila anak berumur lebih
dari 18 bulan, atau dapat dilakukan lebih awal pada usia 9-12
bulan, dengan catatan bila hasil positif maka harus diulang
setelah berusia 18 bulan. Bila usia anak kurang dari 18 bulan,
maka pemeriksaan yang dilakukan adalah PCR untuk melihat
HIV DNA, yang dilakukan minimal 2 kali, pertama pada usia
4-6 minggu dan 4 minggu setelah pemeriksaan pertama.

4) Pemberian dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu


dengan HIV beserta anak dan keluarganya.

Penting untuk menjamin kerahasiaan status HIV ibu untuk


menghindai stigma dan diskriminasi di masyarakat. Dukungan juga
harus diberikan kepada anak dan keluarganya. Beberapa hal yang
mungkin dibutuhkan ibu dengan HIV antara lain :
ü Pengobatan ARV jangka panjang

ü Pengobatan gejala penyakitnya

ü Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV


(termasuk CD4 dan viral load)

ü Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan


kehamilan

ü Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi

ü Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk diri


sendiri dan bayinya.

ü Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan


HIV dan pencegahannya

ü Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat

ü Kunjungan ke rumah (home visit)

ü Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu


dengan HIV

19
ü Adanya pendamping saat sedang dirawat

ü Dukungan dari pasangan

ü Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga

ü Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak

Gambar 4.1. Alur proses ibu hamil menjalani kegiatan 3 dan 4 dalam PPIA

20
4. PELAYANAN KONSELING INJECTING DRUG USER (IDU)

Konseling dan tes HIV pada Klien Injecting drug user ( IDU )
merupakan suatu layanan untuk mengetahui adannya infeksi
HIV ditubuh seseorang disebabkan pemakaian Napza suntik
bertujuan untuk penegankan diagnosis dan penyebab Virus HIV
masuk dalam Tubuh sehingga petugas dapat menangani odha di
rumah sakit.

Tata Laksana alur Konseling dan tes HIV pada Klien injecting
drug user (IDU )

1. Petugas memanggil ODHA.


2. Petugas mempersiapkan alat bukti kegiatan(buku
register,formulir pra ART,informed consent)
3. Petugas mencuci tangan
4. Petugas menjelaskan paket layanan dukungan dan
pengobatan PDP yaitu: layanan tb,layanan ims,layanan
gizi,konseling positif prevension dan kepatuhan,diagnosis io
untuk menentukan stadium hiv dan pemenuhan dan indikasi
ARV dan profilaksis,dan pemeiksaan CD4 untuk menentukan
profilaksis kotrimoksazol dan pemenuhan indikasi ARV
5. Menentukan apakah klien memenuhi syarat terapi
profilaksis kotrimoksazol dan ARV
6. Bila belum memenuhi syarat catat di register pra ART
(periksa jumlah CD4 tiap 6 bulan,pertimbangkan PP INH
7. Bila sudah memenuhi syarat catat di register Art dan
lakukan konseling pra ART dan informed consent
8. Monitoring kliis dan pemeriksaan laboratorium serta
konseling secara berkala
9. Petugas mencuci tangan
10. Mencatat semua kegiatan di buku register dan formulir

21
5. PELAYANAN HIV/AIDS PADA PASIEN DENGAN INFEKSI
OPORTUNITIS.

Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul karena


penurunan kekebalan tubuh, dimana pada orang normal infeksi
tersebut dapat dikendalikan oleh kekebalan tubuh, contoh
infeksi oportunistik adalah kandidiasis (infeksi jamur kandida),
infeksi Cytomegalovirus (CMV), virus Herpes simpleks,
Toksoplasmosis dam Tuberkulosis (TBC).

Pasien dengan HIV adalah pasien yang terinfeksi virus HIV


(Human Immuno-deficiency Virus) yang dapat menyebabkan AIDS
(Acquired Immuno-deficiency Syndrome).

Pasien dengan AIDS adalah pasien yang menderita suatu gejala


berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh
masuknya virus HIV ke dalam tubuh.

CD4 (Cluster of Differentiation 4) adalah suatu petanda pada


permukaan sel imunitas tubuh, terutama sel limfosit T yang
berfungsi mengirimkan sinyal/tanda kepada CD8 killer cell
(Cluster of Differentiation 8 killer cell) untuk membunuh dan
menghancurkan infeksi atau virus.

Pelayanan HIV/AIDS pada pasien dengan infeksi oportunitis


bertujuan untuk Menurunkan angka kesakitan infeksi
oportunistik pada pasien dengan risiko tinggi HIV/AIDS melalui
peningkatan mutu pelayanan konseling dan testing HIV.

Memperbaiki keadaan umum pasien ODHA yang mengalami


infeksi oportunistik.

