Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh(Smeltzer and Bare, 2002). Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalanioperasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan kemeja operasi (Smeltzer and Bare, 2002). Perioperasi adalah tahapan dalam proses pembedahan yg dimulai Prabedah (preoperasi),bedah (intraoperasi), dan pascabebah (postooprasi). Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prabedah (preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pascabedah (postoperasi). Prabedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pascabedah merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. 2. Tipe Pembedahan a. Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi: 1) Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi. 2) Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom. 3) Reparatif : memperbaiki luka multiple. 4) Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah. 5) Paliatif : menghilangkan nyeri. 6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organatau struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea). Sedangkan Smeltzer and Bare (2001), membagi operasi menurut tingkaturgensi dan luas atau tingkat resiko. b. Menurut tingkat urgensinya: 1) Kedaruratan. Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yangdiakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian ataukecacatan fisik), tidak dapat ditunda. 2) Urgen. Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam. 3) Diperlukan. Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa mingguatau bulan. 4) Elektif. Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jikatidak dilakukan. 5) Pilihan. Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadiklien). c. Menurut Luas atau Tingkat Resiko : 1) Mayor. Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkatresiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien. 2) Minor. Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasilebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor. 3. Faktor Resiko Terhadap Pembedahan Menurut Potter & Perry (2005)Antara Lain: a. Usia Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjutmempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologispada usia tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan anak-anakdisebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ. b. Nutrisi Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadappembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baikterutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutrisi maka orangtersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk prosespenyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein,kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besidan seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringanlemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitasmeningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanyadefisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawatkarena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaringmiring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasipulmonari pasca operatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dankardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih seringpada pasien obesitas. c. Penyakit Kronis Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM(Penyakit Paru Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebihsukar terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggusehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangattinggi. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin pada pasien yangmengalami gangguan fungsi endokrin, seperti diabetes mellitus yang tidakterkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukanpembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selamapembiusan akibat agen anestesi, atau juga akibat masukan karbohidratyang tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yangmendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal.Penggunaan obat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokteranestesi dan dokter bedah. d. Merokok Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguanvaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akanmeningkatkan tekanan darah sistemik. e. Alkohol dan obat-obatan Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali menderitamalnutrisi dan masalah-masalah sistemik, seperti gangguan ginjal danhepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. 4. Jenis-Jenis Pembedahan 1. Jenis-jenis pembedahan 1) Berdasarkan lokasi Pembedahan berdasarkan lokasinya, pembedahan dapat dibagi menjadi bedah toraks kardiovaskuler, bedah neurologi, bedah ortopedi, bedah urologi, bedah kepala leher, bedah digestif, dan lain-lain. 2) Pembedahan Berdasarkan Tujuan Berdasarkan tujuannya, pembedahan dapat dibagi menjadi : Pembedahan diagnosis, ditujukan untuk menentukan sebab terjadinya gejala penyakit seperti biopsi, eksplorasi, dan laparotomi. Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit, misalnya pembedahan apendektomi. Pembedahan restoratif,dilakukan untuk memperbaiki deformitas,menyambung daerah yang terpisah. Pembedahan paliatif, dilakukan untuk mengurangi gejala tanpa menyembuhkan penyakit. Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki bentuk dalam tubuh seperti rhinoplasti. 