Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN NEUROLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

STROKE NON-HEMORAGIK

Disusun oleh:
Miraj A J Hasanusi
(2018-84-037)

Pembimbing:
dr. Laura Huwae, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN NEUROLOGI RSUD DR. M HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
A. PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai

manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-

negara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang

berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala

yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah

penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara

berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh

dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk.

Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000

penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan

hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan

penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.

Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke

iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor

resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang

tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang

dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor

resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.

Dibawah ini akan dilapokan tenatang sutu kasus yang terjadi berkenan dengan

hal-hal yang telah disebutkan diatas. Berikut laporannya.


B. LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. JP

Tanggal lahir / Umur : 19-06-1972 / 47 tahun

No. RM : 08 73 19

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pegawai Negri Sipil

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Rumah tiga

Ruang rawat : Ruangan bangsal Neurologi kamar 3

Suku/Bangsa : Indonesia

Tanggal MRS : 07 Juli 2019

Tanggal pemeriksaan : 08 Juli 2019

Tanggal keluar RS : 17 Juli 2019

2. Anamnesis

Keluhan utama : Lemah tubuh kanan

Anamnesis terpimpin :

Keluhan ini dirasakan pasien ± 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah

sakit. Keluhan dirasakan tiba-tiba pada saat baru bangun tidur.

Sebelumnya pasein masih bisa berbicara setelah sampai di RS pasien

sudah tidak bisa bicara lagi. Mual (-) Muntah (-)


Riwayat penyakit dahulu: Pasien sebelumnya pernah mengalami

Hipertensi

Riwayat kebiasaan: pasien memiliki kebiasaan minum merokok 3 bungkus

per harinya

Riwayat pengobatan: Pengobatan captopril (Minum setiap pagi),

simvastatin, furosemide.

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat pekerjaan/keluarga/hobi dan sebagainya:

3. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan umum

 Kesan : tampak sakit sedang

 Kesadaran : Compos Mentis

 Gizi : kesan baik

Tanda vital

 Tensi : 160/110 mmHg  Suhu : 36,8ºC

 Nadi : 89x/m, reguler  Pernapasan : 20x/m

Kepala : bentuk normosefal, deformitas (-), rambut berwarna

hitam, beruban.

 Mata : konjungtiva anemis (-|-), sklera ikterik (-|-)

 Hidung : perdarahan (-), sekret (-)


 Telinga : tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-),

sekret (-)

 Mulut : sianosis (-), kandidiasis (-), bibir simetris

Leher : pembesaran KGB (-), struma (-)

Thoraks

 Paru-paru : Inspeksi : pergerakan dada simetris, jejas (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : bunyi napas dasar vesikuler,

ronki -/-, wheezing -/-

 Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba pada

ICS V midclavicula sinistra

Perkusi : Redup, batas jantung normal

Auskultasi : BJ I, II murni, reguler. murmur

(-), gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi : Datar

 Auskultasi : bising usus (+) 5x/m

 Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

 Perkusi : Timpani

Alat kelamin : Tidak diperiksa

Ekstremitas : Atrofi
- -

- -

edema

- -

- -

Kulit : Akral hangat

2. Pemeriksaan neuro-psikiatri/ fungi luhur

 Emosi dan afek : eutimia

 Proses berfikir : relevan

 Kecerdasan : baik

 MMSE : tidak dilakukan pemeriksaan

 Penyerapan : baik

 Kemauan : baik

 Psikomotor : baik

3. Status neurologis

1. Kesadaran : GCS E4 M6V5

2. Saraf kranial :

 N. I (olfaktorius) : normosmia

 N. II (optikus) : OD OS

Ketajaman penglihatan : > 2/60 > 2/60

(posisi berbaring)
Lapangan penglihatan : Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Funduskopi : tidak dilakukan tidak dilakukan

 N. III (okulomotorius), N. IV (troklearis), N. VI (abducens)

OD OS

Celah kelopak mata : normal Normal

Ptosis : Tidak ada Tidak ada

Eksoftalmus / endoftalmus : Tidak ada Tidak ada

Ptosis bola mata : Tidak ada Tidak ada

Pupil :

Ukuran / bentuk : 3 mm / bulat 3 mm / bulat

Isokor / anisokor : Isokor Isokor

Refleks cahaya langsung : +/+ +/+

/ tidak langsung

Refleks akomodasi : ada ada

Gerakan bola mata :

