Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KESEHATAN MENTAL

“Kesehatan Mental dan Kehidupan Modern”

Disusun Oleh : KELOMPOK 2


Nora Pramita (15011201)
Fidella Rahayu (15011086)
Emilia Filtas (1501
Dedet Taufik Mardian (15011171)
Muhammad Taufik (

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
A. Pengertian Kesehatan Mental

Menurut Ali Mudhofir dalam kamus istilah filsafat dan ilmu, mental berarti jiwa,
diri, identitas pribadi, roh atau substansi kerohanian. Menurut Kartini Kartono, tema sentral
kesehatan mental adalah bagaimana caranya orang memecahkan segenap keruwetan batin
manusia yang ditimbulkan oleh macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha
mendapatkan kebersihan jiwa; dalam pengertian tidak terganggu oleh macam-macam
ketegangan, ketakutan dan konflik terbuka, serta konflik batin.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya
adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, mampu menyesuaikan diri,
sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya
keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta
dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.

Jadi, kesehatan mental merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis.


Seseorang memiliki jiwa yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat.
Jiwa (mental) yang sehat keselarasan kondisi fisik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia
tidak akan mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa (stres), frustasi, atau penyakit-
penyakit kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang yang memiliki kesehatan mental juga
memiliki kecerdasan baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.

B. Pengertian Masyarakat Modern

Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai


orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Dalam
kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan antara mayarakat urban atau
yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat desa.

Pembedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa pada hakikatnya


bersifat gradual, agak sulit memberikan batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan
karena adanya hubungan antara konsetrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang
dinamakan urbanisme tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi dapat
disebut dengan perkotaan.

a. Ciri-ciri Masyarakat Modern

1) Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan


pribadi.
2) Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang
saling memepengaruhi
3) Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4) Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang dapat dipelajari
dan ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan
5) Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6) Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks
7) Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkanatas
penggunaan uangdan alat-alat pembayaran lain.

b. Masyarakat Modern dilihat dari berbagai Aspek

 Aspek Mental Manusia :


1) Cenderung didasarkan pada pola pikirserta pola perilaku rasionalatau logis, dengan
cirri-cirimenghargai karya orang lain, menghargai waktu, menghargai mutu,
berpikir kreatif, efisien, produktif percaya pada diri sendiri, disiplin, dan
bertanggung jawab.
2) Memiliki sifat keterbukaan, yaitu dapat menerima pandangan dan gagasan orang
lain.
 Aspek Teknologi :
1) Teknologi merupakan factor utama untuk menunjang kehidupan kearah kemajuan
atau modernisasi.
2) Sebagai hasil ilmu pengetahuan dengan kemampuan produksi dan efisiensi yang
tinggi.
 Aspek Pranata Sosial :
i. Pranata Agama :
Relatif kurang terasa dan tampak dalam kehidupan sehari-hari, diaibatkan
karena sekularisme
ii. Pranata Ekonomi :
1) Bertumpu pada sektor Indusri Pembagian kerja yang lebih tegas dan memiliki
batas-batas yang nyata.
2) Pembagian kerja berdasarkan usia dan jenis kelamin kurang terlihat.
3) Kesamaan kesempatan kerja antar priadan wanita sangat tinggi.
4) Kurang mengenal gotong-royong.
5) Diobedakan menjadi tiga fungsi, yaitu: produksi distribusi, dan konsumsi.
iii. Pranata Keluarga :
1) Ikatan kekeluargaan sudah mulai lemahdan longgar, karena cara hidup yang
cenderung inidividualis.
2) Rasa solidaritas berdasarkan kekerabatan umumnya sudah mulai menipis.
iv. Pranata Pendidikan :
Tersedianya fasilitas pendidikan formal mulai dari tingkat rendah hingga
tinggi, disamping pendidikan keterampilan khusus lainnya.

C. Disorganisasi Sosial

Disorganisasi sosial adalah suatu proses sosial kontinu yang memanifestasikan


aspek tekanan batin, ketegangan, bencana batin, dalam suatu sistem sosial. Disorganisasi
sosial terlihat dalam bentuk deviasi terhadap pola-pola kebudayaan yang ada. Dalam kata
lain, disorganisasi sosial adalah gangguan dalam pola-pola dan mekanisme hubungan
antara manusia. Dewasa ini, disorganisasi sosial biasa berbentuk konflik internal
antara interest goup, kesenjangan antar kelas sosial, ekonomi, ras, kelompok kebudayaan.
Merosotnya kesatuan dan harmoni dalam masyarakat, misalnya, meningkatnya angka
perceraian dalam kehidupan keluarga dan kegagalan dalam melaksanakan fungsi sosial

a. Macam-macam Disorganisasi Sosial

Terdapat dua macam disorganisasi sosial, yaitu:

1. Disorganisasi schismatik.

Yaitu suatu bentuk disorganisasi yang terjadi apabila hubungan di antara atau di
dalam kelompok sosial terpecah, yang mengakibatkan terjadinya konflik sosial.
Sebabnya adalah terpecahnya berbagai kekuatan pengikat seperti; ras, etnik, ikatan
teritoral, ikatan pekerjaan, dan sebagainya.

