Anda di halaman 1dari 38

GUILLAIN BARRE

SYNDROME
 Suatu polineuropati akut.
 Penyakit pada sistim saraf perifer
 Umumnya diderita oleh anak-anak dan
dewasa muda pada kedua jenis kelamin
 Umumnya setelah infeksi saluran
pernafasan atau pencernaan atau post
vaksinasi
ETIOLOGI
 Etiologi sampai saat ini masih menjadi perdebatan
 Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan SGB :
* Infeksi
* Vaksinasi
* Pembedahan
* Penyakit sistemik :
> keganasan
> SLE
> Tiroiditis
> Penyakit Addison
* Kehamilan atau dalam masa nifas
Tanda dan gejala

 Kelemahan secara bilateral


 Ascending paralysis.
 Sedikit terjadi gangguan sensoris
 Refleks tendon menurun atau menghilang.
 Dominan progress total motor paralysis.
 Dapat mengganggu otot pernafasan →
Respiratory failure.
 Gangguan otonom.
TIPE/VARIAN SINDRON GUILLAIN-BARRE

 Acute Motor-Sensory Axonal


Neuropathy (AMSAN)
 Acute Motor Axonal Neuropathy
(AMAN)
 Miller Fisher Variant
Laboratorium
LCS: tekanan normal, jumlah sel normal,
protein meningkat (disosiasi
sitoalbuminik)

EMG:
 penurunan amplitudo.
 Slow conduction velocity
 conduction block.
Proses patologi
Perivasculer lymphocytic infiltrates.
Inflammatory cell infiltrates.
Perivenous demyelination.
Wallerian degeneration.
DIFF. DIAGNOSIS

1. Cervical myelopathy.
2. Basiler artery trombosis.
3. Poliemyelitis.
4. Myastenia Gravis.
Terapi
 Tujuan terapi : mengurangi beratnya penyakit
dan mempercepat penyembuhan
 Sebagian besar kasus bersifat self limited
 Pada kasus yang berat dimana terjadi
demielinisasi saraf yang menginervasi
diafragma dan otot-otot intercostal akan terjadi
ancaman gagal nafas pasien perlu dirawat
diruang terapi intensif dengan pemasangan
ventilator
 Trakeostomi diperlukan jika terjadi sumbatan
jalan nafas
 Kortikosteroid : Kebanyakan peneliti
mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak bermanfaat untuk terapi SGB
 Plasmaparesis : bertujuan mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakaian
plasmaparesis memperlihatkan hasil yang baik
berupa perbaikan klinis lebih cepat, penggunaan
alat bantu nafas lebih sedikit, lama perawatan
lebih pendek. Dosis 200-250 ml plasma/kgBB
dalam 7-14 hari. Lebih bermanfaat bila diberikan
pada saat awal onset gejala ( minggu pertama)
 Pengobatan Imunosupresan :
1. Imunoglobulin IV
Lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis
karena efek samping/komplikasi kebih ringan. Dosis 0.4
gr/kgBB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan
maintenance 0.4/kgBB/hari tiap 15 hari sampai sembuh
2. Obat-obat sitotoksik
Obat sitotoksik yang dianjurkan :
> 6 Merkaptopurin (6-MP)
> Azathioprin
> Cyclophospamid
Efek samping : Alopesia, mual, muntah dan sakit
kepala
TREATMENT
 Plasma exchange.
 Immune globin: 400 mg/kg/d for 5 days.
 Corticosteroid: controversial.
 Kasus yang berat:
 Endotracheal intubation.
 Manage cardiovasculer autonomic
instability.
 Prevention electrolyt inbalance,
 Ventilator.
PROGNOSIS

 Perbaikan baik sempurna


 3 – 4% meninggal.
MIASTENIA GRAVIS
(MG)
 Gangguan pada transmisi neuromuskular.
 Kelemahan yang fluktuatif
 Bertambah berat dengan peningkatan
aktifitas
Manifestasi klinik
 Ptosis, diplopia.
 Ganguan mengunyah atau menelan
 Kelemahan tungkai
 Gangguan pernafasan
 Fluktuasi bertambah berat selama sehari
 Spontaneus relapse dan remission.
 Fatal outcome-respiratory complication.
CLINICAL STAGING
(OSSERMAN):

I. Oculer myastenia (15 -20%).


II. A. miastenia umum ringan dengan slow
progression, tidak krisis, berespon baik dengan
pengobatan (30%).

B. miastenia umum sedang berat, gangguan


skeletal dan bulbar yang berat namun tidak
krisis, drug response less than
satisfactory.
III. Akut fulminan myastenia, perkembangan yang
cepat dari gejala yang parah, krisis pernapasan,
respons obat yang buruk, tingginya insiden
thymoma, kematian yang tinggi (15%).