Tata Laksana alur pelayanan dan pemeriksaan HIV/AIDS pada


pasien dengan Infeksi oportunitis :

a. Penanganan infeksi oportunistik pasien terpajan HIV


1. Lakukan penilaian kemungkinan pasien terinfeksi HIV.

22
2. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta evaluasi
bila ada tanda dan gejala infeksi HIV atau infeksi
oportunistik “IO”.
3. Lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang sesuai.
4. Identifikasi kebutuhan untuk ARV (Anti RetroViral).
5. Lakukan uji diagnostik HIV.

b. Penanganan infeksi oportunistik pasien terpajan HIV


1. Lakukan penilaian kemungkinan pasien terinfeksi HIV.
2. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta evaluasi
bila ada tanda dan gejala infeksi HIV atau infeksi
oportunistik “IO”.
3. Lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang sesuai.
4. Identifikasi kebutuhan untuk ARV (Anti RetroViral).
5. Lakukan uji diagnostik HIV.

c. Penanganan infeksi oportunistik pasien dengan penyakit


berat tinggi HIV
1. Identifikasi faktor resiko HIV.
a. Status penyakit HIV pada ibu (jika pasien
bayi/anak).
b. Pernah melakukan tranfusi darah.
c. Penularan seksual (pernah melakukan seks bebas).
d. Pemakaian narkoba suntik.
e. Cara kelahiran dan laktasi (pada bayi).
2. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta evaluasi
bila ada tanda dan gejala infeksi HIV atau infeksi
oportunistik.
3. Lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang spesifik atau
sesuai dengan penyakit yang ditemukan.
4. Identifikasi faktor resiko atau gejaal yang sesuai dengan
infeksi HIV atau infeksi oportunistik.
5. Lakukan uji diagnostik HIV.

d. Hal-hal yang perlu diperhatikan:


1. Manifestasi klinis HIV stadium lanjut atau hitung CD4
+ yang rendah pada ibu merupakan faktor resiko
penularan HIV dari ibu ke bayi selama kehamilan,
persalinan dan laktasi.

23
2. Pemberian ARV pada ibu dalam jangka waktu lama
mengurangi resiko transmisi HIV.
3. Transmisi HIV dapat terjadi melalui laktasi, anak tetap
mempunyai resiko mendapat HIV selama mendapat
ASI.
4. Pada anak usia <18 bulan, uji antibodi HIV harus
dikerjakan.

6. PELAYANAN PEMERIKSAAN RAPID TEST DI LABORATORIUM

Test ini meliputi deteksi antibody HIV -1,HIV-2 dan subtype O


dalam darah,serum,plasma oleh protein immunodominat pada
virus yang sudah dilemahkan dalam membrane .pada prinsif
pemeriksaan nya reaksi antara antibody HIV-1,HIV-2 dan subtype
O pada serum atau darah dengan antigen yang berasal dari
protein immonodominant HIV yang sudah dilemahkan , akan
membentuk garis ungu kemerahan pada emmbran (region T )

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adannya antibody


HIV-1,HIV-2 dan Subtypo Odalam serum penderita.

Tata Laksana alur pelayanan dan pemeriksaan Rapid test di


Laboratorium :

1. Pemeriksaan Rapid Test HIV dilakukan oleh analis


laboratorium menggunakan 3 reagen ,yaitu reagen 1/A1
dengan sensitivitas > 99% ,reagen 2/A2 dengan Spesifisitas
> 98%,dan reagen 3 /A3 dengan Spesifitas > 99%.

2. Langkah-langkah pemeriksaan dengan Reagen 1 (A1):

a. Biarkan reagen pada suhu kamar

b. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada


membrane

c. Gunakan mikropipet ukuran 5 – 50 µ

d. Ambil serum/plasma dengan menggunakan


mikropipet sebanyak 10 µ lalu teteskan ke lubang
sampel.

e. Tunggu dan biarkan menyerap

24
f. Lalu teteskan 3 tetes buffer (±110µ)

g. Baca hasil dalam wakru 5 -20 menit (jangan


melebihi 30 menit)

h. Catat hasil pada formular dan lembar hasil


pemeriksaan laboratorium

i. Bila Reaktif lanjutkan ke pemeriksaan Reagen 3

j. Interpresentasi hasil:

• Reaktif : terdapat 2 garis merah pada garis


control dan garis pasien.

• Negative : terdapat 1 garis merah pada garis


control

• Invalid : tidak ada garis merah baik garis control


dan garis pasien .

