Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yenyen

Kelas : X IIS 3

CERITA PETA PEMANGSA LIMA PUTRA


[Pancaputtakhadakapetavatthuvannana]

‘Engkau telanjang dan berpenampilan mengerikan.’ Demikian dikatakan Sang Guru


ketika sedang berdiam di Savatthi berkenaan dengan peti yang memangsa lima
putranya.

Diceritakan bahwa di suatu desa tidak jauh dari Savatthi, hiduplah seorang pria kaya
yang istrinya mandul. Sanak saudaranya berkata, ‘Istri pertamamu1 mandul; kami harus
mencarikan istri lain bagimu.’ Tetapi pria ini tidak bersedia karena dia menyayangi
istrinya. Ketika mendengar hal ini, istrinya berkata kepada si suami, ‘Saya mandul,
tuanku; harus ada istri lain yang disunting – jangan sampai garis keluarga terputus.’
Karena dorongan istrinya itu, si suami lalu mengambil isteri lagi yang kemudian hamil.
Namun kemudian istrinya yang mandul itu berpikir, ‘Jika telah mempunyai putra,
maduku akan menjadi nyonya rumah.’ Karena dikuasai kedengkian, dia pun mencari
cara untuk menyebabkan keguguran. Dia menyediakan kebutuhan makan, minum dll.
bagi seorang wanita2 yang telah meninggalkan kehidupan berumah tangga, dan
menyuruh wanita itu membuat madunya keguguran. Ketika keguguran, (istri kedua) itu
memberitahukan hal ini kepada ibunya. Ibunya mengumpulkan sanak keluarganya dan
membuat mereka tersadar3 akan persoalan itu. Mereka menuduh istri pertama yang
mandul itu sebagai orang yang bertanggung jawab atas peristiwa keguguran. Istri
pertama itu menyangkal, ‘Saya tidak bertanggung-jawab.’ Mereka menjawab, ‘Jika
engkau memang tidak bertanggung jawab atas keguguran ini, bersumpahlah!’ [32] Dia
pun lalu bersumpah, dengan berbohong, ‘Jika saya bertanggung jawab atas keguguran
ini, semoga saya menuju alam penderitaan. Di situ, karena dikuasai oleh rasa lapar dan
haus, saya akan melahirkan lima putra setiap pagi dan petang, dan kemudian
memangsa mereka, namun masih tetap tidak merasa kenyang. Selain itu, semoga saya
selalu berbau busuk dan dikerubuti4 lalat!’5 Tak lama kemudian dia meninggal dunia
dan lahir kembali tak jauh dari desa itu sebagai makhluk peti yang bernampilan buruk.
Pada saat itu, delapan Thera yang telah melewatkan masa vassa di daerah itu sedang
dalam perjalanan menuju Savatthi untuk menjumpai Sang Guru. Mereka beristirahat di
hutan tidak jauh dari desa itu, di suatu tempat yang teduh dan ada airnya. Peti itu
kemudiaan menampakkan dirinya di hadapan para Thera tersebut, dan Thera yang
senior bertanya pada peti itu lewat syair ini:
1. ‘Engkau telanjang dan bernampilan buruk; engkau menyebarkan bau yang busuk
dan menusuk. Engkau dikerubuti lalat – siapakah engkau, wahai makhluk yang berdiri
di sana?’

Ketika ditanya demikian oleh Thera tersebut, peti itu kemudian menyampaikan tiga
syair yang menjelaskan siapa dia, dan hal ini menimbulkan tergugahnya para makhluk :

2. ‘Tuan, saya adalah peti, yang terlahir di alam menderita, di alam Yama; karena telah
melakukan perbuatan jahat, saya telah pergi dari sini menuju ke alam peta.
3. Di fajar hari saya melahirkan lima putra dan di petang hari lima putra lagi –
walaupun saya memangsa mereka semua, bahkan semua itu masih tidak cukup bagi
saya.
4. [33] Hati saya membara dan terbakar oleh rasa lapar, dan saya tidak dapat
memperoleh air untuk diminum – lihatlah penderitaan yang menimpa saya.’

Ketika mendengar ini, Thera itu mengucapkan syair yang menanyakan tentang
perbuatan yang telah dilakukannya:

5. ‘Perbuatan jahat apakah yang telah engkau lakukan lewat tubuh, ucapan atau
pikiran? Sebagai akibat dari perbuatan yang manakah maka engkau memangsa daging
lima putramu?’

[34] Kemudian peti itu menceritakan kepada Thera tersebut perbuatan yang telah
dilakukannya, dengan berkata :
6. ‘Madu saya menjadi hamil dan saya merencanakan suatu perbuatan jahat untuk
melawan dia: karena pikiran yang jahat, saya menyebabkan dia keguguran.
7. Janinnya yang berumur dua bulan mengalir keluar persis seperti darah; kemudian
ibunya marah pada saya dan mengumpulkan sanak saudaranya; dia membuat saya
bersumpah dan membuat (mereka) mencaci maki saya.
8. Saya mengucapkan kebohongan yang mengerikan ketika mengatakan sumpah itu,
bahwa jika hal itu memang saya lakukan, semoga saya memangsa daging putra-putra
saya.
9. Karena akibat dari perbuatan itu dan juga karena kenyataan bahwa saya berbohong
itulah maka saya memangsa daging putra-putra saya dan berlepotan8 darah dan
kotoran.’

Setelah mengemukakan akibat-akibat perbuatannya, sekali lagi peti itu berbicara


kepada Thera tersebut (sambil mengatakan), ‘Tuan yang terhormat, dahulu saya adalah
istri si orang kaya di desa ini juga. Tetapi karena dikuasai oleh kedengkian dan
melakukan tindakan jahat, saya kemudian muncul di kandungan-peta. Tuan yang
terhormat, sudikah tuan pergi ke rumah laki-laki kaya itu? Dia akan memberi tuan dana
makanan -suruhlah dia mempersembahkan dana itu atas nama saya, karena dengan
cara itu saya akan terbebas dari sini, dari alam para peta.’ Ketika para Thera
mendengar ini, mereka (pergi) -karena rasa kasihan dan welas asih- dan memasuki
rumah laki-laki kaya itu untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika laki-laki itu melihat
para Thera itu, dia keluar dan dengan penuh bakti menyambut mereka, menerima
mangkuk mereka, mempersilahkan mereka duduk dan mulai memberikan makanan
pilihan. Para Thera lalu menceritakan peristiwa di atas kepada pria kaya itu dan
menyuruhnya mempersembahkan dana atas nama peti tersebut. Pada saat itu juga,
peti tersebut terbebas dari penderitaan, dan setelah memperoleh kemuliaan yang
tinggi, dia menampakkan dirinya malam itu di hadapan pria kaya tersebut. Para Thera
akhirnya sampai ke Savatthi dan membawa persoalan itu ke hadapan Sang Buddha.
Sang Buddha menganggap persoalan itu sebagai kebutuhan yang muncul, dan
mengajarkan Dhamma kepada kelompok yang berkumpul di sana. Ajaran itu
bermanfaat bagi orang-orang di sana.

Anda mungkin juga menyukai