0 8 menit baca
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Laboratorium adalah semua upaya untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan pekerja laboratorium dari risiko-risiko yang ada di laboratorium.
Keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium sangat penting untuk dipahami mengingat
banyaknya laboratorium yang digunakan baik itu di pabrik ataupun di Lembaga Pendidikan dan
penelitian.
Sumber: http://wpmlabs.com/
Beberapa kecelakaan kerja di Laboratorium telah terjadi. Pada 8 Januari 1999 di Carnegie Melon,
Pittsburgh, Pennsylvania, mahasiswa tingkat master terluka karena ledakan azobisisobutyronitril,
beberapa anggota tim K3L juga terluka. Tangki nitrogen pecah di Universitas Texas A&M pada
12 Januari 2006. Masih di Texas, mahasiswa tingkat master mendapatkan luka parah karena
sebuah ledakan dalam aktivitas penanganan campuran metal dengan energi tinggi yang tiba-tiba
meledak di Texas Tech. Pada 29 Desember 2008, mahasiswa meninggal karena terperangkan
dalam kebakaran kimia yang melibatkan tert-buthyllithium. Pada 16 Maret 2016 terdapat sebuah
ledakan di Laboratorium Universitas Hawaii. Seorang asisten riset mendapatkan luka yang sangat
serius, kehilangan lengannya. Kerugian finansial mencapai $ 1 Juta. Di Laboratorium Farmasi
Universitas Indonesia, terdapat ledakan yang menyebabkan 14 mahasiswa terluka pada 17 Maret
2015.
Kecelakaan-kecelakan di laboratorium seperti dijelaskan sebelumnya membuat kita seharusnya
berupaya menjamin bahwa pekerja di laboratorium telah aman. Dalam buku Lees Process Safety,
setidaknya ada 4 cara dalam menjamin keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium:
Substansi reaktif: ketika substansi reaktif ini diangkat atau diproses, setiap usaha harus
dilakukan untuk menemukan informasi dari perilaku substansi reaktif tersebut dan bagaimana
cara mengendalikannya.
Substansi mudah terbakar: banyak cairan dan gas yang dipakai di laboratorium adalah mudah
terbakar. Panduan untuk memakai bahan mudah terbakar telah dibahas oleh NFPA termasuk
NFPA 45 tentang laboratorium
Substansi beracun: Ketika substansi beracun dipakai, kita harus menyadari 3 rute masuk
substansi beracun yaitu inhalasi, ingesti dan kontak kulit serta efek yang ditimbulkan baik itu
efek jangka pendek ataupun jangka Panjang. Panduan pengendalian bahaya beracun ini telah
ada pada Control of Substance Hazardous to Health (COSHH) Regulations tahun 1988.
Bahaya pada nanomaterial dan nano tekhnolgi juga harus diperhatikan.
Bahaya radiasi: Banyak bahaya radiasi yang muncul pada aktivitas di laboratorium seperti
aktivitas yang menggunakan alat dengan sumber radioaktif seperti petunjuk level cairan,
detektor gas kromatograf, detektor kebocoran, alat anti static pada timbangan dan detektor
kebakaran; peralatan yang memproduksi voltase di atas 5 kV mungkin saja menjadi sumber
X-ray; peralatan dengan radiasi non-ionisasi seperti laser, microwave dan peralatan ultraviolet
serta infrared.
Bahaya listrik: Personel bisa saja mendapatkan risiko tersetrum dalam perbaikan kabel atau
komponen yang belum dibumikan. Bahaya listrik yang ada pada laboratorium berbeda dengan
yang ada di industri, namun tetap saja berbahaya jika tidak dilakukan pengendalian yang tepat.
Bahaya mekanik: bahaya mekanik muncul dari alat-alat seperti mesin-mesin bengkel,
perkakas tangan dan energi, peralatan lifting, peralatan yang berputar, dan mesin penekan.
Kecelakaan sangat mungkin muncul ketika personel laboratorium menggunakan peralatan
yang mereka tidak familiar.
Bahaya operasional: bahaya yang terkait dengan temperature yang tinggi atau paling rendah,
cairan cryogenic, sumber tekanan tinggi (uap, udara, gas bertekanan dan air), dan vakum.
Bahaya pelepasan air: terlepasnya air misalnya dalam bentuk jet dapat menimbulkan risiko
korslet, kejutan termal, kemunculan gas dalam bentuk jet serta reaksi air dengan zat kimia
yang reaktif.
