PENDAHULUAN
Kardiovascular
Inspeksi Tidak terlihat pulsasi pada ictus cordis
Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi Batas kiri jantung terletak pada ICS V lateral linea midclavicularis sinistra
Batas pinggang jantung terletak pada ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan jantung terletak pada ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi Bunyi jantung I dan II terdengar regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Perut datar, terdapat striae, tidak terdapat tanda-tanda peradangan
Auskultasi Bising usus (+) normal (7x/menit)
Palpasi Supel, nyeri tekan (+) pada epigastrium, pembesaran hepar dan lien (-), kedua
ginjal tidak teraba
Perkusi Bunyi timpani pada keempat kuadran abdomen
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Ptechiae (-), CRT<2”, motorik 5/5
Inferior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Ptechiae (-), CRT < 2”, motorik 5/5
Hematokrit 30 37-47%
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-3%
Batang 3 2-6%
Segmen 82 50-70%
Limfosit 8 20-40%
Monosit 7 2-8%
MCV 83 80-96 fL
MCH 27 27-32 pg
Koagulasi
2.5. RESUME
Pasien laki – laki berusia 31 tahun datang dengan hematemesis melena sejak 4 hari dan
febris sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh nausea. Pasien merupakan
penderita morbus hansen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hipotensi, takikardi, febris, serta nyeri
tekan epigastrium. Pada pemeriksan penunjang ditemukan anemia normositik normokrom,
leukositosis dan peningkatan kreatinin.
2.6. DAFTAR MASALAH
1. Syok
2. Hematemesis melena
2.7 PENGKAJIAN MASALAH
1. Sepsis berat
Dipikirkan sepsis berdasarkan adanya demam 38OC, tekanan darah 66/48 mmHg (MAP
54), nadi 120x/menit, leukosit 46.380/uL, dan segmen 82%. Namun dipikirkan juga
penyebab lain antara lain syok hipovolemik.
Rencana diagnostik : -
Rencana pengobatan :
RL 500 cc loading
Vascon (Norepinephrine) 4 mcg/50cc 2,2 cc/jam
Dobutamin 250 mcg/50cc 3,6 cc/jam
Ceftriaxon 2 x 2 gr IV
Rencana monitoring :
Tanda – tanda vital : Suhu, tekanan darah, pernapasan, nadi
Urine output per jam
Edukasi : -
2. Hematemesis melena
Dipikirkan hematemesis melena akibat gastritis akibat pemakaian steroid dalam jangka
panjang. Pasien juga mengeluh mual. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada
epigastrium.
Rencana diagnostik : endoskopi
Rencana pengobatan :
Injeksi ondansetron 3 x 8 mg
Omeprazole 2 x 40 mg iv
Inpepsa (Sucralfat sirup) 4 x 15 cc p.o
Rencana monitoring :
Pasang NGT
Cek darah lengkap
Edukasi : -
2.8. FOLLOW UP BANGSAL
Pemeriksaan fisik di bangsal lantai 6 di ruang perawatan khusus pada tanggal 16 Maret 2018 jam
23.30
Kesadaran : Compos mentis - apatis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda vital : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 128 x/menit
Suhu : 38OC
Pernapasan : 20 x/menit
Kulit : Terdapat makula eritema dengan batas tidak tegas, bentuk ireguler, pada
regio ekstrimitas atas dan bawah dengan ulkus, nodul, dan krusta.
Kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Pupil isokor, refleks cahaya +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Sekret -/- , deviasi septum (–), terpasang NGT.