2. Jenis-Jenis Anesthesia Anestesi dapat dibagi menjadi anestesi umum, anestesi regional, anestesi lokal, hipoanestesia, dan akupuntur. Anestesi umum. Anestesi umum dilakukan untuk memblok pusat kesadaran otak dengan menghilangkan kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa. Pada umumnya, metode pemberiannya adalah dengan inhalasi dan intravena. Anestesi regional Anestesi regional merupakan anestesi yang dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar untuk meniadakan proses konduktivitas pada ujung atau serabut saraf sensoris di bagian tubuh tertentu, sehingga dapat menyebabkan adanya hilang rasa pada daerah tubuh tersebut. Metode umum yang digunakan adalah melakukan blok saraf, memblok regional intravena dengan torniquet, blok daerah spinal, dan melalui epidural. Anestesi lokal Anestesi lokal merupakan anestesia yang dilakukan untuk memblok transmisi impuls saraf pada daerah yang akan dilakukan anestesia dan pasien dalam keadaan sadar. Metode yang digunakan adalah infiltrasi atau topikal. Hipoanestesia Hipoanestesia merupakan anestesia yang dilakukan untuk membuat status kesabaran menjadi pasif secara artifisial sehingga terjadi peningkatan ketaatan pada saran atau perintah serta untuk mengurangi kesadaran sehingga perhatian menjadi terbatas. Metode yang digunakan adalah hipnotis. Akupuntur Akupuntur merupakan anestesia yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri dengan merangsang keluarnya endorfin tanpa menghilangkan kesadaran. Metode yang banyak digunakan adalah jarum atau penggunaan elektrode pada permukaan kulit. 3. Perawatan PreOperasi Beberapa hal yang perlu dikaji dalam tahap prabedah adalah pengetahuan tentang persiapan pembedahan, pengalaman masa lalu, dan kesiapan psikologis. Hal-hal penting lainnya seperti pengobatan yang mempengaruhi kerja obat anetesia, seperti antibiotika yang berpotensi dalam istirahat otot; antikoagulan yang dapat meningkatkan perdarahan; antihipertensi yang mempengaruhi anestesia dan dapat menyebabkan hipotensi; diuretika yang berpengaruh pada ketidakseimbangan potassium; dan lain-lain. Selain itu, perlu juga diketahui adanya riwayat alergi obat, status nutrisi ada atau tidaknya alat protesis seperti gigi palsu dan lain-lain. Pemeriksaan lain dianjurkan sebelum pelaksanaan operasi adalah radiografi toraks, kapasitas vital, fungsi paru-paru, analisis gas darah pada pemantauan sistem respirasi, dan elektrokardiograf; pemeriksaan darah seperti leukosit, eritrosit, hematokrit, elektrolit, dan lain-lain; pemeriksaan air kencing, albumin, Blood Urea Nitrogen (BUN), kreatinin untuk menentukan gangguan sistem renal; dan pemeriksaan kadar gula darah atau lainnya untuk mendetaksi gangguan metabolisme. Latihan Pra Operasi Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondsi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain latihan nafas dalam, latiihan batuk efektif dan latihan gerak sendi. a. Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif 1) Pengertian Suatu tindakan pendidikan kesehatan yang diajarkan pada klien sebelum operasi 2) Tujuan a. Mencegah terjadinya komplikasi paru-paru akibat pembedahan b. Membantu paru-paru berkembang dan mencegah terjadinya akumulasi sekresi yang terjadi setelah anestesi 3) Prosedur a. Tidur dengan posisi semi fowler atau fowler penuh dengan lutut fleksi, abdomen relaks dan dada ekspansi penuh. b. Letakkan tangan diatas perut c. Bernafas pelan melalui hidung dengan membiarkan dada ekspansi dan rasakan perut mengempis dengan tangan yang ada diatasnya d. Tahan nafas selama 3 detik e. Keluarkan nafas melalui bibir yang terbuka sedikit secara pelan- pelan (abdomen/perut kontraksi dengan inspirasi) f. Tarik dan keluarkan nafas 3x, kemudian setelah inspirasi diikuti dengan batuk yang kuat /keras untuk mengeluarkan sekret g. Istirahat h. Ulangi tahap c sampai g b. Latihan Kaki 1) Pengertian Suatu tindakan latihan persiapan fisik yang diajarkan ke pasien pada saat periode sebelum operasi (pre operasi). 2) Tujuan a. Memperlancar peredaran darah b. Mencegah vena statis c. Mempertahankan tonus otot 3) Prosedur Ajarkan pada pasien tiga bentuk latihan yang berisi tentang kontraksi dan relaksasi otot quadriceps (vastus intermedius, vastus lateralis, rectus femoris dan vastus medialis) dan otot gastroknemius. a. Lakukan dorsifikasi dan flantar fleksi pada kaki. Latihan kadang- kadang diberiakan seperti dalam keadaan memompa. Gerakan ini akan membuat kontrksi dan relaksasi pada otot betis. Latihan kaki menolong mencegah terjadinya thrombophlebitis dan vena statis. b. Fleksi dan ekstensi pada lutut dan penekanan kembali lutut kedalam bed.Instruksikan pasien untuk memulai latihan segera setelah operasi sesuai dengan kemampuannya. c. Naikkan dan turunkan kaki dari permukaan bed. Ekstensikan lutut untuk menggerakan kaki. Latihan ini menimbulkan kontraksi dan relaksasi otot quadriceps. Awasi pasien dalam melakukan latihan kurang lebih satu jam setiap bangun tidur, dengan catatan frekuensi latihan tergantung kondisi pasien. Jelaskan pada pasien bahwa dengan kontraksi otot akan memperlancar peredaran darah. c. Latihan Gerak Sendi Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien. Keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri. Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usispenuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan operasi. Perawatan post operatif adalah penting seperti halnya persiapan preoperatif. Perawatan post operatif yang kurang sempurna akan rnenghasilkan ketidakpuasan clan tidak memenuhi standard operasi.TujLlan perawatan post operatif adalah untuk menghilangkan rasa nyeri, sedini mungkin mengidentifikasi masalah dan mengatasinya sedini mungkin. Mengantisipasi dan mencegah terjadinya kornplikasi lebih baik daripada sudah terjadi komplikasi (l). Pada perawatan post operatif perlu (l) ; . Memberi dukungan pada pasien. . Menghilangkan rasa sakit. . Antisipasi dan atasi segera komplikasi. ' Memelihara komunikasi yang baik dengan tim. Komunikasi yang tidak baik merupakan masalah yang sering rnenyebabkan kegagalan dalam perawatan post operatif. o Rencana perawatan. Menyesuaikan perawatan dengan kebutuhan pasien. Setiap pasien membutuhkan modifikasi yang sesuai dengan protokol perawatan, yang mempunyai-prbblem unik tersendiri. Jika akan dilakukan inspeksi pada h-rka, maka harus dilakr-rkan dalam keadaan steril. Sedapat mungkin luka dibiarkan di bawalr dressing dan inspeksi hanya dilakukan bila kuatir ada infeksi, discharge atau akan mengganti rlressing. Jlka pasien demam, dan terdapat banyak dischargi atau dressing berbau, maka dressing harvs diganti dan saat itu ada kesempatan untuk menginspeksi luka (1). Wound care d,an bantlaging tlerupal