3. Langkah – Langkah pemeriksaan dengan reagen 2 (A2):

a. Buka strip dari penutup

b. Dengan menggunakan mikropipet,ambil 50 ul sample dan


teteskan pada bantuan sampel (lihat panah )

c. Tunggu sekurang-kurangnya 15 menit ( s/d 1 jam )

d. Baca hasil

e. Catat hasil pada Formulir dan lembar pemeriksaan


laboratorium

f. Bila Reaktif lanjutkan ke pemeriksaan reagen 3

4. Langkah – Langkah pemeriksaan dengan 3 reagen 3 (A3)

a. Biarkan reagen pada suhu kamar

b. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada membrane

c. Gunakan dispobale dropper yang tersedia pada Kit

d. Untuk sampel berupa serum/plasma

• Teteskan 1 tetes serum/plasma (±30µ) ke lubang


sampel (S)

25
• Lalu teteskan 1 tetes buffer

e. Untuk sampel berupa whole blood

• Teteskan 2 tetes darah (±60ul) ke lubang sampel (S)

• Lalu teteskan 2 tetes buffer,

f. Jalankan timer,tunggu dan biarkan menyerap

g. Baca hasil dalam waktu 15 – 2- menit ( jangan melebihi 20


menit )

h. Catat hasil pada formular dan lembar hasil pemeriksaan


laboratorium.

i. Interpresentasi hasil tes

5. Interpresentasi hasil pemeriksaan Rapid test dengan 3 metode

a. Hasil positif,bila :

Bila hasil A1 reaktif,A2 reaktif dan A3 reaktif

b. Hasil negative,bila :

• Bila hasil A 1 nonreaktif

• Bila hasil A 1 reaktif tapi pada pengulangan hasil A1


dan A2 nonreaktif

• Bila salah satu reaktif tapi tidak beresiko

• Bila hasil pemerikasaan kedua (min.setelah 14 hari )


masih “tetap”Inkonlusif.

c. Hasil inkonklusif,bila :

• Bila dua hasil tes reaktif sedangkan yang satu non


reaktif

• Bila hanya satu tes reaktif tapi berisiko.

26
7. PELAYANAN RUJUKAN PASIEN HIV KE LAYANAN PDP
FASKES LAIN.

Rujukan pasien HIV merupakan komponen yang penting dalam


system pelayanan kesehatan .dengan memahami system cara
rujukan yang baik,maka pasien akan mendapatkan pelayanan
yang lebih baik dan tenaga kesehatan diharapkan dapat
memperbaiki kualitas pelayanan pasien .

Tata Laksana alur pelayanan Rujukan pasien HIV layanan PDD


ke Faskes Lain :

1. Rujukan Keluar Pasien HIV/AIDS

a. Pasien dengan HIV/AIDS dirujuk ke UPK lain untuk


penanganan lebih lanjut pada kondisi – kondisi berikut :

1. Untuk memulai terapi ARV atas permintaan ODHA


(karena alasan pribadi atau akomodasi).

2. Untuk pasien HIV yang memerlukan penanganan


lebih intensif dimana setelah dilakukan konsultasi
kepada dokter spesialis terkait, diputuskan untuk
dirujuk.

b. Tata cara merujuk pasien yang telah didiagnosis HIV dan


telah masuk kriteria untuk memulai terapi ARV, yang
ingin memulai terapi ARV di Faskes lain adalah sebagai
berikut

1. Poliklinik atau ruang perawatan rawat inap


melaporkan pada dokter CST melalui koordinator
ruangan masing-masing.

2. Dokter CST membuatkan surat rujukan ODHA

3. Dokter CST/Petugas RR mencatat data pasien yang


dirujuk dalam buku bantu rujukan.

4. Pasien akan dirujuk ke Faskes lain yang memiliki


layanan CST dan terapi ARV. Dokter CST akan

27
menginformasikan data pasien yang dirujuk kepada
kontak person Tim CST Faskes yang dituju.

5. Dokter CST akan melakukan follow up untuk


memastikan pasien sampai ke UPK rujukan (melalui
telepon atau pesan singkat).

c. Tata cara merujuk pasien HIV yang telah teregistrasi dan


menjalani terapi ARV dan ingin melanjutkan terapi ARV
di Faskes lain adalah sebagai berikut :

1. Poliklinik atau ruang perawatan rawat inap


melaporkan pada dokter CST melalui
koordinator ruangan masing-masing.

2. Dokter CST membuatkan surat rujukan ODHA


dan melampirkan ikhtisar perawatan ODHA.

3. Dokter CST/Petugas RR mencatat data pasien


yang dirujuk dalam buku bantu rujukan dan
dilaporkan sebagai pasien rujuk keluar di
laporan bulanan.

4. Dokter CST/Petugas RR melakukan


komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pada
pasien dan pengawas minum obat (PMO)
untuk menyerahkan surat rujukan dan atau
paket obat ARV langsung kepada petugas CST
Faskes tujuan.

5. Pasien akan dirujuk ke Faskes lain yang


memiliki layanan CST dan terapi ARV. Dokter
CST akan menginformasikan data pasien yang
dirujuk kepada kontak person Tim CST Faskes
yang dituju.