Telinga : Sekret -/- , liang telinga lapang, nyeri tekan tragus (–)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Mulut : Mukosa lembab, sianosis (-), coated tongue (-)
Leher : KBG tidak teraba, Tiroid tidak ada pembesaran
Thorax :
Pulmo Depan Belakang
Inspeksi Bentuk dada normal Bentuk dada bagian belakang normal
Pernapasan regular, tidak ada Bentuk scapula simetris
dinding dada yang tertinggal Tidak ditemukan bekas luka ataupun
Jenis pernapasan benjolan
abdominothorakal
Otot-otot bantu pernapasan (-)
Palpasi Tidak teraba adanya pembesaran Perbandingan gerakan nafas dan
kelenjar getah bening stem fremitus sama kuat di kedua
Vokal fremitus sama kuat di kedua lapang paru
lapang paru
Gerakan nafas sama kuat di kedua
paru
Perkusi Perkusi terdengar sonor pada Pada dada kanan dan kiri terdengar
kedua lapang paru sonor
Batas paru-hepar pada ICS V linea Peranjakan diafragma setinggi 4 cm
midclavicularis dekstra pada punggung kanan
Auskultasi Suara nafas vesikuler Suara nafas vesikuler
Ronkhi - / - Ronkhi - / -
Wheezing - / - Wheezing - / -
Kardiovascular
Inspeksi Tidak terlihat pulsasi pada ictus cordis
Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi Batas kiri jantung terletak pada ICS V lateral linea midclavicularis sinistra
Batas pinggang jantung terletak pada ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan jantung terletak pada ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi Bunyi jantung I dan II terdengar regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Perut datar, terdapat striae, tidak terdapat tanda-tanda peradangan
Auskultasi Bising usus (+) normal (7x/menit)
Palpasi Supel, nyeri tekan (+) pada epigastrium, kuadran kanan atas,
Organ :
Hepar : Kiri : Teraba hepar kira – kira 3 jari dari arcus costa, tepi tumpul,
Konsistensi kenyal, permukaan licin, dan terdapat nyeri
tekan.
Kanan : Teraba hepar kira – kira 2 jari dari processus xyphoideus,
tepi tumpul, konsistensi kenyal, permukaan lici, dan terdapat
nyeri tekan.
Limpa : Tidak teraba
Ginjal :Tidak teraba
Perkusi Bunyi pekak pada kuadran kanan atas.
Terpasang NGT dengan cairan yang keluar bewarna hitam.
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Ptechiae (-), CRT<2”, motorik 5/5
Inferior : Otot atrofi pada regio cruris, Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Ptechiae (-),
CRT < 2”, motorik 5/5,
DAFTAR MASALAH
1. Syok et causa sepsis
2. Hematemesis melena
3. Morbus Hansen dengan Eritema nodosum leprosum
PENGKAJIAN MASALAH
1. Sepsis dengan perbaikan
Dipikirkan syok karena sepsis dengan perbaikan karena pasien merespon terapi yang
diberikan ditandai dengan tekanan darah naik menjadi 110/70 mmHG. Pada pasien masih
ditemukan demam dengan suhu 38 C, dan nadi 128x/menit.
Rencana diagnostik :
Procalcitonin
Asam laktat
Elektrolit ditambah dengan calcium
Kultur darah
Kultur urin
Rencana terapi :
RL 500 cc/12 jam
Vascon (Norepinephrine) 4 mcg/50cc 2,2 cc/jam
Dobutamin 250 mcg/50cc 3,6 cc/jam
Ceftriaxon 2 x 2 gr IV
Paracetamol 3 x 500 mg
Rencana monitoring :
Keadaan umum
Tanda tanda vital per 6 jam
Urine output per 6 jam
Cek darah lengkap
SGOT dan SGPT
Ureum dan kreatinin
2.9. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
HEMATOLOGI
Hematokrit 17 37-47%
Eritrosit 2,1 4.3-6.0 juta/uL
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-3%
Batang 3 2-6%
Segmen 84 50-70%
Limfosit 9 20-40%
Monosit 4 2-8%
MCV 82 80-96 fL
MCH 26 27-32 pg
Kimia Klinik
SGOT 20 35 U/L
SGPT 11 40 U/L
Kalsium (Ca) 7,2 8.6-10.3 mEq/L
Imunoserologi
HEMATOLOGI
Hematokrit 22 37-47%
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-3%