1) Faktor resiko terhadap pembedahan
a)Usia Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayianak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ. b) Nutrisi Kondisi malnutris dan obesitaskegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes. c)Penyakit Kronis Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi. d) Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya. e)Merokok Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya. f) Alkohol dan obat-obatan Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT. 2) Persiapan Penunjang Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain - lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG. Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain : a) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKGECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll. b) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah. c) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganasjinak atau hanya berupa infeksi kronis saja. d) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi)? dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial). e) Dan lain-lain Pemeriksaan Status Anastesi Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. 3) Inform Consent Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi). Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan. Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasienkeluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasienkeluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga. Rencana Tindakan : Pemberian pendidikan kesehatan prabedah Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencakup penjelasan mengenai berbagai informasi dalam tindakan pembedahan. Informasi tersebut di antaranya tentang jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah bedah. Persiapan diet Pasien yang akan dibedah memerlukan persiapan khusus dalam hal pengaturan diet. Sehari sebelum bedah, pasien boleh menerima makanan biasa. Namun, 8 jam sebelum bedah tersebut dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan. Sedangkan, cairan tidak diperbolehkan 4 jam sebelum operasi, sebab makanan dan cairan dalam lambung dapat menyebabkan terjadinya aspirasi. Persiapan kulit Persiapan ini dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan dibedah dari mikroorganisme dengan cara menyiram kulit dengan sabun heksaklorofin (hexachlorophene) atau sejenisnya yang sesuai dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut, maka harus dicukur. Latihan bernapas dan latihan batuk Latihan ini dilakuakan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan paru- paru. Sedangkan batuk dapat menjadi kontraindikasi pada bedah intrakranial, mata, telinga, hidung dan tenggorokan karena dapat meningkatkan tekanan, merusak jaringan, dan melepaskan jahitan. Pernapasan yang dianjurkan adalah pernapasan diafragma, dengan cara seperti berikut : a. Atur posisi tidur semifowler, lutut dilipat untuk mengembangkan toraks b. Tempatkan tangan di atas perut c. Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan dada mengembang d. Tahan napas selama 3 detik e. Keluarkan napas dengan mulut yang dimoncongkan f. Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal yang sama hingga tiga kali setelah napas terakhir, batukkan untuk mengeluarkan lendir g. Istirahat Latihan kaki Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak tromboflebitis. Latihan kaki yang dianjurkan antara lain latihan memompa otot, latihan quadrisep dan latihan mengencangkan glutea. Latihan memompakan otot dapat dilakukan dengan mengontraksikan otot betis dan paha, kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga sepuluh kali. Latihan quadrisep dapat dilakukan dengan membengkokkan lutut kaki rata pada tempat tidur, kemudian meluruskan kaki pada tempat tidur, mengangkat tumit, melipat lutut rata pada tempat tidur, dan ulangi hingga lima kali. Latihan mengencangkan glutea dapat dilakukan dengan menekan otot pantat, kemudian coba gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat, dan ulangi hingga lima kali. Latihan mobilitas Latihan mobilitas dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mencegah dekubitus, merangsang peristaltik, serta mengurangi adanya nyeri. Melalui latihan mobilitas, pasien harus mampu menggunakan alat di tempat tidur, seperti menggunakan penghalang agar bisa memutar badan, melatih duduk di sisi tempat tidur, atau dengan menggeser pasien ke sisi tempat tidur. Melatih duduk diawali dengan tidur fowler, kemudian duduk tegak dengan kaki menggantung di sisi tempat tidur. Pencegahan cedera Untuk mengatasi resiko terjadinya cedera, tindakan yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan bedah adalah : a. Cek identitas pasien b. Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu, misalnya cincin, gelang, dan lain-lain c. Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi d. Lepaskan kontak lensa e. Lepaskan protesis f. Alat bantu pendengaran dapat digunakan jika pasien tidak dapat mendengar g. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih h. Gunakan kaos kaki antiemboli bila pasien beresiko terjadi tromboflebitis.