6. Dokter CST akan melakukan follow up untuk


memastikan pasien sampai ke Faskes rujukan
(melalui telepon atau pesan singkat).

d. Menerima Rujukan Pasien HIV

28
1. Dokter CST atau konselor yang menerima pasien
HIV rujukan dari Faskes lain memeriksa lembar
rujukan dan kelengkapan berkas atau paket obat
ARV yang dibawa pasien.

2. Dokter CST atau konselor menghubungi Tim


HIV/AIDS Dari Faskes asal rujukan untuk
memberikan informasi bahwa pasien telah datang
ke RSUD Kudungga Sangatta.

3. Apabila pasien HIV yang dirujuk berlum


menerima terapi ARV dan sudah memenuhi
syarat untuk memulai terapi, maka pasien
tersebut diregistrasi sebagai pasien HIV RSUD
Kudungga Sangatta, untuk kemudian memulai
terapi ARV.

4. Apabila pasien HIV telah menerima ARV di Faskes


asal dan sudah teregistrasi, maka RSUD
Kudungga Sangatta tidak perlu meregistrasi
ulang pasien tersebut. Pasien dicarat sebagai
pasien pindahan dan pengobatan yang dilakukan
melanjutkan pengobatan ARV dari Faskes asal.

5. Perihal rujuk masuk pasien dicatat dalam buku


bantu rujukan dan dilaporkan dalam laporan
bulanan.

8. PELAYANAN PENCATATAN DAN PELAPORAN HIV/AIDS

Pencatatan dan pelaporan Konseling dan Testing HIV/AIDS


adalah kegiatan mendokumentasikan data klien KTS, TIPK,
dan data laborat di excel bantu pada program SIHA dan
kepada pengelola program HIV/AIDS di Rumah Sakit oleh
petugas RR (Record and Report) dimana bertujunan adalah
untuk dapat mendeteksi lebih dini status HIV pasien yang
ada di Rumah Sakit.

29
Tata Laksana alur pelayanan pencatatan dan pelaporan
HIV/AIDS :

1. Pada layanan konseling tes inisiasi petugas,dokter setelah


memberikan informasi pra tes HIV dan pasien setuju
dilakukan tes,mencatat data pasien yang dilakukan tes
HIV pada Formulir tes dan Konseling HIV dibagian data
Klien Populasi khusus dan Pemberian informasi.

2. Pada layanan konseling Tes sukarela,konselor,setelah


melakukan konseling pasca tes dan klien bersedia
dilakukan tes HIV,melengkapi dna mencata data klien
,Popilasi Khusus dan Konseling Prat es

3. Dokter / konselor mencatat hasil Rapid test HIV pasien


/Klien pada formulir Tes dan konseling HIV di bagian tes
antibody HIV

4. Dokter/konselor setelah melakukan konseling pasca tes


pada pasien/klien mengisi formulir tes dan konseling
HIV di bagian Konseling pasca tes.

5. Formulir- formulir tes dan konseling HIV diserahkan oleh


dokter/konselor kepada petugas pencatatan/pelaporan
(RR) setelah diisi dengan lengkap sebelum tanggal 25
tiap bulan.

9. PELAYANAN PELAPORAN DATA HIV/AIDS DENGAN SIHA

Kegiatan mendokumentasikan data klien KTS, TIPK, PDP, PPIA,


IMS dan data laborat, bahan alat serta obat di program SIHA
oleh petugas RR ( Record and Report ) Rumah Sakit ,Sebagai
Tujuan penerapan langkah-langkah dalam pencatatan dan
pelaporan klien KTS,TIPK,PDP,PPIA,IMS dan data laborat,
bahan alat serta obat.

Tata Laksana alur pelayanan pencatatan dan pelaporan data


HIV/AIDS dengan SIHA :

30
1. Pelaporan data HIV/AIDS di RSUD Kudungga
dilakukan petugas pencatatan dan pelaporan (RR)
dengan entri data secara online pada system
informasi HIV/AIDS ( SIHA ) versi 1.7 sebelum
tanggal 25 setiap bulannya.