IV. Myastenia berat tahap akhir, sama seperti gejala


III, namun akibat perkembangan secara terus
menerus selama 2 tahun dari stadium I ke
stadium II.
MG dengan keterlibatan kelenjar timus :
Neoplasma 10 – 15%.
Hyperplasia 65%.
Histiocytes surrounded by Th, B cell and
plasma cell.
etiopatogenesis

Reduction of arch receptor, post synaptic.



Failure of neuromuscular transmission.

Reduction in contractile muscle.
TEST DIAGNOSIS
Berespon terhadap golongan asetilkolin esterase.
 Edrophonium (Tensilon) 10 mg (1 ml) IV: terjadi
perbaikan keuatan tenaga otot atau:
 Neostigmin 15 mg.
 Atropine sulfate 0,6 mg: reverse muscarinic side
effects.
 EMG: kelainan pada transmisi neuromuskular
pengobatan
Obat-obat golongan Anticholineesterase :
 Neostigmine (prostigmin): 7,5 – 45 mg
tiap 2 – 6 h.
 Pyridostigmine (mestinon): 30 – 60 mg
tiap 6 h.
 Kosticosteroid:
Prednisone initial 15 – 20, ditingkatkan
hingga 50 – 60 mg.
 Azathioprine: 50 mg/hr ditingkatkan 2 –
3 mg/hr (150 – 250 mg) perhari.
 Cyclosporine.
 Plasma exchange.
 IVIG (Intrvenous immunoglobulin).
Krisis Miastenik
 Perburukan kodisi miastenik yang mendadak.
 Dicetuskan oleh:
 infeksi traktus respiratorius
 penggunaan obat-obatan sedatif.
 obat-obat yang bekerja dengan memblok
transmisi saraf.
 Dapat terjadi kapan saja
50% terjadi dalam 18 bulan awal serangan
Gejala klinis

 Gagal/gangguan pernafasan Respiratory


failure.
 Penurunan kapasitas fungsi vital sign.
 Gelisah, cemas, tremor
 Kelemahan keempat ekstremitas dan
kelemahan orofaringeal.
Penatalaksanaan

 Intubasi .
 Mechanical ventilation.
 Plasma exchange.
 IVIG (intravenous immunoglobulin).
 Kortikosteroid.
WEANING VENTILATOR

Anticholine esterase
Pyridostigmin 60 mg or.
Neostigmin 15 mg.
EATON-LAMBERT MYASTENIC
SYNDROME

 Mirip dengan miastenia grafis


 Umumnya akibat keganasan pada organ
paru-paru
 Terjadi kerusakan pada presinaps
Gejala klinis

 Kelemahan saat berdiri dari tempat duduk, naik


tangga dan berjalan.
 Ptosis, diplopia, dysarthria and dysphagia.
 Refleks tendon menurun
 Autonomic disturbance.
 Respon terhadap neostigmine, pyridostigmin:
buruk.
Tatalaksana

 Guanidine hydrochloride 20 – 30mg/kg/hr.


 Prednison 25 – 60 mg/hr.
 Plasmapharesis.
 IVIG.
Kepustakaan
 Burns, T.M. 2008. Guillain-Barre´ Syndrome. Semin Neurol. April;28(2):152-
167.
 Romi, F., Gilhus, N.E., Aarli, J.A. 2005. Myasthenia gravis: clinical,
immunological, and therapeutic advances. Acta Neurol Scand: 111: 134–
141.
 Drachman, D.B. myastenia Gravis and other disease of the
neuromuscularjunction. In: Neurology in clinical medicine. Editor: Hauser,
S.L. 17th edition. Harrison’s. Mc Graw Hill. Pp. 599-567.
 Adams and Victors. 2005. Principles of Neurology. Eighth Edition. Mc Graw-
Hill,New York
 Hughes, R.A.C., Widjicks, E.F.M., Barohn, R.,et al. 2003. Practice parameter
: Imunotherapy for Guillain-Barre syndrome: Report of thr Quality Standard
Subcomitte of the American Academy of Neurology. Neurology.org. 61;736
 Rabistein, A. A. 2007. Guillain-Barre Syndrome. The Open General and
Internal Medicine Journal. pp. 13-22.

Anda mungkin juga menyukai