Parese ke arah : Tidak ada Tidak ada

Nistagmus : Tidak ada Tidak ada

 N. V (trigeminal)

Sensibilitas : N. V1 : Normal/normal

N. V2 : Normal/normal

N. V3 : Normal/normal

Motorik : Inspeksi / palpasi (istirahat / menggigit) :

Inspeksi: deviasi dagu (-), palpasi


kekuatan kontraksi otot sama/ palpasi

menggigit sulit dievaluasi

Refleks dagu / masseter : Negatif

Refleks kornea : normal

 N. VII (fasialis)

Motorik M. frontalis M. orbik okuli M. orbik oris

Istirahat : Simetris Simetris Simetris

Gerak mimik : Sulit Sulit Sulit

dievaluasi dievaluasi dievaluasi

Sensorik khusus

Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : normal

 N. VIII (vestibulokoklearis)

Pendengaran : Sulit dievaluasi

Tes Rinne : Sulit dievaluasi

Tes Weber : Sulit dievaluasi

Tes Swabach : Sulit dievaluasi

Fungsi vestibuler : Tidak dilakukan

pemeriksaan

 N. IX (glosofaringeus), N. X (vagus)

Posisi arkus faring (istirahat / AAH) : Simetris

Refleks telan / muntah : Normal

Pengecapan 1/3 belakang : normal


Suara : normal

Takikardi / bradikardi : -/-

 N. IX (asesorius)

Memalingkan kepala dengan / tanpa tahanan : normal

Angkat bahu : lemah sisi kiri

 N. XII (hipoglosus)

Deviasi lidah : Deviasi ke Tremor : Tidak ada

kanan

Fasikulasi : Tidak ada Ataksia : sulit

dievaluasi

Atrofi : Tidak ada

3. Tanda rangsang meningeal (TRM)

 Kaku kuduk : Negatif  Brudzinzki I : Negatif

 Kernig sign : Negatif  Brudzinzki II : Negatif

4. Motorik

Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Trofi otot : Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Pergerakan : terbatas bebas terbatas normal

Kekuatan : 1 5

1 5

Tonus otot : Hipotoni Eutoni hipotoni eutoni


Otot terganggu : Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada

ada

Refleks fisiologis

Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Biceps : ++ ++ KPR : ++ ++

Triceps : ++ ++ APR : ++ +++

Brachioradialis : ++ ++

Klonus

Kanan Kiri Kanan Kiri

Lutut : Negatif negatif Kaki : Negatif Negatif

Refleks patologis

Kanan Kiri Kanan Kiri

Hoffmann- : Negatif negatif Babinski : negatif Negatif

Trommer

Chaddock : negatif Negatif

Gordon : negatif Negatif

Schaefer : negatif negatif

Oppenheim : negatif negatif

Palmomental Positif Positif


Pergerakan abnormal yang spontan : tidak ada

5. Sensorik :

Eksteroseptif Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Nyeri : Normal Normal Normal Normal

Suhu : Tidak Tidak Tidak Tidak

dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan

pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan

Raba halus : Normal Normal Normal Normal

Proprioseptif Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Rasa sikap : Sulit Sulit Sulit Sulit

dievaluasi dievaluasi dievaluasi dievaluasi

Nyeri dalam : Normal Normal Normal Normal

Fungsi kortikal Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Diskriminasi : Sulit Sulit Sulit Sulit

dievaluasi dievaluasi dievaluasi dievaluasi

Stereognosis : Sulit Sulit - -

dievaluasi dievaluasi
6. Gangguan koordinasi dan keseimbangan :

Kanan Kiri

Tes jari hidung : sulit dievaluasi

Tes tumit : sulit dievaluasi

Tes Romberg : sulit dievaluasi

Tes pronasi-supinasi : sulit dievaluasi

Tes pegang jari : sulit dievaluasi

7. Gait : sulit dievaluasi

8. Otonom : BAB baik, BAK baik, Keringat ada

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

GDS: 120 mg/dl (08 Juli 2019) pukul 07.00 wit

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM (08 Juli 2019)


PAAMETER HASIL Nilai normal
Glukosa Puasa 63 mg/dl 80-100 mg/dl
Ureum 16 mg/dl 10-50 mg/dl
Creatinin 1,1 0,7-1,2 mg/dl
Uric Acid 3,7 <6,0 mg /dl (wanita)
Cholesterol Total 230mg/dl <200 mg/dl
b. Pemeriksaan radiologi: CT-Scan Kepala potongan Axial (08/07/2019)

c. Pemeriksaan EKG : LVH (08/07/2019)

