Anda di halaman 1dari 29

SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI

LAPORAN PBL

MODUL KUNING

KELOMPOK 3-REGULER

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar
2010
Skenario
Seorang laki-laki 23 tahun datang ke Rumah Sakit dnegan keluhan utama kulit dan mata
berwarna kuning. Keadaan tersebut dialami sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan keluhan
demam, badan terasa lemas, mual, tidak nafsu makan, dan rasa sakit pada perut sebelah
kanan. Tiga hari terakhir ia mengalami gatal-gatal dan buang air kecil yang berwarna seperti
teh. Penderita sudah berobat ke Puskesmas namun belum ada perbaikan. Pemeriksaan fisis
menunjukkan suhu badan pasien 37,3 °C, tekanan darah 100/60 mmHg, denyut nadi
72×/menit, adanya nyeri perut kuadran kanan atas dan hepatospleenomegali.

Kata Kunci
• Wanita
• 23 tahun
• Demam
• Lemas
• Mual
• Tidak nafsu makan
• Nyeri perut kanan
• Gatal 3 hari
• Urin warna teh
• Pengobatan tanpa perbaikan

Pertanyaan
• Anatomi dan fisiologi GI aksesoris?
• Mekanisme pembentukan bilirubin?
• Mekanisme ikterus?
• Mengapa ikterus disertai pruritus?
• Mengapa ada keluhan yang menyertai? (anoreksia, demam, mual, lemas)
• Differential Diagnosis?

2
Anatomi, Fisiologi, dan Histologi GI Aksesorius
Hepar
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara
1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan
merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat
kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan
atas abdomen. Hati manusia terletak pada bagian atas cavum
abdominis, dibawah diafragma, dikedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya
1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan
dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan
di atas organ-organ abdomen. Batas atas hati berada sejajar
dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di daerah posterior-posterior yang
berdekatan dengan vena cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma.
Permukaan posterior hati
berbentuk cekung dan terdapat celah
transversal sepanjang 5 cm dari sistem
porta hepatis. Omentum minor terdapat
mulai dari sistem porta yang
mengandung arteri hepatica, vena porta
dan duktus koledokus. Sistem porta
terletak di depan vena kava dan dibalik
kandung empedu. Permukaan anterior
yang cembung dibagi menjadi 2 lobus
oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang
berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada
dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena cava sampai kandung empedu telah
membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi
relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Secara mikroskopis didalam hati
manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri
atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.

3
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg
disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti
pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris.
Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel
yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate
dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh
kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid
tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian
tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut
sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro
dibandingkan kapiler-kapiler yang lain .Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan
punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim
tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan
cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian
tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/
TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus
biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam
sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus
yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan
mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air
keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu. (Kelompok Diskusi Medikal Bedah,
Universitas Indonesia)
Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang
dikenal sebagi lobulus yaitu susunan heksagonal jaringan
yang mengelilingi sebuah vena sentral. Hati memiliki
bagian terkecil yang melakukan tugas diatas disebut sel hati
(hepatosit), sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah
yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di
dalamnya endotolium, sel kupffer dan sel stellata yang
berbentuk seperti bintang. Tugas aktifitas fagositik
dilakukan oleh makrofag residen yang disebut sel kupffer. Setiap hepatosit berkontak
langsung dengan darah dari dua sumber. Darah vena yang langsung datang dari saluran
pecernaan dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika
4
dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar disebut
sinusoid.
Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang
dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran cerna tidak secara
langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena vena dari lambung dan usus
terlebih dahulu memasuki sistem vena porta. Pada sistem ini produk-produk yang diserap dari
saluran cerna untuk diolah, disimpan, dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut
kembali ke sirkulasi besar.
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :

1.Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat


Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama
lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati
akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa
disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam
tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan
energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis
senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2.Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi
sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam
lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1.Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
2.Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah
menjadi asam lemak dan gliserol)
3.Pembentukan cholesterol
4.Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi
dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid

5
3.Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari


asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga
mensintesis gula dari asam lemak dan asam
amino.Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non
nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg
membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan
organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan
end product metabolisme protein.∂ - globulin selain
dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan
sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di
dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino
dengan BM 66.000

4.Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah


Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda
asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada
hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer
biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan
untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5.Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin


Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

6.Fungsi hati sebagai detoksikasi


Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun,
obat over dosis.

