Anda di halaman 1dari 4

Perkembangan Industri Petrokimia Indonesia

Indonesia dikarunia sumber alam berupa minyak dan gas bumi. Tidak seluruh negara di muka
bumi ini mendapatkan karunia tersebut. Meskipun tidak dapat dikatakan melimpah, sumber
daya migas yang ada di bumi Indonesia sebenarnya cukup untuk menjadi tulang punggung
pertumbuhan perekonomian nasional. Sebenarnya sayang sekali jika migas hanya dibakar
begitu saja. Kekayaan dari dalam bumi ini dapat ditingkatkan nilainya menjadi berbagai
produk yang terus meningkat kebutuhannya, baik secara nasional, regional maupun
internasional.

Migas tidak hanya dapat dibakar untuk menghasilkan energi. Namun dari migas dapat
dihasilkan berbagai produk melalui industri pertrokimia. Secara garis besar, industri
petrokimia dapat dibagi menjadi 3 kelompok dari bahan dasarnya, yaitu petro kimia berbahan
dasar C1 (metana), petrokimia berbahan dasar elefin dan petrikimia berbahan dasar aromatic.
Dari Petrokimia C1 dihasilkan urea, ammonia, methanol dan sebagainya. Produk terbesar dari
petrokimia jenis ini adalah urea yang sangat dibutuhkan dalam pertanian dan industri. Dari
petrokimia olefin dihasilkan berbagai jenis material polimer seperti polietilena, polipropilena,
PVC, PET dan sebagainya. Berbagai jenis bahan polimer ini sangat diperlukan dalam
kebutuhan kita sehari hari dan juga di industri. Sedang petrokimia berbasis aromatic
menghasilkan benzene, toluene, paraxylena dan sebagainya. Dalam kehidupan kita sehari
hari, produk akhirnya diantaranya dalam bentuk obat obatan, pestisida, lem/perekat dan
sebagainya.

Secara global permintaan dunia terhadap produk industri petrokimia terus meningkat karena
luasnya jenis dan kegunaannya. Untuk kawasan Asia saja, pada tahun 2009, total permintaan
etilena dan turunannya mencapai 52,8 juta ton. Sedang total produksi asia pada tahun 2009
baru sebesar 40,8 juta ton. Jadi masih ada selisih mencapai 12 juta ton. Jumlah permintaan
kawasan asia tersebut melonjak tajam dari 35,8 juta ton pada tahun 2003. Sedang permintaah
etilena dan turunannya secara global mencapai 132,8 juta ton. Jumah ini naik dari sebesar
97,6 juta ton pada tahun 2003.

Di dalam negeri pun kebutuhan terhadap produk petrokimia terus mengalami peningkatan.
Misalnya kebutuhan terhadap plastik terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan permintaan
ini dipicu diantaranya oleh pertumbuhan permintaan bahan ini di industri makanan dan
minuman, kantong pupuk, beras dan gula serta industri pipa PVC. Khusus kemasan makanan
dan minuman, permintaannya bahkan mencapai 100.000 ton per bulan.

Pentingnya industri petrokimia sebenarnya telah disadari sebagaimana tertuang dalam


Perpres no 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Dalam Perpres tersebut
industri petrokimia dimasukkan ke dalam salah satu pilar utama industri nasional. Industri
Petrokimia bersama-sama dengan industri semen, baja dan sebagainya merupakan landasan
bagi terbangunnya industri andalan masa depan. Dengan kata lain, lemahnya industri
petrokimia menjadi titik lemah bangun industri yang akan dibangun.

Industri petrokimia sebenarnya telah relatif berkembang di tanah air. Industri petrokimia
olefin tumbuh diantaranya di Propinsi Banten, khususnya di Cilegon dan sekitarnya. Industri
petrokimia C1 berkembang di beberapa daerah dengan pabrik urea sebagai produk utama,
khususnya di daerah Kalimantan timur. Namun, akhir akhir ini perkembangan industri
petrokimia di tanah air ditenggarai kurang menggembirakan. Menurut laporan dari
International business monitor, jumlah investasi petrokimia di Indonesia jauh tertinggal
dibandingkan dengan negara negara asia. Kondisi ini memberikan sinyal bahwa pertumbuhan
pertrokimia nasional perlu didorong agar tumbuh lebih cepat. Ada beberapa langkah yang
perlu segera diambil untuk mendorong pertumbuhan industry petrokimia nasional.

FAKTOR-FAKTOR PERKEMBANGAN INDUSTRI PETROKIMIA

1. Ketersediaan bahan baku.

Untuk petrokimia C1, pemerintah perlu segera mengatur dengan baik alokasi gas untuk
kebutuhan dalam negeri. Kontrak kontrak pengiriman gas ke luar negeri perlu ditinjau
kembali dengan mempertimbangkan peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Sedang untuk
petrokimia olefin, pemerintah perlu memastikan ketersediaan naphtha dan kondensat untuk
kebutuhan dalam negeri dan mendorong peningkatan kapasitas refinery kondensat dan
naphtha untuk meningkatkan kapasitas produksi etilena, propilena, butadiena dan bahan dasar
olefin lainya.