5. Diagnosis

 Klinis : hemiparesis dextra e.c suspect SNH

 Topis : hemisfer cerebri sinistra, Lobus frontalis cerebri

 Etiologi : Hipertensi grade II

 Patologi : -

 Tambahan: -

 Kesimpulan: Hemiparesis Dextra e.c Suspect Stroke Non Hemoragik

e.c Hipertensi Grade II

6. Diagnosis banding

Stroke hemoragik

7. Penatalaksanaan

- IVFD RL /12 jam

- Sohobion drip 1 amp/24 jam

- Inj. Citicoline 2x 500mg iv

- Aspilet 1x 500mg/po

- Captopril 3x25 mg tab sublingual

- Konsul Spesialis Saraf


8. Prognosis

 Ad vitam : dubia ad bonam

 Ad functionam : dubia ad bonam

 Ad sanationam : dubia ad bonam


9. Follow-up

TANGGAL/JAM HASIL PEMERIKSAAN, ANALISA DAN TINDAK LANJUT


CATATAN PERKEMBANGAN
S (SUBJECTIVE) O P (PLANNING)
(OBJECTIVE) A
(ASSESMENT)
22/10/2015 S: Tubuh kanan lemah  IVFD RL 20 tpm
O: GCS: E4M6V3  Sohobion drip amp 1x1/24 jam
kekuatan Motorik=  Citicoline 500 mg/12 jam/iv
3 5  Captopril 25 mg 3x1 tab
1 5  Clopidrogel 1x1 tab
TD: 170/100 mmHg  Simvastatin 20 mg 1x1 tab
N: 80 x/menit
P: 24x/menit
S: 36ºC
A: Suspect Stroke Non
Hemoragik reattack DDx
Stroke Hemoragik
23/10/2015 S: Tubuh kanan lemah  Terapi lanjut
O: GCS: E4M6V3  Sohobion drip amp 1x1/24 jam
kekuatan Motorik=  Citicoline ditingkatkan dosisnya 3
3 5 x500 mg/12 jam/iv
1 5  Dulcolax 5 mg 0-0-2
TD: 160/100 mmHg  Conge? 20mg 1-0-0
N: 80 x/menit  Triheksifinidil 1 mg 3x1 tab
P: 24x/menit  Haloperidol 1mg 3x1 tab
S: 36ºC  Clobazam 10 mg 1-0-1
A: Stroke iskemik reattack  Konsul spesialis kedokteran fisik
dengan gangguan emosi dan rehabilitasis
Hipertensi
Penyakit jantung Koroner
24/10/2015 S: Tubuh kanan lemah  IVFD RL=D5% (2:1)
O: GCS: E4M6V3  Sohobion drip amp 1x1/24 jam
kekuatan Motorik=  Citicoline 500 mg/8 jam/iv
3 5  Captopril 25 mg 3x1
1 5  Clopidrogel 75 mg 1x1
TD: 170/100 mmHg  Simvastatin 20 mg 0-0-1
N: 80 x/menit  Corase 20 mg 1-0-0
P: 24x/menit  Triheksifinidil 1 mg 3x1
S: 36ºC  Haloperidol 1mg 3x1
A: Stroke iskemik reattack  Clobazam 10 mg 0-0-1
dengan gangguan emosi  Konsul spesialis Kedokteran fisik
Hipertensi dan rehabilitasi
Penyakit jantung Koroner

25/10/20145 S: Tubuh kanan lemah  Infus habiskan dan dihentikan
O: GCS: E4M6V3  Tambahkan citicoline, lanjut
kekuatan Motorik= piracetam 3 x 1200 mg +
4 5 amlodipine 5 mmg 0-1-0
4 5  Yang lain lanjutkan
TD: 170/100 mmHg
N: 60 x/menit
P: 16x/menit
S: 36ºC
A: Stroke iskemik reattack
dengan gangguan emosi
Hipertensi
Penyakit jantung Koroner
27/10/2015 S: Tubuh kanan lemah  Latihan duduk tanpa sandar
O: GCS: E4M6V5  Piracetam 2x 1200 mg
kekuatan Motorik=  Sohobion 1x1
4 5  Captpril 3 x 25 mg
4 5  Amlodipne 10 mg 0-0-1
TD: 160/100 mmHg  Simvastatin 20mg 0-0-1
N: 80 x/menit  Clopidrogel 75 mg 0-1-0
P: 24x/menit
S: 35,8ºC
A: Stroke iskemik reattack
dengan gangguan emosi
Hipertensi
Penyakit jantung Koroner
28/10/15 S: Tubuh kanan lemah  Terapi lanjut
O: GCS: E4M6V5  Fisioterapi aktif
kekuatan Motorik=  KIE
4 5  Boleh pulang
4 5
TD: 150/100 mmHg
N: 80 x/menit
P: 24x/menit
S: 36ºC
A: Stroke iskemik reattack
dengan gangguan emosi
Hipertensi
Penyakit jantung Koroner
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