7.Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas


Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun
livers mechanism.

6
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25%
dari cardiac output, aliran
darah hati yang normal ±
1500 cc/ menit atau 1000 –
1800 cc/ menit. Darah yang
mengalir di dalam a.hepatica
± 25% dan di dalam v.porta
75% dari seluruh aliran
darah ke hati. Aliran darah
ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh
persarafan dan hormonal,
aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock. Hepar merupakan organ
penting untuk mempertahankan aliran darah

Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang
dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan.
Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap –
bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat dengan panjang sekitar
4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit ke luar tepi
hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral m. rektus abdominis. Sebagian besar korpus
menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh
peritoneum viseral, tetapi infudibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati
oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan
oleh batu, bagian infudibulum menonjol seperti kantong Hartmann.
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu mengalir
masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.

7
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale yang batas
atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian hulu saluran
empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu
yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan
selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus
hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus
koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pancreas dan dinding
duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum.
Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan duktus
koledokus di dalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.
Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan pembuluh
arteri yang mendarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang ditemukan dalam
bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk menghindari komplikasi
pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200
ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu5. Diluar waktu makan,
empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami
pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan
empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut
yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya
80-90%4.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
· Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam
empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan
partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim
lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan
absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
• Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin,
dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi
ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang
8
menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi
efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang
menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin,
kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari
sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya
ke duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak
tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila
terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong
secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah
steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal
kalau diperlukan.

Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas
jari).
Pankreas terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
* Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
* Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke
dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan
lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh
dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi
melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

9
Mekanisme Pembentukan Bilirubin

Ambilan oleh hati


Masuk ke dalam usus

Sekitar 80 – 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam system monosit-
makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50
ml darah, dan menghasilkan 250-350 mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15-20 %
pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal dari destruksi sel
eritrosit matur dalam sumsum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain,
terutama dari hati.
Pada katabolisme Hb, globin mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah
menjadi biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari builiverdin. Biliverdin
adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi
larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine.
Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut-air,
kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati
berlangsung dalam tiga tahapan: ambilan, konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh sel-sel hati
memerlukan dua protein hati yang diberi symbol sebagai protein Y dan Z. Konjugasi
bilirubin dengan asam glukoronat dikatalisis oleh enzin glukoronil transferase dalam
reticulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam
urine. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transportasi bilirubin
terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak
terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau
fotoisomerisasi.
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi rangkaian senyawa yang disebut
sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10-20
% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam
urine.

10
Mekanisme ikterus
1. Pembentukan bilirubin berlebihan (ikterus hemolitik).
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati.
3. Gangguan konjugasi
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan
ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau obstruksi mekanis.
Mekenisme pruritus

Pada ikterus yang disebabkan oleh kegagalan atau disfunsi hati, dapat pula timbul manifestasi
kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar alkali fosfatase, AST, kolesterol,
dan garam empedu dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah inilah
yang menyebabkan timbulnya pruritus (gatal-gatal) pada ikterus.

Mekanisme keluhan lain yang menyertai anoreksia, demam, mual, lemas


Demam

11
Terjadinya demam dipengaruhi oleh pelepasan mediator inflamasi oleh berbagai sebab.
Pada kasus ini, salah satu penyebab yaitu adanya toksin mikrobakteri, disfungsi hati, dan
sebagainya.