2. Petugas melakukan pengisian data pada

• Form Layanan KT untuk melaporkan data pasien


yang dilakukan tes HIV

• Form survailans kasus AIDS untuk melaporkan


data pasien yang positif HIV dan dari hasil tes

3. Tata cara pengisian data form layanan KT

a. Membuka menu layanan KT untuk mengisi


formulir KT dengan mengklik sub menu formulir
JT dan TIPK

b. Dilakukan entri data pasien yang dilakuka tes


HIV ke dalam Form data Konseling dan tes
sukarela

c. Mengisi Form konseling Pra tes

d. Mengisi form kajian tingkat risiko

e. Mengisi Form pemberianinformasi

f.Mengisi hasil tes HIV pasien pada from tes antibody


tes HIV

g. Mengisi Form konseling Pasca tes

h. Setelah semua data diinput klik tombol simpan


untuk menyimpan data konseling tes.

i. Untuk melihat list data yang telah dilakukan


pengisian formulir layanan KT klik sub menu KT
list

4. Tata cara pengisian data pada form Survailans


kasus AIDS :

31
a. Untuk melakukan pengisian formulir survailans
kasus AIDS,klik menu form Survailans kasus
AIDS .

b. Melakukan entri data Survailans kasus AIDS


sesuai dengan data pasien yang positif HIV.

c. Mengisi form pekerjaan dan form factor risiko


yang diperlukan (bila lebih dari 1)dengan cara
memberikan ceklist.

d. Mengisi form gejala klinis dan form infeksi


oporunitis dengan memberikan ceklist .

e. Setelah semua data survailans terisi klik


tombol simpan untuk menyimpan data
survailans.

10. PELAYANAN PENCATATAN DAN PELAPORAN REAGEN


RAPID TEST HIV

Kegiatan mendokumentasikan Pemakaian Reagen Rapid


Test HIV oleh petugas Penanggung jawab Laboratuium
,Sebagai Tujuan penerapan langkah-langkah dalam
pencatatan dan pelaporan data laborat, bahan alat .

Tata Laksana alur pelayanan pencatatan dan pelaporan


data pemakaian Reagen :

1. Pencatatan pemakaian reagen Rapid test HIV


dilakukan oleh analis laboratorium.

2. Setiap pasien yang dilakuakn pemeriksaan Rapid


test HIV dicata identitasnnya dengan lengkap oleh
analis Laboratorium

3. Data pemakaian reagen Rapid test HIV


dibutuhkan laporan bulanan oleh analis
laboratorium.

32
4. Data laporan Rapid test HIV bulanan diberikan
kepada petugas pencatatan dan pelaporan
sebelum tanggal 25 tiap bulan.

5. Petugas pencatatan dan pelaporan memberikan


laporan reagen Rapid test HIV ke Dinas
Kesehatan Kabupaten Kutai Timur.

11. PELAYANAN PROFILAKSIS PASCA PAJANAN

Pemberian Profilaksis Pasca Pajanan berupa Pengobatan obat


antiretroviral jangka pendek untuk menurunkan kemungkinan
terjadinnya infeksi pasca pajanan ,sebagai tujuan Meminimalkan
resiko tertular HIV/ AIDS pada petugas yang terpajan darah atau
cairah tubuh pasien yang status HIV diketahui atau tidak.

Tata Laksana alur pelayanan Profilaksis pasca Pajanan :

1. Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi melalui :

a. Parenteral berupa tusukan,luka dll

b. Percikan pada mukosa mata,hidung atau mulut

c. Percikan pada kulit yang tidak utuh (pecah -


pecah,lecet atau eksematosa)

2. Segera setelah terjadi pajanan darah /cairan tubuh dan


alat tajam tercemar,Langkah tindakan yang harus
dilakukan adalah :

a. Luka tusukan jarum suntik atau luka iris segera


dicuci dengan sabun dan air mengalir

b. Percikan pada mukosa hidung,mulut atau kulit


segera dibilas dengan guyuran iar

c. Mata diirigasi dengan air bersih,larutan garam


fisiologis atau air steril.

d. Jari yang tertusuk tidak boleh dihisap dengan


mulut seperti kebanyakan tidakan refleks untuk
mengisap darah.

33
3. Setiap pajanan harus dicatat dan dilaporkan kepada
Komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan
diperlakukan sebagai keadaan darurat.laporan sangat
diperlukan karena pemberian profilaksis pasca pajanan
harus segera dimulai secepat mungkin dalam waktu 24
jam.

4. Lengkapi formulir laporan kejadian pasca pajanan akibat


pekerjaan Fasilitas Kesehatan.

a. Tanggal dan waktu pajanan

b. Lokasi pajanan

c. Dimana dan bagaimana pejanan terjadi

d. Jika menyangkut objek tajam,jenis dan merk alat


tersebut

e. Jenis dan jumlah cairan

f.Tingkat keparahan pajanan (missal,kedalaman luka


tusuk)

g. Sumber pajanan :

• Status infeksinya

• Jika terinfeksi HIV,derajat kesakitnnya,viral load


jika ada ,riwayat terapi anti retroviral.

h. Konseling dan penangan pasca pajanan

i. Perincian tentang tenaga Kesehatan yang terpajan :

- Status medis yang ada

- Status vaksinasi Hepatitis B

5. Keputusan untuk memberikan profilaksis pasca pajanan


didasarkan atas derajat dari pajanan terhadap HIV dan
status HIV dari sumber pajanan.