Neutrofil 82 50-70%
Limfosit 14 20-40%
Monosit 4 2-8%
MCV 82 80-96 fL
MCH 28 27-32 pg
Kimia klinik
Ureum 17 20 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.5 0.5 – 1.5 mg/dL
4. Cefepime, MIC R
5. Ceftriaxone, MIC R
6. Ceftazidime, MIC R
7. Meropenem, MIC R
8. Gentamycin, MIC 4 S
13. Trimetropim / 80 R
Sulfamethoxazole, MIC
Catatan :
MRSA : Methicillin resistant Staphyloccocus aureus
22 – 3 – 2018 S : lemas ( +), demam ( - ), luka mulai P:
Hari ke 5 mengering USG abdomen
O : Compos mentis
TD : 110 / 6 mmHg, Hr : 84x/menit,
RR : 20x/menit
Mata : CA -/-, SI -/- Terapi:
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (+), RL + aminofluid/ 12 jam
BU normal Ondansetron 3 x 1 p.o
A: Omeprazole 2 x 40 mg
Syok Sepsis perbaikan Ceftriaxone 2 x 2 gr
Anemia et causa chronic disease Albumin 3x 1
Hipoalbumin KSR 3 x 1 tablet
Hipomagnesia Transfusi albumin
Hiponatremia ringan MgSO4 20% 2 gram dalam
Hipokalsemua 100 ml Dextrose 5% habis
Hipokalemia dalam 2 jam
Hematemesis melena perbaikan
Morbus hansen dengan reaksi lepra
Kimia klinik
Bilirubin total 1.06 <1.5 mg/dL
Kimia klinik
HEMATOLOGI
Hematokrit 34 37-47%
Eritrosit 3.9 4.3-6.0 juta/uL
Hitung Jenis
Basofil 1 0-1%
Eosinofil 0 1-3%
Neutrofil 86 50-70%
Limfosit 9 20-40%
Monosit 4 2-8%
MCV 86 80-96 fL
MCH 29 27-32 pg
HEMATOLOGI
Hematokrit 32 37-47%
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-3%
Batang 3 2-6%
Segmen 82 50-70%
Limfosit 9 20-40%
Monosit 6 2-8%
MCV 83 80-96 fL
MCH 28 27-32 pg
HEMATOLOGI
Hematokrit 35 37-47%
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-3%
Batang 3 2-6%
Segmen 60 50-70%
Limfosit 26 20-40%
Monosit 12 2-8%
MCV 83 80-96 fL
MCH 28 27-32 pg
Kimia klinik
Ureum 30 20 – 50 mg/dL
Kimia klinik
Ureum 36 20 – 50 mg/dL
TINJAUAN PUSTAKA
Morbus hansen atau yang selama ini dikenal sebagai penyakit lepra adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini berbentuk batang dan merupakan
bakteri tahan asam dikarenakan pada saat pewarnaan dengan dengan asam atau alkohol.3 Tempat
predileksi dari M. leprae di kulit biasanya di jaringan yang lebih dingin yaitu kulit, saraf perifer,
saluran pernapasan atas, dan testis.4 Transmisi bakteri sampai sekarang masih belum jelas sampai
sekarang masih dianggap oleh kontak antar kulit yang lama. Penyakit lepra mempunyai masa
inkubasi yang lama dengan rata – rata 5 – 7 tahun.
Patofisiologi penyakit lepra dan derajat gejala klinis dari seseorang ditentukan dari
imunitas tubuh. Bakteri akan menginvansi dan memperbanyak diri di saraf perifer. Bakteri ini
dapat hidup di dalam sel fagosit yang akan membentuk granuloma. Selanjutnya bakteri akan
menginvasi tempat lain seperti kulit dan saluran napas atas. Gejala klinis yang berbeda – beda
disebabkan oleh kerentanan orang tersebut. Bila sistem imunitas baik akan terlihat gejala klinis
kea rah tuberculoid dan jika sistem imunitas orang tersebut rendah makan akan terlihat gejala klinis
ke arah lepromatosa.4,5
Interaksi antara bakteri dan sistem imun menghasilkan spektrum – spektrum gejala klinis
yang berbeda – beda pada setiap orang. Spektrum tersebut dinilai dari gejala klinis, bakterioskopis,
histopatologi, dan serologis; dapat dibagi menjadi dari sistem imunitas yang kuat yaitu tuberkoloid
polar (TT) sampai yang terlemah yaitu lepromatosa polar (LL). Sedangkan borderline tuberculoid
(BT) dan borderline lepramatosa (BL) merupakan campuran antara tuberculoid dan lepromatosa
perbedaanya pada BT lebih banyak tuberkuloidnya dan BL lebih banyak lepromatosannya. Tipe
terakhir adalah BB atau disebut mid borderline berarti 50% tuberculoid dan 50% lepromatosa.
Tetapi pada praktik sehari – hari menggunakan klasifikasi WHO yang diterapkan pada tahun 1981
yaitu multibasilar yang meliputi BL dan LL dan pausibasilar yaitu BT dan TT.6
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada BT dan TT yaitu makula hipopigmentasi dengan
batas yang tegas dengan berbagai macam ukuran pada daerah ekstrimitas. Biasanya ditemukan
anestesia yaitu hilangnya rasa nyeri yang dapat di test dengan menggunakan jarum untuk rasa
nyeri, kapas untuk rasa raba, dan terakhir dengan menggunakan 2 tabung yang diisi air panas dan
dingin untuk mengetahui rasa suhu. Jika fungsi saraf otonom rusak akibat bakteri maka terdapat
anhidrosis dimana daerah tersebut tidak bisa mengeluarkan keringat yang dapat di test dengan
menggunakan pensil tinta (tanda Gunawan), dan terakhir daerah tersebut akan kehilangan rambut
yang disebut alopesia.5 Sedangkan pada BL dan LL ditemukan effloresensi berupa papul atau
nodul eritromatosa yang dapat bergabung sehingga membentuk lesi yang lebih besar. Selanjut lesi
yang membesar ini akan mengakibatnya hilangnya rambut pada lesi tersebut. Pada tipe borderline
di ditemukan keduanya.4,5
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk membantu diagnosa yaitu dengan
kerokan jaringan kulit yang diambil di 3 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah, 2 – 4
lesi lain yang paling aktif dan diwarnai dengan perwarnaan ziehl-neelsen.4 Pada pausibasilar
ditemukan bakteri negatif pada hasil kerokan kulit sedangkan multibasilar ditemukan banyak
bakteri.4
Untuk mengobati penyakit lepra harus diketahui klasifikasi spektrum pasien menurut
WHO. Jika pasien mempunyai 1 – 5 lesi maka ia masuk dalam pausibasiler dan jika terdapat lebih
dari 5 lesi maka akan masuk ke dalam multibasilar.6 Pengobatan kusta menggunakan multi drug
therapy atau MDT. Untuk tipe multibasilar menggunakan rimpafisin, DDS dan klofazimin.
Sedangkan untuk tipe pausibasilar hanya diberikan rimfapisin dan DDS saja.4,5,6
Selama pengobatan penyakit kusta dapat terjadi reaksi kusta yang disebabkan oleh sistem
imun. Terdapat 2 jenis reaksi yaitu reaksi reversal atau reaksi upgrading yaitu lesi yang ada
bertambah aktif atau timbul lesi baru dan ENL (eritema nodosum leprosum) atau reaksi lepra
nodular yaitu timbul nodul eritema dan nyeri pada lengan dan tungkai dan juga ulkus yang dapat
menyebabkan infeksi sekunder yang disebabkan oleh kuman seperti streptococcus dan
virus.4,7Untuk pengobatan reaksi reversal atau upgrading tidak perlu diberi obat tambahan kecuali
terdapat gejala neuritis seperti rasa kesemutan maka dapat ditambahkan prednisone dengan dosis
40 mg per hari dan diturunkan secara perlahan – lahan dan lama pengobatan selama 2 -3 bulan.
Pada pengobatan ENL pemberian MDT tetap dilanjutkan dan ditambah dengan prednisone 15 –
30 mg per hari sampai reaksi membaik dan jika pasien mempunyai ENL yang berat dan
berkepanjangan dan terdapat tergantungan pada steroid dapat diberikan klofazimin.4,6
Kementrian kesehatan pada tahun 2012 mengeluarkan pedoman pemberian prednisone dan
klofazimin pada reaksi kusta yang dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2.
Minggu pemberian Dosis harian yang dianjurkan
Minggu 1 - 2 40 mg (1 x 8 tablet) per hari diminum pada
pagi hari sesudah makan
Minggu 3 – 4 30 mg (1 x 6 tablet) per hari diminum pada
pagi hari sesudah makan
Minggu 5 – 6 20 mg (1 x 4 tablet) per hari diminum pagi
pada hari sesudah makan
Minggu 7 – 8 15 mg (1 x 3 tablet) per hari diminum pagi
pada hari sesudah makan
Minggu 9 – 10 10 mg (1 x 2 tablet) per hari diminum pagi
pada hari sesudah makan
Minggu 11 – 12 5 mg (1 x 1 tablet) per hari diminum pagi
pada hari sesudah makan
Tabel 3.1 Skema pemberian prednisone.7
Bulan Dosis
2 bulan pertama 300 mg atau 3 x 100 mg
2 bulan kedua 200 mg atau 2 x 100 mg
2 bulan ketiga 100 mg atau 1 x 100 mg
Tabel 3.2 Skema pemberian klofazimin atau lampren.7
Pada reaksi tipe reversal maupun ENL jika gejala membaik maka dosis dapat diturunkan
tetapi jika gejala makin memburuk pada saat penurunan dosis maka dikembalikan ke dosis semula.
Dapat ditambahkan obat seperti analgetik-antipiretik bila pasien mempunyai gejala seperti demam
atau nyeri. Perlu juga diperiksa atau dirujuk ke bagian penyakit dalam untuk dimonitoring karena
banyak efek samping pemberian kortikostreroid jangka panjang.7
3.2 Kortikosteroid