Desain laboratorium
Desain laboratorium dan layout telah didiskusikan pada Panduan ICheme dan Buku ”Designing
safety into the laboratory” yang ditulis oleh Baum dan Diberardini (1987). Faktor-faktor yang
patut untuk diperhatikan dalam desain laboratorium termasuk layout, penyimpanan bahan kimia
beracun, ventilasi, fume hoods, dan fasilitas penunjang seperti bengkel, toko, penerimaan gudang,
jasa analitik dan fasilitas staff.
Layout laboratorium: desain dan layout laboratorium harus dibuat dari analisa kebutuhan
aktivitas laboratorium dengan bantuan diagram alur yang menunjukkan alur material dari meja
eksperimen, bengkel, penyimpanan zat kimia, tempat analisa hingga fasilitas pengelolaan
limbah. Layout juga harus dapat membedakan mana area dengan risiko rendah dan area
dengan risiko tinggi.
Zat beracun: ketika zat beracun dipakai, desain laboratorium harus ditujukan untuk tetap
menjaga konsentrasi lingkungan laboratorium di bawah batas aman pajanan. Untuk zat
beracun, regulasi COSHH 1988 menyebutkan untuk monitoring atmosfir tempat kerja dan
menjaga konsentrasi dari kontaminan dapat dilakukan melalui ventilasi dan fume hoods.
Ventilasi: Metode paling umum untuk mengendalikan konsentrasi dan kontaminan di tempat
kerja adalah ventilasi. Exhaust dari ventilasi harus ditempatkan pada tempat yang aman (jauh
dari tempat pengambilan udara)
Fume hoods: alat untuk melaksanakan eksperimen dengan zat beracun dan tak beracun dengan
aman
Pendukung laboratorium: Pendukung laboratorium termasuk bengkel, penyimpanan, tempat
penerimaan barang, jasa analitik, dan fasilitas untuk staf. Perhatian harus ditujukan kepada
penyimpanan zat kimia yang harus dipisah berdasarkan bahayanya. Pemisahan tersebut
termasuk berlakuk untuk solven, perbedaan kelas dari zat kimia, mudah meledak, tabung gas,
dan material cryogenic.
Laboratorium harus didesain dengan perlindungan kebakaran yang sesuai dengan bangunan dan
kode perlindungan kebakaran dengan pertimbangan dari otoritas kebakaran. Beberapa kode
NFPA yang dapat diterapkan untuk laboratorium adalah NFPA 10, NFPA 30, NFPA 45, NFPA
45, NFPA 101, NFPA 704, dan NFPA kode 45. Beberapa elemen dasar dari desain untuk
perlindungan kebakaran meliputi ketahahan pintu, ketahanan internal layout, klasifikasi area
berbahaya, ventilasi mekanis, dan sistem alarm kebakaran.
Laboratorium juga dapat dilengkapi dengan rambu-rambu bahaya untuk memberikan komunikasi
kepada pekerja terkait risiko dan alat pelindung diri yang harus dipakai. Selain itu, rambu darurat
juga dapat dipasang agar pekerja tau apa yang harus dilakukan jika terjadi kejadian gawat darurat.
Sumber: https://www.utwente.nl/ewi/mss/memslab/Safety_rules/general-laboratory-safety-rules/
Operasional Laboratorium
Banyak faktor yang mempengaruhi operasional laboratorium seperti informasi kimia, desain
eksperimen, penilaian bahaya, penilaian terhadap pengendalian substansi yang berbahaya
terhadap kesehatan (regulasi COSHH 1988), prosedur operasional, prosedur darurat,
pemeliharaan peralatan, sistem izin kerja, housekeeping, pekerjaan setelah jam kerja, operasional
yang tidak diawasi, serta akses ke dalam laboratorium. Semua faktor-faktor ini harus
dipertimbangkan dengan baik dan cukup untuk menjamin lingkungan kerja yang aman.
Laboratorium secara umum memiliki peralatan yang beranekaragam yang masing-masing
peralatan tersebut harus digunakan dalam kondisi yang sesuai dengan spesifikasi. Contoh
peralatan yang membutuhkan perhatian lebih ketika dipakai adalah peralatan dengan kaca,
piringan pemanas, oven dan tungku serta pemutar (centrifuges).