2.1.2 PERAWATAN INTRAOPERASI
Salah satu hal yang perlu dikaji dalam intrabedah adalah pengaturan posisi pasien. Berbagai masalah yang terjadi selama pembedahan mencakup aspek pemantauan fisiologis perubahan tanda vital, sistem kardiovaskular, keseimbangan cairan, dan pernapasan. Selain itu, lakukan pengkajian terhadap tim, dan instrumen pembedahan, serta anestesia yang diberikan. 1) Perawatan intraoperatif Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi. Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif. Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis. Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU. Rencana Tindakan : Penggunaan baju seragam bedah Penggunaan baju seragam bedah didesain secara khusus dengan harapan dapat mencegah kontaminasi dari luar. Hal itu dilakukan dengan berprinsip bahwa semua baju dari luar harus diganti dengan baju bedah yang steril; atau baju harus dimasukkan kedalam celana atau harus menutupi pinggang untuk mengurangi menyebarnya bakteri; serta gunakan tutup kepala, masker, sarung tangan, dan celemek steril. Mencuci tangan sebelum pembedahan Menerima pasien di daerah bedah Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan pemeriksaan ulang di ruang penerimaan untuk mengecek kembali nama, bedah apa yang akan dilakukan, nomor status registrasi pasien, berbagai hasil laboratorium dan X-ray, persiapan darah setelah dilakukan pemeriksaan silang dan golongan darah, alat protesis dan lain-lain. Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup, trendelenburg, litotomi, lateral, atau disesuaikan dengan jenis operasi yang akan dilakukan. Pembersihan dan persiapan kulit Pelaksanaan tindakan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan dibedah bebas dari kotoran dan lemak kulit, serta untuk mengurangi adanya mikroba. Bahan yang digunakan dalam pembersihan kulit ini harus memiliki spektrum khasiat; memiliki kecepatan khasiat; memiliki potensi yang baik dan tidak menurun bila terdapat kadar alkohol, sabun detergen, atau bahan organik lainnya. Penutupan daerah steril Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan duk steril agar tetap sterilnya daerah seputar bedah dan mencegah berpindahnya mikroorganisme antara daerah steril dan tidak. Pelaksanaan anestesia Anestesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain anestesia umum, inhalasi atau intravena, anestesia regional, dan anestesia lokal. Pelaksanaan pembedahan Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan pembedahan sesuai dengan ketentuan pembedahan.
2.1.3 PERAWATAN POSTOPERASI
Setelah tindakan pembedahan (pascabedah), beberapa hal yang perlu dikaji di antaranya adalah status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan elektrolit, kardiovaskular, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat yang digunakan dalam pembedahan. Asuhan pascaoperasi harus dilakukan diruang pemulihan tempat adanya akses yang cepat ke oksigen, pengisap, peralatan resusitasi, monitor, bel panggil emergensi, dan staf terampil dalam jumlah dan jenis yang memadai. Asuhan pasca operasi meliputi : meningkatkan proses penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri, pengkajian suhu tubuh, pengkajian frekuensi jantung, mempertahankan respirasi yang sempurna, mempertahankan sirkulasi, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara memonitor input serta outputnya, empertahankan eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan output serta mencegah terjadinya retensi urine, pengkajian tingkat kesadaran, pemberian posisi yang tepat pada ibu, mempertahanka aktivitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatori, mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi secara terapeutik. Rencana Tindakan : Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan dengan cara merawat luka, serta memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein dan vitamin C dapat membantu pembentukan kolagen dan mempertahankan integritas dinding kapiler. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik napas yang dalam dengan mulit terbuka, lalu tahan napas selama 3 detik dan hembuskan. Atau, dapat pula dilakukan dengan menarik napas melalui hidung dan menggunakan diafragma, kemudian napas dikeluarkan perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan. Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang beresiko tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus meninggikan kaki pada tempat duduk guna memperlancar vena balik. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan cairan sesuai kebutuhan pasien; monitor input dan output; sert mempertahankan nutrisi yang cukup. Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan output; serta mencegah terjadinya retensi urine. Mempertahankan aktivitas dengan latihan yang memperkuat otot sebelum ambulatori. Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara terapuitik.