6. Untuk pajanan yang divurigai dari pasien HIV maka harus


ditentukan kode Pajanan (KP)

34
7. Selanjutnya menentukan kode status HIV sumber pajanan
(KS )

8. Menentukan profilaksis pasca pajanan sesuai kode


kategori pajanan (KP) dan kode status HIV sumber
pajanan (KS).

Kategori PajananKategori Sumber Rekomendasi


(KP) Pajanan (KS HIV ) Pengobatan
1 1 ( rendah ) Obat tidak dianjurkan
risiko toksisitas obat
>dan risiko terinfeksi
HIV
1 2 (rendah ) Pertimbagkan AZT
+3TC+Indi navir
Pajanan memiliki risiko
yang perlu
dipertimbangkan
2 1 (rendah ) Dianjurkan
AZT+3TC+indinavir
kebanyakan pajanan
masuk dalam kategori
ini
2 2 Dianjurkan
3 1 atau 2 AZt+3TC+indinavir atau
nelfinavir
Anjurkan pengobatan selama 4 minggu dengan dosis :
AZT : 3 kali sehari @200mg,atau 2 kali sehari @300 mg
3TC : 2 kali sehari @150 mg

9. Melakukan tes HIV pada petugas yang terpajan segera


setelah terpajan,14 hari ,3 bulan,6 bulan dan 12 bulan
pasca pajanan untuk mengetahui apakah tertular infeksi
HIV.

35
36
BAB V
LOGISTIK

1. Kebutuhan anggaran kegiatan pengendalian HIV / AIDS dari


anggaran rutin RSUD Kudungga Sangatta.
2. ARV disediakan oleh Dinas Kesehatan Provensi Kalimantan
Timur dengan pencatatan pelaporan sesuai format yang
sudah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provensi
Kalimantan Timur.
3. Kebutuhan obat-obatan & peralatan didukung sesuai
dengan kemampuan
4. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk program
pengendalian HIV /AIDS dapat didukung dari Dinas
Kesehatan Provensi Kalimantan Timur dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Kutai Timur.

37
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Kewaspadaan merupakan upaya pencegahan infeksi yang


mengalami perjalanan panjang. Mulai dari infeksi nosokomial yang
menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan pasien. Seperangkat
prosedur dan pedoman yang dirancang untuk mencegah terjadinya
infeksi pada tenaga kesehatan dan juga memutus rantai penularan ke
pasien. Terutama untuk mencegah penularan melalui darah dan
cairan tubuh,seperti: HIV dan HBV → juga patogen lain.
Prinsip Kewaspadaan Umum dijabarkan dalam 5 kegiatan pokok
yaitu :

1. Cuci tangan guna mencegah infeksi


silang Cuci tangan dilakukan :
a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan
bahan terkontaminasi lain.
b. Segera setelah melepas sarung tangan.
c. Diantara kontak dengan pasien
d. Tidak direkomendasikan mencuci tangan saat masih
memakai sarung tangan
e. Cuci tangan 6 langkah.
f. Prosedur terpenting untuk mencegah tranmisi penyebab
infeksi
g. Antiseptik dan air mengalir atau handrub

2. Pemakaian Alat Pelindung Diri/ perorangan (APP)


a. Sarung Tangan
b. Pelindung Muka
c. Masker
d. Kaca Mata/ goggle
e. Gaun/Jubah/Apron
f. Pelindung Kaki

3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai ( Dekontaminasi,


sterilisasi, disinfeksi)
a. Dekontaminasi : Suatu proses menghilangkan
mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda
sehingga aman untuk pengelolaan alkes bekas pakai
b. Pencucian : Proses secara fisik untuk
menghilangkan kotoran terutama bekas darah, cairan

38
tubuh dan benda asing lainnya seperti debu, kotoran
yang menempel di kulit atau alat Kesehatan.

c. Disinfeksi : Suatu proses untuk menghilangan sebagian


mikroorganisme
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi = DTT
(1) Suatu proses untuk menghilangan mikroorganisme
dari alat kesehatan kecuali beberapa endospora
bakteri
(2) Alternatif penanganan alkes apabila tdk tersedia
sterilisator atau tdk mungkin dilaksanakan.
(3) Dapat membunuh Mikroorganisme (hep B, HIV),
namun tdk membunuh endospora dengan sempurna
seperti tetanus.
e. Sterilisasi.
Suatu proses untuk menghilangkan seluruh
mikroorganisme termasuk endospora bakteri dari alat
kesehatan. Cara yang paling aman utk pengolaan alkes
yang berhubungan langsung dgn darah

4. Pengelolaan jarum & alat tajam


Jarum dan alat tajam dimasukkkan kedalam safety box
kemudian diolah ditempat pengolahan benda tajam yang ada
diRS.