Nyeri perut pada kuadran kanan atas

Nyeri perut kuadran kanan atas utamanya dipengaruhi oleh adanya obstruksi. Usaha
pengeluaran empedu menimbulkan spasme yang menimbulkan rangsang nyeri dibawa oleh
serabut saraf. Dapat pula dipengaruhi oleh adanya gangguan hati beruba pembesaran dan
disfungsi.

Anoreksia

Badan lemah

12
Differential Diagnosis
Hepatitis akut
Hepatitis viral akut adalah : Penyakit infeksi akut dengan gejala utama berhubungan erat
dengan adanya nekrosis pada hati.

Etiologi
Biasanya disebabkan oleh virus yaitu virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C,
dan virus-virus lain.
 Hepatitis Virus A
Merupakan virus RNA kecil yang berdiameter 27 nm, virus ini dapat dideteksi di dalam feses
pada akhir masa inkubasi dan fase praikterik. Sewaktu timbul ikterik, maka antibody terhadap
HAV telah dapat diukur dalam serum. Mula-mula kadar antibody IgM anti HAV meningkat
dengan tajam, sehingga memudahkan untuk mendiagnosis adanya infeksi HAV. Setelah masa
akut, antibody IgG anti HAV menjadi dominant dan bertahan untuk seterusnya. Keadaan ini
mununjukan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV di masa lampau, dan saat ini
telah kebal. Sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. HAV terutama ditularkan
melalui oral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi. Penularan ditunjang oleh
adanya sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, dan kontak intim. Masa inkubasi
rata-rata adalah 28 hari, masa infektif tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum
timbulnya ikterus.
 Hepatitis Virus B
Merupakan virus DNA bercangkang ganda yang memiliki ukuran 42 nm. Virus ini memiliki
lapisan permukaan dan bagian inti. Pertanda serologic pertama yang dipakai untuk
identifikasi HBV adalah antigen permukaan, yang positif kira-kira 2 minggu sebelum
timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa konvalesen dini tetapi dapat
pula bertahan selama 4-6 bulan. Adanya HBsAg menadakan penderita dapat menularkan
HBV ke orang lain dan menginfeksi mereka. Pertanda yang muncul berikutnya biasanya
merupakan antibody terhadap antigen inti, anti HBc. Antibodi anti HBc dapat terdeteksi
segera setelah gamabaran klinis hepatitis muncul dan menetap untuk seterusnya. Antibodi
anti HBc selanjutnya dapat dipilah lagi menjadi fragmen IgM dan IgG. Antibodi IgM anti
HBc terlihat dini selama terjadi infeksi dan bertahan lebih lama dari 6 bulan. Adanya
predominansi antibody IgG anti HBc menunjukan kesembuhan dari HBV di masa lampau
atau infeksi HBV kronik. Antibodi yang muncul berikutnya adalah antibody terhadap antigen
permukaan, anti HBs. Antibodi anti HBs timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk

13
memberikan kekebalan jangka panjang. Antigen e, HBeAg timbul bersamaan atau segera
setelah HBsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HBsAg menghilang. HBeAg selau
ditemukan pada semua infeksi akut. Inveksi HBV merupakan penyebab utama dari hepatitis
akut dan krinik, sirosis dan kanker hati di seluruh dunia. Terutama menyerang dewasa muda.
Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membrane mukosa,
terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 120 hari.
 Hepatitis Virus Non A Non B
Terdapat 2 bentuk virus non A non B, zat yang dibawa oleh darah dan yang lain ditularkan
secara enteric. Nama yang diusulkan untuk membedakan keduanya adalah hepatitis C (HCV)
dan hepatitis E (HEV)
HCV tampaknya merupakan virus RBA kecil terbungkus lemak, diameternya 30-60 nm.
HCV diduga terutama ditularkan melaui jalan parenteral dan kemungkinan melalui kontak
seksual. Virus ini dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi lebih sering menyerang
orang dewasa muda. Masa inkubasi berkisar antara 15-160 hari. Rata-rata sekitar 50 hari.
HEV adalah suatu virus RNA kecil, diameternya kurang lebih 32-24 nm. Infeksi HEV
ditularkan melaui jalan vekal-oral. Paling sering menyerang orang dewasa muda, sampai
setengah umur, dan pada wanita hamil didapatkan angka mortalitas yang sangat tinggi. Masa
inkubasinya sekitar 6 minggu.
HDV merupakan virus RNA berukuran 35 nm. Virus ini membutuhkan HBsAg untuk
berperan sebagai lapisan luar partikel yang menular. Sehingga hanya penderita yang positif
terhadap HBsAg dapat tertular ileh HDV. Penularannya terutama melalui serum. Masa
inkubasinya diduga mnyerupai HBV yaitu sekitar 2 bulan. HDV timbul dengan 3 keadaan
klinis : Kooinfeksi dengan HBV, superinfeksi pembawa HBV dan sebagai hepatitis pulminan