Laboratorium juga menggunakan berbagai macam material seperti air, uap, udara bertekanan, gas
bahan bakar dan tenaga listrik. Selain itu, terdapat pendingin, vakum, oksigen dan pipa gas yang
lain. Pemakaian harus dilakukan dengan memastikan penggunaan yang sesuai untuk mencegah
bahaya yang dihubungkan dengan penggunaan alat itu.
Pemakaian material dalam laboratorum dengan disusun dalam Panduan Icheme pada buku
“Hazards in the Chemical Laboratory” oleh Bretherick tahun 1981. Penyimpanan utama dari zat
kimia yang berbahaya harus dijaga dalam lokasi spesifik. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
adalah segregasi dari material yang tidak kompatibel; jenis tempat penyimpanan yang tepat; poin
penerimaan; penerimaan, pengambil stok dan pembuangan stok; pengurangan dari inventori;
identifikasi, kepemilikian, informasi keselamatan dan kesehatan serta pelabelan.
Perencanaan kejadian gawat darurat harus memperhatikan penyebab kejadian gawat darurat dan
jenis-jenis kejadian gawat darurat dan pengendalian yang diperlukan. Perencanaan kejadian
gawat darurat harus mencakup semua bagian dari laboratorium termasuk penyimpanan dan
servis. Referensi detail untuk kejadian gawat darurat ada pada Panduan ICheme.
Pengukuran pajanan: OSHA telah membuat permissible exposure limits (PELs), seperti telah
tercantum di 29 CFR 1910, subpart Z, untuk ratusan zat kimia. PEL adalah adalah nilai
konsentrasi spesifik zat kimia di udara yang dipercaya tidak akan menimbulkan dampak buruk
pada pekerja. Perusahaan harus menjamin bahwa pekerja-pekerja mendapatkan pajanan
dibawah angka yang sudah ditentukan OSHA. Perusahaan harus melaksanakan monitoring
pajanan melalui sampling udara jika memang ada risiko pekerja terpapar pajanan melebihi
batas aman. Monitoring pajanan secara periodik harus dilakukan sesuai dengan standard
dengan pemberitahuan hasilnya kepada pekerja.
Konsultasi Medis: Perusahaan harus menyediakan pengukuran kesehatan bagi pekerja terkait
dengan efek yang ditimbulkan oleh pajanan kimia. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara
periodik atau insidental misalnya terdapat zat kimia baru ataupun ada kasus kebocoran zat
kimia
Material Safety Data Sheets (MSDS)/ Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) untuk agen
infeksius: Meskipun MSDS untuk produk kimia telah tersedia di Amerika Serikat dan negara
lain, namun hanya Kanada yang mengembangkan MSDS untuk agen infeksius. MSDS untuk
agen infeksius termasuk dosis, viabilitas, informasi medis, bahaya di laboratorium,
pencegahan yang direkomendasi, prosedur tumpahan dan pemakaian. Pemerintah Kanada
menyebutnya sebagai pathogen safety data sheet (PSDS) yang tersedia
di https://www.canada.ca/en/public-health/services/laboratory-biosafety-biosecurity/pathogen-
safety-data-sheets-risk-assessment.html
Patogen menular dari darah: Di Amerika, OSHA memperkirakan terdapat 5.6 juta pekerja di
industri pelayanan kesehatan dan pekerjaan terkait memiliki risiko penularan pathogen dari
darah seperti HIV, hepatitis B, Hepatitis C dan yang lain. OSHA memberikan panduan untuk
mengendalikan pathogen menular dari darah dalam panduan 29 CFR 1910.1030.
Binatang Percobaan: Semua prosedur terkait dengan binatang percobaan harus dilakukan oleh
personel yang telah ditraining secara sesuai. Dengan menggunakan praktek dan APD yang
sesuai, yaitu 29 CFR 1910.132(a), pekerja dapat mengurangi kemungkinan mereka akan
tergigit, tergores atau terpapar oleh badan binatang, cairan binatang dan jaringan binatang.
Referensi:
Center for Chemical Process Safety, 2016. Process Safety Beacon – October 2016 –
English. [Online] Available at: https://www.aiche.org/ccps/resources/process-safety-
beacon/201610/english
[Accessed 14 November 2017].
Department of Labor USA, 2011. Laboratory Safety Guidance. [Online] Available
at: https://www.osha.gov/Publications/laboratory/OSHA3404laboratory-safety-guidance.pdf
[Accessed 15 Nov 2017].
Mannan, S., 2014. Lees’ Process Safety Essentials. 1st ed. Oxford: Elsevier Inc.