VASKULARISASI SARAF PUSAT


A. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan
arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang
arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil menembus
ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri
serebri lainya.1
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi,
yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan
dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri
anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior
(yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri
oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu
masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.1
B. Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer.
Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor
yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-
kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga,
adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
(kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah
tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya
akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak
(yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya
bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka
terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO.
Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis,
aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1

STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK


A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan
peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.1
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke
non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.2
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel;
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis;
 Fibralisi atrium;
 Infark kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.2
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan
diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik
(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).2
C. Faktor Resiko
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang
dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor
resiko stroke non hemoragik, yakni: 2,3
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan
fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan
viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko
tinggi mengalami stroke non hemoragik.2
D. Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam
hal ini, kesadaran tidak terganggu
Berdasarkan subtipe penyebab :4
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang
lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi
aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria
serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di
dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil,
lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung
pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami
trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat
stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di
jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar
menderita stroke hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif.

E. Patofisiologis
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri
besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila
terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik
karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan
mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya
akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran
sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak
membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian
terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri
lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang
rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium.
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel.
Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa,


fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral ↓

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia,


defek medan penglihatan, afasia
F. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan
non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan
tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese,
monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler,
diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.
Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul
secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting
untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor
dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,
dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko
stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan
tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus
dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s
palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.2,5
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:6
Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain

Sindrom Sirkulasi Anterior

A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer


(lengan lebih berat dominan), Hemi-neglect
dari tungkai) (hemisfer non-dominan),
hemihipestesia agnosia, defisit
kontralateral. visuospasial, apraksia,
disfagia

A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer


atas) (lengan lebih berat dominan), Hemi-negelect
dari tungkai) (hemisfer non-dominan),
hemihipestesia hemianopsia, disfagia
kontralateral.
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
bawah) dominan), afasia afektif
(hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia

A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal


tidak ada gangguan (hemisfer dominan), visual
sensoris atau ringan dan sensoris neglect
sekali sementara (hemisfer non-
dominan)

A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer


(tungkai lebih berat dominan), apraksia
dari lengan) (hemisfer non-dominan),
hemiestesia perubahan perilaku dan
kontralateral personalitas, inkontinensia
(umumnya ringan) urin dan alvi

Sindrom Sirkulasi Posterior

A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke


umumnya normal sindrom lock-in, gangguan
saraf cranial yang
menyebabkan diplopia,
disartria, disfagia, disfonia,
gangguan emosi

A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang


berganti dengan pola bagian sentral,
gerak chorea pada prosopagnosia, aleksia
tangan, hipestesia
atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil

Lacunar infark Gangguan motorik murni,


gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik,
sindrom clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik
dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan
antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan
hasil yang buruk dari stroke.3
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini
juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses).3
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah
6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris
sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan
setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi
menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu,
CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang
mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.3
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang
agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke
akut.3
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.
USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis
intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi)
dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat
untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.3

G. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan
haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru
berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:1
 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan,
elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi
stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena
akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang
mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10%
dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan
dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien
tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini
adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan
rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.7
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana
stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark
massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin
adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral
akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang
dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300
mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi
puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di
otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan
dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.8
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa
efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen
dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin
adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan
akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah purpura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse 1gr/kgBB/hari
selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik
dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang
terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.1
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke seperti:
 Pengobatan hipertensi
 Mengobati diabetes mellitus
 Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
 Berolahraga teratur 1
BAB V
KESIMPULAN

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih
pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian. Stroke iskemik sering diklasifikasin
berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa
suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk
mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan
gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-
scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak
terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah
perbaikan perfusi ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian
neuroprotektif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.
5. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th
Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery.
A Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc.,
1991:13-24.
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba
Medika. Hal: 53-73.

Anda mungkin juga menyukai