Manifestasi Klinik
1. Stadium Praikterik
Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah anoreksia, mual, muntah,
nyeri pada otot, dan nyeri di perut kanan atas, urin menjadi lebih coklat
2. Stadium Ikterik
Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera, kemudian pada kulit
seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah anoreksia, dan muntah.
Hati membesar dan nyeri tekan. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda.
3. Stadium pasca ikterik

14
Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi.Penyembuhan pada ank-anak lebih
cepat lebih cepat dari orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang
biasanya berbeda.
Gambaran klinik hepatitis virus bervariasi, mulai dari tidak merasakan apa-apa atau hanya
mempunyai keluhan sedikit saja sampai keadaan yang berat, bahkan, dan kematian dalam
beberapa hari saja. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperbilirubinemia ringan dan
bilirubinuria. Bentuk hepatitis akut yang ikterik paling sering ditemukan dalam klinis
biasanya perjalanan jinak dan akan sembuh dalam waktu kira-kira 8 minggu.
Serangan Ikterus biasanya pada orang dewasa dimulai dengan suatu masa prodromal, kurang
lebih 3-4 hari sampai 2-3 minggu, saat mana pasien umumnya merasa tidak enak makan,
menderita gejala digestive terutama anoreksia dan nausea dan kemudian ada panas badan
ringan, ada nyeri di abdomen kanan atas yang bertambah pada tiap guncangan badan. Masa
prodormal diikuti warna urin bertambah gelap dan warna tinja menjadi gelap, keadaan
demikian menandakan timbulnya ikterus dan berkurangnya gejala : panas badan menghilang,
mungkin timbul bradikardi. Setelah kurang lebih 1-2 minggu masa ikterik, biasanya pasien
dewasa akan sembuh. Tinja menjadi normal kembali dan nafsu makan pulih. Setelah
kelihatannya sembuh rasa lemah badan masih dapat berlangsung selama beberapa minggu

Pemeriksaan laboratorium
A. Urin dan tinja
Bilirubin muncul dalam urin sebelum timbul ikterus, kemudian ia menghilang, walaupun
kadar dalam darah masih meninggi. Urobilinogenuria ditemukan pada akhir fase praikterik,
pada puncak ikterus urobilinogen menghilang, munculnya kembali urobilinogen dalam urin
menandakan mulainya penyembuhan. Permulaan munculnya ikterus menyebakan tinja
menjadi pucat, ada steatorea yang sedang. Munculnya kembali warna tinja menjadi normal
menandakan permulaan penyembuhan.
B. Kelainan Darah
Kadar bilirubin serum total berfariasi. Kenaikan pigmen conjugated didapatkan secara dini,
walaupun bilirubin total masih normal. Kadar fosfatase alkali dalam serum umumnya kurang
dari tiga kali batas atas normal. Albumin dan globulin dalam serum secara kuantitatif tidak
berubah. Kadar besi dalam darah naik. Imunoglobilin G dan M dalam serum meninggi pada
1/3 dari pasien pada fase akut. Kadar puncak didapatkan 1 atau 2 hari sebelum atau sesudah
munculnya ikterus. Pada keadaan lanjut, kadar akan menurun walaupun keadaan klinis