5. Pengelolaan limbah & sanitasi Ruangan


Pemilihan Cara Pengelolaan Limbah dan Sanitasi Ruangan

a. Limbah Cair
b. Sampah Medis
c. Sampah Rumah Tangga
d. Insinerasi
e. Penguburan
f. Disinfeksi permukaan

6. Penanganan Linen
a. Kereta dorong bersih & kotor dipisahkan
b. Tidak boleh keluar dan masuk pada jalan yang sama
c. Tidak boleh ada perendaman di ruang perawatan
d. Pisahkan dalam kantong berwarna kuning untuk linen
yang terkontaminasi dengan darah atau kontaminan lain.

39
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

1. Perlindungan Diri – PROFILAKSIS PASCA PAJANAN HIV (PPP)


Profilaksis Pasca Pajanan HIV merupakan adalah tindakan
pencegahan terhadap petugas kesehatan yang tertular HIV akibat
tertusuk jarum, tercemar darah dari penderita atau mayat
penderita HIV. Paparan cairan infeksius tidak saja membawa
virus HIV tetapi juga virus hepatitis (Hepatitis B maupun C).
Perlukaan perkutaneus merupakan kecelakaan kerja tersering
dan biasanya disebabkan oleh jarum yang berlubang (hollow-bore-
needle)

2. Faktor Yang Mempengaruhi.


a. Jumlah dan jenis cairan yang mengenai.
b. Dalamnya tusukan/luka.
c. Tempat perlukaan/paparan.

3. Indikasi Pemberian PPP.


a. Tertusuk /luka superficial yang merusak kulit oleh jarum
solid yang telah terpapar sumber dengan HIV + asimptomatik.
Membran mukosa terpapar oleh darah terinfeksi IV dalam
jumlah banyak, dari sumber HIV + asimptomatik (tergantung
dari banyak tidaknya volume dan tetesan).
b. Membran mukosa terpapar darah yang terinfeksi HIV + dalam
jumlah sedikit, dari sumber dengan HIV + simptomatik.
c. Terpapar dengan orang HIV + asimptomatik lewat tusukan
yang dalam jarum berlubang yang berukuran besar.
d. Luka tusukan jarum dengan darah yang terlihat di permukaan
jarum.
e. Luka tusukan jarum yang telah digunakan untuk mengambil
darah arteri atau vena pasien.
f. Luka tusuk dari jenis jarum apapun yang telah digunakan
pada sumber dengan HIV + yang simptomatik.
g. Membran mukosa yang terpapar oleh darah yang terinfeksi
HIV dalam jumlah yang banyak dari sumber HIV + yang
simptomatik.
h. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai
derajat paparan dari sumber dengan status HIV tidak
diketahui tetapi memiliki faktor resiko HIV.

40
i. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai
derajat paparan dari sumber yang tidak diketahui status HIV
dan tidak
diketahui faktor resikonya, namun dianggap sebagai sumber
HIV +.
j. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah
berapapun dari sumber yang tidak diketahui status HIV tetapi
memiliki faktor resiko HIV.
k. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah
berapapun dari sumber yang tidak diketahui status HIV nya ,
namun sumber tersebut dianggap sebagai sumber HIV +

4. Klasifikasi Katagori Paparan (Exposure category).


Berdasarkan paparan, kadar RNA HIV dan bahan paparan.
Terdapat 4 kategori:
a. EC1:
1. Tempat paparan adalah kulit atau mukosa yang mengalami
luka.
2. Bahan paparan jumlahnya sedikit (tetesan darah atau
cairan tubuh yang berdarah.
3. Waktu paparan cepat (tidak lama).
b. EC 2 : Seperti EC-1, tetapi jumlah bahan paparan lebih banyak
dan waktu paparan lebih lama.
c. EC2 : Paparan perkutaneus, luka superficial dengan jarum kecil.
d. EC3 : Seperti EC2, tetapi lewat jarum besar, tertusuk dalam,
keluar darah.
5. Penatalaksanaan Pasca Pajanan.
1) Keputusan pemberian ARV harus segera diambil dan ARV
diberikan < 4 jam setelah paparan.
2) Penanganan luka.
3) Beri informed consent.
4) Lakukan test HIV.
5) Pemberian ARV profilaksis.
6) Penanganan tempat paparan/luka. : Segera!!
7) Luka tusuk →bilas air mengalir dan sabun / antiseptic.
8) Pajanan mukosa mulut → ludahkan dan kumur.
9) Pajanan mukosa mata → irigasi dg air/ garam fisiolofis
10) Pajanan mukosa hidung → hembuskan keluar dan bersihkan
dengan air
11) Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.

6. Disinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu :


a. Betadine (povidone iodine 2.5%) selama 5mnt
b. Alcohol 70% selama 3 mnt.