2. Kuantitas dan kualitas SDM.


Saat ini, SDM dengan kemampuan dan pengalaman yang memadahi di bidang petrokimia
sangat diminati oleh pasar tenaga kerja terlatih di pasar internasional. Banyak SDM
petrokimia Indonesia yang memilih “boyongan” ke industri industri petrokimia yang mulai
dikembangkan di beberapa kawasan, termasuk kawasan timur tengah. Oleh sebab itu,
perguruan perguruan tinggi di tanah air perlu didorong untuk meningkatkan pasokan SDM ke
industri petrokimia dengan bekal bekal pengetahuan dasar yang memadahi. Pematangan
kemampuan secara nyata perlu dilakukan oleh industri yang terintegrasi dengan proses
peningkatan kapasitas teknologi di Industri.

3. Penguasaan teknologi.

Industri petrokimia nasional perlu meningkatkan penguasaan teknologi sehingga produknya


tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan dalalm negeri, namun dapat bersaing di pasar global
yang masih terbuka luas dengan kualitas yang baik. Untuk teknologi produksi polimer dari
etilena, misalnya, berbagai teknologi pengendalian proses reaksi polimerisasi terus
berkembang sehingga diperoleh polimer dengan kualitas yang terus meningkat. Selain itu,
industry yang padat energi ini terus berlomba meningkatkan efisiensi, khususnya dalam
penggunaan energi sehingga biaya produksi dapat ditekan.

Untuk memacu proses penguasaan teknologi petrokimia ini dapat dibentuk pusat kompetensi
atau pusat teknologi petrokimia. Lembaga ini dapat menjadi menjadi mesin pendorong
penguasaan teknologi oleh industri, termasuk proses pengembangan baik pengembangan
proses maupun pengembangan produk.

4. Memperkuat Pohon industri dan klaster industry

Industri petrokimia memiliki pohon industri yang lebar dan panjang dengan produk akhir
yang sangat beragam. Oleh sebab itu, kesinambungan dan integrasi diantara industri-industri
terkait, khususnya integrasi secara vertikal harus terbangun dengan baik. Jangan sampai ada
industri di tengah mata rantai dari hulu ke hilir yang putus sehingga terpaksa harus
bergantung pada industri luar negeri. Mata rantai yang terputus ini menyebabkan lemahnya
daya saing industi industri petrokimia secara keseluruhan, terutama industri yang secara
langsung bahan baku masih bergantung dari luar negeri.
Industri Petrokimia perlu didorong tumbuh menjadi klaster industri. Secara alamiah, industri
petrokimia berbasis C1 berkumpul di suatu kawasan dengan pabrik urea yang menghasilkan
juga ammonia. Namun, kumpulan industri ini perlu dikokohkan menjadi klaster industri
dalam arti sesungguhnya sehingga saling menguatkan memberdayakan satu sama lain.

5. Infrastruktur

Sebagaimana industri pada umumnya, kondisi infrastruktur yang kurang memadai merupakan
penghambat pertumbuhannya. Di antara infrastruktur yang dibutuhkan oleh industri
petrokimia adalah pelabuhan, jalan tol, kereta api, penyediaan energi dan penyediaan air
baku.

6. Kebijakan perdagangan yang mendukung

Saat ini ditenggarai bahwa kebijakan perdagangan kurang memberikan suasana yang
kondusif bagi pertumbuhan industri nasional. Bukan hanya bagi industri petrokimia saja,
namun industri nasional pada umumnya. Pemerintah perlu memberikan ruang bagi
pertumbuhan industri nasional di tengah semakin derasnya dorongan perdagangan bebas,
baik antar negara maupun dalam regional kawasan. Pemerintah perlu mempertimbangkan
dampaknya bagi pertumbuhan industri nasional dalam melahirkan kebijakan kebijakan terkait
perdagangan internasional.

Bangsa ini telah dikaruniai minyak dan gas bumi dalam jumlah yang cukup. Kekayaan alam
tersebut berpotensi ditingkatkan nilainya, tidak sekedar dijual begitu saja. Nilai tambah dapat
diberikan melalui sentuhan teknologi di industri sehingga kekayaan alam tersebut dapat
menjadi pilar kesejahteraan yang merupakan tujuan pendirian negara sebagaimana
dinyatakan dalam konsitusi negara ini. Langkah langkah menjual kekayaan alam mentah
mentah dengan harga murah sebenarnya dapat menjadi indikasi lemahnya komitmen terhadap
pencapaian tujuan negara dan lemahnya komitmen terhadap konstitusi negara ini.

Anda mungkin juga menyukai