15
bertambah parah. Kadar transaminase dapat tetap meninggi selama 6 bulan dalam beberapa
hal, walaupun pasien sembuh sempurna.
C. Kelainan Hematologis
Fase praikterik ditandai oleh leucopenia, limfopenia dan neutropenia, kelainan ini menjadi
normal kembali sewaktu ikterus timbul. Waktu protrombin memanjang dalam kasus yang
berat dan tak pulih normal seluruhnya dengan terapi vitamin K. Laju endap darah mwenigkat
pada fase praikterik, menurun ke normal saat timbul ikterus dan naik lagi ketika ikterus
berkurang, akhirnya akan kembali ke normal pada penyembuhan sempurna.
D. Biopsi hati dengan jarum
Jarang diperlukan pada stadium akut, pada orang dewasa tua kadang diperlukan untuk
membedakan hepatitis dari kolestatis ekstra hepatic atau kolestasis intrahepatik jenis lain dan
dari ikterus karena obat. Biopsi hati dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya komplikasi
kronik beserta tipenya.

Pencegahan
 Terhadap Virus hepatitis A
Virus ini resisten terhadap cara-cara sterilisasi biasa, termasuk klorinasi. Sanitasi yang
sempurna, kesehatan umum dan pembuangan tinja yang baik sangat penting. Tinja , darah
dan urin pasien harus dianggap infeksius.
 Terhadap Virus Hepatitis B
Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi. Imunisasi hepatitis B dilakukan
terhadap bayi-bayi setelah dilakukan penyaring HBsAg ibu-ibu hamil.
 Pencegahan immunoglobulin
Pemberian imunoglobulun dalam pencegahan memberi pengaruh yang baik, sedangkan pada
hepatitis serum masih diragukan kegunaannya. Diberikan dalam dosis 0,02 ml/kg BB im dan
ini dapat mencegah timbulnya gejala pada 80-90 %. Diberikan pada mereka yang dicurigai
ada kontak dengan pasien

Penatalaksanaan
1. Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat.

16
2. Diet
Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah sebaiknya diberikan infuse. Jika sudah tidak
mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori dengan protein cukup. Pemberian lemak
sebenarnya tidak perlu dibatasi
3. Medikamentosa
a. Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk memepercepat penurunan bilirubun darah.
Kortikosteroid dapat digunakan pada polestasis yang berkepanjangan, dimana transaminase
serum kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi.
b. Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati
c. Antibiotik tidak jelas kegunaannya
d. Jangan diberikan antiemetik. Jika perlu sekali, dapat diberikan golongan fenotiazin.
e. Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan.

Komplikasi
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit yang
memanjang hingga 4-8 bulan. Keadaaan ini dikenal sebagai hepatitis kronik persisten, dan
terjadi pada 5 % - 10 % pasien. Akan tetapi meskipun terlambat, pasien-pasien hepatitits
kronik persisten akan selalu sembuh kembali.
Setelah hepatitits virus akut sembuh, sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis agresif
atau kronik aktif, dimana terjadi kerusakan hati seperti digerogoti dan perkembangan sirosis.
Kematian biasanya terjadi dalam 5 tahun akibat gagal hati atau komplikasi sirosis. Hepatitis
kronik aktif dapat berkembang aktif pada 50 % pasien HCV. Sebaliknya, Hepatitis kronik
umumnya tidak menjadi komplikasi dari HAV atau HEV. Akhirnya, suatu komplikasi lanjut
dari suatu hepatitis yang cukup bermakna adalah perkembangan karsinoma hepatoseluler.