2. Disorganisasi fungsional

Yaitu suatu bentuk disorganisasi terjadi apabila individu, kelompok, atau sistem
dalam masyarakat tidak berfungsi secara wajar. Disorganisasi fungsional ini terjadi
karena keretakan dalam hubungan fungsional antar individu sampai pada taraf yang
mengganggu pelaksanaan tugas-tugas kelompok.
b. Beberapa gejala disorganisasi sosial:

1) Fomalisme, yaitu dipertahankannya peraturan dan prosedur yang telah kehilangan


artinya di masyarakat. Seperti, dipertahankannya kurikulum klasik.
2) Merosotnya unsur-unsur yang dianggap sakral dalam masyarakat. Seperti
merosotnya nilai sakral UUD dan pancasila. Sehingga menimbulkan krisis
kepercayaan dan disorganisasi sosial.
3) Individualisme, yaitu adanya indivudualitas dalam hal minat dan kesukaan tanpa
adanya integrasi.
4) Menguntungkan hak-hak perseorangan.
5) Tingkah laku hedonis, yaitu tigkah laku yang hanya mencari kepuasan-kepuasan
pribadi.
6) Kesukaran semantik, yaitu penyimpangan dalam penggunaan bahasa dapat
menimbulkan konflik karena salahnya pengertian, misalnya salah pengertian
bahasa antara angkatan tua dan muda.
7) Saling tidak percaya, yaitu tidak percaya terhadap kelompok lain sebagai akibat
dari individualisasi dan segmentasi penduduk. Lebih parah lagi jika suatu
masyarakat mengalami kesukaran dan kemudian ada pihak yang
mengkambinghitamkan.
8) Kegelisahan terus menerus, yaitu timulnya kesadaran yang merata di kalangan
penduduk, bahwa sesuau yang salah telah terjadi. Ini menimbulkan keidakpuasan
yang meluas.

c. Ciri-ciri masyarakat yang terdisorganisasi


Masyarakat yang mengalami disorganisasi ditandai dengan ciri-ciri;
perubahan-perubahan yang serba cepat, tidak stabil, tidak ada kesinambungan
pengalaman dari satu kelompok dengan kelompok lainnya, tidak ada intimitas
organik dalam relasi sosial, kurang atau tidak adanya persesuaian di antara para
anggota masyarakat.

D. Kehidupan Modern dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Mental

Kartini Kartono menyebutkan sedikitnya ada empat hal yang menjadi topik penting
ketika membahas pengaruh kehidupan modern terhadap kesehatan mental, antara lain:

1. Cultural Lag
Cultural Lag adalah suatu kondisi dimana terjadi kesenjangan antara berbagai
bagian dalam suatu kebudayaan. Misalnya perkembangan pesat di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak diimbangi peningkatan iman dan taqwa pada masyarakat
sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi peradaban manusia. Perkembangan
teknologi komunikasi, misalnya internet, bila tanpa diimbangi kematangan moral setiap
individu, akan menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat. Segala macam ragam
informasi via internet, jika tidak disaring dalam diri indivdu, akan jadi bumerang bagi
individu itu sendiri, masyarakat, dan bangsa.

2. Sekulerisasi kebudayaan materil

Dalam kondisi sosial masyarakat modern pasti timbul banyak konflik, masalah
sosial yang gawat, perkelahian dan peperangan, yang pastinya semua ini akan
menimbulkan rasa takut, stress, cemas, tidak aman, panik, dan teror di tempat masyakat.
Sehingga hal ini dapat menyebabkan hidup seseorang tidak lagi terasa aman, dan orang
banyak dihantui kekecewaan, ketakutan dan kecemasan, yang menjadi timbulnya macam-
macam penyakit mental, dengan kata lain hidup sehari-hari menjadi tidak hygenis secara
mental.

3. Erosi pola hidup manusia

Kemajuan di bidang transportasi dan komunikasi, juga proses urbanisasi


mengakibatkan banyak perubahan drastis pada pola kehidupan manusia yang penting,
misalnya pada struktur sosial, norma, kontrol sosial, sikap, gaya hidup dan lain-lain. Sifat,
kebiasaan, karakter dan kepribadian manusia saat ini banyak dipengaruhi atau dibentuk
oleh lingkungan sosialnya.