41
Catatan :
1. Chlorhexidine cetrimide bekerja melawan HIV tetapi bukan
HBV.
2. Pelaporan terjadinya paparan. Rincian waktu, tempat,
paparan dan konseling serta manajemen pasca paparan.
3. Evaluasi dan risiko transmisi.
4. Konseling berupa risiko transmisi, penceganan transmisi
sekunder, tidak boleh hamil dsb.
5. Pertimbangan pemakaian terapi profilaksis pasca paparan.
6. Pemantauan (follow up).
7. Pemantauan
Tes Antibodi dilakukan pada minggu ke-6 , minggu ke -12 dan
bulan ke 6. Dapat diperpanjang sampai bulan ke 12.
8. Aspek Manajemen.
a. Merupakan bagian medico legal.
b. Perlu dilakukan pencatatan dan evaluasi.
c. Evaluasi meliputi :
1) Kesalahan sistem.
2) Tidak ada pelatihan.
3) Tidak ada SOP tidak tersedia alat pelindung diri.
4) Ratio pekerja dan pasien yg tidak seimbang.
5) Kesalahan manusia.
6) Kesalahan dalam penggunaan dan pemilihan alat kerja.
7) Rekomendasi kepada management RS perlu diberikan
setelah evaluasi dilakukan.

42
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Salah satu prinsip yang menggaris bawahi implementasi


layanan PDP adalah layanan berkualitas, guna memastikan klien
mendapatkan layanan tepat dan menarik orang untuk menggunakan
layanan. Tujuan pengukuran dari jaminan kualitas adalah menilai
kinerja petugas, kepuasan pelanggan atau klien, dan menilai
ketepatan protocol konseling dan testing yang kesemuanya bertujuan
tersedianya layanan yang terjamin kualitas dan mutu.
1. Konseling dalam PDP
Pelayanan konseling dimulai dengan suasana bersahabat yang
dilayani oleh konselor terlatih. Perangkat untuk menilai kualitas
layanan termasuk mengevaluasi kinerja seluruh staff PDP,
penilaian kualitas konseling dengan menghadirkan supervisor
yang menyamar sebagai klien, melakukan pertemuan berkala
dengan para konselor, mengikuti perkembangan konseling dan
HIV AIDS, kotak saran, penilaian oleh petugas jasa, mengukur
seberapa jauh konselor mengikuti aturan protocol dan supervise
suportif yang regular.
Perangkat jaminan mutu konseling dalam PDP

a. Perangkat rekaman saat konseling dengan klien samaran


atau klien sungguhan yang telah memberikan persetujuan
untuk direkam. Kegiatan ini dapat digunakan untuk
melakukan pengamatan, melakukan ikhtisar sesudah sesi
berlangsung (sesi rekam) atau pengamat ketrampilan
konselor) melalui klien samara (tak diketahui konselor, untuk
mendapatkan ketepatan pengamatan
b. Formulir kepuasan pelanggan.
Nomor dan nama klien dicatat. Formulir dimasukkan ke kotak
yang aman dan terkunci. Semua komentar dikumpulkan dan
dinilai pada pertemuan dengan seluruh petugas. Klien yang
tidak dapat menulis/ membaca dapat dibantu relawan.
Petugas yang bekerja pada institusi tidak diperkenankan
membantu pengisian. Baca terlebih dahulu petunjuk dan isi
dari formulir, kemudian baru diisi. Klien sama sekali tidak
boleh dipengaruhi pendapatnya, administrasi memastikan
apakah jawaban klien sudah lengkap dan benar sesuai
petunjuk.

43
c. Syarat minimal layanan PDP.
Penilaian internal atau eksternal dapat menggunakan daftar
sederhana apakah pelayanan PDP memenuhi persyaratan
standar minimal yang ditentukan Departemen Kesehatan dan
WHO.

44
BAB IX
PENUTUP

1. Sarana Dan Prasarana


Klinik PDP merupakan pintu utama pelayanan HIV AIDS dalam
pemenuhan sarana dan prasarana masih membutuhkan
dukungan dari semua pihak.
2. Perangkat Lunak
Tim pencegahan penyakit TB dan HIV AIDS sudah terbentuk,
namun dalam melaksanakan kegiatannya masih mengalami
banyak kendala dikarenakan RSUD Kudungga Sangatta belum
mempunyai pelayanan oleh petugas yang purna waktu di Klinik
PDP.
3. Sumber Daya Manusia
Kapasitas sumber daya manusia dan ketrampilan klinik tentang
pelayanan HIV AIDS sudah dilakukan pelatihan oleh dinas
kesehatan provinsi secara berkala.
4. Sistim Informasi Dan Jejaring
RSUD Kudungga Sangatta bekerjasama dengan Komisi
Penanggulangan AIDS daerah dan pemerintah.

45

Anda mungkin juga menyukai