Prognosis
Infeksi hepatitits B dikatakan mempunyai mortalitas tertinggi. Pasien yang agak tua atau
kesehatan umumnya jelek mempunyai prognosis jelek

Abses Hati Amebic (Amoebiasis Hati)


Amoebiasis hati merupakan infeksi yang meyerang pada hepar yang disebabkan oleh jenis
amoba tertentu dan masalah kesehatan dan social di daerah seperti Asia Tenggara, Afrika dan
Amerika Latin. Terutama di daerah yang banyak didapatkan strain virulen Entamoeba
histolytica yang tinggi dan dimana keadaan sanitasi buruk, status sosio-ekonomi rendah serta
status gizi yang kurang baik. Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari

17
system gastrointestinal sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Infeksi ini dapat
disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur.Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah
banyak perubahan dalam hal epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik,
pengelolaan maupun prognosis abses hati. Di negara-negara yang sedang berkembang, abses
hati amoebik didapatkan secara endemic dan jauh lebih sering disbanding abses hati
piogenik.
Amoebiasis hati masih merupakan masalah kesehatan dan social di daerah seperti Asia
Tenggara, Afrika dan Amerika Latin. Terutama di daerah yang banyak didapatkan strain
virulen Entamoeba histolytica yang tinggi dan dimana keadaan sanitasi buruk, status sosio-
ekonomi rendah serta status gizi yang kurang baik. Hampir 10% penduduk dunia terutama di
negara berkembang terinfeksi E. histolytica, tetapi hanya sepersepuluh yang memperlihatkan
gejala. Insiden amoebiasis hati di RS di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien pertahun.
Penelitian epidemiologi di Indonesia menunjukkan perbandingan pria : wanita berkisar 3:1
sampai 22:1, yang tersering pada decade IV. Penularan pada umumnya melaluijalur oral-
fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan amoebiasis hati yang dikenai adalah pria.
Usia yang dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada
anak.
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-patogen dalam
mulut dan usus, tetapi hanya E. histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya
sebagian kecil individu yang terinfeksi E. histolytica yang memberi gejala invasive, sehingga
diduga ada 2 jenis E. histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya
virulensi strain ini berbeda bedasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati.
E.histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk vegetatif atau
tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup diluar tubuh manusia.
Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten tehadap suasana kering dan asam. Bentuk
tropozoit akan mati dalam suasana kering atau asam. Tropozoit besar sangat aktif bergerak,
mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan
mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan dekstruksi jaringan.
Patogenesis amoebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Cara penularan pada
umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman yang tercemar kista atau transmisi
langsung pada keadaan hygiene perorangan yang buruk. Ada beberapa mekanisme yang telah
dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya

18
antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. Secara singkat dapat dikemukakan
2 mekanisme :
1. Strain E. histolytica ada yang patogen dan non-patogen
2. Secara genetic E. histolytica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi
yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama kepada flora bakteri.
Abses hati amoebik biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya abses bervariasi dari
beberapa cm sampai abses besar sekali yang mengandung beberapa liter pus. Abses dapat
tunggal (soliter) ataupun ganda (multiple). Walaupun amoeba berasal dari usus, kebanyakan
kasus abses hati amoebik tidak menunjukkan adanya amoebiasis usus pada saat yang
bersamaan, jadi ada infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati.
Sejak awal penyakit, lesi amoeba didalam hepar tidak pernah difus melainkan merupakan
proses local. Proses hepatolitik tetap asimtomatik dan gejala-gejala akan muncul jikan
daerahini meluas membentuk suatu abses yang lebih besar. Lesi kecil akan sembuh dengan
pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding abses besar akan ditemukan fibrosis.
Jarang terjadi kalsifikasi, dan amoebiasis tidak pernah menjadi sirosis hati.
Cara timbulnya abses hati amoebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam waktu
lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus. Terdapat rasa sakit
diperut atas yang sifat sakit berupa perasaan ditekan atau ditusuk. Rasa sakit akan bertambah
bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah
kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau
sakit bahu bila abses terletak dekat diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya dilobus
kiri.
Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan
keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-batuk dan gejala iritasi diafragma juga bisa dijumpai
walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Riwayat penyakit dahulu disentri jarang
ditemukan. Ikterus tak biasa ada dan jika ada ia ringan. Nyeri pada area hati bisa dimulai
sebagai pegal, kemudian mnjadi tajam menusuk. Alcohol membuat nyeri memburuk dan juga
perubahan sikap.
Pembengkakan bisa terlihat dalam epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati
benar-benar menetap. Limpa tidak membesar.
Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa :
1. benjolan didalam perut, seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung
empedu atau tumor pancreas.

19
2. gejala renal. Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga
ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus kanan hati.
3. ikterus obstruktif. Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak didekat porta
hepatis.
4. colitis akut. Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik
absesnya sendiri.
5. gejala kardiak. Ruptur abses ke rongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi
pericardial.
6. gejala pleuropulmonal. Penyulit yang terjadi berupa abses paru menutupi gambaran klasik
abses hatinya.
7. abdomen akut. Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga
peritoneum, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang.
8. gambaran abses yang tersembunyi. Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri,
ditemukan pada 1,5 %.
9. demam yang tidak diketahui penyebabnya. Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus
abdominalis atau malaria.
Kelainan pemeriksaan hematology pada amoebiasis hati didapatkan Hb antara 10,4-11,3 g%,
sedangkan leukosit berkisar antara 15.000-16.000/mm. Pada pemeriksaan faal hati
didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%,
fosfatase alkali 270,4-382,0 u/l sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/l dan SGPT 15,7-63,0 u/l. Jadi
kelainan laboratorium yang dapat ditemukan pada amoebiasis hati adalah anemia ringan
sampai sedang, leukositosis. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang.
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk membantu menegakan diagnosa yaitu
a. Foto dada
kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa : peninggian kubah diafragma kanan,
berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
b. Foto polos abdomen
kelainan yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat berupa gambaran ileus,
hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level
yang jelas.
c. Ultrasonografi
untuk mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran
USG pada amoebiasis hati adalah :

20
1. bentuk bulat atau oval
2. tidak ada gema dinding yang berarti
3. ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal
4. bersentuhan dengan kapsul hati
5. peninggian sonic distal
d. tomografi komputer
sensitivitas tomografi komputer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat kelainan di
daerah posterior dan superior.
e. Pemeriksaan serologi
ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain indirect haemaglutination (IHA), counter
immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA
menunjukkan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis
invasive.
Untuk diagnosis amoebiasis hati dapat digunakan criteria Sherlock (1969), criteria
Ramachandran (1973) atau criteria Lamont dan Pooler.
Criteria Sherlock :
1. hepatomegali yang nyeri tekan
2. respon baik terhadap obat amoebisid
3. Leukositosis
4. peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang
5. aspirasi pus
6. pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. tes hemaglutinasi positif
Pengobatan pada amebiasis adalah sebagai berikut
a. Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau kista.
Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
1. Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah;
3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10
hari.
b. Tindakan aspirasi terapeutik
1. abses yang dikhawatirkan akan pecah
21
2. respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
3. abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau
peritoneum.
c. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila :
1. abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
2. abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
3. bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
4. ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya
lobektomi.

Cholelithiasis
Batu empedu merupakan gabungan
dari beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang dapat ditemukan
dalam kandung empedu (kolesistolitiasis)
atau di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.

Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangka angka kejadian di Indonesia
tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (syamsuhidayat). Peningkatan
insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut ”5 Fs” : female
(wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty (empat
puluh tahun) .
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak
faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis .
Faktor resiko tersebut antara lain:
1.Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu empedu
bisa berjalan dalam keluarga. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-20 %
laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan

22
pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di
negara lain selain USA, Chili dan Swedia.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit
penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin
bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga
pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu,
sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita
wanita lebih banyak dari pada laki-laki.
4. Beberapa faktor lain
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas,
makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena yang lama.

Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada
saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu
empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling
penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin
merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan
kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur
tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan
batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi
yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak
absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari
empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu
sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis

23
kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah,
orang yang mendapat diet tinggi
lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu.
Batu kandung empedu dapat berpindah
kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus.
Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu
tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu
secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan
gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam
duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau
tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana
sebagai batu duktus sistikus.
Patofisiologi batu empedu
a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari
90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol
campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam
variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol
dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya
tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik
segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin
dan kolesterol .
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat
tahap:
• Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
• Pembentukan nidus.
• Kristalisasi/presipitasi.
• Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang
membentuk matriks batu.
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat. Ada dua
bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen
murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai
24
hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer
bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa
organik lain. Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60
% dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan mencakup
sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang
mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan
batu pigmen (Sarr & Cameron, 1996). Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak
terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur,
tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi bakteri sekunder
dalam batang saluran empedu yang di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris
Lumbricoides. E.coli membentuk B-glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan
bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak
dapat larut.
c. Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering
ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk,
berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang
sama dengan batu kolesterol .

Manifestasi klinis
a. Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)
1. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri
abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra, 2007). Studi perjalanan penyakit
sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan
jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai
batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah
periode wakti 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam
semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.

2. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa
nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru

25
menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas,
biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir
setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai
kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.

3 . Komplikasi

Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum
dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan
dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus
sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut
kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya
oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi
atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini
dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-
hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen
dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan).
Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya
akan mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.

b. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)


Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan
atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul
serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang
sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang
biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam
dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala
trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi
mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai
dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu,
dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati.
Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus

26
koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu.
Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.

Penatalaksanaan
Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami
keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan
selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan
dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu
kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga
dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan
50 % dalam 5 tahun.
b). Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke
kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan
yang tinggi.
c). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant
asam ursodeoksilat.

Penanganan operatif
a). Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,
perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang
menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17
%, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas
65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %.
b). Kolesistektomi laparoskopik

27
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih
cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang
lebih murah.
Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan
tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati
yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor
stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik
laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas
normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat
digunakan untuk aktifitas olahraga.
c). Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek
nyeri pasca operasi lebih rendah.

Tabel DD

gejala Wanita ikter dem lema mual ano Nyeri gatal Urin Riwayat
23 us am s rexi hipocondri warna pengobatan
tahun a um dextra teh tidak sembuh

Hepat + + + + + + + + + +
itis
akut

Abses + +/- ++ + + + + + +
hati
amebi
c

choleli ++ +/- + + + + + ++
thiasis

28
Daftar Pustaka
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997.
Julius : Abses Hati Amoebik ; dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Soeparman, dkk
(editor), jilid I edisi pertama, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001, hal 328-332.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta :
EGC. 1995.
S.A. Abdurachman, Abses Hati Amobik, dalam buku Gastroenterohepatologi, H. Aziz, jilid
3, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal 395-402.
http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pencernaan-
manusia/
http://asic.lib.unair.ac.id/journals/abstrak/Folia%20Chirurgica%2014%202%202001%20%3
B%20Imro%27atus%20%3B%20Anatomi%202.pdf
http://spiritia.or.id/Dok/Hepatitis.pdf
http://www.irwanashari.com/2008/01/kolelithiasis.html
http://login.hotspot/login?dst=http%3A%2F%2Fwww.scribd.com%2Fdoc%2F13888286%2F
REFERAT-BATU-EMPEDU
http://login.hotspot/login?dst=http%3A%2F%2Fwww.stikes-
mataram.ac.id%2Fdata%2Fbooks%2FSirosis_hepatis.doc
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20159/4/Chapter%20II.pdf
http://www.irwanashari.com/2008/01/hepatitis-viral-akut.html
http://library.usu.ac.id/download/fk/06001187.pdf
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Gambaran+radiologis+Abses+Hati+Oleh+
Karena+Amebiasis

29

Anda mungkin juga menyukai