4. Disorganisasi personal

Floran Zaineiky mengatakan sebagaimana yang dikutip Kartini Kartono dalam


bukunya, bahwa yang dimaksud dengan disorganisasi sosial adalah berkurangnya tata nilai
dan aturan-aturan tingkah laku sosial terhadap anggota kelompok. Sebagai contoh apabila
struktur keluarga sudah lagi tidak memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk mengatur
anggota keluarganya, bila adat istiadat lokal tidak berkuasa lagi mengatur tingkah laku
penduduknya atau norma-norma sosial tidak mampu lagi membimbing perilaku warga
masyarakatnya karena sudah tidak efektif, sedangkan di pihak lain belum ada penggantinya
yang baru dan kompeten untuk menata kehidupan sosial, maka masyarakatnya pasti
mengalami disorganisasi. Kemudian penduduknya banyak yang mengalami proses
disorganisasi personal dan menjadi sakit secara mental.

Dinyatakan pula bahwa terdapat keterakaitan antara disorganisasi sosial dengan


disorganisasi individu. Dengan kata lain, satu lingkungan yang tidak menguntungkan bisa
memberikan banyak rangsangan kepada individu untuk menjadi sakit secara sosial
(sosiopatik). Sebagai contoh: daerah yang tidak produktif dan terpengaruh oleh nilai-nilai
buruk berpotensi menimbulkan kenakalan remaja.

E. Bimbingan untuk Mencapai Kesehatan Mental

1. Berusaha memahami pribadi individu

Setiap individu itu merupakan satu unitas multipleks (totalitas kepribadian yang
rumin dan kompleks) dengan cirri-ciri yang khas. Masing-masing mempunyai cara dan
respons yang khusus dalam menanggapi kesulitan hidupnya. Oleh karena itu, selidikilah
pribadi itu, apakah ia normal, atau seorang yang lemah ingatan, atau seorang yang aneh.

2. Mencari sebab-sebab timbulnya frustasi

Janganlah kita menganggap suatu hambatan sebagai suatu kegagalan, jika memang
telah berusaha semaksimal mungkin. Sebab kita hanya bisa bertanggung jawab atas hasil
atau prestasinya. Kesulitan atau kegagalan sebaiknya dijadikan sebagai tantangan yang
harus diatasi untuk mendapatkan suatu hasil yang lebih baik, dan sebisa mungkin
menyingkirkan sebab-sebab yang dapat menimbulkan frustasi.

3. Membuat rencana kerja untuk mendapatkan pengalaman positif

Hendaknya dikurangi persaingan-persaingan yang sifatnya perorangan. Sebagai


gantinya mari kita menyibukkan diri secara positif dengan kerjasama yang bisa
menumbuhkan persaingan yang sehat, menumbuhkan rasa solidaritas, sosialitas dan rasa
kegotong royongan. Oleh karena itu orang tua, guru-guru dan pembimbing harus mampu
menjadi contoh yang baik bagi siapapun juga.

4. Memberi cinta kasih dan simpati secukupnya

Penyelidikan dan eksperimen-eksperimen menunjukkan, bahwa anak-anak yang


sejak masa bayinya memperoleh pemeliharaan berdasarkan cinta-kasih dan kemesraan,
akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih stabil daripada anak-anak yang tidak pernah
mendapatkan cinta-kasih.
5. Menggunakan mekanisme penyelesaian yang positif

Jika seseorang mengalami kekalutan mental, usahakanlah agar dapat


menyelesaikan konflik-konflik batinnya dengan menggunakan mekanisme pemecahan
yang positif, yaitu dengan: bekerja lebih giat, berusaha lebih tekun, dan mau bersikap “rela
legawa narima” (rela, lega dan ikhlas).

6. Menanamkan nilai-nilai spiritual dan keagamaan

Nilai-nilai spiritual dan renungan-renungan tentang hakekat Illahi (hidup


beragama) dapat memberikan kekuatan dan stabilitas bagi kehidupan manusia. pada
hakekatnya nilai-nilai religius, spiritual yang tersembunyi di belakang nilai-nilai materiil
dan bersifat indrawi itu, mengandung unsur kebenaran dan selalu akan memberikan
kebahagiaan sejati kepada segenap umat islam.
DAFTAR PUSTAKA

Elfiky, Ibrahim. (2009). Terapi Berpikir Positif. Jakarta: Zaman.

Mudhofir, Ali. (2001). Kamus Istilah Filsafat Dan Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Rohmah, Umi. (2011). Pengantar Bimbingan Dan Konseling. Ponorogo: STAIN


Po PRESS.

Willis, Sofyan S. (2013). Konseling Keluarga.Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai