Anda di halaman 1dari 12

JOURNAL READING

Korelasi antara tuli sensorineural dengan


otorrhea kronis

DISUSUN OLEH :
GRACE ERDIANA
406162069

PEMBIMBING :
DR. SITI NURHIKMAH, SP. THT-KL, M. KES
DR. ARDHIAN NOOR WICAKSONO, SP. THT-KL

KEPANITERAAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK


RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 30 OKTOBER 2017 – 2 DESEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
Data Jurnal

 Judul: Correlation between sensorineural hearing loss and chronic


otorrhea
 Penulis: Fernanda Martinho Dobrianskyj, MS; Ísis Rocha Dias
Gonçalves, DO; Yumi Tamaoki, DO; Edson Ibrahim Mitre, MD;
Fernando A. Quintanilha Ribeiro, PhD
 Departemen: Department of Otorhinolaryngology of Santa Casa de
Sao Paulo School of Medical Sciences
 Jurnal: Ear Nose Throat J. 2017 October-November;96(10-11):E43

 Publikasi: November 3, 2017


Pengantar

 Penelitian mengenai korelasi antara otorrhea kronis dan tuli


sensorineural ipsilateral pada sejumlah besar pasien sebagian besar
dilakukan di negara-negara dengan populasi yang memiliki daya beli
rendah, dimana otitis media kronis bersifat endemik.
 Banyak pasien menderita otorrhea selama bertahun-tahun, yang
berawal dari otitis media atau disfungsi tuba yang tidak teratasi
dengan baik pada masa anak-anak dan kemudian berkembang
menjadi otitis media supuratif kronis.
 Penyebab tuli sensorineural dianggap berhubungan dengan toksisitas
dari infeksi ,sitokin inflamasi terkait, atau obat ototoksik biasanya
digunakan.
 Tujuan dari penelitian l ini adalah untuk mengevaluasi apakah ada
korelasi antara durasi otorrhea dan tuli sensorineural dan apakah durasi
penyakit atau etiologinya berhubungan dengan ketulian ini.
Pasien dan metode

 Penelitian ini merupakan penelitian cross-setional. Sebanyak 98


telinga dengan otorrhea kronis dan 60 telinga dengan perforasi
membran timpani yang kering.
 Data pasien dengan unilateral otorrhea kronis diperoleh dari berkas
Departemen Otorhinolaringologi institusi akademis di São Paulo,
dan Ambang dengar menggunakan frekuensi 500 Hz, 1 kHz, 2 kHz
dan 4 kHz dengan audiometri.
 Hanya sensorineural yang dianggap, tuli konduktif yang disebabkan
oleh lesi pada telinga tengah, tidak dianggap.
Pasien dan metode

 Kriteria inklusi: Pasien dengan otitis media supuratif unilateral lebih dari 1
tahun dan telinga kontralateral normal, dan pasien dengan perforasi
membran timpani yang kering, juga disertakan. Evaluasi pasien
dilakukan dengan otoskopi dan berdasarkan riwayat perjalanan
penyakit pasien sendiri.
 Kriteria eksklusi:Pasien dengan riwayat operasi sebelumnya, trauma
otologis atau cephalic, dan terpapar oleh kebisingan tidak diikut
sertakan.
 Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Social science
software (v.13). Uji t-test berpasangan digunakan untuk menganalisa
kejadian otorrhea pada pasien dengan supurasi di satu telinga dan
telinga kontralateral normal. Uji t-test independent digunakan untuk
menganalisa tuli sensorineural pada pasien dengan otorrhea dan
dengan perforasi membran timpani yang kering.
Hasil dan diskusi

 Diantara pasien dengan otorrhea, 39 pasien berusia <18 tahun dan


20 pasien melaporkan bahwa mereka sudah mulai mengalami
gejala sejak kecil tapi baru berobat saat dewasa. Karena itu, 60,2%
kasus otorrhea media kronik telah dimulai sejak kecil. Usia rata-rata
pasien dengan otorrhea adalah 32,2 tahun (median: 26,5 tahun).
Durasi rata-rata otorrhea adalah 11,6 tahun (median: 6 tahun).
Hasil dan diskusi

Gambar 1. Grafik menggambarkan ketulian pada


keempat frekuensi di telinga normal vs telinga dengan
otorrhea kronik.

Pada gambar 1, ambang batas


sekitar 15 dB dapat dilihat pada
telinga normal, dibandingkan
dengan ketulian 40 dB di telinga
yang supurasi. Pada frekuensi yang
dievaluasi, tidak ada ketulian
progresif dalam nada yang lebih
tinggi
Hasil dan diskusi
Gambar 2. Grafik menunjukkan ketulian vs frekuensi di
telinga dengan perforasi tanpa otorrhea dan mereka
dengan otorrhea kronik

Gambar 2 menunjukkan perbandingan


antara telinga supurasi dan perforasi kering
pada pasien lain. Ambang rata-rata dari
perforasi kering itu 0 dB, dibandingkan
dengan 40 dB pada telinga supurasi. Jadi,
telinga dengan perforasi kering dan otorrhea
sporadik tidak mengganggu ambang
sensorineural.
Hasil dan diskusi
Gambar 3. Grafik menunjukan ketulian vs frekuensi pada
telinga dengan otitis media supuratif kronis dengan dan
tanpa kolesteatoma

Seperti yang terlihat pada gambar 3, tidak


ada korelasi yang antara etiologi dari
supurasi (contohnya seperti kolesteatoma)
dengan tuli sensorineural. Dengan
demikian, ketulian itu ternyata disebabkan
oleh supurasi itu sendiri, tanpa gangguan
dari faktor lain.
Hasil dan diskusi
Gambar 4. Menunjukkan ketulian pada
masing-masing frekuensi vs durasi otorrhea

Gambaran pada gambar 4 menunjukkan bahwa


durasi otorrhea tidak mempengaruhi keparahan
tuli sensorineural. Temuan ini tak terduga karena
durasi penyakit seharusnya memperparah
ketulian. Mungkin proses peradangan yang kronis
entah bagaimana melindungi jendela oval dan
bulat dari kemungkinan kontaminasi ke telinga
bagian dalam.
Hasil dan diskusi

 Pengobatan otorrhea dengan tetes telinga umumnya


mengandung antibiotika ototoksik. Jadi, mungkin saja otorrhea
kronis menimbulkan tuli sensorineural, tapi bukan disebabkan
karena proses infeksinya sendiri.
 Pengobatan dini penyakit atau penyebabnya tidak hanya bisa
menghindari tuli konduktif yang menetap, dimana terapi
pembedahan kadang-kadang hanya sebagian saja yang berhasil,
tapi juga dapat menghindari terjadinya tuli sensorineural
Kesimpulan

 otorrhea pada telinga tengah menimbulkan tuli sensorineural, tapi


tidak memburuk dengan seiring berjalannya penyakit.
 Tidak ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa kolesteatoma
berpengaruh terhadap ketulian.
 Perforasi yang kering tidak menyebabkan tuli sensorineural.
 Sebagian besar pasien dengan infeksi kronis mulai menunjukkan
gejala saat masa kanak-kanak. Penyakit ini mulai secara perlahan-
lahan dari rhinitis, sinusitis, hipertrofi tonsil, atau hipertrofi kelenjar
adenoid, sehingga menyebabkan otitis dan perforasi membran
timpani.

Anda mungkin juga menyukai